Anda di halaman 1dari 20

Perkembangan Bermain Anak Usia Dini

Makalah

Disusun Oleh :

Risa simahate
18010710512
Sunita aj
18010710516

Program Studi pendidikan anak usia dini

JURUSAN TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

TAKENGON ACEH TENGAH, ACEH

2020
Kata pengantar

Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Teori Pembelajaran Neurosains ini dengan baik. Kami menyadari bahwa terdapat
banyak kekurangan yang terdapat pada Makalah ini sebagai akibat dari
keterbatasan dari pengetahuan kami. Sehubungan dengan hal tersebut,kami akan
selalu membuka diri untuk menerima segala kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan
bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu
prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar.
Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
fisik, sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak. Dengan bermain anak dapat
mengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi
dengan baik. Pada dasarnya anak-anak gemar bermain, bergerak, bernyanyi dan
menari, baik dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bermain adalah kegiatan
untuk bersenang-senang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa
untuk bermain, tetapi mereka akan memperoleh kesenangan, kanikmatan,
informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi bersosialisasi Bermain memiliki
fungsi yang sangat luas, seperti untuk anak, untuk guru, orang tua dan fungsi
lainnya.bagi anak. Dengan bermain dapat mengembangkan fisik, motorik, sosial,
emosi, kognitif, daya cipta (kreativitas), bahasa, perilaku, ketajaman pengindraan,
melepaskan ketegangan, dan terapi bagi fisik, mental ataupun gangguan
perkembangan lainnya.
Konsep belajar dan bermain pada pendidikan anak usia dini (PAUD),
kelompok bermain (KB), Taman Kanak-Kanak (TK), dan Tempat Penitipan Anak
(TPA) telah dilaksanakan dengan baik. Guru dan orang tua telah memahami fungsi
bermain untuk perkembangan anak. Bermain memiliki fungsi yang sangat luas,
seperti untuk anak, untuk guru, orang tua dan fungsi lainnya.bagi anak. Dengan
bermain dapat mengembangkan fisik, motorik, sosial, emosi, kognitif, daya cipta
(kreativitas), bahasa, perilaku, ketajaman pengindraan, melepaskan ketegangan, dan
terapi bagi fisik, mental ataupun gangguan perkembangan lainnya. Fungsi bermain
bagi guru dan orangtua adalah agar guru dan orangtua dapat memahami karakter
anak, jalan pikiran anak, dapat intervensi, kolaborasi dan berkomunikasi dengan
ank. Fungsi lainnya adal
ah rekreasi, penyaluran energi, persiapan untuk hidup dan mekanisme
integrasi (penyatuan) dengan alam sekitar.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh bermain terhadap perkembangan anak?”.

C.      Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengkaji manfaat bermain dalam
proses perkembangan anak baik secara afektif, kognitif, psikomotor, sosial, emosi,
dan motorik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam berbagai literatur tentang anak terbatas pada usia atau umur. Ada
beberapa pendapat mengenai siapa yang disebut sebagai anak, yaitu Huck dkk
(dalam Martuti, 2009:2) menyatakan bahwa yang dikategorikan sebagai anak
adalah anak-anak usia 1 hingga kurang lebih 12 tahun. Tahapan usia anak itu sendiri
dibedakan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut: (1) Sebelum sekolah/masa
pertumbuhan (usia 1-2 tahun), (2) Prasekolah dan taman kanak-kanak (usia 3-5
tahun), (3) Masa awal sekolah (usia 6-7 tahun), (4) Elementer tengah (usia 8-9
tahun), (5) Elementer akhir (usia 10-12 tahun). Sedangkan menurut Piaget ( dalam
Robert V. Kail, 2010:171) membagi perkembangan intelektual anak ke dalam empat
tahapan dan tiap tahapan memiliki karekteristik berbeda. Keempat perkembangan
intelektual itu adalah:
1)     Tahap sensori-motor (usia 0-2 tahun)
2)     Tahap praoperasional (usia 2-6 tahun)
3)     Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun)
4)     Tahap operasional formal (usia 11-12 tahun ke atas)

