َ إِ َذا َكثُ َرتْ قُ َّرا ُؤ ُك ْم َوقَلَّتْ فُقَ َها ُؤ ُك ْم َو َكثُ َرتْ أُ َم َرا ُؤ ُك ْم َوقَلَّتْ أُ َمنَا ُؤ ُك ْم َوا ْلتُ ِم.
ستْ ال ُّد ْنيَا بِ َع َم ِل اآْل ِخ َر ِة
“Jika di antara kalian banyak para ahli qiraat, sedangkan para ahli fikihnya
sedikit. Banyak bermunculan para pemimpin, sedangkan sedikit sekali yang
mempunyai sifat amanah, dan ketika dunia dicari dengan jalan akhirat.”
Dalam hadit riwayat Ahmad di atas dikatakan bahwa maksud pemimpin yang bodoh
adalah pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah Saw. Yaitu
pemimpin yang tidak menerapkan nilai-nilai syariah Islam.
Disebutkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata, Rasulullah Saw berdiri di tengah
kami dalam salah satu khutbah yang di antaranya beliau bersabda:
ش َّد َعلَى َ فَ َمنْ نَا. َثُ َّم يَلِي ُك ْم ُع َّما ٌل ِمنْ بَ ْع ِدي يَقُولُونَ َما الَ يَ ْعلَ ُمونَ َويَ ْع َملُونَ بِ َما الَ يَ ْع ِرفُون
َ ص َح ُه ْم َو َوا َز َر ُه ْم َو
ُس ِن بِأَنَّه
ِ ش َهدُوا َعلَى ْال ُم ْح َ َخالِطُو ُه ْم بِأ َ ْج.ضا ِد ِه ْم فَأُولَئِ َك قَ ْد َهلَ ُكوا َو أَ ْهلَ ُكوا
ْ َوا.سا ِم ُك ْم َوزَايِلُو ُه ْم بِأ َ ْع َمالِ ُك ْم َ أَ ْع
س ٌئ ِ س ِئ بِأَنَّهُ ُم
ِ َو َعلَى ْال ُم, ٌسن ِ ُم ْح.
“Setelah itu kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang berkata bukan berdasar
landasan ilmu dan berbuat bukan berdasar landasan ilmu. Barang siapa menjadi
penasihat mereka, pembantu mereka, dan pendukung mereka, berarti ia telah binasa
dan membinasakan orang lain. Hendaklah kalian bergaul dengan mereka secara
fisik, namun janganlah perbuatan kalian mengikuti kelakuan mereka. Persaksikan
siapa yang berbuat baik di antara mereka sebagai orang yang berbuat baik, dan
orang yang berbuat buruk di antara mereka sebagai orang yang berbuat
buruk.” (HR. Ath-Thabrani, Silsilah al-Ahadits al-Shahihah no. 457)
َ ء يَأْ ُم ُرونَ ُك ْم بِ َما الَ تَ ْع ِرفُونَ َويَ ْف َعلُونَ َما تُ ْن ِكرُونَ فَلَ ْيiُ سيَ ُكونُ َعلَ ْي ُك ْم أُ َم َرا
ٌس ِالؤلَئِ َك َعلَ ْي ُك ْم طَا َعة َ .
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum
yang tidak kalian mengerti (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian
ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk
menaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah: 377721).
“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian.
Mereka berbicara (berjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya).
Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak
suka dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji mereka) dengan keburukan
mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi kepada
mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani: 934).
ق َويُؤْ تَ َمنُ فِي َها ا ْل َخائِنُ َويُ َخ َّونُ فِي َها ُ صا ِد ُ ب َويُ َك َّذ
َّ ب فِي َها ال ُ ق فِي َها ا ْل َكا ِذ َ ُسنَ َواتٌ َخدَّاعَاتُ ي
ُ ص َّد َ سِ سيَأْتِي َعلَى النَّا َ
ْ َ َ
ضة قا َل ال َّر ُج ُل التَّافِهُ فِي أ ْم ِر ال َعا َّم ِة ُ َ ِالر َو ْيب ُ
ُّ ضة قِي َل َو َماَ ِالر َو ْيب َ
ُ اأْل ِمينُ َويَ ْن ِط.
ُّ ق فِي َها
“Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan dan kebohongan.
Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang jujur, yang orang yang jujur dianggap
pembohong, pada tahun-tahun tersebut para pengkhianat dianggap orang yang
amanah, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada saat itu yang
berbicara adalah ruwaibidhah.” Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah
itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara atau mengurusi urusan
umum atau publik.” (HR Ibnu Majah: 4036).
32-34. Lenyapnya Orang-Orang Shalih. Orang-Orang Hina Diangkat Sebagai
Pemimpin
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
Dijelaskan dalam sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma,
beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ْ
ِ ْالَ تَقُو ُم السَّا َعةُ َحتَّى يَأ ُخ َذ هللاُ َش ِريطَتَهُ ِم ْن أَ ْه ِل ْاألَر.
ِ ض فَيَ ْبقَى فِيهَا َع َجا َجةٌ الَ يَع
ْرفُونَ َم ْعرُوفًا َوالَ يُ ْن ِكرُونَ ُم ْن َكرًا
‘Tidak akan tiba hari Kiamat hingga Allah mengambil orang-orang baik dari
penduduk bumi, sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang jelek, mereka
tidak mengetahui yang baik dan tidak mengingkari yang munkar.’”[1]
Maknanya bahwa Allah akan mewafatkan orang-orang baik dan para ulama, lalu
yang tersisa hanyalah orang-orang jelek yang tidak ada kebaikan di dalam diri
mereka. Hal ini terjadi ketika ilmu diambil sementara manusia menjadikan orang-
orang bodoh sebagai pemimpin yang memberikan fatwa tanpa ilmu.
Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya
Radhiyallahu anhum, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau
bersabda:
“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana mereka akan dipilih,
hingga yang tersisa dari mereka hanyalah orang-orang yang hina, perjanjian-
perjanjian dan amanah mereka telah bercampur (tidak menentu), dan mereka
berselisih, maka mereka seperti ini.” Beliau merenggangkan jari-jemarinya
(menunjukkan keadaan mereka yang saling bermusuhan-ed.).”[2]
Lenyapnya orang-orang shalih terjadi ketika banyaknya kemaksiatan, dan ketika
amar ma’ruf nahi munkar ditinggalkan. Karena, jika orang-orang shalih melihat
kemunkaran, lalu mereka tidak merubahnya dan kerusakan semakin banyak,
maka siksaan akan turun kepada mereka semua, sebagaimana dijelaskan dalam
sebuah hadits ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:
“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara
kami?” Beliau menjawab, “Betul, ketika kemaksiatan merajalela.” [HR, Al-
Bukhari][3]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-
Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XI/181-182), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata,
“Sanadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits shahih
dengan syarat asy-Syaikhani, jika al-Hasan mendengarkannya dari ‘Abdullah bin
‘Amr.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[2]. Musnad Ahmad (XII/12), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Isnadnya
shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Sanad hadits ini shahih
akan tetapi kedua-nya (al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan
disepakati oleh adz-Dzahabi.
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Qaulin Nabiyyi J Wailun lil ‘Arab min
Syarrin Qadiqtaraba (XIII/11, al-Fat-h).
“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu…” [Al-Hujuraat: 13]
ََث أَبَا ُعبَ ْي َدة َ ـرفَ لَهُ أَصْ َحابُ النَّبِ ِّي
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَبَ َع ٍ ق أَ ِم
َ فَا ْستَ ْش،ين َّ ألَ ْب َعثَ َّن إِلَ ْي ُك ْم َر ُجالً أَ ِمينًا َح.
Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َويُ َخ َّونُ فِيهَا، ُ َوي ُْؤتَ َمنُ فِيهَا ْالخَ ائِن،ُ َويُ َك َّذبُ فِيهَا الصَّا ِدق، ُق فِيهَا ْال َكا ِذب َ ي،ٌاس ِسنُونَ خَ َّدا َعة ْ
ُ ُص َّد ِ َّإِنَّهَا َستَأتِي َعلَى الن
ال َّسفِيهُ يَتَ َكلَّ ُم ِفي أَ ْم ِر ْال َعا َّم ِة:ال
َ َضةُ؟ ق
َ ِ َو َمـا الرُّ َو ْيب: قِي َل،ُضة
َ ِق ِفيهَا الرُّ َو ْيبُ َويَ ْن ِط، ُاألَ ِمين.ْ
“Akan tetapi akan aku kabarkan kepadamu tanda-tandanya… yaitu jika orang
yang telanjang tanpa alas kaki menjadi pemimpin manusia, maka itulah di antara
tanda-tandanya.” [4]
َإِ َذا أُ ْسنِ َد ْاألَ ْم ُر إِلَى َغي ِْر أَ ْهلِ ِه فَا ْنتَ ِظ ِر السَّا َعة.
“Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
Kiamat.” [6]
. َو َربِّ ْال َك ْعبَ ِة، َن َع ْم:ْـن َم ْسعُوْ ٍد َس ِم ْعتَهُ ِم ْن نَبِ ٍّي؟ قَا َل
ِ أَ َك َذلِكَ يَا َع ْب َد هللاِ ب،ت ْال َو ُعوْ َل ُ ْاط السَّا َع ِة… أَ ْن يَ ْعلُ َو التُّحُو
ِ ِم ْن أَ ْش َر
ت الصَّالِ َحة ِ أَ ْه ُل ْالبَ ْي:ُ َو ْال َو ُعوْ ل.صالِ ِح ْي ِه ْم َ ت ْالغَا ِم
َ ْض ِة يُرْ فَعُوْ نَ فَو
َ ق ِ َوأَ ْه ُل ْالبَ ْي،ال ِ فُسُـوْ ُل الرِّ َج:ت؟ قَا َل ُ ْ َو َما التُّحُو:قُ ْلنَـا.ُ
Dan dalam riwayat Imam Ahmad dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu,
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan datang hari Kiamat hingga manusia yang paling berbahagia dengan
dunia adalah orang-orang pandir.” [10]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-
Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Akhbaarul Aahaad, bab Maa Jaa-a fii Ijaazati
Khabaril Waahidish Shadiq (XIII/232, dalam al-Fat-h).
[2]. ُضة
َ ِ الرُّ َو ْيبdiungkapkan tafsirannya di dalam matan hadits, yaitu orang bodoh.
Dan ُضة َ ِ الرُّ َو ْيبbentuk tashgiir dari kata (ُضة
َ ِ)اَلرَّاب, ia adalah orang-orang lemah yang
diam tidak bisa melakukan hal-hal mulia, duduk tidak mencarinya dan orang
yang hina tidak ada artinya.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/185).
[3]. Musnad Imam Ahmad (XV/37-38), syarh dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau
berkata, “Sanadnya hasan, dan matannya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid, dan mereka tidak
meriwayatkannya dari jalan ini.” (An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/181).
Tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan
(I/163, Syarh an-Nawawi).
[5]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath
dengan dua sanad, dan para perawi salah satu dari keduanya tsiqah.” Majma’uz
Zawaa-id (VII/325).
[6]. Shahiihul Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/332, al-Fat-h).
[7]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath
dengan dua sanad, dan perawi salah satunya adalah tsiqah.” (Majma’uz Zawaa-
id VII/325)
[8]. Musnad Imam Ahmad (XVI/284, syarah dan tahqiq Ahmad Syakir), beliau
berkata, “Diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam al-Jaami’ush Shaghiir dan beliau
memberikan lambang bahwa hadits tersebut hasan.” Al-Jaami’ush Shaghiir
(II/200, dengan catatan pinggir Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Haitsami berkata, “Perawi Ahmad adalah perawi ash-Shahiih, selain Kamil bin
al-‘Ala, dia adalah tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/220).
Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid dan kuat.” An-Nihaayah/al-Fitan wal
Malaahim (I/181) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir
(VI/142) (no. 7149).
[9]. Lihat kitab Faidhul Qadiir Syarh al-Jaami’ish Shagiir (V/394), karya
‘Abdurrauf al-Manawi.
[10]. Musnad Imam Ahmad (V/389, Muntakhab Kanzul ‘Ummal), as-Suyuthi
memberikan tanda dalam kitab al-Jaami’ush Shaghiir bahwa hadits tersebut
shahih (II/202, Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (VI/177) (no.
7308).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333, al-Fat-h),
Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Raf’ul Amaanah wal Iimaan min ba’dil
Quluub (II/167-170, Syarh an-Nawawi).
ِ إِ َّن ِم ْن أَ ْش َرا ِط السَّا َع ِة أَ ْن يُ َسلِّ َم ال َّر ُج ُل َعلَى ال َّر ُج ِل الَ يُ َسلِّ ُم َعلَ ْي ِه إِالَّ لِ ْل َمع.
ْرفَ ِة
Hal ini dapat kita saksikan sekarang. Banyak orang yang mengucapkan salam
hanya kepada orang yang mereka kenal. Tentu saja hal ini bertentangan dengan
Sunnah, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk
mengucapkan salam kepada orang yang Anda kenal atau tidak Anda kenal.
Sesungguhnya hal itu merupakan sebab tersebarnya kecintaan di antara kaum
muslimin yang pada akhirnya sebagai sebab keimanan yang dapat
mengantarkannya ke Surga. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
أَ َوالَ أَدُلُّ ُك ْم َعلَى َش ْي ٍء إِ َذا فَ َع ْلتُ ُموهُ ت ََحابَ ْبتُ ْم؟ أَ ْف ُشوا ال َّسالَ َم بَ ْينَ ُك ْم،الَ تَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َحتَّى تُ ْؤ ِمنُوا َوالَ تُ ْؤ ِمنُوا َحتَّى ت ََحابُّوا.
‘Kalian tidak akan masuk Surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akan
beriman (dengan sempurna) hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku
tunjukkan sesuatu yang jika kalian melakukannya, maka kalian akan saling
mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.’” [HR. Muslim][3]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-
Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (V/326), Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
[2]. Musnad Ahmad (V/333), Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
Al-Albani berkata, “Sanad ini shahih dengan syarat Muslim.” Lihat Silsilah al-
Ahaadiits ash-Shahiihah (II/251) (no. 647).
[3]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaan Annahu la Yadkhulul Jannata
Illal Mukminun (II/35, Syarh Muslim).
Read more https://almanhaj.or.id/3171-32-34-lenyapnya-orang-orang-shalih-
orang-orang-hina-diangkat-sebagai-pemimpin.html
Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak, pemimpin yang adil akan
dijanjikan dengan berbagai macam keutamaan oleh Allah ta’ala.
Sementara pemimpin zalim dan tidak jujur dalam menjalankan
amanahnya akan diancam dengan berbagai macam ancaman. Di antara
bentuk ancaman tersebut adalah sebagai berikut:
اس إِلَى هَّللا ِ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة َوأَ ْدنَاهُ ْم ِم ْنهُ َمجْ لِسًا إِ َما ٌم َعا ِد ٌل
ِ َّإِ َّن أَ َحبَّ الن
اس إِلَى هَّللا ِ َوأَ ْب َع َدهُ ْم ِم ْنهُ َمجْ لِسًا إِ َما ٌم َجائِ ٌرِ َّض النَ َوأَ ْب َغ
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat
dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin
yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling
jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.”
(HR. Tirmidzi)
Jauh sebelum empat belas abad yang lalu, Rasulullah SAW telah
mengingatkan umatnya akan adanya para pemimpin yang berbuat zalim
dan berbohong di hadapan rakyat. Kita sebagai umatnya, tidak hanya
diperintahkan untuk bersabar menghadapi keadaan tersebut, namun
lebih daripada itu, Rasulullah SAW juga mengingatkan untuk senantiasa
berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan selalu menegakkan
amar ma’ruf nahi mungkar.
َ صي َحةُ قُ ْلنَا لِ َم ْن قَا َل هَّلِل ِ َولِ ِكتَابِ ِه َولِ َرسُولِ ِه َوأِل َئِ َّم ِة ْال ُم ْسلِ ِم
ين ِ َّين الن ُ ال ِّد
َو َعا َّمتِ ِه ْم
“Agama itu adalah nasihat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau
bersabda, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, Imam kaum muslimin, dan
orang-orang kebanyakan.”(HR. Muslim)
Lalu ketika usaha tersebut tidak dihiraukan lagi dan pemimpin tersebut
tetap pada prinsipnya yang menzalimi rakyat, maka Rasulullah SAW
mengingatkan umatnya untuk menjauhi pemimpin tersebut serta jangan
sampai mendekatinya, apalagi membenarkan tindakan zalim yang
mereka lakukan. Sebab, ketika seseorang tetap mendekati pemimpin
zalim tersebut dan membenarkan apa yang dilakukannya maka ia akan
terancam keluar dari lingkaran golongan umat Nabi SAW dan ia tidak
akan mendatangi telaganya nanti di hari kiamat.
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه هللا
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183);
Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-
Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu.
Lafazh hadits ini milik Ibnu Mâjah rahimahullah . Dishahihkan juga oleh Syaikh
al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani
rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 950).
SYARAH HADITS
Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya n mencela sikap tamak kepada
dunia. Bahkan, Allâh Azza wa Jalla sangat merendahkan kedudukan dunia
dalam banyak ayat-ayat al-Qur-an. Allâh Azza wa Jalla berfirman bahwa
kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu :
ِ ع ْال ُغر
ُور ُ َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َمتَا
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Ali
‘Imrân/3:185]
ٌ يَا قَوْ ِم إِنَّ َما ٰهَ ِذ ِه ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا َمتَا
ِ ع َوإِ َّن اآْل ِخ َرةَ ِه َي دَا ُر ْالقَ َر
ار
Dunia yang dapat hanya seukuran ketentuan yang telah ditetapkan baginya,
tidak lebih, meskipun ia bekerja keras dari pagi hingga malam, bahkan hingga
pagi lagi dengan mengorbankan kewajibannya beribadah kepada Allâh,
mengorbankan hak-hak isteri, anak-anak, keluarga, orang tua, dan lainnya.
Cinta kepada dunia adalah pokok semua kejelekan, oleh karenanya tidak boleh
menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
َ ﴾ أُو ٰلَئِكَ الَّ ِذينَ لَي١٥﴿ ََم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ إِلَ ْي ِه ْم أَ ْع َمالَهُ ْم ِفيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُ ْب َخسُون
ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة
َصنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون َ إِاَّل النَّا ُر ۖ َو َحبِطَ َما
اجلَةَ َعج َّْلنَا لَهُ فِيهَا َما نَ َشا ُء لِ َم ْن نُ ِري ُد ثُ َّم َج َع ْلنَا لَهُ َجهَنَّ َم يَصْ اَل هَا َم ْذ ُمو ًما َم ْدحُورًا
ِ َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َع
ب ِ َث ال ُّد ْنيَا نُ ْؤتِ ِه ِم ْنهَا َو َما لَهُ فِي اآْل ِخ َر ِة ِم ْن ن
ٍ صي َ ْث اآْل ِخ َر ِة ن َِز ْد لَهُ فِي َحرْ ثِ ِه ۖ َو َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر
َ َْم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر
Dunia ini dilaknat oleh Allâh dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, oleh karena
itu jangan jadikan dunia sebagai tujuan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَاَل إِ َّن ال ُّد ْنيَا َم ْلعُوْ نَةٌ َم ْلعُوْ ٌن َما فِـ ْيهَا إِاَّل ِذ ْك ُر هللاِ َو َما َوااَل هُ َوعَالِـ ٌم أَوْ ُمـتَـ َعلِّـ ٌم.
Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di
dalamnya, kecuali dzikir kepada Allâh dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu,
dan orang yang mempelajari ilmu[4].
Orang yang hatinya sehat, dia akan lebih mengutamakan akhirat daripada
kehidupan dunia yang fana, tujuan hidupnya adalah akhirat. Dia menjadikan
dunia ini sebagai tempat berlalu dan mencari bekal untuk akhirat yang kekal.
Orang yang hatinya sehat akan selalu mempersiapkan diri dengan melakukan
ketaatan dan mengerjakan amal-amal shalih dengan ikhlas karena Allâh Azza
wa Jalla dan menjauhkan larangan-larangan-Nya, karena dia yakin pasti mati
dan pasti menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat. Karena itu, dia
selalu berusaha untuk menjadi penghuni surga dengan berbekal iman, takwa,
dan amal-amal yang shalih.
Orang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat, karena itu ia wajib berbekal untuk
akhirat dengan bekal terbaik yaitu takwa kepada Allâh Azza wa Jalla . Takwa
yaitu melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Apabila seorang Muslim beriman dan bertakwa kepada
Allâh, maka ia akan diberi rizki dari arah yang tidak diduga dan diberikan jalan
keluar dari problematikanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh akan dimudahkan urusannya.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “…Dan barangsiapa
bertakwa kepada Allâh, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam
urusannya.” [Ath-Thalâq/65:4]
Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh juga akan dihapuskan dosa-
dosanya dan dilipatgandakan ganjarannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang
artinya, “…Barangsiapa bertakwa kepada Allâh, niscaya Allâh akan menghapus
kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” [Ath-
Thalâq/65:5]
Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka
bereskanlah (urusan) kaum Anshar dan kaum Muhajirin.”[5]
Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka
ampunilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin.[6]
َواَل، فَـ ُكـوْ نُـوْ ا ِم ْن أَبْـنَـا ِء اآْل ِخ َر ِة، اح َد ٍة ِمـ ْنـهُ َمـا بَـنُـوْ ٌن
ِ َولِـ ُكـلِّ َو، ًت اآْل ِخ َرةُ ُم ْقبِلَة
ِ َ َوارْ تَـ َحل، ًت الـ ُّد ْنـيَـا ُمـ ْدبِ َرة
ِ ََـحل
َ اِرْ ت
َو َغدًا ِح َسابٌ َواَل َع َم َل، اب ْ َ
َ فَإ ِ َّن الـيَـوْ َم عَـ َمـ ٌل َواَل ِح َس، تَـ ُكوْ نُوْ ا ِم ْن أ ْبنَـا ِء ال ُّد ْنيَـا.
Ada kabar mutawatir dari ulama Salaf mengatakan, “Cinta dunia merupakan
induk dari segala kesalahan (dosa) dan merusak agama. Hal ini ditinjau dari
beberapa segi:[8]
Pertama: Mencintai dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina
di mata Allâh Azza wa Jalla . Termasuk dosa yang paling besar adalah
mengagungkan sesuatu yang direndahkan oleh Allâh Azza wa Jalla.
Kedua: Allâh mengutuk, memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan
kepada-Nya. Karena itu, siapa saja yang mencintai apa yang dikutuk, dimurkai,
dan dibenci Allâh maka ia akan berhadapan dengan kutukan, murka, dan
kebencian-Nya.
Ketiga: Orang yang mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuannya
dan ia akan menjadikan amalan yang seharusnya menjadi sarana menuju Allâh
dan negeri Akhirat berubah menjadi sarana meraih kepentingan dunia.
