Anda di halaman 1dari 3

matematisasi mungkin masih relatif baru bagi kita, namun ternyata proses matematisasi

sudah dibahas oleh Newton dalam karyanya yang berjudul “Mathematical Principles of Natural
Philosophy” yang diterbitkan pada tahun 1687. Newton menyebutkan bahwa langkah awal yang
dia lakukan adalah “menerjemahkan” fenomena pergerakan planet menjadi sejumlah sifat dan
kuantitas dari gaya. Penemuan (terkait fenomena tersebut) diterapkan pada sejumlah kasus
sehingga selanjtnya secara matematis bisa memperkirakan efeknya pada (contoh) kasus yang lebih
banyak, Newton menegaskan bahwa suatu cara matematis (dapat digunakan) untuk menghindari
pertanyaan tentang hakikat dan kualitas gaya (pada pergerakan planet) yang tidak dapat dipahami
ataupun ditentukan dengan hipotesis. Lalu apa sebenarnya yang disebut matematisasi?

Secara bahasa, kata matematisasi berasal dari mathematisation atau mathematization yang


merupakan kata benda dari kata kerja mathematise atau mathematize yang artinya adalah
mematematikakan. Jadi, arti sederhana dari matematisasi adalah suatu proses untuk
mematematikakan suatu fenomena. Mematematikakan bisa diartikan sebagai memodelkan suatu
fenomena secara matematis (dalam arti mencari matematika yang relevan terhadap suatu
fenomena) ataupun membangun suatu konsep matematika dari suatu fenomena. Lalu
bagaimanakah dengan proses matematisasi dalam Pendidikan Matematika Realistik (PMR)?

Menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994), matematisasi bukan sekedar suatu


kesatuan proses utuh dalam mencari maupun membangun matematika yang relevan dari suatu
fenomena atau konteks. Dalam pandangan Freudenthal, yang lebih penting dari matematisasi
dalam pembelajaran matematika adalah sebagai suatu proses peningkatan dan pengembangan ide
matematika secara bertahap, yang disebut level-raising. Suatu aktivitas pada suatu tahap akan
menajdi objek analisis pada tahap selanjutnya; suatu kegiatan operasional (operational matter)
pada suatu level akan berkembang menjadi bidang kajian (subject matter) pada level yang lebih
tinggi. Level-raising berkembang jika pembelajaran matematika memuat aktivitas yang berkaitan
dengan karakter matematika, yaitu:
1. Generalitas (generality)
Kemampuan generalisasi dapat dikembangkan dengan pembelajaran
matematika yang menekankan pada analogi, klasifikasi, dan struktur.
2. Kepastian (certainty)
Kepastian berkaitan dengan kegiatan refleksi (reflection), justifikasi
(justification), dan pembuktian (proving).
3. Ketepatan (exactness)
Ketepatan berkaitan dengan pemodelan (modelling), simbolisasi
(symbolizing), dan pendefinisian (defining).
4. Ringkas (brevity)
Matematika akan menjadi ringkas melalui simbolisasi (symbolizing) dan
skematisasi (schematizing).

Berkaitan dengan pandangan Freudenthal tentang level-raising, De Lange (1987)


mendefinisikan matematisasi sebagai pengorganisasian kegiatan dalam menemukan keteraturan
(regularities), hubungan (relations), dan struktur (structures) dengan menggunakan pengetahuan
dan keterampilan awal. Secara umum, matematisai dalam PMR melibatkan dua proses utama yaitu
generalisasi (generalizing) dan formalisasi (formalizing). Generalisasi berkaitan dengan pencairan
pola dan hubungan, sedangkan formalisasi melibatkan pemodelan, simbolisasi, skematisasi, dan
pendefinisian. De Lange membagi matematisasi menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan
matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal berkaitan dengan proses generalisasi (generalizing).
Proses matematisasi horizontal diawali dengan pengidentifikasian konsep matematika berdasarkan
keteraturan (regularities) dan hubungan (relations) yang ditemukan melalui visualisasi dan
skematisasi masalah. Proses matematisasi horizontal dapat dicapai melalui kegiatan-kegiatan
berikut:
1) Identifikasi matematika dalam suatu konteks umum
2) Skematisasi
3) Formulasi dan visualisai masalah dalam berbagai cara
4) Pencarian keteraturan dan hubungan
5) Transfer masalah nyata ke dalam model matematika
Matematisasi vertikal merupakan bentuk proses formalisasi (formalizing) dimana model
matematika yang diperoleh pada matematisasi horizontal menjadi landasan dalam pengembangan
konsep matematika yang lebih formal melalui proses matematisasi vertikal. Proses matematisasi
vertikal terjadi melalui serangkaian kegiatan sekaligus tahapan berikut:
1) Representasi dari suatu relasi ke dalam suatu rumus atau aturan
2) Pembuktian keteraturan
3) Penyesuaian dan pengembangan model matematika
4) Penggunaan model matematika yang bervariasi
5) Pengombinasian dan pengintegrasian model matematika
6) Perumusan suatu konsep matematika baru
7) Generalisasi

Proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal tidak bisa langsung dipisahkan
menjadi dua bagian besar secara berurutan yaitu proses matematisasi vertikal berlangsung setelah
seluruh proses matematisasi horizontal terjadi secara utuh. Namun kedua proses matematisasi
tersebut dapat terbentuk seperti anak tangga yang seringkali keduanya terjadi bergantian secara
bertahap.

Secara umum, proses awal dari matematisasi adalah penerjemahan masalah dunia nyata ke
dalam masalah matematika. Proses ini mencakup kegiatan sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah dunia nyata;


b. Merepresentasikan masalah dengan berbagai cara yang berbeda, termasuk mengorganisasi
masalah sesuai dengan konsep matematika yang relevan, serta merumuskan asumsi yang
tepat;
c. Mencari hungan antara “bahasa” masalah dengan simbol dan “bahasa” formal matematika
supaya masalah nyata bisa dipahami secara matematis;
d. Mencari keteraturan, hubungan, dan pola yang berkaitan dengan masalah;
e. Menerjemahkan masalah ke dalam bentuk matematika yaitu dalam bentuk model
matematika (De lange, 1987).

Setelah siswa berhasil menerjemahkan masalah dunia nyata de dalam bentuk matematika,
proses selanjutnya terjadi di dalam dunia matematika dimana siswa bisa menggunakan konsep dan
keterampilan matematika yang sudah mereka kuasai. Pada tahap ini, siswa melakukan serangkaian
proses sebagai berikut:
a. Menggunakan berbagai representasi matematis yang berbeda;
b. Menggunakan simbol, “bahasa”, dan proses matematika formal;
c. Melakukan penyesuaian dan pengembangan model matematika, mengombinasikan dan
menggabungkan berbagai model;
d. Argumentasi matematis;
e. Generalisasi.

Tahap terakhir yang dilakukan adalah melakukan refleksi proses dan hasil matematisasi.
Pada tahap ini, siswa melakukan intrepretasi dan validasi hasil, yang meliputi proses:

1) Memahami perluasan dan keterbatasan konsep matematika (dalam relevansinya terhadap


masalah dunia nyata);
2) Merefleksi argumen matematis serta menjelaskan hasil;
3) Mengomunikasikan proses dan hasil.1
Sumber: Wijaya, Ariyadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik; Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika


1
Wijaya, ardi, Pendidikan Matematika Realistik; Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika,
(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012).
realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun
1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri
Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa
matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali
ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat
sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah (Dolk, 2006). Karena itu, siswa
tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru.
Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti
kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai
dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk
menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik
digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini
digambarkan oleh de Lange (dalam Hadi, 2005) sebagai lingkaran yang tak berujung. Selanjutnya,
oleh Treffers (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi dibedakan menjadi dua, yaitu
matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.

Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata.
Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan
cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri. Sedangkan
matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal,
siswa mencoba menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal
sejenis secara langung tanpa bantuan konteks. Dalam istilah Freudenthal (dalam van den Heuvel-
Panhuisen, 1996) matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol,
sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu sendiri.
Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari masalah
kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal, sedangkan menghasilkan konsep,
prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.
digambarkan sebagai panah garis, sedangkan matematisasi vertikal sebagai panah blok.2

2
Hadi, Sutarto, Pendidikan Matematika Realistik. (Banjarmasin:Penerbit Tulip,2005).

Anda mungkin juga menyukai