Dalam batasan yang diberikan oleh The National Assosiation for The Education of
Young Children (NAEYC) dikatakan bahwa anak usia dini (early childhood) adalah
anak yang sejak dilahirkan sampai berusia delapan tahun (Bredekamp 1992:1)
Dengan pengertian ini NAEYC mengembangkan berbagai program yang sesuai
dengan tahap perkembangan anak sejak seorang anak itu dilahirkan sampai berusia
delapan tahun. Sebelum program tersebut dirancang, NAEYC terlebih dahulu
menerangkan berbagai praktek kegiatan yang tidak sesuai dengan tahap
perkembangan anak meskipun kegiatan tersebut sudah lama dilakukan di berbagai
negara yang ada di dunia. Dalam psikologi perkembangan dan berdasarkan riset
neurology, anak usia dini dikatakan sebagai anak yang berumur 0-8 tahun (Dedi
Supriadi 2003:1). Pertumbuhan dan perkembangannya diperhatikan dengan cara
memberi perlakuan yang baik berupa pendidikan usia prasekolah atau pendidikan
sekolah di kelas-kelas awal Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang sejak dilahirkan
sampai berusia dua enam tahun tahun (0-6 tahun) yang sedang mengalami proses
tumbuh dan berkembang baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal (Maimunah Hasan,
2012:15). Menurut Ermawan Susanto (2014:2), pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan usia dini yaitu
pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak usia lahir hingga usia 6 tahun.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini
yaitu suatu jenjang pendidikan guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan
anak pada usia 0-6 tahun.
Kemampuan terhebat dari manusia dalam menyerap berbagai pelajaran
berlangsung ketika manusia masih berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia, pada
umumnya seorang anak memulai mengikuti program pendidikan sejak menginjak
usia 2 tahun bahkan 4 tahun. Hal ini didukung oleh Gordon dan Jeanette (dalam
Martuti, 2009:17), bahwa penelitian membuktikan 50% kemampuan belajar
seseorang ditentukan pada empat tahun pertaman dan membentuk 30% yang
lainnya sebelum mencapai usia 8 tahun. Hasil studi di bidang neurologi
mengungkapkan bahwa ukuran otak anak pada usia 2 tahun telah mencapai 75%
dari ukuran otak ketika anak tersebut dewasa dan pada usia 5 tahun mencapai 90%
dari ukuran otak setelah ia dewasa, sehingga para psikologi menyebutkan masa ini
sebagai masa The golden age (Suyadi, 2014:3).
Pada usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitive
untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka
adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siapa
merespons stumulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa
untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik,
kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral,
dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai
dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat optimal.

B.     Hakekat Bermain
1.      Pengertian Bermain
Setiap anak di dunia ini memiliki hak untuk bermain. Bermain juga adalah
kegiatan pokok anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman yang membantu perkembangannya untuk menyiapkan diri dalam
kehidupan selanjutnya. Para ahli pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai
kegiatan yang memiliki nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media
untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain
merupakan jembatan bagi anak dari belajar informal menjadi formal. Dengan
bermain, anak dapat melakukan kegiatan sehingga semua aspek perkembangan
dapat berkembang secara maksimal.  Bermain bukan hanya menjadi kesenangan
saja, tetapi juga suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi. Menurut
Cony Semiawan (dalam Ismatul Khasanah dkk,2011:94) dalam kegiatan bermain,
seluruh tahapan perkembangan anak dapat berfungsi dan berkembang dengan baik
dan hasil dari perkembangan yang baik itu akan muncul dan terlihat pada saat si
anak menginjak masa remaja. Bermain, atau permainan sebagai aktivitas terkait
dengan keseluruhan diri anak, bukan hanya sebagian, namun melalui permainan
(pada saat anak bermain) anak akan terdorong mempraktekkan keterampilannya
yang mengarahkan perkembangan kognitif anak, perkembangan bahasa anak,
perkembangan psikomotorik, dan perkembangan fisik. Pengalaman bermain akan
mendorong anak untuk lebih kreatif. Mulai dari perkembangan emosi, kemudian
mengarah ke kreativitas bersosialisasi.
Menurut Moeslichatoen (dalam Simatupang, 2005), bermain merupakan
suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan
tuntutan perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap hidup.
Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang
ditimbulkannya, tanpa pertimbangan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela
dan tidak ada unsur paksaan atau takanan dari luar atau kewajiban. Piaget
menjelaskan bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk
kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim, kegiatan bermain adalah kegiatan yang
tidak memiliki peraturan kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan ada hasil akhir
yang dimaksudkan dalam realitas luar. (Hurlock, 1995; 320 dalam zulvia Trinova,
2012:210). Bermain diartikan sebagai suatu kegiatan atau tingkah laku yang
dilakukan anak secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan alat atau
untuk mencapai tujuan tertentu (Soegeng Santoso dalam Rani Yulianti, 2012: 7).
Dengan bermain anak-anak akan berusaha untuk memiliki keinginan dan mencapai
keinginannya. Melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat
ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan
bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-
hal baru. Bermain juga dikatakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi,
memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi yang lebih
mendominan pada belahan otak kiri anak usia dini (Anggani Sudono, 2000:5).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
kegiatan yang menyenangkan bagi anak tanpa paksaan guna mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, afektif, sosial emosional, moral, dan motorik.