Ini adalah keburukan yang terbalik dari semua sisi. Juga berarti membalik
sesuatu pada posisi yang benar-benar terbalik. Ini sesuai sekali dengan firman
Allâh Azza wa Jalla :
َ ﴾ أُو ٰلَئِكَ الَّ ِذينَ لَي١٥﴿ ََم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ إِلَ ْي ِه ْم أَ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُ ْب َخسُون
ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة
َصنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون َ إِاَّل النَّا ُر ۖ َو َحبِطَ َما
Ketujuh: Orang yang sangat mencintai dunia dan lebih mengutamakan dunia
daripada akhirat adalah orang yang paling bodoh dan idiot. Sebab, ia lebih
mengutamakan khayalan daripada kenyataan, lebih mengutamakan tidur
daripada terjaga, lebih mengutamakan bayang-bayang yang akan segera hilang
daripada kenikmatan yang kekal, lebih mengutamakan rumah yang segera
binasa dan menukar kehidupan yang abadi dan nyaman dengan kehidupan yang
tidak lebih dari sekedar mimpi atau bayang-bayang yang segera hilang.
Sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan tertipu dengan hal-hal semacam
itu.[9]
ِ َ َو َح ْس َرةٌ اَل تَ ْنـق، َوتَ َعبٌ دَائِ ٌم، هَ ٌّم اَل ِز ٌم: ث
ضـى ٍ ـحبُّ ال ُّد ْنيَا اَل يَ ْنفَ ُّك ِم ْن ثَاَل
ِ ُم
“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan)
yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3)
Kerugian yang tidak pernah berhenti.”[10]
Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat dan dunia sebagai ladang
menuju akhirat. Seorang Muslim wajib ingat bahwa dia diciptakan untuk
beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla. Oleh karena itu, dia wajib meluangkan
waktu untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , dan hendaknya seorang
Muslim setiap jam dan harinya penuh dengan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla
.
ك ُ ْ َوإِ ْن لَـ ْم تَ ْف َعلْ َمأَل، َك ِغـنًـى َوأَ ُس َّد فَ ْق َرك
َ ت يَ َد ْيكَ ُشغْاًل َولَـ ْم أَ ُس َّد فَ ْق َر َ ْ ـي أَ ْمـأَل
َ ص ْد َر ْ ِيَا ا ْبنَ آ َد َم ! تَـفَـ َّر ْغ لِ ِـعـبَـا َدت
Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh tertipu oleh kehidupan dunia dan
tidak boleh panjang angan-angan. Hadits-hadits tentang celaan terhadap dunia
dan kehinaannya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala sangat banyak. Diriwayatkan
dari Jâbir Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan
melewati pasar saat banyak orang berada di pasar tersebut. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berjalan melewati seekor anak kambing jantan yang kedua
telinganya kecil dan telah mati pula. Sambil memegang telinga anak kambing
tersebut, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ِ َوهللا: أَتُ ِحبُّونَ أَنَّهُ لَ ُك ْم ؟ قَالُوا: َما نُ ِحبُّ أنَّهُ لَنَا بِ َش ْي ٍء َو َما نَصْ نَ ُع بِ ِه ؟ ثُ َّم قَا َل: أن يَ ُكونَ هَ َذا لَهُ بِدرْ هَم ؟ فَقَالُوْ ا
ْ ُّأَيُّ ُكم ي ُِحب
ف َوهللاِ لل ُّد ْنيَا أ ْه َونُ َعلَى هللاِ ِم ْن هَ َذا َعلَ ْي ُك ْم: ال ً ً
ٌ إنَّهُ أ َس ُّك فَ َك ْيفَ َوه َُو مي، لَوْ َكانَ َحيّا َكانَ َعيْبا
َ َِّت ! فَق
“Siapa diantara kalian yang suka membeli ini seharga satu dirham ?” Orang-
orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami
perbuat dengannya ?” Beliau bersabda, “Apakah kalian suka jika ini menjadi milik
kalian ?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup,
pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau
bersabda, “Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai
anak kambing ini bagi kalian.”[12]
ٰ
فَ ْـليَ ْنظُرْ بِ َم، َما ال ُّد ْنيَا فِـي اآْل ِخ َر ِة إِاَّل ِم ْث ُل َما يَـجْ َع ُل أَ َح ُد ُك ْم إِصْ بَ َعهُ ٰه ِذ ِه – َوأَ َشا َر يَـحْ َي بِال َّسبَّابَ ِة – فِـي ْاليَ ِّم، واللّـ ِه
تَـرْ ِج ُع ؟
Seandainya dunia ini di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala senilai dengan (berat)
sayap nyamuk, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memberi minum
sedikit pun darinya kepada orang kafir.[14]
Dunia ini tidak ada harganya meskipun hanya seberat sayap nyamuk. Tapi
anehnya manusia sibuk dan tamak kepada dunia, mereka lupa kepada
kehidupan akhirat yang penuh dengan kenikmatan. Bahkan manusia lebih
mengutamakan kehidupan dunia. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
﴾ َواآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر َوأَ ْبقَ ٰى١٦﴿ بَلْ تُ ْؤثِرُونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا
الَ يَ َزا ُل قَ ْلبُ ْال َكبِي ِْر َشابًّا فِ ْي ْاثنَتَي ِْن ؛ فِ ْي حُبِّ ال ُّد ْنيَا َوطُوْ ِل اأْل َ َم ِل.
