Anda di halaman 1dari 212

WAHYU KEPEMIMPINAN

Memayu Hayuning Bawono


dengan

Ing Ngarso Sung Tuladha


Ing Madya Mangun Karsa
Tutwuri Handayani

Ebook Al-Bariyyah
PENGANTAR
‫بسم هللا وامحلد هلل واخلري والرش مبشيئة هللا والصالة والسالم عىل س يدان وامامنا‬
.‫ومعلمنا محمد النيب بعده وعىل اهل واحصبه ومن تبع رشدة˛ اما بعده‬
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sudah tidak
asing denagn istilah Pemimpin. Hal itu dikarenakan peran
diciptakannya manusia oleh Allah Swt, sebagai khalifah
di bumi. Dengan peran tersebut, manusia diharapkan
mampu menciptakan perdamaian dan kemakmuran dalam
kehidupan di dunia.
Pada hakikatnya, setiap manusia adalah
pemimpin, namun kebanyakan dari mereka melupakan
atau tidak tahu atas apa yang menjadi tanggung jawabnya
menjadi seorang pemimpin. Wewenang dan kekuasaan
yang diberikan kepada seorang pemimpin tidak ringan di
hadapan Allah Swt, seringkali godaan setan dengan
iming-iming keuntungan dunia telah memalingkan
motivasi para pemimpin dari tujuan bersama.
Banyak pemimpin yang hadir dengan tanpa
mencerminkan sosok pemimpin yang semestinya, terlihat
adanya pemimpin-pemimpin yang jauh dari harapan
rakyat, tidak peduli dengan nasib rakyat, dan hampir tidak
pernah berfikir untuk melayani masyarakat. Akhir-akhir
ini tidak sedikit kita jumpai fenomena yang cukup
membuat kita miris terkait praktik kepemimpinan di
Indonesia. Pemimpin tidak lagi menjadi figur panutan
bagi rakyatnya.

ii
Wahyu Pemimpin
Tanggung jawab seorang pemimpin sangatlah
besar baik dalam masyarakat maupun dihadapan Allah
Swt. Pemimpin bukan hanya memerintah tapi juga
pelaksana, orang yang menjadi pemimpin bukan orang
yang paling hebat tapai orang yang paling berat
tanggungannya, dan sesungguhnya orang yang lari dari
pemimpin dholim, maka ia tidak disebut orang yang
dholim, karena sesungguhnya tidak ada ketaatan pada
mahluk untuk maksiat sang kholik. Seperti itulah khotbah
Umar Bin Abdul Aziz ketika dilantik menjadi kholifah.
‫ اهيا الناس انه ال كتاب بعد‬:‫ّان معر ابن عبد العزيز ملـا اس تخلف خاطب ىف الناس‬
˛‫القران وال نيب بعد محمد صىل هللا عليه وسمل˛ الا اىن لست بفارض ولكىن منفذ‬
‫ولست مببتدع ولكىن متبع˛ ولست خبري من احدمك ولكىن اثقلمك محال˛ وان الرجل‬
.‫الهارب من الامام الظامل ليس بظامل˛ الا الطاعة خمللوق ىف معصية اخلالق‬
Oleh karena itu, Buku buku kecil ini hadir dengan
pembahasan yang sangat sederhana juga topik yang hanya
menyentu dasar-dasar dari konsep kepemimpinan, tidak
lain hanya untuk membidik masyarakat untuk mengetahui
nilai-nilai kepemimpinan yang dapat dipelajari dari sifat
Astabrata dalam lakon Wahyu Mahkutarama dan
relevansinya terhadap pendidikan Islam.
Karena dalam kearifan lokal budaya jawa
menyimpan banyak sekali nilai-nilai luhur, seperti
pementasan Wayang Kulit, mempunyai nilai yang
mengandung cerita suri tauladan. Sebagai kesenian
tradisional yang adiluhung wayang banyak memberikan
nilai-nilai pendidikan yang lengkap terhadap masyarakat.

iii
Wahyu Pemimpin
Tidak hanya contoh kepahlawanan saja, lebih dari itu
banyak contoh-contoh moral, kesetiaan, kejujuran, dan
kepemimpinan.
Wahyu Mahkutarama (Astabrata) adalah subuah
ajaran yang memiliki nilai integritas, moralitas,
komitmen, tanggung jawab, kebijaksanaan, keteladanan
dan visi kepemimpinan.
Dengan konsep kepemimpinan dalam perspektif
Jawa dan Islam dieksplorasi dalam karya ini. dan kami
sangat sadar banyak sekali kekurangan item di semua
bembahasan. Oleh karena itu kritiakan, saran dan
masukan sangat kami harapkan dan kami butuhkan, Dan
semoga karya yang sangat ringkas dan kecil ini
bermanfaat bagi semuanya.

Al Faqir M. Kholidul Ihsan

iv
Wahyu Pemimpin
DAFTAR ISI

PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................. 6
A. Kearifan Lokal Budaya Jawa ................................... 6
B. Wayang Kulit ........................................................... 14
C. Wahyu Mahkutha Rama (Asta Brata) ................... 20
BAB II ................................................................................... 27
KISAH WAHYU MAKHUTARAMA ............................... 27
Nagari Ngastina................................................................ 27
Padepokan Kutarunggu .................................................. 32
Kocapan Gara-gara ......................................................... 38
Pertapan Cundramanik .................................................. 45
Janturan Janaka Ing Wana ........................................... 52
Nagari Ngamarta dan Kasatriyan Madukara ............... 55
Janaka Tiba di Padepokan Kutarunggu........................ 57
Bagawan Kesawasidi Menurunkan Wahyu
Makhutarama................................................................... 61
Arjuna Kepatethok Klawan Adipati Karna ................. 72
Raden Janaka Perang Tanding Dengan Bambang
Sintawaka ......................................................................... 76
Arya Kumbakarna Nyawiji Nunggal Jiwa Klawan Arya
Wrekodara........................................................................ 79

3
Wahyu Pemimpin
BAB III ................................................................................. 83
KEPEMIMPINAN ............................................................... 83
A. Kepemimpinan Jawa ............................................... 91
B. Keteladanan dan Konsep Kepemimpinan
Panembahan Senopati ..................................................... 97
C. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Jawa .................. 107
D. Ilmu Rasa dalam Kepemimpinan Jawa ............... 115
BAB IV ................................................................................ 124
SIFAT ASTA BRATA ....................................................... 124
A. Hambeging Bantala (Meneladani Sifat Bumi) .... 125
B. Hambeging Kartika (Meneladani Sifat Bintang) 130
C. Hambeging Surya (Meneladani Sifat Matahari). 135
D. Hambeging Maruta (Meneladani Sifat Angin) ... 141
E. Hambeging Candra (Meneladani Sifat Rembulan)
147
F. Hambeging Samudra/ Tirta (Meneladani Sifat
samudra/Air) .................................................................. 151
G. Hambeging Himanda/Akasa (Meneladani Sifat
Langit / Awan)................................................................ 159
H. Hambeging Dahana (Meneladani Sifat Api) ... 162
BAB V ................................................................................. 170
INTEGRITAS PEMIMPIN .............................................. 170
A. Pendidikan Kepemimpinan .................................. 176
a) Kemauan ............................................................. 176
b) Keberanian ......................................................... 181

4
Wahyu Pemimpin
c) Keikhlasan .......................................................... 184
d) Kesabaran ........................................................... 186
e) Nasionalisme ....................................................... 187
B. Piwulang Rasa Jati................................................. 190
C. Asah Asih Asuh ...................................................... 197
D. Sapta Tama (Tujuh Sifat Utama) ......................... 201
PENUTUP .......................................................................... 205
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 210

5
Wahyu Pemimpin
BAB I

PENDAHULUAN
A. Kearifan Lokal Budaya Jawa

Maraknya perkembangan teknologi, memudahkan


masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan hiburan.
Adapun demikian, kemudahan tersebut memberikan
dampak yang beragam bagi kehidupan masyarakat, salah
satunya adalah perkembangan nilai dan kebiasaan dalam
suatu lingkungan masyarakat, baik positif maupun
negatif.
Dampak dari Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi membuat persebaran informasi menjadi
sangat cepat di seluruh dunia, sehingga mendorong
terjadinya proses globalisasi di segala aspek. Salah satu
aspek yang paling mudah mendapatkan pengaruh
globalisasi adalah nilai-nilai kehidupan dalam
masyarakat, dengan adanya globalisasi terjadi proses
perpaduan nilai, kekaburan nilai, bahkan terkikisnya nilai-
nilai asli yang ada (kearifan lokal), Banyak masyarakat
terutama anak muda, mulai meninggalkan ajaran-ajaran
dan patokan-patokan, yang mengajarkan bagaimana
manusia hidup dan bertindak di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Banyak kasus kriminal yang mengindikasikan
bahwa karakter bangsa kita telah merosot, khususnya
dalam pendidikan, karena pendidikan memiliki porsi yang
besar guna mengatasi kemrosotan ahlaq, sikap dan

6
Wahyu Pemimpin
karakter warga negara. Berbagai teori karakter dari ahli
terkenal di dunia di ambil dan di terapkan keberbagai
ranah pendidikan di Indonesia. Hal itu justru membuat
kita seakan lupa bahwa kita memiliki sumber-sumber
sikap dan karakter yang asli dari budaya kita.
Dalam mendidik karakter bangsa kita tentunya
dapat memanfaatkan kekayaan budaya nusantara,
keanekaragaman kultur dan tradisi merupakan aset bangsa
yang sangat berharga dan perlu dilestarikan. Termasuk
budaya Jawa yang mengandung nilai-nilai adiluhung dan
menjadi bagian dari aset bangsa yang harus dijaga dan
dilestarikan agar menjadi simbul kebanggaan dan
identitas bangsa. Maka dari itu pendidikan karakter yang
berbasis kearifan lokal sangat penting dilaksanakan
mengingat praktik pendidikan kita selama ini terlalu
berorientasi ke Barat dan melupakan nilai-nilai
keunggulan yang ada di bumi Nusantara ini.1
Pada dasarnya, kearifan lokal dapat menentukan
kualitas tindakan dan pijakan untuk pengembangan
sebuah pendidikan yang lebih berkarakter. Kearifan lokal
akan menampilkan sebuah dimensi pembelajaran yang
selain memacu keilmuan, juga sekaligus bisa
mendinamiskan keilmuan tersebut menjadi kontekstual
dan ramah budaya daerah.
Masyarakat Jawa mempunyai kekayaan budaya
yang adiluhung, dalam budaya jawa menyimpan banyak
nilai yang sangat luhur mulai dari etika dan sopan santun.

1
Alwasilah, 2009: 50-51

7
Wahyu Pemimpin
Kebudayaan Jawa sebagai kultur budaya Nusantara,
kearifannya menjadi akar dan pandangan hidup nusantara.
Sikap orang Jawa memiliki karakter yang
menonjol dengan berlandasan butiran nasihat dari nenek
moyang secara turun temurun, salah satu wujud kearifan
lokal yang banyak dikenal adalah peribahasa, hormat
terhadap sesama serta berbagai macam perlambangan
dalam ungkapan Jawa, semisal Sira, Kowe, Sampean dan
Panjenengan.
Peribahasa adalah perkataan atau pernyataan yang
dikenal luas dan sering dipakai. Peribahasa
menggambarkan kebenaran yang berbasis pada akal sehat
dan pengalaman praktis yang bersifat manusiawi. Salah
satunya adalah mengkaji dan memahami ungkapan seperti
paribasa, bebasan, dan saloka yang terdapat dalam bahasa
daerah dan budaya tersebut seperti dalam bahasa dan
budaya Jawa.2
Bahasa jawa memiliki keluhuran dan etika yang
sangat bagus dalam pungkapan, Sebagai sarana
penghormatan, bagaimana mengeluarkan pendapat,
berbicara kepada orang tua, saudara dan teman sebaya,
semuanya telah ada dalam budaya Jawa. Bahasa juga
dijadikan sebagai alat untuk memahami budaya, baik yang
ada sekarang, maupun yang akan datang atau yang telah
diawetkan.

2 Sartini (2009)

8
Wahyu Pemimpin
Berbagai pelambangan dari ungkapan Jawa,
merupakan cara penyampaian atau pendidikan moral,
karena adanya tali budi pekerti dengan kehidupan
spiritual, serta menjadi petunjuk jalan dan arah terhadap
kehidupan yang sejati, maka beberapa kandungan budaya
jawa yang dapat digunakan sebagai pendidikan karakter
seperti ungkapan jawa:
“Becik Ketitik Ala Ketara”
kebaikan dan keburukan pasti kelihatan balasanya.
3‫يره‬
ًّ َ ‫فَ َم ْن ي َ ْع َم ْل ِمثْ َقا َل َذ َّر ٍة خ ْ ًَريا يَ َره َو َم ْن ي َ ْع َم ْل ِمثْقَا َل َذ َّر ٍة‬
َ َ ‫َشا‬
“Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrah atau seberat semut yang paling kecil,
niscaya ia akan melihatnya (melihat pahahalanya). Dan
barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrahpun atau seberat semut yang paling kecil, niscaya
dia akan melihat pula (dia pasti akan merasakan
balasanya).”
“Wong Urip Bakal Ngunduh Wohing Pakarti “4
Setiap manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal
atas prbuatannya.
5‫ِنـساؤكـم‬
ْ َ ‫قال صىل هللا عليه وسمل ب ُِّـر ْوا َأبَـا َءكـ ْم تَـب َِّـركـ ْم َابْـنَـاؤكـ ْم َو ِعـفُّوا تَـ ِع َّـف‬

3 Al zalzalah 7-8
4 Pepak B. Jawa H 67
5 ‫راوه الطابراىن ابس ناد حسن‬

9
Wahyu Pemimpin
“ Berbaktilah kalian kepada Ibu-Bapakmu, maka
kelak anak-anakmu akan berbakti kepadamu, dan jagalah
kehormatan dirimu maka istrimu pun akan menjaga
kehormatan dirinya ”
“ Sabaya Pati Sabaya Mukti, galih seduluran, kerukunan
nganthi tekan pati “6
Menjalin persaudaraan dengen rukun dan damai hingga
ahir hayat.
‫ـب ِ أل ِخ ْيـ ِه َمـا يـ ِح ُّب ِلـ َن ْف ِسـ ِه‬
َّ ‫قال صىل هللا عليه وسمل َال يـ ْؤ ِمن َا َحـدكـ ْم َحتَّـى ُِي‬
)‫(متفق عليه‬
“ Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia
mencintai saudaranya sepertihalnya ia mencintai dirinya
sendiri “
“Ngudi Laku Utama Kanthi Sentasa Ing Budi”
Menghayati prilaku utama dengan berbudi pekerti luhur.
)‫أأ ْكـ َمـل الْـم ْؤ ِمـ ِن َـَي اي ْـ َمـا ًان أ َْح َسنـه ْم خـلق ًا ( راوه الرتمذى‬
“Orang mu’min yang paling sempurna imannya
adalah orang yang paling baik budi pekertinya”
Bayak sekali pribahasa jawa yang mengandung
unsur falsafat kehidupan bermasyarakat, semua itu

6 Pinter B.Jawa 112men

10
Wahyu Pemimpin
terkemas hampir secara sempurna bankan sangat singkron
dengan ajaran syariat seperti contoh diatas.
Selain itu juga banyak sekali ungkapan jawa, yang
sederhana tapi mengandung unsur falsafah yang sangat
luas bahkan mampu meningkatkan integritas dan
moralitas bangsa dan mempunyai daya implentatif serta
dapat pula digunakan sebagai pendidikan berkarakter
seperti:
“ Mawas Diri “
Mawas Diri adalah ungkapan yang sangat
sederhana tapi mengandung arti yang sangat sukar di
tindakkan. Mawas Diri berarti melihat lebih dalam
Nurani, guna mengetahui benar tidaknya suatu tidakan
yang telah diambil, atau lebih dekenal dengan sebutan
Intropeksi diri, yakni mengadakan penelitian dan
memeriksa didalam hati nurani, apakah tindakan yang
dilakukan sudah benar sesuai dengan norma-norma dan
tata nilai ataukah belum dan menuntut pertanggung
jawaban pada Nurani mengenai perbuatan yang
dilakukan.
“ Ajo Dumeh “
Ungkapan sederhana tetapi mengandung falsafah
yang mendalam. Ajo Dumeh dalam Bahasa Indonesia
adalah jangan sok. Arti ungkapan Ajo Dumeh kurang
lebih adalah suatu sikap seseorang yang mendorong untuk
berbuat sewenang-wenangnya menurut kehendak sendiri,

11
Wahyu Pemimpin
sehingga lupa diri. Ungkapan Ajo Dumeh, mengajarkan
hidup jangan samapai berlebihan, yang dimaksud
berlebihan dalam hal ini bisa dalam bentuk kekayaan,
kekuasaan, jabatan, skill, nasab (keturunan), bahkan bisa
dari bentuk tubuh seperti ketampanan dan kecantikan.
Maksud dari ajaran ini adalah jangan suka mentang-
mentang dan harus selalu menghargai yang lain.
“ Tepo seliro “
Tepo selira secara sederhana Tenggang Rasa
(empati). Tepo Seliro artinya perilaku seseorang yang
mampu memahami perasaan orang lain. Orang yang
mempunyai Tepo Seliro adalah tidak cepat-cepat
mengambil kesimpulan untuk menyalahkan orang lain.
Tepa Selira juga dapat diartikan setiap orang menghotrnati
hak-hak azasi manusia dan menghormati pendapat orang
lain. Dengan demikian orang yang mempunyai tepa selira
tidak akan bertindak sewenang-wenang (sak enake dewe).
“ Salah Seleh “
Salah berarti melakukan kejahatan, kekeliruaan
sedang seleh berarti kekalahan atau kerugian, ungkapan
tersebut secara pasti membangun karakter hidup “yang
bersalah pasti akan kalah” orang yang kalah secara pasti
jauah dari kesuksesan, dalam pribahasa lain wong kang
cidra wahyuning bakal sirna, orang yang berbuat Nista
berarti ia Cidra, dan seluruh wahyunya (kekuatan,
kejayaan, kemulian, kekayaan, kepandaian) akan sirna
dan menjahuinya.

12
Wahyu Pemimpin
Kearifan lokal yang digali dipoles, dikemas,
dipelihara dan dilaksanakan dengan baik bisa berfungsi
sebagai alternatif pedoman hidup manusia. Nilai-nilai itu
dapat digunakan untuk menyaring nilai-nilai baru atau
asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa
dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan
Sang Pencipta, sesamanya, dan alam sekitar. Selain itu,
kearifan lokal dapat menjadi benteng kokoh dalam
menghadapi arus modernisasi tanpa kehilangan nilai-nilai
tradisi lokal yang telah mengakar dalam sebuah komunitas
masyarakat atau daerah.
Pada dasarnya, nilai-nilai kearifan lokal dapat
menentukan kualitas tindakan anak. Ajaran budaya Jawa
mengenai nilai-nilai kearifan dalam kehidupan banyak
disampaikan melalui suatu ungkapan. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa di dalam ungkapan Jawa terdapat
adanya suatu sistem tanda atau simbol budaya, yang
maknanya dapat diinterpretasikan dan diaplikasikan
dalam kehidupan. 7

***

7 Nugroho, 2011: 2

13
Wahyu Pemimpin
B. Wayang Kulit

Salah satu dari sekian banyak kebudayaan


Nusantara yang paling melekat di hati masyarakat, adalah
wayang kulit purwa. Wayang kulit adalah salah satu
bentuk seni pertunjukan yang sangat populer dan
disenangi oleh berbagai lapisan masyarakat di Jawa
khususnya. Sesuai dengan namanya, wayang kulit terbuat
dari kulit binatang (kerbau, lembu, atau kambing),
kemudian diwarnai. Wayang kulit merupakan seni
tradisional yang berkembang di Indonesia terutama di
pulau Jawa. Warisan kebudayaan wayang merupakan
warisan yang adi luhung (berharga), edi peni (baik), dan
penuh makna bagi kehidupan yang diajarkan pada setiap
pertunjukannya.
Keberadaannya selalu eksis dari zaman ke zaman.
Hal ini tidak lain karena masyarakat Jawa memandang
wayang bukan hanya sebagai tontonan melainkan juga
sebagai tuntunan, tuntunan yang memiliki nilai hidup
yang mendalam.
Wayang adalah sebuah kata bahasa Indonesia asli
yang berarti “bayang” atau bayang-bayang yang berasal
dari akar kata “yang” dengan mendapat awalan “wa”
menjadi kata wayang. Wayang sebagai media hiburan,
karena wayang dipakai sebagai pertunjukan di dalam
berbagai macam keperluan sebagai hiburan. Selain
dihibur, para penonton atau peminat wayang dibudayakan
dan diperkaya secara spiritual keagamaan. Wayang juga
memiliki banyak manfaat lain, yaitu sebagai tontonan,

14
Wahyu Pemimpin
tuntutan, serta tatanan hidup manusia dalam menjalani
kehidupannya. Jadi, wayang dalam media pendidikan,
informasi, dan hiburan menjadi penting terutama
pedidikan moral dan pendidikan budi pekerti. 8
Wayang yang dimaksud adalah suatu bayang-
bayang atau tiruan tokoh dalam pertunjukan drama
tradisional. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang
yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang,
dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan
sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh
para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik
kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara
di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu
minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada
di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang
jatuh ke kelir.
Menurut asal-usulnya, banyak orang yang mengira
bahwa pertunjukan wayang adalah peninggalan
kebudayaan Hindu. Tetapi berdasar kenyataannya tidak
demikian. Wayang dalam bentuk yang asli dengan
peralatan serba sederhana, dipastikan berasal dari
Indonesia dan diciptakan oleh bangsa Indonesia di Jawa.
Munculnya jauh sebelum kebudayaan Hindu datang.
Yakni kira-kira pada tahun 1500 sebelum Masehi, ketika
nenek moyang kita melakukan upacara ritual
mendatangkan roh leluhur dalam kehidupan keseharian

8 (Mulyono, 1993: 53).

15
Wahyu Pemimpin
mereka. Pengaplikasian mereka dengan mendataangkan
roh leluhur disebut dengan dahyang (danyang) atau
hyang. Para dahyang itu berbentuk gambar atau bayang-
bayang yang kemudian dieksplorasi menjadi istilah
wayang. 9
Harus diakui bahwa cerita-cerita pokok lakon
wayang ini bersumberkan kitab Mahabharata dan
Ramayana yang bernafaskan kebudayaan dari filsafat
Hindu, India. Tetapi dalam interaksinya kemudian
mengalami kontekstualisasi dan diserap ke dalam
kebudayaan Jawa. Bahkan ketika Islam memasuki
wilayah ini, wayang yang menggunakan simbol dan narasi
kedua epos tersebut kemudian dikerangkakan dalam
kepentingan dakwah. Sehingga meskipun wayang
menggunakan simbol Hindu, ia tidak dapat dipisahkan
dari interaksinya dengan simbol-simbol Islam.10
Teks asli epos Mahabharata dan Ramayana ditulis
dalam bahasa Sansekerta. Setelah masuk ke Jawa teks itu
kemudian disadur dan disunting ke dalam bahasa Jawa
Kuna, sekaligus ditambah dan disesuaikan dengan cerita
dan legenda yang telah merakyat pada waktu itu, maka
jadilah cerita Mahabharata dan Ramayana versi Jawa.11
Menurut buku-buku Jawa seperti Serat Centhini
dan Sastramiruda, dijelaskan bahwa wayang purwa sudah
ada sejak zaman Prabu Jayabaya yang memerintah
Kerajaan Mamenang tahun 989 Masehi, di mana wayang

9 (Mulyono, 2012: 16).


10 (Prasetyo, 2013: 78).
11
Burhan Nurgiyantoro Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa

16
Wahyu Pemimpin
telah digambarkan diatas daun lontar. Wayang pada masa
itu masih erat sekali kaitannya dengan fungsi religius,
yaitu untuk menyembah atau memperingati para leluhur
dan raja-raja yang telah meninggal dunia. Selanjutnya,
pada zaman Prabu Suryahamiluhur yang memerintah
Kerjaan Jenggala tahun 1244 Masehi, wayang purwa
sudah dibuat di atas kertas Jawa (kulit kayu) dimana
sisinya dijepit dengan kayu agar dapat tergulung rapi.
Perkembangan selanjutnya pada zaman Raja
Brawijaya yang memerintah Kerajaan Majapahit tahun
1379 Masehi, di mana wayang purwa telah dilukis
berbagai warna dengan lebih rapi, lengkap, dengan
pakaian yang kemudian disebut sebagai wayang
sunggingan. Berlanjut ketika Raden Patah di Demak tahun
1515 Masehi, wayang purwa disempurnakan lebih baik
lagi agar tidak bertentangan dengan agama.12
Wayang kulit digunakan dalam pementasan untuk
memperagakan lakon-lakon yang bersumber dari epos
Mahabarata dan Ramayana. Wayang kulit purwa
menceritakan lakon-lakon yang dimainkan oleh pedalang.
Wayang kulit mempunyai berbagai unsur yang dapat
mendukung setiap pagelaran wayang kulit, anatara lain
dalang, wiyaga, gamelan, dan unsur-unsur lain. Dalam
cerita tersebut terdapat ajaran-ajaran mulia seperti pesan
moral, etika, dan sikap hidup (budi pekerti) yang dapat
dijadikan gambaran hidup manusia dalam menjalani

12 (Soetarno, 2007:9).

17
Wahyu Pemimpin
kehidupan sehari-hari. Wayang kulit juga bisa dijadikan
acuan dalam proses pendidikan, karena nilai-nilai yang
terkandung didalamnya mengandung berbagai ajaran
yang mulia.
Seorang dalang dalam pentas wayang
menyampaikan pesan-pesan tertentu lewat lakon yang
dibawakan. Lakon wayang mempunyai nilai yang
mengandung cerita suri tauladan, dengan penyampaian
ceritanya yang kerap diselingi pesan-pesan yang
menyentuh berbagai aspek kehidupan. Sebagai kesenian
tradisional yang adiluhung wayang banyak memberikan
nilai-nilai pendidikan yang lengkap terhadap masyarakat.
Tidak hanya contoh kepahlawanan saja, lebih dari itu
banyak contoh-contoh moral, kesetiaan, kejujuran, dan
kepemimpinan.
Media pendidikan wayang kulit tidak hanya dalam
cerita-ceritanya, cara pentas atau pakelirannya, instrument
dan seni pedalanganya, tetapi juga pada perwujdan bentuk
dan gambar wayang itu masing-masing. Wayang -wayang
itu adalah gamabaran watak manusia, digambarkan
kurang lebih 200 watak manusia dalam 200 wayang.13
Cerita wayang merupakan salah satu jenis sastra
tradisional yang masih popular dalam memasyarakat
hingga kini. Cerita wayang disebut sebagai sastra atau
cerita tradisional karena telah amat lama menjadi milik

13Lukham pasha, buku pinter wayang (yogjakarta, IN AzNA BOOKS 2011


H.5)

18
Wahyu Pemimpin
bangsa dan mewaris secara turun-temurun kepada tiap
generasi terutama secara lisan khususnya pada masyarakat
Jawa. Wayang tumbuh dan berkembang pada masyarakat
Jawa sejak zaman prasejarah, namun pada
perkembangannya yang kemudian, ia juga dikenal,
dimiliki, dan dikembangkan oleh berbagai etnis dengan
berbagai Bahasa dan sastra daerah yang lain. Bahwa cerita
wayang mampu bertahan sepanjang masa, melewati
zaman demi zaman dan tiap zaman memiliki ciri khas, hal
itu menunjukkan bahwa wayang merupakan sesuatu yang
amat luar biasa.
Banyak contoh teladan kepemimpinan dalam
wayang, tokoh-tokohnya, inspirasi positif bagi seorang
pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya,
tidak hanya sebatas menjaga keberadaan wayang tersebut
dengan memperbanyak pertunjukan, akan tetapi juga pada
tingkatan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Salah satu lakon wayang yang mengajarkan tentang nilai-
nilai kepemimpinan adalah lakon “Wahyu Makutharama”
Kisah ini menceritakan tentang Prabu Kresna yang
menyamar sebagai Bagawan Kesawasidi, menurunkan
ajaran Astabrata kepada Raden Arjuna. Ajaran Astabrata
ini merupakan ilmu kepemimpinan peninggalan Prabu Sri
Rama Wijaya di zaman kuno, sehingga ilmu ini disebut
juga dengan nama Wahyu Makutarama.
Banyak Pesan Moral yang terkandung dalam
lakon Wahyu Makutharama mengenai ajaran
kepemimpinan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Asta

19
Wahyu Pemimpin
Brata yaitu disimbolkan dengan sifat-sifat mulia dari alam
semesta yang patut dijadikan pedoman bagi setiap
pemimpin, Serta menjadi pola kepemimpinan yang
menjadi nilai luhur dan patut sebagai teladan bagi
siapapun.14
***

C. Wahyu Mahkutha Rama (Asta Brata)

Seni pewayangan yang merupakan warisan nenek


moyang bangsa Indonesia dapat dikategorikan sebagai
seni tradisional. Walaupun sejarah perkembangannya
tidak dapat diikuti dengan jelas. Yang ada sekarang
sebenarnya tidak lain sebagai suatu perkembanaan seni
pewayangan di tahun 70-an, bahwa seni pewayangan
masih ada dan tetap hidup di tengah-tengah masyarakat.
Dalam seni pewayangan fungsi seorang dalanglah
yang sangat penting, karena ia sebagai pengemban misi
yang mengandung nilai tinggi melalui tokoh-tokoh
pewayangan yang ada. Kemudian masyarakat penonton
akan mengambil hikmah dalam pertunjukan wayang,
melalui lakon-lakon yang ditampilkan oleh ki dalang.
Demikian juga pengenalan mengenai istilah
Astabrata yang merupakan ajaran kepemimpinan yang
pertama-tama terdapat dalam Ramayana Kakawin yang
selanjutnnya berkembang dalam naskah mengenai kisah
Rama, istilah tersebut tepatlah diperkenalkan oleh Ki

14 (Hadi tsutrisno,2009: 96).

20
Wahyu Pemimpin
Dalang dalam pewayangan dengan Lakon "Wahyu Sri
Makutarama".15
Lakon wahyu Makutarama adalah bukti
kepiawaian seniman nusantara dalam mengadopsi cerita
wayang yang asalnya dari india, yang terdiri dari kisah
Ramayana dan Mahabharata. Sebagaimana yang telah
diperagakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Wahyu
makutharama yang dikenal dengan nama “Asta Brata”
yang tersusun dari dua suku kata berasal dari bahasa
sansekerta yakni Asta berarti delapan dan Brata berarti
prilaku atau sifat. Jadi Asta Brata adalah sebuah pedoman
ilmu setandrt prilaku manusia dalam Leadership Atau
Menejemen.16
Budaya Jawa dikenal sebagai budaya adiluhung
yang menyimpan banyak nilai-nilai luhur seperti etika dan
sopan santun. Salah satu bukti kearifan lokal budaya jawa
adalah kajian ajaran "Astrabrata", suatu ajaran yang
merinci sifat-sifat pemimpin ideal, ajaran tersebut terdapat
dalam pagelaran wayang dengan lakon “Wahyu
Makutharama”.
Wahyu disebut dengan ajaran atau piwulang.
“Piwulang sinebut wahyu awit saka luhuring drajat
piwulang tan prabeda wahyu nugrahaning Gusti kang
murbeng dumadi” yang maksudnya bahwa ajaran
Astabrata disebut wahyu karena tingginya derajat yang

15
KAJIAN ASTABRATA : Jilid I Prof. Dr. Haryati Soebadio / Prof. Dr.
Edi Sedyawati CV. PUTRA SEJATI RAYA, Jakarta H.109
16 Serat Pedalangan Ki Narto Sabdo, Lakon Wahyu Makuthorama

21
Wahyu Pemimpin
terkandung dalam ajaran tersebut sehingga dianggap
sebagai anugarah dari Gusti Kang Murbeng Dumadi.17
Makhuta adalah kelengkapan busana kebesaran
seorang raja atau simbul dari kekuasaan, dan pemerintah.
Orang Jawa selalu beranggapan bahwa menjadi pemimpin
itu karena Wahyu. Maksudnya, tidak semua orang dapat
menjadi pemimpin. Pemimpin adalah orang pilihan yang
mendapatkan wahyu atau sebuah karunia dari Gusti Kang
Nyipta Alam (Allah).18
Kekuasaan dalam pandangan budaya Jawa
diperoleh melalui proses turunnya wahyu. Dalam
birokrasi kraton Jawa dikenal memiliki tiga macam
wahyu, yaitu Wahyu Nubuwah, Wahyu Hukumah, dan
Wahyu Wilayah.
Wahyu Nubuwah mendudukkan raja sebagai
kholifah atau wakil Tuhan. Wahyu Hukumah
menempatkan raja sebagai sumber hukum dengan
wewenang murbamisesa atau penguasa tertinggi. Wahyu
Wilayah, mendudukkan raja sebagai yang berkuasa untuk
memberi pandam pangauban, artinya memberi
penerangan dan perlindungan kepada rakyatnya.19
Wahyu Makutharama (Astabrata) merupakan
pelajaran moral didaktik, yang ditemukan dalam Kisah
Rama: setelah Rahwana dikalahkan, maka adiknya,

17 Ki Dalang Anom Suroto, Pagelaran Wayang Kulit WahyuMakutharama


18 Dr. Suwardi Endraswara, Falsafah Kepemimpinan Jawa
19 Sultan Agung Mataram, Serat Nitipraja. Dimuat dalam Jurnal Kejawen

Vol. 1, no. 3, 10 April 2013 yang diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan


Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni UNY.

