Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3
BLOK MATA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK XVI

MUHAMMAD IRSA MADJID G 0015166


JAMES NOBLE PETRULINI G 0015118
TEOFILUS ABDIEL G 0015224
HAIDAR RUSYDI G 0015100
ZAKI RAMADHAN I RAHMA G 0015240
SITI NUR NA’IMAH G 0015214
AFIDA ZAHRA G 0015008
BELLA MONIKA RAJAGUKGUK G 0015042
NOOR IQMALIYA RACHMA G 0015188
ERLYN MERIKA G 0015068
KIRANA PAWITRA N. G 0015130
MERINA RACHMADINA G 0015154
Tutor: Ratih Dewi Yudhani,dr.,M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2017
SKENARIO 3

Aduh, Ada Benjolan di Kelopak Mata Saya…

Seorang perempuan berusia 19 tahun datang ke klinik dokter umum


dengan keluhan ada benjolan di kelopak mata kiri bawah sejak dua minggu
yang lalu. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar.
Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan VOS 6/6, kelopak terlihat ada
benjolan, konjungtiva bulbi tenang, konjungtiva forniks dan palpebral hiperemis,
kornea tampak jernih.
Kemudian dokter mendiagnosis dan memberikan terapi pendahuluan,
kemudian merujuk pasien tersebut ke dokter spesialis mata.
Langkah I : Mengklarifikasi kata-kata sulit

1. Conjungtiva bulbi tenang :

2. Terapi pendahuluan :

3. Conjungtiva forniks :
Langkah II : Merumuskan Permasalahan

1. Hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan ?


2. Apa saja penyebab dan mekanisme mata merah, gatal, dan nyeri ?
3. Kenapa keluhan hanya terjadi pada mata kanan ?
4. Kenapa mata merah tidak disertai penurunan visus ?
5. Kenapa keluhan tidak membaik setelah diberi obat tetes mata ?
6. Kenapa pasien tidak merasakan pengelihatan kabur, silau, dll ?
7. Apa pemeriksaan yang diperlukan untuk memeriksa keluhan pasien ?
8. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik
9. Apa saja diagnosis bandingnya ?
10. Bagaimana tata laksananya ?
11. Bagaimana prognosis dan komplikasinya ?

Langkah III: Menjawab Rumusan Permasalahan

1. Hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan ?


Pada penyakit seperti episkleritis dimana terjadi peradangan di
episklera yang juga berupa mata merah lebih sering terjadi perempuan,
usia pertengahan, dan riwayat penyakit rematik

2. Apa saja penyebab dan mekanisme mata merah, gatal, dan nyeri ?
Mata merah dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain
karena kelelahan, terpapar debu, infeksi, alergi dan mata kering. Mata
merah dapat terjadi karena melebarnya atau pecahnya pembuluh darah,
iritasi / peradangan.
Rasa gatal pada mata dapat disebabkan karena adanya reaksi alergi
berupa reaksi antibody dengan overproduksi IgG.
Rasa nyeri pada mata dapat dirasakan ketika ketika ada pembuluh
darah yang pecah atau mata yang terlalu kering, selain itu peradangan pada
mata juga dapat menyebabkan nyeri

3. Kenapa keluhan hanya terjadi pada mata kanan ?


Keluhan hanya terjadi pada mata kanan dikarenakan infeksinya
tidak cukup masif untuk menyebar ke mata sebelahnya

4. Kenapa mata merah tidak disertai penurunan visus ?


Pada kasus ini keluhan tidak disertai dengan penurunan visus
dikarenakan lesi / peradangan tidak menyebabkan atau mengganggu media
refraksi.

5. Kenapa keluhan tidak membaik setelah diberi obat tetes mata ?


Salah satu kerja obat tetes mata yaitu sebagai vasokonstriktor
berguna untuk membantu menghentikan perdarahan kecil.

6. Kenapa pasien tidak merasakan pengelihatan kabur, silau, dll ?


Pasien pada kasus ini tidak merasakan pandangan kabur
dikarenakan penyakit yang dialami pasien tidak menyerang media refraksi,
tidak silau dikarenakan pupil pasien masih normal dan tidak terserang, dan
mata kering dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain gangguan
produksi air mata, air mata cepat menguap, dan terpapar radiasi

7. Apa pemeriksaan yang diperlukan untuk memeriksa keluhan pasien ?


- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan penunjang
o Uji schimmer
o Fluorensense
o Lisozim Estimation
o Pemeriksaan laboratorium

8. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?