Senantiasa hati orang yang sudah tua, tetap muda (tetap tamak) kepada dua hal;
cinta dunia dan panjang angan-angan.”[15]
‘Setiap anak Adam itu akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal;
ambisi dan angan-angannya.”[16]
FAWAA-Id HADITS
Ada beberapa faedah yang dapat kita petik dari hadits yang mulia ini, di
antaranya:
1. Hendaknya seorang Muslim selalu waspada, jangan menjadikan dunia
sebagai tujuan dan jangan tertipu dengan dunia yang penuh dengan keindahan
yang menipu. Ingat, bahwa dunia adalah kehidupan yang hina, sementara,
sedikit, dan menipu.
2. Peringatan bagi seorang Muslim agar menjadikan akhirat sebagai tujuannya,
dia wajib ingat bahwa dia pasti mati dan kembali kepada Allâh, karena itu dia
wajib mempersiapkan bekal untuk akhirat dengan melakukan amal-amal shalih
dan menjauhkan larangan-larangan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Peringatan tentang akibat yang buruk bagi orang yang menjadikan dunia
sebagai tujuannya.
4. Di antara akibat bagi orang yang menjadikan dunia sebagai tujuannya yaitu
dijadikan kefakiran di depan pelupuk matanya dan urusannya tercerai-berai.
5. Iman kepada qadha’ dan qadar dan kita wajib usaha sesuai dengan syari’at.
6. Di antara nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar dan agung
atas hamba-Nya, yaitu memberikan kekayaan pada hatinya, merasa puas dan
cukup dengan apa yang Allâh Azza wa Jallaaruniakan.
7. Luasnya karunia Allâh Azza wa Jalla dan kebaikannya kepada orang-orang
yang beriman dan bertakwa.
8. Seorang muslim tidak boleh panjang angan-angan, akan tetapi dia harus
beramal shalih yang bermanfaat untuk akhiratnya.
9. Barangsiapa bertakwa kepada Allâh, maka Allâh akan memberikannya jalan
keluar dan rizki dari arah yang tidak di duga-duga.
10. Sesungguhnya rizki itu ada di Tangan Allâh, diperoleh dengan usaha yang
halal.
11. Seorang Muslim wajib mencari nafkah, tapi jangan tamak kepada dunia.
12. Seorang Muslim hidupnya untuk ibadah kepada Allâh, karena itu ia wajib
menuntut ilmu, berlomba-lomba melakukan amal shalih, dan memenuhi hak
Allâh dan hak manusia.
Wallaahu k a’lam.
MARAAJI’:
1. Al-Qur’ânul Karîm.
2. Kutubus Sittah.
3. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. At-Ta’lîqâtul Hisaan ‘ala Shahîh Ibni Hibbân.
5. Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlih.
6. Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam.
7. ‘Iddatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, Ibnul Qayyim.
8. Ighâtsatul Lahafân.
9. Mawâridul Amân al-Muntaqa min Ighâtsatil Lahafân.
10. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah.
11. Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb.
12. Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr.
13. Dan lainnya.
Read more https://almanhaj.or.id/4260-jadikanlah-akhirat-sebagai-niatmu.html