22
Wahyu Pemimpin
Wibisana, menjadi Raja di Alengka. Rama menyebutkan
adanya delapan sifat kepemimpinan (Astabrata), yang
dikaitkan dengan sifat Alam, dan yang pasesti menjadi
suri teladan bagi Wibisana selaku Raja Alengka.20 Jadi
Wahyu Makutharama adalah wahyu kepemimpinan yang
diajarkan oleh Sri Ramawijaya atau sebuah ajaran
pemerintahan yang di temukan dari kisah Ramayana.
Ajaran Astabrata adalah sebutan dari ajaran yang
berakar dari kata “Asta” berti delapan dan kata “Brata”
yang artinya laku, sehingga Astabrata dimaknai delapan
laku atau delapan watak. Laku atau watak yang dimaksud
adalah laku atau watak utama yang seharusnya dimiliki
manusia khususnya yang berkedudukan sebagai
pemimpin.21
Paparan tentang ajaran Astabrata dalam lakon
pewayangan tidak hanya ditemukan dalam lakon Wahyu
Makutharama, tetapi juga dalam lakon Rama Tundhung
dan lakon Bedah Alengka. Dalam lakon Wahyu
Makutharama ajaran Asta Brata diwedhar (dipaparkan)
oleh Begawan Kesawasidi yang merupakan peralihan
wujud dari Sri Bathara Kresna kepada Raden Janaka yang
saat itu sedang bertapa untuk mencari wahyu, sedangkan
dalam lakon Rama Tundhung ajaran tersebut diwedhar
(dipaparkan) oleh Raden Regowo kepada adiknya Raden
Barata sebelum dinobatkan sebagai raja di Ayodya

20 KAJIAN ASTABRATA : Jilid I Prof. Dr. Haryati Soebadio / Prof. Dr.


Edi Sedyawati CV. PUTRA SEJATI RAYA, Jakarta H.8
21 Ki dalang Anom Suroto (2018) pagelaran wayang yang berjudul “Wahyu

Makutharama”

23
Wahyu Pemimpin
bergelar Prabu Barata, sementara itu dalam lakon Bedah
Alengka ajaran itu diwedhar (dipaparkan) Rama kepada
Wibisana sebelum dinobatkan menjadi raja Alengka
untuk menggantikan kakaknya yang gugur dalam
peperangan yaitu Rahwana.
Sumber ajaran Astabrata ternyata telah mengalami
pergeseran. Pada awalnya yang menjadi sumber ajaran
Astabrata adalah delapan watak yang dimiliki para dewa,
dalam Astabrata, yang misalnya didapatkan di
Perpustakaan Nasional dan POLRI di Jakarta, kedelapan
dewa termasud disebutkan dengan mengutamakan sifat
dan watak. Maksudnya tentu, supaya sifat dan watak itu
dijadikan suri tauladan :22
artinya kuat memberi sarana bagi semua
INDRA makhluk untuk berpijak secara ihklas lahir dan
batin.
artinya memiliki akal budhi, pengetahuan
YAMA yang luas, untuk memberi penerangan yang
berguna bagi kehidupan.
artinya mampu mengendapkan pikiran,
CANDRA ramah-tamah, menghormati guru, orang tua
dan yang dianggap tua.
artinya dalam segala tindakan harus dapat
BAYU
mengendalikan diri dari godaan nafsu.

22KAJIAN ASTABRATA : Jilid I Prof. Dr. Haryati Soebadio / Prof. Dr.


Edi Sedyawati CV. PUTRA SEJATI RAYA, Jakarta H. 7-8

24
Wahyu Pemimpin
1. tidak sombong sebab segala sesuatu
telah diatur oleh alam.
2. percaya pada diri sendiri, kepribadian
teguh dan kuat.

KUWERA 3. tidak menyanjung dan tidak


membenci, tidak senang dan tidak
susah, karena semua bersifat
sementara
4. koreksi diri, tanggung jawab dan tidak
mementingkan diri sendiri
artinya selalu waspada dan penuh
kesiapsiagaan seperti jalannya air, jemih, sifat
BARUNA
yang senantiasa penuh kepastian tanpa ada
keraguan.
artinya selalu memberi semangat dengan
BRAMA keberanian dan berlandaskan keberanian
untuk mencapai kesejahteraan bersama.
CACA TAN : Dengan kenyataan, bahwa istilah
astabrata tidak ditemukan di India, sedangkan dewa-dewa,
baik tempatnya di penjuru angin, maupun sifat yang
dilambangkannya pun bisa berbeda, maka penelitian
mengenai Astabrata ini akan ditelaah pertama-tama lewat
sumber-sumber Jawa.23

23KAJIAN ASTABRATA : Jilid I Prof. Dr. Haryati Soebadio / Prof. Dr.


Edi Sedyawati CV. PUTRA SEJATI RAYA, Jakarta H 8

25
Wahyu Pemimpin
Dalam perkembangannya sumber ajaran Astabrata
mengambil delapan sifat yang berasal dari unsur alam
semesta atau yang biasa disebut filsafat alam yang
meliputi: Bumi, Laut (Air), Angin, Rembulan, Matahari,
Bintang, dan Langit (Awan) serta Api
Unsur-unsur alam yang dijadikan sumber ajaran
Hasta Brata tidak sepenuhnya memiliki susunan yang
sama, ketika merujuk pada sumber yang berbeda ternyata
ditemukan beberapa perbedaan, demikian juga penafsiran
tentang maknanya. Hal itu dimungkinkan terjadi karena
upaya manusia untuk menggali sifat-sifat atau watak yang
berasal dari unsur alam yang bisa diterapkan dalam
kehidupan manusia memunculkan penafsiran yang
berbeda-beda pula.

26
Wahyu Pemimpin
BAB II

KISAH WAHYU MAKHUTARAMA


Nagari Ngastina

Ngastinapura, Negri bangsa kuru yang banyak


minyimpan tabir kehidupan dan dari negri Ngastina kisah
ini akan dimulai. Tinggal di atas bumi, membentang
dilangit biru tertimbun dalam bebatuan dan tenggelam
didasar samudra. Negara Ngastina sebuah negri besar,
indah mempesona cahaya rembulan terpancar elok
menghias keraton, makmur sinar keagunganya terang
hingga tersohor jauh. Tersebutlah raja besar yang
berambisi kuat Prabu Jaka Pitono karena masih bujang
sudah menjadi raja, juga disebut Sri Kurupati karena
mejadi raja bangsa Kuru, dan terkenal dengan nama Prabu
Duryudana atau prabu suyudana.
Pada saat itu di Pendapa Ngastina sedang ada
pasewakan agung. Prabu Duryudana sedang dihadap
pujangga Ngastinapura juga sang Guru Pandawa Kurawa,
Resi Kumbayana tersebut juga Begawan Durna dari
Sokalima. Mahapati Aria Suman yang dulunya berwajah
bagus dan tampan dari kepatihan Plosojenar, dan terkenal
dengan sebutan Patih Sengkuni sangka linggane tembung
sangka wuni karena ketajaman lidahnya seperti ular
berbisa yang selalu mendampingi Prabu Duryudana.
Raden Kartamarma dari Kastrian Ngadilangu juga datang
menghadap. Panegak kurawa kestria dari Banjar Jumput
kesaih Raden Dursasana juga datang ke pasewakan.

27
Wahyu Pemimpin
Dalam pertemuan kali ini Prabu Duryudana
bercerita bahwa dia bermimpinya mendengar suara
"Wangsit" atau "Ilham" dari Para Dewa yaitu "Wahyu
Makuta Rama" yang berada di gunung Kutarunggu,
Barang siapa memiliki wahyu tersebut ia akan menguasai
dunia, menjadi raja agung yang disegani, baik oleh kawan
maupun lawan. Negara yang dipimpinnya bisa menjadi
negeri yang besar dan berjaya di seluruh dunia. Namun,
Prabu Duryudana tidak tahu mimpi ini benar atau salah,
serta ia juga tidak tahu siapa orang yang bernama Sri
Rama tersebut.
“ Angger anak Prabu Duryudana, kalau diizinkan bapak
akan bercerita tentang siapa itu Sri Ramawijaya..?? ”
“ Silahkan Bopo Guru “
Begawan Druna pun bercerita bahwa Prabu Sri
Rama adalah raja agung titisan Batara Wisnu yang hidup
di zaman kuno. Sri Rama putra mahkotha dari kerajaan
Ayodya, ia merupakan putra dari Raja Dasarata yang
sangat sakti, berwibawa, cerdik dan pandai dalam
memerintah kerajaannya. Namun, Sri Rama merelakan
hak atas takhta kepada adiknya yang bergelar Prabu
Barata, sedangkan dirinya sendiri membangun negara
baru yang bernama Kerajaan Pancawati di Hutan
Dandaka, hidup bersama bangsa wanara / kera.
Konon ia bersama prajurit keranya berhasil
membinasakan Raja Raksasa dan para saudaranya yang
berkuasa saat itu, Raja Raksasa sangat sakti mandraguna
bernama Prabu Rahwana atau Dasamuka dari Kerajaan
Alengka. Bersama pasukan keranya Alengka mampu

28
Wahyu Pemimpin
kocar-kacir hingga keadaannya menjadi gelap Setelah
Prabu Dasamuka mati. Wangi-wangian bertaburan dari
udara, Gunawan Wibisana adik bungsu dari Prabu
Dasamuka dinobatkan menjadi Raja.
Sri Rama selalu memerintah dengan Adil dan
menjadi pelindung rakyat, banyak sekali orang-orang
berguru mengenai kewibawaan, budi, pengetahuan dalam
hal pemerintahan. Yang lebih mengharumkan Kerajaan
Alengka berubah menjadi penuh kebahagiaan dan
kesejahteraan, Mereka sangat gembira seperti baru saja
bangun tidur. Berkat ajaran Rama kepada Wibisana,
kerajaan Alengka menjadi sempuma.
Prabu Duryudana tertarik mendengarnya dan
semakin berminat ingin mendapatkan Mahkota Sri
Ramawijaya, demi kejayaan diri pribadi dan juga
keagungan Kerajaan Hastina. Namun, ia sama sekali tidak
tahu di mana mahkota itu bisa diperoleh.
“ Romo Begawan, apa yang harus nanda lakukan untuk
memperoleh wahyu Mahkota Sri Rama tersebut..? terus
terang nanda tidak tahu dimana bisa mendapatkanya...”
“Anak prabu, bopo juga pernah mendapatkan wangsit
tentang berita ini, tetapi yang saya dengar adalah Wahyu
Makutarama, bukan Mahkota Sri Rama.” Jawab Resi
Durna
“ Terus mengenai wangsit yang romo begawan terima,
adakah kejelasan dan hubungannya mengenai wahyu
itu...?”

29
Wahyu Pemimpin
“ Wahyu Makutarama akan turun ke dunia melalui
Bagawan Kesawasidi yang tinggal di Gunung
Kutarunggu.”
Prabu Duryudana bimbang mendengarnya, ia
tidak tahu mana yang benar, apakah Mahkota Sri Rama,
ataukah Wahyu Makutarama yang akan turun ke dunia.
“Angger prabu tak usah bimbang, untuk memastikan hal
itu anak Prabu harus berangkat ke Gunung Kutarunggu.”
Saran dari Begawan Durna
“Ampun anak prabu, hamba kira anak prabu tidah usah
pergi kesana untuk mencari dan memastikan wahyu
tersebut, anak prabu cukup memerintah narpati atau para
punggawa anak prabu untuk memastikan keberdaan
wahyu tersebut.” Ucap Patih Sangkuni.
“ Dimas Aria Suman, Wahyu Makutarama adalah wahyu
kepemimpinan, maka sudah seharusnya anak prabu
sendiri yang pergi mencari dan mendapatkannya.”
Sanggahan Begawan Durna.
“Kakang pendemban, tidak pantas seorang raja agung
binatoro, dari negri yang sangat luas dan kaya raya, datang
meminta-minta kepada seorang pandita yang tidak
terkenal.” Jawab Patih Sangkuni
“ Ngeh, memang tak sepantasnya saya sendiri yang pergi
untuk mencarinya, terus apa yang harus nanda lakukan..?”
“ Kakang penemban, menurut kakang siapa yang tepat dan
pantas untuk mencari wahyu tersebut..?” Tanya Patih
Sangkuni.

30
Wahyu Pemimpin
“ Menurut hamaba, Bahwa yang lebih tepat untuk
memboyong Wahyu Makutharama adalah Adipati
Awangga Narpati Basukarna karena sifat kesatria yang ia
miliki mampu mejernihkan suasana awangga, dan juga
Wahyu Makutharama merupakan wahyu jawata,
bertepatan dengan karna yang masih keturanan dari Betara
Surya.”
“ Paman Sangkuni, laksanakanlah tugasmu menjadi patih,
pergi dan berilah mandat Kangmas Prabu Basukarna
untuk mendapatkan wahyu tersebut..!!”
“ Sendiko dawuh ger, anak prabu tenag saja paman dan
para saudaramu beserta beberapa punggawa pilihan akan
mendampingi Prabu Basukarna mencari Wahyu Makuta
Rama..”
Para Kurawa berkumpul termasuk Raden
Dursasana menemani Sangkuni menuju Awangga,
Setelah tiba di Awangga Patih Sengkuni menceritakan
tentang turunya wahyu pemimpin yakni Wahyu
Makutharama, Kemudian Patih Sangkuni memberi
mandat Prabu Basukarna mencari Wahyu Makutharama.
Karana merasa terhormat atas mandat yang diberikan
Prabu Duryudana, ia bergegas berangkat di Pertapan
Gunung Kutorunggu didampingi Para Kurawa beserta
seluruh prajuritnya juga dikawal langsung Patih
Sangkuni.

31
Wahyu Pemimpin
Padepokan Kutarunggu

Sementara itu di Gunung Kutarunggu atau


padepokan Kutarunggu yang dipimpin oleh Bagawan
Kesawasidi yang sesungguhnya adalah Hyang Suman
atau Prabu Kresna yang menjelma menjadi seorang
Panembahan atau pendita untuk melaksanakan tugas
menurunkan Wahyu Mahkutarama.24
Pada saat itu Sang Bagawan Kesawasidi dihadap
para murid yang semuanya adalah murid Bathara Bayu,
mereka datang menghadap memohon petunjuk untuk
mencapai kesempurnaan hidup.
Panembahan Kesawasidi sedang bercakap-cakap
dan mejelaskan sifat brahmana yang berjumlah sapta
(tujuh hambeg) dihadapan para murid yang kesemuanya
adalah Kadang Tunggal Bayu, yaitu Resi Mainaka, Ditya
Jajagwreka, Gajah Setubanda, Naga Kowara, Garuda
Mahambira, Macan Palguna, dan Resi Anoman.
Hambege pandita / ulama’ ada tujuh perkara:
1. Hambek Hanaraga (iman, islam lan ihsane di
ugemi)
Memiliki kecerdasan sepiritual, kebijakan yang
luas, mampu menguasai seluruh nafsu, Baik Nafsu
Mutmainah, Amarah, Lauwamah maupun Sufiyah.

24
KAJIAN ASTABRATA : Jilid I Prof. Dr. Haryati Soebadio / Prof. Dr.
Edi Sedyawati CV. PUTRA SEJATI RAYA, Jakarta H.110

32
Wahyu Pemimpin
2. Trisna Asih Marang Sesama (sapada titah wajib
diwelasi)
Memiliki kasih sayang terhadap semua mahluk,
hormat terhadap yang lebih tua, menyayangi, melindungi
dan mengayomi pada yang lebih muda.
3. Tanduk Haris Ulat Manis (lila ligawa ihklas
marang sapada)
Setip tindakanya mencerminkan ahlaqul karimah
dan sesuai dengan konsep aqidah yang murni. Mampu
menjadi pencerah serta bisa membuat solusi pada semua
masalah.
4. Ing Cipta Demen Tetelung (anduweni jiwa
pitulung kang tuwoh sangka ati)
Suka menolong kepada semua mahluk tanpa
mengharap imbalan. Jika mendapat nikmat selalu
bersyukur dan tabah ketika mendapat musyibah.
5. Adoh Sangka Panggawe Cidra ( wong kang cidra
wahyune bakal sirana)
Menjahui seluruh prilaku Nista, hingga tidak
menyebabkan kerusakan di jagad ini.
6. Ora Kena Ngrusak Lan Gawe Serik
Tidak melakukan pekerjaan yang menyakiti diri
sendiri maupun orang lain, hingga menciptakan Memayu
hayuning Bawono, menciptakan kedamaian dan
kesejahteraan.
7. Ngalah Tan Hanggugung Diri.

33
Wahyu Pemimpin
Tidak suka memuji pekerjaannya dan dirinya
karena ia merasa tidak layak utuk dipuji dan
sesungguhnya segala puji hanyalah milik Tuhan Semesta
Alam.
Setelah mejelaskan Hambeg Pinandita, Bagawan
Kesawasidi bertanya Kadang Tunggal Bayu, apa alasan
mereka ingin berguru kepadanya, padahal keenam orang
itu adalah murid Batara Bayu.
Resi Mainaka selaku yang paling tua bercerita
“ Kami telah mendapat perintah langsung dari Batara
Bayu agar berguru kepada Bagawan Kesawasidi di
Gunung Kutarunggu.”
Lamun sira amerguru kaki,, Amililiha menungsa kang
nyata,, Ingkang becik martabate,, Serta kaweruhing
hukum,, Kang ibadah lan kang wirangi..25
Artinya: Peasanku pada kalian jika ingin mencari
guru, pilihlah manusia sejati yang baik martabatnya serta
mengenal hukum yang taat beribadah dan wira’i.
“ Maka, kami pun pergi meninggalkan tempat tinggal
masing-masing dan akhirnya kami bertemu di tempat ini.”
Di antara Kadang Tunggal Bayu tersebut, hanya
Raden Werkudara saja yang tidak mendapat perintah
untuk berguru, mungkin karena ia sudah mendapatkan
ilmu kasampurnan sejati dari Dewa Ruci. Dengan

25 Mocopat Dandanggula, Pinter B. Jawa 121

34
Wahyu Pemimpin
lambaran “Tirto Pawitra Mahning Suci“ Tirto (Air)
adalah lambang kehidupan, dimana ada air distu ada
kehidupan, Pawitra (Bersih) menggali kehidupan yang
tentram, mahning (Menepake pikir) kententraman bisa
diperoleh deng pikiran yang jernih, Suci (bersih dari dosa)
berusaha agar tidak berbuat dosa. Merahi kehidupan
dengan tenang dan tentram dengan cara berfikir jernih dan
berusaha agar tidak melakukan perbuatan dosa.
Dalam serat dewa ruci, yang dimaksud dengan
ruci adalah ruhi (ruhku) maka dalam pewayangannya
bentuk dari Dewa Ruci sama seperti Aria Bratasena. Jika
manusia ingin wusul pada Allah SWT, maka ia harus
mengenali dirinya, menguasi nafsunya karena yang
berhak menang adalah Nafsu Mutmainnah.26
‫َم ْـن ع ََـر َف نَـ َف َـسـه فَـقَدْ ع ََـر َف َربَّـه‬
“Barang siapa mengenali dirinya, maka ia akan mengenal
tuhannya”
ِ ّ ‫ ِا ْرجِ ـ ِع ْـى ِا ىٰل َرب‬.‫يَـأأيَّـتـهَـا الـنَّـ ْفس الـم ْطـ َم ِئـنَّـة‬
‫فَادْخـ ِلـى ِفـى‬. ‫ِـك َر ِاضـ َيـ ًة َم ْـر ِضـيَّـ ًة‬
27. ‫ وادْخ ِـىل جـنَّـ ِتـى‬.‫ِعـبا ِدى‬
َ َ َ
Wahai Jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai, masuklan
dalam golongan hamba-hambaku, dan masuklah kedalam
surgaku.

26
Pagelaran Wayang Kulit KI Anom Suroto & Ki Entus Lakon Dewa Ruci
27 Surah Alfajr 27-30

35
Wahyu Pemimpin
Itulah sebabnya aria werkudara tidak diperintah
untuk berguru, karena sudah mendapat Aji Sampurnane
Urep, lewat serat Dewa Ruci.
“ Lalu ilmu apa yang kalian inginkan...?” Tanya Bagawan
Kesawasidi
“ Hamba ingin menjadi orang yang lebih arif dan
bijaksana..” Resi Mainaka menjawab
“ Hamba ingin diubah menjadi tampan rupawan..” Ditya
Jajagwreka menjawab
“ Hamba ingin bertambah jauh lebih kuat lagi,,” Gajah
Setubanda menjawab
“ Hamba ingin memiliki umur panjang supaya bisa
melihat berbagai macam pergantian zaman,,” Naga
Kowara
“ Hamba ingin bertambah kaya raya agar bisa bersedekah
tanpa batas,, Garuda Mahambira
Sedangkan Macan Palguna ingin bertambah sakti
mandraguna.
Begawan Anoman yang menjawab terakhir justru
paling berbeda dengan yang lain, yaitu ia memohon agar
Bagawan Kesawasidi mengajarkan kepadanya jalan
menuju kematian.
Bagawan Kesawasidi heran dan bertanya.
“ Mengapa kau meminta seperti itu..”

36
Wahyu Pemimpin
“ Saya sudah tua dan merasa jenuh hidup di dunia ini.
Hamba rindu ingin bertemu dengan sanak saudara yang
sudah lebih dulu meninggal, seperti Paman Resi Subali,
Paman Narpati Sugriwa, Patih Anila, Kapi Jaya Anggada,
Kapi Sweda, Kapi Anggeni, Kapi Menda, Kapi
Pramujabahu, dan sebagainya. Bahkan, Resi Jembawan
yang berumur panjang seperti hamba pun baru saja
meninggal dunia dan menbuat hamba merasa iri..” Jawab
Begawan Anoman.
Bagawan Kesawasidi bercerita bahwa keinginan
para murid dapat terpenuhi, tergantung bagaimana niat
dan kesungguhan mereka masing-masing dalam belajar,
dengan kesungguhan hal yang jauh jadi berada, pintu
terkunci jadi terbuka. Dengan tekat serta berdasarkan
kerja keras kesuksesan dapat dirahi. Dan barang siapa
mengharap kemulian tanpa rasa letih, maka sesungguhnya
ia hanya menghabiskan usianya untuk merahi sesuatu
yang mustahil.
Khusus untuk Begawan Anoman, meskipun
dirinya sudah menjadi Brahmana, namun jiwanya tetaplah
kesatria. Untuk seorang kesatria, jiwa yang disitu tertanam
Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe, maka kematian yang
paling utama adalah gugur di medan perang membela
kebenaran dan keadilan. Begawan Anoman gembira
mendengarnya dan berharap semoga itu bisa menjadi
kenyataan.
Usai memberikan nasihat panjang lebar, Bagawan
Kesawasidi berniat masuk ke dalam sanggar palanggatan.
Ia meminta Resi Mainaka dan adik-adiknya agar berjaga

37
Wahyu Pemimpin
di luar padepokan, jangan sampai ada siapa pun yang
mengganggunya. Ketujuh murid itu pun mematuhi dan
siap melaksanakan tugas.
Kocapan Gara-gara

Setelah Bagawan Kesawasidi masuk ke dalam


sanggar pemujaan, tiba-tiba datang rombongan dari
Kerajaan Hastina yang dipimpin Adipati Basukarna dan
Patih Sangkuni. Kedua orang itu disambut Begawan
Mainaka dan ditanyai apa yang menjadi keperluan
mereka.
“Raden Patih Aria Suman dan Adipati Basukarna beserta
para rombongan, selamat datang di padepokan kami yang
berada digunung sewela giri ini..”
“ Oh iya, Penemban Mainaka, entuk pamujimu praptaku
wilujeng niskala tansyah ora ono rubeda..” Jawab Patih
Sangkuni
“Reden, adakah maksud tujuan anda hingga datang di
puncak gunung sewala giri ini??”
“Begawan Mainaka, tujuanku untuk mencari wahyu..”
jawab sangkuni
“Maaf kami diutus Prabu Duryudana, untuk meminta
Bagawan Kesawasidi menyerahkan Mahkota Sri
Rama..!!” Kata Adipati Karna.
“ oo, maaf Raden Patih, Sinuwun Ngawangga, kami tidak
pernah mendengar bahwa guru kami Bagawan

38
Wahyu Pemimpin
Kesawasidi memiliki benda atau wahyu semacam itu..”
Jawab Begwan Mainaka.
“kalau begitu apakah Bagawan Kesawasidi menyimpan
Wahyu Makutarama…??” Adipati Basukarna ganti
bertanya.
“Memang Sang Adi Penemban pernah menyinggung
ajaran politik Prabu Sri Rama, bukan menyimpan Wahyu
Sri Rama.
“Bolehkah kami menemui Bagawan Kesawasidi..?”
“Kalau raden patih dan narpati ngawangga ingin bertemu
Adi Penemban Kesawasidi, silahkan menunggu telebih
dahulu, karena saat ini sang guru sedang manembah pada
Gusti Kang Murbeng Dunmadi, jadi tidak boleh
diganggu..”
Patih Sengkuni tersinggung melihat sikap
Bagawan Mainaka yang dianggapnya menghalangi. Ia
pun memaksa ingin masuk untuk bertemu langsung
dengan Bagawan Kesawasidi. Bagawan Mainaka
mencegah karena gurunya sudah berpesan agar para murid
berjaga jangan sampai ada pihak yang mengganggu
samadinya.
“ He Begawan gunung, apa kamu tidak mengenali aku,
aku adalah patih yang sangat terkenal di jagad raya ini,
orang Ngastina saja tunduk denganku apa lagi Begawan
gunung seperti kamu,,,” Ucap Patih Sangkuni.

39
Wahyu Pemimpin
“ Maaf Raden guru saya Bagawan Kesawasidi tidak bisa
diganggu, tunggu dan bersabarlah…!!”
“ Hanya seorang Begawan gunung, mengatur Patih
Sangkuni, masuklah kedalam, katakana pada gurumu
bahwa Patih hebat Sangkuni, Mau Bertemu…!!”
“ Radeh Patih Hanya boleh beertemu sang Bagawan
Kesawasidi, kalau Beliau sudah selesai Manembah, maka
tunggulah, jika tidak mau menunggu silahkan Raden Patih
dan rombongan pulang terlebih dahulu…!!!”
“ Oh, kurang ajar, Patih Agung Sangkuni hanya diusir
Begawan tua jelek, tidak memiliki tata krama,, Anak
Prabu Basukarna..”
“ Bagaimana ..? paman patih..”
“ Saya diberi wewenang anak Prabu Duryudana untuk
memboyong Bagawan Kesawasidi secara paksa, amyak
awur awur, diberitahu dengan halus tidak mengerti maka
harus dengan kekerasan dan kekuatan..!!” Perintah
Sangkuni Untuk Para Kurawa.
Melihat grombolan kurawa yang mau memaksa
masuk, Garuda Mahambira memberi tahu saudara-
saudaranya tunggal Bayu, mendengar pembiritahuan itu
Begwan Anoman segera maju menerjang para kurawa.
Maka, terjadilah pertempuran antara para Kurawa
melawan Kadang Tunggal Bayu tersebut. Ditya
Jajagwreka, Garuda Mahambira, Naga Kowara, Macan

40
Wahyu Pemimpin
Palguna, dan Gajah Setubanda ikut maju membantu
Bagawan Anoman, sedangkan Bagawan Mainaka yang
paling tua dipersilakan untuk duduk mengamati dari
kejauhan.
Satria Soko Lima putra Begwan Durna juga
petinggi perang ngatinapura, Bambang Haswatama
dihadang Anoman.
“ Bangsat Moyet busuk Anoman,,” Bentek Haswatama
“ Haswasuta utama, haswa itu anak, suta itu kuda, utama
suebuah nama,,” ejek Begwan Anoman
“ Keparat, hai monyet jelek, rupanya kau sudah bosan
hidup…?”
“ Meskipun aku hanya seekor Monyet, menghadapimu
aku tidak akan gentar, jangankan hanya kamu, anak kuda,
seratus kurawa suruh maju semua aku tidak akan
mundur,,,”
“ Bangsat busuk..! Jangan banyak cingcong! Kamu harus
mati,,!” Ucap Haswatama sambil melompat menerjang
Anoman.
Begawan Anoman tenang dengan mengatur
pernafasannya, ia berkonsentrasi penuh menyedot tenaga
dalamnya, tangan kanan merangsek cepat. Berkelebat
menghantam pipi Putra Begawan Durna itu. Meskipun
sudah lanjut usia, namun Begawan Anoman adalah
mantan gembong senopati Harga Swelagiri, senopatinya

41
Wahyu Pemimpin
para Wanara saat mengabdi kepada Prabu Sri Rama dulu.
Meskipun kekuatan tubuhnya sudah menurun, tetapi
kesaktiannya justru makin bertambah.
Mendapat pukulan dari Anoman Haswatama
semakin marah ia merangsek maju membuka jurus
penyerangan. Kaki kirinya terbang mengarah ke wajah
Begawan Anoman dan Siap meremukkan tulang
tengkoraknya. Badan Begawan Anoman bergeser sedikit
ke kiri. Tangan kanan membalas meluncur ke dada lawan.
Haswatama kaget dibuatnya. Dia tarik tangannya, ganti
dirinya berada dalam posisi diserang. Maka kontan tangan
kanannya menangkis.
Merasa tertekan Bambang Haswatama,
mengeluarkan Gadanya, Sudah siap-siap gada
Haswatama, bergerak ke atas membentur untuk
meremmukan dada Begawan Anoman dalam keadaan
berputar. Pada saat itu pula Begawan Anoman melesat ke
udara. Menyusul lawan dengan serangan kedua
tangannya, ahirnya Begawan Anoman mampu merebut
senjata Haswatama.
Melihat musuhnya tanpa senjata Begawan
Anoman melancarkan beberapa pukulan kedua tangannya
mendodok punggung, bahu, dan dada kanan Bambang
Haswatama. Pada kesempatan itu pula kaki kiri senopati
Harga Swelagiri menyambar kepala lawan sambil bersalto
di udara. Mendapat pukulan yang telak haswatama
terguling-giling di tanah dan mutah darah.
Prajurit kurawa kalang kabut, apalagi dengan
ditambah amukan Ditya Jajagwreka dan yang lain,

42
Wahyu Pemimpin
membuat para Kurawa berhamburan serta luka parah.
Melihat para kurawa dan prajuritnya kalang kabut,
Adipati Karna marah dan terpaksa melepaskan panah
pusakanya yang bernama Kuntadruwasa untuk menumpas
para Kadang Tunggal Bayu.
“Mudurlah kalian semua bala tentarakau, gulunglah
benderamu dan sarungkanlah senjata kalian.! Hai para
Kadang Tunggal Bayu hadapilah pasunahku ini, mateken
aji japo mantramu dan rasakanlah Kuntadruwasa ini..!”
Panah pusaka Kuntadruwasa berukuran besar
seperti lembing, dan hanya bisa dilepaskan menggunakan
Busur Wijayadanu. Begitu Panah Kuntadruwasa melesat,
para Kadang Tunggal Bayu merasa gentar dan berusaha
menghindar. Hanya Begawan Anoman satu-satunya yang
berani maju menghadang.
“Aku lihat dari jauh, adipati awangga melepaskan pusaka
kuntadurwasa. Lihat dan cermatilah wahai adipati
awangga, akanku tangkap panahmu ini..!!”
Dengan mengerahkan Aji Maundri, Begawan
Anoman menangkap panah pusaka tersebut saat masih
melesat di udara, kemudian membawanya terbang
bersembunyi di balik awan.
“ Ayo adipati awangga rebutlah senjatamu ini..!! ”
Melihat pusaka andalannya ditangkap lawan,
Adipati Karna merasa lemas dan putus asa. Ia pun menarik

43
Wahyu Pemimpin
mundur pasukan Ngastina. Dalam perjalananya pulang ke
Hastina, Basukarna didatangi Bethara Surya.
“ Ulup Basukarna, ojo kaget ulun Bethara Surya gerr..”
“ Duh romo pukulun, saya mohon pertolongan pukulun?”
“ Anakku Basukarna, ulun sudah melihat apa yang
barusan tejadi, angger kehilangan pusaka kuntha Wijaya
copo ya kuntadurwasa, padahal ulun sudah memberikan
pengarahan bahwa senjata kuntadurwasa hanya bisa kamu
gunakan saat perang akbar barathayuda jaya binangun
ngerr..!!”
Duh romo pukulun, saya benar-benar menyesali itu, tapi
apakah senjata hamba bisa kembali pukulun…?? ”
“Angger Basukarna, siro kelangan pusaka sebab lali
purwaduksina lali tatanan lan aturan, anggar terlau
menuruti apa yang dikatakan Patih Sangkuni, anggar lupa
tatakrama bahwa orang yang manembah memang tidak
boleh diganggu. Jika angger ingin pusaka itu kembali
maka harus menebusnya…!!”
“ Apa tebusannya pukulun..?? “
“Siro wajib tapa brata serta menyesali apa yang telah
kamu perbuat ger..!! ”
“Ngeh pukulun, kalau begitu saya mohon pamit untuk
menjalanknya..?”

44
Wahyu Pemimpin
“ Oo, iya ger, kamu harus menahan godaan apapun saat
menjalankanya. Terutama ambisi dan hawanafsumu.
Semoga tujuan berhasil gerr.
Setelah memberikan pengarah pada Basukarna, Bethara
Surya pamit meninggalkan diri.
Pertapan Cundramanik
Seorang Brahmana tua yang sudah berusia ratusan
tahun, bernama Bagawan Wibisana di Padepokan
Cundramanik. Ia merupakan adik bungsu Prabu Rahwana
Dasamuka di zaman kuno. Dulu ketika terjadi perang di
Kerajaan Alengka, Bagawan Wibisana masih bernama
Raden Gunawan Wibisana, Wibisana menahan kakaknya
agar tidak berperang dengan Rama, dan menyarankan
agar Rahwana mau mengembalikan Dewi Shinta. Hal itu
akan memberikan keutamaan pada diri Sang Kakak
Rahwana serta keunggulan kerajaan Alengka. Wibisana
juga memperingatkan kepada mereka agar menahan diri
dan hendaknya bertindak dalam kebenaran.
Rahwana marah karena Wibisana hanya membela
Ramawijaya sedangkan dirinya hanya disalahkan saja.
Dalam kemarahannya Rahwana sampai menendang
Wibisana, tetapi Wibisana tetap sabar dan tenang.
Wibisana masih mengingatkan kakaknya bahwa semua
prajuritnya sebenarnya mau menerima saran-sarannya,
tetapi mereka takut kepada Rahwana. Akhirnya dengan
kemarahannya, Rahwana. menyuruh pergi Wibisana dari
istana Alengka. Wibisana diikuti oleh beberapa punggawa
yang setia pergi meninggalkan Alengka.

45
Wahyu Pemimpin
Digunung Mahendra, daerah perbatasan Al.engka,
pasukan Rama sudah disusun sesuai dengan tempatnya
masing-masing. Tiba-tiba Anoman mengetahui Wibisana
terbang keluar dari istana Alengka bersama beberapa
punggawanya. Akhirnya Anoman menghampirinya dan
Wibisana menceritakan asal mulanya ia keluar dari
Alengka. Setelah mengetahui latar belakang Wibisana
segera Anoman mendatangi tempat Ramawijaya untuk
melaporkan kedatangan Wibisana. la mengatakan bahwa
Wibisana telah disuruh pergi oleh Rahwana. Setelah
mengetahui duduk permasalahannya, Ramawijaya
menyambut Wibisana dengan senang hati, dan Wibisana
memilih untuk bergabung dengan Prabu Sri Rama. 28
Setelah Prabu Rahwana gugur, Raden Gunawan
pun dilantik menjadi raja Alengka yang baru, bergelar
Prabu Wibisana. Demi menjauhkan rakyatnya dari
pengaruh buruk Kerajaan Alengka, maka ia pun
memindahkan ibu kota negara ke Parangkuntara, yang
kemudian diberi nama Kerajaan Singgelapura.
Setelah menjadi raja cukup lama, Prabu Wibisana
lalu mengundurkan diri dan menyerahkan takhta kepada
putranya yang bernama Raden Bisawarna, bergelar Prabu
Dentawilukrama. Prabu Wibisana pun menjadi Brahmana
di Gunung Cindramanik. Bertahun-tahun kemudian,
Kerajaan Singgelapura sudah berganti-ganti raja, tetapi
Bagawan Wibisana masih diberi umur panjang.

28
KAJIAN ASTABRATA : Jilid I Prof. Dr. Haryati Soebadio / Prof. Dr.
Edi Sedyawati CV. PUTRA SEJATI RAYA, Jakarta H.51

46
Wahyu Pemimpin
Hari itu Bagawan Wibisana sedang duduk di
sanggar palanggatan. Tiba-tiba ia melihat sesosok
bayangan tinggi besar yang samar-samar kelihatan,
samar-samar tidak, mendatangi dirinya. Ia mengenali
bayangan tersebut tidak lain adalah roh kakaknya sendiri,
yaitu Arya Kumbangkarna. Semasa hidupnya dulu, Prabu
Rahwana memiliki tiga orang adik, yaitu Arya
Kumbakarna, Dewi Sarpakenaka, dan Gunawan
Wibisana. Arya Kumbakarna dan Dewi Sarpakenaka ikut
gugur dalam perang di Kerajaan Alengka. Dalam perang
tersebut, Arya Kumbakarna berniat membela tanah air
dari serangan musuh, bukan demi membela kakaknya
yang angkara murka. Namun, entah mengapa sampai kini
ia sulit masuk ke alam Swargaloka seperti yang pernah ia
cita-citakan dulu. Yang terjadi justru sebaliknya, sampai
sekarang ia masih menjadi roh gentayangan yang tersesat
di dunia fana. Padahal, dulu ia mempunyai keyakinan
apabila gugur dalam pertempuran, maka roh akan masuk
surga dan dilayani para bidadari.
“ Adiku, adiku Gunawan..”
“ Kakang Mas Kumbangkarna..”
“ Adiku Gunawan Wibisana, sudah lama kang mas
mencarimu dan hatiku sudah berlukiskan rindu yang
mendalam, tapi kenapa kamu menghindar saat kang mas
mau memelukmu, apa kamu sudah lupa sama saudaramu
atau kamu tidak menganggapku sebagai kakakmu
Gunawan…?”

47
Wahyu Pemimpin
“ Kakang Mas Kumbangkarna, salam hormat saya katur
kangmas..”
“ Adiku di, jika kamu tidak menjelaskan mengapa kamu
tidak mau aku peluk, maka maafkan kang mas, salam
hormatmu tidak kangmas terima,,,”
“ Begitu ya, Kakang Mas Kumbakarna, saya sudah tua dan
sudah saatnya untuk bersiap menghadap Gusti Kang
Murbeng Dumadi, maafkan adikmu ini kangmas yang
tidak mau dipeluk oleh kakaknya, karena Kangmas
Kumbangkarna masih kotor,,”
“ Gunawan adikku, kalau seperti itu alasanmu, salam
hormatmu aku terima, tapi adikku mendengar
penjelasanmu hatiku terasa perih sebab dosa apa yang
kangmas terima sehingga hidup kangmas seperti ini,
selama hidupku aku sudah berhati-hati, jangan samapai
memakan yang haram, menyandang haram begitu juga
jangan samapi bertindak tidak sesuai kebenaran sejati, tapi
mengapa kangmas harus seperti ini..”
“ Mohon maaf kangmas, kangmas menjadi seperti ini
karena kangmas berani berperang melawan Prabu Sri
Rama dan bala tentaranya...”
“ Gunwan adiku, meskipun kangmas ini buruk, kangmas
terlahir sebagai seorang kesatria, maka sudah sewajarnya
kangmas membela Tanah air, kangmas lahir di Bumi
Alengka, kangmas maka juga hasil dari Bumi Alengka,
sudah sepantasnya kangmas membela Ibu pertiwi,,”

48
Wahyu Pemimpin
“ Ingih Kakang Mas, meskipun kangmas Kumbakarna
berperang demi negara, berniat membela tanah air, tetapi
tindakanmu itu justru melawan Kebenaran. Seorang
kesatria wajib menjaga lima hal dalam lelabuhannya.
1. Menjalankan perintah agama sesuai dengan
prinsip-prinsip yang mapan.
2. Berjiwa patriotik yang bersandar pada kesopanan
dan kedamaian
3. Adanya kemaslahatan umum.
4. Melakukan musyawarah dengan orang yang
berpengetahuan atau orang yang berpandangan
baik.
5. Menjaga Kesejahteraan Bangsa
Kangmas Kumbakarna jelas-jelas mengetahui hal
itu tetapi memilih tidur tanpa menentukan sikap yang
pasti. Hingga akhirnya, ketika perang besar meletus,
Kangmas pun dibangunkan kakang Prabu dasamuka dari
tidur panjang untuk dijadikan senapati.”
“ Adiku di, Kangmas merasa terharu dan sedih, tolong lah
Kangmasmu ini Gunawan, tolong aku,,!!”
Arya Kumbakarna merasa sedih dan ngeri
mendengar penjelasan tersebut dan ia menyadari
kekeliruannya. Ia pun meminta bantuan kepada sang adik
agar membebaskan dirinya dari ketersesatan duniawi.
“ Saya hanya bisa membantu menunjukkan jalan bagi
Kangmas untuk menyempurnakan diri, Menurut wangsit

49
Wahyu Pemimpin
yang Saya terima, di zaman ini hidup lima kesatria
Pandawa yang selalu membela kebenaran dan
menegakkan keadilan, Kelak mereka akan membersihkan
angkara murka di muka bumi. Hendaknya kangmas
mencari Panegak Pandawa yang bernama Arya
Wrekodara, setelah itu kangmas memintalah untuk
disirnakan..”
Arya Kumbakarna gembira mendengar penjelasan
sang adik dan bersiap berangkat mencari Arya
Wrekodara. Bagawan Wibisana memberi saran agar Arya
Kumbakarna mencegat dan menantang perang Arya
Wrekodara saat melewati Hutan Duryasa. Adapun ciri-ciri
Arya Wrekodara adalah berbadan tinggi besar, dan
memakai busana mirip Resi Anoman, yaitu sang wanara
putih yang dulu pernah membakar Kerajaan Alengka.
Arya Kumbakarna menerima saran tersebut dan segera
mohon pamit berangkat saat itu juga.
Setelah roh sang kakak pergi, Bagawan Wibisana
merasa hidupnya tidak lama lagi. Aliran darahnya mulai
melambat, kadang ada, kadang tiada. Hati nuraninya
berbisik bahwa semua tugasnya di dunia telah selesai.
Maka, untuk bisa menjemput kematian secara sempurna,
Bagawan Wibisana pun bersamadi mengheningkan cipta,
melepaskan segala macam keterikatan duniawi. Dari
tubuhnya tiba-tiba memancar keluar empat macam
cahaya, yaitu cahaya merah, hitam, kuning, dan putih.
Keempat cahaya ini merupakan perwujudan empat hawa

50
Wahyu Pemimpin
nafsu yang selama ini membantunya dalam menjalani
kehidupan.
Ke empat hawa nafsu tersebut mengambil wujud
raksasa, yang masing-masing bernama Ditya Rekta, Ditya
Kresna, Ditya Pita, dan Ditya Seta. Mereka bertanya
mengapa diri mereka disingkirkan, tidak diajak ikut serta
naik ke Swargaloka. Padahal, selama ini mereka menjadi
daya pendorong dan sumber semangat bagi Bagawan
Wibisana dalam menjalani kehidupan. Rasa suka, duka,
marah, cinta, benci, lapar, dahaga, ngantuk, dan bangga,
juga semangat hidup, semuanya berasal dari keempat
hawa nafsu tersebut. Bagawan Wibisana seorang suci,
selama ini selalu berpegang teguh pada hati nurani
sehingga bisa mengendalikan hawa nafsu, bukannya
dikendalikan oleh hawa nafsu seperti pada kebanyakan
manusia lainnya. Jika raga ibarat kereta, maka keempat
nafsu adalah kuda penariknya. Bagawan Wibisana selama
hidup mampu menjadikan pikiran sebagai kusir yang baik,
yang mematuhi perintah hati nurani, sehingga pikiran
mampu mengarahkan kuda di jalan yang benar.
Bagawan Wibisana pun menjelaskan bahwa
mereka bukannya disingkirkan, tetapi hendaknya mencari
sarana pengruwatan. Keempat nafsu tersebut adalah
peranti raga, bukan peranti roh. Raga asalnya dari alam,
maka harus kembali ke alam dengan cara dikubur.
Sedangkan hawa nafsu juga hendaknya bisa kembali ke
alam melalui pangruwatan. Bagawan Wibisana tidak
ingin dirinya mati seperti Arya Kumbakarna, yang masih
diselimuti hawa nafsu.

51
Wahyu Pemimpin
Ke empat raksasa perwujudan hawa nafsu itu pun
bertanya siapa kiranya yang bisa meruwat mereka.
Bagawan Wibisana menyarankan agar mereka berempat
pergi ke Hutan Duryasa untuk menemui kesatria
Panengah Pandawa yang bernama Raden Janaka, Dialah
orangnya yang bisa meruwat keempat raksasa tersebut.
Keempat raksasa itu gembira mendengarnya dan segera
mohon pamit meninggalkan Padepokan Cindramanik.
Kini tinggal Bagawan Wibisana seorang diri. Ia
lalu mengheningkan cipta, bersamadi melarutkan diri
dalam kuasa Semesta. Tidak lama kemudian, tubuhnya
pun musnah menjadi debu, kembali ke alam, Muksa sang
Begawan Gunawan Wibisana.
Janturan Janaka Ing Wana
Raden janaka /Arjuna yang berparas rupawan
sedang berjuangan dalam mendapatkan Wahyu Makhuta
Rama yang menjadi pegangan dalam pemerintahan.
Raden Arjuna sedang berjalan diiringi keempat
punakawan: Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan
Bagong.
Punakawan dalam bahasa pedalangan berasal dari
kata pana (cerdik, jelas, terang atau cermat dalam
pengamatan), sedangkan kata kawan berarti teman.
Punakawan/panakawan berarti pamong yang sangat
cerdik, dapat dipercaya serta mempunyai pandangan yang
luas serta pengamatan yang tajam dan cermat, Semar dan
anak-anaknya memiliki watak wicaksana, dapat
dipercaya, jujur, panjang nalar, dan rileks/tenang serta

52
Wahyu Pemimpin
berani menghadapi segala keadaan dan persoalan, baik
yang rumit maupun yang pelik dalam istilah sastra Jawa
tanggap ing sasmita lan limpad pasang ing grahita.29
Dalam pewayangan Jawa, kelompok punakawan
lebih sebagai penasihat spritual, Pamomong, berperan,
Penasehat atau cahaya tuntunan pada waktu kesatria
dalam kesulitan / kebimbangan dan kegelapan, kadang
berperan pula sebagai teman bercengkrama, dan
penghibur di kala susah. Pada intinya, Semar dan anak-
anaknya bertugas untuk mengajak para kesatria
asuhannya untuk selalu melakukan kebaikan atau karepin
rahsa ( Nafsu al mutmainah )30
Kembali dalam cerita, demikianlah, ke empat
raksasa penjelmaan hawa nafsu itu sampai di Hutan
Duryasa dan melihat Raden Arjuna sedang berjalan,
Keempat raksasa itu pun menghadang dan minta supaya
diri mereka diruwat agar bisa kembali menjadi bagian
alam semesta. Raden Arjuna menolak dan mengatakan
tidak sanggup. Keempat raksasa itu serentak menyerang
bersama untuk memancing tindakan Raden Arjuna.
Maka, terjadilah Duel dimana Raden Janaka
seorong diri dikeroyok keempat raksasa tersebut. Gerak
lincah raden janaka serta ditambah kesaktian polanggeni
membuat keempat raksasa itu kalang kabut, tapi setiap
kali salah satu raksasa terbunuh, tiba-tiba saja hidup

29 Purwadi (2014: 124),


30 (Nugraha, 2005: 70).

53
Wahyu Pemimpin
kembali, seolah mereka tidak bisa mati, Raden Janaka
merasa bingung, seluruh ilmunya dikeluarkan hingga
senjata Pasopati, Raden Arjuna hanya mampu untuk
membunuhnya tapi tidak mampu untuk memusnahkanya.
Melihat itu, Kyai Semar tanggap terhadap
kesulitan momongannya, Ia pun maju memberikan
nasihat.
“Ndoro bagus Janaka, hawanafsu berbentuk metafisik,
yang melekan dalam hati, adapun cara mengruwatnya
harus secara halus pula bil qolbi..!!”
Dipunsami ambanting sariran ira,
Nyegah darahar lan guling,
Drapun sudo, nafsu kang ambra-ambra,
Rerema ing tyasireki,
Dadi sabarang kersanira letari.31
Melatih dengan keras raga dirimu, dengan
berpuasa dan qiyamul lail, mengendalikan nafsu yang
berkobar-kobar, tenangkan dalam batinmu, sucikan
pikiranmu agar segala kehendak dirimu menjadi selamat.
“Baik kakang semar..”
Raden Arjuna paham. Ia pun meletakkan senjata
dan mengheningkan cipta, mengatur pernafasan. Segala
nafsu keinginan dilupakan, yang ada hanya tinggal
perasaan syukur dan ikhlas, larut dalam kehendak Tuhan.
Dari tubuhnya kemudian muncul cahaya yang membakar

31 Macapat Durma (Dr.Suwardi Endra Swara Pinter B.Jawa)

54
Wahyu Pemimpin
keempat raksasa tersebut. Keempat raksasa itu lalu
musnah tanpa sisa, kembali menjadi bagian alam semesta.
Setelah musuh dapat dikalahkan, Raden Arjuna
pun melanjutkan perjalanan bersama para panakawan.
Tempat yang ia tuju adalah Padepokan Gunung
Kutarunggu untuk meraih Wahyu Makutarama.
Nagari Ngamarta dan Kasatriyan Madukara
Sementara Negri Ngamarta bersedih hati, Prabu
Puntadewa sebagai raja dan kakak tertua dibantu oleh
adik-adiknya yaitu Arya Bratasena, Nakula, Sadewa, dan
Arjuna. Mereka ini disebut Keluarga Pandawa.
Puntadewa yang dihadap oleh Arya Bratasena, Nakula
dan Sadewa, Gatutkaca, yang bertahta di Pringgodani
adalah Arya Gatotkaca anak dari Arya Bratasena. Mereka
membicarakan hilangnya saudara panengah Pandawa
Raden Janaka dan pujangga kerajaan Ngamarta juga
kakak sepupu pandawa, Raja Dwarawati, Prabu Sri
Bathara Kresna.
“Adimas Werkudara, Kita para Pandawa sudah
bersumpah Endok Sak Petarangan, Mukti Siji Mukti
Kabeh Mati Siji Mati Kabeh, sudah setengah Bulan,
Ngamarta dan Pandawa tidak sempurna, sebab hilangnya
saudara panengah kita dan kangmas Dwarawati, kira-kira
menurut dimas meraka ada dimana dan apa yang harus
kita perbuat untuk mereka..??”
“Kangmasku Bareb, kalau diibaratkan negri ngamarta
seperti awan yang tertutup mendung, ya sebab tadi

55
Wahyu Pemimpin
hilangnya panengah kita beserta pujangganya, jika kita
tidak cepat mencarinya maka Negri Ngamarta akan
merasa sakit, bahkan ada negri lain yang ingin
menguasainya..” Jawab Arya Bratasena.
“ Apa yang dikatakan Kangmas Bratasena banar, kangmas
Samiaji, kita harus cepat berusaha untuk
menemukannya…?” Sahut Nakula.
“Adimas Bratasena, kangmas meminta agar dimas
Werkudara dan anakmas Gatutkaca untuk mencari
Kakang Kresna dan Dimas Janaka”
Prabu Puntadewa memberi tugas Aria Bratasena
beserta putranya Raja Prigondani Gatutkaca untuk
mencarinya, Arya Bratasena dan putranya Gatotkaca
langsung berangkat menuju Hutan tapi jalan yang mereka
tempuh berdeda alias berpencar.
Sementara di Madukara Para istri Janaka, yaitu
Dewi Wara Sumbadra, Dewi Wara Srikandi, Dewi
Larasati dan Dewi Sulastri. Mereka semua juga merasa
sedih karena ditinggal pergi suaminya Raden Janaka.
Di tengah-tengah kesedihan mereka datanglah
Batara Narada, ia menjelaskan tentang duduk
persoalannya mengapa Arjuna sampai Pergi
meninggalkan mereka, yaitu mencari Wahyu Makhuta
Rama. Narada menawarkan kepada Dewi Sumbadra dan
Dewi Srikandi, apabila mereka ingin mencari Arjuna ia
sanggup menolongnya, yaitu dengan mendandani mereka
menjadi seorang Satria/Pria dengan diberi nama Bambang

56
Wahyu Pemimpin
Sintawaka untuk Dewi Wara Sumbadra dan Bambang
Kandihawa untuk Dewi Wara Srikandi. Sedangkan
Larasati dan Sulastri mendapat tugas menjaga keamanan
kasatriyan Madukara, jadi mereka tinggal di kasatriyan
saja.
Setelah dirasa cukup, Batara Narada pamit undur
diri kembali ke Kahyangan Sidik Pangudaludal,
sedangkan Bambang Sintawaka dan Bambang
Kandihawa, Sampai di tengah hutan mereka bertemu
dengan Gatotkaca, dan terjadilah perang tanding.
Gatotkaca dapat dikalahkan dan mengakui bahwa
sebenarnya ia diutus mencari pamannya yang bernama
Arjuna. Mendengar pengakuan Gatotkaca, Bambang
Sintawaka dan Bambang Kandihawa berpurapura
mempunyai musuh. Gatotkaca disuruh membantunya,
sebelumnya ia diangkat sebagai anak mereka.
Janaka Tiba di Padepokan Kutarunggu
Raden Arjuna yang berjalan diiringi para
panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan
Bagong, akhirnya tiba di Gunung Kutarunggu. Dengan
mengerahkan Aji Panglimunan, mereka berhasil melewati
para Kurawa yang mengepung di kaki gunung. Resi
Anoman yang mengenali mereka segera datang
menyambut dengan penuh tatakrama.
“ Kakang Anoman, Saya ingin bertemu dan berguru
kepada Bagawan Kesawasidi..??”

57
Wahyu Pemimpin
“ Dimas Janaka, Kakang harap Dimas, bersabar karena
saat ini sang guru Bagawan Kesawasidi sedang bersamadi
dan tidak dapat diganggu..”
“ Baiklah kakang, kalau begitu aku akan sabar menunggu
sampai sang Bagawan sudi menemui dan menerimaku
sebagai murid..”
Raden Arjuna bersedia duduk menunggu di depan
padepokan. Begawan Anoman terkesan mendengarnya.
Ternyata sikap Raden Arjuna sangat sopan, tidak seperti
Patih Sangkuni, Adipati Karna dan para Kurawa yang
mengandalkan kekerasan.
Demikianlah, sudah tiga hari lamanya Raden
Arjuna duduk dengan sabar di depan Padepokan
Kutarunggu. Pada hari itu Bagawan Kesawasidi
mengakhiri samadi dan keluar dari sanggar pemujaan.
Begawan Anoman juga ikut serta menghadap dan
menceritakan segala sesuatu yang terjadi selama Bagawan
Kesawasidi bersamadi tiga-hari tiga-malam.
Begawan Anoman bercerita bahwa Adipati Karna
dan para Kurawa memaksa masuk untuk bertemu hingga
terjadilah pertempuran. Dalam pertempuran itu, Anoman
berhasil merebut Panah Kuntadruwasa dan kini hendak ia
persembahkan kepada Bagawan Kesawasidi, Bagawan
Kesawasidi menolak persembahan Begawanm Anoman,
karena ia tidak membutuhkan senjata.

58
Wahyu Pemimpin
“Anoman, setelah aku meneliti pusaka ini, mohon maaf
aku tidak bisa menerima persembahanmu Anoman..”
“Mohon ampun Adi Penemban, Kalau beleh hamba
mohon penjelasan..??”
“ Anoman, tanpa kamu sadari kamu sudah melakukan
empat kesalahan..”
Bagawan Kesawasidi lalu menyebutkan kesalahan
Bagawan Anoman, Yang Pertama membuat malu dan
membuat bingung Adipati Karna, karena pusaka ampuh
yang ia miliki telah dirampas musuh, padahal seorang
Begawan harus memiliki tujuh hambeg yakni Hambek
Hanaraga, Trisna Asih Marang Sesama, Tanduk Haris
Ulat Manis, Ing Cipta Demen Tetelung, Adoh Samgka
Panggawe Cidra, Ora Kena Ngrusak Lan Gawe Serik,
Ngalah Tan Hanggugung Diri, ketujuh sifat itu tidak
dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh Begawan
Anoman.
Kesalahan yang ke dua yaitu ucapannya tidak
sesuai dengan perbuatan. Bukankah tadi Resi Anoman
memohon ingin ditunjukkan jalan kematian. Namun,
ketika Panah Kuntadruwasa ditembakkan, mengapa ia
menangkap dengan tangan, bukannya menerima dengan
dada? Karena Resi Anoman sudah menyia-nyiakan
peluang menjemput ajal secara kesatria, maka ia harus
menunda kematiannya sendiri hingga seratus tahun ke
depan. Resi Anoman harus tetap hidup di dunia selama

59
Wahyu Pemimpin
satu abad lagi, hingga tiba waktunya ia menjemput ajal
setelah menikahkan keturunan keenam Raden Arjuna.
Kesalahan yang ke tiga, Bagawan Anoman
bersalah pada Bagawan Kesawasidi yakni, memberi
persembahan pusaka hasil rampasan, toh padahal seorang
Bagawan tidak boleh merampas, memberikan harta
rampasan atau menerima harta rampasan, berarti Bagawan
Anoman melakukan kesalahan yang berlapis.
Kesalahan yang ke empat, Anoman bersalah pada
jangkane jagad yaitu Perang Baratayudha, pada saat
perang itu Basukarna akan bertanding melawan panengah
pandawa Raden Arjuna. Raden Arjuna tidak mau
melawan sesorang yang tidak memiliki keahlian maupun
pusaka Ampuh.
Begawan Anoman merasa serbasalah. Ia tidak
dapat menyerahkan Panah Kuntadruwasa kepada
Bagawan Kesawasidi, namun juga malu jika
mengembalikannya kepada Adipati Karna. Begawanm
Anoman pun meminta Bagawan Kesawasidi agar
menyerahkan pusaka tersebut kepada Raden Arjuna.
Namun, Bagawan Kesawasidi tetap keberatan karena itu
sama artinya dengan merendahkan sifat kesatria Raden
Arjuna. Jika sampai pusaka tersebut diserahkan, Raden
Arjuna pasti akan menolak, karena Kuntadruwasa
diperoleh dengan cara merampas milik musuh.
Bagawan Kesawasidi memahami perasaan
muridnya itu. Ia pun mempersilakan jika Resi Anoman

60
Wahyu Pemimpin
menitipkan pusaka itu kepadanya, kelak biar ia yang
mengembalikannya kepada Adipati Karna. Bagawan
Anoman merasa gembira lalu menyerahkan panah pusaka
tersebut kepada sang guru.
Bagawan Anoman sangat menyesal namun
semuanya telah terjadi. Ia pun berterima kasih atas
petunjuk sang guru, kemudian memperkenalkan Raden
Arjuna yang ada di belakangnya. Setelah itu, Bagawan
Anoman mohon pamit keluar untuk berkumpul bersama
Kadang Tunggal Bayu lainnya.
Bagawan Kesawasidi Menurunkan Wahyu
Makhutarama
Padepokan Kutarunggu Bagawan Kesawasidi
kedatangan Raden Janaka beserta Para punakawannya.
Setelah saling berkenalan, Bagawan Kesawasidi
menanyakan maksud dan Tujuan Raden Janaka.
“ Gus Raden Janaka, apa maksud dan tujuanmu hingga
kamu sampai di padepokan Kutarunggu,,??”
“Duh sang Bagawan, hatiku mersa gelisah sehingga aku
berriyadloh di gunung swelagiri Penemban, pada saat saya
berriyadloh ada suara Hatif yang menyuruku untuk pergi
ke Padepokan Kutarunggu dan berguru pada Adi
Penemban..”
“Wahai Panengah Pandawa, melihat sinarmu kamu pasti
ingin mencari Wahyu Makuta Rama, hingga penuh

61
Wahyu Pemimpin
tantang dan sangat beresiko kamu berriyadloh di gunung
swelagiri..”
“Banar penemban, hamba meninggalkan kasatrian
madukara dan berkelana hanya ingin mendapat Wahyu
Makuta Rama, maka berilah hamba petunjuk Penemban
untuk mendapatkan wahyu tersebut..”
“ Apa kamu sudah mengetahui wujud Wahyu Makuta
Rama yang kamu cari itu wahai Panengah Pandawa...??”
“ Mohon maaf sang Bagawan, karena keluhuran wahyu,
hamba belum mengetahui wujud atau bentuknya Adi
Begawan, dalam hati hamba hanya mengikuti ilham yang
hamba dapat bahwa Wahyu Makuta Rama akan turun di
Padepokan Kutarunggu..”
Bagawan Kesawasidi pun menjelaskan bahwa
dirinya memang mendapat wangsit agar menurunkan
Wahyu Makutarama kepada Raden Arjuna. Lalu
dijelaskannya, bahwa sebenarnya Wahyu Makuta Rama
itu tidak berujud, Sesungguhnya wahyu ini berbentuk
pelajaran ilmu kepemimpinan yang dulu pernah diajarkan
Prabu Sri Rama saat melantik Prabu Wibisana menjadi
raja Singgelapura. Ajaran tersebut diperuntukkan bagi
seorang Raja sebagai pedoman dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Ajaran tersebut berisi delapan sifat
utama yang harus dimiliki oleh seorang raja, yang terkenal
dengan sebutan Astabrata.
Asta artinya “delapan”, sedangkan brata artinya
“tindakan”. Maksudnya ialah, ilmu kepemimpinan ini
meneladani tindakan delapan jenis benda alam.

62
Wahyu Pemimpin
Setelah Raden Arjuna menyatakan siap, Bagawan
Kesawasidi pun memulai pengajarannya. Kedelapan
ajaran utama tersebut adalah :
1) Meneladani Watak Bumi
Anduweni sifat sabar kang tanpa upama,anggung
murah ati marang sapa bae senajan dipacul, digaru lan
diluku, nanging malah dadosake kesuburan kang bisa
nuwuhake marang sawernane tanduran kang bisa
diunduh. Menehi sekabehing kang dikandut ing sakjerone
bumi tanpa bisa entek tansyah pilih kasih.
Sifat bumi adalah memberikan tempat hidup
kepada semua mahluk, baik manusia hewan maupun
tumbuhan. karakter bumi yang memiliki sifat kaya akan
segalanya dan suka bersederma lembah manah (sabar,
kaya hati), welas asih (kasih sayang), luwes (faksibel),
mengku (melindungi), iling (ingat kepada Tuhan), hening
(kejernihan pikir, batin), heneg (penuh pertimbangan),
mawas (waspada), lan wicaksana (bijaksana). Pemimpin
yang mengikuti sifat bumi adalah seseorang yang
memiliki sifat kaya hati artinya pandai mengendalikan
hawa nafsu terutama nafsu pancadriya (penyakit Hati)
seperti, sombong, iri hati, hati mudah terbakar, semenah-
menah, adigang adigung adiguna, kemudian ia mampu
menyalurkan seluruh tenaga serta pikiran dengan
kecerdasan emosional yang optimal, hingga membuahkan
sifat rela menghidupi dan menjadi sumber penghidupan
seluruh makhluk hidup serta berkarakter melayani segala
yang hidup.

63
Wahyu Pemimpin
2) Meneladani Sifat Bintang
Anduweni sifat tata lan tertip ora gambang keno
pengaruh, bisa menehi panglipur marang kang nandang
susah, lan menehi panuntun marang kang lagi bingung,
Santosa ing budi, teguh ing tekad, prawira ing tandang,
Pitayan tan samudana, setya tuhu ing wacana, asring
umasung wasita.
Sifat Kartika, adalah tertata, teratur, dan tertib.
Mampu menghibur yang lagi sedih, dan menuntun orang
yang sedang mengalami kebingungan, serta menjadi
penerang di antara kegelapan. Seseorang yang
mengadopsi perilaku bintang, akan memiliki cita-cita,
harapan dan target yang tinggi untuk kemakmuran dan
kesejahteraan tidak hanya untuk diri sendiri namun juga
orang banyak. Maka sebutan sebagai “bintang” selalu
dikiaskan dengan suatu pencapaian prestasi yang tinggi.
Posisi bintang akan memperindah kegelapan langit di
malam hari. Orang yang berwatak bagai bintang akan
selalu menunjukkan kualitas dirinya dalam menghadapi
berbagai macam persoalan kehidupan.
3) Meneladani Sifat Matahari
Tansah asung daya kekuatan marang kabeh kang
gumelar ing djagad Bisa menehi pepadang, kabeh kang
gumelar ing Bawana, sayekti ora ana kang ora antuk daya
saka soroting surya. Sagara nguwab temah nganakake
udan, tanem tuwuh bisa tukul, iya marga saka
prabawaning surya.

64
Wahyu Pemimpin
Matahari adalah sumber kehidupan yang
memberikan sinarnya tanpa pilih kasih, mampu
memusnakan segala kegelapan dan menjadi sumber
energi alam semesta. Matahari menjadi penghangat suhu
agar tidak terjadi kemusnahan masal di muka bumi akbiat
kegelapan dan kedinginan. Sifat utama sang surya adalah,
Hanguripi,(memberi kehidupan dan energi), madangi
(memberi motivasi dan inspirasi), memardi (memberi
pendidikan dan edukasi), hangugemi (loyal dan tenang)
handarbeni (nasionalisme) ora goyah lan ora gampang
piweleh (tidak akan goyah prinsipnya dan tidak mudah
untuk menyalahkan orang lain) ora gumunan (tidak
gampang heran akan hal-hal baru dan asing).
Matahari mampu memberikan sumber energi yang
besar bagi seluruh makhluk hidup, seperti itulah juga
seorang pemimpin kepada rakyatnya. Pemimpin harus
memiliki energi positif yang mampu bertindak produktif
untuk rakyatnya. Panas matahari yang membara di musim
kemarau, mampu memberikan kekuatan pada semua
makhluk. Pemimpin harus bertindak adil, berwibawa,
merakyat, tanpa pamrih, ia tidak akan berhenti dan merasa
lelah untuk menciptakan ruang dan lapangan untuk
maslahat umatnya serta mencari hasil bumi yang
manfaatnya kembali pada dirinya dan masyarakat. Hal itu
sesuai dengan pribahasa Sepi ing pamrih rame ing gawe,
tidak hanya itu, ia juga akan membela rakyatnya yang
tertindas.

65
Wahyu Pemimpin
4) Menladani Sifat Angin
Remusuk marang sekabehing panggonan tanpa
pilih kasih, adil para marta ora peduli panggonan resik
lan reget, tansyah sumrambah sekabehing panggonan
kanthi warata murakabi kanggo uripe sekabehing
mahluk.
Angin memiliki watak selalu menyusup di
manapun ada ruang yang hampa, walau sekecil apapun
termasuk tempat tersembunyi dan susah dijangkau
angrambahi sakabehing kang gumelar. Angin
mengetahui situasi dan kondisi apapun dan bertempat di
manapun ora peduli panggonan resik lan reget.
Kedatangannya tidak pernah diduga, dan tak dapat dilihat.
Seseorang yang berwatak samirana atau angin,
selalu meneliti dan menelusup di mana-mana, untuk
mengetahui problem-problem sekecil apapun yang ada di
dalam masyarakat, bukan hanya atas dasar kata orang,
katanya, konon, jare. tanpa menggantungkan laporan dari
bawahan saja. Bawahan cenderung selektif dalam
memberi informasi untuk berusaha menyenangkan
pemimpin.
5) Meneladani Sifat Rembulan
Anggung madangi sakabehing bawana. Tumrap
lelabuhaning nata amonging kawula dasih, tansah
mamardi marang pangawikan ginulang kawruh undaking
sesurupan.

66
Wahyu Pemimpin
Rembulan, merupakan benda langit yang menjadi
sumber penerangan di waktu malam. Meskipun terang,
tetapi cahaya Karakter Sang Pamangku rembulan tidak
menyilaukan mata. Bentuknya juga berubah-ubah
sehingga tidak membosankan. Bentuk yang berubah-ubah
ini digunakan manusia untuk menciptakan penanggalan.
Watak rembulan menggambarkan nuansa
keindahan spiritual yang mendalam. Tansya ileng lan
wsapadha, selalu mengarahkan perhatian batinnya
senantiasa berpegang pada harmonisasi dan keselarasan
terhadap hukum alam, seseorang mampu “nggayuh
kawicaksananing Gusti” artinya mampu memahami apa
yang menjadi kehendak (kebijaksanaan) Sang Jagadnata.
Setelah memahami, lalu kita ikuti kehendak Tuhan
menjadi sebuah “laku tapa ngeli” artinya kita hanyutkan
diri pada kehendak Ilahi. Witing klapa salugune wong
Jawa, dhasar nyata laku kang prasaja.
6) Meneladani Watak Laut/Air
Samudra ansuweni watake momot sarta jembar sarta
kamot, adil legawa ora duwe watak meange dewe, rukun
marang sekabehing mahluk. ala becik tansah tinadhahan
sarta ora gething lawan sengit marang sawiji-wiji.
Ambeging tirta, anggung ngutamakake rasa
sapada-pada, gayuh marang kemaharjan lan kaluhurun,
dadi simbule kearifan lan panguripan ana inga lam
padang. Tansah paring pangapura, adil paramarta. Basa
angenaki krama tumraping kawula.

67
Wahyu Pemimpin
Sifat samudra adalah luas dan lapang yang berarti
memberikan simbol kajembaran hati dan kelapangan
dada. Siafat natural samudra momot kamot melukiskan
pikiran yang luas, penuh kesabaran, serta siap menerima
berbagai keluhan atau mampu menampung beban orang
banyak tanpa perasaan keluh kesah. Samodra
menggambarkan satu wujud air yang sangat luas, namun
di dalamnya menyimpan kekayaan yang sangat bernilai
dan bermanfaat untuk kehidupan manusia, berarti sang
pamangku harus dapat berfungsi laksana samudra,
mempunyai pandangan yang luas dan netral, pemimpin
yang memiliki sifat ini akan mampu menerima saran dan
kritikan dengan lapang. Ia akan selalu menyediakan waktu
dan bersifat terbuka untuk menampung segala keluhan
dan aspirasi rakyat. Ia juga memberikan kesempatan
berbicara kepada rakyatnya tanpa melihat siapa yang
berbicara tapi memperhatikan apa yang dibicarakan
dengan penuh kesabaran.
Adapaun karakter dari tirta adalah menyegarkan
sekaligus sabar. Air yang menetes sedikit demi sedikit
mampu menciptakan lubang pada batu karang. Selain itu,
air jika sudah berkumpul akan menjadi samudera luas
yang menampung semua benda yang masuk kepadanya.
Seorang pemimpin harus berwatak sabar, tidak grusa-
grusu mundak kesuru, tidak terburu nafsu.
7) Meneladani Watak Langit/Awan
Himandha iku wujude gawe girise kang padha tumingal
dene pakartine tansah momot amengku marang saliring

68
Wahyu Pemimpin
kahanan. ngayomi marang sepadaning kitah, ora ana
akara kang sesak kadunungan, uga dadi panguripan
sakabehing tetukulan, nanging uga dadi pangrusaking
dumadi, bener sajroning paring ganjaran, jejeg lan adil
paring paukuman.
Watak mendhung, yang meskipun perwujudannya
menakutkan namun keberadaannya dibutuhkan dalam
kehidupan, sehingga seseorang ketika menjadi pemimpin
harus tegas, ketika harus menegakkan kebenaran tidak
terpengaruh oleh hubungan kekeluargaan, sehingga
memunculkan kehati-hatian pada seluruh rakyatnya.
Negara yang kondisinya demikian akan memunculkan
keluhuran. mempunyai sifat menakutkan (wibawa) tetapi
sesudah menjadi air (hujan) dapat menghidupkan segala
yang tumbuh. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana
mendung, yaitu berwibawa tetapi dalam tindakannya
harus dapat memberi manfaat bagi sesamanya.
8) Meneladani Sifat Dahana (API)
Tansah dadi panglebur, anggung ambrasta
marang samubarang tingkahe kang nulayani marang
anggeranggering jagad pakartine mrantasi gawe,
perkara cilik, ghedhe, aalus lan kasar bisa mentas sebab
pakeatane dahana, bisa ambrastha sagung dur angkara,
nora mawas sanak kadang pawong mitra, anane muhung
anjejegaken trusing kukuming nagara.
Sifat api dapat membakar apa saja, tanpa pandang
bulu, termasuk besi sekalipun, Api juga memiliki watak
yang tegak dan kuat. Sang Dahana dimaknai secara positif

69
Wahyu Pemimpin
sebagai simbol dari sifat yang tegas dan lugas. Pemimpin
yang memiliki sifat ini konsisten dan objektif dalam
menegakkan aturan serta bersikap adil. Ia juga cekatan
dalam menyelesaikan persoalan. Energi positif yang ia
miliki mampu memberi semangat kepada rakyatnya yang
mengarah pada kebaikan dan memerangi kejahatan.
Seorang pemimpin harus benar-benar berpegang
teguh dengan kebenaran dan keadilah, meskipun kebenran
itu dibawah oleh kawula alit, dan menegahkan keadilan
sekalipun kepada keluarga, kerabat, teman maupun para
bangsawan. Jika kebenaran dan keadilan telah kokoh,
maka angkara murka, kejahatan dan semua keburukan
yang ada dalam negara akan hancur seperti kayu yang
terbakar api, negara asing yang menggangu merasa takut
dan kebingungan seraya tidak menemukan cela.
Demikianlah penjabaran isi ajaran Astabrata,
seperti itulah apa yang disebut ajaran Astabrata. Ajaran
yang sejenis Astabrata juga diberikan prabu sri Rama
kepada Barata adiknya, saat dilantik sebagai raja di
Ngayodya, ajaran serupa juga Ia berikan pada Gunawan
Wibisana ketika dinobatkan menjadi raja Alengkadireja.
Raden Janaka bersyukur mendengarnya, lalu ia
bertanya mengapa dirinya yang mendapatkan ajaran ini,
bukannya sang kakak sulung, yaitu Prabu Puntadewa.
Bagawan Kesawasidi menjawab, itu karena keturunan
Prabu Puntadewa akan terhenti setelah Perang Bratayuda,
sedangkan keturunan Raden Arjuna akan terus berlanjut
dan menjadi pewaris takhta. Raden Arjuna memang tidak

70
Wahyu Pemimpin
menjadi raja, tetapi kelak keturunannya yang akan
menjadi raja-raja Tanah Jawa.32
Hendaknya Raden Janaka kelak mewariskan ilmu
Astabrata ini kepada keturunannya yang berhasil menjadi
raja, menggantikan Prabu Puntadewa. Kemudian Raden
Janaka bertanya kepada Bagawan Kesawasidi, siapa kelak
keturunannya yang akan menjadi Raja, Sang Bagawan
Kesawasidi menyuruh Raden Janaka masuk ke Gua Garba
Sang Kesawasidi, atas kehendank sang Burbeng Wasesa
di dalam Gua Garba Raden Janaka melihat tulisan Sastra
Dewanegari dan tulisan Parikeset, sekitika itu Raden
Janaka mersa kaget. Namun setelah keluar dari Gua
Garba sang Panengah Pandawa lupa atas kejadian itu,yang
dia ingat hanya tulisan Sastra Dewanegari.
Bagawan Kesawasidi menasehatinya bahwa Gusti
Kang Murbeng Dumadi tidak menghendaki Ia untuk
mengingatnya. Lalu Bagawan Kesawasidi meminta
tolong kepadanya untuk mengembalikan Panah
Kuntadruwasa kepada saudara seibunya yaitu Adipati
Karna, yang tiga hari lalu telah dirampas oleh Begawan
Anoman dalam peperangan. Raden Janaka bersedia. Ia
kemudian berterima kasih kepada Bagawan Kesawasidi
dan mohon pamit meninggalkan Gunung Kutarunggu.
Setelah Raden Janaka pergi, Bagawan Kesawasidi
pun kembali ke wujud aslinya, yaitu Prabu Sri Bathara
Kresna, Raja Dwarawati. Demikianlah yang terjadi.

32 Babat Tanah Jawa

71
Wahyu Pemimpin
Beberapa waktu yang lalu Prabu Kresna mimpi bertemu
mendiang gurunya, yaitu Resi Padmanaba yang
memerintahkan dirinya untuk mengajarkan ilmu
Astabrata kepada Raden Arjuna. Ilmu kepemimpinan ini
dulu diperoleh Prabu Kresna saat masih bernama Raden
Narayana, yang berguru kepada Resi Padmanaba, yaitu
keturunan Batara Wisnu.
Arjuna Kepatethok Klawan Adipati Karna

Kemudian diceritakan setelah Raden Arjuna


menerima wejangan Begawan Kesawasidi, Raden Arjuna
dan para panakawan yang sudah meninggalkan
Padepokan Kutarunggu bertemu dengan Adipati Karna
bersama Patih Sangkuni serta para Kurawa yang masih
mengepung di kaki gunung. Saat naik tadi Raden Arjuna
sengaja menyelinap, tetapi kini sewaktu turun gunung ia
menampakkan diri karena mendapat tugas untuk
mengembalikan Panah pusaka Kuntadruwasa pula.
“ Loh, adiku Janaka…?”
“ Ya kangmas, salam hormat dan sungkem saya katur
kangmas.”
“ Oo,, adiku doa restu kangmas selalu menyelimutimu..”
“ apa yang menyebabkan kangmas Ngawangga berada
disini..?”

72
Wahyu Pemimpin
“ Dimas Arjuna, kedatanganku kesini tidak lain hanyalah
untuk mencari wahyu mahkutharama. Kangmas
diperintah sinuwun Ngastina untuk mencarinya..”
“ kangmas sudah mendapatkanya..?”
“ Belum dik, malah kangmas mendapat musibah..”
“ Musibah apa yang menimpamu kangmas..?”
“ Kangmas kehilangan pusaka bintuah ngawangga
kontawijya capo dik. Kamu sendiri kesini untuk apa..”
“ Saya juga ingin mencari wahyu mahkutharama..”
“ Kamu sudah mendapatkanya…?”
“ Sudah kangmas, ini wahyu mahkutharama..”
Oo, adiku permadi, ini bukan wahyu mahkutharama, tapi
pusaka kangmas..”
Raden Arjuna menyerahkan Panah Kuntadruwasa
kepada kakaknya seibu. Adipati Karna heran dan
bertanya mengapa pusakanya bisa berada pada sang adik,
padahal beberapa hari yang lalu direbut oleh Begawan
Anoman. Raden Arjuna pun bercerita apa adanya mulai
awal hingga akhir, di mana ia telah mendapatkan Wahyu
Makhutarama, serta mendapat titipan dari Bagawan
Kesawasidi untuk mengembalikan pusaka Kuntadruwasa
kepada Narpati Ngawanga Basukarna.
Adipati Karna sangat bahagia mendapatkan
pusakanya kembali. Ia berterima kasih kepada sang adik

73
Wahyu Pemimpin
Raden Janaka dan juga mengucapkan selamat atas
keberhasilan sang adik mendapatkan Wahyu
Makutarama. Raden Janaka lalu mohon pamit
melanjutkan perjalanan pulang menuju Kesatrian
Madukara. Narpati Basukarna mempersilakan dan mereka
pun berpisah.
Tidak lama setelah Raden Janaka pergi, tiba-tiba
Patih Sangkuni menyindir Narpati Ngawanga telah
melupakan tugasnya hanya karena terhalang rasa
persaudaraan. Seharusnya tadi Narpati Basukarna tidak
membiarkan Raden Janaka pergi, tetapi merebut Wahyu
Makutarama untuk diserahkan kepada Prabu Duryudana.
“ Ayo Basukarna, takpantas kamu disebut seorang keatria,
karena kamu hanya memikirkan nasib keluarga bukan
memikirkan rakyat hastina..!!”
“ Maaf paman, aku tidak mampu untuk merebut Wahyu
Makutarama dari tangan permadi. Karena karakter
kesatria tidak akan merebut hasil jeripayah orang lain..”
Narpati Ngawanga Basukarna, merasa canggung
dan kelihatan bingung, Ia merasa tidak termasuk karakter
seorang kesatria merampas hasil jeripayah orang lain.
Tapi lagi-lagi Patih Sangkuni menularkan
Bisanya, Patih Sangkuni mengatakan bahwa Narpati
Ngawanga seorang pengecut yang tidak tahu tugas dan
balas budi, hanya karena saudara Ia melupakan jasa besar
Prabu Duryudana. Dengan berat hati Basukarna berangkat
mengejar Raden Arjuna.

74
Wahyu Pemimpin
Raden Arjuna terkejut melihat sang kakak Narpati
Basukarna datang menyusul dan meminta agar Wahyu
Makhutarama diserahkan kepadanya. Tentu saja Raden
Janaka tidak bisa melakukannya, karena Wahyu
Makutarama bukanlah barang yang bisa dipindah-
pindahkan.
“ Adiku Permadi, bolehkah kakang meminta sebagian dari
Wahyu Makutarama itu…??”
“ Kangmas Basukarna, saya merasa heran tentang sikap
kangmas, kangmas tentu tahu bahwa sebuah wahyu akan
menetas dalam diri seseorang sesuai yang dia kehendaki,
bukan seperti barang yang bisa dipindah pindahkan..”
Adipati Karna terdiam dan merasa malu atas
ucapan adik seibunya itu. Tapi karena desakan dan
hasutan Sangkuni Adipati Karna tidak percaya dan ia terus
merengek meminta wahyu itu, bahkan ia bersedia
membayar berapa pun yang diminta adiknya.
Raden Janaka menjawab dirinya bukan pedagang
dan tidak dapat memperjual belikan Wahyu. Adipati
Karna lalu meminta diberi setengah bagian saja, jika
memang Raden Janaka tidak dapat melepaskan semuanya.
Ucapan ini langsung menjadi bahan tertawaan para
panakawan, karena wahyu bukanlah makanan yang bisa
dibagi menjadi dua.
Adipati Karna terdiam, tapi dari kejahuan
terdengar teriakan Sangkuni, tidak tahu tugas dan balas
budi, hanya karena rasa persaudaraan lupa jasa besar.
Basukarna masih terdiam, dalam hatinya tak mungkin ia

75
Wahyu Pemimpin
menggunakan kekerasan dan bertanding sama adik
terkecilnya, juga orang telah mengembalikan pusakanya.
Tapi lagi-lagi sang ular berbisa Patih Sangkuni,
meneriakinya untuk pakai kekersan jika Arjuna tidak mau
memberikan Wahyu Makhutarama.
Dengan hati canggung dan sangat terpaksa Adipati
Karna menggunakan kekerasan untuk merebut Wahyu
Makutarama. Raden Janaka merasa terpaksa menghadapi
sang kakak itu. Maka terjadilah peperangan dahsyat,
setelah mengalami banyak kejadian sulit, ilmu kesaktian
Raden Janaka maju pesat dan unggul telak atas kakaknya.
Adipati Karna terdesak kalah, Ketika hendak
menggunakan Panah Kuntadruwasa, ia pun teringat
bahwa panah pusakanya itu baru saja dikembalikan oleh
Raden Janaka. Bagaimanapun juga Adipati Karna masih
memegang nilai-nilai kesatria, tentunya sangat nista
apabila ia membalas kebaikan sang adik dengan
menembakkan Panah Kuntadruwasa kepadanya. Karena
berpikir demikian, ia pun memilih mundur meninggalkan
Raden Janaka.
Raden Janaka Perang Tanding Dengan Bambang
Sintawaka

Setelah pergi meninggalkan Raden Janaka,


Adipati Karna dan Patih Sangkuni bertemu Bambang
Sintawaka dan Bambang Kandhihawa yang mengaku
sedang mencari Raden Janaka karena ada dendam pribadi.

76
Wahyu Pemimpin
“ Maaf kisanak, kalau boleh tahu sipa kisanak ini dan mau
kemana..? “ tanya Adipati Karna
“Saya Bambang Sintawaka dan ini adik saya Bambang
Kandhihawa. Kami berdua mencari Raden Janaka..”
“ Mencari janaka, ada perlu apa nanda berdua
mencarinya..?” tanya Sangkuni.
“Kami sangat benci terhadapnya, kami harus
membunuhnya karena dendam pribadi kami, dan siapa
kalian menghalangi jalan kami…?”
“ Sabar gerr, sabar, aku mahapatih agung ngastinapura
namaku Patih Sangkuni, dan ini adalah adipati
ngawangga basukarna, sedang mereka semua adalah
anak-anakku sata kurawa..”
Patih Sangkuni merasa kebetulan dan segera
meminta tolong kepada pemuda itu agar melawan Raden
Janaka. Ia bersedia memberikan hadiah besar apabila
Bambang Sintawaka dan Bambang Kandhihawa mampu
mengalahkan Raden Janaka untuknya. Bambang
Sintawaka dan Bambang Kandhihawa bersedia dengan
senang hati.
Adipati Karna disuruh Patih Sangkuni untuk
menemaninya dan menunjukkan tempat Raden Janaka.
Setelah bertemu dengan Raden Janaka pemuda itu pun
maju menyerangnya.
“ Gawe kaget iki ana dua satria bagus, siapa namamu
gus..?”
“ Bambang Sintawaka, aku Bambang Kandhihawa..”

77
Wahyu Pemimpin
“Darimana asalmu gus..??”
“ kami satria kleyang kabur kanginan, dimana ada air
distulah kami berada..”
“Ada maksud apa menghalangi jalanku…??”
“ Hai panengah pandawa, cebatlah kamu menunduk
karena kamu akan kami tawan..!!”
Raden Janaka terkejut karena tiba-tiba muncul dua
pemuda tampan menyerang dirinya. Mereka lalu
bertarung sengit. Meskipun penampilannya sudah
berubah, namun kiyai Semar Bodronoya mengetahui
siapa yang dihadapi momongannya, ia pun menghentikan
perkelahian mereka, Ki Lurah Semar memberitahu Raden
Janaka bahwa yang ia hadapi adalah istrinya sendiri.
Raden Janaka lantas menghentikan pertarungan
dan menggunakan jurus rayuan untuk meluluhkan hati
Bambang Sintawaka dan Bambang Kandhihawa. Dari
kejauhan, Adipati Karna merasa heran, Ia mengira bahwa
adiknya Raden Arjuna sudah menderita kelainan karena
merayu sesama laki-laki. Karena rayuan maut Raden
Arjuna, Bambang Sintawaka dan Bambang Kandhihawa
tidak dapat bertahan lagi. Penyamarannya pun terbongkar,
mereka berubah kewujud semula yaitu Dewi Sumbadra
dan Dewi Srikandi. Pada saat itu pulah Prabu Kresna
muncul.
Sementara itu, Adipati Karna yang masih
mengintai didatangi Patih Sangkuni, Mahapatih Ngastina
merasa kecewa melihat Prabu Kresna muncul. Patih
Sangkuni kembali menghasut agar Adipati Karna maju

78
Wahyu Pemimpin
untuk merebut Wahyu Makutarama. Adipati Karna tidak
bersedia dan Ia memilih lebih baik mundur dan
melaporkan apa adanya kepada Prabu Duryudana.
Kemudian Patih Sangkuni memerintah para Kurawa
untuk merebut Wahyu Makuta Rama.
Melihat Kurawa bergemuruh Prabu Sri Bathara
Kresna mendatangkan angin ribut untuk menghalau Para
Kurawa. Rombongan Kurawa kalang kabut dan melarikan
diri, dan merekapun melanjutkan perjalanan untuk pulang
ke Negari Ngamarta.
Arya Kumbakarna Nyawiji Nunggal Jiwa Klawan
Arya Wrekodara

Sementara itu Arya Werkudara yang sedang dalam


perjalanan melewati Hutan Duryasa tiba-tiba bertemu
sesosok raksasa tinggi besar yang samar-samar kelihatan,
samar-samar tidak. Raksasa tersebut mengaku bernama
Arya Kumbakarna yang ingin menantang Arya
Wrekodara bertarung. Arya Wrekodara tidak mau
melayani tantangan tersebut karena merasa tidak ada
dendam dengan Arya Kumbakarna yang Ia tidak kenal.
“ Satria gagah perkasa, siapa namamu…? ” tanya
Kumbakarna
“Ana raksaksa sakgunung anakan gedene, siro iku sapa
lan buta sangka ngendi…?”
“ pertanyaan dijawab dengan pertanyaan, kelihatannya
kamu manusia yang bosan hidup, bosan melihat sinar
matahari dan senyuman rembulan..”

79
Wahyu Pemimpin
“ buto edan, kenal wae durung malah nantang perkara, ya
aku panegak pandawa, jejuluku Ariya Bratasena ya Arya
Wrekodara..”
“ ehh, eee ya sira seng tak upadi…?
“ Balik buto Siro iku sopo kok mencariku..?”
“Senthana ngalengka Arya Kumbakarna, He wong gagah,
saya datang kemeri ingin menantangmu adu tanding..!!”
“ Wong edan, aku tidak mengenalimu, pergilah jangan
halangi aku..!!”
Arya Kumbakarna tidak mau membuang-buang
kesempatan. Ia pun lebih dulu maju menyerang. Karena
diserang secara tiba-tiba, Arya Wrekodara terpaksa
menghadapi. Keduanya berkelahi, sama-sama mengadu
kekuatan. Namun, yang satunya berbadan kasar, yang
satunya berbadan halus, tentu saja Arya Wrekodara
merasa kewalahan menghadapi Arya Kumbakarna.
Pada saat itulah Prabu Sri Bathara Kresna muncul
bersama Raden Arjuna, Dewi Sumbadra, Dewi Srikandi
dan juga para panakawan. Prabu Kresna lalu memberikan
petunjuk bagaimana cara mengalahkan roh gentayangan.
Arya Wrekodara paham dan segera mengheningkan cipta
sambil membaca mantra pengruwatan. Seketika wujud
Arya Kumbakarna pun musnah, berubah menjadi asap,
kemudian merasuk ke dalam dada Arya Wrekodara.
Karena dirinya dirasuki arwah raksasa, Arya
Wrekodara merasa ngeri. Kyai Semar yang berwawasan
luas segera menjelaskan bahwa Arya Kumbakarna bukan
raksasa sembarangan, melainkan adik Prabu Rahwana

80
Wahyu Pemimpin
Raja Alengkadireja dizaman kuno. Berbeda dengan
kakaknya yang angkara murka, Arya Kumbakarna bersifat
luhur budi dan menjunjung tinggi watak kesatria. Namun
demikian, karena terlibat menghalangi perjuangan Prabu
Sri Rama dalam menumpas angkara murka, Arya
Kumbakarna menjadi roh gentayangan dan tidak dapat
memasuki Swargaloka. Oleh sebab itu, ia pun memilih
lebur menjadi satu jiwa dengan Arya Wrekodara, agar
kelak bisa bersama-sama memasuki alam kaswargan.
Aria Wrekodara takut, jika Arya Kumbakarna
sampai memengaruhi pikirannya. Kyai Semar
mengatakan tidak perlu takut, karena persatuan ini
hanyalah menambah kekuatan dan kesaktian Arya
Wrekodara saja, bukan memengaruhi jiwanya. Arya
Wrekodara paham dan merasa kekuatannya memang
bertambah besar setelah roh Arya Kumbakarna bersatu
dengan dirinya.
Prabu Kresna lalu bertanya ada keperluan apa
Arya Wrekodara berjalan seorang diri. Arya Wrekodara
menjawab bahwa dirinya diutus Prabu Puntadewa sang
kakak sulung untuk mencari Raden Arjuna dan Dewi
Sumbadra yang menghilang dari Kesatrian Madukara.
Karena tidak berhasil menemukannya, ia pun pergi ke
Kerajaan Dwarawati untuk meminta petunjuk. Akan
tetapi, ternyata Prabu Kresna juga sudah lama menghilang
dari istana. Ketiga permaisuri, yaitu Dewi Jembawati,
Dewi Rukmini, dan Dewi Setyaboma justru ganti
meminta tolong agar Arya Wrekodara membantu
mencarikan di mana keberadaan suami mereka itu. Tak

81
Wahyu Pemimpin
disangka, ketiga orang yang ia cari ternyata berjalan
bersama di Hutan Duryasa ini.
Kyai Semar Bodronoyo dan Raden Janaka
sebenarnya sudah menyadari bahwa Prabu Kresna
menghilang dari Kerajaan Dwarawati adalah untuk
menyamar sebagai Bagawan Kesawasidi dan membuka
padepokan di Gunung Kutarunggu. Namun, mereka
merasa tidak perlu membuka hal ini. Tampak Prabu
Kresna berterima kasih atas perhatian Arya Wrekodara,
lalu mereka pun bersama-sama pulang ke Kerajaan
Dwarawati. Setelah itu menuju Ngamarta, Sesampai di
Ngamarta mereka berpesta merayakan kedatangan kadang
Panengah Raden Arjuna dan sang pujangga kakak
sespupu prabu Sri Bathara Kresna. Ngamarta bergembira.
Demikianlah Ringkasan cerita lakon "Wahyu
Makuta Rama" dan apa yang disebut dengan ajaran
Astabrata. Selain hal tersebut ajaran yang sejenis
Astabrata juga diberikan Prabu Sri Rama kepada Barata
adiknya, saat dilantik sebagai raja di Ngayodyapala.
Namun ajaran tersebut diuraikan dalam sifat-sifat delapan
dewa yaitu Dewa Kuwera, Brahma, Bayu, Beruna,
Hendra, Candra, Surya dan Rodra. Jadi ajaran astabrata
itulah yang dinamakan "Wahyu Makuta Rama".

82
Wahyu Pemimpin
BAB III

KEPEMIMPINAN
Manusia adalah makhluk sosial yang menjadi
pemimpin bagi dirinya sendiri dan menjadi pemimpin
bagi orang lain. Menjadi pemimpin berarti menjadi
seseorang yang memiliki tanggung jawab lebih dalam
hidup. Sunatullah (hukum allah) telah menetapkan, bahwa
dalam setiap bentuk mahluk yang dicptakan allah, pasti
ada yang memimpin dan ada yang dipimpin, ada yang
mengatur ada yang diatur. Hal itu agar pemikiran-
pemikiran tidak tumpang tindih dan keinginan-keinginan
tidak simpng siur, hingga mengakibatkan pudarnya
perstuan dan putusnya tali kasih sayang. Setiap golongan
yang tidak memilki pemimpin yang bisa mereka jadikan
tempat mengaduhkan kesulitan, sama halnya mereka
sedang naik kuda liar yang nakal pada malam hari dan
gelap gulita, artinya dalam keadan panik dan bingung
mengatasi kesulitan yang dihadapi.
Secara universal, manusia adalah makhluk Allah
yang memiliki potensi kemakhlukan paling bagus, mulia,
pandai, dan cerdas, sebagai wujud kesempurnaan,
manusia diciptakan oleh Allah swt memiliki dua tugas dan
tanggung jawab besar. Pertama, sebagai seorang hamba
(abdullah) yang berkewajiban untuk beribadah sebagai
bentuk tanggung jawab ubudiyyah terhadap Tuhan
sebagai pencipta. Kedua, sebagai khalifatullah yang
memiliki jabatan ilahiyah sebagai pengganti Allah swt
dalam mengurus seluruh alam. Dengan kata lain, manusia

83
Wahyu Pemimpin
sebagai khalifah berkewajiban untuk menciptakan
kedamaian, melakukan perbaikan, dan tidak membuat
kerusakan, baik untuk dirinya maupun untuk makhluk
yang lain. Dengan Tugas dan tanggung jawab tersebut,
menunjukan bahwa manusia merupakan pemimpin,
melaksanakan tugas kepemimpinan di bumi sebagai
amanah dari sang pencipta.Allah Swt berfirman :
‫الس َم َاو ِات َو ْ َال ْر ِض َوالْجِ َبالِ فَأَب َ ْ ََي َأ ْن َ ُْي ِم ْلَنَ َا َو َأ ْش َف ْق َن ِمَنْ َا‬
َّ ‫ِاانَّ ع ََرضْ َنا ْ َال َمان َ َة عَ َىل‬
)72 : ‫َو َ َمحلَهَا ْاالن ْ َسان ان َّه ََك َن َظلو ًما ََج ًوال (ا ألحزاب‬
ِ ِ
“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat
itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim
dan amat bodoh”. (QS. Al Ahzab:72)

Dalam kehidupan sosial, suatu masyarakat tidak


dapat dipisahkan dari sebuah kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah unsur yang tidak bisa dihindari
dalam hidup ini. Sudah merupakan fitrah manusia untuk
selalu membentuk sebuah komunitas, dan dalam sebuah
komunitas selalu dibutuhkan seorang pemimpin.
Pemimpin adalah orang yang dijadikan rujukan komunitas
tersebut. Pemimpin adalah orang yang memberikan visi
dan tujuan.
Kepemimpinan dibutuhkan setiap hari, baik dalam
lingkungan keluarga atau rumah tangga, dalam pekerjaan
di kantor atau di perusahaan, dan dalam aktifitas-aktifitas

84
Wahyu Pemimpin
kehidupan sosial lainnya dalam masyarakat, Hal terebut
bahkan berlangsung sampai kedalam tataran Negara. Dan
hanya pemimpinlah yang mampu mengatur dan
mengarahkan semua itu. Rasullah Saw Bersabda :
، ‫ صىل هللا عليه وسمل‬- ‫ َ َِس ْعت رسول هللا‬: ‫ قَا َل‬، ‫وعن ابن معر ريض هللا عَنام‬
‫ اال َمام َراعٍ َو َمسؤو ٌل ع َْن َر ِعـيَّـ ِتـ ِه‬: ‫ َوُكُّ ْمك َم ْسؤو ٌل ع َْن َر ِعـيَّـ ِتـ ِه‬، ٍ‫ (( ُكُّ ْمك َراع‬: ‫يقول‬
ٌ َ ‫ َوامل َ ْر َأة َرا ِع َي ٌة يف بَي ِْت َز ْو َِجَا َو َم ْسؤ‬، ‫هِل َو َمسؤو ٌل ع َْن َر ِعـيَّـ ِتـ ِه‬
‫وَل‬ ِ ِ ‫َو َّالرجـل َرا ٍع يف أأ‬
‫ َوُكُّ ْمك َرا ٍع‬، ‫ َواخلَا ِدم َرا ٍع يف مال س ِ ّي ِد ِه َو َم ْسؤو ٌل ع َْن َر ِعـيَّـ ِتـ ِه‬، ‫ع َْن َر ِعـيَّـ ِتـهَا‬
33.‫ه‬ ِ ‫َو َم ْسؤو ٌل ع َْن َر ِعـيَّـ ِتـ ِه )) متفقٌ عَلَ ْي‬

Artinya:“ Dari Ibn Umar r.a” Sesungguhnya


Rasulullah SAW bersabda : “Kalian adalah pemimpin,
dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan
dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.
Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai
pertanggung jawaan atas kepemimpinannya. Istri adalah
pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pelayan
adalah pemimpin dalam mengolah harta tuannya, dan
akan dimintai pertanggung jawaban tentang
kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai
pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya.”

Hakikatnya setiap manusia adalah pemimpin.


Suami menjadi pemimpin terhadap istri dan anak-

)199 / 1( - )‫ رايض الصاحلَي (حتقيق ادلكتور الفحل‬33

85
Wahyu Pemimpin
anaknya. Seorang istri menjadi pemimpin dalam
memelihara kehormatannya dan menjaga milik suaminya.
Setiap manusia adalah pemimpin baik bagi dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain. Menjadi pemimpin
merupakan fitrah manusia sebagaimana yang telah
ditetapkan.
Secara etimologi pemimpin berasal dari kata
pimpin yang berarti bimbing atau tuntun. Dengan
demikian di dalamnya ada dua pihak yang terlibat yaitu
yang dipimpin (umat) dan yang memimpin (Imam).
Kemudian di tambah awalan pemenjadi pemimpin berarti
orang yang memengaruhi pihak lain melalui proses
kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut
bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.34
Kata pemimpin dan kepemimpinan merupakan
kesatuan kata yang tidak bisa dipisahkan, baik secara
setruktur maupun fungsinya. Artinya kata pemimpin dan
kepemimpinan merupakan satu kesatuan kata yang
mempunyai keterkaitan baik segi kata maupun makna.
Definisi pemimpin memiliki banyak variasi dan banyak
yang mencoba untuk mendefiniskan tentang konsep
pemimpin. Jika kita mengartikan kata pemimpin dalam
bahasa indonesia “Pemimpin” sering disebut penghuhlu,
pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing,
pengurus, penggerak, ketua, kepala, peruntun, raja, dan
sebagainya.35

34KBBI
35Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Mutiara, 1984)
H.38

86
Wahyu Pemimpin
Kepemimpinan (Leadership) adalah masalah
relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin,
kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai
hasil interasi otomatis diantara pemimpin dan individu-
individu yang dipimpin (inter-personal) kepemimpinan
ini bisa berfungsi atas dasar kekuasan pemimpin untuk
mengajak, mempengaruhi, dan mengerakkan orang lain
guna melakukan sesuatu demi mencapai tujuan tertentu.
Pemimpin adalah penentu kesejahteraan rakyat, ia
juga menempati posisi tertinggi dalam tatanan negara.
Dalam kehidupan pemimpin ibarat kepala dari seluruh
anggota tubuh, ia memiliki peranan yang setrategis dalam
pengaturan poladan gerakan, kecakapannya dalam
memimpin akan mengarahkan umatnya kepada tujuan
yang ingin dicapai yakni kejayaan dan kesejahteraan.
Pemimpin merupakan suatu lakon/peran dalam
sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal
belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan
belum tentu mampu memimpin. Istilah kepemimpinan
pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan,
kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang,
oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang
yang bukan pemimpin. Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin
kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi.36

36Jarwanto, Pengantar Manajemen (3 IN 1), Mediatera, Yogyakarta, 2015,


hlm. 92

87
Wahyu Pemimpin
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan
rumusanya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi
kesejahteraan manusia dengan iringan ridha Allah Swt.
‫اَّلل َو َا ََّّلل َرء ٌوف ِابلْ ِع َبا ِد‬
ِ َّ ‫َرشي ن َ ْف َسه ابْ ِتغَا َء َم ْرضَ ا ِة‬
ِ ْ ‫َو ِم ْن النَّ ِاس َم ْن ي‬
“Dan diantara manusia ada orang yang
mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah,
dan Allah maha penyantun kepada hamba-hamban-
Nya.”(Q.S.al-Baqarah 207)

Kepemimpinan merupakan suatu ilmu, suatu seni,


dan suatu profesi seseorang. Sebagai ilmu, kepemimpinan
itu dapat dipelajari oleh siapa pun juga, hanya
penerapannya perlu disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi. Sebagai bakat dan seni,
kepemimpinan berarti menguasai seni dan teknik
melakukan tindakan-tindakan, seperti teknik memberikan
perintah, memberikan teguran, memberikan anjuran,
memberikan pengertian, memperoleh saran, memperkuat
identitas kelompok yang dipimpin, memudahkan
pendatang baru untuk menyesuaikan diri, menanamkan
rasa disiplin di kalangan bawahan, serta membasmi desas-
desus, dan lain sebagainya.
Kepemimpinan, sebagai profesi, bukan
merupakan pembawaan dan keturunan, tetapi suatu
kemauan, kemampuan, kesanggupan, dan kecakapan
seseorang untuk memahami asas kepemimpinan yang
sehat, menggunakan prinsip-prinsip, sistem, metoda, dan
teknik kepemimpinan yang sebaik-baiknya,memahami

88
Wahyu Pemimpin
konsepsi dasar kepemimpinan, serta berfikir dengan
seksama, mempunyai pengetahuan, pengalaman, dan
mampu menyusun rencana tentang apa yang akan
dilaksanakan dan tujuan yang akan dicapai.37
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan
pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam
mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan
atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan
tujuan organisasi mungkin menjadi renggang (lemah).
Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan
bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya. Sementara itu
keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam
pencapaian sasaran-sasarannya. Kepemimpinan bukan
suatu yang istimewa, tetapi tanggung jawab, ia bukan
fasilitas tetapi pengorbanan, juga bukan untuk berleha-
leha tetapi kerja keras. Ia juga bukan kesewenang-
wenangan bertidak tetapi kewenangan melayani.
Kepemimpinan adalah berbuat dan kepeloporan
bertindak. Pengertian kepemimpinan dapat dilihat dari
berbagai sisi kepemimpinan itu sendiri. Islam
mengajarkan bahwa seorang pemimpin menempati posisi
yang sangat penting terhadap perjalanan umatnya.
Apabila sebuah golongan memiliki seorang
pemimpin yang prima, serta punya keahlian dalam
membangkitkan daya juang, maka dapat dipastikan
perjalanan umatnya akan mencapai titik keberhasilan.

37
Soedarsono Mertoprawiro, Kepemimpinan, h. 9-11

89
Wahyu Pemimpin
Sebaliknya, jika suatu jama.ah dipimpin oleh yang
memiliki banyak kelemahan, serta lebih mengutamakan
hawa nafsu dalam mengambil keputusan, maka dapat
dipastikan, umat tersebut akan mengalami kemunduran,
dan bahkan mengalami kehancuran. Hal tersebut sesuai
dengan Q.S. Al-Isra ayat 16.
‫ِل قَ ْري َ ًة َأ َم ْرانَ م ْ َرتِف َهيا فَ َف َسقوا ِف َهيا فَ َح َّق عَلَهيْ َا الْ َق ْول فَدَ َّم ْرانَ هَا تَدْ ِم ًريا‬
َ ِ ‫َوا َذا َأ َردْانَ َأ ْن ُْن‬
ِ
)16 :‫( الارساء‬
“Dan jika kami hendak menghancurkan suatu
negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati allah) tetapi
mereka melakukan kedurhakaan dalam negri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan kami,
kemudian kami hancurkan negri itu sehancur-
hancurnya”
* **

90
Wahyu Pemimpin
A. Kepemimpinan Jawa

Kekuasaan Jawa sudah berlangsung selama


berabad-abad. Penerapannya sudah dilakukan oleh
kerajaan, Kahuripan, Jenggala, Daha, Singosari,
Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram. Dalam tradisi
Jawa sejak zaman dahulu sampai sekarang, dikenal
pemimpin-pemimpin dalam kurun waktu tertentu yang
menonjol yang tentu saja juga dengan karakter masing-
masing seperti, Airlangga, Jayabhaya, Kertanegara,
Sangramawijaya, Hayawuruk dan Gajah Mada, Sunan
Kalijaga, Sunan Giri, Raden Fatah, Fadhilah khan, Ki Juru
Martani, Panembahan Senopati, Sultan Agung,
Mangkubumi, Diponegara, dan lain-lain. Karakter
pemimpin tersebut tentu saja berkaitan dengan situasi dan
kondisi zamannya yang menuntut sikap tertentu.
Kekuasaan dalam paham Jawa memiliki
karakteristik khas, Kekuasaan Jawa selalu berkaitan
dengan kewibawaan dan mistis, Orang Jawa dianggap
kharismatik apabila memiliki pengaruh dalam hal
kepemimpinan atau kekuasaan. Kekuasaan itu sendiri
terjadi sebab adanya sebuah relasi, Ketika relasi terjadi
maka ideologi setiap pimpinan pun akan muncul. Pada
tataran itu ideologi dan identitas akan membentuk
karakteristik tersendiri.38
Salah satu raja yang menerapkan konsep
kekuasaan Jawa dan berpengaruh hingga kini adalah
Panembahan Senopati (Danang Sutawijaya) dan Cucunya
Sultan Agung (Raden Mas Jadmkiko/Rangsang). Beliau

38
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 9

91
Wahyu Pemimpin
bersua adalah raja Mataram, Panembahan Senopati
merupakan pendiri Dinasti Mataram, dan Sultan Agung
adalah Raja yang termasyur dalam memerintah kerajaan
Mataram, beliau menggunakan prinsip-prinsip khas
kekuasaan Jawa.
Dasar pemikiran hadirnya kekuasaan Jawa, tidak
pernah lepas dari arena kepemimpinan. Kekuasaan
merupakan sebuah identitas diri, yang kadang-kadang
terpoles oleh agama dan ras. Kekuasaan juga dibingkai
oleh tindakan politik, yang berusaha menguasai orang
lain. Kunci politik dan kekuasaan adalah mendominasi
terhadap orang lain. Karena dalam kekuasaan dan
kepemimpinan ada upaya untuk menakhlukkan orang
lain.
Mitologi Jawa banyak menguasai alam pikiran
Jawa. membeberkan bahwa alam pikiran Jawa yang
bersifat mistis, ditandai dengan keyakinannya pada wirid.
Lewat Serat Wirid misalnya, orang Jawa meyakini bahwa
Tuhan “ada dalam diri manusia.” (manunggaling kawulo
gusti). Mitos semacam inisering memoles daya kekuasaan
Jawa itu sebagai wakil (Khalifah) dari Tuhan. Oleh sebab
itu sabda seorang pimpinan dianggap memiliki kekuatan
khusus. Sabda raja dianggap kitah, yang memuat suara
Tuhan, yang dalam pribahasa “Sabda Pandita Ratu Tan
Keno Wola Wali”Atas dasar ini pemikiran simbolik
orang Jawa sering menjadi acuan seorang pimpinan. 39

39Pustaka Rajapurwa Ki Ronggowarsito / Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi


Endraswara, H 22

92
Wahyu Pemimpin
Maka ada tiga macam wewenang dalam Mitologi,
yaitu tradisional, karismatik dan legal rasional.
Wewenang tradisional adalah wewenang yang
berdasarkan atas kepercayaan di antara anggota
masyarakat bahwa tradisi serta kedudukan kekuasaan
adalah wajar dan patut dihormati. Wewenang
karismatik mendasarkan diri pada adanya kepercayaan
anggota masyarakat terhadap seseorang yang dianggap
memiliki kesaktian dan kekuatan mistik.
Sedang wewenang legal rasional adalah
wewenang yang mendasarkan diri pada kepercayaan
adanya yang melandasi kedudukan seseorang pemimpin,
dalam hal ini bukan orangnya tetapi aturan-aturan yang
mendasar tingkah lakunya. Dalam serat tembang jawa
dicetuskan:40
"Pan ki dhalang sejati jatining ratu
Sang ratu gantyaning nabi
Nabi gantyaning hyang agung
Ratu-ratu prasasating
Hyang agung kang kadular”
Artinya: Raja, Nabi (Prabu-Pandhita) adalah
perwakilan (khalifah) Tuhan yang terlihat. “kinarya
wakiling Hyang Agung" dalam Wulang Reh yang
melukiskan bahwa raja bertindak sebagai wakil Tuhan.
Jadi kekuasaan menurut paham Jawa jika dikaitkan
dengan politik merupakan ungkapan "Kasekten" (sakti)
atas dasar "Wahyu'". Jadi meskipun penuh dengan misteri,

40
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H.19-20

93
Wahyu Pemimpin
kekuasaan itu konkrit adanya. Ini berbeda sekali dengan
konsep kekuasaan Menurut teori politik Barat yang
mengatakan bahwa kekuasaan itu abstrak, artinya
kekuasaan adalah hasil abstraksi, suatu rumusan untuk
pola-pola interaksi sosial tertentu yang kebetulan sedang
diamati.41
Kekuasaan itu ada jika sebagian orang, patuh pada
kemauan orang lain baik dengan suka rela ataupun tidak
dan seseorang/kelompok dapat dikatakan memiliki
kekuasaan dengan menunjukkan hubungan sebab akibat
antara seseorang atau kelompok tersebut dengan orang
lain/kelompok lain.
Hubungan sebab akibat itulah yang menganjurkan
bahwa pimpinan menggunakan wewenangnya.
Wewenang selalu bersifat pribasih dikelola secara samar-
samar. Terlebih kepudi. Namun demikian kewenangan
pimpinan sering dibatasi oleh aturan dan undang-undang.
Di Jawa wewenang seorang pimpinan diatur oleh aturan.
Setiap orang boleh melakukan klarifikasi jika hasil
kepemimpinannya kurang sempurna.
Kategori kepemimpinan Jawa terbagi menjadi tiga
hal, yakni, tingkatan, Nistha, Madya, lan Utama (Hina-
Tengah-Utama). Tentu saja yang paling berkualitas
adalah tingkat utama. Keutamaan pemimpin Jawa akan
banyak disukai oleh rakyat. Manakala pimpinan setiap
elemen bangsa memahami keutamaan menjadi pemimpin,

41 Paramayoga (Ki Ranggawarsita, 1997)

94
Wahyu Pemimpin
dia tidak akan jatuh pada kenistaan. Pimpinan nistha
adalah yang paling banyak dibenci orang.42
Menurut Babad Tanah Jawa, ada tiga kriteria
seorang pemimpin bangsa dan negara. Yakni, mereka
yang tergolong pemimpin Nistha, Madya, Utama.
Pertama, pemimpin yang tergolong nistha, adalah mereka
gila terhadap harta kekayaan (melikan arta). Pemimpin
semacam ini, biasanya ingin menyunat hak-hak kekayaan
rakyat dengan aneka dalih dan cara. Harta kekayaan
rakyat diatur sedemikian rupa, sehingga tampak legal,
kemudian dikuasai semaunya sendiri.
Biasanya, pemimpin nistha tersebut banyak dalih
(julig) . Dia pandai bersilat lidah, seakan-akan bisa
merebut hati rakyat, padahal ada pamrih. Pemimpin tipe
ini hanya akan menyengsarakan rakyat terus-menerus.
Pemimpin seperti ini biasanya tidak memiliki watak satria
pinanditha mau legawamengakui kesalahan, justru
mencari pembenaran dengan dalih yang bertubi-tubi, dan
menganggap rakyat masih bodoh, jika pemimpin kita
seperti ini membutuhkan danya preser dari rakyat.
Kedua, pemimpin tergolong Madya, bercirikan
dua hal. Yakni, Pemimpin yang mau memberikan
sebagian rejekinya kepada rakyat. Pemberian disertai niat
tulus dan keikhlasan. Apalagi, kalau ada rakyat yang
minta. Pimpinan Madya,tidak berusaha menggemukkan
badan sendiri sementara rakyat di kanan kiri jatuh miskin.

42
Kepemimpinan jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas Negeri
Yogyakarta
2013 H. 37

95
Wahyu Pemimpin
Pemimpin madya, mau memberi sebagian harta tetapi tak
boros. Pimpinan yang mampu menghukum rakyat yang
berbuat dosa dengan sikap adil. Dalam menghukum tetap
memperhatikan HAM (nganggo kira-kira lan watara).
Jadi, pemimpin madyadi negeri ini mustinya bersikap tak
membedakan warga negara di depan hukum.
Ketiga, pemimpin yang tergolong Utama memiliki
ciri bersikap berbudi bawaleksana. Artinya, mau
memberikan sesuatu kepada rakyat secara iklas lahir
batin. Mereka juga tak mengharapkan apa-apa dari rakyat,
kecuali hanya pengabdian yang sesuai kewajibannya.
selain itu, mereka juga memiliki sikap teguh janji. Apa
yang dijanjikan harus ditepati. Terlebih lagi janji kepada
Tuhan, melalui sumpah jabatan. Jika sebelum menjadi
pimpinan, pada saat kampanye mereka mengobral janji
muluk-muluk kini saatnya pimpinan kita membuktikan.
Dengan demikian, sudah sepantasnya para pimpinan
bangsa berlomba meraih derajat utama. Orang yang
mampu mencapai derajat utama, akan terpilih terus dalam
suksesi kepemimpinan. Berbeda dengan pimpinan yang
hina, akan menjadi sampah masyarakat. Ketika mereka
mati pun kadang-kadang rakyat tidak mau mengubur
jenazahnya. Oleh sebab itu, setiap pimpinan mau tidak
mau harus berupaya mencapai keutamaan.

* **

96
Wahyu Pemimpin
B. Keteladanan dan Konsep Kepemimpinan
Panembahan Senopati

Dalam Serat Pustaka Raja Purwa, bahwa paugeran


(pathokan) pemimpin ada 12 yaitu :

1. Teguh marang agamane linambaran iman serta


ngugemi marang isine kitab suci.

“Mimiliki iman yang kuat dan barjalan sesuai


tuntunan syariat serta memegang teguh ajaran kitab suci
(al quran dan al hadits)”

2. Migatekno kebutuhane kawula serta ngentas


marang panandange kawula kanthi brantas sifat
jahil metakil sekehe dengki.

“Memperhatikan kebutuhanhan rakyat serta


mencukupinya dengan menciptakan lapangan kerja dan
mengstabilkan ekonomi bangsa, kemudian membrantas
sifat angkara murka dalam bangsa serta meningkatkan
keimanannya.”

3. Nyedak marang wong pinter kanthi ngudi marang


undake ilmu.

“Mendekat dan Merangkul para ulama’ kemudian


belajar kepadanya agar terus meningkatan ke-ilmuan dan
ahlaqqul karimah”.

97
Wahyu Pemimpin
4. Gelem ngajeni marang penemune lian sarta galih
panemu kanthi linambaran sarasean mureh enggal
maujud tentreme bebrayan tanpa ninggal
kawicaksanaan.

“Mempertimbangkan pendapat orang lain, serta


menggalih hujjah yang aktual dengan cara
bermusyawarah untuk mewujudkan keadilan tanapa
meninggalkan kebijaksaan guna mensejahterakan
bangsa”.

5. Ngayomi para kawula utamane para wanita.

“Memberi pengayoman dan perlindungan rayat,


terutama kaum wanita dan rakyat jelata”.

6. Ngutamakna kabutuhan bebrayan ingkang


kababare bangun masjid, bangun taman
pendidikan, bangun pasar, bangun dalan.

“Mengutamakan kebutuhan sosial seperti


mendirikan masjid, mendirikan taman pendidikan,
mendirikan pasar dan membangun jalan”.

7. Ngadohi cara lamis kang bisa jalari marang


kawibawaan.

“Menjahui sifat tercela dan prilaku hina yang bisa


menyebabkan hilangnya kawibawaan”.

98
Wahyu Pemimpin
8. Ora gampang nibakke pandakwa tanpa bukti kang
nyata.

“Tidak mudah menjatukan hukuman tanpa


adanya bukti yang jelas”.

9. Ora gampang mercaya ujar kang tanpa panaliten,


awit wongkang golek pangalembana iku sok lerwa
kepara mentolo mitnah marang kanca.

“Tidak mudah mempercayai omongan orang


tanpa dasar, apalagi mempercayai orang yang sering
mencari muka. Sebab orang yang demikian akan tega
menfitnah saudara/temannya”.

10. Ojo sok nganak emas marang nara praja lan


kawula.

“Jangan sekali-kali menganak emaskan


penjabat/pamong, sebab ia akan manja dan bahkan bisa
menyala gunakan jabatan”.

11. Ojo daksio marang sapadha padha.

“Jangan berbuat semenah menah terhadap


sesama mahluk (ajo dumeh)”.

12. Kulinaha ngunjara nafsu seng kurang prayogo


seneng topo, demen prihatin lan ngedohi watak
dursilo.

99
Wahyu Pemimpin
“Berusaha mengekang hawa nafsu dengan
menjalanjan aksi sepiritual, mengutamakan watak
prihatin dan menjahui sifat-sifat tercela”.43
Figur pemimpin yang mejadi teladan dan sumber
insfirasi dari pendoman diatas adalah Panembahan
Senopati, sebagai seorang Raja Mataram raja agung di
tanah jawa, ia bukan saja dikenal sebagai raja yang adil
dan bijaksana, tapi beliau juga memberi contoh dalam
pengendalian diri yakni mengendalikan hawa nafsunya.44
Laku Tirakat Kanjeng Panembahan Senopati
diilustrasikan dengan apik oleh Sri Mangkunegara IV
dalam karya sastra Jawa klasik berjudul Serat
Wedhatama, inti isinya bersentral pada tokoh pendiri
mataram islam, yaitu panembahan senapati. Figur yang
memiliki kepiawaian mengatur strategi perang sehingga
bergelar Senopati Ing Alaga ini oleh masyarakat Jawa
dijadikan panutan kepemimpinan.
”Nulada laku utama, tumrap wong tanah jawi,
Wong Agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senapati, Kapati amarsudi,
sudane hawa napsu, pinepsu tapa brata,
tanapi ing siyang ratri,
Amamangun krya-nak tyasing sasami” 45
Artinya: ”Teladanilah pola hidup yang utama,
untuk orang Jawa, yakni: Orang besar di Mataram,

43
Serat Pustaka Rajapurwa, Ki Ronggo Warsito
44 Wawan Susetya Pemimpin Masa Kini & Budaya Jawa H.4
45 Tembang Sinom Serat Wedhatama

100
Wahyu Pemimpin
Panembahan Senapati, yang memiliki kesungguhan hati
menekan gejolak hawa nafsu, diusahaakan dengan bertapa
brata, diwaktu siang dan malam, tujuanya adalah untuk
memberikan kebahagiaan, kesejahteraan kepada sesama.”
Sebagai Pemimpin yakni sebagai pendiri sekaligus
raja pertama Dinasti Mataram Islam. Panembahan
Senapati dinilai berhasil amemangun karyenak tysing
sesama, artinya membuat enak orang lain, memberi
kebahagiaan dan kesejahteraan kepada sesamanya yang
tiada lain adalah para kawula atau rakyatnya. Kesuksesan
menjadi pemimpin yang dapat membahagiakan dan
mensejahterakan rakyatnya itu karena Panembahan
Senapati mampu menahan gejolak hawa nafsunya.
Panembahan Senopati, dalam pemerintahanya
selalu menjalankan Tapa Brata dan Tapa Ngrame. Beliau
menjalankan tapa brata siang malam yakni beriyadhoh
dengan Mujahadah, Muhasabah, Mu’aqabah dan
Muraqabah. Beliau dalam tapa bratanya selalu
menyesuaikan dengan Iradatillah. Hasil dari Tapa Brata
(berriyadhoh) beliau mampu mengekang hawa nafsunya,
merealisasikan keimanannya dengan beribadah dan
beramal shaleh.
Dalam berriyadhoh, Kecerdasan dan kearifan
beliau akan memandu dengan selalu ingat kepada Allah
SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu yang
terus menggoda. Situasi batin akan amat tenang
menyaksikan keagungan Ilahi, Jiwanya hadir dengan
khusyu’, beliau selalu bersungguh dengan nuraninya dan
gerakannya.

101
Wahyu Pemimpin
Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya
dalam mencari kebaikan, Pertama larut dalam mengikuti
hawa nafsu, Kedua ingkar terhadap ketaatan. Manakala
jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan
kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada
kehendak Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak
keinginan hawa nafsu. Manakala jiwa bangkit
memberontak, wajib ditaklukkan dengan bermusyahadah
dan istigfar. Sesungguhnya membina akhlak dan
membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya
sangatlah sulit.
Menurut H. Murtadho dalam bukunya Islam Jawa.
Tapa brata adalah dianggap ibadah penting yakni
menjalankan kehidupan ketat dengan disiplin tingging
serta menahan gejolak hawa nafsu, sehingga orang dapat
mencapai derajat yang lebih tinggi yakni mendekatkan
diri pada sang pencipta.46
Ada empat tahapan dalam tapa brata.

a) Tarak Brata : laku atau ekspresi keprihatinan


dengan mengurangi makan dan tidur.

b) Mesu Brata : dalam Mesu Brata seorang sudah


berusaha meningkatkan tahapan dengan laku atau
ekspresi keprihatinan ruhaniyyah, ia berusaha
menjauhkan pikiran-pikiran kotor, syahwad,
keinginan, yang bersifat keduniawiaan. Sehingga

46
Wawan Susetya Pemimpin Masa Kini & Budaya Jawa H.5

102
Wahyu Pemimpin
hatinya bisa Menep (konsentrasi), Hening (tenang)
dan pada puncaknya Eling (selalu ingat pada sang
kholik).

c) Tapa Brata : laku atau ekspresi yang sudah focus


pada tujuan hidup, Sangkan Paraning Dumadi
(darimana asalnya dan akan menuju kemana) atau
sesuai konsep “innalillahi wa inna ilaihi rojiun”
hingga hatinya menjadi bersih, dalam strata ini
orang yang melakukannya sudah mencapai pada
pengenalan subtansi, esensi dan hakikat (syariat,
hakikat dan ma’rifat)

d) Pati Brata : laku yang sudah mencapai klimaks,


yakni sudah samapai pengenalan pada Allah yang
Haq, yakni haqqul yaqin (keyakinan sejati) atau
keyakinan yang tak terbantahkan. Pada prespektif
ini orang sudah mencapai strata tapa brata yang
tertinggi yaitu mengenal Tuhan.

Empat hal di atas, adalah konsep wusul pada sang


kholiq. Hal itu dapat dilihat dari kematangan spiritual
dengan puncak pengaturan hawa nafsunya, Jika manusia
ingin wusul pada Allah SWT, maka ia harus mengenali
dirinya, menguasi nafsunya karena yang berhak menang
adalah Nafsu Mutmainnah.47 Allah Swt, berfirman:

47
Pagelaran Wayang Kulit KI Anom Suroto & Ki Entus Lakon Dewa Ruci

103
Wahyu Pemimpin
48 ‫َو َما ُأبَ ّ ِرئ ن َ ْف ِِس ا َّن النَّ ْف َس َ َل َّم َار ٌة ِاب ُّلسو ِء ا َّال َما َر ِح َم َر ِ ّّب ا َّن َر ِ ّّب غَف ٌور َر ِح ٌمي‬
ِ ِ ِ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang”.

‫َم ْـن ع ََـر َف نَـ َف َـسـه فَـقَدْ ع ََـر َف َربَّـه‬

“Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal


tuhannya”

ِ ّ ‫ ِا ْرجِ ـ ِع ْـى ِا ىٰل َرب‬.‫يَـأأيَّـتـهَـا الـنَّـ ْفس الـم ْطـ َمئِـنَّـة‬


‫فَادْخـ ِلـى ِفـى‬. ‫ِـك َر ِاضـيَـ ًة َم ْـر ِضـيَّـ ًة‬
َّ َ ِ ‫ َوادْخ‬.‫ِعـ َبا ِدى‬
49. ‫ـىل جـنـ ِتـى‬

“ Wahai Jiwa-Jiwa Yang Tenang, Kembalilah


Kepada Tuhanmu Dengan Hati Yang Puas Lagi Diridhai,
Masuklan Dalam Golongan Hamba-Hambaku, Dan
Masuklah Kedalam Surgaku”

Untuk mengenali diri manusia harus merealisasikan


empat perkara juga (brata catur perkawis).
1) Lakuning Raga: menjaga kebersihan dan
kesehatan jasmani dan rohani, hingga segala
tindakan dan prilaku bisa menyejukkan
penglihatan. Kebersihan jasmani membuahkan

48 Surat yusuf 53
49 Surah Alfajr 27-30

104
Wahyu Pemimpin
prilaku yang tidak melanggar syariaat. Kesehatan
Rohani, yakni hilangnya sifat sombong, riya,
dengki, iri hati dan semua penyakit hati. Sehingga
orang yang sehat rohaninya, bersih jasmaninya,
maka segala tindak tanduknya akan elok untuk
dipandang serta ucapanya enak didengar.
2) Lakuning Cipta: selalu ingat Allah Swt
(bertafakkur, tadzakur dan lain-lain) sehingga
membuahkan husnudzon (prasangka baik) selalu
berfikir positif dan menghilangkan pikiran pikiran
kotor.
3) Lakuning Rasa: mencegah pikiran duniawi/
Kenikmatan-kenikmatan duniawi yang
menyebabkan kesengsaran hidup.
4) Lakuning Karsa: menahan hawa nafsu hingga
membuahkan kearifan dan kebijaksanaan.50
Begitulah aplikatif keseharian kehidupan Kanjeng
Panembahan Senopati. Ia senantiasa membangun jiwa ke
jalan yang lurus, meskipun seorang raja beliau selalu
belajar menahan dan mengekang hawa nafsunya.
Menahan gejolak hawa nafsu bagi pemimpin jangan
hanya diarrtikan secara sempit saja, namun lebih penting
lagi adalah menahan untuk tidak sewenang-wenang dan
menyalah gunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan
golonganya saja. Kepemilikan sikap yang seperti itu yang
melekat pada Panembhaan Senapati karena dirinya

50
Live Striming Wayang Kulit KI Anom Suroto, Lakon Narayono
Winisuda

105
Wahyu Pemimpin
menyadari bahwa pemimpin berkaitan dengan energi
kebutuhan yang melekat pada dirinya.
Setelah berhasil Tapa Brata, Panembahan
Senopati melanjutkan dengan Tapa Ngrame, yakni ia
berupaya untuk membantu menjernihkan moralitas
bawahan dan berbaik hati pada seluruh rakyatnya dengan
beramar ma’ruf nahi mungkar. Ia buakan hanya “Pareng
Sandang Tiang Kawudan dan Paring Pangan Tiang
Keluwen” (yaitu mensejahterkan rakyat dengan
kekayaan) tapi beliau juga berusaha mensejahterakan
moralitas rakyat.
Panembahan Senopati adalah tokoh yang diyakini
oleh Mangkunegara IV dapat dijadikan rujukan atau
diteladani perilakunya. Ketika menjadi pemimpin beliau
menghindari sikap aja dumeh agar kepemimpinannya
tidak goyah. Hal ini dapat digambarkan seperti inggil tan
ngukuli, andhap tan kena ing kasoran. Artinya ia sebagai
Raja Agung tidak ingin melebihi raja-raja lain, namun
demikian tidak berarti ia harus merendah. Panembahan
Senopati, selalu bersikap wajar agar tidak menimbulkan
sikap karena sok raja. Masyarakat Jawa dididik supaya
jangan mengecewakan dan menyakiti hati orang lain,
karena adanya pergantian nasib ke arah yang lebih baik
sehingga orang Jawa jangan sampai keweleh artinya
dipermalukan. Oleh karena itu orang Jawa ingin selalu
mawas diri yaitu ingin mengetahui kekurangan dan
kelemahan dirinya. Agar jangan sampai keweleh maka
orang Jawa menghindari dari sikap aja dumeh dengan cara
suka menolong, membantu dan dapat memahami perasaan
orang lain atau empati.

106
Wahyu Pemimpin
C. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Jawa
Kepemimpinan merupakan amanah yang memuat
tugas dan kesanggupan moral. Amanah adalah
kewenangan pimpinan sesuai dengan kitah raja. Falsafah
Kepemimpinan Jawa sendiri sebenarnya dapat kita telaah
dari ajaran Manunggaling Kawula Gusti, yang
mengandung dua substansi, yakni kepemimpinan dan
kerakyatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari perwatakan
patriotis Sang Amurwabumi (gelar Ken Arok) yang
menggambarkan perpaduan sikap bhairawa-anoraga atau
perkasa di luar dan lembut didalam.51

Ada tujuh aturan yang merupakan wujud pimpinan


Jawa sebagai amanah. Karya besar ini merupakan
akumulasi ajaran moral kepemimpinan sang raja
Mataram.52

1. Swadana Maharjeng-tursita, seorang pemimpin


haruslah sosok intelektual, berilmu, jujur, dan
pandai menjaga nama, mampu menjalin
komunikasi atas dasar prinsip kemandirian.

2. Bahni bahna Amurbeng jurit, selalu berda di


depan dengan memberikan keteladanan dalam
membela keadilan dan kebenaran.

51 Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas


Negeri Yogyakarta 2013 H. 37
52Serat Sastra Gendhing, Sultan Agung Mataram

107
Wahyu Pemimpin
3. Rukti-setya Garbarukmi, bertekad bulat
menghimpun segala daya dan potensi guna
kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.

4. Sripandayasih Krani, bertekad menjaga sumber-


sumber kesucian agama dan kebudayaan, agar
berdaya manfaat bagi masyarakat luas.

5. GauganaHasta, mengembangkan seni sastra, seni


suara, dan seni tari guna mengisi peradapan
bangsa.

6. StirangganaCita, sebagai lestari dan


pengembang budaya, pencetus sinar pencerahan
ilmu, dan pembawa obor kebahagiaan umat
manusia.

7. Smara bhumi Adimanggala,tekad juang lestari


untuk menjadi pelopor pemersatu dari pelbagai
kepentingan yang berbeda-beda dari waktu ke
waktu, serta berperan dalam perdamaian di
mayapada.
Kemudian ada beberapa prinsip kepemimpinan
Jawa yang tertuang dalam Serat Witaradya karya
pujangga besar sastra klasik Jawa, Raden Ngabehi
Ranggawarsita III, didalamnya memuat tentang
kepemimpinan negara dan kewajiban para pegawai-yang
diterjemahkan oleh Karkono sebagai berikut:

108
Wahyu Pemimpin
a. Sri Begawan Ajipamasa memberi amanat kepada
putra yang menggantikanya sebagai raja berupa
lima amanat yang disebut Pancapratama (lima
yang terbaik), yakni:
1) Mulat (awas, hati-hati) agar memerinci tugas
punggawa atau pegawai. Yang senang kepada
pekerjaan halus, jangan diberi pekerjaan kasar atau
demikian pula sebaliknya. Waspadalah terhadap
punggawa yang baik dan yang buruk.

2) Amilala (memelihara, memanjakan) agar


mengajar dan manaikkan pangkat punggawa yang
baik dan tepat pekerjaannya.

3) Amiluta (membujuk, membelai), agar suka


mendekatkan punggawa dengan kata-kata yang
menyenangkan, membengkitkan kecintaan kepada
raja (negara) dengan kesaktianya.

4) Miladarma, (menghendaki kebajikan), agar


mengerjakan hal-hal yang menuju keselamatan
dilingkungan masing-masing menuju
kesejahteraan batin.

5) Parimarma (belas kasihan), agar bersifat serba


memaafkan. Dengan demikian terjagalah
negaranya.

b. Amanat Sri Begawan Ajipamasa kepada Patih


Sukarta disebut Pancaguna (lima manfaat), yakni:

109
Wahyu Pemimpin
1) Rumeksa (menjaga), agar menjaga negara seisinya
sebagai milik sendiri, terutama bila terjadi bahaya
di wilayahnya. Janganlah menunggu perintah dan
supaya bertindak sehingga terjaga keselamatan
negara.

2) Agar memperhaikan hal-hal sebagai berikut:

a) Ilat (lidah), berkatakah dengan sopan santun,


menuju hati, itu menjadikan selamat
pengabdianya.

b) Ulat (raut wajah), agar dapat menyesuaikan


dengan tempat dan waktu. Hal itu mendatangkan
kebahagiaan.

c) Ulah (tingkah laku), agar dapat membawa diri


hingga memperoleh kasih sayang raja. Tingkah
lakumu jangan ragu-ragu.

3) Rumasuk (meresap), agar penjagaan kepada


negara dilakukan dengan seia-sekata.

4) Rumesep (menyenangkan), agar mantab berbakti


kepada raja tidak renggang serambutpun. Dan
jangan berhenti mengasuh punggawa yang
pangkatnya lebih rendah atau pegawai bawahan.

110
Wahyu Pemimpin
5) Rumasa (merasa), agar merasa sebagai abdi
raja(negara), janganlah sesekali sombong dan tak
mau kalah.53

Ada juga ajaran kepemimpinan yang lain,


misalnya, Serat Wulang Jayalengkara yang
menyebutkan, seorang penguasa haruslah memiliki watak
Wong Catur (empat hal), yakni, retna, estri, curiga, dan
paksi. Retna atau permata, wataknya adalah pengayom
dan pengayem, karena khasiat batu permata adalah untuk
memberikan ketenteraman dan melindungi diri. Watak
estri atau wanita adalah berbudi luhur, bersifat sabar,
bersikap santun, mengalahkan tanpa kekerasan atau
pandai berdiplomasi. Sedangkan curiga atau keris,
seorang pemimpin haruslah memiliki ketajaman olah pikir
dalam menetapkan policy dan strategi di bidang apapun.
Terakhir simbol paksi atau burung, mengisyaratkan watak
yang bebas terbang kemanapun, agar dapat bertindak
independen tidak terikat oleh kepentingan satu golongan,
sehingga pendapatnya pun bisa menyejukkan semua
lapisan masyarakat.
Moral merupakan ukuran abstraksi
kepemimpinan. Kualitas kepemimpinan Jawa dapat
diukur dari moralitasnya. Jika ada seorang Kapolsek
melakukan pelecehan seksual dengan bawahannya,
hingga pergi sampai empat bulan, ini jelas dipertanyakan
moralitasnya. Begitu pula seorang Kapolsek yang ada

53
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 41

111
Wahyu Pemimpin
main dengan Kapolsek lain, jelas diragukan acuan
moralnya.

Begitu pula seorang pimpinan partai yang


memiliki isteri simpanan di mana-mana, demi pencucian
uang, patut dipertanyakan sisi moralnya. Moral
menyangkut baik buruk tingkah laku pimpinan. Moral
adalah aturan ideologis yang membingkai tindakan
seorang pimpinan. Moral merupakan ukuran baik buruk
terhadap tindakan seseorang. Pimpinan yang bermoral,
tentu memiliki tindakan yang baik. Pimpinan yang tidka
bermoral, tentu tindakannya bertentangan dengan nalar.
Jika pimpinan Jawa yang sudah jelas kaya, kalau harus
korupsi, menumpuk uang, mencuci uang, ini sebenarnya
kurang atau tidak bermoral. Sudah jelas ketahuan kalau
korupsi, ketika di persidangan masih mengelak, ini juga
pimpinan amoral.54

Setiap wajah kepemimpinan memiliki ideologi,


yang memuat moralitas. Ideologi adalah paham
kepemimpinan yang melandasi gerak seorang pimpinan.
Di Jawa ideologi selalu berhubungan dengan kejawen.
Orang Jawa selalu memasalahkan hidup individual yang
bermodus kekerasan. Oleh karena orang Jawa
menghendaki kepemimpinan berjalan dalam lingkup
penuh kehalusan budi. Pimpinan yang halus budinya
adalah orang yang bermoral tinggi. Pimpinan yang

54
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 51

112
Wahyu Pemimpin
menjaga moralitas pun akan mendapat tantangan dan
musuh yang tidak ringan.
Telah lama orang Jawa didulang dengan
pendidikan moral, lewat pendidikan formal, namun ketika
menjadi pemimpin juga tak bermoral. Dalam berbagai
sidang pimpinan ada yang tidur melulu di, ada lagi yang
memperjuangkan nasib keluarganya, kroninya sendiri, ini
menandai moralitas rendah. Tema yang berulang-ulang
dalam “Pendidikan Moral Pancasila”yang harus dipelajari
oleh semua pelajar dari kelas satu hingga akhir sekolah
menengah adalah harus tunduknya individu kepada
mayarakat dan Negara, semua itu masih banyak dilanggar.
Hal itulah yang mewujudkan kepentingan
agamayang harus didahulukan di atas kepentingan pribadi
atau individu. Sikap tunduk ini ditambah lagi dengan
penekanan yang terus-menerus bahwa semua hak itu harus
bersama-sama dengan kewajiban terhadap orang lain,
terhadap masyarakat dan terhadap negara. Sikap tunduk
dan kewajiban terhadap apa yang lebih besar daripada
individu juga menyatakan bahwa hak asasi manusia itu
bukanlah pernyataan yang valid secara universal
mengenai martabat manusia dan dengan demikian
memberikan pembenaran kepada penafsiran Indonesia.
Pimpinan Jawa memang orang multidimensi.
Akibatnya, di satu sisi mereka sering lamis dan berpura-
pura bersih, namun sebenarnya mengambil keuntungan
pribadi. Pimpinan semacam ini, sebenarnya lebih kotor
dari sampah. Umumnya para pimpinan Jawa masih mudah

113
Wahyu Pemimpin
memegang konsep ungkapan rubuh-rubuh gedhang,
artinya mengikuti arus melulu biarpun tidak bermoral.
Buktinya, banyak rekening gendut para anggota polisi dan
hakim. Kondisi ini menunjukkan bahwa moralitas
kepemimpinan Jawa yang santu, bersih, jujur dan
tanggung jawab diabaikan.

Moralitas Jawa yang mampu menjawab, apakah


seorang pimpinan akan bertahan dalam suasana kotor atau
bersih. Sungguh akan menjadi tantangan berat bagi
seorang pimpinan yang moralitasnya rendah. Moralitas
rendah menandai jiwanya sedang berada pada tataran
terhina. Moral merupakan cerminan jiwa yang benar-
benar cemerlang. Moral pimpinan yang bagus, tentu akan
taat pada janji, tidak menyelewengkan wewenang,
tanggung jawab, dan tidakmerugikan pihak lain. Dengan
kata lain, benteng moral sangat penting bagi seorang
pimpinan yang ingin langgeng kedudukannya.

***

114
Wahyu Pemimpin
D. Ilmu Rasa dalam Kepemimpinan Jawa

Ilmu rasa dalam kepemimpinan Jawa amat


diperlukan. Rasa Jawa itu sebuah dilosofi hidup yang
halus. Jika rasa ini dikembangkan, para pimpinan akan
mampu menyelami rasa yang dimiliki bawahan. ilmu rasa
Jawa itu tidak lain merupakan raos gesang, artinya rasa
hidup. Rasa hidup itu ditandai dengan bergerak dna
berubah. Pimpinan yang menguasai raos gesang, akan
berusaha agar mampu mengubah keadaan. Ilmu rasa akan
membangkitkan kerja pimpinan semakin percaya diri.
Rasa yang paling utama dalam kepemimpinan yaitu:55

a) Bisa rumangsa dan bukan rumangsa bisa, artinya


pimpinan tidak merasa mampu apa saja. Filosofi
ini sering membuat orang terlalu percaya diri,
namun jika terlalu berlebihan akan menjadi
sombong. Jika rasa ini dapat dikelola, pemimpin
akan mampu bersikap rendah hati
b) Angrasa wani, artinya pimpinan yang berani
menghadapi resiko apa pun yang dibebankan
(diamanahkan). Pimpinan yang tidak berani
mengambil resiko, biasanya lamban dalam
mengambil keputusan
c) Angrasa kleru lan bener tur pener. Artinya,
pimpinan yang baik adalah mampu menyadari
bila keliru dalam berbuat. Begitu sebaliknya,

55 Ki Anom Surioto / Lakon Narayono Winisudo

115
Wahyu Pemimpin
pimpinan yang baik tentu dapat merasa bahwa
yang dilakukan itu benar dan tepat. Keputusan
yang baik, selain harus sesuai aturan juga tepat.56
Falsafah rasa banyak terkait dengan pribadi
seseorang. Rasa dapat membingkai kejiwaan pimpinan.
Orang yang rasa Jawanya tinggi, tentu tidak akan keras
kepala dalam memimpin. Filosofi kepemimpinan Jawa
terkait dengan kepribadian orang Jawa. Falsafah hidup
yang dipegang para pimpinan selalu menunjukkan
kekhususan. Orang Jawa memang memiliki tradisi yang
melingkupi jagad kepemimpinan. Rasa selalu membekali
orang Jawa ketika memutuskan sesuatu. Pimpinan jelas
akan mengambil putusan apa saja.
Kepemimpinan orang Jawa itu memiliki kekhasan.
Biarpun ada yang tidak sependapat kalau kepemimpinan
Jawa itu memiliki sifat halus, penuh hati-hati, dan tidak
mau konflik, realitasnya memang demikian. Orang Jawa
memimpin tidak hanya dengan pikiran, tetapi
memanfaatkan rasa. Kepemimpinan Jawa jelas banyak
mengolah rasa Jawa. Rasa itulah ruh budaya Jawa.
Pemimpin Jawa tentu memegang teguh budaya Jawa.
Banyak generasi muda sekarang tidak memahami budaya
Jawa. Dalam era globalisasi sekarang ini bahasa Inggris
boleh saja dipelajari, tetapi bahasa, budaya Jawa, dan
filosofi Jawa tetap perlu didalami agar tidak hilang ditelan
zaman, sesuai apa yang dikatakan Ki Ronggo Warsito,

56 Falasfah kepemimpinan jawa H.80

116
Wahyu Pemimpin
“Ing Rejane zaman Akeh Wong Jawa Ilang Jawane” di
era zaman globalisasi sekarang banyak orang jawa yang
tidak mengetahui filsafat, budaya dan adat jawa.
Falsafah-falsafah tersebut tersebar dalam berbagai
dimensi kehidupan seperti etika dan tata karma pergaulan,
hubungan orang tua dan anak, hukum, keadilan dan
kebenaran, ilmu pengetahuan dan pendidikan, hubungan
sosial, kekerabatan dan gotong royong, kepercayaan dan
religiositas, kewaspadaan dan introspeksi dan masih
banyak lagi, seperti yang tertera dalam ajaran falsafah Tri
Brata.57
Filosofi Tri Brata sebagai prinsip dasar orang
Jawa, harus Rumangsa Melu Handarbeni (merasa ikut
memiliki), Wajib Melu Hangrukebi (wajib ikut membela
dengan ikhlas), Mulat Sariro Hangrasa Wani (mawas diri
dan memiliki sifat berani untuk kebenaran).58
Rumangsa melu handarbeni, yang artinya merasa
ikut memiliki, Filosofi ini merupakan falsafah rasa Jawa
yang dalam. Ajaran ini memberikan petunjuk bahwa
dihubungkan dengan tugas negara, lembaga, dan lain-lain.
Maka seyogianya kita merasa itu merupakan milik kita
dalam arti positif, yaitu suatu semangat untuk sayang
kepada yang kita miliki. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, kita akan lebih bersungguh-sungguh
karena sadar bahwa yang kita lakukan untuk kepentingan
kita sendiri dan lingkungan.

57 Paramayoga (Ki Ranggawarsita, 1997)


58
Ki Anom Suroto / Lakon Narayono Winisudo

117
Wahyu Pemimpin
Wajib Melu Hangrukebi, artinya wajib ikut
membela dengan ikhlas. Hal ini mengingat bahwa yang
kita hadapi adalah milik kita, maka sebagai
konsekunesinya kita wajib membela dan memeliharanya
dengan secara suka rela.
Mulat sarira hangrasa wani, artinya mawas diri,
untuk kemudian berani bersikap. Seseoarang yang
bertindak seyogyanya melihat ke dalam dirinya dengan
jujur, apakah yang akan di lakukan selaras antara pikiran
dan Nurani yang jernih. Rasa semacam ini akan
memberikan keyakinan bahwa setiap orang ada
kelemahan dan kelebihan. Pemimpin yang mau mulat
sarira, jelas akan menggiring sikap agar tidak sombong.
Dengan demikian rasa Jawa akan melandasi
hatipara pimpinan. Rasa Jawa membangun karakter
pemimpin lebih menghargai orang lain. Pimpinan yang
mengandalkan rasa Jawa, lebih terhormat dan berwibawa.
Oleh karena pimpinan tersebut merasa bahwa dirinya
bukan yang paling hebat. Pemimpin pun suatu saat dapat
keliru. Pimpinan yang memperhatikan rasa Jawa,
diharapkan dapat memimpin bangsa semakin sukses.
Paling tidak dalam memimpin bangsa tidak akan grusa-
grusu, artinya tergesa-gesa. Falsafah rasa Jawa menuntun
hidup semakin bijak, tidak hanya mementingkan diri
sendiri.59
Falsafah jawa yang paling tertinggi adalah kajian
spiritual, moral dan menejerial yang terkandung dalam

59
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H.88

118
Wahyu Pemimpin
ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu,
filosofi ilmu ini dianggap ilmu jawa paling kuno dan
memiliki bayak rahasia dan tidak boleh diajarkan secara
bebas, karena sastra ini mengungkap rahasia jiwa dan
alam semesta hinga mampu menyempurnakan jiwa dan
kempali pada sangkan paraning dumadi. Sastra berarti
Kalam Atau Ilmu, Jendra berarti Keluhuran,
Pangruwating membersikan sedangkan Diyu berarti
nafsu. Orang yang mencapai mukso / derajat tinggi adalah
orang yang mampu meredam hawa nafsunya.
Dalam khasanah budaya Jawa kuno, salah satu
konsep kepemimpinan yang paling populer sebenarnya
adalah Astha Brata. Ilmu Asta Brata tergolong ajaran
yang sangat tua, Asta Brata adalah ilmu tentang delapan
(Asta) sifat alam yang agung. Pemimpin yang menguasai
ilmu Hasta Brata ini akan mampu melakukan internalisasi
diri kedalam delapan sifat agung yang mewakili simbol
kearifan dan kebesaran Sang Pencipta. Konsep ini termuat
dalam berbagai karya sastra, antara lain Serat Ramayana,
Serat Ramajarwa, Serat Nitisruti, Serat Tumuruning
Wahyu Maya, dan Serat Makutharama. Karya-karya
tersebut, melukiskan ajaran prabu Rama ketika Gunawan
Wibisana ragu-ragu mau memimpin Ngalengka, setelah
Perang Brubuh. Teks-teks dalam karya tersebut umumnya
mengangkat konsep penjabaran Asta Brata.60

60
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H.92-93

119
Wahyu Pemimpin
Asta Brata maknanya adalah delapan laku atau
delapan karakter yang harus ditempuh seseorang bila
sedang menjalankan tampuh kepemimpinan. Kedelapan
“laku” sebagai personifikasi delapan unsur alamiah yang
dijadikan panutan watak (watak wantun) seorang
pemimpin. Kedelapan unsur tersebut meliputi delapan
karakter unsur-unsur alam yakni: Bumi, Langit-awan,
Angin, Samudra-Air, Rembulan, Matahari, Api, dan
Bintang. Bila seorang pemimpin bersedia mengadopsi 8
karakter unsur alamiah tersebut, maka ia akan menjadi
pemimpin atau raja yang adil, jujur, berwibawa, arif dan
bijaksana. Hal ini berlaku pula untuk masyarakat luas,
bilamana seseorang dapat mengadopsi ilmu Asta Brata, Ia
akan menjadi seseorang yang hambeg utama, berwatak
mulia, luhur budi pekertinya.
Dan serat inilah nantinya yang akan dibahas dalam
lakon “Wahyu Makutha Rama” Wahyu yang diterima
Raden Arjuna lewat Begawan Kesawasidi setelah
menjalani “laku” prihatin dengan cara tapa brata.
Konsep dan falsafah kepemimpinan diatas
terdapat satu kesimpulan yaitu konsep kepemimpinan
yang berbeda dimensi, bukan atas bawah, tetapi depan,
tengah dan belakang, “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing
Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani” itulah
konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar
Dewantara.
Kepemimpinan menurut Ki Hadjar Dewantara
tiada lain mengandung arti kebijaksanaan, yakni nilai
kebatinan yang menurut ajaran adab dianggap sebagai

120
Wahyu Pemimpin
pusat gerak kejiwaan yang mengandung unsur-unsur
benar dan adil. Kepemimpinan diletakkan dalam
kaitannya dengan faham demokrasi yang berjiwa
kekeluargaan.
“Ing Ngarso Sun Tulodho” Seorang pemimpin
adalah panutan, Sebagai panutan, harus mampu
memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya,
hingga orang lain yang ada disekitarnya akan
mengikutinya. Tanggung jawab moral seorang pemimpin
sangatlah besar, karena tindak-tanduknya, tingkah
lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan
cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah ketika berada
di depan, pemimpin harus memberikan teladan,
memberikan contoh. Hal ini tidak menrcerminkan adanya
atasan-bawahan, tetapi jelas menunjukkan siapa yang
memimpin dan siapa yang dipimpin.
Ki Hajar dengan terminologi “ing ngarso sung
tulodho” saat di depan seorang pemimpin harus memberi
teladan. Kata Ing Ngarso tidak dapat berdiri sendiri , jika
tidak mendapatkan kalimat penjelas dibelakangnya.
Artinya seorang yang berada di depan jika belum memberi
teladan maka belum pantas menyandang gelar
“pemimpin”.
“Ing Madyo Mbangun Karso” Seorang pemimpin
yang berada di tengah-tengah orang-orang yang
dipimpinnya, harus mampu menggerakkan, memotivasi,
dan mengatur sumberdaya yang ada. Pada dasarnya setiap
orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri, sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap

121
Wahyu Pemimpin
saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar motivasi dari diri
sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah
maka motivasi dari luar dirinya tetap sangat diperlukan.
Disinilah seorang pemimpin dapat mengambil peran.
Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak.
Itulah pemimpin sejati.
Ajaran kedua ini sarat dengan makna
kebersamaan, kekompakan, dan kerjasama. Seorang
pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang
dipimpinnya, melainkan ia juga harus berada di tengah -
tengah masyarakatnya. Selain itu pemimpin harus kreatif
dalam memimpin , sehingga orang yang dipimpinnya
mempunyai wawasan baru dalam bertindak, Karena
seorang pemimpin harus melindungi segenap orang yang
dipimpinnya.
“Tut Wuri Handayani” Pemimpin sejati
diperlukan kehadirannya dibarisan belakang, dari
belakang pemimpin dapat memberikan dorongan untuk
terus maju. Pemimpin yang berada di belakang harus
pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar
konsisten gerakan dan arahnya, supaya mencapai tujuan.
Ajaran kepemimpinan yang ketiga ini merupakan
semboyan dari dunia Pendidikan, yang tentunya
mempunyai makna yang mendalam.
Jika diartikan secara keseluruhan Tut Wuri
Handayani bertujuan untuk menciptakan pribadi yang
Mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain serta
memunculkan Regenerasi yang berani memimpin tanpa
menunggu orang lain untuk memimpin.

122
Wahyu Pemimpin
Adapun dorongan tersebut dapat berupa moral dan
semangat. Pendidikan mengambil semboyan ini, agar
pendidikan menjadi sebuah perantara membentuk
karakter generasi mandiri dan tidak bergantung pada
orang lain. Maka dimasa yang akan datang dengan
pendidikan yang dimilikinya orang tidak akan mudah
untuk diperalat.
Seorang pemimpinan adalah motor penggerak
yang senantiasa mempengaruhi, mendorong dan
mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya
mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan
kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat
memandu, menuntun, membimbing, memberi atau
membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi,
menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga
mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan
yang direncanakan.

123
Wahyu Pemimpin
BAB IV

SIFAT ASTA BRATA


Kepemimpinan jawa bersifat sinkretis, artinya
konsep yang diambil mengandung nilai sepiritual atau
religi yang memiliki pengaruh pada pola pikir di jawa,
kususnya agama islam. Pola pikir islam bisaanya diambil
dari tasawuf yang mengedepankan aspek wira’i (menjahui
kemewahan dunia) dan hidup sederhana seperti orang sufi
yang meninggalkan kehidupan dunia untuk mencapai
kehidupan sejati.61
Budaya nusantara khususnya Jawa, memiliki
konsep perilaku kepemimpinan yang disebut Asta Brata.
Astabrata berasal dari dua suku kata yakni: Asta Brata,
Asta berasal dari bahsa sansekerta yang berarti delapan
dan Brata yang berarti sifat (laku/karakter), dengan
demikian Asta Brata berarti delapan sifat atau tindakan
yang harus dilakukan untuk menjadi pemimpin, raja,
sultan, presiden, legislatif, bangsawan, tokoh masyarakat,
maupun pemimpin organisasi termasuk di lingkungan
pendidikan. Asta Brata disimbulkan dengan sifat-sifat
mulia dari alam semesta yang patut dijadikan pedoman
bagi setiap pemimpin sesuai dengan ajaran Ki Hajar
dewantara, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun
Karso, Tutwuri Handayani. Ajaran Asta Brata ini berisi
tentang kepemimpinan sosial yang memiliki delapan
prinsip, yaitu :

61
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H.5

124
Wahyu Pemimpin
A. Hambeging Bantala (Meneladani Sifat Bumi)

Anduweni sifat sabar kang tanpa


upama,anggung murah ati marang sapa bae senajan
dipacul, digaru lan diluku, nanging malah dadosake
kesuburan kang bisa nuwuhake marang sawernane
tanduran kang bisa diunduh. Menehi sekabehing kang
dikandut ing sakjerone bumi tanpa bisa entek tansyah
pilih kasih. Menehi panguripan marang sekabehing
mahluk jalma menungsa hayawan lan tethukulan.
Sifat bumi adalah memberikan tempat hidup
kepada semua mahluk, baik manusia hewan maupun
tumbuhan. karakter bumi yang memiliki sifat kaya akan
segalanya dan suka bersederma lembah manah (sabar,
kaya hati), welas asih (kasih sayang), luwes (faksibel),
mengku (melindungi), iling (ingat kepada Tuhan), hening
(kejernihan pikir, batin), heneg (penuh pertimbangan),
mawas (waspada), lan wicaksana (bijaksana).
Seorang pemimpin yang menguasai sifat Bumi
akan mengarahkan kekuasaannya untuk mensejahterakan
rakyat dan mengentaskan kemiskinan. Seorang pemimpin
juga harus mampu menghadapi segala masalah dengan
kesabaran, pikiran dan hati jernih ketika mengambil
keputusan, serta mampu memberikan harapan dan
tumbunya kreatifitas anggotanya, kreatif dalam mengatasi
masalah, sebagaimana bumi menjadikan kotoran menjadi
sumber makanan bagi tumbuhan.
Pemimpin yang mengikuti sifat bumi adalah
seseorang yang memiliki sifat kaya hati artinya pandai

125
Wahyu Pemimpin
mengendalikan hawa nafsu terutama nafsu pancadriya
(penyakit Hati) seperti, sombong, iri hati, hati mudah
terbakar, semenah-menah, adigang adigung adiguna,
kemudian ia mampu menyalurkan seluruh tenaga serta
pikiran dengan kecerdasan emosional yang optimal,
hingga membuahkan sifat rela menghidupi dan menjadi
sumber penghidupan seluruh makhluk hidup serta
berkarakter melayani segala yang hidup.
Pemimpin berkewajiban memberi kemakmuran
kepada rakyatnya, Ia wajib membahagiakan bawahan
dengan memberikan sandang pangan secukupnya. Tugas
pimpinan adalah memberikan bukti cinta kasih kepada
bawahan, agar selalu sayuti. Sikap mau memberi seorang
imam ini sebagai bukti rasa kasih sayang (welas asih)
terhadap rakyat, dengan landasan tulus dan ikhlas.
Sikap kasih sayang tersebut hendaknya juga
disertai niat bersahabat, tanpa membedakan besar
kecilnya pangkat, tanpa membedakan orang baik dan
buruk, semua warga negara harus dijaga agar selalu hidup
rukun, semua harus didekati. Semua warga negara
mempunyai hak yang sama terhadap negara, mengarahkan
kekuasaannya untuk mensejahterakan rakyat dan
mengentaskan kemiskinan. Pimpinan yang berfalsafah
demikian menunjukkan bahwa atasan wajib
membangkitkan semangat bawahan. Pimpinan harus
bersikap dermawan, atau “gelem weweh tanpa diwaleh,
gelem dana marang sepadha-pada.

126
Wahyu Pemimpin
Sebaliknya, sebagai perwujudan cinta kasih
bawahan dengan atasan, sikap saling memberi dan
menerima juga dikembangkan. Seorang bawahan pun,
jika sudah merasa menjadi mitra kerja, tentu jika harus
“asok glondhong miwah pengareng-areng”, tidak akan
terpaksa. Namun, semua itu didasari rasa ikhlas karena
merasa manunggal antara Gusti-Kawula (atasan-
bawahan).62
Bumi secara alamiah juga berwatak melayani
segala yang hidup, dengan unsur tanahnya bersifat dingin
tidak kagetan, sebaliknya bersifat luwes (fleksibel)
mudah adaptasi dengan segala macam situasi dan kondisi
tanpa harus merubah unsur-unsur tanahnya, Maknanya,
sekalipun seseorang bersifat mudah adaptasi atau fleksibel
namun tidak mudah dihasut, tak mempan diprovokasi,
karena berbekal ketenangan pikir, kebersihan hati, dan
kejernihan batinnya dalam menghadapi berbagai macam
persoalan dan perubahan. bahwa seorang pemimpin harus
berani berkorban jiwa, raga dan harta demi kesejahteraan
bangsa. Mukti wibawa sebagai abdi masyarakat menjadi
tanggung jawab yang harus diemban. Menghimpun
kekuatan untuk membela rakyat dengan sasanti bersatu
kita teguh bercerai kita runtuh.
Bumi dalam hukum kodrati memiliki prinsip
keseimbangan dan pola-pola hubungan yang harmonis
dan sinergis dengan kekuatan manapun. Namun demikian,

62
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 127

127
Wahyu Pemimpin
pada saat tertentu bumi dapat berubah karakter menjadi
tegas, lugas dan berwibawa. Bumi dapat melibas kekuatan
apapun yang bertentangan dengan hukum-hukum
keseimbangan alam. Seseorang yang memiliki watak
bumi, dapat juga bersikap sangat tegas, dan mampu
menunjukkan kewibawaannya di hadapan para musuh dan
lawan-lawannya yang akan mencelakai dirinya. Akan
tetapi, bumi tidak pernah melakukan tindakan indisipliner
yang bersifat aksioner dan sepihak. Karena ketegasan
bumi sebagai bentuk akibat (reaksi) atas segala perilaku
disharmoni.
Pemimpin harus memiliki sifat mengku
(melindungi) dan mengayomi, dengan dilandasi
rasaionalisme dan hukum. Artinya, seorang pemimpin
harus menghargai hak-hak yang dipimpin, tidak mentang-
mentang berkuasa lalu ingin menguasai segalanya.
Pimpinan hendaknya menerapkan falsafah kawicaksanan,
untuk menjaga keselarasan dengan bawahan. Maksudnya,
prinsip harmoni dalam hal ini menjadi sasaran utama, agar
tetap terjaga keutuhan dan tanpa konflik.
Pemimpin juga bertugas mengarahkan bagaimana
generasi muda mencapai cita-cita, ia selalu memberikan
motifasi, pesan-pesan, bimbingan dan siraman
kerohaniaan agar generasi muda yang akan mencapai
kamukten (cita-cita tinggi), dan memberikan lapangan
untuk beredukasi sesuai sekilya. Ia juga harus
memperhatikan sistem kehidupan rakyatnya yang tidak
berpendidikan, memberikan trobosan dan menyediakan
hal-hal yang dibutuhkan untuk menompang hidup.

128
Wahyu Pemimpin
Sifat kesuluran bumi adalah, Kesabaran,
Kejujuran Kesentosaan dan kesejahteraan sesuai apa yang
terserat dalam Memayu Hayuning Bawono. Hal ini juga
sesuai apa yang telah diteladankan oleh Nabi Saw yakni
seorang pemimpin harus memiliki Integritas (keutuhan,
kejujuran, dan ketulusan hati) Keramahan dan Kecintaan.
Kasih sayang dan dedikasi pemimpin dapat menjadi
tenaga penggerak yang positif untuk melakukan perbuatan
yang menyenangkan bagi semua pihak. Keramah-
tamahan itu mempunyai sifat mempengaruhi orang lain
juga membuka setiap hati yang masih tertutup untuk
menanggapi keramahan tersebut. Pemimpin itu harus
bersifat terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan
seperasaan dengan bawahannya bahkan merasa senasib
dan sepenanggungan dalam satu perjuangan yang sama.
‫َو َما َا ْر َسـ ْل َناكَ ِا َّال َر ْمحَـ ًة لِ ْلـ َعالَـ ِم ْ ََي‬
“Dan tidaklah kami mengutus kamu (muhmad),
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (Qs.
Al Anbiya 107)
Kepribadian Rasulullah saw sebagai pemimpin
yang sangat berbelas kasih pada siapa saja. Nabi
Muhammad SAW merasa sedih dan ikut merasakan
penderitaan bila terdapat umatnya yang menderita. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam surat al Taubah :
‫لَقَدْ َجا َء ْمك َرسو ٌل ِم ْن َأنْف ِس ْمك َع ِز ٌيز عَلَ ْي ِه َما َعنُِّتُّ ْ َح ِر ٌيص عَلَ ْي ْمك ِابلْم ْؤ ِم ِن ََي َرء ٌوف َر ِح ٌمي‬
]128 : ‫[التوبة‬

129
Wahyu Pemimpin
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul
dari golonganmu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi
Penyayang terhadaporang-orang mukmin” (QS at
Taubah: 128).
***

B. Hambeging Kartika (Meneladani Sifat


Bintang)
Anduweni sifat tata lan tertip ora gambang keno
pengaruh, bisa menehi panglipur marang kang
nandang susah, lan menehi panuntun marang kang lagi
bingung, Santosa ing budi, teguh ing tekad, prawira ing
tandang, Pitayan tan samudana, setya tuhu ing wacana,
asring umasung wasita.
Sifat Kartika (bintang), adalah tertata, teratur, dan
tertib. Mampu menghibur yang lagi sedih, dan menuntun
orang yang sedang mengalami kebingungan, serta
menjadi penerang di antara kegelapan. Seseorang yang
mengadopsi perilaku bintang, akan memiliki cita-cita,
harapan dan target yang tinggi untuk kemakmuran dan
kesejahteraan tidak hanya untuk diri sendiri namun juga
orang banyak. Maka sebutan sebagai “bintang” selalu
dikiaskan dengan suatu pencapaian prestasi yang tinggi.
Posisi bintang akan memperindah kegelapan langit di
malam hari.

130
Wahyu Pemimpin
Orang yang berwatak bagai bintang akan selalu
menunjukkan kualitas dirinya dalam menghadapi
berbagai macam persoalan kehidupan. Pemimpin harus
tetap percaya diri meski pun dalam dirinya ada
kekurangan. Ibarat bintang-bintang di angkasa, walaupun
ia sangat kecil tapi dengan optimis memancarkan
cahayanya, sebagai sumbangan terhadap kehidupan.
Seseorang yang mengadopsi perilaku bintang, akan
memiliki cita-cita, harapan dan target yang tinggi untuk
kemakmuran dan kesejahteraan tidak hanya untuk diri
sendiri namun juga orang banyak. Maka sebutan sebagai
“bintang” selalu dikiaskan dengan suatu pencapaian
prestasi yang tinggi. Posisi bintang akan memperindah
kegelapan langit di malam hari. Orang yang berwatak
bagai bintang akan selalu menunjukkan kualitas dirinya
dalam menghadapi berbagai macam persoalan kehidupan.
Begitu juga seorang pemimpin, haruslah
seseorang yang mempunyai visi kedepan, yaitu sesuatu
yang diluar batas ruang dan waktu. Serta mampu
membayangkan masa depan dengan peluang – peluang
yang mungkin terjadi saat itu. Imajinasi tentang masa
depan tersebut adalah sesuatu yang mendorong mereka
untuk senantiasa berpikir maju dan optimis dalam meraih
kesempatan tersebut.
Pemimpin meniupkan kehidupan ke dalam
harapan dan mimpi orang dan memungkinkan mereka
untuk melihat kemungkinan menggairahkan yang ada di
masa depan. Ia juga menyalakan api semangat dalam diri

131
Wahyu Pemimpin
orang dengan mengekspresikan antusiasme pada visi
kelompok yang menakjubkan.
Bintang merupakan hiasan yang muncul pada
malam yang sepi, yang perjalanannya bisa dijadikan
pedoman waktu, sehingga seorang pemimpin haruslah
suka dengan tindakan menjaga diri dan perbuatannya
tidak pernah lepas dari keutamaan sehingga bisa dijadikan
contoh bagi orang yang dipimpinnya, sehingga tercipta
negara yang penuh keselamatan.
Pemimpin harus selalu menjaga dan
meningkatkan ketaqwaanya kepada Allah Swt, dalam hal
ini ia harus memiliki watak panandita yakni memegang
teguh Iman, Islam dan Ihsan. Ia selalu mendekatkan diri
kepada sang kholik, hingga memiliki charisma berbudhi
bawa laksana, pengetahuan yang luas, untuk memberi
penerangan yang berguna bagi kehidupan dan menjadi
teladan bagi masyarakatnya, dengan semboyan mamayu
hayuning bawana, demi kesejahteraan dunia, Pemimpin
yang berkharisma ia akan mendapat kepercayaan yang
sangat tinggi dari pengikutnya, sehingga apa yang
diperbuatnya dianggap selalu benar, Dalam hal ini
pengikut-pengikutnya beranggapan bahwa pemimpin
yang mereka anut selalu dekat dengat Tuhan.
Pemimpin sejati melakukan hal-hal baik dengan
wajar tanpa pamrih, bukan sekedar untuk mendapat pujian
manusia. Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain sehingga
dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat luas
sebagai suatu teladan yang hidup.

132
Wahyu Pemimpin
Kartika (bintang) berwatak mapan dan tangguh,
walaupun dihempas angin prahara (sindhung riwut)
namun tetap teguh dan tidak terombang-ambing. Seorang
pemimpin yang memiliki sifat ini mempunyai kepribadian
yang mulia, berkerlip dalam gelap dan menjadi penunjuk
arah yang teguh, jujur, dan disiplin sehingga dalam
kehidupan bermasyarakat ia akan menempati posisi
terhormat dan dihormati. Ia akan menjadi panutan bagi
rakyat atau anggotanya. pemimpin utama antara lain harus
berjiwa asih asah asuh. kata asih berarti cinta terhadap
orang (bawahan, rakyat), kata asah berarti menggosok
agar yang dipimpin semakin tajam pemikirannya, dan kata
asuh berarti ngemong (mengayomi).63

Satu unsur alam paling indah yang dapat dilihat


ketika malam. Tidak hanya indah, ia memberikan arah
mata angin pada mereka yang membutuhkan. Pemimpin
menjadi pengarah, penghibur dan pemberi inspirasi
lingkungannya. Apapila sang pamangku melihat orang
yang sedang lelabuhan ia akan mengarahkan dan menberi
petunjuk sesuai pedoman dari mustoko suci wahyuning
ilahi, kemudian jika ia mendapati orang yang dirundung
pilu atau kesedihan, maka ia akan meringankan
kesedihannya, dengan memberi saran-saran dan motivasi
yang dapat menghiburnya, mengucapkan ucapan-ucapan
yang menyebabkan ketenangan dan kesenangan hatinya,

63
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 166

133
Wahyu Pemimpin
hingga penderitaan dan tekanan yang dihadapinya tersa
hilang, dan menjadi inspirasi artinya pemimpin memiliki
satu prinsip dasar yang menjadi ruh kepemimpinannya.

Secara esensi karakter sang Bintang adalah


menjadi suri teladan menjadi panutan memberi pedoman,
semua itu sudah diteladakan oleh kanjeng Rasul Saw :

َ َّ ‫اَّلل َوالْ َي ْو َم ْالآ ِخ َر َو َذ َك َر‬


‫اَّلل‬ ِ َّ ِ‫لَقَدْ ََك َن لَ ْمك ِيف َرسول‬
َ َّ ‫اَّلل ُأ ْس َو ٌة َح َس َن ٌة ِل َم ْن ََك َن يَ ْرجو‬
]21 : ‫َكثِ ًريا [ا ألحزاب‬

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Saw, suri


teladan yang baik bagi kalian, bagi orang yang mendapat
rahmat Allah dengan bertaqwa, dan hari kiamat dan
banyak menyebut Asma Allah”

Demikianlah hendaknya seorang pemimpin harus


bisa menjadi pedoman kebaikan bagi rakyatnya,
pemimpin harus bisa menjadi teladan serta menjadi
penentu arah kebijakan bagi rakyatnya. Selain itu,
pemimpin juga harus bisa menata keindahan negerinya.
Pembangunan bukan hanya soal bagaimana mendirikan
bangunan, tetapi juga bagaimana cara mengatur dan
menata kegunaan dan keindahan dari tiap bangunan agar
tidak saling tumpang tindih acak-acakan.

134
Wahyu Pemimpin
C. Hambeging Surya (Meneladani Sifat Matahari)
Tansah asung daya kekuatan marang kabeh
kang gumelar ing djagad Bisa menehi pepadang, kabeh
kang gumelar ing Bawana, sayekti ora ana kang ora
antuk daya saka soroting surya. Sagara nguwab temah
nganakake udan, tanem tuwuh bisa tukul, iya marga
saka prabawaning surya.
Matahari adalah sumber kehidupan yang
memberikan sinarnya tanpa pilih kasih, mampu
memusnakan segala kegelapan dan menjadi sumber
energi alam semesta. Mataharimenjadi penghangat suhu
agar tidak terjadi kemusnahan masal di muka bumi akbiat
kegelapan dan kedinginan. Sifat utama sang surya adalah,
Hanguripi,(memberi kehidupan dan energi), madangi
(memberi motivasi dan inspirasi), memardi (memberi
pendidikan dan edukasi), hangugemi (loyal dan tenang)
handarbeni (nasionalisme) ora goyah lan ora gampang
piweleh (tidak akan goyah prinsipnya dan tidak mudah
untuk menyalahkan orang lain) ora gumunan (tidak
gampang heran akan hal-hal baru dan asing).
Matahari mampu memberikan sumber energi yang
besar bagi seluruh makhluk hidup, seperti itulah juga
seorang pemimpin kepada rakyatnya. Pemimpin harus
memiliki energi positif yang mampu bertindak produktif
untuk rakyatnya. Panas matahari yang membara di musim
kemarau, mampu memberikan kekuatan pada semua
makhluk. Pemimpin harus bertindak adil, berwibawa,
merakyat, tanpa pamrih, ia tidak akan berhenti dan merasa

135
Wahyu Pemimpin
lelah untuk menciptakan ruang dan lapangan untuk
maslahat umatnya serta mencari hasil bumi yang
manfaatnya kembali pada dirinya dan masyarakat. Hal itu
sesuai dengan pribahasa Sepi ing pamrih rame ing gawe,
tidak hanya itu, ia juga akan membela rakyatnya yang
tertindas.
Selain itu, seorang pemimpin yang memiliki sifat
matahari akan memberikan inspirasi dan motivasi,
semangat untuk menghadapi masalah dengan kata lain
bisa jembarke kahanan kang rupek, yakni pandai
mengatur strategi guna memperoleh kemaslahatan bagi
masyarakat, ia mampu menghilangkan kegelapan
rakyatnya, memberikan bimbingan dan pendidikan agar
rakyatnya terhindar dari kegelapan, ia terus memberikan
perhatianya pada seluruh rakyatnya tanpa pilih kasih,
Agawe padang marang ruwet rentenging liyan, yakni
mampu mencairkan suasana dan mampu memecahkan
problem-problem yang dihadapi rakyat, Pemimpin yang
baik adalah seorang guru yang mampu menuntun,
mendidik, mengarahkan, dan mendorong, serta
menggerakkan bawahannya untuk berbuat sesuatu.
Sesuatu tersebut tidaklah akan terjadi tanpa dorongan dan
bimbingan dari orang yang memimpinnya.
Sifat rasajati melu handarbeni yang dicontohkan
matahari memberikan petunjuk semangat untuk sayang
kepada yang dimiliki. Dengan demikian, Seorang
memimpin harus bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan tugas karena sadar bahwa yang kita
lakukan untuk kepentingan sendiri dan lingkungan, ia

136
Wahyu Pemimpin
selalu menamkan rasa nasionalis yang sejati, berusaha
untuk kebaikan negara serta rela mati demi tegaknya
negara dan rela sakit demi kebaikan rakyatnya.
Sifat matahari yang menjadi induk dari tatasurya,
melukiskan seorang pemimpin harus bisa merengkuh dan
merangkul seluruh rakyatnya tanpa harus membedakan
pangkat dan golongannya, ia harus pandai mengambil hati
masyarakatnya dan tetap menaruh rasa simpati pada orang
yang berselisih dengannya. Matahari dengan sinarnya
mampu menyejukkan dan memberi kekuatan hidup bagi
seluruh alam. Begitu juga seorang pemimpin dengan sekil,
bimbingan dan kemampuanya mampu untuk mencairkan
dan mensejukkan suasana, dengan kepandainya mampun
merengkuh semua pihak dan dengan kelembutanya
mampu menjidakan kejahatan.
Sifat natural matahari ora goyah lan ora gampang
piweleh ini mengajarkan pemimpin untuk bersifat tenang,
memiliki pendirian tetap dan berwibawa, tidak terlalu
terheran-heran dengan suatu hal, ia memiliki keyakinan
yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari semua
perilaku yang dikerjakan. Dia tahu persis kemana arah
yang akan ditujunya, serta pasti memberikan manfaat bagi
diri sendiri maupun bagi kelompok yang dipimpinnya,
dan ia tidak akan menyerakan urusan kepada orang lain. 64

64
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 166

137
Wahyu Pemimpin
Dengan posisi tertinggi matahari memiliki
kekuatan super power (luhuring budi) yakni pribadi
pemimpin harus memilki tenaga jasmani dan rohani
didampingi budi pekerti yang luhur, mempunyai daya
tahan, keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa yang
tampaknya seperti tidak akan pernah habis. Hal ini
ditambah dengan kekuatan-kekuatan mental berupa
semangat juang, motivasi kerja, kesabaran, ketahanan
batin dan kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua
permasalahan yang dihadapi. Antusiasme (semangat,
kegairahan, kegembiraan yang besar) Pekerjaan yang
dilakukan dan tujuan yang akan dicapai itu harus sehat,
berarti, bernilai, memberikan harapan-harapan yang
menyenangkan, memberikan sukses dan menimbulkan
semangat kerja. Semua ini dapat membangkitkan
antusiasme, optimisme, dan semangat besar pada pribadi
pemimpin maupun para anggota kelompok.
Dengan power yang kuat ia tidak menunjukkan
sikap kaget jika ada hal di luar dugaan, dan tidak gemar
mencela bawahan, sang pemimpin tidak terlalu responsif
dalam menyikapi suatu permasalahan, mudah emosi dan
gemar melakukan perang media hanya untuk merespon
sesuatu yang sebenarnya jika didiamkan tidak membawa
masalah apa-apa bagi dirinya.Sesuia yang tersirat dalam
tembang mijil berikut:65

65
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H. 58

138
Wahyu Pemimpin
Poma kaki padha dipun eling
Ing pitutur ingong
sira uga satriya arane
kudu anteng jatmika ing budi
ruruh sarta wasis, samubarangipun
artinya : Dan ingat-ingatlah anak-anakku pada
petuah ini karena kamu juga bergelar satria haruslah
berbudi tenang tanpa resah bertindak sabar tetapi penuh
kecerdasan di dalam segala-galanya.
Keberhasilan pemimpin itu pada umumnya selalu
didukung oleh kepercayaan dan loyalitas bawahannya.
Yaitu kepercayaan bahwa para anggota pasti dipimpin
dengan baik, dipengaruhi secara positif, dan diarahkan
pada sasaran-sasaran yang benar. Ada kepercayaan bahwa
pemimpin bersama-sama dengan anggota-anggota
kelompoknya secara bersama-bersama rela berjuang
untuk mencapai tujuan yang bernilai. Dalam
perjalanannya metahari munjukkan falsafah aja dumeh,
merasa berbangga diri dengan menepuk dada, lebih
membahayakan lagi kalau pimpinan terlalu tergila-gila
jabatan, seringkali lupa diri.
Berbeda dengan pemimpin yang mengetahui
tentang diri sendiri, kekurangan dan kelebihan tentu
menjadi modal dalam memimpin bangsa ini. Ketika
dumeh itu yang berkembang pada diri pemimpin, buahnya
adalah kesombongan diri. Pimpinan demikian biasanya
kurang sukses, karena hanya akan menjadi nerkhisus.
Pemimpin yang merasa sukses sendiri, tinggal menunggu

139
Wahyu Pemimpin
waktu, tentu akan tergeser. Biarpun pergeseran seorang
pimpinan itu wajar, namun kalau belum saatnya sudah
geser seringkali menyakitkan.
Seseorang watak matahari ibarat perjalanan
matahari yang berjalan pelan dalam arti hati-hati tidak
terburu-buru (kemrungsung), langkah yang pasti dan
konsisten pada orbit yang telah dikodratkan Tuhan
(istikomah). Lakuning srengenge, seseorang harus teguh
dalam menjaga tanggungjawabnya kepada sesama.
Tanggung jawabnya sebagai titah (khalifah)
Tuhan, yakni menetapkan segala perbuatan dan tingkah
laku diri ke dalam “sifat” Tuhan. Tuhan Maha
Mengetahui, maka kita sebagai titah Tuhan hendaknya
terus-menerus berusaha mencari ilmu pengetahuan yang
seluas-luasnya dan setinggi-tingginya agar ilmu tersebut
bermanfaat untuk kemajuan pradaban manusia,
menciptakan kebaikan-kebaikan yang konstruktif untuk
kemaslahatan semua orang dan menjaga kelestarian alam
sekitarnya.
Pemimpin yang menerangi, menghidupi,
menyemangati, memberi inspirasi, petunjuk, dan arahan.
Hal tersebut telah disinggung oleh Allah dalam surat al
Anbiya ayat 73:

َّ ‫ون ِبأَ ْم ِرانَ َو َأ ْو َح ْينَا الَهيْ ِ ْم ِف ْع َل الْخ ْ ََري ِات َواقَا َم‬
‫الص َال ِة َوايتَا َء َّالز ََك ِة‬ ْ َ‫َو َج َع ْلن‬
َ ‫اُه َأئِ َّم ًة هيَ ْد‬
ِ ِ ِ
]73 : ‫َو ََكنوا لَنَا عَا ِب ِد َين [ا ألنبياء‬

140
Wahyu Pemimpin
“Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami dan Telah Kami wahyukan kepada, mereka
mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan Hanya kepada 141amilah mereka
selalu menyembah”

***

D. Hambeging Maruta (Meneladani Sifat Angin)


Remusuk marang sekabehing panggonan tanpa
pilih kasih, adil para marta ora peduli panggonan resik
lan reget, tansyah sumrambah sekabehing panggonan
kanthi warata murakabi kanggo uripe sekabehing
mahluk. Kabeh sasana sato janma tetuwuhan. Sayekti
anggung sinartan ing samirana.
Angin memiliki watak selalu menyusup di
manapun ada ruang yang hampa, walau sekecil apapun
termasuk tempat tersembunyi dan susah dijangkau
angrambahi sakabehing kang gumelar. Angin
mengetahui situasi dan kondisi apapun dan bertempat di
manapunora peduli panggonan resik lan reget.
Kedatangannya tidak pernah diduga, dan tak dapat dilihat.
Seseorang yang berwatak samirana atau angin,
selalu meneliti dan menelusup di mana-mana, untuk
mengetahui problem-problem sekecil apapun yang ada di
dalam masyarakat, bukan hanya atas dasar kata orang,
katanya, konon, jare. tanpa menggantungkan laporan dari

141
Wahyu Pemimpin
bawahan saja. Bawahan cenderung selektif dalam
memberi informasi untuk berusaha menyenangkan
pemimpin.
Sifat angin selalu membaur kepada siapa pun, tak
mengenal tempat dan bisa berada di setiap strata atau
lapisan masyarakat tanpa pilih kasih. Sikapnya yang sejuk
dan lembut membuat ia disegani bawahannya. Pemimpin
seperti ini selalu terukur dalam bicaranya (tidak asal
omong), setiap pernyataan yang ia lontarkan disertai
argumentasi dan dilengkapi dengan fakta. Ia mampu
memberi solusi pada setiap masalah, sebagaimana angin
yang berusaha mengisi ruang kosong.
Pemimpin yang meneladadni mampu merasakan
apa yang orang lain rasakan (empati), orang berwatak
angin akan mudah simpati dan melakukan empati. Watak
angin sangat teliti dan hati-hati, penuh kecermatan,
sehingga seorang yang berwatak angin akan mengetahui
berbagai persoalan dengan data-data yang cukup valid dan
akurat. Sehingga menjadi orang yang dapat dipercaya dan
setiap ucapannya dapat dipertanggung jawabkan.
Angin atau udara suatu yang memberikan
kehiduapan kepada manusia tanpa udara manusia tidak
bisa hidup. Tiupan angin akan memberikan kesejukan dan
oksigen kepada manusia, ia tidak akan terhindar dari rasa
gerah kepanasan serta kesejukan akan menerpa.
Pemimpin yang menirukan sifat angin akan
mendorong dan membimbing umat untuk hidup rukun,
harmonis dan sinergis. Sehingga dapat menjauhkan dari
saling sengketa yang dapat menimbulkan pertikaian

142
Wahyu Pemimpin
samapai mati. Pemimpin juga harus mampu menciptakan
suasana sejuk, segar hingga terjalin kerjasama yang baik.
Seorang pemimpin harus selalu meneliti sepak
terjang rakyatnya dan prilaku rakyat seperti halnya sifat
angin yang selalu menyusup disetiap arah, pemimin yang
meneladani watak angin sangatlah berhati-hati dan hampir
tidak kelihatan meskipun sedang melakukan pengawasan
dan mampu mengetahui segala kebaikan dan kejahatan
seluruh rakyatnya.
Aktivitas angin menjelajahi semua tempat,
termasuk tempat tersembunyi dan susah dijangkau.
Seorang pemimpin harus mau memeriksa semua hal tanpa
menyepelekan apakah perkara itu besar ataupun kecil.
Seorang pemimpin harus bisa bertindak tanpa diketahui
orang lain sehingga bisa melihat semua kondisi yang ada
di wilayahnya sehingga tidak ragu-ragu lagi bila
mengambil kebijaksanaan. Kondisi ini akan
memunculkan ketaatan rakyat pada pemimpinnya, karena
aparat negara tidak mudah terbujuk sehingga negara
menjadi kuat.
Seorang pemimpin dengan sifat maruta akan
selalu waspada dan teliti, ia mampu meminimalisir
kelengahan umat serta menonjolkan kewaspadaan dan
bertindak penuh perhitungan. Pemimpin seperti ini tidak
akan terobsesi dengan suatu hal apapun, ia selalu
bertindak “sabar sareh mesti bakal pikoleh” yakni ia akan
mencapai kemenangan dalam kepemimpinannya yaitu
memberikan ketentraman dan menghilangkan keangkara
murkaan.

143
Wahyu Pemimpin
Dengan watak angin sang pangarsa akan mampu
mengetahui kekurangan kepemimpinanya dan penilaian
rakyat terhadap pemerintahannya, ia juga akan mampu
mengetahui derajat keberhasilan dalam membangun
rakyatnya serta taraf kesehteraan raktat, serta memahami
susah senangnya rakyat.

Hakikat dari watak tersebut adalah sang pemimpin


harus benar-bernar teliti preksa dalam melaksanakan
neraca keadilan, ia tidak menyepelekan hal sekicil apapun,
ia mempu menimbang kebenaran sesuai pengetahuan dan
tuntunan syariat tanpa mengikuti hawa nafsu. Allah Swt
berfirman dalam surat al Hadid ayat 25.

َ َ‫ات َو َأنْ َزلْنَا َم َعهم الْ ِكت‬


‫اب َوالْ ِم َزي َان ِل َيقو َم النَّاس ِابلْ ِق ْسطِ َو َأنْ َزلْنَا‬ ِ َ‫لَقَدْ َأ ْر َس ْلنَا رسلَنَا ِابلْ َب ِي ّن‬
َ َّ ‫الْ َح ِديدَ ِفي ِه بَأْ ٌس شَ ِدي ٌد َو َمنَا ِفع لِلنَّ ِاس َو ِل َي ْع َ َمل َّاَّلل َم ْن ي َ ْنُصه َورس َِل ِابلْغَ ْي ِب ا َّن‬
‫اَّلل‬
ِ
]25 : ‫قَ ِو ٌّي َع ِز ٌيز [احلديد‬

"Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul


Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah
Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan
yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-
rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha kuat lagi MahaPerkasa.”

144
Wahyu Pemimpin
Allah Swt juga berfirman dalam surat shod :

‫ِل‬ َ َّ ‫َاي دَاوود اانَّ َج َع ْل َناكَ َخ ِلي َف ًة ِيف ْ َال ْر ِض فَا ْح ْمك ب َ ْ ََي النَّ ِاس ِابلْ َح ّ ِق َو َال تَت َّ ِبع ِ الْه ََوى فَي ِض‬
ِ
‫اَّلل لَه ْم عَ َذابٌ شَ ِدي ٌد ِب َما نَسوا ي َ ْو َم‬ ِ َّ ِ‫ون ع َْن َسبِيل‬ َ ُّ ‫اَّلل ا َّن َّ ِاَّل َين ي َ ِضل‬
ِ َّ ِ‫ع َْن َسبِيل‬
ِ
]26 : ‫الْ ِح َس ِاب [ص‬

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan


kamu khalifah (penguasa yang mengatur perkara
manusia) di muka bumi, maka berilah keputusan perkara
di antara manusia dengan adil, dan janganlah kamu
mengikuti kemauan hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat
azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.”
Begitu pula halnya dengan kepemimpin, kajian
ayat diatas allah Swt, memperingatkan Nabi Daud, agar
tidak mengikuti kemauan hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Seorang pemimpin
yang tidak meengikuti hawa nafsu dalam mengambil
keputusan, ia senantiasa berhati – hati dan tenang dalam
menghadapi perkara “ ora grusa grusu mundak kesuru”
tidak akan terburu-buru dan selalu teliti serta penuh
pertimbangan yang membuahkan keadilan dan
kesejahteraan. dalam segala tindakan harus dapat
mengendalikan diridari godaan nafsu.
Pemimpin yang mampu mengaplikasikan karakter
seperti itu ia akan mampu menyusup ditanah lapang,

145
Wahyu Pemimpin
bersembunyi diterang benerang dan tidak kaget dengan
teguran orang yang gagu, ia akan menyejukkan suhu
badan dan memberikan pancaran keharmonisan dan
keselarasan.Sang pemimpin akan meletakkan hatinya
ditengah-tengah raktyat seraya mampu mendengar jeritan,
kemauan, dan jalan yang dituju oleh rakyat, ia akan
merangkul semua rakyatnya dari berbagai kalangan dan
berbagai lapisan masyarakat, meskipun rakyatnya itu suka
atau tidak suka. Sang pangarso juga harus bisa
menyebarkan hasil kekayaan negara untuk biaya
pembangunan secara merata. Pembangunan tidak boleh
hanya dilakukan di kota-kota tertentu saja, tetapi rakyat
yang hidup di pelosok juga harus ikut merasakan
nikmatnya pembangunan. Dengan selalu berada dekat
dengan rakyat, maka kemakmuran negara akan lebih
mudah untuk dicapai.
***

146
Wahyu Pemimpin
E. Hambeging Candra (Meneladani Sifat
Rembulan)
Anggung madangi sakabehing bawana. Tumrap
lelabuhaning nata amonging kawula dasih, tansah
mamardi marang pangawikan ginulang kawruh
undaking sesurupan. Rembulan iku pakartine
hamadhangi pepeteng,hanengsemake sareh sumeh ing
netya, alusing budi jatmika, prabawa sreping bawana.
Rembulan, merupakan benda langit yang menjadi
sumber penerangan di waktu malam. Meskipun terang,
tetapi cahaya rembulan tidak menyilaukan mata.
Bentuknya juga berubah-ubah sehingga tidak
membosankan. Bentuk yang berubah-ubah ini digunakan
manusia untuk menciptakan penanggalan.
Watak rembulan menggambarkan nuansa
keindahan spiritual yang mendalam. Tansya ileng lan
wsapadha, selalu mengarahkan perhatian batinnya
senantiasa berpegang pada harmonisasi dan keselarasan
terhadap hukum alam, seseorang mampu “nggayuh
kawicaksananing Gusti” artinya mampu memahami apa
yang menjadi kehendak (kebijaksanaan) Sang Jagad nata.
Setelah memahami, lalu kita ikuti kehendak Tuhan
menjadi sebuah “laku tapa ngeli” artinya kita hanyutkan
diri pada kehendak Ilahi. Witing klapa salugune wong
Jawa, dhasar nyata laku kang prasaja.
Karakter rembulan mengandung beberapa unsur
spiritual penting, yaitu: Ahlaq, budi pekerti, keikhlasan,
moral dan filsafat tingkah laku. Pemimpin dengan

147
Wahyu Pemimpin
karakter bulan selalu membimbing jiwanya agar
menguasai hawa nafsu dan melepaskan pamrih, dengan
halus dan tegas ia mengatur jiwanya agar melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang ditugaskan kepada mereka.
Orang yang berwatak rembulan, selalu
mengagumi keindahan ciptaan Tuhan sebagai pertanda
kebesaran sang pencipta. Bulan purnama menjadi bahasa
kebesaran Tuhan yang indah sekali. Karena
menyaksikan keindahan malam bulan purnama, bagai
membaca “ayat-ayat” Tuhan, mampu menggugah
kesadaran batin dan akal-budi manusia akan keagungan
Tuhan.
Kenidahan bentuk bulan yang berubah-ubah serta
dijadikanya penanggalan oleh manusia, mencerminkan
pemimpin harus berwatak Susila, yakni fuhur atau mulia,
ia mampu menampilkan dirinya sebagai sosok yang
berperilaku luhur-mulia, tindakannya tidak menjatuhkan
martabat kemanusiaan diri dan bangsanya. Ia juga
menyadari bahwa dirinya berkewajiban menjaga nilai-
nilai moral luhur yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat dan bangsanya. la perlu berupaya agar seluruh
perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan sejalan
dengan kodrat dirinya sebagai insan individu, sosial, dan
makhluk hamba Tuhan. Kedudukannya selaku pemimpin
dipandangnya sebagai amanah untuk menjaga keluhuran
moral bangsa dan rakyatnya.
Dengan watak candra, Pemimpin harus dapat
menjadi penerang bagi rakyatnya yang menyejukkan

148
Wahyu Pemimpin
seperti bulan bersinar terang benderang namun tidak
panas, Pemimpin harus bisa memberikan penghiburan di
saat rakyatnya dilanda musibah, seperti terang bulan
tampak indah. Pemimpin yang baik harus tampak
menyenangkan di hadapan rakyat, selalu bersifat ramah
tamah, lemah lembut, murah senyum dan tidak mudah
marah atau la tidak berpenampilan angker. Sikap ramah-
tamah itu keluar dari hati mulia yang luhur (watak susila)
sebagai suara hatinya dalam menghargai rakyatnya
sebagai sesama insan.
Pemimpin sadar dan menyadari bahwa dirinya
menjadi pemimpin karena rakyat. Dengan jiwa tersebut Ia
akan mampu menempatkan dirinya sebagai abdi bangsa,
atau pelayan masyarakat. Jika Pemimpin adalah abdi atau
pelayan, maka rakyat atau bawahan adalah majikan.
Sudah barang tentu tidak pada tempatnya pelayan berlaku
angker atau angkuh terhadap majikannya. Sebaliknya,
pelayan akan berupaya berlaku manis dan ramah kepada
majikan agar pengabdiannya dapat diterima dengan tulus
oleh majikannya. Sikap itu membuahkan rakyat menaruh
hormat dengan sendirinya, bukan karena takut.
Pemimpin yang menempatkan dirinya sebagai
pelayan akan mengembangkan sifat ramah-tamah, ia
mampu meredam diri ketika nafsu amarah masuk ke
dalam pikirannya (menepake piker), ia mampu mengelola
emosi demi menjaga tindakan dan keputusannya yang
terkait dengan permasalahan rakyatnya sehingga
mendorong untuk berpikir dengan tenang dan berperilaku
waspada dan hati-hati. Pemimpin boleh mengubah-ubah
keputusan, asalkan itu demi kesejahteraan rakyat, bukan
demi ego diri sendiri.

149
Wahyu Pemimpin
Cahaya malam purnama yang selalu menyejukkan
dan menjadi penerang dari gelapan bumi,
menggambarkan pemimpin yang mampu menawan hati
rakyatnya dengan sikap tegas dan keputusan yang tidak
menimbulkan konflik. Ia akan selalu memancarkan
kebahagiaan dan harapan, selalu memerintah dengan
manis, sendergis dan harmonis, semua tindakannya lemah
lembut nan manis hingga menyejukan hati rakyatnya.
Cahayanya yang selalu memberikan pencerahan akan
menjadi penuntun, pembantu rakyat, kemilaunya
manghibur hati rakyat yang susuh, bentuknya selalu
berubah ubah mencerminkan petunjuk untuk peradaban
umat, hingga pancaran sang candra mampu membimbing
umat yang jauh dari jalur syariat. Allah Swt berfirman
dalam suarat al Imran :

‫لَقَدْ َم َّن َّاَّلل عَ َىل الْم ْؤ ِم ِن ََي ا ْذ ب َ َع َث ِف ِهي ْم َرس ًوال ِم ْن َأنْف ِسهِ ْم ي َ ْتلو عَلَهيْ ِ ْم أ آ َاي ِت ِه َوي َز ِّك ِهي ْم‬
ِ
]164 : ‫اب َوالْ ِح ْْكَ َة َوا ْن ََكنوا ِم ْن قَ ْبل لَ ِفي ضَ َاللٍ مبَِيٍ [أل معران‬ َ ‫َوي َع ِلّمهم الْ ِك َت‬
ِ
“Sungguh allah telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika allah mengutus
diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepeda mereka ayat-ayat
allah, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan
kepada mereka al kitab dan al hikmah, dan sesungguhnya
sebelum kedatangan nabi itu, mereka bener-benar berada
dalam kesesatan yang nyata.”

150
Wahyu Pemimpin
Keberadaan pemimpin yang berwatak bulan
seperti halnya ayat diatas senantiasa menerangi kegelapan
memberi dorongan dan mampu membangkitkan semangat
rakyat, ketika rakyat sedang menderita kesulitan
membacakan kepeda mereka ayat-ayat allah dan
mengajarkan kepada mereka al kitab dan al hikmah
sehingga jiwa meraka bersih, merasa nyaman serta selalu
berinspirasi.

***
F. Hambeging Samudra/ Tirta (Meneladani Sifat
samudra/Air)

Samudra ansuweni watake momot sarta jembar sarta


kamot, adil legawa ora duwe watak menang dewe, rukun
marang sekabehing mahluk. ala becik tansah
tinadhahan sarta ora gething lawan sengit marang
sawiji-wiji.

