Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN

NABATI II
PEMANFAATAN LIMBAH NABATI (SABUN BATANG)

Disusun Oleh :

Nama : Sharul Ramadhan Mulyadi


Nim : 16419009
Kelas : 3 (Agroindustri)
Kelompok : 4 (empat)

JURUSAN AGROINDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI FAKFAK
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak goreng digunakan secara luas di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Sebanyak 49 % dari total permintaan minyak goreng adalah
untuk konsumsi rumah tangga dan sisanya untuk keperluan industri
(Wijana, 2005). Kebutuhan minyak goreng semakin meningkat dengan
bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kurvs
supply demand, yaitu semakin tingginya permintaan minyak goreng sawit
dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai
237.641.326 jiwa pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1,38 persen per tahun dari tahun 2010 sampai 2015 (BPS, 2016), sehingga
minyak goreng bekas yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Fakta yang terjadi selama ini, kebanyakan ibu rumah tangga
melakukan pemakaian minyak goreng secara berulang kali bahkan sampai
minyak tersebut habis. Padahal minyak goreng tersebut sudah tidak layak
dipakai lagi dan akan berdampak pada kesehatan apabila tetap
dikonsumsi (Novitriani dan Intarsih, 2013). Kandungan minyak jelantah
terdiri atas lemak jenuh seperti asam miristat, asam palmitat, asam laurat, dan
asam kaprat, dan lemak tak jenuh yaitu asam oleat, asam linoleat, dan
asam linolenat (Taufiqurrahmi, 2011).
Minyak jelantah bisa diolah kembali melewati sistem filterisasi,
hingga warnanya kembali jernih serta seolah layaknya minyak goreng baru,
tetapi kandungannya tetap mengaalami kerusakan hingga tidak baik
untuk tubuh (Suryandari, 2014). Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat,
asam linoleat terdapat dalam minyak goreng bekas merupakan trigliserida
yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun cair
(Ningrum, 2013).
Sabun merupakan hasil reaksi saponifikasi/penyabunan
dari suatu basa (NaOH/KOH) dengan asam lemak. Sabun biasanya
dikenal dalam dua wujud, yaitu sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama
dari kedua sabun tersebut adalah alkali yang digunakan. Sabun padat
menggunakan NaOH, sedangkan sabun cair menggunakan KOH. Jika akan
digunakan sebagai bahan baku sabun padat, minyak goreng bekas harus
dimurnikan terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat fisika-kimianya (Widyasari,
2018).
Pemanfaatan sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak atau
lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang dilanjutkan dengan
proses saponifikasi menggunakan basa (KOH atau NaOH), Reaksi
penyabunan merupakan reaksi yang pada awalnya berjalan lambat karena
minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut
(Immiscible). Tetapi setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan
meningkat, karena produk yang terbentuk berperan sebagai katalisator
reaksi berikutnya (Prihanto, 2018).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka di lakukan praktikum tentang
pembuatan sabun dari minyak jelantah dan minyak kelapa.