- VOD dan VOS 6/6 berarti tidak terdapat penurunan visus
- Konjungtiva bulbi mata kanan hiperemi bisa dikarenakan oleh adanya
peradangan akibat alergi dan iritasi, mata kering, dan trauma
-
9. Apa saja diagnosis bandingnya ?
Konjungtivitis, Episkleritis, Skelritis, Sindroma mata kering, dan
subkonjungtival haemorage.

10. Bagaimana tata laksananya ?


Pertanyaan dijadikan LO

11. Bagaimana prognosis dan komplikasinya ?


Pertanyaan dijadikan LO
Langkah IV : Menentukan Tujuan Pembelajaran dengan Problem Tree

Definisi
Mata merah tanpa Mekanisme
Penurunan visus
Macam-macam
tipe

Mata kotor Mata tidak kotor

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis utama
Medikamentosa

Penatalaksanaan Non Medikamentosa

Komplikasi

Prognosis
Langkah V : Menyusun Tujuan Pembelajaran

1. Menjelaskan etiologi mata merah


2. Menjelaskan Faktor Resiko mata merah
3. Menjelaskan penegakkan diagnosis utama mata merah
4. Menjelaskan diagnosis banding
5. Menjelaskan penatalaksanaan dari diagnodis banding
6. Menjelaskan prognosis dan komplikasi dari diagnosis banding

Langkah VI : Pembelajaran Mandiri mencari Tujuan Pembelajaran

Dengan mencari sumber referensi yang valid seperti textbooks dan


jurnal.

Langkah VII : Menjawab Tujuan Pemebelajaran dari Hasil Belajar Mandiri

ETIOLOGI MATA MERAH

Mata merah disebabkan oleh melebarnya pembuluh darah di


konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut. Untuk pembagiannya
adalah sebagai berikut (yang sesuai dengan kasus di skenario) :

Injeksi Konjungtival

Merupakan melebarnya pembuluh darah a.konjungtiva posterior


dan dapat terjadi akibat penaruh mekanis, alergi atau infeksi pada jaringan
konjungtiva. Injeksi konjungtival mempunyai sifat :

 Mudah digerakkan dari dasarnya.


 Terutama didapatkan pada daerah forniks.
 Ukuran pembuluh darah makin besar ke arah perifer karena asalnya
dari a.silliar anterior.
 Berwarna merah segar.
 Dengan tetes adrienalin 1:1000 akan lenyap sementara.
 Gatal
 Fotofobia tidak ada.
 Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Injeksi Siliar

Merupakan melebarnya pembuluh darah perikornea (a.siliar


anterior) yang terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing
pada kornea, radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun
panoftalmitis. Injeksi siliar mempunyai sifat :

 Berwarna lebih ungu


 Pembuluh darah tidak tampak
 Tidak ikut serta apabila konjungtiva digerakkan, karena menempel erat
dengan jaringan perikonea.
 Ukuran sangat halus, paling oadat disekitar kornea berkurang kearah
forniks.
 Tifak menciut apabila diberi epinefrin atau adrenalin 1:1000
 Fotofobia
 Sakit tekan disekitar kornea
 Pupil ireguler kecil dan lebar.
(Sidarta Ilyas, 2010).

FAKTOR RESIKO

Faktor – faktor yang membuat seseorang lebih mudah terkena


gejala mata merah antara lain :

a. Perempuan lebih sering daripada laki-laki


b. Usia pertengahan
c. Riwayat penyakit rematik
d. Sering terpapar iritan seperti asap dan bahan kimia yang mudah
menguap
e. Terpapar radiasi sinar.

