Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan kebutuhan manusia akan kendaraan dan semakin majunya


ilmu teknologi, maka dituntutlah kendaraan yang nyaman, ekonomis, aman, serta
umur pakai yang panjang. Berumur pakai yang panjang yaitu umur pengoperasian
normal dari komponen - komponen kendaraan seperti mesin penggerak, rangka,
pemindahan daya termasuk kopling, hingga ke perawatan dan perbaikan dimana
komponen - komponen tersebut telah mengalami penurunan kemampuan
operasionalnya.
Pada umumnya untuk memindahkan daya dan putaran dipakai 3 macam
sistem antara lain sistem kopling, sistem roda gigi serta sistem rantai dan
transmisi. Akan tetapai yang akan dibahas dalam hal ini adalah system kopling,
jadi pengertian kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai alat
penyambungan dan pemutusan daya dan putaran yang berasal dari poros
penggerak (mesin) terhadap poros yang digerakkan (transmisi).
Hal seperti ini dapat diperhatikan pada semua jenis kendaran bermotor
dengan menggunakan kopling ini, daya dan putaran dapat ditransmisikan dari
poros penggerak keporos yang digerakkan tanpa menghentikan putaran mesin
terlebih dahulu.

1.2. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan pemberian tugas rancangan kopling oleh dosen


pembimbing, laporan kopling ini adalah perancangan ulang (redesign) Kopling
Nissan Grand Livina, maka tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk
merancang kembali ukuran-ukuran utama dari bagian-bagaian Kopling Nissan
Grand Livina agar diperoleh rancangan yang safety berdasarkan perhitungan-
perhitungan (teoritis) yang telah dipelajari pada mata kuliah Elemen Mesin I dan
II sebagai mata kuliah pendukung.
Dengan penulisan ini pula penulis mampu merancang sebuah kopling
sesuai dengan daya dan putaran yang diinginkan.

1.3. Batasan Masalah

Pada perancangan ini yang dibahas adalah desain suatu kopling


kendaraan bermotor, yakni tipe Nissan Grand Livina yang digunakan untuk
memindahkan dan memutuskan putaran dan daya antara poros input dan poros
output dengan daya dan putaran yaitu daya 109 PS dan putaran 6000 rpm.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan dijabarkan yaitu diawali pada BAB 1


yang akan dibahas adalah latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, dan
sistematika penulisan. Pada BAB 2 akan dibahas mengenai Tinjauan Pustaka
mengenai kopling. Pada BAB 3 yang akan dibahas mengenai perencanaan poros.
Pada BAB 4 yang akan dibahas mengenai perencanaan spline dan naaf. Pada
BAB 5 yang akan dibahas mengenai perencanaan plat gesek. Pada BAB 6 yang
akan dibahas mengenai perencanaan pegas. Pada BAB 7 yang akan dibahas
mengenai perencanaan paku keling. Pada BAB 8 yang akan dibahas mengenai
perencanaan bantalan. Pada BAB 9 yang akan dibahas mengenai perencanaan
baut dan mur. Selanjutnya pada BAB 10 akan diisi dengan kesimpulan dari
perhitungan kopling. Dan di akhiri dengan daftar pustaka.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kopling

Kopling (clutch) adala suatu bagian dari elemen mesin yang mempunyai
fungsi meneruskan dan memutuskan daya dan putaran dari poros penggerak
(poros engkol/driving shaft) ke poros yang di gerakkan (driven shaft), dimana
putaran inputnya sama dengan putaran outputnya. Dengan adanya kopling
pemindahan daya dapat dilakukan dengan teratur dan seefisien mungkin.

2.2. Kopling Sebagai Elemen Mesin

Kopling merupakan komponen mesin yang banyak sekali digunakan


dalam konstruksi mesin, sehingga untuk merencanakan kopling harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut ;
 Aman pada putaran tinggi, getaran dan tumbukannya kecil.
 Konstruksinya yang baik dan praktis.
 Pemasangan yang mudah dan cepat.
 Material kopling harus tahan terhadap.
o Temperatur yang tinggi dan sifat penghantar arus.
o Keausan dan goresan.
o Koefisien gesek yang tinggi.
o Sifat ductility yang baik.

2.3. Macam-macam Kopling

Jika ditinjau dari sistem pengoperasian dan cara kerjanya maka kopling
dapat dibedakan atau diklasifikasikan menjadi sebagi berikut :

2.3.1. Kopling tetap


Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus
putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti
(tanpa terjadi slip), dimana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis
lurus atau dapat sedikit berbeda sumbunya. Berbeda dengan kopling tidak tetap
yang dapat dilepaskan dan dihubungkan bila diperlukan, maka kopling tetap
selalu dalam keadaan terhubung.
Kopling tetap dibagi atas :
a. Kopling Kaku
Kopling kaku digunakan bila kedua poros dihubungkan dengan sumbu
segaris. Kopling ini banyak digunakan pada poros mesin dan transmisi
umum dipabrik-pabrik.

Yang termasuk kedalam kopling kaku adalah :

 Kopling Bus
Kopling ini digunakan apabila dua buah poros saling disambungkan
sentrik dengan teliti. Pada konstruksinya ujung poros pada kopling ini
harus dirapikan dan distel satu terhadap yang lainnya dengan teliti, juga
pada arah memanjang. Kopling ini sering digunakan pada bubungan,
baling-baling kapal, dan juga pada poros baling-baling.
Kopling bus seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Kopling Bus

 Kopling Flens Kaku


Kopling flens kaku terdiri atas naaf dengan flens yang terbuat dari besi
cor atau baja dan dipasang pada ujung dengan diberi pasak serta diikat
dengan baut pada flensnya. Dalam beberapa hal naaf dapat dipasang
pada poros dengan sumbu pres atau kerut.
Kopling flens kaku seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2. Kopling Flens Kaku
\
 Kopling Flens Tempa
Kopling ini flensnya ditempa menjadi satu dengan poros pada ujung
poros dan disebut poros flens tempa. Keuntungannya adalah diameter
flens dibuat kecil karena tidak memerlukan naaf. Kopling ini digunakan
untuk poros turbin air yang dihubungkan dengan generator sebagai
pembangkit listrik.
Kopling flens tempa seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3. Kopling Flens Tempa

b. Kopling Luwes
Mesin – mesin yang dihubungkan dengan penggeraknya melalui kopling
kaku memerlukan penyetelan yang sangat teliti agar kedua poros yang
saling dihubungkan dapat menjadi satu garis lurus, selain itu getaran dan
tumbukan yang terjadi dalam penerusan daya antara poros penggerak dan
yang digerakkan tidak dapat diredam sehingga memperpendek umur mesin
serta menimbulkan bunyi berisik. Untuk menghindari kelemahan-kelemahan
tersebut dapat digunakan kopling luwes terutama bila terdapat ketidak
lurusan antara sumbu kedua porosnya.