1.2. Tujuan
Tujuan praktikum pemanfaatan limbah nabati ( sabun batang) sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan sabun dari minyak jelanta
2. Untuk mengetahui karakteristik dari sabun
1.3 Manfaat
Manfaat praktikum sebagai berikut :
1. Menghindari pencemaran atau kerusakan lingkungan
2. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengolah kembali limbah
rumah tangga yang telah mereka hasilkan
3. Mendapatkan tambahan penghasilan dari hasil pengolahan limbah tersebut
pada akhirnya akan dijual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun
Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari -hari. Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu.
Sejarah pembuatan sabun bermula dari Bangsa Romawi kuno yang mulai
membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak
hewan dengan abu kayu. Selanjutnya pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya
digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan
sabun mulai meluas. Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan
trigliserida dengan soda kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan
produk samping berupa gliserin. Bahan baku pembuatan sabun dapat berupa
lemak hewani maupun lemak/minyak nabati. (Anonim,2010).
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani
(Dewan Standarisasi Nasional, 1994). Sabun mandi merupakan sabun natrium
yang umumnya ditambahkan zat pewangi dan digunakan untuk membersihkan
tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun mandi terdiri atas
berbagai bentuk seperti berbentuk padat (batang), cair, dan gel. Sabun mandi
batang terdiri dari cold-made, opaque, sabun transparan, dan sabun kertas. Sabun
mandi cold-made mempunyai kemampuan berbusa dengan baik di dalam air yang
mengandung garam (air sadah). Sabun opaque adalah jenis sabun mandi biasa,
berbentuk batang dan tidak transparan. Sabun transparan atau disebut juga sabun
gliserin mempunyai penampakan yang lebih menarik karena transparansinya
(Jungerman dkk, 1979).
Molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang
disusun dalam bagian kepala dan ekor. Bagian kepala yang disebut sebagai gugus
hidrofilik (rantai karboksil) untuk mengikat air. Bagian ekor sebagai gugus
hidrofobik (rantai hidrokarbon) untuk mengikat kotoran (Antoni dan Paul, 2007).
2.2 Bahan utama
2.2.1 Minyak jelantah
Minyak jelantah dalam (bahasa inggris : waste cooking oil) adalah minyak
limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak
jagung, minyak sayur, minyak samin, dan sebagainya. Minyak ini merupakan
minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan
kembali untuk kebutuhan kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi
kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses pengorengan. Jadi jelas bahwa
pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan mengurangi tingkat kecerdasan generasi
berikutnya. Untuk itu perlu penangannan yang tepat agar limbah minyak jelantah
ini dapat bermanfaat dan tidak dapat menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan
manusia dan lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar
biodiesel. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat dilakukan pemurnian agar
dapat digunakan kembali sebagai media penggorengan atau digunakan sebagai
bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun (Susinggih, dkk, 2005).

2.2.2 Minyak kelapa


Minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO) adalah minyak yang
dihasilkan dari buah kelapa segar. Berbeda dengan minyak kelapa biasa, dalam
pembuatan VCO tidak ada penambahan bahan kimia dan tidak menggunakan
panas yang tinggi. Selain warna dan rasa yang berbeda, VCO memiliki asam
lemak yang tidak terhidrogenasi seperti minyak kelapa biasa. Saat ini, VCO sudah
banyak dikenal oleh masyarakat karena manfaatnya untuk kesehatan tubuh. Oleh
karena itu, VCO sangat baik dijadikan sebagai bahan baku dalam industri
pembuatan sabun. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, seperti
minyak sawit, minyak kedelai, minyak jagung dan minyak bunga matahari, VCO
memiliki beberapa keunggulan, yaitu kandungan asam lemak jenuhnya tinggi,
komposisi lemak rantai mediumnya tinggi dan berat molekulnya yang rendah
(Rindengan dkk, 2004).
VCO terbuat dari daging kelapa segar. VCO adalah minyak dan lemak
makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak, hanya diperoleh dengan
perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal. VCO diperoleh dari daging
buah kelapa yang sudah tua tetapi masih segar yang diproses tanpa pemanasan,
tanpa penambahan bahan kimia apapun, dan diproses dengan cara sederhana
sehingga diperoleh VCO yang berkualitas tinggi. Keunggulan dari VCO ini
adalah jernih, tidak berwarna, tidak mudah tengik dan tahan hingga dua tahun
(Alamsyah , 2005).
Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam
lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam
laurat yang memiliki rantai C 12. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan
sekitar 7% asam kapriat. Keduanya merupakan asam lemak jenuh rantai sedang
yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA), VCO mengandung 92%
lemak jenuh, 6% lemak mono tidak jenuh dan 2% lemak poli tidak jenuh (Price,
2004).

2.2.3 NaOH
NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif
serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk
butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan Waller,
1994). Natrium hidroksida sering disebut dengan kaustik soda atau soda api.
NaOH diperoleh melalui proses hidrolisa dari natrium klorida (NaCl). NaOH
dapat berbentuk batang, gumpalan, dan bubuk yang dengan cepat menyerap
kelembaban permukaan kulit (Kamikaze, 2002)

