Anda di halaman 1dari 9

PENDIDIKAN LITERASI ANAK DAN BERMAIN

Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah : Pendidikan Literasi PAUD


Dosen Pembimbing : Dr. EKO SETIAWAN S.pd.I,M.Pd

Disusun Oleh :
CHOMSAH YUNI SYARAH (21801014003)
SYAHIDAH AZZAHRO (21801014022)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan bersifat peka dan sensitif terhadap
rangsangan. Rangsangan tersebut berupa apa yang dilihat, didengar, dan dirasa. Anak usia
dini memiliki rentang usia perkembangan kecerdasan yang sangat luar biasa dibanding usia
selanjutnya. Pada masa ini anak berada di masa golden age, yang artinya masa emas 0-6
tahun yang mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Anak usia dini merupakan
kesempatan emas bagi anak untuk belajar. Pada hakikatnya, belajar harus berlangsung
sepanjang hayat, dan dilakukan sejak dini. Dalam hal inilah pentingnya pendidikan anak
usia dini untuk mengembangkan potensi anak. Salah satu potensi yang dimiliki anak adalah
pendidikan literasi.
Menurut Suyanto (2005:37), Literasi adalah perpaduan kemampuan membaca,
menulis, aritmatika, berbicara (dalam bahasa inggris), dan berkomunikasi lisan. Dalam
kemampuan literasi anak diberikan stimulasi untuk mengembangkan pada pendidikan anak
usia dini, karena itu literasi diperoleh anak sejak usia dini. Dunia anak usia dini adalah
bermain, dimana anak dapat membangun dan mengembangkan potensi kreativitasnya.
Di samping itu, dari berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan bermain
merupakan cara belajar anak-anak yang paling efektif. Hal ini di buktikan dengan ungkapan
“bermain sambil belajar”. Bermain menjadi prioritas utama dalam kegiatan pembelajaran
anak usia dini, melalui bermain seorang anak dapat belajar berbagai hal baru yang belum ia
ketahui sebelumnya. Selain itu bermain dapat pula menstimulasi berbagai perkembangan
anak seperti fisik motorik, kognitif, logika-matematika, bahasa, moral-agama, sosial
emosional dan seni. Dengan demikian, stimulasi perkembangan anak usia dini dilakukan
secara holistik-integratif yaitu upaya pengembangan anak usia dini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait secara stimulan,
sistematis dan terintegrasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi anak usia dini merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dalam
berbagai aspek dalam rentang kehidupan manusia. Menurut Jalaluddin (2015:56), bahwa
anak usia dini sejak dilahirkan telah membawa fitrah atau potensi keagamaan. Fitrah atau
potensi keagamaan itu baru berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan
latihan yang diberikan oleh orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada masa anak
usia dini merupakan masa-masa golden age, yang artinya masa emas 0-6 tahun yang
mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Anak usia dini memiliki kesempatan
emas bagi anak untuk belajar. Pada hakikatnya, belajar harus berlangsung sepanjang hayat,
dan dilakukan sejak dini. Dalam hal inilah pentingnya pendidikan anak usia dini untuk
mengembangkan potensi anak. Tujuan pendidikan anak menurut islam, dilakukan oleh
orang tua maupun guru yang dapat mengembangkan potensi anak agar anak memiliki
karakter sesuai dengan karakter anak yang ideal dalam QS. Luqman ayat 13 dan ayat 14
berikut ini:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, jangalah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik)kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu. (QS. Luqman:13-14)
Pada lembaga pendidikan anak usia dini, stimulasi aspek perkembangan anak antara
lain yaitu n ilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni
(Permendikbud, 2014). Selanjutnya stimulasi perkembangan anak usia dini dilakukan
secara holistik-integratif yaitu upaya pengembangan anak usia dini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait secara stimulan,
sistematis dan terintegrasi (peraturan presiden RI,2013). Pengembangan aspek
perkembangan anak usia dini dilakukan secara holistik-integratif yang meliputi enam aspek
perkembangan yang salah satu bahasa yang aspek indikator perkembangannya adalah
memahami bahasa, mengungkapkan bahasa dan keaksaran (literasi).
Dalam hal inilah pentingnya pendidikan anak usia dini untuk mengembangkan
potensi anak. Salah satu potensi yang dimiliki anak adalah pendidikan literasi. Menurut
Suyanto (2005:37), Literasi adalah perpaduan kemampuan membaca, menulis, aritmatika,
berbicara (dalam bahasa inggris), dan berkomunikasi lisan. Keterampilan literasi dipelajari
oleh anak usia dini secara alami dengan periode literasi awal pada usia lahir sampai dengan
enam tahun (Joyce, Weil, Calhoun, 2011). Dalam kemampuan literasi anak diberikan

3
stimulasi untuk mengembangkan pada pendidikan anak usia dini, karena itu literasi
diperoleh anak sejak usia dini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Aulina yang
mengemukakan bahwa melalui permainan dan penguasaan kosakata berpengaruh positif
terhadap kemampuan membaca permulaan anak usia 5-6 tahun (Aulina,2012). Beberapa
studi terdahulu tentang literasi anak diperoleh informasi bahwa anak usia dini (pra-sekolah)
telah memiliki potensi dan kemampuan literasi awal dan perolehan literasi awal anak usia
dini dapat dilakukan melalui pemberian stimulasi yang tepat sesuai dengan minat dan
karakteristik perkembangan anak secara maksimal.
Salah satu karakteristik anak usia dini adalah “bermain sambil belajar”. Bermain
menjadi prioritas utama dalam kegiatan pembelajaran anak usia dini, melalui bermain
seorang anak dapat belajar berbagai hal baru yang belum ia ketahui sebelumnya. Artinya
bermain sudah menjadi kebutuhan alamiah setiap anak yang harus dipenuhi. Apabila tidak
terpenuhi, maka akan dapat menganggu proses perkembangan anak itu sendiri.
Menurut Al-Ghazali, Bermain adalah suatu yang sangat penting bagi anak, sebab melarang
anak dari bermain dapat mematikan hatinya, mengganggu kecerdasannya dan merusak
irama hidupnya. Bermain bukanlah sesuatu yang buruk bahkan lewat bermain anak dapat
mengembangkan kepandaian, pengalaman, dan kecerdasannya. Pada jenjang pendidikan
anak usia dini, sarana utama dalam pengajaran adalah permainan (Mursi, 2010:14).
Nabi Muhammad Saw telah mencontohkan kepada umatnya cara bermain bersama
anak-anak ketika beliau bermain bersama Hasan dan Husain. Maka Nabi Muhammad Saw
kepada Hasan Husain. Maka Nabi Muhammad Saw menjawab “bagaimana aku tidak
mencintai mereka berdua, sedangkan mereka adalah dua wewanginan yang berasal dunia
yang aku cium” (HR.Thabari).
Suatu saat Nabi Muhammad Saw pernah mengajak Aisyah untuk lomba lari, Nabi
mendahuluinya kemudian Aisyah mendahuluinya. Pada waktu itu Aisyah berumur 15
tahun. Kemudian Nabi menutupinya dengan sorban agar Aisyah dapat melihat anak-anak
Habasyah bermain-main di masjid samapi Aisyah bosan. Kemudian Aisyah berkata,
“puaskanlah anak-anak yang suka bermain”.

Umar bin Khattab pernah melihat Hasan dan Husain digendong diatas punggung
Nabi Muhammad Saw, maka berkatakanlah Umar bin Khattab, “sebaik-baik kuda adalah
yang ada dibawah kamu berdua (Hasan dan Husain)”, dan Nabi Muhammad Saw
menjawab, “ sebaik-baiknya penunggang adalah mereka berdua” (HR. Abu Ya’la).