Yang termasuk jenis kopling luwes adalah :

 Kopling Karet Ban


Kopling ini dihubungkan oleh suatu lapisan karet pada bagian luarnya.
Pada lapisan karet ini diperkuat oleh rangkaian kawat dan dipasang oleh
baut pada sekeliling poros. Dengan adanya karet ban ini memungkinkan
poros tidak pada satu garis lurus. Kopling ini biasanya digunakan untuk
meneruskan gaya yang besar misalnya pada mesin aduk beton.
Kopling karet ban seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4. Kopling Karet Ban

 Kopling Flens Luwes


Kopling ini adalah kopling tetap yang menggunakan baut untuk
menghubungkan kedua poros dimana dilengkapi dengan bus karet atau
kulit sehingga memungkinkan poros tidak pada satu garis. Kopling ini
digunakan pada pabrik penggilas.
Kopling flens luwes seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.5. Kopling Flens Luwes

 Kopling Karet Bintang


Kopling ini juga hampir sama kerjanya dimana digunakan karet
sehingga memungkinkan poros ikut berputar tidak pada satu garis.
Kopling ini biasanya digunakan untuk penyambungan daya yang besar,
seperti pada turbin uap untuk menggerakkan generator. Kopling karet
bintang seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.6. Kopling Karet Bintang

 Kopling Rantai
Sesuai dengan namanya kopling ini menggunakan rantai untuk
menghubungkan kedua buah poros. Kopling rantai umumnya
digunakan untuk memindahkan momen yang besar. Kopling rantai
seperti pada mesin gilas dan turbin uap. seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.7. Kopling Rantai

 Kopling Gigi
Kopling ini pada bagaian sillinder dalam terdapat gigi-gigi yang
dihubungkan dengan silinder luar. Silinder luar ini dihubungkan
dengan menggunakan baut. Pada kopling ini terdapat tempat untuk
memasukkan minyak. Kopling ini digunakan pada mesin pengaduk
beton. Kopling gigi seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.8. Kopling Gigi

c. Kopling Universal
Salah satu jenis kopling universal yaitu kopling universal hook. Kopling ini
dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memindahkan putaran
walaupun poros tidak sejenis. Kopling ini digunakan pada mesin frais.
Kopling universal seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.9. Kopling Universal Hook

2.3.2. Kopling tidak tetap


Kopling tidak tetap adalah suatu elemen mesin yang menghubungkan
poros yang digerakkan dan poros penggerak dengan putaran yang sama dalam
meneruskan daya. Serta dapat melepaskan hubungan kedua poros tersebut baik
dalam keadaan diam maupun berputar.

Kopling tidak tetap dibagi atas :


a. Kopling Cakar
Kopling ini meneruskan momen dengan kontak positif (tidak dengan
perantaraan gesekan) hingga tidak dapat slip. Ada dua bentuk kopling cakar,
yaitu kopling cakar persegi dan kopling cakar spiral. Kopling cakar persegi
dapat meneruskan momen dalam dua arah putaran, tetapi tidak dapat
dihubungkan dalam keadaan berputar sebaliknya, kopling cakar spiral dapat
dihubungkan dalam keadaan berputar tetapi hanya baik untuk satu putaran
saja. Kopling cakar seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2.10. Kopling Cakar

b. Kopling Plat
Kopling ini meneruskan momen dengan perantaraan gesekan. Dengan
demikikan pembebanan yang berlebihan pada poros penggerak pada waktu
dihubungkan dapat dihindari. Selain itu, karena dapat terjadi slip maka
kopling ini sekaligus juga dapat berfungsi sebagai pembatas momen.
Menurut jumlah platnya, kopling ini dibagi atas kopling plat tunggal dan
kopling plat banyak, dan menurut cara pelayanannya dapat dibagi atas cara
manual, hidrolik dan magnetik. Kopling disebut kering bila plat-plat gesek
tersebut bekerja dalam keadaan kering dan disebut basah bila terendam atau
dilumasi dengan minyak. Kopling ini sering digunakan pada kendaraan
bermotor.
Gambar 2.11. Kopling Plat
c. Kopling Kerucut ( Cone Clutch )
Kopling ini menggunakan bidang gesek yang berbentuk kerucut. Kopling
ini mempunyai keuntungan dimana dengan gaya aksial yang kecil dapat
ditransmisikan momen yang besar. Kelemahannya adalah daya yang
diteruskan tidak seragam. Kopling kerucut sepeti terlihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.12. Kopling Kerucut

d. Kopling Friwil
Dalam permesinan sering diperlukan kopling yang dapat lepas dengan
sendirinya bila poros penggerak mulai berputar lebih lambat atau dalam
arah berlawanan arah dari poros yang digerakkan. Kopling friwil seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.13. Kopling Friwil

2.4. Bagian – Bagian Utama Kopling

Secara umum bagian-bagian utama dari sebuah kopling terdiri atas :


1. Roda Penerus ( flywheel )
Berupa sebuah piringan yang dihubungkan dengan poros penggerak (poros
engkol) pada salah satu sisinya. Flywheel ini akan berputar mengikuti
putaran dari poros penggerak.
2. Plat Penekan ( Pressure Plat )
Plat penekan berfungsi untuk menekan plat gesek kearah roda penerus pada
saat kopling terhubung.
3. Plat Gesek ( disc clutch )
Plat gesek ditempatkan diantara roda penerus dan plat penekan. Plat gesek
ini berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran dari roda penerus ke naaf
saat kopling terhubung.
4. Naaf
Naaf berfungsi untuk menghubungkan plat gesek dengan spline pada poros
yang digerakkan. Pada saat kopling terhubung maka daya dan putaran akan
diteruskan dari plat gesek ke poros yang digerakkan melalui naaf.
5. Spline
Spline adalah gigi luar yang terdapat pada permukaan poros yang
berpasangan dengan gigi dalam yang terdapat pada naaf. Spline berfungsi
untuk meneruskan momen puntir dari plat gesek ke poros melalui
perantaraan naaf.
6. Bantalan Pembebas ( Releasing Bearing )
Bantalan ini dapat digerakkan maju - mundur dengan menekan pedal
kopling. Fungsinya adalah untuk meneruskan tekanan pada pedal kopling ke
pegas matahari yang selanjutnya akan melepas hubungan kopling.
7. Pegas Matahari
Pegas matahari berfungsi untuk menarik plat penekan menjauhi flywheel,
yang dengan demikian membebaskan plat gesek dan membuat kopling
menjadi tidak terhubung. Pegas matahari ini akan menjalankan fungsinya
saat pedal kopling ditekan.
8. Penutup ( Cover )
Penutup pada kopling ikut berputar bersama roda penerus. Fungsi penutup
ini adalah sebagai tempat dudukan berbagai elemen yang membentuk
kopling serta sebagai penahan bantalan pembebas.

2.5. Cara Kerja Kopling

Cara kerja kopling plat tunggal ini dapat ditinjau dari dua keadaaan, yaitu :

1. Kopling Dalam Keadaan Terhubung ( Pedal Kopling Tidak Ditekan )


Poros penggerak yang berhubungan dengan motor meneruskan daya
dan putaran ke flywheel melalui baut pengikat. Daya dan putaran ini
diteruskan ke plat gesek yang ditekan oleh plat penekan karena adanya
tekanan dari pegas matahari. Akibat putaran dari plat gesek, poros yang
digerakkan ikut berputar dengan perantaraan spline dan naaf.

2. Kopling Dalam Keadaan Tidak Terhubung ( Pedal Kopling Ditekan )


Bantalan pembebas menekan pegas matahari sehingga gaya yang
dikerjakannya pada plat penekan menjadi berlawanan arah. Hal ini
menyebabkan plat penekan tertarik ke arak luar sehingga plat gesek berada
dalam keadaan bebas diantara plat penekan dan flywheel. Pada saat ini tidak
terjadi transmisi daya dan putaran.
BAB 3
PERENCANAAN POROS

3.1. Pengertian Poros

Komponen ini merupakan yang terpenting dari beberapa elemen mesin


yang biasa dihubungkan dengan putaran dan daya. Poros merupakan komponen
stasioner yang berputar, biasanya yang berpenampang bulat yang akan mengalami
beban puntir dan lentur atau gabungannya.
Kadang poros ini dapat mengalami tegangan tarik, kelelahan, tumbukan
atau pengaruh konsentrasi tegangan yang akan terjadi pada diameter poros yang
terkecil atau pada poros yang terpasang alur pasak, hal ini biasanya dilakukan
pada penyambungan atau penghubungan antar komponen agar tidak terjadi
pergeseran.

