Anda di halaman 1dari 28

Berikut ini beberapa karakter tercela para pemimpin zalim di akhir zaman;

Pertama, Pemimpin tidak amanah yang mencari dunia


dengan jalan akhirat
Abdullah bin Mas‘ud pernah berkata, “Bagaimana jadinya jika kalian tertimpa fitnah
yang membuat orang-orang tua menjadi lemah, anak-anak kecil menjadi dewasa, dan
ketika semua orang telah menganut suatu perilaku yang keliru? Namun ketika datang
orang yang ingin mengubah kondisinya, mereka justru berkata, ‘Perilaku ini hendak di
rubah?’” Maka orang-orang pun bertanya, “Kapan hal itu terjadi, wahai Abu
Abdurrahman?” Abdullah bin Mas‘ud berkata,

َ ‫إِ َذا َكثُ َرتْ قُ َّرا ُؤ ُك ْم َوقَلَّتْ فُقَ َها ُؤ ُك ْم َو َكثُ َرتْ أُ َم َرا ُؤ ُك ْم َوقَلَّتْ أُ َمنَا ُؤ ُك ْم َوا ْلتُ ِم‬.
‫ستْ ال ُّد ْنيَا بِ َع َم ِل اآْل ِخ َر ِة‬

“Jika di antara kalian banyak para ahli qiraat, sedangkan para ahli fikihnya
sedikit. Banyak bermunculan para pemimpin, sedangkan sedikit sekali yang
mempunyai sifat amanah, dan ketika dunia dicari dengan jalan akhirat.”

Baca juga: Banyak Para Bal’am Di Masa Kini

Kedua, Para pemimpin yang jahil agama dan banyak


berbuat tanpa ilmu
Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada Ka’ab bin Ajzah;

ُّ ‫أَعَا َذ َك هللاَ ِمنْ إ َما َر ِة ال‬.


‫سفَ َها ِء‬

“Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan orang-orang


bodoh.” (HR. Ahmad: 14441).

Dalam hadit riwayat Ahmad di atas dikatakan bahwa maksud pemimpin yang bodoh
adalah pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah Saw. Yaitu
pemimpin yang tidak menerapkan nilai-nilai syariah Islam.

Baca juga: Kebodohanmu Membuatmu Tersesat

Disebutkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata, Rasulullah Saw berdiri di tengah
kami dalam salah satu khutbah yang di antaranya beliau bersabda:
‫ش َّد َعلَى‬ َ ‫ فَ َمنْ نَا‬. َ‫ثُ َّم يَلِي ُك ْم ُع َّما ٌل ِمنْ بَ ْع ِدي يَقُولُونَ َما الَ يَ ْعلَ ُمونَ َويَ ْع َملُونَ بِ َما الَ يَ ْع ِرفُون‬
َ ‫ص َح ُه ْم َو َوا َز َر ُه ْم َو‬
ُ‫س ِن بِأَنَّه‬
ِ ‫ش َهدُوا َعلَى ْال ُم ْح‬ َ ‫ َخالِطُو ُه ْم بِأ َ ْج‬.‫ضا ِد ِه ْم فَأُولَئِ َك قَ ْد َهلَ ُكوا َو أَ ْهلَ ُكوا‬
ْ ‫ َوا‬.‫سا ِم ُك ْم َوزَايِلُو ُه ْم بِأ َ ْع َمالِ ُك ْم‬ َ ‫أَ ْع‬
‫س ٌئ‬ ِ ‫س ِئ بِأَنَّهُ ُم‬
ِ ‫ َو َعلَى ْال ُم‬, ٌ‫سن‬ ِ ‫ ُم ْح‬.

“Setelah itu kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang berkata bukan berdasar
landasan ilmu dan berbuat bukan berdasar landasan ilmu. Barang siapa menjadi
penasihat mereka, pembantu mereka, dan pendukung mereka, berarti ia telah binasa
dan membinasakan orang lain. Hendaklah kalian bergaul dengan mereka secara
fisik, namun janganlah perbuatan kalian mengikuti kelakuan mereka. Persaksikan
siapa yang berbuat baik di antara mereka sebagai orang yang berbuat baik, dan
orang yang berbuat buruk di antara mereka sebagai orang yang berbuat
buruk.” (HR. Ath-Thabrani, Silsilah al-Ahadits al-Shahihah no. 457)

Ketiga, Para pemimpin yang menolak kebenaran, dan


menyeru pada kemungkaran
Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

َ ‫ء يَأْ ُم ُرونَ ُك ْم بِ َما الَ تَ ْع ِرفُونَ َويَ ْف َعلُونَ َما تُ ْن ِكرُونَ فَلَ ْي‬iُ ‫سيَ ُكونُ َعلَ ْي ُك ْم أُ َم َرا‬
ٌ‫س ِالؤلَئِ َك َعلَ ْي ُك ْم طَا َعة‬ َ .

“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum
yang tidak kalian mengerti (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian
ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk
menaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah: 377721).

Baca juga: Jangan Menjadi Setan Bisu

Keempat, Para penguasa yang memerintah dengan


mengancam dan menekan rakyatnya
Diriwayatkan dari Abu Hisyam as-Silmi yang berkata bahwa Rasulullah Saw
bersabda:

ِّ ‫ض ْونَ ِم ْن ُك ْم َحتَّى ت َُح‬


‫سنُوا‬ ِ ُ‫ َويَ ْع َملُ ْونَ فَي‬، َ‫سيَ ُكونُ َعلَ ْي ُك ْم أَئِ َّمةٌ يَ ْملِ ُك ْونَ ِرقَابَ ُك ْم َويُ َح ِّدثُ ْونَ ُك ْم فَيَ ْك ِذبُون‬
َ ‫ ال يَ ْر‬، َ‫سي ُؤون‬ َ
‫ضوا بِ ِه‬ ُ ‫ق َما َر‬ َّ ‫الح‬ ُ َ
َ ‫ ا ْعط ْو ُه ُم‬،‫ص ِّدق ْوا ك ِذبَ ُه ْم‬ ُ ُ َ
َ ‫قبِ ْي َح ُه ْم َوت‬.

“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian.
Mereka berbicara (berjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya).
Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak
suka dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji mereka) dengan keburukan
mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi kepada
mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani: 934).

Kelima, Pemimpin yang banyak menipu rakyatnya


Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

‫ق َويُؤْ تَ َمنُ فِي َها ا ْل َخائِنُ َويُ َخ َّونُ فِي َها‬ ُ ‫صا ِد‬ ُ ‫ب َويُ َك َّذ‬
َّ ‫ب فِي َها ال‬ ُ ‫ق فِي َها ا ْل َكا ِذ‬ َ ُ‫سنَ َواتٌ َخدَّاعَاتُ ي‬
ُ ‫ص َّد‬ َ ‫س‬ِ ‫سيَأْتِي َعلَى النَّا‬ َ
ْ َ َ
‫ضة قا َل ال َّر ُج ُل التَّافِهُ فِي أ ْم ِر ال َعا َّم ِة‬ ُ َ ِ‫الر َو ْيب‬ ُ
ُّ ‫ضة قِي َل َو َما‬َ ِ‫الر َو ْيب‬ َ
ُ ‫اأْل ِمينُ َويَ ْن ِط‬.
ُّ ‫ق فِي َها‬

“Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan dan kebohongan.
Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang jujur, yang orang yang jujur dianggap
pembohong, pada tahun-tahun tersebut para pengkhianat dianggap orang yang
amanah, sedangkan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Pada saat itu yang
berbicara adalah ruwaibidhah.” Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah
itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara atau mengurusi urusan
umum atau publik.” (HR Ibnu Majah: 4036).
32-34. Lenyapnya Orang-Orang Shalih. Orang-Orang Hina Diangkat Sebagai
Pemimpin

TANDA-TANDA KECIL KIAMAT

Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

32. LENYAPNYA ORANG-ORANG SHALIH


Di antara tanda-tanda Kiamat adalah lenyapnya orang-orang shalih, sedikitnya
orang-orang pilihan, dan banyaknya kejahatan sehingga yang ada hanyalah
seburuk-buruknya manusia, kepada merekalah Kiamat akan datang.