2.      Fungsi dan Manfaat Bermain


Menurut Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo & Ellya Rakhmawati (2011:94-
95), bermain memiliki fungsi yang sangat luas bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, maupun
psikomotorik. Perkembangan secara fisik, seperti keterampilan motorik kasar,
menjadi lebih fleksibel dalam berlari, melompat, memanjat, berguling, berputar, dan
lain sebagainya. Keterampilan motorik halusnya meningkat, pada saat anak
menyentuh, meraba, memegang suatu benda (alat permainan), secara spontan hal
ini akan mengantarkan anak dalam kesiapan menggambar, mewarnai, memegang
pensil atau krayon, menyuap makanan sendiri, mengikat tali sepatu dan lain-lain.
Perkembangan kognitif, yaitu keterampilan anak dalam berfikir. Pada saat bermain
dengan teman sebaya, anak akan belajar membangun pengetahuannya sendiri dari
interaksi. Mereka dapat menyelesaikan masalah yang ditemukan pada saat bermain,
sehingga anak dapat terlatih untuk berfikir logik. Bermain penting untuk
Perkembangan bahasa anak. Pada saat anak bermain, ketika kemampuan
kognitifnya tumbuh dan berkembang, anak mulai berfikir secara simbolik melalui
pemerolehan dan penggunaan bahasa. Perkembangan psikologis yaitu pemahaman
diri, ketika anak tumbuh secara kognitif dan fisik, ia akan mulai menyadari
keberadaan dirinya. Dalam sosial emosional, yaitu kemampuan anak berbagi rasa,
secara psikologis anak telah melewati masa-masa sulit (bereaksi dengan menangis)
dan dapat menyampaikan pesan dan perasaannya, keinginannya, kemauannya
dengan tepat. Dengan bermain anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar,
baik teman sebaya, ataupun orang dewasa. Keterampilan sosial ini akan terus
bertambah ketika ia mulai berhubungan dengan lebih banyak orang lagi di
lingkungan yang lebih luas.
Ada 5 (lima) manfaat nyata dari bermain, yaitu manfaat motorik, afektif,
kognitif, spiritual, dan keseimbangan. Manfaat motorik adalah manfaat yang
berhubungan dengan nilainilai positif mainan yang terjadi pada fisik/jasmaniah
anak. Biasanya hal ini berhubungan dengan unsur-unsur kesehatan, keterampilan,
ketangkasan, maupun kemmpuan fisik tertentu. Manfaat afeksi yaitu manfaat
mainan yang berhubungan dengan perkembangan psikologis anak. Unsur-unsur
yang mencakup dalam kelompok ini, antara lain naluri/insting, perasaan, emosi,
sifat/karakter/ watak, maupun kepribadian seseorang. Manfaat kognitif adalah
mannfaat mainan untuk perkembangan kecerdasan anak. Biasanya, ini berhubungan
dengan kemampuan imajinasi, pembentukan nalar, logika, maupun pengetahuan-
pengetahuan sistematis (zulvia Trinova, 2012:211).