Gambar 3. Poros

3.2. Perhitungan Poros

Pada perencanaan ini poros memindahkan Daya (N) sebesar 109 PS dan
Putaran (n) sebesar 6000 rpm. Jika daya di berikan dalam daya kuda (PS) maka
harus dikalikan 0,735 untuk mendapatkan daya dalam (kW).
Daya (N) = 109 PS
Putaran (n) = 6000 rpm
Dimana :
1 Ps = 0,735 kW
P = 109 x 0,735 kW
P = 80,115 kW
Jika P adalah daya nominal output dari motor penggerak, maka faktor keamanan
dapat diambil dalam perencanaan. Jika faktor koreksi adalah fc (Tabel 1) maka
daya rencana Pd (kW) sebagai berikut:

Pd  fc  P (kW )

Dimana : Pd = Daya rencana


fc = faktor koreksi
P = Daya

Tabel 1. Faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan (fc)


Daya yang di transmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2
Daya normal 1,0 - 1,5
Sumber : lit. 1 hal 7, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Faktor koreksi (fc) daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2. diambil fc = 1,2
Maka daya rencana Pd adalah :
Pd  fc  P

 1,2  80,115

 96,14 kW

Jika momen puntir (torsi) adalah T (kg.mm), maka torsi untuk daya maksimum :
Pd
T  9,74 x10 5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( Lit 1, hal 7 )
n
96,14
T  9,74 x10 5 
6000

T  15606,69 kg  mm
Tabel 2. Standart bahan poros
Standard dan Perlakuan Kekuatan tarik
Lambang Keterangan
macam panas (kg/mm2)
S30C Penormalan 48
S35C “ 52
Baja karbon
S40C “ 55
konstruksi mesin
S45C “ 58
(JIS G 4501)
S50C “ 62
S55C “ 66
Ditarik dingin,
S35C-D - 53 digerinda,
Batang baja yang
difinis dingin
S45C-D - 60 dibubut, atau
S55C-D - 72 gabungan antara
hal-hal tersebut
Sumber : lit. 1 hal 3, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

B
Tegangan geser yang di izinkan  a 
sf 1  sf 2

dimana :
 a = tegangan geser yang diizinkan poros (kg/mm²)

 B = kekuatan tarik bahan poros (kg/mm²)


sf 1 = faktor keamanan akibat pengaruh massa untuk bahan S-C

(baja karbon) diambil 6,0 sesuai dengan standart ASME (lit 1 hal 8)

sf 2 = faktor keamanan akibat pengaruh bentuk poros atau daya

spline
pada poros, harga sebesar 1,3 - 3,0 maka di ambil 1,5 ( lit 1 hal 8 )

Bahan poros di pilih baja karbon konstruksi mesin S45C dengan


kekuatan tarik  B  58 kg / mm 2
maka :
B
a 
sf 1  sf 2
58
=
6,0  1,5

= 6,04 kg / mm 2
Pertimbangan untuk momen diameter poros :
1/ 3
 5,1 
d s    K t  Cb  T  ..................... ( Lit 1, hal 8 )
 a 

dimana :
ds = diameter poros (mm)
 a = tegangan geser yang diizinkan poros (kg/mm²)

T = momen torsi rencana (kg.mm)


C b = faktor keamanan terhadap beban lentur harganya 1,2 - 2,3

(diambil 1,2).
K t = faktor bila terjadi kejutan dan tumbukan besar atau kasar 1,5 –

3,0 (diambil 1,5)

maka :
1/ 3
 5,1 
ds    1,5  1,2  15606,69
 6,04 
 28,64 mm  30 mm ( sesuai dengan tabel 3.)

Tabel 3. Diameter poros


4,5 *11,2 28 40 55 70 (105)
12 30 56 71 110
*31,5 42 75
5 *12,5 32 60 80 *112
45 85 120
35 63
*5,6 14 *35,5 48 90 125
(15) 50 95 130
6 16 38 65 100
Sumber : lit. 1 hal 9, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Keterangan : 1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih


dari bilangan standar.
2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana
akan dipasang bantalan gelinding.
Pada diameter poros di atas 30 mm, maka tegangan geser yang terjadi pada poros
adalah :
5,1  T
 ......................... ( Lit 1, hal 7 )
d s3

dimana :
 = tegangan geser (kg/mm2)
T = momen torsi rencana (kg.mm)
ds = diameter poros (mm)

maka :
5,1  15606,69
 
30 3

79594,119

27000

 2,95 kg / mm 2

Berdasarkan perhitungan di atas maka poros tersebut aman di pakai karena


tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan yaitu :
2,95 < 6,04 kg/mm2 ( aman ).

Gaya tangensial :
T
F ......................... ( Lit 1, hal 25 )
 d s / 2
dimana :
F = gaya tangensial (kg)
T = momen torsi rencana (kg.mm)
ds = diameter poros (mm)
maka :
15606,69
F
 30 / 2
 1040,446 kg
Pada diameter poros di atas 30 mm, maka ukuran-ukuran penampang pasak dapat
ditentukan :
lebar pasak (b)  10 mm
Tinggi pasak ( h)  8 mm
Panjang pasak (l) berkisar 22-110 mm, maka pada perencanaan diambil 28 mm.
Kedalaman alur pasak poros (t1 )  5 mm
Kedalaman alur pasak naaf (t 2 )  3,3 mm

Bahan pasak di pilih baja karbon konstruksi mesin S50C dengan kekuatan tarik

 B  62 kg / mm 2 .

Tekanan permukaan pasak yang diizinkan ( Pa )  8 kg / mm 2

Tegangan geser pasak yang diizinkan :


B
 ka 
sf k1  sf k 2

dimana :
 ka = tegangan geser pasak yang diizinkan (kg/mm²)

 B = kekuatan tarik bahan pasak (kg/mm²)


sf k 1 = faktor keamanan akibat pengaruh massa untuk bahan S-C
(baja karbon) diambil 6,0 sesuai dengan standart ASME (lit 1 hal 25)

sf k 2 = faktor keamanan akibat pengaruh bentuk poros atau daya


spline
pada poros, harga sebesar 1,5 - 3,0 maka di ambil 1,5 (lit 1 hal 25)
maka :
B
 ka 
sf k1  sf k 2
62
=  6,89 kg / mm 2
6,0 1,5

b / d s  10 / 30  0,33, 0,25  0,33  0,35, baik

l / d s  28 / 30  0,93, 0,75  0,93  1,5, baik


Diagram aliran poros

S TAR T a

12. Pasak : b = 10 mm x h = 8 mm
1. Daya yang ditransmisikan : P =
80,115 kW Kedalaman alur pasak poros : t1 =
Putaran poros : n1 = 6000 rpm 5 mm
Kedalaman alur pasak naaf : t2 =
3,3 mm
2. Faktor koreksi : fc = 1,2
13. Bahan pasak S50C, baja
karbon
kekuatan tarik : σB = 62
3. Daya rencana : Pd = 96,14 kW
kg/mm2
Faktor keamanan Sfk1 = 6, Sfk2
= 1,5
4. Momen puntir rencana : T = 15606,69 kg.mm 14. Tekanan permukaan pasak
yang diizinkan : Pa = 8 kg/mm2
Tegangan geser pasak yang
diizinkan : τka = 6,89 kg/mm2
5. Bahan poros S45C, baja
karbon
kekuatan tarik : σB = 58
kg/mm2 15. Panjang pasak : l = 28 mm
Faktor keamanan Sf1 = 6, Sf2
= 1,6
6. Tegangan geser yang diizinkan : τa = 6,04 kg/mm2

16. 0,25-0,35
> 0,75-1,5
7. Faktor koreksi untuk
momen puntir Kt = 1,5
Faktor lenturan : Cb =
1,2

8. Diameter poros : ds = 30 mm

17. Ukuran pasak :


9. Tegangan geser : τ = 2,95 kg/mm2 b = 10 mm x h = 8 mm
Panjang pasak : l = 28 mm
Bahan pasak S50C, baja karbon

10.
<
STOP

11. Gaya Tangensial : F = 1040,446 kg


END

a
BAB 4
PERENCANAAN SPLINE DAN NAAF

4.1. Pengertian Spline

Pada dasarnya fungsi spline adalah sama dengan pasak, yaitu


meneruskan daya dan putaran dari poros ke komponen-komponen lain yang
terhubung dengannya, ataupun sebaliknya. Perbedaannya adalah spline menyatu
atau menjadi bagian dari poros sedangkan pasak merupakan komponen yang
terpisah dari poros dan memerlukan alur pada poros untuk pemasangannya.
Selain itu jumlah spline pada suatu konstruksi telah tertentu (berdasarkan
standar SAE), sedangkan jumlah pasak ditentukan sendiri oleh perancangnya. Hal
ini menyebabkan pemakaian spline lebih menguntungkan dilihat dari segi
penggunaannya karena sambungannya lebih kuat dan beban puntirnya merata
diseluruh bagian poros dibandingkan dengan pasak yang menimbulkan
konsentrasi tegangan pada daerah dimana pasak dipasang.