2.3 Karakteristik fisik


Sabun adalah surfaktan yang di gunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan noda jika di terapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara
efektif mengikat partikel dalam suspense, mudah di bawa oleh air bersih. Banyak
sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang
dapat diturunkan dari minyak atau lemak yang direaksikan dengan alkali (seperti
natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 800C-1000C melalui suatu proses
yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang
digunakan adalah kalium yang di hasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari
arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak
zaitun.
Molekul sabun dan deterjen mempunyai kesamaan, yaitu berupa molekul
berbentuk panjang dengan dua ujung yang berbeda sifat. Ujung yang satu bersifat
suka air (gugus hidrofil) dan gugus yang lain bersifat menolak air ( gugus
hidrofob). Uajung hidrofil tertarik ke lingkungan berair, dan sebaliknya gugus
hidrofob lebih cenderung untuk menjauh dari air dan tertarik keminyak (lemak).
Setruktur yang demikian menjadikan sabun dan deterjen dapat menjembatani air
dan minyak. Sifat ini yang memungkinkan sabun atau deterjen dapat melarutkan
minyak dalam air atau air kedalam minyak. Sifat – sifat sabun yaitu
a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku
tinggi sehingga akan dihidrolisis parisal oleh air. Karena itu larutan sabun
dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O →
CH3(CH2)16COOH + NaOH
b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk
makan akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air
sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam
Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa +
CaSO4→Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia
koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar. Molekul sabun mempunyai
rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa
sebagai kepala yang hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
BAB III
METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari senin 25 Oktober 2021 pukul 10.00 –
12.00. Bertempat Di Laboratorium Pengolahan Gedung Agroindustry Politeknik
Negeri Fakfak.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan sabun minyak jelantah
dan VCO sebagai berikut : thermometer, pengaduk/stirrer, beaker glass,
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum pembuatan sabun sebagai berikut
minyak jelanta, VCO 435 g, aquades 166 g, NaOH 78 g.
3.3 prosedur pembuatan
Prosedur kerja pada praktikum pembuatan sabun sebagai berikut ;
1. Siapakan minyak VCO sebanyak 435 g, NaOH 78 g, aquades 166 g.
2. Masukkan aquades kedalam wadah, kemudian campur dengan NaOH
perlahan sambal diaduk.
3. Tunggu hingga suhu air dingin kembali
4. Masukkan minyak VCO sedikit demi sedikit sambal diaduk menggunakan
pengaduk, kurang lebih 10 menit hingga rata dan mengental
5. Setelah mengental tambahkan pewarna dan pewangi sabun kedalam
adonan
6. Taung adonan kedalam cetakan
7. Diamkan selama 3 bulan lamanya setelah 3 bulan sabun siap digunakan.
3.4. Diagram Alir
Berikut diagram alir pembuatan sabun dari minyak jelantah dan
minnyak kelapa :

Minyak
jelantah/kelapa

Aquadesh, Di campurkan
NaOH

Di tungu hingga Dingin

Di masukan minyak

Di aduk hingga rata

Pewarna
dan Di tambahkan
pewangi
Di diamnkan selama 3 bulan

Sabun siap Pakai


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil
PARAMETER SEBELUM SETELAH DI
DIDIAMKAN DIAMKAN 1BULAN
Aroma Beraroma khas minyak Sedikit beraroma
jelanta dan sedikit wangi Minyak jelanta
Warna Berwarna kuning Berwarna kuning pudar
kecoklatan (setelah di campuri
(setelahdicampuri warna) Warna)

Tekstur Berminyak belum Sedikit berminyak


Berbusa (sudah berbusa)

4.2. Pembahsan
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Dewan Standarisasi Nasional
menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium
atau potassium (DSN, 1994).
Sabun mandi bisa ditambah dengan susu, madu, parfum dan berbagai jenis
filler yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci merupakan sabun yang
sedikit larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak,
seperti gasoline, eter dan benzena (Fessenden, 1994).
4.2 Proses Saponifikasi
Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa Pembuat kondisi basa yang biasanya
digunakan adalah NaOH dan KOH. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah
gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat.
Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi. Asam lemak
yang berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan
sabun. Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan
NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat
dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai
pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah
(NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5
(Yuda Prawira, 2008).
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun
sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai
produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang
terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah
akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras.
Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut
menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.Prinsip
dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak
dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut
trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl
ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga
sabun akan tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari
geliserol(Gebelin,2005).
4.2 Proses Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Selain itu penggunaan basa
membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir
dalam minyak. Penggunaan larutan basa 0,5 N pada suhu 70 oC akan
menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Ketaren,1986).
Proses ini menggunakan dua langkah proses yang berbeda, pertama
adalah proses hidrolisis dan yang kedua adalah proses netralisasi. Proses
hidrolisis adalah proses pembentukan asam lemak dari minyak/lemak dengan
bantuan air dengan produk samping yaitu gliserol. Proses hidrolisis Trigliserida
menjadi asam lemak pada suhu 260 oC dan tekanan 5 bar dengan konversi
mencapai 99%, berikut persamaan reaksi. (Kirk & Othmer, 2008)
Sodium klorida juga ditambahkan dalam reaksi dan berguna mengurangi
viskositas hasil reaksi sehingga memudahkan transportasi hasilreaksi melalui
pompa. Reaksi netralisasi berlangsung dalam reaktor sirkulasi yang terdiri dari
turbodizer dan mixer. Turbodizer berfungsi menghomogenkan campuran reaktan
sehigga reaktan-reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun. Sabun tersebut
kemudian direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer
dan disirkulasi kembali hingga reaksi netralisasi selesai. Kecepatan putaran
pengadukan dalam turbodizer sebesar 40-50 rps dan dalam mixer sebesar 15-20
rps. (Spitz, 2009)