Dijelaskan dalam sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma,
beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ
ِ ْ‫الَ تَقُو ُم السَّا َعةُ َحتَّى يَأ ُخ َذ هللاُ َش ِريطَتَهُ ِم ْن أَ ْه ِل ْاألَر‬.
ِ ‫ض فَيَ ْبقَى فِيهَا َع َجا َجةٌ الَ يَع‬
‫ْرفُونَ َم ْعرُوفًا َوالَ يُ ْن ِكرُونَ ُم ْن َكرًا‬

‘Tidak akan tiba hari Kiamat hingga Allah mengambil orang-orang baik dari
penduduk bumi, sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang jelek, mereka
tidak mengetahui yang baik dan tidak mengingkari yang munkar.’”[1]

Maknanya bahwa Allah akan mewafatkan orang-orang baik dan para ulama, lalu
yang tersisa hanyalah orang-orang jelek yang tidak ada kebaikan di dalam diri
mereka. Hal ini terjadi ketika ilmu diambil sementara manusia menjadikan orang-
orang bodoh sebagai pemimpin yang memberikan fatwa tanpa ilmu.

Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya
Radhiyallahu anhum, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau
bersabda:

ْ ‫ت ُعهُو ُدهُ ْم َوأَ َمانَاتُهُ ْم َو‬


َ َّ‫اختَلَفُوا فَ َكانُوا هَ َك َذا َو َشب‬ ْ ‫ان يُغَرْ بَلُونَ فِي ِه غَرْ بَلَةً يَ ْبقَى ِم ْنهُ ْم ُحثَالَةٌ قَ ْد َم ِر َج‬ ْ
‫ك‬ ِ َّ‫يَأتِي َعلَى الن‬
ٌ ‫اس زَ َم‬
‫صابِ ِع ِه‬َ َ‫بَ ْينَ أ‬.

“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana mereka akan dipilih,
hingga yang tersisa dari mereka hanyalah orang-orang yang hina, perjanjian-
perjanjian dan amanah mereka telah bercampur (tidak menentu), dan mereka
berselisih, maka mereka seperti ini.” Beliau merenggangkan jari-jemarinya
(menunjukkan keadaan mereka yang saling bermusuhan-ed.).”[2]
Lenyapnya orang-orang shalih terjadi ketika banyaknya kemaksiatan, dan ketika
amar ma’ruf nahi munkar ditinggalkan. Karena, jika orang-orang shalih melihat
kemunkaran, lalu mereka tidak merubahnya dan kerusakan semakin banyak,
maka siksaan akan turun kepada mereka semua, sebagaimana dijelaskan dalam
sebuah hadits ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

ُ َ‫ نَ َع ْم إِ َذا َكثُ َر ْالخَ ب‬:‫ال‬


‫ث‬ ُ ِ‫أَنَ ْهل‬.
َ َ‫ك َوفِينَا الصَّالِحُونَ ؟ ق‬

“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara
kami?” Beliau menjawab, “Betul, ketika kemaksiatan merajalela.” [HR, Al-
Bukhari][3]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-
Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XI/181-182), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata,
“Sanadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits shahih
dengan syarat asy-Syaikhani, jika al-Hasan mendengarkannya dari ‘Abdullah bin
‘Amr.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[2]. Musnad Ahmad (XII/12), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Isnadnya
shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Sanad hadits ini shahih
akan tetapi kedua-nya (al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan
disepakati oleh adz-Dzahabi.
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Qaulin Nabiyyi J Wailun lil ‘Arab min
Syarrin Qadiqtaraba (XIII/11, al-Fat-h).

33.ORANG-ORANG HINA DIANGKAT SEBAGAI PEMIMPIN


Di antara tanda-tandanya adalah orang-orang hina diangkat sebagai pemimpin
dan lebih mempercayakan mereka melebihi orang-orang terbaik mereka.
Sehingga segala urusan masyarakat berada di tangan orang-orang bodoh dan
hina yang tidak ada kebaikan di dalam diri mereka. Ini adalah keterbalikan fakta
dan berubahnya keadaan. Dan ini yang terjadi dan dapat kita saksikan di zaman
ini. Anda bisa melihat bahwa kebanyakan pemimpin masyarakat juga dewan
pertimbangan mereka adalah orang yang sangat rendah keshalihan dan
keilmuannya. Padahal, semestinya orang-orang yang beragama dan
bertakwalah yang lebih diutamakan dari selain mereka dalam menang-gung
urusan masyarakat. Karena manusia yang paling mulia adalah orang-orang yang
memiliki agama dan ketakwaan, sebagaimana difirmankan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala:

‫إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم‬

“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu…” [Al-Hujuraat: 13]

Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan berbagai


wilayah dan urusan manusia hanya kepada orang yang paling shalih dan paling
berilmu. Demikian pula yang dilakukan para khalifah sepeninggal beliau. Contoh-
contoh dalam masalah ini sangat banyak, di antaranya apa yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada penduduk Najran:

ََ‫ث أَبَا ُعبَ ْي َدة‬ َ ‫ـرفَ لَهُ أَصْ َحابُ النَّبِ ِّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَبَ َع‬ ٍ ‫ق أَ ِم‬
َ ‫ فَا ْستَ ْش‬،‫ين‬ َّ ‫ألَ ْب َعثَ َّن إِلَ ْي ُك ْم َر ُجالً أَ ِمينًا َح‬.

“Sungguh aku akan mengutus kepada kalian seorang yang benar-benar


terpercaya,” lalu para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperhatikannya, lalu beliau mengutus Abu ‘Ubaidah.[1]

Berikut ini sebagian hadits yang menunjukkan diangkatnya orang-orang hina


sebagai pemimpin, dan hal itu merupakan tanda-tanda Kiamat.

Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ َويُ َخ َّونُ فِيهَا‬، ُ‫ َوي ُْؤتَ َمنُ فِيهَا ْالخَ ائِن‬،ُ‫ َويُ َك َّذبُ فِيهَا الصَّا ِدق‬، ُ‫ق فِيهَا ْال َكا ِذب‬ َ ‫ ي‬،ٌ‫اس ِسنُونَ خَ َّدا َعة‬ ْ
ُ ‫ُص َّد‬ ِ َّ‫إِنَّهَا َستَأتِي َعلَى الن‬
‫ ال َّسفِيهُ يَتَ َكلَّ ُم ِفي أَ ْم ِر ْال َعا َّم ِة‬:‫ال‬
َ َ‫ضةُ؟ ق‬
َ ِ‫ َو َمـا الرُّ َو ْيب‬:‫ قِي َل‬،ُ‫ضة‬
َ ِ‫ق ِفيهَا الرُّ َو ْيب‬ُ ‫ َويَ ْن ِط‬، ُ‫األَ ِمين‬.ْ

“Sesungguhnya akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan


tipuan, seorang pembohong dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap
berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan seseorang yang dipercaya
dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah [2] akan berbicara.” Ditanyakan
kepada beliau, “Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang
bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” [3]

Dan di dalam hadits Jibril yang panjang diungkapkan:


‫ك ِم ْن أَ ْش َرا ِطهَا‬
َ ‫ فَ َذا‬،‫اس‬ َ ْ‫ت ْال ُعرُاةُ ْال ُحفَاةُ ُر ُؤو‬
ِ َّ‫س الن‬ ِ َ‫اطهَا… َوإِ َذا َكان‬ َ ‫ولَ ِك ْن َسأ ُ َح ِّدثُكَ ع َْن أَ ْش‬.
ِ ‫ـر‬ َ

“Akan tetapi akan aku kabarkan kepadamu tanda-tandanya… yaitu jika orang
yang telanjang tanpa alas kaki menjadi pemimpin manusia, maka itulah di antara
tanda-tandanya.” [4]

Diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, dia berkata,


“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ِ‫ أَ ْن يَ ْغل‬:‫اط السَّا َع ِة‬


ِ َّ‫ب َعلَى ال ُّد ْنيَا لُ َك ُع ابْنُ لُ َك ٍع فَ َخ ْي ُر الن‬
‫اس يَوْ َمئِ ٍذ ُم ْؤ ِم ٌن بَ ْينَ َك ِر ْي َم ْي ِن‬ ِ ‫ ِم ْن أَ ْش َر‬.