Gambar 4.1. Spline

4.1.1. Pemilihan spline

Pada perhitungan ini telah diperoleh ukuran diameter porosnya ( d s )


sebesar (30 mm) bahan yang digunakan yaitu S45C dengan kekuatan tarik 58
kg/mm2, untuk spline pada kendaraan dapat diambil menurut DIN 5462 sampai
5464.
Diameter maksimum ( diambil d s = 30 mm ).
Dimana :
d s  0,81  d 2

ds
d2 
0,81
30
d2 
0,81
 37,04 mm  38 mm

Maka dari hasil di atas diambil DIN 5463 untuk beban menengah. Seperti yang
terdapat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. DIN 5462 – DIN 5464


Diameter Ringan DIN 5462 Menengah DIN 5463 Berat DIN 5464
dalam Banyaknya Baji Banyaknya Baji Banyaknya Baji
d1 (mm) (I) d2 (mm) b (mm) (I) d2 (mm) b (mm) (I) d2 (mm) b (mm)
11 - - - 6 14 3 - - -
13 - - - 6 16 3,5 - - -
16 - - - 6 20 4 10 20 2,5
18 - - - 6 22 5 10 23 3
21 - - - 6 25 5 10 26 3
23 6 26 6 6 28 6 10 29 4
26 6 30 6 6 32 6 10 32 4
28 6 32 7 6 34 7 10 35 4
32 8 36 6 8 38 6 10 40 5
36 8 40 7 8 42 7 10 45 5
42 8 46 8 8 48 8 10 52 6
46 8 50 9 8 54 9 10 56 7

Spline yang direncanakan atau ketentuan ukurannya (dari tabel 4) antara lain :
Jumlah ( i ) = 8 buah
Lebar ( b ) = 6 mm
Diameter luar ( d2 ) = 38 mm

4.1.2. Perhitungan spline

Ukuran spline untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam


standar SAE dan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi spline untuk berbagai kondisi operasi ( standar SAE )
To slide when not To slide when under
No. of All fits Permanent fits
under load load
Spline
w H D H d H d
4 0,241 D 0,075 D 0,850 D 0,125 D 0,750 D - -

6 0,250 D 0,050 D 0,900 D 0,075 D 0,850 D 0,100 D 0,800 D

10 0,156 D 0,045 D 0,910 D 0,070 D 0,860 D 0,095 D 0,810 D


(sumber: Mechanical hand book, halaman 15)

Pada kopling ini, jenis spline yang direncanakan adalah spline dengan
jumlah 8 (sepuluh) buah pada kondisi meluncur saat dibebani (to slide when under
load). Oleh karena pada tabel di atas jumlah spline 8 buah tidak ada maka
dilakukan interpulasi untuk menentukan tinggi spline (H) dan jarak antar spline
(w).

Tinggi spline ( H ) :
 86 
H  0,100 D     0,095 D  0,100 D  
10  6 
 0,0975 D

maka :
H  0,0975  D

 0,0975  38  3,705 mm

Jarak antar spline ( w ) :


 86 
w  0,250 D     0,156 D  0,250 D  
10  6 
 0,203D

maka :
w  0,203  D

 0,203  38  7,71 mm

sedangkan panjang spline diperoleh dari :


D 3 (38) 3
L 2
  60,97 mm
ds (30) 2

dan jari - jari rata - rata spline adalah :

D  d s 38  30
rm    17 mm
4 4

Besar gaya yang bekerja pada Spline :

T
F
rm

dimana :
F = gaya yang bekerja pada spline (kg)
T = momen puntir yang bekerja pada poros sebesar 15606,69
kg.mm
rm = jari - jari spline (mm)

maka :
15606,69
F
17
 918,04 kg

Tegangan tumbuk pada spline adalah :

F
t 
iH L

dimana :
t = tegangan tumbuk (kg/mm2)
F = gaya yang bekerja pada spline (kg)
i = jumlah gigi spline
L = panjang spline (mm)
H = tinggi spline (mm)
maka :
918,04
t 
8  3,705  60,97

 0,51 kg / mm 2

Jika tegangan tumbuk yang bekerja (  t ) lebih kecil dari tegangan tumbuk izin (
 ti ) maka spline yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan tumbuk.

Tegangan tumbuk untuk bahan S45C-D yang diizinkan adalah:

 B 60
 ti    7,5 kg / mm 2
i 8

Dari hasil diatas diperoleh harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan
tegangan tumbuk kerjanya (  t   ti ), sehingga spline aman dari kegagalan
tegangan tumbuk.

Tegangan geser pada spline adalah :

F
g 
i  w L

dimana :  g = tegangan geser yang terjadi pada spline (kg/mm2)

F = gaya yang bekerja pada spline (kg)


i = jumlah gigi spline
w = jarak antar spline (mm)
L = panjang spline (mm)

maka :
918,04
g 
8  7,71  60,97

 0,244 kg / mm 2

Jika tegangan geser izin (  gi ) lebih besar dari tegangan geser kerjanya (  g ),
maka spline yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan geser. Tegangan
geser izin untuk bahan S45C-D adalah :
 gi  0,577   ti

 gi  0,577  7,5  4,33 kg / mm 2

Tegangan geser untuk bahan S45C-D jauh lebih besar dari tegangan geser
kerjanya (  gi   g ), sehingga spline aman dari tegangan geser.

4.2. Pengertian Naaf

Naaf adalah pasangan dari spline, di mana dimensinya adalah sama


antara keduanya. Kadang-kadang ukuran spline dan naaf disamakan dalam suatu
rancangan, namun dalam kondisi yang sebenarnya terdapat perbedaan ukuran
yang sangat kecil antara spline dan naaf. Walaupun perbedaannya adalah kecil
tetapi dapat menjadi sangat berpengaruh apabila mesin tersebut memerlukan
ketelitian yang tinggi atau bekerja pada putaran tinggi. Oleh karena pertimbangan
kemungkinan putaran mesin yang tinggi, maka ukuran naaf akan dihitung sendiri
berdasarkan pada ukuran spline sebelumnya.

Gambar 4.2. Naaf

Ukuran naaf untuk berbagai kondisi operasi telah ditetapkan dalam


standar SAE dimana adalah sama dengan ukuran untuk ukuran spline. Sesuai
dengan spesifikasi spline yang telah ditentukan pada perhitungan sebelumnya,
maka data untuk ukuran naaf adalah :

Tinggi naaf ( H ) :

H  0,0975  D
 0,0975  38  3,705 mm

Jarak antar naaf ( w ) :

w  0,203  D

 0,203  38  7,71 mm

sedangkan panjang naaf diperoleh dari :

D 3 (38) 3
L 2
  60,97 mm
ds (30) 2

dan jari - jari rata - rata naaf adalah :

D  d s 38  30
rm    17 mm
4 4

Besar gaya yang bekerja pada naaf :

T
F
rm

dimana :
F = gaya yang bekerja pada naaf (kg)
T = momen puntir yang bekerja pada poros sebesar 15606,69
kg.mm
rm = jari - jari naaf (mm)

maka :
15606,69
F
17
 918,04 kg

Tegangan tumbuk pada naaf adalah :

F
t 
iH L
dimana :
t = tegangan tumbuk (kg/mm2)
F = gaya yang bekerja pada naaf (kg)
i = jumlah gigi naaf
L = panjang naaf (mm)
H = tinggi naaf (mm)

maka :
918,04
t 
8  3,705  60,97

 0,51 kg / mm 2

Jika tegangan tumbuk yang bekerja (  t ) lebih kecil dari tegangan tumbuk izin (
 ti ) maka naaf yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan tumbuk.