Kegiatan bermain bagi anak jika dilakukan dengan baik dan benar dapat
memberikan kemanfaatan bagi anak. Bermain bersama merupakan aktivitas bermain yang
sangat bermanfaat daripada bermain sendiri. Dari bermain bersama anak akan mendapatkan
sesuatu yang tidak akan mungkin didapat dari bermain sendiri, seperti tenggang rasa, tidak
egois, berpandangan positif dan tidak negatif, belajar menjadi seorang pemberi, pemurah
dan berperasaan terhadap orang lain, tolong-menolong, serta dapat mengekspresikan
kemampuan dan kebolehannya (Mursi,200:168).

4
Berdasarkan uraian tersebut, bermain bagi anak usia dini sangatlah penting. Sebab
melalui bermain anak mengalami proses pembelajaran. Bermain adalah serangkaian
kegiatan atau aktivitas anak untuk bersenang-senang. Apapun kegiatannya, selama itu
terdapat unsur kesenangan atau kebahagian bagi anak. Bermain merupakan suatu aktivitas
anak yang berkontribusi kepada semua aspek perkembangan melalui bermain, anak-anak
dapat menstimulasi inderanya, belajar bagaimana menggunakan otaknya,
mengkoordinasikan penglihatan dengan gerak meningkatkan kemampuan tubuhnya, dan
mendapatkan keterampilan baru, melalui bermain (berpura-pura) mereka mencoba untuk
bermain peran mengatasi permasalahan yang tidak nyaman memperoleh pengertian dari
pandangan orang lain, dan membangun gambaran dari dunia sosial. Anak akan
mengembangkan keterampilan, pemecahan masalah mengalami kegembiraan dan
berkreativitas dan menjadi cakap dalam berbahasa. Dengan demikian, bermain adalah
segala aspek perkembangan anak berpeluang melakukan aktifitas bermakna yang dapat
terstimulasi dengan baik.

Tahap-tahap Perkembangan Bermain

Tahap-tahap perkembangan bermain anak bisa didefinisikan melalui usia bermain


anak. Artinya tingkat usia anak sangat mempengaruhi tahapan perkembangan bermain
anak. Menurut Jean Piaget tahapan perkembangan bermain anak dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Sensori motor (sensory motor play ), tahap ini terjadi pada anak usia 0-2 tahun.
Pada tahap ini bermain anak lebih mengandalkan indera dan gerak-gerak tubuhnya.
Untuk itu, pada usia ini mainan yang tepat untuk anak ialah yang dapat merangsang
panca inderanya. Misalnya mainan yang berwarna cerah, memiliki banyak bentuk
dan tekstur, serta mainan yang tidak mudah tertelan anak.
2. Praoperasional (symbolic play), tahap ini terjadi pada anak usia 2-7 tahun. Pada
tahap ini anak sudah bisa bermain khayal dan pura-pura, banyak bertanya dan
mencoba hal-hal baru, dan memahami simbol-simbol tertentu. Adapun alat
permainan yang cocok untuk usia ini adalah yang mampu merangsang
perkembangan imajinasi anak seperti menggambar, balok atau lego dan puzzle.
Namun sifat permainan anak usia ini lebih sederhana dibanding operasional
konkret.
3. Operasional konktet (social play), tahap ini terjadi pada anak usia 7-11 tahun. Pada
tahap ini anak bermain sudah menggunakan nalar dan logika yang bersifat objektif
adapun alat permainan yang tepat untuk usia ini ialah yang mampu menstimulasi
cara berfikir anak. Melalui alat permainan yang di mainkan anak dapat
menggunakan nalar maupun logikanya dengan baik. Bentuk permainan yang bisa di
gunakan antara lain : dakon, puzzle, ular tangga, dam-daman dan monopoli.
4. Formal operasional (gane with rules and sport), terjadi pada anak usia 11 tahun ke
atas. Pada tahap ini anak bermain sudah menggunakan aturan-aturan yang sangat

5
ketat dan lebih mengarah padan game atau pertandingan yang menuntut adanya
menang dan kalah.