‘Di antara tanda-tanda Kiamat adalah orang-orang bodoh menguasai dunia,


maka manusia yang paling baik ketika itu adalah seorang mukmin di antara dua
orang mulia.’”[5]

Dijelaskan dalam sebuah hadits shahih:

َ‫إِ َذا أُ ْسنِ َد ْاألَ ْم ُر إِلَى َغي ِْر أَ ْهلِ ِه فَا ْنتَ ِظ ِر السَّا َعة‬.

“Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
Kiamat.” [6]

Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:

.‫ َو َربِّ ْال َك ْعبَ ِة‬،‫ َن َع ْم‬:‫ْـن َم ْسعُوْ ٍد َس ِم ْعتَهُ ِم ْن نَبِ ٍّي؟ قَا َل‬
ِ ‫ أَ َك َذلِكَ يَا َع ْب َد هللاِ ب‬،‫ت ْال َو ُعوْ َل‬ ُ ْ‫اط السَّا َع ِة… أَ ْن يَ ْعلُ َو التُّحُو‬
ِ ‫ِم ْن أَ ْش َر‬
‫ت الصَّالِ َحة‬ ِ ‫ أَ ْه ُل ْالبَ ْي‬:ُ‫ َو ْال َو ُعوْ ل‬.‫صالِ ِح ْي ِه ْم‬ َ ‫ت ْالغَا ِم‬
َ ْ‫ض ِة يُرْ فَعُوْ نَ فَو‬
َ ‫ق‬ ِ ‫ َوأَ ْه ُل ْالبَ ْي‬،‫ال‬ ِ ‫ فُسُـوْ ُل الرِّ َج‬:‫ت؟ قَا َل‬ ُ ْ‫ َو َما التُّحُو‬:‫قُ ْلنَـا‬.ُ

“Di antara tanda-tanda Kiamat… at-Tuhuut ada di atas al-Wa-’uul”, apakah


demikian kamu mendengarnya diri Nabi wahai ‘Abdullah bin Mas’ud?” Beliau
menjawab, “Betul, demi Rabb Ka’bah,” kami bertanya, “Apakah at-Tuhuut itu?”
Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang hina, dan orang dusun yang
diangkat di atas orang-orang shalih, sementara al-Wa’uul adalah penghuni
rumah yang shalih.” [7]

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau


berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ َ‫الَ ت َْذهَبُ ال ُّد ْنيَا َحتَّى ت‬.


‫صي َر لِلُ َك ِع ا ْب ِن لُ َك ٍع‬
“Tidak akan lenyap dunia sehingga orang-orang pandir menguasainya.” [8]

Maknanya adalah sehingga kenikmatan, kelezatan, dan kehormatan mengarah


kepadanya.[9]

Dan dalam riwayat Imam Ahmad dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu,
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ َّ‫الَ تَقُو ُم السَّا َعةُ َحتَّى يَ ُكونَ أَ ْس َع َد الن‬.


‫اس بِال ُّد ْنيَا لُ َك ُع ابْنُ لُ َك ٍع‬

“Tidak akan datang hari Kiamat hingga manusia yang paling berbahagia dengan
dunia adalah orang-orang pandir.” [10]

Dijelaskan dalam ash-Shahiihain dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu


yang beliau riwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hilangnya
amanah:

ْ َ‫ َما أَجْ لَ َدهُ! َما أ‬:‫ال لِل َّرج ُِل‬


‫ظ َرفَهُ! َما أَ ْعقَلَهُ! َو َما فِي قَ ْلبِ ِه ِم ْثقَا ُل َحبَّ ٍة ِم ْن خَرْ َد ٍل ِم ْن إِ ْي َما ٍن‬ َ َ‫حتَّى يُق‬.
َ

“Sehingga dikatakan kepada seseorang, ‘Sungguh kuat! Sungguh cerdas! Dan


sungguh cerdik!’ Sementara tidak ada keimanan seberat biji sawi pun.” [11]

Inilah kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin pada zaman


sekarang ini. Mereka berkata kepada seseorang, “Sungguh cerdas! Sungguh
baik akhlaknya!” mereka mensifati dengan sifat-sifat yang paling indah, padahal
mereka adalah manusia paling fasik, paling sedikit agama juga amanahnya. Bisa
jadi sebenarnya dia musuh bagi kaum muslimin dan selalu berusaha untuk
menghancurkan Islam. Tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah yang
Mahatinggi lagi Mahaagung.

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-
Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Akhbaarul Aahaad, bab Maa Jaa-a fii Ijaazati
Khabaril Waahidish Shadiq (XIII/232, dalam al-Fat-h).
[2]. ُ‫ضة‬
َ ِ‫ الرُّ َو ْيب‬diungkapkan tafsirannya di dalam matan hadits, yaitu orang bodoh.
Dan ُ‫ضة‬ َ ِ‫ الرُّ َو ْيب‬bentuk tashgiir dari kata (ُ‫ضة‬
َ ِ‫)اَلرَّاب‬, ia adalah orang-orang lemah yang
diam tidak bisa melakukan hal-hal mulia, duduk tidak mencarinya dan orang
yang hina tidak ada artinya.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/185).
[3]. Musnad Imam Ahmad (XV/37-38), syarh dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau
berkata, “Sanadnya hasan, dan matannya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid, dan mereka tidak
meriwayatkannya dari jalan ini.” (An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/181).
Tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan
(I/163, Syarh an-Nawawi).
[5]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath
dengan dua sanad, dan para perawi salah satu dari keduanya tsiqah.” Majma’uz
Zawaa-id (VII/325).
[6]. Shahiihul Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/332, al-Fat-h).
[7]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath
dengan dua sanad, dan perawi salah satunya adalah tsiqah.” (Majma’uz Zawaa-
id VII/325)
[8]. Musnad Imam Ahmad (XVI/284, syarah dan tahqiq Ahmad Syakir), beliau
berkata, “Diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam al-Jaami’ush Shaghiir dan beliau
memberikan lambang bahwa hadits tersebut hasan.” Al-Jaami’ush Shaghiir
(II/200, dengan catatan pinggir Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Haitsami berkata, “Perawi Ahmad adalah perawi ash-Shahiih, selain Kamil bin
al-‘Ala, dia adalah tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/220).
Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid dan kuat.” An-Nihaayah/al-Fitan wal
Malaahim (I/181) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir
(VI/142) (no. 7149).
[9]. Lihat kitab Faidhul Qadiir Syarh al-Jaami’ish Shagiir (V/394), karya
‘Abdurrauf al-Manawi.
[10]. Musnad Imam Ahmad (V/389, Muntakhab Kanzul ‘Ummal), as-Suyuthi
memberikan tanda dalam kitab al-Jaami’ush Shaghiir bahwa hadits tersebut
shahih (II/202, Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (VI/177) (no.
7308).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333, al-Fat-h),
Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Raf’ul Amaanah wal Iimaan min ba’dil
Quluub (II/167-170, Syarh an-Nawawi).

34. UCAPAN SALAM HANYA DITUJUKAN KEPADA ORANG YANG DIKENAL


Dan di antara tanda-tanda Kiamat adalah seseorang hanya mengucapkan salam
kepada orang yang dikenalnya. Dijelaskan di dalam sebuah hadits dari Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

ِ ‫إِ َّن ِم ْن أَ ْش َرا ِط السَّا َع ِة أَ ْن يُ َسلِّ َم ال َّر ُج ُل َعلَى ال َّر ُج ِل الَ يُ َسلِّ ُم َعلَ ْي ِه إِالَّ لِ ْل َمع‬.
‫ْرفَ ِة‬

‘Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat adalah seseorang mengucap-kan


salam kepada yang lainnya, dia mengucapkan salam kepadanya hanya dengan
sebab kenal.” [HR. Ahmad][1]

Dalam riwayat beliau pula:

َّ ‫َي السَّا َع ِة تَ ْسلِي َم ْالخَ ا‬


‫ص ِة‬ ِ ‫إِ َّن بَ ْينَ يَد‬.

“Sesungguhnya menjelang hari Kiamat akan ada pengucapan salam kepada


orang-orang tertentu.”[2]

Hal ini dapat kita saksikan sekarang. Banyak orang yang mengucapkan salam
hanya kepada orang yang mereka kenal. Tentu saja hal ini bertentangan dengan
Sunnah, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk
mengucapkan salam kepada orang yang Anda kenal atau tidak Anda kenal.
Sesungguhnya hal itu merupakan sebab tersebarnya kecintaan di antara kaum
muslimin yang pada akhirnya sebagai sebab keimanan yang dapat
mengantarkannya ke Surga. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

‫ أَ َوالَ أَدُلُّ ُك ْم َعلَى َش ْي ٍء إِ َذا فَ َع ْلتُ ُموهُ ت ََحابَ ْبتُ ْم؟ أَ ْف ُشوا ال َّسالَ َم بَ ْينَ ُك ْم‬،‫الَ تَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َحتَّى تُ ْؤ ِمنُوا َوالَ تُ ْؤ ِمنُوا َحتَّى ت ََحابُّوا‬.

‘Kalian tidak akan masuk Surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akan
beriman (dengan sempurna) hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku
tunjukkan sesuatu yang jika kalian melakukannya, maka kalian akan saling
mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.’” [HR. Muslim][3]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-
Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari
Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (V/326), Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
[2]. Musnad Ahmad (V/333), Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih.”
Al-Albani berkata, “Sanad ini shahih dengan syarat Muslim.” Lihat Silsilah al-
Ahaadiits ash-Shahiihah (II/251) (no. 647).
[3]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaan Annahu la Yadkhulul Jannata
Illal Mukminun (II/35, Syarh Muslim).

Read more https://almanhaj.or.id/3171-32-34-lenyapnya-orang-orang-shalih-
orang-orang-hina-diangkat-sebagai-pemimpin.html

Ancaman Nabi SAW terhadap Pemimpin


Zalim dan Para Pendukungnya
 Rabu, 13 April 2016 21:30   1 Komentar
Foto: Ilustrasi kezaliman

KIBLAT.NET – Mengatur kemaslahatan umat merupakan tanggung


jawab terbesar seorang pemimpin. Kemakmuran atau kesengsaraan
suatu masyarakat sangat tergantung pada peran yang ia mainkan.
Ketika seorang pemimpin berlaku adil sesuai dengan petunjuk Syariat
Islam maka masyarakat pun akan sejahtera. Demikian sebaliknya, ketika
pemimpin tersebut berlaku zalim dan tidak jujur dalam menjalankan
amanahnya maka rakyat pun akan berujung pada kesengsaraan.

Oleh karena itu, pada hari kiamat kelak, pemimpin yang adil akan
dijanjikan dengan berbagai macam keutamaan oleh Allah ta’ala.
Sementara pemimpin zalim dan tidak jujur dalam menjalankan
amanahnya akan diancam dengan berbagai macam ancaman. Di antara
bentuk ancaman tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menjadi Manusia yang Paling Dibenci oleh Allah Ta’ala

Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah saw bersabda:

‫اس إِلَى هَّللا ِ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة َوأَ ْدنَاهُ ْم ِم ْنهُ َمجْ لِسًا إِ َما ٌم َعا ِد ٌل‬
ِ َّ‫إِ َّن أَ َحبَّ الن‬
‫اس إِلَى هَّللا ِ َوأَ ْب َع َدهُ ْم ِم ْنهُ َمجْ لِسًا إِ َما ٌم َجائِ ٌر‬ِ َّ‫ض الن‬َ ‫َوأَ ْب َغ‬
“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat
dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin
yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling
jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.”
(HR. Tirmidzi)

2. Allah Menelantarkannya pada Hari Kiamat dan Tidak


Mengampuni Dosa-Dosanya

Sebuah riwayat dari Abu Hurairah radiyallahu anhu menyebutkan bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ٌ‫ثَالَثَةٌ الَ يُ َكلِّ ُمهُ ُم هَّللا ُ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة َوالَ يُ َز ِّكي ِه ْم َوالَ يَ ْنظُ ُر إِلَ ْي ِه ْم َولَهُ ْم َع َذاب‬
‫ك َك َّذابٌ َو َعائِ ٌل ُم ْستَ ْكبِ ٌر‬ ٌ ِ‫ان َو َمل‬ ٍ ‫أَلِي ٌم َش ْي ٌخ َز‬
“Tiga orang yang Allah enggan berbicara dengan mereka pada hari
kiamat kelak. (Dia) tidak sudi memandang muka mereka, (Dia) tidak
akan membersihkan mereka daripada dosa (dan noda). Dan bagi
mereka disiapkan siksa yang sangat pedih. (Mereka ialah ): Orang tua
yang berzina, Penguasa yang suka berdusta dan fakir miskin yang
takabur.” (HR. Muslim)

3. Akan Dimasukkan ke Dalam Neraka serta Diharamkan Syurga


Baginya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ٍ ‫أَيُّ َما َر‬


ِ َّ‫اع َغشَّ َر ِعيَّتَهُ فَهُ َو فِي الن‬
‫ار‬
“Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di
neraka.” (HR. Ahmad)

BACA JUGA  Dari Piagam Jakarta ke Pancasila: Mencari Makna Ketuhanan (Bag. 3)

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

.َ‫ح إِاَّل َح َّر َم هللاُ َعلَ ْي ِه ال َجنَّة‬


ٍ ْ‫طهَا بِنُص‬ْ ‫َم ِن ا ْستَرْ َعاهُ هللاُ َر ِعيَّةً ثُ َّم لَ ْم ي ُِح‬
‫اس لِ َر ِعيَّتِ ِه إِاَّل َح َّر َم‬
ِ ‫وت َوهُ َو َغ‬ ُ ‫ين يَ ُم‬
َ ‫وت ِح‬ ُ ‫ يَ ُم‬: ‫ وفي لفظ‬.‫متفق عليه‬
.َ‫هللاُ َعلَ ْي ِه ْال َجنَّة‬
“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya,
kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan
baginya surge.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam lafadh yang lain disebutkan, ”Ialu ia mati dimana ketika matinya
itu dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga
baginya.”

Tentunya masih banyak riwayat lain yang menyebutkan tentang


ancaman Allah ta’ala terhadap para pemimpin yang menzalimi
rakyatnya. Bentuk ancamannya pun tidak ada yang ringan, hampir
seluruhnya mengingatkan akan besarnya dosa seorang pemimpin ketika
dia berbuat zalim kepada rakyatnya. Apalagi ketika ia rela berbohong di
hadapan rakyat demi mempertahankan jabatannya.

Kewajiban Menasehati Pemimpin dan Larangan Membenarkan


Kezaliman Mereka

Jauh sebelum empat belas abad yang lalu, Rasulullah SAW telah
mengingatkan umatnya akan adanya para pemimpin yang berbuat zalim
dan berbohong di hadapan rakyat. Kita sebagai umatnya, tidak hanya
diperintahkan untuk bersabar menghadapi keadaan tersebut, namun
lebih daripada itu, Rasulullah SAW juga mengingatkan untuk senantiasa
berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan selalu menegakkan
amar ma’ruf nahi mungkar.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ ‫صي َحةُ قُ ْلنَا لِ َم ْن قَا َل هَّلِل ِ َولِ ِكتَابِ ِه َولِ َرسُولِ ِه َوأِل َئِ َّم ِة ْال ُم ْسلِ ِم‬
‫ين‬ ِ َّ‫ين الن‬ ُ ‫ال ِّد‬
‫َو َعا َّمتِ ِه ْم‬
“Agama itu adalah nasihat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau
bersabda, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, Imam kaum muslimin, dan
orang-orang kebanyakan.”(HR. Muslim)

Nasihat secara diam-diam merupakan pilihan awal dalam melawan


kemungkaran. Namun ia bukanlah satu-satunya cara untuk meluruskan
kesalahan penguasa. Ketika nasihat dengan cara tersebut sudah tidak
diindahkan, maka Rasulullah SAW pun memberikan motivasi lain
kepada umatnya untuk merubah kemungkaran penguasa. Motivasi
tersebut ialah pahala jihad yang dijanjikan kepada umatnya yang
menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim.

Dari Abu Said Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu bahwa


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

BACA JUGA  Ramadhan yang Membekas

ٍ ‫ان َجائِ ٍر أَ ْو أَ ِم‬


‫ير َجائِ ٍر‬ ٍ َ‫ض ُل ْال ِجهَا ِد َكلِ َمةُ َع ْد ٍل ِع ْن َد س ُْلط‬
َ ‫أَ ْف‬
“Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di
depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan Ahmad)

Lalu ketika usaha tersebut tidak dihiraukan lagi dan pemimpin tersebut
tetap pada prinsipnya yang menzalimi rakyat, maka Rasulullah SAW
mengingatkan umatnya untuk menjauhi pemimpin tersebut serta jangan
sampai mendekatinya, apalagi membenarkan tindakan zalim yang
mereka lakukan. Sebab, ketika seseorang tetap mendekati pemimpin
zalim tersebut dan membenarkan apa yang dilakukannya maka ia akan
terancam keluar dari lingkaran golongan umat Nabi SAW dan ia tidak
akan mendatangi telaganya nanti di hari kiamat.

Dari Ka’ab bin Ujroh radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar mendekati kami, lalu
bersabda:

َ َ‫ون َعلَ ْي ُك ْم بَ ْع ِدي أُ َم َرا ٌء فَ َم ْن َد َخ َل َعلَ ْي ِه ْم ف‬


‫ص َّدقَهُ ْم بِ َك ِذبِه ْم‬ ُ ‫إِنَّهُ َسيَ ُك‬
َّ َ‫ار ٍد َعل‬
‫ي‬ ِ ‫ْس ِب َو‬ َ ‫ َولَي‬، ُ‫ْت ِم ْنه‬ ُ ‫ فَلَيْسُ ِمنِّي َولَس‬، ‫َوأَ َعانَهُ ْم َعلَى ظُ ْل ِمه ْم‬
‫ فَهُ َو ِمنِّي‬، ‫ص ِّد ْقهُ ْم ِب َك ِذبِه ْم َولَ ْم يُ ِع ْنهُ ْم َعلَى ظُ ْل ِم ِه ْم‬
َ ُ‫ َو َم ْن لَ ْم ي‬، ‫ضي‬ ِ ‫َح ْو‬
‫ض‬َ ‫ي ْال َح ْو‬ َّ َ‫َوأَنَا ِم ْنهُ َو َسيَ ِر ُد َعل‬
“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa
masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan
mereka dan mendukung kedhaliman mereka maka dia bukan dari
golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa
mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak
masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan
kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka,
maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya,
dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-
Nasa’i)

Demikianlah beberapa bentuk ancaman yang disebutkan Nabi SAW


terhadap pemimpin zalim serta bagaimana seharusnya kita menyikapi
kezaliman tersebut. Kebenaran harus tetap dipegang, sedangkan
kesalahan harus senantiasa diluruskan. Nasihat tetap diutamakan
namun amal ma’ruf nahi mungkar tidak boleh dilupakan.Wallahu ‘alam
bis shawab!
Dari Abu Hurairahra, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallambersabda:
ُ ‫ َيقُ ْو ُل هَّللا‬،ِ‫الذ َئاب‬ ِّ ُ‫ َوقُلُ ْو ُب ُه ْم قُلُ ْوب‬h،‫ أَ ْلسِ َن ُت ُه ْم أَحْ لَى مِنَ ال ُّس َّكر‬،‫ين‬ ْ
ِ ِ ِّ‫اس ُجلُ ْودَ الضَّأ ِن مِنَ الل‬ ِ ‫ِّين ي َْل َبس ُْونَ لِل َّن‬
ِ ‫َان ِرجَ ا ٌل ي َْخ ِتلُ ْونَ ال ُّد ْنيَا ِبالد‬ َّ ‫ي َْخ ُر ُج فِي آخ ِِر‬
ِ ‫الزم‬
ً‫ت أَل َ ْبعَ َثنَّ عَ لَى أُولَئِكَ ِم ْن ُه ْم فِ ْت َن ًة َتدَ ُع الحَ لِ ْي َم ِم ْن ُه ْم حَ ْيرَ انا‬
ُ ‫ أَ ْم عَ لَيَّ َيجْ َت ِر ُئ ْونَ ؟ َف ِبي حَ لَ ْف‬، َ‫ أَ ِبي ي َْغ َترُّ ْون‬:َّ‫عَ َّز َوجَ ل‬
“Akan keluar di akhir zaman nanti beberapa orang yang mencari dunia dengan amalan din, mereka
mengenakan pakaian di tengah-tengah manusia dengan kulit kambing yang lembut, lisan mereka
lebih manis dari pada gula, tetapi hati mereka adalah hati srigala. Allah Subhanahu Wata’ala
berfirman, “Apakah terhadap-Ku mereka berani menipu ataukah mereka berani melawan Aku?
Maka dengan Kebesaran-Ku, Aku bersumpah, Aku benar-benar akan mengirim kepada mereka
fitnah yang mengakibatkan ulama yang teguh hati pun menjadi bingung.” [HR.At-Tirmidzi, Sunan At-
Tirmidzi, Kitab Az-Zuhd, no. 2515]
Hadits ini, jika ditinjau dari semua jalan periwayatannya maka termasuk hadits dha‘if (lemah), akan
tetapi masing-masing darinya menguatkan yang lain. At-Tirmidzi menetapkan bahwa hadits Ibnu
Umar rhuma itu berderajat hasan.Al-Mundziri menukilkan penetapan hasan oleh At-Tirmidzi ini dan
mengakui kebenarannya. Oleh karena itulah kedudukan hadits-hadits ini adalah hasan li
ghairihi atau dha‘if yang dikuatkan.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


‫ضا ِمنَ ال ُّد ْنيَا لَ ْم يَ ِج ْد ع َْرفَ ا ْل َجنَّ ِة يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬
ً ‫يب بِ ِه ع ََر‬
َ ‫ص‬ِ ُ‫َمنْ تَ َعلَّ َم ِع ْل ًما ِم َّما يُ ْبتَ َغى بِ ِه َو ْجهُ هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل الَ يَتَ َعلَّ ُمهُ إِالَّ لِي‬
“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya diharap adalah wajah Allah,
tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan
wangi surga di hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Jadikanlah Akhirat Sebagai Niatmu!

JADIKANLAH AKHIRAT SEBAGAI NIATMU !

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas ‫حفظه هللا‬

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu , ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ َ‫ َو َم ْن َكان‬، ُ‫ب لَه‬


‫ت‬ َ ِ‫ َولَ ْم يَأْتِ ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َما ُكت‬،ِ ‫ َو َج َع َل فَ ْق َرهُ بَ ْينَ َع ْينَ ْي ِه‬، ُ‫ق هللاُ َعلَ ْي ِه أَ ْم َره‬
َ ‫ فَ َّر‬، ُ‫ت ال ُّد ْنيَا هَ َّمه‬
ِ َ‫َم ْن َكان‬
ٌ‫ َوأَتَ ْتهُ ال ُّد ْنيَا َو ِه َي َرا ِغ َمة‬، ‫ َو َج َع َل ِغنَاهُ فِ ْي قَ ْلبِ ِه‬، ُ‫ َج َم َع هللاُ أَ ْم َره‬، ُ‫اآْل ِخ َرةُ نِيَّـتَه‬.

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan


urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak
mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya.
Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan
mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan
mendatanginya dalam keadaan hina. ”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183);
Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-
Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu.

Lafazh hadits ini milik Ibnu Mâjah rahimahullah . Dishahihkan juga oleh Syaikh
al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani
rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 950).

KOSA KATA HADITS


• ‫ هَ ٌّم‬: mashdar dari ‫ هّ َّم – َيهُ ُّم‬yaitu kemauan yang kuat, keinginan, niat, dan tujuan.
Al-hammu juga berarti kesedihan. Jamaknya adalah ‫( هُ ُموْ ٌم‬humuum).[1]
• ُ‫ق هللا‬ َ ‫ فَ َّر‬: yaitu Allâh mencerai-beraikannya.
َ
• ُ ‫ب له‬ َ ِ‫ َولَ ْم يَأْتِ ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َما ُكت‬: yaitu dia hanya mendapat apa yang telah ditetapkan
baginya.[2]
• ُ‫ ّذلِ ْيلَةٌ تَابِ َعةٌ لَه‬: ٌ‫( َرا ِغ َمة‬hina dan mengikutinya), yaitu dunia tersebut mengikutinya
dengan sukarela dan terpaksa.[3]

SYARAH HADITS
Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya n mencela sikap tamak kepada
dunia. Bahkan, Allâh Azza wa Jalla sangat merendahkan kedudukan dunia
dalam banyak ayat-ayat al-Qur-an. Allâh Azza wa Jalla berfirman bahwa
kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu :

ِ ‫ع ْال ُغر‬
‫ُور‬ ُ ‫َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َمتَا‬

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Ali
‘Imrân/3:185]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

‫ب ْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم‬


َ ‫ث أَ ْع َج‬ٍ ‫ال َواأْل َوْ اَل ِد ۖ َك َمثَ ِل َغ ْي‬
ِ ‫ا ْعلَ ُموا أَنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا لَ ِعبٌ َولَ ْه ٌو َو ِزينَةٌ َوتَفَا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َكاثُ ٌر ِفي اأْل َ ْم َو‬
‫ع‬ ْ ‫هَّللا‬
ٌ ‫يَ ِهي ُج فَتَ َراهُ ُمصْ فَ ًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما ۖ َوفِي اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي ٌد َو َم ْغفِ َرةٌ ِمنَ ِ َو ِرضْ َو‬
ُ ‫ان ۚ َو َما ال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َمتَا‬
ِ ‫ْال ُغر‬
‫ُور‬

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan


suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allâh serta keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al-
Hadîd/57:20]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ٌ ‫يَا قَوْ ِم إِنَّ َما ٰهَ ِذ ِه ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا َمتَا‬
ِ ‫ع َوإِ َّن اآْل ِخ َرةَ ِه َي دَا ُر ْالقَ َر‬
‫ار‬

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara)


dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. [Ghâfir/40:39]

Apabila seorang hamba menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dan


mengesampingkan urusan akhiratnya, maka Allâh Azza wa Jalla akan
menjadikan urusan dunianya tercerai-berai, berantakan, serba sulit, serta
menjadikan hidupnya selalu diliputi kegelisahan. Allâh Azza wa Jalla juga
menjadikan kefakiran di depan matanya, selalu takut miskin, atau hatinya selalu
tidak merasa cukup dengan rizki yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan
kepadanya.

Dunia yang dapat hanya seukuran ketentuan yang telah ditetapkan baginya,
tidak lebih, meskipun ia bekerja keras dari pagi hingga malam, bahkan hingga
pagi lagi dengan mengorbankan kewajibannya beribadah kepada Allâh,
mengorbankan hak-hak isteri, anak-anak, keluarga, orang tua, dan lainnya.

Cinta kepada dunia adalah pokok semua kejelekan, oleh karenanya tidak boleh
menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ ‫﴾ أُو ٰلَئِكَ الَّ ِذينَ لَي‬١٥﴿ َ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ إِلَ ْي ِه ْم أَ ْع َمالَهُ ْم ِفيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُ ْب َخسُون‬
‫ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة‬
َ‫صنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫إِاَّل النَّا ُر ۖ َو َحبِطَ َما‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami


berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan
mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh
(sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka
usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.”
[Hûd/11:15-16]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

‫اجلَةَ َعج َّْلنَا لَهُ فِيهَا َما نَ َشا ُء لِ َم ْن نُ ِري ُد ثُ َّم َج َع ْلنَا لَهُ َجهَنَّ َم يَصْ اَل هَا َم ْذ ُمو ًما َم ْدحُورًا‬
ِ ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َع‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami


segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami
kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam; dia
akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” [Al-Isrâ’/17:18]

Juga firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ب‬ ِ َ‫ث ال ُّد ْنيَا نُ ْؤتِ ِه ِم ْنهَا َو َما لَهُ فِي اآْل ِخ َر ِة ِم ْن ن‬
ٍ ‫صي‬ َ ْ‫ث اآْل ِخ َر ِة ن َِز ْد لَهُ فِي َحرْ ثِ ِه ۖ َو َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر‬
َ ْ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر‬

Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan


keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia
Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak
akan mendapat bagian di akhirat.” [Asy-Syûrâ/42:20]

Dunia ini dilaknat oleh Allâh dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, oleh karena
itu jangan jadikan dunia sebagai tujuan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫أَاَل إِ َّن ال ُّد ْنيَا َم ْلعُوْ نَةٌ َم ْلعُوْ ٌن َما فِـ ْيهَا إِاَّل ِذ ْك ُر هللاِ َو َما َوااَل هُ َوعَالِـ ٌم أَوْ ُمـتَـ َعلِّـ ٌم‬.

Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di
dalamnya, kecuali dzikir kepada Allâh dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu,
dan orang yang mempelajari ilmu[4].

Orang yang hatinya sehat, dia akan lebih mengutamakan akhirat daripada
kehidupan dunia yang fana, tujuan hidupnya adalah akhirat. Dia menjadikan
dunia ini sebagai tempat berlalu dan mencari bekal untuk akhirat yang kekal.
Orang yang hatinya sehat akan selalu mempersiapkan diri dengan melakukan
ketaatan dan mengerjakan amal-amal shalih dengan ikhlas karena Allâh Azza
wa Jalla dan menjauhkan larangan-larangan-Nya, karena dia yakin pasti mati
dan pasti menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat. Karena itu, dia
selalu berusaha untuk menjadi penghuni surga dengan berbekal iman, takwa,
dan amal-amal yang shalih.

Orang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat, karena itu ia wajib berbekal untuk
akhirat dengan bekal terbaik yaitu takwa kepada Allâh Azza wa Jalla . Takwa
yaitu melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Apabila seorang Muslim beriman dan bertakwa kepada
Allâh, maka ia akan diberi rizki dari arah yang tidak diduga dan diberikan jalan
keluar dari problematikanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

ُ ‫﴾ َويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬٢﴿ ‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ َم ْخ َرجًا‬


ُ‫ْث اَل يَحْ تَ ِسب‬ ِ َّ‫َو َم ْن يَت‬

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan membukakan jalan


keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-
sangkanya…” [Ath-Thalâq/65:2-3]

Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh akan dimudahkan urusannya.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “…Dan barangsiapa
bertakwa kepada Allâh, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam
urusannya.” [Ath-Thalâq/65:4]
Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh juga akan dihapuskan dosa-
dosanya dan dilipatgandakan ganjarannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang
artinya, “…Barangsiapa bertakwa kepada Allâh, niscaya Allâh akan menghapus
kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” [Ath-
Thalâq/65:5]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita bahwa


kehidupan yang sebenarnya dan yang kekal adalah kehidupan akhirat, bukan
dunia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫صا َر َو ْالـ ُمهَا ِج َرة‬ ٰ


َ ‫ح اأْل َ ْن‬
ِ ِ‫ فَأَصْ ل‬، ‫ْش إِاَّل َعيْشُ اآْل ِخ َر ِة‬
َ ‫ اَل َعي‬، ‫اَللّهُ َّم‬

Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka
bereskanlah (urusan) kaum Anshar dan kaum Muhajirin.”[5]

Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ار َو ْالـ ُمهَا ِج َر ِة‬ ٰ


ِ ‫ص‬َ ‫ فَا ْغفِرْ لِأْل َ ْن‬، ‫ْش إِاَّل َعيْشُ اآْل ِخ َر ِة‬
َ ‫ اَل َعي‬، ‫اَللّهُ َّم‬

Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka
ampunilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin.[6]

‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu mengatakan,

‫ َواَل‬، ‫ فَـ ُكـوْ نُـوْ ا ِم ْن أَبْـنَـا ِء اآْل ِخ َر ِة‬، ‫اح َد ٍة ِمـ ْنـهُ َمـا بَـنُـوْ ٌن‬
ِ ‫ َولِـ ُكـلِّ َو‬، ً‫ت اآْل ِخ َرةُ ُم ْقبِلَة‬
ِ َ‫ َوارْ تَـ َحل‬، ً‫ت الـ ُّد ْنـيَـا ُمـ ْدبِ َرة‬
ِ َ‫َـحل‬
َ ‫اِرْ ت‬
‫ َو َغدًا ِح َسابٌ َواَل َع َم َل‬، ‫اب‬ ْ َ
َ ‫ فَإ ِ َّن الـيَـوْ َم عَـ َمـ ٌل َواَل ِح َس‬، ‫تَـ ُكوْ نُوْ ا ِم ْن أ ْبنَـا ِء ال ُّد ْنيَـا‬.

Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti


akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak,
karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan kalian jangan
menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal tanpa hisab (di
dalamnya), sedang kelak adalah hari hisab tanpa amal (di dalamnya)[7].

Ada kabar mutawatir dari ulama Salaf mengatakan, “Cinta dunia merupakan
induk dari segala kesalahan (dosa) dan merusak agama. Hal ini ditinjau dari
beberapa segi:[8]
Pertama: Mencintai dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina
di mata Allâh Azza wa Jalla . Termasuk dosa yang paling besar adalah
mengagungkan sesuatu yang direndahkan oleh Allâh Azza wa Jalla.

Kedua: Allâh mengutuk, memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan
kepada-Nya. Karena itu, siapa saja yang mencintai apa yang dikutuk, dimurkai,
dan dibenci Allâh maka ia akan berhadapan dengan kutukan, murka, dan
kebencian-Nya.

Ketiga: Orang yang mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuannya
dan ia akan menjadikan amalan yang seharusnya menjadi sarana menuju Allâh
dan negeri Akhirat berubah menjadi sarana meraih kepentingan dunia.

Di sini ada dua persoalan:


1. Menjadikan sesuatu yang seharusnya menjadi wasilah (sarana) sebagai
tujuan.
2. Menjadikan amal akhirat sebagai alat untuk menggapai dunia.

Ini adalah keburukan yang terbalik dari semua sisi. Juga berarti membalik
sesuatu pada posisi yang benar-benar terbalik. Ini sesuai sekali dengan firman
Allâh Azza wa Jalla :

َ ‫﴾ أُو ٰلَئِكَ الَّ ِذينَ لَي‬١٥﴿ َ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ إِلَ ْي ِه ْم أَ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُ ْب َخسُون‬
‫ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة‬
َ‫صنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫إِاَّل النَّا ُر ۖ َو َحبِطَ َما‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami


berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna
dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh balasan di akhirat kecuali neraka. Dan lenyaplah di akhirat itu apa
yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka
kerjakan.” [Hûd/11:15-16]

Keempat: Mencintai dunia membuat manusia tidak sempat (terhalang dari)


melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya di akhirat sebagai akibat dari
kesibukannya dengan dunia dan segala yang dicintainya.

Kelima: Cinta dunia menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesar manusia.


Keenam: Pecinta dunia adalah orang yang paling banyak disiksa karena dunia,
ia disiksa pada tiga keadaan :
1. Ia tersiksa di dunia dengan usaha, kerja keras untuk mendapatkannya serta
disiksa dengan usahanya untuk merebut dunia dari sesama pecinta dunia
2. Ia tersiksa di alam barzakh (kubur) dengan terlepasnya segala yang ia cintai
dari dirinya
3. Ia tersiksa pada hari Kiamat.

Ketujuh: Orang yang sangat mencintai dunia dan lebih mengutamakan dunia
daripada akhirat adalah orang yang paling bodoh dan idiot. Sebab, ia lebih
mengutamakan khayalan daripada kenyataan, lebih mengutamakan tidur
daripada terjaga, lebih mengutamakan bayang-bayang yang akan segera hilang
daripada kenikmatan yang kekal, lebih mengutamakan rumah yang segera
binasa dan menukar kehidupan yang abadi dan nyaman dengan kehidupan yang
tidak lebih dari sekedar mimpi atau bayang-bayang yang segera hilang.
Sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan tertipu dengan hal-hal semacam
itu.[9]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

ِ َ‫ َو َح ْس َرةٌ اَل تَ ْنـق‬، ‫ َوتَ َعبٌ دَائِ ٌم‬، ‫ هَ ٌّم اَل ِز ٌم‬: ‫ث‬
‫ضـى‬ ٍ ‫ـحبُّ ال ُّد ْنيَا اَل يَ ْنفَ ُّك ِم ْن ثَاَل‬
ِ ‫ُم‬

“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan)
yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3)
Kerugian yang tidak pernah berhenti.”[10]

Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat dan dunia sebagai ladang
menuju akhirat. Seorang Muslim wajib ingat bahwa dia diciptakan untuk
beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla. Oleh karena itu, dia wajib meluangkan
waktu untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , dan hendaknya seorang
Muslim setiap jam dan harinya penuh dengan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla
.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh Azza wa


Jalla berfirman :

‫ك‬ ُ ْ ‫ َوإِ ْن لَـ ْم تَ ْف َعلْ َمأَل‬، َ‫ك ِغـنًـى َوأَ ُس َّد فَ ْق َرك‬
َ ‫ت يَ َد ْيكَ ُشغْاًل َولَـ ْم أَ ُس َّد فَ ْق َر‬ َ ْ ‫ـي أَ ْمـأَل‬
َ ‫ص ْد َر‬ ْ ِ‫يَا ا ْبنَ آ َد َم ! تَـفَـ َّر ْغ لِ ِـعـبَـا َدت‬

‘Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya


Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu.
Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan
kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.’”[11]

Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh tertipu oleh kehidupan dunia dan
tidak boleh panjang angan-angan. Hadits-hadits tentang celaan terhadap dunia
dan kehinaannya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala sangat banyak. Diriwayatkan
dari Jâbir Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan
melewati pasar saat banyak orang berada di pasar tersebut. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berjalan melewati seekor anak kambing jantan yang kedua
telinganya kecil dan telah mati pula. Sambil memegang telinga anak kambing
tersebut, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ‫ َوهللا‬: ‫ أَتُ ِحبُّونَ أَنَّهُ لَ ُك ْم ؟ قَالُوا‬: ‫ َما نُ ِحبُّ أنَّهُ لَنَا بِ َش ْي ٍء َو َما نَصْ نَ ُع بِ ِه ؟ ثُ َّم قَا َل‬: ‫أن يَ ُكونَ هَ َذا لَهُ بِدرْ هَم ؟ فَقَالُوْ ا‬
ْ ُّ‫أَيُّ ُكم ي ُِحب‬
‫ ف َوهللاِ لل ُّد ْنيَا أ ْه َونُ َعلَى هللاِ ِم ْن هَ َذا َعلَ ْي ُك ْم‬: ‫ال‬ ً ً
ٌ ‫ إنَّهُ أ َس ُّك فَ َك ْيفَ َوه َُو مي‬، ‫لَوْ َكانَ َحيّا َكانَ َعيْبا‬
َ َ‫ِّت ! فَق‬

“Siapa diantara kalian yang suka membeli ini seharga satu dirham ?” Orang-
orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami
perbuat dengannya ?” Beliau bersabda, “Apakah kalian suka jika ini menjadi milik
kalian ?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup,
pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau
bersabda, “Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai
anak kambing ini bagi kalian.”[12]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ٰ
‫ فَ ْـليَ ْنظُرْ بِ َم‬، ‫ َما ال ُّد ْنيَا فِـي اآْل ِخ َر ِة إِاَّل ِم ْث ُل َما يَـجْ َع ُل أَ َح ُد ُك ْم إِصْ بَ َعهُ ٰه ِذ ِه – َوأَ َشا َر يَـحْ َي بِال َّسبَّابَ ِة – فِـي ْاليَ ِّم‬، ‫واللّـ ِه‬
‫تَـرْ ِج ُع ؟‬

Demi Allâh! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah


seorang dari kalian yang mencelupkan jarinya -Yahya (perawi hadits) berisyarat
dengan jari telunjuknya- ke laut, maka lihatlah apa yang dibawa jarinya itu ?[13]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan ini, bahwa dunia


seperti air yang menempel di jari yang dicelupkan ke dalam lautan, sedangkan
akhirat adalah ibarat lautan yang sangat luas. Dunia ini sedikit dan fana,
sedangkan akhirat penuh dengan kenikmatan dan kekal abadi.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :


ٰ
‫ َما َسقَى َكافِـرًا ِم ْنـهَـا شَرْ بَـةَ َمـا ٍء‬، ‫ض ٍة‬ َ ‫ت ال ُّد ْنـيَـا تَـعْـ ِد ُل ِعـ ْنـ َد اللّـ ِه َجـن‬
َ ْ‫َـاح بَـعُو‬ ِ َ‫لَـوْ َكـان‬.

Seandainya dunia ini di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala senilai dengan (berat)
sayap nyamuk, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memberi minum
sedikit pun darinya kepada orang kafir.[14]

Dunia ini tidak ada harganya meskipun hanya seberat sayap nyamuk. Tapi
anehnya manusia sibuk dan tamak kepada dunia, mereka lupa kepada
kehidupan akhirat yang penuh dengan kenikmatan. Bahkan manusia lebih
mengutamakan kehidupan dunia. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

‫﴾ َواآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر َوأَ ْبقَ ٰى‬١٦﴿ ‫بَلْ تُ ْؤثِرُونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا‬

“Bahkan kalian mengutamakan kehidupan dunia. Padahal kehidupan akhirat itu


lebih baik dan lebih kekal.” [Al-A’lâ/87:16-17]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫الَ يَ َزا ُل قَ ْلبُ ْال َكبِي ِْر َشابًّا فِ ْي ْاثنَتَي ِْن ؛ فِ ْي حُبِّ ال ُّد ْنيَا َوطُوْ ِل اأْل َ َم ِل‬.

Senantiasa hati orang yang sudah tua, tetap muda (tetap tamak) kepada dua hal;
cinta dunia dan panjang angan-angan.”[15]

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasûlullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َان ؛ ْال ِحرْ صُ َواأْل َ َم ُل‬


ِ ‫يَه َْر ُم ابْنُ آ َد َم َوتَ ْبقَى ِم ْنهُ ْاثنَت‬.

‘Setiap anak Adam itu akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal;
ambisi dan angan-angannya.”[16]

Begitu banyak manusia yang dilalaikan dengan dunia beserta mimpi-mimpinya.


Indahnya dunia telah menghalangi mereka dari jalan petunjuk dan ketakwaan.
Sementara itu, setan terus memperpanjang khayalan-khayalan mereka.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang akan muncul disebabkan


banyaknya angan-angan adalah malas untuk mengerjakan ketaatan, menunda-
nunda taubat, berambisi terhadap dunia, lupa akhirat, dan mengerasnya hati.
Sebab, kelembutan dan kejernihan hati terbentuk hanyalah dengan mengingat
kematian, alam kubur, dosa dan pahala, serta dahsyatnya hari Kiamat.”[17]

FAWAA-Id HADITS
Ada beberapa faedah yang dapat kita petik dari hadits yang mulia ini, di
antaranya:
1. Hendaknya seorang Muslim selalu waspada, jangan menjadikan dunia
sebagai tujuan dan jangan tertipu dengan dunia yang penuh dengan keindahan
yang menipu. Ingat, bahwa dunia adalah kehidupan yang hina, sementara,
sedikit, dan menipu.
2. Peringatan bagi seorang Muslim agar menjadikan akhirat sebagai tujuannya,
dia wajib ingat bahwa dia pasti mati dan kembali kepada Allâh, karena itu dia
wajib mempersiapkan bekal untuk akhirat dengan melakukan amal-amal shalih
dan menjauhkan larangan-larangan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Peringatan tentang akibat yang buruk bagi orang yang menjadikan dunia
sebagai tujuannya.
4. Di antara akibat bagi orang yang menjadikan dunia sebagai tujuannya yaitu
dijadikan kefakiran di depan pelupuk matanya dan urusannya tercerai-berai.
5. Iman kepada qadha’ dan qadar dan kita wajib usaha sesuai dengan syari’at.
6. Di antara nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar dan agung
atas hamba-Nya, yaitu memberikan kekayaan pada hatinya, merasa puas dan
cukup dengan apa yang Allâh Azza wa Jallaaruniakan.
7. Luasnya karunia Allâh Azza wa Jalla dan kebaikannya kepada orang-orang
yang beriman dan bertakwa.
8. Seorang muslim tidak boleh panjang angan-angan, akan tetapi dia harus
beramal shalih yang bermanfaat untuk akhiratnya.
9. Barangsiapa bertakwa kepada Allâh, maka Allâh akan memberikannya jalan
keluar dan rizki dari arah yang tidak di duga-duga.
10. Sesungguhnya rizki itu ada di Tangan Allâh, diperoleh dengan usaha yang
halal.
11. Seorang Muslim wajib mencari nafkah, tapi jangan tamak kepada dunia.
12. Seorang Muslim hidupnya untuk ibadah kepada Allâh, karena itu ia wajib
menuntut ilmu, berlomba-lomba melakukan amal shalih, dan memenuhi hak
Allâh dan hak manusia.
Wallaahu k a’lam.

MARAAJI’:
1. Al-Qur’ânul Karîm.
2. Kutubus Sittah.
3. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. At-Ta’lîqâtul Hisaan ‘ala Shahîh Ibni Hibbân.
5. Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlih.
6. Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam.
7. ‘Iddatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, Ibnul Qayyim.
8. Ighâtsatul Lahafân.
9. Mawâridul Amân al-Muntaqa min Ighâtsatil Lahafân.
10. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah.
11. Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb.
12. Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr.
13. Dan lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVI/1436H/2014M. Penerbit


Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat Lisânul ‘Arab (XV/137) dan al-Mu’jamul Wasîth (II/995).
[2]. Syarah Sunan Ibni Mâjah (I/302).
[3]. Syarah Sunan Ibni Mâjah (I/302).
[4]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Mâjah (no.
4112), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlih (I/135, no. 135),
dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik at-Tirmidzi. Lihat
Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2797).
[5]. Shahih: HR. Al-Bukhâri (no. 6413), dan selainnya.
[6]. Shahih: HR. Al-Bukhâri (no. 6414), dan selainnya.
[7]. Shahîh al-Bukhâri, kitab: ar-Riqâq, Lihat juga Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam
(II/378).
[8]. Dinukil dari ‘Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, karya Imam Ibnul
Qayyim (hlm. 348, 350-356) dengan diringkas. Ta’liq dan takhrij: Syaikh Salim
bin ‘Ied al-Hilaliy.
[9]. Lihat ‘Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn (hlm. 350-356), karya Imam
Ibnul Qayyim, dengan diringkas.
[10]. Ighâtsatul Lahafân (I/87-88) dan lihat Mawâridul Amân al-Muntaqa min
Ighâtsatil Lahafân (hlm. 83-84).
[11]. Shahih: HR. Ahmad (II/358), at-Tirmidzi (no. 2466), Ibnu Mâjah (no. 4107),
dan al-Hâkim (II/443) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lihat
Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (III/346, no. 1359) dan Shahîh at-Targhîb wat
Tarhîb (no. 3166).
[12]. Shahih: HR. Muslim (no. 2957).
[13]. Shahih: HR. Muslim (no. 2858) dan Ibnu Hibbân (no. 4315-at-Ta’lîqâtul
Hisân) dari al-Mustaurid al-Fihri Radhiyallahu anhu.
[14]. Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 2320), Ibnu Mâjah (no. 4110) dan lainnya dari
Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu .
[15]. Shahih: HR. al-Bukhari (no. 6420) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu.
[16]. Shahih: HR. Ahmad (III/115, 275). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 8173).
[17]. Fat-hul Bâri (XI/213), cet. Darul Fikr.

Read more https://almanhaj.or.id/4260-jadikanlah-akhirat-sebagai-niatmu.html

Anda mungkin juga menyukai