Tegangan tumbuk untuk bahan S45C-D yang diizinkan adalah:

 B 60
 ti    7,5 kg / mm 2
i 8

Dari hasil diatas diperoleh harganya adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan
tegangan tumbuk kerjanya (  t   ti ), sehingga naaf aman dari kegagalan tegangan
tumbuk.

Tegangan geser pada naaf adalah :

F
g 
i  w L

dimana :  g = tegangan geser yang terjadi pada naaf (kg/mm2)

F = gaya yang bekerja pada naaf (kg)


i = jumlah gigi naaf
w = jarak antar naaf (mm)
L = panjang naaf (mm)
maka :
918,04
g 
8  7,71  60,97

 0,244 kg / mm 2

Jika tegangan geser izin (  gi ) lebih besar dari tegangan geser kerjanya (  g ),
maka naaf yang direncanakan adalah aman terhadap tegangan geser. Tegangan
geser izin untuk bahan S45C-DSadalah
T A R:T
 gi  0,577   ti
1. Diameter
 gi  0,577 7,5  4poros
,33 :kg
ds = 30 mm
/ mm 2

Tegangan geser untuk bahan S45C-D jauh lebih besar dari tegangan geser
2. Jumlah spline dan naaf : i = 8 buah,
kerjanya (  gi   g ), Lebar spline dan naaf : b = 6 mm,
sehingga naaf aman dari tegangan
Diameter luar : d2 = 38 mm
geser.

3. Tinggi : H = 0,0975 mm, jari-jari : rm = 17 mm

4. Gaya pada spline : F = 918,04


kg

5. Tegangan geser: τg = 0,244 kg/mm2

6. Tegangan tumbukan : σt = 0,51 kg/mm2

7. Kekuatan tarik bahan yang direncanakan = 60 kg/mm2

8. Tegangan geser yang


Diagram aliran spline dan naaf
diizinkan :τ = 4,33 kg/mm2
gi

9.
<

STOP

END
BAB 5
PERENCANAAN PLAT GESEK

5.1. Pengertian Plat Gesek


Plat gesek ialah suatu komponen mesin yang berfungsi untuk
meneruskan daya dan putaran poros penggerak dengan poros yang digerakkan
akibat terjadinya gesekan pada plat, sekaligus juga sebagai penahan dan
penghindar dari adanya pembebanan yang berlebihan.

Gambar 5. Plat Gesek

5.2. Perhitungan Plat Gesek

Pada perencanaan ini bahan yang digunakan ialah besi cor dan asbes.
Dengan asumsi material sangat baik untuk menghantar panas serta tahan pada
temperatur tinggi yaitu sampai sekitar 200oC. Seperti yang terdapat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 6. Harga µ dan pa

Bahan Permukaan Kontak p a (kg/mm2)
Kering Dilumasi
Bahan cor dan besi cor 0,10 – 0,20 0,08 – 0,12 0,09 – 0,17
Besi cor dan perunggu 0,10 – 0,20 0,10 – 0,20 0,05 – 0,08
Besi cor dan asbes (ditenun) 0,35 – 0,65 - 0,007 – 0,07
Besi cor dan serat 0,05 – 0,10 0,05 – 0,10 0,005 – 0,03
Besi cor dan kayu - 0,10 – 0,35 0,02 – 0,03
Sumber : lit. 1 hal 63, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Dari tabel 6 koefisien gesek dan tekanan yang diizinkan untuk bahan besi cor dan
asbes pada kondisi kering adalah :
m = 0,35 – 0,65 diambil harga rata-ratanya = 0,4
Pa = 0,007 – 0,07 kg / mm, diambil harga rata-ratanya = 0,02 kg / mm
Momen puntir rencana T :

Dari perhitungan poros sebelumnya telah di dapat momen puntir rencana


yaitu sebesar T  15606,69 kg  mm .

Perbandingan diameter dalam bidang gesek  D1  dan diameter luar bidang gesek

 D2  > 0,5. Maka direncanakan perbandingan diameter D1 / D2  0,8

Gaya tekanan gesekan F :

Berdasarkan tabel 6 dari bahan Besi cor dan asbes (ditenun), harga
tekanan permukaan yang diizinkan pada bidang gesek Pa  0,02 kg / mm 2
maka :
 2
F
4
 D2  D12   Pa ..................... ( Lit 1, hal 62 )


3,14 2
4
 
1  0,8 2 D22  0,02

 0,00565 D 22

rm   D1  D2  / 4
  0,8  1 D2 / 4  0,45 D2

Berdasarkan tabel 6 dari bahan Besi cor dan asbes (ditenun), harga
koefisien gesekan kering ( 0,35 - 0,65 ) diambil   0,5
maka :
T    F  rm ..................... ( Lit 1, hal 62 )

15606,69  0,5  0,00565D22  0,45D2


15606,69  0,0012713 D 23  1271,3  10 6 D 23

15606,69
D2  3  3 12276166
1271,3  10 6

D2  230,63  231 mm

Maka diameter luar bidang gesek  D2  = 231 mm


Diameter dalam kopling :
D1  0,8  D2
 0,8  231  184,8  185 mm

Tabel 7. Momen puntir gesek statis kopling plat tunggal kering

Nomor Kopling 1,2 2,5 5 10 20 40 70 100


Momen gesek statis
1,2 2,5 5 10 20 40 70 100
(kg.m)
GD2 sisi rotor (kg.m2) 0,0013 0,0034 0,0089 0,0221 0,0882 0,2192 0,4124 1,1257
2 2
GD sisi stator (kg.m ) 0,0022 0,0052 0,0150 0,0322 0,1004 0,2315 0,5036 1,0852
Diameter lubang 15 20 25 30 40 50 60 70
Alur pasak 5x2 5x2 7x3 7x3 10 x 3,5 15 x 5 15 x 5 18 x 6
Sumber : lit. 1 hal 68, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

GD2 pada sisi rotor diambil berdasarkan diameter lubang = 30 dari tabel di atas.
maka :
 30  20 
GD 2  0,0882     0,2192  0,0882 
 40  20 
 0,0882   0,5  0,131

 0,1537 kg  m 2

Putaran relatif nr = 6000 rpm


Waktu penghubung rencana te = 0,3 s
Faktor keamanan kopling f = 2,1

Momen start :

Tl1  T  15606,69 kg  mm = 15,60669 kg  m

GD 2  n r
Ta   Tl1 .................... ( Lit 1, hal 67 )
375  t e

dimana :
Ta = momen start (kg.m)

GD 2 = efek total roda gaya terhadap poros kopling (kg.m2)


n r = kecepatan putaran relatif (rpm)
t e = waktu penghubungan rencana (s)

Tl1 = momen beban pada saat start (kg.m)

maka :
0,1537  6000
Ta   15,60669
375  0,3
 23,8 kg  m

Waktu penghubungan yang sesungguhnya :

GD 2  n r
t ae 
375   Ta  Tl1 
0,1537  6000

375   23,8  15,60669
 0,3 s

t ae  te

0,3 s  0,3 s , baik

Tabel 8. Laju keausan permukaan pelat gesek

Bahan Permukaan w = [cm3/(kg.m)]


Paduan tembaga sinter (3 - 6) x 10-7
Paduan sinter besi (4 - 8) x 10-7
Setengah logam (5 - 10) x 10-7
Damar cetak (6 - 12) x 10-7
Sumber : lit. 1 hal 72, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Tabel 9. Batas keausan rem dan kopling pelat tunggal kering

Nomor kopling / rem 1,2 2,5 5 10 20 40 70 100


Batas keausan
2,0 2,0 2,5 2,5 3,0 3,0 3,5 3,5
permukaan (mm)
Volume total pada batas
7,4 10,8 22,5 33,5 63,5 91,0 150 210
keausan (cm3)
Sumber : lit. 1 hal 72, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Bahan gesek paduan tembaga sinter


Berdasarkan tabel 8 dengan bahan paduan tembaga sinter maka : w  4  10 7
cm 3 / kg  m

Volume keausan yang diizinkan ( L3 ) :

Dengan mengambil nomor tipe kopling 30, maka dapat diambil volume
keausan yang diizinkan dari tabel 9 sebesar :

 30  20 
L3  63,5     91,0  63,5 
 40  20 
 63,5   0,5  27,5

 77,25 cm 3

Diagram aliran kopling plat gesek

START b a

1.Daya yang ditransmisikan : P = 80,115 8. Pemilihan tipe kopling


kW Nomor tipe kopling 30
Momen gesekan statis : Tso = 30 kg.m
Puratan poros : n1 = 6000 rpm

2. Momen puntir rencana : T = 15606,69 kg.mm


9. Waktu penghubungan sesungguhnya: tae = 0,3 s

3. Gaya tekanan gesekan : F = 0,00565 D22

>

6. 5.
Waktu penghubungan
GD2 pada porosrencana
kopling: t=e =0,1537
0,3 s
7. Momen
Faktor start : kopling
2keamanan Ta = 23,8: fkg.m
= 2,1
b kg/mm a
10.

4. Diameter dalam : D1 = 185 mm


Diameter luar : D2 = 231 mm
Jari - jari : rm = 0,45 D2 <

11. Bahan gesek paduan tembaga


sinter
Volume keausan
yang diizinkan : L3 = 77,25 cm3
Laju keausan permukaan :
w = 4x10-7 cm3/kg.m

12. Nomor kopling 30


Bahan gesek paduan tembaga sinter

STOP

END

BAB 6
PERENCANAAN PEGAS

6.1. Pengertian Pegas

Pegas merupakan elemen mesin yang berfungsi sebagai pelunak


tumbukan atau kejutan dan meredam getaran yang terjadi. Pegas yang
dimaksudkan disini adalah pegas kejut pada plat gesek. Pegas kejut ini berfungsi
untuk mengontrol gerakan dan menyimpan energi. Pegas kejut ini dibuat dari
kawat baja tarik keras yang dibentuk dingin atau kawat yang ditemper dengan
minyak.

Gambar 6. Pegas Kejut

6.2. Perhitungan Pegas

Momen puntir (torsi) adalah T  15606,69 kg  mm , jumlah pegas kejut


direncanakan 4 buah dan direncanakan diameter rata-rata pegas (D) = 12 mm,

D D
harga perbandingan berkisar antara 4 - 8. Dalam rancangan ini, harga
d d
diambil 4, sehingga diperoleh :

D
4
d
12
4  d 3
d

Beban maksimum Wl :

T   D / 2   Wl ..................... ( Lit 1, hal 72 )

maka :
T
Wl 
 D / 2
15606,69
  2601,12 kg
12 / 2
Gaya yang dialami setiap pegas :

Wl
Fp 
4
2601,12
  650,28 kg
4

Lendutan yang terjadi pada beban  o = (18 – 20) mm, diambil 20 mm

Indeks pegas :

c = D/d
c=4

Faktor tegangan :

4c  1 0,615
K  ..................... ( Lit 1, hal 316 )
4c  4 c
4  4  1 0,615
 
44  4 4
 1,4

Tegangan geser  g :

8  Fp  D
g 
 d3

dimana :
D = diameter rata - rata pegas (mm)
Fp = gaya yang dialami tiap pegas (kg)
d = diameter pegas (mm)

maka :

8  650,28  12
g 
3,14  33
 736,34 kg / mm 2
Tabel 10. Harga modulus geser G
Harga G
Bahan Lambang
( kg/mm2 )
Baja pegas SUP 8 x 103
Kawat baja keras SW 8 x 103
Kawat piano SWP 8 x 103
Kawat distemper dengan minyak --- 8 x 103
Kawat baja tahan karat SUS 7,5 x 103
(SUS 27, 32, 40)
Kawat kuningan BsW 4 x 103
Kawat perak nikel NSWS 4 x 103
Kawat perunggu fosfor PBW 4,5 x 103
Kawat tembaga berilium BeCuW 5 x 103
Sumber : lit. 1 hal 313, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Bahan pegas SUP4 ( Baja pegas ) dengan tegangan geser maksimum yang
diizinkan  a  65 kg / mm 2 , Modulus geser G  8000 kg / mm 2 (berdasarkan
tabel 10)

Tegangan rencana :

 d   a  0,8

 65  0,8  52 kg / mm 2

Kontruksi pegas :

Wl
k
o
2601,12
  130,06 kg / mm
20

Ledutan pegas  :

Gd4
k
8n  D 3
8000   3
4
130,06 
8n  12
3

8n  2,88

n  0,36 1

Maka :
1
  o   20
n
1
  20   20 mm
1 START
  20  18  20 , baik
1. Beban maksimum : Wl =
2601,12 kg
Lendutan : δ = 18 – 20 mm
Tarik atau tekan
Diameter rata-rata : D = 12 mm

2. Taksiran awal :
Indeks pegas : c = 4
Diameter kawat : d = 3 mm

3. Faktor tegangan : K = 1,4

4. Tegangan geser : τg = 736,34 kg/mm2

5. Bahan pegas SUP4 (Baja


pegas)
Tegangan geser maksimum yang
diizinkan : τa = 65 kg/mm2
Diagram aliran pegas
Modulus geser : G = 8000 kg/mm2
Tegangan rencana : τd = 52 kg/mm2

6.
>

<

7. Lendutan total : δ = 20 mm

8. Jumlah lilitan yang bekerja : n = 1

9. Konstanta pegas : k = 130,06 kg/mm

STOP

END
BAB 7
PERENCANAAN PAKU KELING

7.1. Pengertian Paku Keling

Paku keling merupakan alat penyambung tetap / mati. Dalam banyak


kasus penggunaannya, sambungan paku keling digantikan dengan sambungan las
karena sambungan paku keling memerlukan waktu lebih lama dari pada
sambungan las yang lebih sederhana. Pada sisi lain sambungan paku keling
terlihat jauh lebih aman dan mudah untuk dilakukan pengontrolan yang lebih baik
(dibunyikan dengan pukulan). Khususnya untuk sambungan logam ringan orang
lebih menyukai pengelingan, untuk menghindarkan penurunan kekuatan
disebabkan tingginya suhu seperti karena pengelasan (pengaruh dari struktur
penggelasan).
Paku keling yang dipasang pada plat gesek dan plat penghubung
berfungsi untuk meneruskan putaran plat gesek ke plat penghubung dan
selanjutnya ke poros.

Gambar 7. Paku Keling

7.2. Perhitungan Paku Keling

Jumlah paku keling dalam perencanaan ini sebanyak 24 buah. Diameter


paku keling d = (2,3 – 6) mm, diambil 5 mm.
Diameter kepala paku keling :

D  1,6  d

 1,6  5  8 mm

Lebar kepala paku keling :

K  0,6  d

 0,6  5  3 mm

Karena paku keling terletak di tengah-tengah kopling plat gesek, sehingga :


D1  D2
rm 
4
dimana :
rm = jarak paku keling dari sumbu poros (mm)
D1 = diameter dalam plat gesek (mm)
D2 = diameter luar plat gesek (mm)
maka :
185  231
rm 
4
 104 mm

Gaya yang bekerja pada paku keling :

T
F
rm
dimana :
F = gaya yang bekerja pada paku keling (kg)
T = momen puntir yang bekerja pada poros sebesar 15606,69
kg.mm
rm = jarak antara paku keling (mm)
maka :
15606,69
F 
104
 150,06 kg

Jadi seluruh paku keling mengalami gaya F = 150,06 kg

Sedangkan gaya yang berkerja pada masing-masing paku keling dapat di


asumsikan dengan persamaan berikut ini :