Jenis-jenis Permainan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Islam

Jenis permainan anak dianjurkan dalam Islam sesuai perkataan Nabi Muhammad
Saw yan g diriwayatkan oleh Al-Baihaqi:

Dari Hadist tersebut, bahwa semua permainan yang dianjurkan Rasulullah Saw
adalah permainan yang melatih fisik, seorang anak, dan melatih ketangkasan serta
keberanian. Dari Hadist tersebut, permainan yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw meliputi
seperti berenang dan memanah.

Adapun pula, jenis permainan yang dapat diberikan oleh orang tua dan guru kepada
anak yaitu seperti permainan olahraga, permainan otak, permainan sosial, permainan
keterampilan dan seni, permainan imajinasi, dan permainan kompetisi.

1. Permainan olahraga ditujukan untuk memperkuat otot tangan, kaki, dada, dan
lainnya. Misalnya seperti lari, bola tangan lompat karet, dan lainnya.
2. Permainan otak seperti permainan angka-angka, huruf-huruf, nama-nama, catur,
serta permainan yang dapat melatih konsentrasi otak anak.
3. Permainan sosial dilakukan dengan cara melibatkan seorang anak dengan anak
lainnya atau bermain bersama.
4. Permainan keterampilan dan seni misalnya membuat rumah-rumahan, membentuk
balok, meronce, merangkai bunga, dan lainnya.
5. Permainan imajinasi misalnya bermain bermain peran, menggambar pemandangan,
dan sebagainya. Sedangkan permainan kompetisi adalah permainan yang dilakukan
oleh satu kelompok untuk mengalahkan kelompok lain (Amini,2006:403).

Permainan Yang Dilarang Untuk Anak Usia Dini Dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, permainan yang dilarang dikarenakan memberi efek negatif terhadap
perkembangan anak baik perkembangan fisik dan psikisnya. Islam melarang sebagian dari
jenis permainan yang ada karena dianggap bertentangan dengan tujuan dan meyimpang dari
segi tata caranya, diantaranya yaitu :

a. Permainan yang sangat berbahaya tanpa darurat, seperti tinju dan lainnya.
b. Permainan yang menampakkan tubuh wanita yang tidak halal dilihat oleh laki-
laki yang bukan muhrimnya.
c. Permainan sihir yang sesungguhnya, ini termasuk tujuh yang merusak. Haram
bagi kita mengajarkannya atau menyebarkannya.
d. Permainan menipu orang demi memperoleh harta dengan kebathilan.

6
e. Permainan yang mengadu binatang dan menyakitinya, seperti adu ayam atau
adu kambing.
f. Permainan judi, ini teman setia Khamr sebagaimana tersebut didalam Kitab
Allah. Dia termasuk perbuatan kotor dari perbuatan syetan.
g. Permainan yang merendahkan kehormatan manusia atau menghinannya atau
menjadikan orang lain sebagai bahan tertawaan.
h. Berlebihan dalam bermain, sehingga menggangu pekerjaan orang lain. Karena
permainan itu termasuk Tahsiniyyat (kebutuhan pelengkap).

7
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

8
DAFTAR PUSTAKA

 Buku Bermain dan Permainan Anak Usia Dini, M. Fadillah, M..Pd.I.


Kencana, 2017.
 Buku Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori), Ahmad
Susanto;editor, Suryani, Uce Rahmawati.-cet.1-. Jakarta; Bumi Aksara,
2017.
 Buku Managemen Progam Pembiasaan Bagi Anak Usia Dini, Dr. Novan
Ardy Wiyani, M. Pd.I. Yogyakarta, 2018.
 Pengembangan Literasi Anak Melalui Permainan Dadu Literasi, La Hewi.
IAIN Kendari, Indonesia, 2020.
 Permainan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Islam, Khadijah & Lasma
Roha Sitompul, PIAUD: Universitas Islam Negeri Sumatra Utara,
Indonesia, 2020.

Anda mungkin juga menyukai