PENEGAKKAN DIAGNOSIS MATA MERAH

Anamnesis :
- Sacred Seven
o Lokasi
o Onset
o Kualitas
o kuantitas
o Faktor memperberat
o Faktor memperingan
o Keluhan penyerta
 demam
- Fundamental four
o Riwayat Penyakit Sekarang
o Riwayat Penyakit Dahulu
 Pernah sakit serupa
 Riwayat penyakit rematik
o Riwayat penyakit keluarga
o Riwayat sosial
 Kebersihan
 Pekerjaan.

Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan mata kering
o Flourescein
digunakan utnuk mendemostrasikan dengan lebih jelas waktu break
up dari film ( kornea ) yang rusak, dimana bagian yang rusak akan
muncul lebih terang dibanding yang tidak

o Schirmer’s test
dengan menggunakan kertas filter whatman No 7 dengan lebar
5mm dan dilipat diujungnya. Ujung yang dilipat ini kemudian
disentuhkan pada kelopak mata bagian bawah di perhubungan
antara tepi kelopak bagian tengah dan ketiga. Kertas ini diletakkan
selama 5 menit dan panjang kertas yang terbasahi yang dihitung.

o Lysozyme estimation
Digunakan apabila terdapat keperluan penelitian (Crick, RP, 2003)

o Slit lamp examination


pemeriksaan dengan menggunakan suatu alat untuk memperbesar
dan melihat bagian mata secara tiga dimensi. (Ilyas et Yulianti, 2017)

Konjungtivitis

Klinik & Sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik (Alergi)


Gatal Minim Minim Minim Hebat
Hiperemia Umum Umum Umum Umum
Air mata Profuse Sedang Sedang Sedang
Eksudasi Minim Mengucur Mengucur Minim
Adenopati- Lazim Jarang Lazim hanya Tidak ada
preaurikuler kenjungtivitis
inklusi
Pewarnaan Monosit Bakteri, PMN PMN, Plasma sel Eosinofil
kerokan & badan iklusi
eksudat
Sakit tenggorok, Kadang Kadang Tidak pernah Tidak Pernah
panas yang
menyertai
(Vaughan et Asbury, 1983)

DIAGNOSIS BANDING dan PENATALAKSANAAN serta PROGNOSIS


DAN KOMPLIKASI

KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit
ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya,
konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Penyakit ini bervariasi mulai dari
hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak sekret purulen kental
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi
pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya
jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi
organ dan menjalani terapi imunosupresif

Konjuntivitis viral

Konjuntivitis viral adalah penyakit yang disebabkan oleh virus.


Penyakit ini sangat menular terutama pada infeksi dari adenovirus.
Penyebab penyakit ini biasanya karena kontaminasi melalui tangan,
alat-alat kesehatan, dan air kolam berenang. Untuk penanganannya,
lebih kearah penanganan suportif yaitu dengan kompres dingin, ocular
decongestant, dan air mata buatan. Bisa juga diberikan antibiotik
apabila ada infeksi bersama dengan bakteri. Untuk mencegah
terjadinya konjuntivitis viral, ada baiknya selalu menjaga kebersihan.

Konjungtivitis Bakteri
A. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang
disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang
dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James,
2005).
B. Etiologi dan faktor risiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang
paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H
influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering
terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi
duktus nasolakrimalis
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke
orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering
kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi
C. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal
seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium.
Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah
koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi
eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah
satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta
resistensi terhadap antibiotik
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan
epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan
sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air
mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya
gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva
D. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya
dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh.
Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen
daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering
dijumpai edema pada kelopak mata
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya
sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih
normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling
melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.
E. Komplikasi
Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai
konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang
bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan
duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen
akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga
komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut
juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea
dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea
F. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen,
sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
menghilangkan sekret konjungtiva.