F
F' 
n

dimana :
F ' = gaya yang diterima setiap paku keling (kg)
F = gaya yang diterima seluruh paku keling (kg)
n = banyaknya paku keling yang direncanakan

maka :
150,06
F'  6,25 kg
24

Jadi setiap paku keling menerima gaya F’ = 6,25 kg

Bahan paku keling aluminium dengan tegangan tarik  b  37 kg / mm 2


faktor keamanan paku keling v   8  10 , diambil 8

Tegangan izin paku keling

b
i 
v
37
=  4,625 kg / mm 2
8

Luas penampang paku keling A :

3,14
A d2
4
3,14 2
  5  19,625 mm 2
4
Tegangan geser yang terjadi :

F'
g 
A
6,25
  0,318 kg / mm 2
19,625

Tegangan geser yang diizinkan :

 gi  0,8   i

 0,8  4,625  3,7 kg / mm 2

Maka paku keling aman terhadap tegangan geser yang terjadi.


dimana dapat dibuktikan :

 gi  g

3,7  0,318

Diagram aliran paku keling

S TAR T

1. Banyak paku keling : n =


24

2. Diameter paku keling : d = 5 mm

3. Gaya yang bekerja pada paku keling : F = 150,06 kg

4. Bahan paku keling


Aluminium

5. Faktor keamanan 9

6. Tegangan tarik : σb = 37
2
kg/mm
7. Luas penampang paku keling : A = 19,625 mm2

8. Tegangan geser yang terjadi : τg = 0,318 kg/mm2

9. Tegangan geser yang diizinkan : τgi = 3,7 kg/mm2

10. τ > τ
gi g

11. Bahan paku keling Aluminium


Diameter paku keling : d = 5 mm
Banyaknya paku keling : n = 24

STOP

END

BAB 8
PERENCANAAN BANTALAN

8.1. Pengertian Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros yang berbeban


sehingga putaran dan getaran bolak - balik dapat berputar secara halus, dan tahan
lama. Bantalan harus kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesinnya
berkerja dengan baik, jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi
seluruh sistem akan menurun atau tidak berkerja semestinya.
Gambar 8. Bantalan gelinding

Tabel 11. Bantalan Bola


Nomor Bantalan Ukuran luar (mm) Kapasitas Kapasitas
Dua sekat nominal nominal statis
Jenis Dua
tanpa d D B r dinamis spesifik Co
terbuka sekat
kontak spesifik C (kg) (kg)
6000 10 26 8 0,5 360 196
6001 6001ZZ 6001VV 12 28 8 0,5 400 229
6002 6002ZZ 6002VV 15 32 9 0,5 440 263
6003 6003ZZ 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 6004ZZ 6004VV 20 42 12 1 735 465
6005 6005ZZ 6005VV 25 47 12 1 790 530
6006 6006ZZ 6006VV 30 55 13 1,5 1030 740
6007 6007ZZ 6007VV 35 62 14 1,5 1250 915
6008 6008ZZ 6008VV 40 68 15 1,5 1310 1010
6009 6009ZZ 6009VV 45 75 16 1,5 1640 1320
6010 6010ZZ 6010VV 50 80 16 1,5 1710 1430
Sumber : lit. 1 hal 143, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

8.2. Perhitungan Bantalan

Pada perhitungan ini telah diperoleh ukuran diameter porosnya ( d s )


sebesar (30 mm). Berdasarkan dari tabel 11 di atas maka ukuran - ukuran dari
bantalan dapat ditentukan sebagai berikut :

Nomor bantalan 6006,


Diameter bantalan : D  55 mm
Lebar bantalan : B  13 mm
Kapasitas nominal dinamis spesifik : C  1030 kg
Kapasitas nominal statis spesifik : C o  740 kg
Fa
Untuk bantalan bola alur dalam  0,014 (direncanakan) dari tabel 12 di
Co
bawah ini :

Tabel 12. Faktor - faktor V, X, Y dan X0, Y0


Beban Beban Baris
Baris ganda
putar pd putar pd tunggal Baris Baris
Jenis bantalan cincin cincin e tunggal ganda
Fa / VFr > e Fa /VFr ≤ e Fa /VFr > e
dalam luar
V X Y X Y X Y X0 Y0 X0 Y0
Fa /C0 = 0,014 2,30 2,30 0,19
= 0,028 1,99 1,99 0,22
= 0,056 1,71 1,71 0,26
Bantalan = 0,084 1,55 1,55 0,28
bola alur = 0,11 1 1,2 0,56 1,45 1 0 0,56 1,45 0,30 0,6 0,5 0,6 0,5
dalam = 0,17 1,31 1,31 0,34
= 0,28 1,15 1,15 0,38
= 0,42 1,04 1,04 0,42
= 0,56 1,00 1,00 0,44
α = 20o 0,43 1,00 1,09 0,70 1,63 0,57 0,42 0,84
Bantalan = 25o 0,41 0,87 0,92 0,67 1,41 0,68 0,38 0,76
o
bola = 30 1 1,2 0,39 0,76 1 0,78 0,63 1,24 0,80 0,5 0,33 1 0,66
o
sudut = 35 0,37 0,66 0,66 0,60 1,07 0,95 0,29 0,58
= 40o 0,35 0,57 0,55 0,57 0,93 1,14 0,26 0,52
Sumber : lit. 1 hal 135, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Beban aksial bantalan Fa :


Fa  C o  0,014

 740  0,014  10,36 kg

Dari tabel di atas juga dapat diketahui harga beban radial Fr dengan
menggunakan persamaan :
Fa
e
v  Fr

dimana : v = beban putar pada cincin dalam


e = 0,19
Fa
maka : Fr 
ve
10,36
  54,53 kg
1  0,19

Dengan demikian beban ekivalen dinamis P dapat diketahui melalui persamaan


di bawah ini :

P  X  Fr  Y  Fa

dimana : P = beban ekivalen (kg)


Fr = beban radial (kg)
Fa = beban aksial (kg)
X ,Y = harga - harga baris tunggal yang terdapat dalam tabel 12 di atas

maka :
P  0,56  54,53  2,30  10,36

 54,37 kg

Jika C (kg) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P (kg) beban
ekivalen dinamis, maka faktor kecepatan f n bantalan adalah :
1/ 3
 33,3 
fn   
 n 
1/ 3
 33,3 
fn     0,177
 6000 

Faktor umur bantalan f h :


C
fh  fn 
P
1030
 0,177   3,35
54,37
Umur nominal dari bantalan Lh :
Lh  500   f h 
3

 500   3,35  18797,688 jam


3

S TAR T

1. Momen yang ditransmisikan : T = 15606,69


kg.mm
Putaran poros : n = 6000 rpm

2. Nomor nominal yang diasumsikan.


Kapasitas nominal dinamis
spesifik : C = 1030 kg
Kapasitas nominal statis spesifik :
Co = 740 kg

3. Cincin yang berputar dalam


∑ Fa / Co = 0,014, faktor e = 0,19
∑ Fa / V . ∑ Fr : faktor X = 0,56
faktor Y = 2,30
Diagram aliran bantalan gelinding
Beban ekivalen dinamis : P = 54,37 kg

4. faktor kecepatan : fn = 0,177


Faktor umur : fh = 3,35

5. Umur : Lh = 18797,688 jam

6. Lh atau Ln : Lha
<

7. Nomor nominal bantalan


Pasan, ketelitian, dan
umur bantalan

STOP

END
BAB 9
PERENCANAAN BAUT DAN MUR

9.1. Pengertian Baut dan Mur

Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting untuk
mencegah kecelakaan atau kerusakan pada mesin. Pemilihan baut dan mur sebagai
alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran yang
sesuai. Di dalam perencanaan kopling ini. Baut dan mur berfungsi sebagai
pengikat gear box, pengikat poros penggerak, pengikat penutup kopling. Untuk
menentukan ukuran baut dan mur, berbagai faktor harus diperhatikan seperti sifat
gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian, dan
lain - lain.
Gambar 9. Baut dan Mur

9.2. Perhitungan Baut dan Mur

Beban yang diterima baut merupakan beban yang diterima bantalan

W  P pada bantalan  54,37 kg

Faktor koreksi (fc) = 1,2

Maka beban rencana Wd :