3.      Ciri-Ciri Bermain dan Karakteristik Bermain


Bermain memiliki ciri-ciri yang khas yang membedakannya dari kegiatan
lain. Kegiatan bermain pada anak-anak memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a)      Bermain selalu menyenangkan (pleasurable), menikmatkan atau menggem-
birakan (enjoyable).
b)     Bermain tidak bertujuan ekstrinsik, motivasi bermain adalah intrinsik dari diri
anak.
c)      Bermain bersifat spontan dan sukarela, bukan karena terpaksa.
d)     Bermain melibatkan peran aktif semua peserta sesuai peran dan gilirannya
masingmasing.
e)      Bermain bersifat fleksibel, anak dapat dengan bebas memilih dan beralih ke
kegiatan bermain apa saja yang mereka inginkan. Adakalanya anak berpindah-
pindah dari satu kegiatan bermain ke kegiatan bermain lainnya yang tidak terlalu
lama (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 6 – 8).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanna Miliar et al; Garvey; Rubin;
Fein; dan Vendenberg (dalam Rahardjo, 2007) mengungkapkan adanya beberapa
ciri kegiatan permainan, yaitu : a.) Dilakukan berdasarkan motivasi instrinstik,
maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri. b)
Perasaan dari orang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi
positif. c). Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktifitas
ke aktivitas lain. d). Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan
hasil akhirnya. e) Bebas memilih, cirri ini merupakan elemen yang sangat penting
bagi konsep bermain pada anak kecil f.) Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan
bermain mempunyai kerangka tertentu yang memisahkan dari kehidupan nyata
sehari-hari.
                Bermain pada masa anak- anak mempunyai karakteristik tertentu yang
membedakannya dari permainan orang dewasa. Menurut Hurlock (1995: 322- 326)
karakteristik permainan pada masa anak- anak adalah sebagai berikut:
a)      Bermain dipenguhi tradisi. Anak kecil menirukan permainan anak yang lebih besar,
yang menirukan dari generasi anak sebelumnya. Jadi dalam setiap kebudayaan, satu
generasi menurunkan bentuk permainan yang paling memuaskan kegenerasi
selanjutnya.
b)     Bermain mengikuti pola yang dapat diramalkan. Sejak masa bayi hingga masa
pematangan, beberapa permainan tertentu populer pada suatu tingkat usia dan
tidak pada usia lain, tanpa mempersoalkan lingkungan, bangsa, status sosial
ekonomi dan jenis kelamin. Kegiatan bermain ini sangat populer secara universal
dan dapat dirmalkan sehingga merupakan hal yang lazim untuk membagi masa
tahun kanak-kanak kedalam tahapan yang lebih spesifik. Berbagai macam
permainan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Misal, permainan balok kayu
dilaporkan melalui empat tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang,
menjelajah, membawa balok dan menumpuknya dalam bentuk tidak teratur; kedua,
membangun deretan dan menara; ketiga, mengambangakan teknik untuk
membangun rancanganyang lebih rumit; keempat, mendramatisir dan
menghasilkan bentuk yang sebenarnya.
c)      Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia. Ragam kegiatan
permainan yang dilakukan anak-anak secara bertahap berkurang dengan
bertambahnya usia. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah alasan. Anak yang
lebih besar kurang memiliki waktu untuk bermain dan mereka ingin menghabiskan
waktunya dengan cara menimbulkan kesenangan terbesar. Dengan meningkatnya
lingkungan perhatian, mereka dapat memusatkan perhatiannya pada kegiatan
bermain yang lebih panjang ketimbang melompat dari satu permainan kepermainan
lain seperti yang dilakukan seperti usia yang lebih muda. Anak-anak
meninggalkannya dengan alasan karena telah bosan atau menganggapnya kekanak-
kanakan.
d)     Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia. Dengan bertambahnya
jumlah hubungan sosial, kualitas permaianan anak-anak menjadi lebih sosial. Pada
saat anak-anak mencapai usia sekolah, kebanyakan mainan mereka adalah sosial,
seperti yang ada dalam kegiatan bermain kerja sama, tetapi hal ini dilakukan apabila
mereka telah memiliki kelompok dan bersamaan dengan itu, timbul kesempatan
untuk belajar berteman dengan cara sosial.
e)      Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia. Pada fase prasekolah,
anak menganggap semua anggota kelompok sebagai teman bermain, setelah
menjadi anggota gang, semua beruabah. Mereka ingin bermain dengan kelompok
kecilnya itu dimana anggotanya memiliki perhatian yang sama dan permianannya
menimbulkan kepuasan tertentu bagi mereka.
f)       Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin. Anak laki-laki tidak saja
menghindari teman bermain perempuan pada saat mereka masuk sekolah, tetapi
juga menjauhkan diri dari semua kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan jenis
kelaminnya.
g)      Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal.
Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka bermain kapan saja
dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa memperhattikan tempat dan
waktu. Mereka tidak membutuhkan peralatan atau pakaian khusus untuk bermain.
Secara bertahap menjadi semakin formal.
h)     Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia. Perhatian anak dalam
permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber awal. Anak-anak
tidak saja menarik diri untuk bermain aktif, tetapi juga menghabiskan sedikit
waktunya untuk membaca, bermain dirumah atau menonton televisi. Kebanyakan
waktunya dihabiskan dengan melamun - suatu bentuk bermain yang tidak
membutuhkan tenaga banyak.
i)       Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak. Jenis permainan, variasi kegiatan
bermain, dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain secara keseluruhan
merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan sosial anak.
j)       Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak. Walau semua anak melalui
tahapan bermain yang serupa dan dapat diramalkan, tidak semua anak bermaian
dengan cara yang sama pada usia yang sama. Variasi permainan anak dapat
ditelusuri pada sejumlah faktor.