EPISKLERITIS
Episkleritis adalah kondisi terjadinya inflamasi pada jaringan pembuluh
darah episklera sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan infiltrasi
perivascular.
Ada 2 jenis:
1. Diffuse episcleritis (70%)

Derajat peradangannya ringan sampai sedang


Sering kambuh dengan interval 1-3 bulan
Biasanya terjadi pada musim gugur atau musim semi
Prognosis sembuh 1-2 minggu
2. Nodular/focal (30%)\

Peradangan berkepanjangan yang lebih parah dari tipe diffuse


Prognosis sembuh 5-6 minggu
Komplikasi: penipisan sclera, katarak, hipertensi, glaucoma

Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas


terhadap penyakit sistemik seperti tuberculosis, reumatoid arthritis, lues, SLE,
dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian
daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.
Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama pada perempuan
usia pertengahan dengan penyakit bawaan reumatik.
Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan
rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik.
Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran
khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah
ungu dibawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan
pada kelopak diatas benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa sakit akan
menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan
konjungtiva diatasnya, maka akan mudah terangkay atau dilepas dari pembuluh
darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan
terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau beberapa bulan.
Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan melebarnya pembuluh
darah dibawah konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil efrin
2,5% topikal.
Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada
keadaan yang berat diberi kortikosteroid tetes mata, sistemik atau salisilat.
Kadang-kadang merupakan kelainan berulang yang ringan. Pada
episkleritis jarang terlibat kornea dan uvea, penglihatan tetap normal.
Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat
menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya
berlangsung 4-5 minggu. Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya
peradangan lebih dalam pada sklera yang disebut skleritis.

SKLERITIS
Patofisiologinya berkaitan dengan degradasi enzim dari serat kolagen
yang menyebabkan invasi sel radang yaitu sel T dan makrofag sehingga terjadi
iskemia dan lama-kelamaan menimbulkan nekrosis serta penipisan hingga
perforasi bola mata.
Salah satu penyebabnya yaitu obat-obatan.
1. Biphosphonate

Poten inhibitor osteoklas yang mencegah hilangnya masa tulang dan


digunakan untuk terapi osteoporosis.
2. Erlotinib

Terapi non small cell cancer, pancreatic cancer yang tipenya inhibitor
reversible tirosin kinase.
3. Procainamide (anti arrhythmic agent)
KESIMPULAN
Pada skenario 2 ini pasien mengalami mata merah dengan pemeriksaan
fisik berupa tidak ada penurunan visus dan hiperemi konjungtiva bulbi. Mata
merah merupakan tanda adanya peradangan pada daerah mata, dalam kasus ini
terdapat hiperemi pada konjungtiva bulbi sehingga keluhan pasien mengarah ke
konjungtivitis dengan diagnosis banding episkleritis, skleritis, subkonjungtival
hemorage, dan sindroma mata kering.

SARAN
Dari hasil diskusi kami pada tutorial ini, kami membuat beberapa saran
demi memaksimalkan pelaksanaan dan hasil dari diskusi tutorial selanjutnya.
Tutor sudah berkerja secara baik sesuai dengan fungsinya. Semoga tutor
dapat mempertahankan dalam mengawasi dan memberi arahan agar topik diskusi
tidak menyimpang.
Saran untuk kelompok tutorial B6, untuk diskusi tutorial selanjutnya perlu
tetap diperhatikan pencarian informasi melalui sumber – sumber yang ilmiah.
Perlu adanya penambahan informasi melalui jurnal selain dari pada buku ajar dan
website ilmiah dari internet. Keaktifan anggota kelompok sudah bagus namun
perlu kembali ditingkatkan pada tutorial selanjutnya. Dengan saran – saran ini
semoga kelompok B6 bisa melaksanakan diskusi dengan lebih baik pada tutorial
selanjutnya.
Saran untuk apa yang terjadi dalam kasus di skenario ini, perlu adanya
tindak lanjut terhadap pasien kasus tersebut sehingga pasien dapat segera dirujuk
dan mendapatkan penanganan yang cepat, tepat, dan baik untuk keselamatan
pasien serta mengurangi risiko komplikasi bila tidak tertangani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Crick, RP. 2003. Textbook of clinical Ophtalmology 3rd Edition.
Publisher:Country
Cronau, H., Kankanala, R.R., Mauger, T., 2010. Diagnosis and Management of Red Eye
in Primary Care. Am Fam Physician 81, 137–144
D. Vaughan, T.Asbury. 1983.General Opthalmology. Singapore:Maruzen
Asian..p.63. Table 7-1
Ilyas S. dan Yulianti S.R. 2017. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
World Health Organization. (2007). Health Information Worldwide. WHO.

Anda mungkin juga menyukai