4.3 Proses Curing Sabun


Proses pematangan atau pemeraman sabun (curing) dilakukan dengan
cara mengangin-anginkan produk sabun pada suhu ruang selama minimal
dua sampai tiga minggu sebelum digunakan. Menurut Yuliarti (2018), proses
curing pada suhu 37oC akan menurunkan kadar air serta menurunkan pH
sabun sehingga kualitas sabun sesuai dengan SNI.

4.4 Karakteristik Fisik Sabun Hasil Praktikum


Berasarakan praktikum ini, sifat fisik sabun yaitu beraroma khas pewangi
yang di berikan dan sedikit beraroma minyak jelanta dan berwana pink kemerahan
dan kuning pudar karena di beri pewarna, sabun berbentuk padat dan permukaan
yang halus berpasir.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan sabun dari minyak jelantah di dapatkan
kesimpulan yaitu :
1. Petama siapkan alat dan bahan kemudian campurkan aquadesh 166 gr dan
NaOH 78 gr kedalam gelas ukur aduk hingga rata lalu di diamkan hingga
agak dingin kemudian ukur suhu menggunakan thermometer hingga sushu
33.4 drajat Celsius kemidian masukan minyak jelantah/minyak kelapa lalu
adauk menggunakan pengaduk mudian di tuang di cetakan diamkan
selama 3-4 minggu sebelum digunakan.
2. Karkteristik fisik yaitu beraroma khas penwangi yang di berikan berwarna
kuning ke pudar berbentuk padat dan betekstur halus berpasir.

5.2 Saran
Sebaiknya saat pencetakan permukaan atas di haluskan agar bentuk sabun
lebih halus dan rapi.

DAFTAR PUSTAKA
Antoni dan Paul Nugraha. (2007). Teknologi Beton. Yogyakarta : Andi
Anonim.2010.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum.Jakarta:Depkes RI.
Fessenden, 1982, Bilangan Saponifikasi, Gramedia, Jakarta.
Gebellin, Charles G., 2005, Kimia Dasar, Erlangga,Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-
1994, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. SNI 06-3532-
1994. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.
Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran
Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor : 9-10,18.
Novitriani, K. dan Intarsih, I., 2013. Pemurnian Minyak Goreng Bekas Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada. 9(1): 101-106.
Prawira. 2008. Reaksi Saponifikasi pada Proses Pembuatan Sabun. Online :
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada proses pembuatan
sabun.html .
Prihanto, A. & Irawan, B. 2018. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi
Sabun Mandi. Metana. 14(2):55-59
Price, M. 2004. Terapi Minyak Kelapa. Prestasi Pustaka Jakarta.
Rindengan, B. dan Novarianto Hengky. 2004. Minyak Kelapa Murni: Pembuatan
dan Pemanfatannya. Seri Agritekno. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 6, 9,
64- 65.
Susinggih, dkk, 2005. Minyak Goreng.Jakarta. Diakses tanggal 23 September
2018
Yuliarti, Y. (2018). Pengaruh Suhu dan Lama Pemeraman Sabun Lemak Biji
Kakao (Theobroma cacao L.) Apkir Terhadap Karakteristik Mutu
Sabun. Tugas Akhir D3 Agroindustri, Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai