NABATI II
PEMANFAATAN LIMBAH NABATI (SABUN BATANG)
Disusun Oleh :
JURUSAN AGROINDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI FAKFAK
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak goreng digunakan secara luas di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Sebanyak 49 % dari total permintaan minyak goreng adalah
untuk konsumsi rumah tangga dan sisanya untuk keperluan industri
(Wijana, 2005). Kebutuhan minyak goreng semakin meningkat dengan
bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kurvs
supply demand, yaitu semakin tingginya permintaan minyak goreng sawit
dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai
237.641.326 jiwa pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1,38 persen per tahun dari tahun 2010 sampai 2015 (BPS, 2016), sehingga
minyak goreng bekas yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Fakta yang terjadi selama ini, kebanyakan ibu rumah tangga
melakukan pemakaian minyak goreng secara berulang kali bahkan sampai
minyak tersebut habis. Padahal minyak goreng tersebut sudah tidak layak
dipakai lagi dan akan berdampak pada kesehatan apabila tetap
dikonsumsi (Novitriani dan Intarsih, 2013). Kandungan minyak jelantah
terdiri atas lemak jenuh seperti asam miristat, asam palmitat, asam laurat, dan
asam kaprat, dan lemak tak jenuh yaitu asam oleat, asam linoleat, dan
asam linolenat (Taufiqurrahmi, 2011).
Minyak jelantah bisa diolah kembali melewati sistem filterisasi,
hingga warnanya kembali jernih serta seolah layaknya minyak goreng baru,
tetapi kandungannya tetap mengaalami kerusakan hingga tidak baik
untuk tubuh (Suryandari, 2014). Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat,
asam linoleat terdapat dalam minyak goreng bekas merupakan trigliserida
yang dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun cair
(Ningrum, 2013).
Sabun merupakan hasil reaksi saponifikasi/penyabunan
dari suatu basa (NaOH/KOH) dengan asam lemak. Sabun biasanya
dikenal dalam dua wujud, yaitu sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama
dari kedua sabun tersebut adalah alkali yang digunakan. Sabun padat
menggunakan NaOH, sedangkan sabun cair menggunakan KOH. Jika akan
digunakan sebagai bahan baku sabun padat, minyak goreng bekas harus
dimurnikan terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat fisika-kimianya (Widyasari,
2018).
Pemanfaatan sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak atau
lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang dilanjutkan dengan
proses saponifikasi menggunakan basa (KOH atau NaOH), Reaksi
penyabunan merupakan reaksi yang pada awalnya berjalan lambat karena
minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut
(Immiscible). Tetapi setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan
meningkat, karena produk yang terbentuk berperan sebagai katalisator
reaksi berikutnya (Prihanto, 2018).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka di lakukan praktikum tentang
pembuatan sabun dari minyak jelantah dan minyak kelapa.
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum pemanfaatan limbah nabati ( sabun batang) sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan sabun dari minyak jelanta
2. Untuk mengetahui karakteristik dari sabun
1.3 Manfaat
Manfaat praktikum sebagai berikut :
1. Menghindari pencemaran atau kerusakan lingkungan
2. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengolah kembali limbah
rumah tangga yang telah mereka hasilkan
3. Mendapatkan tambahan penghasilan dari hasil pengolahan limbah tersebut
pada akhirnya akan dijual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun
Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari -hari. Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu.
Sejarah pembuatan sabun bermula dari Bangsa Romawi kuno yang mulai
membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak
hewan dengan abu kayu. Selanjutnya pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya
digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan
sabun mulai meluas. Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan
trigliserida dengan soda kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan
produk samping berupa gliserin. Bahan baku pembuatan sabun dapat berupa
lemak hewani maupun lemak/minyak nabati. (Anonim,2010).
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani
(Dewan Standarisasi Nasional, 1994). Sabun mandi merupakan sabun natrium
yang umumnya ditambahkan zat pewangi dan digunakan untuk membersihkan
tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun mandi terdiri atas
berbagai bentuk seperti berbentuk padat (batang), cair, dan gel. Sabun mandi
batang terdiri dari cold-made, opaque, sabun transparan, dan sabun kertas. Sabun
mandi cold-made mempunyai kemampuan berbusa dengan baik di dalam air yang
mengandung garam (air sadah). Sabun opaque adalah jenis sabun mandi biasa,
berbentuk batang dan tidak transparan. Sabun transparan atau disebut juga sabun
gliserin mempunyai penampakan yang lebih menarik karena transparansinya
(Jungerman dkk, 1979).
Molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen yang
disusun dalam bagian kepala dan ekor. Bagian kepala yang disebut sebagai gugus
hidrofilik (rantai karboksil) untuk mengikat air. Bagian ekor sebagai gugus
hidrofobik (rantai hidrokarbon) untuk mengikat kotoran (Antoni dan Paul, 2007).
2.2 Bahan utama
2.2.1 Minyak jelantah
Minyak jelantah dalam (bahasa inggris : waste cooking oil) adalah minyak
limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak
jagung, minyak sayur, minyak samin, dan sebagainya. Minyak ini merupakan
minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan
kembali untuk kebutuhan kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi
kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses pengorengan. Jadi jelas bahwa
pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan mengurangi tingkat kecerdasan generasi
berikutnya. Untuk itu perlu penangannan yang tepat agar limbah minyak jelantah
ini dapat bermanfaat dan tidak dapat menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan
manusia dan lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar
biodiesel. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat dilakukan pemurnian agar
dapat digunakan kembali sebagai media penggorengan atau digunakan sebagai
bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun (Susinggih, dkk, 2005).