Wd  fc  W

Wd  1,2  54,37

 65,244 kg

Bahan baut dipakai baja liat dengan kadar karbon 0,22 %


Kekuatan tarik :  B  42 kg / mm 2
Faktor keamanan : Sf 7 dengan tegangan yang di izinkan  a  6 kg / mm 2
(difinis tinggi).
Diameter inti yang diperlukan

4  Wd
d1 
  a

4  65,244
d1 
3,14  6

d 1  3,72 mm

Tabel 13. Ukuran standar ulir kasar metris


Jarak Tinggi Ulir dalam
Diameter Diameter Diameter
Ulir luar D efektif D2 dalam D1
bagi kaitan
Ulir luar
p H1
1 2 3 Diameter Diameter Diameter
luar d efektif d2 inti d1
M6 1 0,541 6,000 5,350 4,917
M7 1 0,541 7,000 6,350 5,917
M8 1,25 0,677 8,000 7,188 6,647
M9 1,25 0,677 9,000 8,188 7,647
M 10 1,5 0,812 10,000 9,026 8,376
M 11 1,5 0,812 11,000 10,026 9,376
M 12 1,75 0,947 12,000 10,863 10,106
M 14 2 1,083 14,000 12,701 11,835
M 16 2 1,083 16,000 14,701 13,835
M 18 2,5 1,353 18,000 16,376 15,294
M 20 2,5 1,353 20,000 18,376 17,294
M 22 2,5 1,353 22,000 20,376 19,294
M 24 3 1,624 24,000 22,051 20,752
M 27 3 1,624 27,000 25,051 23,752
M 30 3,5 1,894 30,000 27,727 26,211
M 33 3,5 1,894 33,000 30,727 29,211
M 36 4 2,165 36,000 34,402 31,670
M 39 4 2,165 39,000 36,402 34,670
Sumber : lit. 1 hal 290, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Dipilih ulir metris kasar diameter inti d 1  4,917 mm  3,72 mm dari tabel 13
di atas.

Maka pemilihan ulir standar ulir luar


diameter luar d 6 mm
diameter inti d 1  4,917 mm
jarak bagi p 1 mm

Tegangan geser yang diizinkan

 a  (0,5  0,75)   a  diambil 0,5


maka :
 a  0,5  6  3 kg / mm 2

dengan tekanan permukaan yang diizinkan q a  3 kg / mm 2


Diameter luar ulir dalam D6 mm
Diameter efektif ulir dalam D2  5,350 mm
Tinggi kaitan gigi dalam H 1  0,541 mm

Jumlah ulir mur yang diperlukan


Wd
z
  D2  H 1  q a
65,244
z
3,14  5,350  0,541  3
z  2,39 3

Tinggi mur
H  z p

H  3 1  3 mm

Jumlah ulir mur


H
z' 
p

3
z'  3
1

Tegangan geser akar ulir baut

Wd
b  (dimana k  0,84 )
  d1  k  p  z
65,244
b   1,68 kg / mm 2
3,14  4,917  0,84  1  3

Tegangan geser akar ulir mur

Wd
n  (dimana j  0,75 )
 D j pz
65,244
n   1,54 kg / mm 2
3,14  6  0,75  1  3
Tegangan geser akar ulir baut  b  dan tegangan geser akar ulir mur  n  lebih

kecil dari tegangan geser yang diizinkan  a  , maka baut dan mur yang
direncanakan aman terhadap tegangan geser.

Diagram aliran baut dan mur

START b a

1. Beban : W = 54,37 kg 9. Jumlah ulir mur yang diperlukan : z = 3

2. Faktor koreksi : fc = 10. Tinggi mur : H = 3 mm


1,2

3. Beban rencana : Wd =65,244 kg 11. Jumlah ulir mur : z’ = 3 mm

4. Bahan baut : baja liat 12. Tegangan geser akar


Kekuatan tarik : σB = 42 ulir baut : τb = 1,68 kg/mm2
kg/mm2 Tegangan geser akar
Faktor keamanan : Sf = 7 ulir mur : τn = 1,54 kg/mm2
Tegangan geser yang
diizinkan : τa = 6 kg/mm2

>
b
5. Diameter inti yang diperlukan : d1 = 4,917 mm
13. τb : τa
τn : τa
6. Pemilihan ulir standar
Diameter luar : d = 6 mm
Diameter inti : d1 = 4,917 mm
Jarak bagi : p = 1 mm ≤

7. Bahan mur : baja liat


14. Bahan baut : baja liat
Kekuatan tarik : σB = 42 kg/mm2 Bahan mur : baja liat
Diameter nominal ulir :
Tegangan geser yang diizinkan : τa = 3 kg/mm2
baut = M 6, mur = M 6
Tegangan permukaan yang Tinggi mur : H = 3 mm
diizinkan : qa = 3 kg/mm2

8. Diameter luar ulir dalam : D = 6 mm


Diameter efektif ulir dalam : D2 = 5,350 mm
Tinggi kaitan gigi dalam : H1 = 0,541 mm STOP

a END

BAB 10
KESIMPULAN

Dan dari hasil perhitungan rancangan Kopling untuk Toyota Vios


diperoleh data sebagai berikut :

1. Perhitungan Poros

Momen Torsi ( T ) = 15606,69 kg.mm


Bahan Poros = S45C
Diameter Poros = 30 mm

2. Perhitungan Spline Dan Naaf


Bahan spline dan naaf = S45C
Lebar spline ( b ) = 6 mm
Jumlah spline dan naaf ( i ) = 8
Diameter luar spline ( D ) = 38 mm
Jari - jari spline dan naaf ( rm ) = 17 mm
Tinggi spline dan naaf ( H ) = 3,705 mm
Panjang spline dan naaf ( L ) = 60,97 mm
Gaya bekerja pada spline dan naaf = 918,04 kg

3. Perhitungan Plat gesek

Diameter dalam ( D1 ) = 185 mm


Diameter luar ( D2 ) = 231 mm
Momen start ( Ta ) = 23,8 kg.m
Volume keausan izin ( L3 ) = 77,25 cm3

4. Perhitungan Pegas

Diameter pegas ( d ) = 3 mm
Diameter rata - rata pegas = 12 mm
Beban maksimum ( Wl ) = 2601,12 kg

5. Perhitungan Paku Keling

Diameter paku keling ( d ) = 5 mm


Diameter kepala paku keling ( D ) = 8 mm
Lebar kepala paku keling ( K ) = 3 mm
Bahan paku keling = Aluminium
Gaya bekerja pada paku keling ( F ) = 150,06 kg
Luas penampang paku keling ( A ) = 19,625 mm2

6. Perhitungan Bantalan

Diameter bantalan ( D ) = 55 mm
Lebar bantalan ( B ) = 13 mm
Beban ekivalen dinamis bantalan ( P ) = 54,37 kg
Umur nominal bantalan ( Lh ) = 18797,688 jam

7. Perhitungan Baut dan Mur

Diameter luar ( D ) = 6 mm
Diameter efektif ( D2 ) = 5,350 mm
Diameter dalam ( D1 ) = 4,917 mm
Diameter inti ( d1 ) = 4,917 mm
Jarak bagi ( p ) = 1 mm
Tinggi kaitan ( H1 ) = 0,541 mm
Tinggi mur ( H ) = 3 mm

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularso, Ir, MSME, Kiyokat Suga, Prof, Dasar Perencanaan dan


Pemilihan Elemen Mesin, cetakan V, Pradnya Paramita, Jakarta 1987.
2. Jac Stolk. Ir dan C. Kros. Ir, Elemen Mesin (Elemen Kontruksi
Bangunan Mesin), Erlangga, Jakarta 1993.
3. G. Takeshi Sato dan N Sugiarto H, Menggambar Mesin menurut
Standart ISO, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.
4. Allex Vallance, Ventor Levi Doughtie, Design of Machine
Members, third edition, Mc Graw - Hill Book Company Inc, New York, 1951.

Anda mungkin juga menyukai