C.      Hakekat Perkambangan Anak


Anak adalah individu yang unik, yang mengalami tumbuh kembang serta
mempunyai kebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual yang harus dipenuhi
(Adang Suherman, 2000). Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang
progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati atau perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme
menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yan berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis (Syamsu
Yusuf, 2004: 15). Menurut Endang Rini Sukamti (2007: 2), perkembangan adalah
proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ tubuh
ke arah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi. Makin terorganisasi
artinya organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai dengan kemauan, dan
makin terspesialisasi artinya organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa, perkembangan anak
adalah suatu individu unik yang mengalami perubahan berkesinambungan dimulai
dari lahir hingga usia dewasa dengan perubahan pada fisik dan psikis serta
berkebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual.
Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif.
Perkembangan bisa terjadi dalam bentuk perubahan kuantitatif, perubahan
kualitatif, atau kedua-duanya secara serempak. Perubahan kuantitatif adalah
perubahan yang bisa diukur atau dihitung. Sedangkan perubahan dalam bentuk
semakin baik, semakin teratur, semakin lancar, dan sebagainya yang pada dasarnya
merupakan perubahan yang tidak bisa atau sukar diatur. Menurut Syamsu Yusuf
(2004: 17-20), prinsip-prinsip perkembangan antara lain sebagai berikut:
1)     Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti; manusia secara
terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau
belajar sepanjang hidupnya yakni sejak masa konsepsi sampai mencapai
kematangan atau masa tua.
2)     Semua aspek perkembangan saling berpengaruh; setiap aspek perkembangan
individu, baik fisik, emosi, intelegensi, maupun sosial saling berpengaruh. Sebagai
contoh, jika seorang anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan fisiknya (sakit-
sakitan), maka anak akan mengalami kemandegan dalam perkembangan apek
lainnya, seperti kurang berkembangnya kecerdasan dan kelabilan emosional.
3)     Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu; setiap tahap perkembangan
merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang  merupakan prasyarat
bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak
harus dapat berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan prasyarat bagi
perkembangan selanjutnya, yakni berlari dan meloncat.
4)     Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan; perkembangan fisik dan mental
mencapai kematangan pada waktu yang berbeda (ada cepat dan lambat), misalnya
otak mencapai bentuk ukuran yang sempurna pada usia 6-8 tahun.
5)     Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas; contohnya, (1) anak memusatkan
untuk mengenal lingkungan, menguasai gerak-gerik, dan belajar bicara sampai usia
2 tahun, (2) pada usia 3-6 tahun perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia
sosial (belajar bergaul dengan orang lain).
6)     Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan; artinya
dalam menjalani hidup yang normal dan berusia panjang, individu akan mengalami
fase-fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan tua.
Alasan memahami perkembangan anak adalah hal yang penting yaitu:
1)     Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan
dalam banyak aspek perkembangan.
2)     Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan
berikutnya.
3)     Pengetahuan tentang perkembangan anak dapat membantu anak mengembangkan
diri, dan memecahkan masalah yang dihadapi anak.
4)     Melalui pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak, dapat diantisipasi tentang berbagai upaya untuk memfasilitasi perkembangan
tersebut, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, serta dapat
mengantisipasi berbagai kendala atau faktor yang mungkin akan mengkontaminasi
(meracuni) perkembangan anak.