2.2.3 NaOH
NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif
serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk
butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan Waller,
1994). Natrium hidroksida sering disebut dengan kaustik soda atau soda api.
NaOH diperoleh melalui proses hidrolisa dari natrium klorida (NaCl). NaOH
dapat berbentuk batang, gumpalan, dan bubuk yang dengan cepat menyerap
kelembaban permukaan kulit (Kamikaze, 2002)
Minyak
jelantah/kelapa
Aquadesh, Di campurkan
NaOH
Di masukan minyak
Pewarna
dan Di tambahkan
pewangi
Di diamnkan selama 3 bulan
4.1.Hasil
PARAMETER SEBELUM SETELAH DI
DIDIAMKAN DIAMKAN 1BULAN
Aroma Beraroma khas minyak Sedikit beraroma
jelanta dan sedikit wangi Minyak jelanta
Warna Berwarna kuning Berwarna kuning pudar
kecoklatan (setelah di campuri
(setelahdicampuri warna) Warna)
4.2. Pembahsan
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Dewan Standarisasi Nasional
menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan
mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium
atau potassium (DSN, 1994).
Sabun mandi bisa ditambah dengan susu, madu, parfum dan berbagai jenis
filler yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci merupakan sabun yang
sedikit larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak,
seperti gasoline, eter dan benzena (Fessenden, 1994).
4.2 Proses Saponifikasi
Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa Pembuat kondisi basa yang biasanya
digunakan adalah NaOH dan KOH. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah
gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat.
Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi. Asam lemak
yang berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan
sabun. Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan
NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat
dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai
pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah
(NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5
(Yuda Prawira, 2008).
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun
sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai
produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang
terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah
akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras.
Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut
menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.Prinsip
dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak
dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut
trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl
ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga
sabun akan tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari
geliserol(Gebelin,2005).
4.2 Proses Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Selain itu penggunaan basa
membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir
dalam minyak. Penggunaan larutan basa 0,5 N pada suhu 70 oC akan
menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Ketaren,1986).
Proses ini menggunakan dua langkah proses yang berbeda, pertama
adalah proses hidrolisis dan yang kedua adalah proses netralisasi. Proses
hidrolisis adalah proses pembentukan asam lemak dari minyak/lemak dengan
bantuan air dengan produk samping yaitu gliserol. Proses hidrolisis Trigliserida
menjadi asam lemak pada suhu 260 oC dan tekanan 5 bar dengan konversi
mencapai 99%, berikut persamaan reaksi. (Kirk & Othmer, 2008)
Sodium klorida juga ditambahkan dalam reaksi dan berguna mengurangi
viskositas hasil reaksi sehingga memudahkan transportasi hasilreaksi melalui
pompa. Reaksi netralisasi berlangsung dalam reaktor sirkulasi yang terdiri dari
turbodizer dan mixer. Turbodizer berfungsi menghomogenkan campuran reaktan
sehigga reaktan-reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun. Sabun tersebut
kemudian direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer
dan disirkulasi kembali hingga reaksi netralisasi selesai. Kecepatan putaran
pengadukan dalam turbodizer sebesar 40-50 rps dan dalam mixer sebesar 15-20
rps. (Spitz, 2009)
5.2 Saran
Sebaiknya saat pencetakan permukaan atas di haluskan agar bentuk sabun
lebih halus dan rapi.
DAFTAR PUSTAKA
Antoni dan Paul Nugraha. (2007). Teknologi Beton. Yogyakarta : Andi
Anonim.2010.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum.Jakarta:Depkes RI.
Fessenden, 1982, Bilangan Saponifikasi, Gramedia, Jakarta.
Gebellin, Charles G., 2005, Kimia Dasar, Erlangga,Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-
1994, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. SNI 06-3532-
1994. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.
Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran
Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor : 9-10,18.
Novitriani, K. dan Intarsih, I., 2013. Pemurnian Minyak Goreng Bekas Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada. 9(1): 101-106.
Prawira. 2008. Reaksi Saponifikasi pada Proses Pembuatan Sabun. Online :
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada proses pembuatan
sabun.html .
Prihanto, A. & Irawan, B. 2018. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi
Sabun Mandi. Metana. 14(2):55-59
Price, M. 2004. Terapi Minyak Kelapa. Prestasi Pustaka Jakarta.
Rindengan, B. dan Novarianto Hengky. 2004. Minyak Kelapa Murni: Pembuatan
dan Pemanfatannya. Seri Agritekno. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 6, 9,
64- 65.
Susinggih, dkk, 2005. Minyak Goreng.Jakarta. Diakses tanggal 23 September
2018
Yuliarti, Y. (2018). Pengaruh Suhu dan Lama Pemeraman Sabun Lemak Biji
Kakao (Theobroma cacao L.) Apkir Terhadap Karakteristik Mutu
Sabun. Tugas Akhir D3 Agroindustri, Universitas Gadjah Mada.