Aspek-aspek perkembangan anak dapat dilihat dari perkembangan fisik,


perkembangan motorik, perkembangan bicara, dan perkembangan emosi yaitu:
1.       Perkembangan fisik
Perkembangan fisik penting untuk dipelajari karena baik secara langsung
ataupun tidak langsung akan mempengaruhi prilaku anak sehari-hari. Secara
langsung, perkembangan fisik anak akan menentukan keterampilan anak dalam
bergerak, misalnya anak usia 6 tahun yang mengalami hambatan atau cacat tertentu
maka jelas tidak mungkin mengikuti permainan yang dilakukan teman sebayanya.
Secara tidak langsung, pertumbuhan dan perkembanga fisik anak akan
mempengaruhi bagaimana anak memandang dirinya sendiri dan bagaimana dia
memandang orang lain. Misalnya, anak yang gemuk akan menyadari bahwa dia tidak
bisa mengikuti permainan yang dilakukan oleh teman sebayanya, dan dilain pihak
teman-temannya akan menganggap anak gemuk terlalu lamban dan tidak pernah
diajak bermain lagi. Perasaan tidak mampu dan merasa tertimpa nasib buruk ini
akan memberikan warna tersendiri bagi perkembangan kepribadian anak.
2.       Perkembangan motorik
Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting
bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan (Syamsu Yusuf, 2004:104).
Perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerak jasmaniah
melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi.
3.       Perkembangan bicara
Kemampuan berbicara memenuhi kebutuhan penting lainnya dalam kehidupan
anak, yakni kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Landasan untuk
perkembangan bicara anak diletakkan pada masa anak-anak. Bicara merupakan
keterampilan mental-motorik. Berbicara tidak hanya melibatkan koordinasi
kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek
mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.
Selama tahun awal masa kanak-kanak, tidak semua bicara digunakan untuk
berkomunikasi. Pada waktu sedang bermain, anak sering kali berbicara dengan
dirinya sendiri atau dengan mainannya. Tetapi, pada saat minat untuk menjadi
bagian dari kelompok sosial berkembang, anak sebagaian besar bicara untuk
berkomunikasi dengan temannya dan hanya sewaktu-waktu berbicara sendiri.
4.       Perkembangan emosi
Mempelajari emosi anak-anak tergolong sulit karena informasi tentang aspek
emosi yang subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi, sedangkan
anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena anak-anak
masih berusia sangat muda. Emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial
anak karena:
a)      emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari
b)     emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan
c)      ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik
d)     emosi merupakan suatu bentuk komunikasi
e)      emosi mengganggu aktivitas mental
f)       emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial
g)      emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan
h)     emosi mempengaruhi interaksi sosial
i)       emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah
j)       emosi mempengaruhi suasana psikologis
k)     reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan.
                Bermain dan perkembangan anak saling berkaitan/ berhubungan. Bermain
adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak tanpa paksaan guna
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, afektif, sosial emosional, moral, dan
motorik. Hal ini didukung oleh ahli-ahli seperti Plato, Aristoteles, Rousseau dan
Pestalozzi, Herbart Spencer, dan Jean Piaget, yaitu:
Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah memahami aritmatika ketika
diajarkan melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan pengurangan dan
penambahan dengan membagikan buah apel pada masing-masing anak. Kegiatan
menghitung lebih dapat dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain
dengan buah apel. Eksperimen dan penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih
mampu menerapkan aritmatika dengan bermain dibandingkan dengan tanpa
bermain.
Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang
akan datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan
permainan yang akan ditekuni di masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang
bermain balok-balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka
menggambar maka akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya.
Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih
efektif jika disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung teori Frobel
yang mengatakan bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan
dengan proses konsentrasi. Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu
memusatkan perhatian. Bermain adalah salah satu cara untuk melatih anak
konsentrasi karena anak mencapai kemampuan maksimal ketika terfokus pada
kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan. Bermain juga dapat
membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga
dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik
tersebut terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu
yang besar terhadap kegiatan pembelajaran.
Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak
memiliki energi yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus
Energi yang mengatakan bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan
lain sebagainya) merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak.
Bermain menurut Spencer bertujuan untuk mengisi kembali energi seseorang anak
yang telah melemah.
Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan
otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang
dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf
pemahaman yang berguna untuk masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang
aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran (Martuti, 2009:23-
25).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat di simpulkan beberapa pengaruh
bermain terhadap perkembangan anak yaitu:
1)     Perkembangan Aspek Fisik Motorik Anak Melalui Bermain.
Pada saat anak bermain, terjadi perkembangan fisik motorik anak. Pada saat anak
bermain, dapat merangsang perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Anak
juga mendapatkan sistem keseimbangan, misalnya pada saat anak melompat, atau
berayun. Anak juga berkesempatan untuk melihat dari jarak jauh yang melibatkan
koordinasi tangan dan mata. Bermain juga membuat anak merasa percaya diri,
aman, yakin secara fisik
2)     Perkembangan Aspek Kognitif Anak Melalui Bermain.
Bermain adalah media penting dalam proses berfikir dalam memberikan
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Anak akan terlatih menghadapi dan
menciptakan situasi yang nyata melalui percobaan dan perencanaan. Pada saat anak
membuat aturan bersama dengan temannya, maka pada saat itulah anak
membangun pikiran abstraknya, sehingga anak akan mendapatkan ide-ide yang
lebih kreatif. Dengan pengalaman pada saat bermain, anak juga akan membangun
daya ingat mereka secara tajam. Hal ini pula akan mendorong terhadap
perkembangan bahasa untuk selanjutnya.
3)     Perkembangan Aspek Bahasa Anak Melalui Bermain.
Anak memperoleh bahasa dengan berbagai cara yaitu dengan meniru, menyimak,
mengekspresikan, dan juga melalui bermain. Pada saat bermain, anak menggunakan
bahasanya dan mengkomunikasikan bahasanya secara efektif dengan orang lain.
Anak akan menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi dengan temannya
ataupun sekedar menyatakan pikirannya, dan secara langsung pada saat itulah anak
akan belajar bahasa. Interaksi anak dengan lingkungan sekitar pada saat bermain,
membantu anak memperluas kosa kata dan memperoleh tata bahasa dalam
penggunaannya secara tepat.
4)     Perkembangan Aspek Sosial Anak Melalui Bermain.
Kegiatan sosialisasi anak ketika bermain, anak akan berinterksi dengan orang lain,
baik teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan. Pada saat itulah anak
berkesempatan mengenal aturan sosial dan mempraktekkannya dalam interaksinya.
Hal ini akan mendorong anak belajar menghadapi perasaan-perasaan dan perilaku
teman mainnya. Mereka akan belajar berunding, menyelesaikan konflik, dan bahkan
berkompetisi. Intinya, pada saat mereka bermain, mereka akan belajar hidup
berdampingan dengan orang lain, dan mendorong munculnya persahabatan dengan
teman sebaya.
5)     Perkembangan Aspek Emosional Anak Melalui Bermain.
Bermain merupakan media ekspresi persaan dan ide-ide anak. Anak akan belajar
menghadapi kehidupan nyata, dan mengatur emosi perasaanya pada saat bermain.
Hal ini akan mendorong anak untuk memahami diri sendiri (self awareness).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
                Kesimpulan dari makalah ini adalah aktivitas bermain sangat
mempengaruhi perkembangan anak, baik secara fisik, motorik, bahasa, sosial,
kognitif dan emosional. Namun, aktivitas bermain hendaknya disesuaikan dengan
perkembangan anak, tujuannya adalah agar anak berkembang secara
berkesinambungan. Aktivitas bermain anak juga perlu mendapatkan pengawasan
dari orang tua. Masa anak-anak adalah masa penting dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, karena apa yang didapat pada usia anak-anak akan terbawa saat
mereka dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

Adang Suherman. (2000). Dasar-dasar penjaskes. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional


Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Anggani Sudono. (2000). Sumber belajar dan alat permainan untuk PAUD. Jakarta: Grasindo.

Bredekamp, Sue . (1992). Developmentally appropriate practice in early childhood programs


serving children from birth through age 8, Washington: NAEYC.

Conny R. Semiawan. (2008). Belajar dan pembelajaran prasekolah dan sekolah dasar. 


Jakarta: Indeks.

E. B. Hurlock. (1995). Psikologi perkembangan edisi ke-5. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ending Rini Sukanti. (2007). Perkembangan motorik. Diktat. Yogyakarta: FIK UNY.

Ermawan Susanto. (2014). Pembelajaran akuatik prasekolah: mengenal olahraga air sejak


dini. Yogyakarta: UNY Press.

Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo, & Ellya Rakhawati. (2011). Permainan tradisional


sebagai media stimulasi perkembangan aspek anak usia dini. Jurnal penelitian
PAUDIA, volume 1 nomor 1.

Kail, Robert V. (2010). Children and their development: fifth edition. USA: Pearson Prentice
Hall.

Martuti. (2009). Mendirikan dan mengelola PAUD: manajemen administrasi & strategi


pembelajaran. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Maimunah Hasan. (2012). Pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Diva Press.

Anda mungkin juga menyukai