Ambeging tirta, anggung ngutamakake rasa


sapada-pada, gayuh marang kemaharjan lan
kaluhurun, dadi simbule kearifan lan panguripan ana
inga lam padang. Tansah paring pangapura, adil
paramarta. Basa angenaki krama tumraping kawula.
Sifat samudra adalah luas dan lapang yang berarti
memberikan simbol kajembaran hati dan kelapangan
dada. Berarti pemimpin harus bersifat lapang dada dalam
menerima masalah dari rakyatnya, ia juga harus
menyikapi keanekaragaman anak buah sebagai hal yang

151
Wahyu Pemimpin
wajar dan menanggapi dengan pikiran dan hati yang
bersih. Siafat natural Samudra momot kamot melukiskan
pikiran yang luas, penuh kesabaran, serta siap menerima
berbagai keluhan atau mampu menampung beban orang
banyak tanpa perasaan keluh kesah.
Samudra menggambarkan satu wujud air yang
sangat luas, namun di dalamnya menyimpan kekayaan
yang sangat bernilai dan bermanfaat untuk kehidupan
manusia, berarti sang pamangku harus dapat berfungsi
laksana samudra, mempunyai pandangan yang luas dan
netral, pemimpin yang memiliki sifat ini akan mampu
menerima saran dan kritikan dengan lapang. Ia akan selalu
menyediakan waktu dan bersifat terbuka untuk
menampung segala keluhan dan aspirasi rakyat. Ia juga
memberikan kesempatan berbicara kepada rakyatnya
tanpa melihat siapa yang berbicara tapi memperhatikan
apa yang dibicarakan dengan penuh kesabaran.
Karakter laut yang melukiskan rukun marang
sekabehing mahluk, Kebersamaan tampaknya menjadi
acuan dalam kesuksesan kepemimpinan, sang pamangku
juga melibatkan masyarakat secara langsung dalam
mengambil putusan, dengan keterlibatan kelompok dalam
mengambil kebijakan dan keputusan, maka ia mengambil
enam rumus politik yaitu, (lila nirmala linggih) artinya
ikhlas, menerima dan duduk dalam pimpinan sehingga
tidak menyakiti orang lain, (olahing dedugi) artinya selalu
penuh pertimbangan dalam bertindak, (watara nimbangi)
penuh kehati-hatian, dapat mempertimbangkan aspirasi

152
Wahyu Pemimpin
orang lain, (pradeksaning prayogi) artinya tepat dalam
pengambilan kebijakan, (lumawaning wani) artinya
berani menghadapi musuh yang memang keliru,
(anganam anuntagi) penuh pertimbangan nalar dan dapat
menyelesaikan masalah. 66
Samudra tidak pernah pamer potensinya yang
bernilai besar kepada orang banyak. Samodra memendam
segala kemampuan, kelebihan dan potensinya berada
dalam kandungan air yang dalam, Watak Samodra
menggambarkan jalma tan kena kinira, orang yang
tampak bersahaja, tidak norak, tidak dapat disangka-
sangka sesungguhnya ia menyimpan potensi yang besar di
berbagai bidang, namun tabiatnya sungguh jauh dari sifat
takabur.

Sang pemimpin dengan karakter tersebut akan


menghindari sikap aja dumeh agar kepemimpinannya
tidak goyah. Ia akan bersifat inggil tan ngungkuli, andhap
tan kena kasoran. Artinya ia sebagai pemimpin Agung
tidak ingin melebihi penguasa lain, namun demikian tidak
berarti harus merendah, sang pemangku harus bersikap
wajar agar tidak menimbulkan sikap sok penguasa.
Peminmin yang menirukan karakter samudra,
tidak pernah membeda-bedakan golongan, kelompok,
suku, dan bangsa. Semua dipandang sama-sama makhluk
ciptaan Allah yang memiliki kesamaan derajat di hadapan
Allah. Yang mebedakan adalah akal-budinya, keadaan
batin, serta perbuatannya terhadap sesama.

66 R. Ng. Ranggawarsita, rumus politik Semar

153
Wahyu Pemimpin
Dalam bidang keilmuan, watak Samudra
digambarkan tembang sinom dibawah ini.67
Ambeg kang wus utama,
Kang ngendhak gunaning janmi
Amiguna ing aguna, Sasolahe kudu bathi
Pintere den alingi, Bodone dinokok ngayun
Pamrihe den ina, Aja na ngarani bangkit
Suka lila den ina sapahada-padha
Artinya: Sikap manusia tingkat utama, tidak mau
menyaingi kepandaian sesama, Berguna bagi siapa saja
Setiap yang dikerjakan harus menguntungkan,
kepandaiannya ditutupi, kebodohannya diletakkan di
muka dengan harapan agar diremehkan jangan sampai
ada yang mengira bahwa dirinya pandai bahkan ikhlas
ketika dihina sesamanya.
Samudra sangat arif dan bijaksana, meskipun
berilmu tinggi ia sangat merendah bahkan berlagak
bodoh, sehingga dapat menyesuaikan diri secara
sempurna dengan siapapun dan di manapun ia berada.
Watak samodra yang paling dahsyat adalah
kemampuannya untuk menetralisir segala yang kotoran.
Orang berwatak samodra akan mampu mengurai dan
memberikan jalan penyelesaian berbagai problema yang
ia hadapi, maupun problema yang dialami orang
lain. Allah berfirman dalam Surat Al Imran:

67 Pepak B. Jawa H 67

154
Wahyu Pemimpin
‫اَّلل ِل ْن َت لَه ْم َولَ ْو ك ْن َت فَ ًّظا غَ ِليظَ الْ َق ْل ِب َالنْ َفضُّ وا ِم ْن َح ْو ِ َِل فَاعْف‬ِ َّ ‫فَ ِب َما َر ْ َمح ٍة ِم َن‬
‫اَّلل ُِي ُّب‬ ِ َّ ‫َّك عَ َىل‬
َ َّ ‫اَّلل ا َّن‬ ْ َّ ‫َعَنْ ْم َو ْاس َت ْغ ِف ْر لَه ْم َوشَ ا ِو ْر ُْه ِيف ْ َال ْم ِر فَا َذا ع ََز ْم َت فَ َت َو‬
ِ ِ
]159 : ‫الْم َت َو ِ ّ ُِك ََي [أل معران‬
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”
Adapaun karakter dari tirta adalah menyegarkan
sekaligus sabar. Air yang menetes sedikit demi sedikit
mampu menciptakan lubang pada batu karang. Selain itu,
air jika sudah berkumpul akan menjadi samudera luas
yang menampung semua benda yang masuk kepadanya.
Seorang pemimpin harus berwatak sabar, tidak grusa-
grusu mundak kesuru, tidak terburu nafsu. Sifat air
adakalanya mengalir ke bawah, karakter seperti ini adalah
andhap asor rendah hati dan tidak sombong bersikap
tenang, tidak mudah stress, tidak mudah bingung, tidak
gampang kagetan, lemah-lembut mawas diri, mampu
membersihkan segala yang kotor dan memiliki daya
kekuatan yang sangat dahsyat. Seorang pangarso harus
bisa menyatu dengan rakyatnya agar ia tahu apa yang
menjadi kebutuhan rakyatnya sehingga rakyat akan
merasa sejuk, aman, nyaman, dan tentram bersama
pemimpinnya dan kehadirannya selalu diharapkan.

155
Wahyu Pemimpin
Air juga ada kalanya menyembur ke atas, sesuai
kebutuhan, Maknanya seorang pemimpin harus adil,
keadilan ditegakkan bisa memberi kecerahan ibarat air
yang membersihkan kotoran. Air tidak pernah emban
cindhe emban chiladan ‘pilih kasih dan berbuat
seenaknya’ ia juga selalu waspada, penuh kesigapan, dan
senantiasa penuh kepastian tanpa ada keraguan.
Air menjadi simbul kearifan dan kehidupan dialam
padang, yakni kejadian manusia berasal dari sperma,
kemudian air menjadi penyejuk dan kekuatan tumbuh-
tumbuhan, jika disuatu tempat terdapat air maka
menandakan suatu kesuburan dan kekayaan. Dalam
pribahasa “Tirta Prawita Budi Mahening Suci” Tirta atau
air adalah lambang kehidupan, dimana ada air disitu ada
kehidupan, Prawita adalah kantentreman atau kedamaian
yang disebabkan budi pekerti yang luhur, Hening artinya
menep atau mampu menghilangkan kotoran, dalam hal
ini sesosok pemimpin harus mampu mengendalikan hawa
nafsu yakni nafsu amarah, lauwama, suffiah dan
mutmainnah, Suci artinya bersih dari dosa. Pemimpin
harus mampu menepke piker tansya gayuh kantentreman
ngluhurake budi pakerti, hal itu akan membuahkan
seorang pemimpin amanah, dan mampu bertanggung
jawab yang mejauhkannya dari dosa (murkoning gusti)
Air adalah gambaran kesetiaan manusia pada
sesama dan pada kodrat Tuhan. Air tidak pernah melawan
kodrat Tuhan dengan menyusuri jalan yang mendaki ke
arah gunung, meninggalkan samodra. Orang yang

156
Wahyu Pemimpin
berwatak air, perbuatannya selalu berada pada kehendak
Tuhan, jalan yang ditempuh selalu diberkahi Gusti Kang
Murbeng Dumadi. Sehingga watak air akan membawa
seseorang menempuh jalan kehidupan dengan irama yang
paling mudah, dan pada akhirnya akan masuk kepada
samodra anugrah Tuhan Yang Maha Besar. Tapi jangan
mengikuti watak air bah, tsunami, lampor, rob, yang
melawan kodrat Tuhan, perbuatan seseorang yang
menerjang wewaler, religi, tatanan sosial, tata krama,
hukum positif, serta hukum normatif. Allah swt
berfirman:

‫َوا َذا َجا َء ُْه َأ ْم ٌر ِم َن ْ َال ْم ِن َأ ِو الْخ َْو ِف َأ َذاعوا ِب ِه َولَ ْو َردُّوه ا َٰل َّالرسولِ َوا َٰل ُأ ِوِل‬
ِ ِ
ِ َّ ‫ْ َال ِ ْم ِر ِمَنْ ْم لَ َع ِل َمه َّ ِاَّل َين ي َْس َتنْبِطون َه ِمَنْ ْم َولَ ْو َال فَضْ ل‬
‫اَّلل عَلَ ْي ْمك َو َر ْ َمحته َالت َّ َب ْعُّت‬
]83 : ‫الش ْي َط َان ا َّال قَ ِل ًيال [النساء‬ َّ
ِ
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasulullah dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka
(Rasulullah dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil saja.“

Dari ayat dan kajian diatas ada beberapa pelajaran


yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan, atau

157
Wahyu Pemimpin
karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu
sebagai berikut:
a) Harus memiliki kepandaian, kearifan dan
kebijaksanaan
b) Memaafkan bawahan yang mempunyai kehilafan,
memohon ampunkan mereka yang telah berbuat
kesalahan atau kekeliruandan membimbing untuk
mendapat petunjuk Allah Swt
c) Menjauhkan diri dari lisan yang kasar dan sering
menyakiti orang lain, dan bersikap andap asor atau
ngemong rakyat.
d) Menjauhkan diri dari sikap atau sifat ghalizhal
qalb, yaitu hatinya keras,tidak mudah tersentuh
dengan penderitaan orang lain.68

***

68 (Rivai, 2009: 17).

158
Wahyu Pemimpin
G. Hambeging Himanda/Akasa (Meneladani Sifat
Langit / Awan)

Himandha iku wujude gawe girise kang padha


tumingal dene pakartine tansah momot amengku
marang saliring kahanan. ngayomi marang sepadaning
kitah, ora ana akara kang sesak kadunungan, uga dadi
panguripan sakabehing tetukulan, nanging uga dadi
pangrusaking dumadi, bener sajroning paring
ganjaran, jejeg lan adil paring paukuman.
Watak mendhung, yang meskipun perwujudannya
menakutkannamun keberadaannya dibutuhkan dalam
kehidupan, sehingga seseorang ketika menjadi pemimpin
harus tegas, ketika harus menegakkan kebenaran tidak
terpengaruh oleh hubungan kekeluargaan, sehingga
memunculkan kehati-hatian pada seluruh rakyatnya.
Negara yang kondisinya demikian akan memunculkan
keluhuran. mempunyai sifat menakutkan (wibawa) tetapi
sesudah menjadi air (hujan) dapat menghidupkan segala
yang tumbuh. Artinya, kita harus dapat berfungsi laksana
mendung, yaitu berwibawa tetapi dalam tindakannya
harus dapat memberi manfaat bagi sesamanya.
Himanda memiliki hubungan dengan matahari,
Jika matahari terlalu panas, maka awan mega bersifat
menutupi. Jika matahari menghisap air laut, maka awan
mega yang menyebarkannya dalam bentuk hujan.
Demikianlah seorang pemimpin harus tampak
menyeramkan seperti awan, tetapi membawa kesejukan

159
Wahyu Pemimpin
dan juga memberikan perlindungan. Menyeramkan di sini
bukan berarti memasang wajah kejam dan beringas, tetapi
hendaknya bisa menjaga wibawa di hadapan rakyat
ataupun di hadapan luar negeri. Seorang pemimpin yang
baik dan berwibawa akan dihormati oleh rakyatnya sendiri
dan juga dibanggakan di hadapan luar negeri. Namun
demikian, di balik wibawanya, sang pemimpin juga harus
bisa memberikan kesejukan dan perlindungan kepada
rakyatnya.
Awan juga bersifat mengayomi atau
melindungi terhadap seluruh makhluk tanpa pilih kasih,
hambeg utama, lumah banda, luhur dalam budi pekerti,
waskitha ing samu barang (memiliki pengetahuan luas
dan bijak sana) menyampaikan segala hal dengan benar,
tidak ada yang ditutup-tutupi, terbuka, dan menerima
saran atau kritik dari bawahannya, tidak sombong sebab
segala sesuatu telah diatur oleh alam, percaya pada diri
sendiri, kepribadian teguh dan kuat. pandai mengatur
strategi guna memperoleh kemaslahatan bagi masyarakat,
tidak menyanjung dan tidak membenci, tidak senang dan
tidak susah, karena semua bersifat sementara, koreksi diri,
tanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.
Watak himaandha singit wingit, pemimipin jika
ngasta bebenering praja, menindak segala kejahatan
tanpa pandang bulu meskipun terhadap kerabat sendiri,
siapapun yang mealkukan kejahatan harus diberi
hukuman, hingga melacak pelaku kejahatan kemanapun
bersembunyi. Berlaku adil dalam menerapkan hukum,

160
Wahyu Pemimpin
menjaga kebenaran dan berani bertendak tegas pada
kejahatan.
Allah Swt, menjelaskan sikap tegas dan kasih
sayang yang dilakukan oleh Nabi dan Sahabatnya:
‫ون‬ ْ ‫اَّلل َو َّ ِاَّل َين َم َعه َأ ِشدَّاء عَ َىل الْكفَّا ِر ر َمحَاء بَيَْنَ ْم تَ َر‬
َ ‫اُه ر َّك ًعا ُسَّدً ا ي َ ْب َتغ‬ ِ َّ ‫م َح َّم ٌد َرسول‬
‫السجو ِد َذ ِ َِل َمثَله ْم ِيف التَّ ْو َرا ِة‬ ُّ ‫اُه ِيف وجو ِههِ ْم ِم ْن َأثَ ِر‬ ْ َ ‫اَّلل َو ِرضْ َواانً ِس مي‬ِ َّ ‫فَضْ ًال ِم َن‬
‫َو َمث َله ْم ِيف ْاال ْ ِْنيلِ َك َز ْر ٍع َأخ َْر َج شَ ْطأَه فَأ آ َز َره ف َْاس َت ْغلَظَ ف َْاس َت َوى عَ َىل سو ِق ِه ي ْعجِ ب‬
ِ
َّ ‫ُّالز َّرا َع ِل َي ِغيظَ ِبِ ِ م الْكفَّ َار َوعَدَ َّاَّلل َّ ِاَّل َين أ آ َمنوا َو َ ِمعلوا‬
ِ ‫الصا ِل َح‬
‫ات ِمَنْ ْم َم ْغ ِف َر ًة َو َأ ْج ًرا‬
]29 : ‫َع ِظميًا [الفتح‬
“Muhamad adalah utusan allah dan orang-orang
yang bersama dia, mereka adalah orang-orang yang
bersikap keras terhadap orang kafir, tetapi meraka saling
kasih mengasihi terhadap sesama, bagai kasihsayang
orang tua kepada anaknya. Kamu lihat meraka rukuk dan
sujud mencari karinia dan keridhaan Allah Swt, tanda-
tanda mereka (nur putih bersih) tampak dari mukanya
bekas dari sujud. Demikianla sifat-sifat mereka yang telah
digambarkan dari Kitab Taurat Dan Injil, yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu
menjadikan tanaman kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu menyenagkan
hati penanamnya kerena keindahannya, dan karena allah
akan menjengkelkan hati orang – orang kafir dengan
kekuatan orang mu’min. allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh
diantara mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Pemimpin yang menerapkan karakter himanda,
akan amukti wibawa, luhur, dan sangat disegani

161
Wahyu Pemimpin
rakyatnya, ia sealalu bersifat kasih sayang serta memberi
kehidapan pada rakyatnya. Jika rakyatnya melanggar
norma yang berlaku nyleweng sangka syariat, ia akan
berlaku keras dan menakutkan, sehingga menimbulkan
kehati-hatian bangsa untuk bertintak sembrono. Hal itu
akan mewujudkan negara bersih dari tindak kejahatan,
rakyat akan berpegang teguh pada keadiln, kebenaran dan
takut pada hukum, sehingga penyalagunaan jabatan,
kekuasaan serta tindakan semenah-menah akan
ternetralisir. Kemudian sang pemimpin mampu
memberikan rasa aman tentram dan kemerdekaan sejati.
Prilaku seperti itu akan membuahkan rakyat sungkem
pada pemimpin.
***
H. Hambeging Dahana (Meneladani Sifat Api)
Tansah dadi panglebur, anggung ambrasta
marang samubarang tingkahe kang nulayani marang
anggeranggering jagad pakartine mrantasi gawe,
perkara cilik, ghedhe, aalus lan kasar bisa mentas sebab
pakeatane dahana, bisa ambrastha sagung dur angkara,
nora mawas sanak kadang pawong mitra, anane
muhung anjejegaken trusing kukuming nagara.
Sifat api dapat membakar apa saja, tanpa pandang
bulu, termasuk besi sekalipun, Api juga memiliki watak
yang tegak dan kuat. Sang Dahana dimaknai secara positif
sebagai simbol dari sifat yang tegas dan lugas. Pemimpin
yang memiliki sifat ini konsisten dan objektif dalam
menegakkan aturan serta bersikap adil. Ia juga cekatan
dalam menyelesaikan persoalan. Energi positif yang ia

162
Wahyu Pemimpin
miliki mampu memberi semangat kepada rakyatnya yang
mengarah pada kebaikan dan memerangi kejahatan.
Api bisa menghanguskan semua yang bersentuhan
dengannya. Perilaku pemimpin itu ibarat peraturan
sehingga apabila ada yang melanggar aturan meskipun
dari keluarga pemimpin tetap harus ada tindakan sehingga
memunculkan kepastian dan kepatuhan. Pemimpin yang
meneladani watak api, selalu memegang teguh keadilan
dan kebenaran serta menghukum orang-orang yang
bersalah. Ia akan berlaku adil dalam menerapkan hukum,
menjaga kebenaran dan berani bertindak tegas untuk
menjatuhkan hukuman kepada siapa saja yang berbuat
salah dan mengganggu keamanan dan ketentraman
negara, Penegakan hukum yang baik akan menambah
wibawa pemimpin, dan juga memberikan rasa aman dan
nyaman bagi rakyat, Kepastian jaminan hukum juga dapat
mengundang negara luar untuk ikut menanamkan modal
di dalam negeri, tentunya demi kemakmuran rakyat pula,
Sang Pemimpin harus bersikap kasar dan jahat terhadap
serangan pihak luar yang mengancam kedamaian negara,
Pemimpin harus berwatak api dalam mengobar dan
membakar musuh yang datang menyerang. Negara yang
dijalankan dengan laku tegas dan lugas akan
memunculkan suasana adil, Makmur dan sejahtera.
Seorang yang mengambil watak api akan mampu
mengolah semua masalah dan kesulitan menjadi sebuah
pelajaran yang sangat berharga. Ia juga bersedia untuk
melakukan pencerahan pada sesama yang membutuhkan,
murah hati dalam mendidik dan menularkan ilmu

163
Wahyu Pemimpin
pengetahuan kepada orang-orang yang haus akan ilmu.
Mematangkan mental, jiwa, batin sesama yang
mengalami stagnansi atau kemandegan spiritual. Api
tidak akan mau menyala tanpa adanya bahan bakar.
Maknanya seseorang tidak akan mencari-cari masalah
yangbukan kewenangannya. Dan tidak akan mencampuri
urusan dan privasi orang lain yang tidak memerlukan
bantuan. Api hanya akan melebur apa saja yang menjadi
bahan bakarnya. Seseorang mampu menyelesaikan semua
masalah yang menjadi tanggungjawabnya secara adil
(mrantasi ing gawe). Serta tanpa membeda-bedakan mana
yang mudah diselesaikan (golek penake dewe), dan tidak
memilih berdasarkan kasih (pilih sih),memilih
berdasarkan kepentingan pribadinya (golek butuhe dewe).
Api memiliki hukum yang jelas, ia membakar apa
saja yang menyentuhnya. Walaupun bersifat merusak, ia
merupakan unsur alam paling adil di antara yang lain.
Sifat api yang spontan namun stabil mencerminkan
keberanian dan keyakinan kuat. Berani dan yakin untuk
‘menghancurkan’ masalah-masalah yang timbul di
kemudian hari. Selain itu, sifat api yang muncul ketika
menghadapi masalah juga merepresentasikan ketegasan
dalam pengelolaan serta keberanian mengambil
keputusan. Pemimpin harus tegas seperti api yang sedang
membakar. Namun pertimbangannya berdasarkan akal
sehat yang bisa dipertanggung jawabkan sehingga tidak
membawa kerusakan di muka bumi.

164
Wahyu Pemimpin
Maknanya, seorang pemimpin harus tegas seperti
api yang sedang membakar. Namun pertimbangannya
berdasarkan akal sehat yang bisa dipertanggung
Jawabkan, sehingga tidak membawa kerusakan di muka
bumi. api selalu memberi semangat dengan keberanian
danberlandaskan keberanian untuk mencapai
kesejahteraan bersama. Api rnernpunyai kernarnpuan
untuk mernbakar habis dan menghancurkan segala
sesuatu yang bersentuhan dengannya. Dernikianlah
Seorang pernirnpin hendaknya berwibawa dan berani
rnenegakkan hukum dan kebenaran secara tegas dan
tuntas tanpa pandang bulu.

Allah Swt Berfirman:

‫َاي َأهيُّ َا َّ ِاَّل َين أ آ َمنوا كونوا قَ َّوا ِم ََي ِابلْ ِق ْسطِ شهَدَ ا َء ِ َّ َِّلل َولَ ْو عَ َىل َأنْف ِس ْمك َأ ِو الْ َو ِ َادل ْي ِن‬
‫َو ْ َال ْق َرب ََِي ا ْن يَك ْن غَنِ ًّيا َأ ْو فَ ِق ًريا فَ َّاَّلل َأ ْو َٰل ِبِ ِ َما فَ َال تَتَّبِعوا الْه ََوى َأ ْن تَ ْع ِدلوا َوا ْن تَ ْلووا‬
ِ ِ
]135 : ‫ون َخب ًِريا [النساء‬ َ ‫اَّلل ََك َن ِب َما تَ ْع َمل‬ َ َّ ‫َأ ْو ت ْع ِرضوا فَا َّن‬
ِ
“Hai orang-orang yang beriman kamu menjadi
penegak keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah
Swt, walaupun kesaksian itu terhadap dirimu sendiri atau
terhadap kedua orang tuamu dan kerabatmu, dan jika
orang yang disaksikan itu kaya atau miskin, maka allah
lebih utama dari pada kamu dan tahu kemaslahatan
mereka. Maka janganlah mengikuti hawa nafsu dalam
kesaksianmu dengan jalan pilih kasih dan tidak berlaku
adil atau menyeleweng dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikan kesaksian atau berpaling, maka

165
Wahyu Pemimpin
sesungguhnya allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”

Seorang pemimpin harus benar-benar berpegang


teguh dengan kebenaran dan keadilah, meskipun kebenran
itu dibawah oleh kawula alit, dan menegahkan keadilan
sekalipun kepada keluarga, kerabat, teman maupun para
bangsawan. Jika kebenaran dan keadilan telah kokoh,
maka angkara murka, kejahatan dan semua keburukan
yang ada dalam negara akan hancur seperti kayu yang
terbakar api, negara asing yang menggangu merasa takut
dan kebingungan seraya tidak menemukan cela.

Wallahu A’alam

Begitulah delapan sifat dalam asata brata yang


berdasarkan filsafat alam, Ajaran ini memberikan
kesadaran bahwa dunia dengan segala isinya mengandung
pelajaran bagi manusia yang mau merenung dan
menelitinya, alam guru kan sejati alam sejatinya adalah
guru, bagi orang-orang yang mampu merenung. Allah
Swt, berfirman dalam Surat Al Hasar

‫ِل ْ َال ْمث َال‬ ِ َّ ‫لَ ْو َأنْ َزلْنَا ه ََذا الْق ْرأ آ َن عَ َىل َج َبلٍ لَ َر َأيْتَه خ َِاش ًعا متَ َص ِّدعًا ِم ْن خ َْش َي ِة‬
َ ْ ‫اَّلل َو ِت‬
]21 : ‫ون [احلرش‬ َ ‫َْض َِبا ِللنَّ ِاس لَ َعلَّه ْم ي َ َت َفكَّر‬
ِ ْ‫ن‬

“ Kalau sekiranya kami menurunkan al quran


kepada sebuah gunung lalu menjadikan pada gunung
tersebut akal sebagai mana manusia pasti kamu
melihatnya tunduk tepecah belah sebab takut kepada

166
Wahyu Pemimpin
allah. Dan perumpaan itu kami buat untuk manusia
supaya mereka berfikir”

Konsep Kepemimpinan Asthabrata dalam kazanah


Jawa mengambil kesimpulan bahwa Setiap orang pada
hakikatnya adalah pemimpin, minimal memimpin diri
sendiri. Dalam budaya Jawa telah diwariskan konsep
kepemimpinan ini oleh para raja dan pujangga untuk dapat
dijadikan pedoman dan diterapkan dalam melaksanakan
tugasnya, mengatur bangsa dan negara.
Nilai-nilai ajaran Asthabrata juga dapat diterapkan
pada semua manusia tanpa dibatasi. Oleh karena itu dalam
rangka pembangunan karakter bangsa maka ajaran
asthabrata yang berakar pada nilai-nilai budaya Jawa
dapat dikontribusikan pada Pancasila sebagai bentuk
formal pandangan hidup berbangsa yang pada dasarnya
juga digali dari nilai-nilai hidup yang dimiliki bangsa
Indonesia dalam rangka pembentukan karakter bangsa.
Peran kepemimpinan Asthabrata sehubungan
dengan delapan perilaku diatas maka sebagai pemimpin
harus dapat berperan sebagai :69
1. Pendhita/Ulama, maksudnya seorang pemimpin
disamping dirinya taat menjalankan ibadahnya, ia
juga harus mampu memberikan tauladan agar
semua anak buahnya taat beribadah kepada Allah
Swt.

69 Dr. Suwardi Endraswara, Kepemimpinan Jawa H. 177

167
Wahyu Pemimpin
2. Satria, maksudnya seorang pemimpin harus
melindungi dan mau berkorban demi kebahagiaan
anak buahnya. Yang paling mendasar
pemimpinberperan sebagai satria ialah ia malu
untuk berbuat curang dengan melakukan
penyelewengan, menyalahgunakan wewenang dan
jabatannya.
3. Ibu,seorang pemimpin harus dapat
menampungaspirasi anak buahnya dengan cara
mampu memahami perasaan mereka. Ia harus
memiliki rasa kasih sayang dan mau menampung
serta menerima keluhan anak buahnya, laksana
seorang ibu.
4. Bapak, sebagai pemimpin harus bijaksana dan
berlaku adil. Pemimpin sebagai bapak harus dapat
bertindak sebagai pengayom anak buahnya,
memberi harapan kehidupan yang bahagia dan
dapat menjamin kesejahteraan seluruh anak
buahnya.
5. Guru, pemimpin dituntut, agar mampu
memberikan pendidikan, pengajaran, bimbingan,
dan pelatihan kepada anak buahnya untuk
peningkatan dedikasi dan kinerja mereka, terlebih
untuk kaderisasi bangasa.
6. Komandan, sebagai pemimpin harus mampu
memerintahkan anak buahnya. Ia harus bertindak
tegas dan berani tampil ke depan.

168
Wahyu Pemimpin
7. Pelopor, pemimpin harus kreatif penuh inisiatif
dan bila perlu tampil ke depan untuk membuka
jalan. Hal ini bila mengatasi berbagai masalah,
maka sebagai seorang pemimpin harus tampil ke
depan.
8. Sahabat, maksudnya pemimpin tidak perlu
menjaga jarak dengan menjauhkan diri dengan
anak buahnya. Pemimpin sebagai sahabat berarti
adanya unsur keakraban, saling tenggang rasa,
bersedia berdialog dan berdiskusi dalam
pemecahan masalah setiap kali terjadi.70

70 (Mulyono 2009: 46-48)

169
Wahyu Pemimpin
BAB V

INTEGRITAS PEMIMPIN
Hakikat diutusnya para Rasul As, kepada manusia
sebenarnya hanyalah untuk memimpin umat dan
mengeluarkannya dari kegelapan kepada cahaya. Tidak
satupun umat yang eksis kecuali Allah mengutus orang
yang mengoreksi akidah dan meluruskan penyimpangan
para individu umat tersebut. Sehingga makna hakiki
kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mewujudkan
khilafah di muka bumi, demi terwujudnya kebaikan dan
reformasi.
Dalam ajaran Islam, kepemimpinan sangatlah
penting mengingat momen dankesempatan
pengembangan kehidupan ini membutuhkan
kepemimpinan, tanpa adanya pemimimpin momentum
tidak akan muncul dan pengembangan kehidupan tidak
akan terealisasikan.71 Rasullah Saw Bersabda :

، ‫ صىل هللا عليه وسمل‬- ‫ َ َِس ْعت رسول هللا‬: ‫ قَا َل‬، ‫وعن ابن معر ريض هللا عَنام‬
، ‫ اال َمام َرا ٍع َو َمسؤو ٌل ع َْن َر ِع َّيتِ ِه‬: ‫ َوُكُّ ْمك َم ْسؤو ٌل ع َْن َر ِع َّيت ِه‬، ‫ (( ُكُّ ْمك َرا ٍع‬: ‫يقول‬
ٌ َ ‫ َوامل َ ْر َأة َرا ِع َي ٌة يف بَي ِْت َز ْو َِجَا َو َم ْسؤ‬، ‫هِل َو َمسؤو ٌل ع َْن َر ِع َّيتِ ِه‬
‫وَل‬ ِ ِ ‫َو َّالرجل َرا ٍع يف أأ‬
‫ َوُكُّ ْمك َراعٍ َو َم ْسؤو ٌل‬، ‫ َواخلَا ِدم َراعٍ يف مال س ِيّ ِد ِه َو َم ْسؤو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬، ‫ع َْن َر ِعيَِّتِ َا‬
. ‫ع َْن َر ِع َّيتِ ِه )) متفقٌ عَلَ ْي ِه‬

71
Dr.H.Saifuddin Herlambang, MA. pemimpin dan kepemimpinan dalam
al-quran H.54

170
Wahyu Pemimpin
Artinya:“ Dari Ibn Umar r.a” Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda : “Kalian adalah pemimpin,
dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan
dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.
Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai
pertanggung jawaan atas kepemimpinannya. Istri adalah
pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Pelayan
adalah pemimpin dalam mengolah harta tuannya, dan
akan dimintai pertanggung jawaban tentang
kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai
pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya.”72
Kepemimpinan dalam Islam adalah sebuah
kepercayaan dari lingkungan yang akan membuka
peluang bagi seorang pemimpin untuk dapat
mengekspresikan semangat dan kemampuannya guna
mengembang kanorganisasi yang dipimpinnya. Karena
itu, untuk dapat dipercaya, focus kepemimpinan dalam
islam harus berada di atas nilai-nilai integritas / moral dan
keadilan. Islam yang merupakan agama mayoritas
penduduk di indonesia mendambakan pemimpin islami
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Kepemimpinan islami di sini adalah sikap
kepemimpinan yang berasaskan norma-norma islam

72 Riyadhus Sholihin J 1 H199

171
Wahyu Pemimpin
seperti halnya bersikap adil, amanah, tabligh dan lain
sebagainya. Meskipun di Indonesia ini kaum muslimin
merupakan mayoritas, namun sikap Islami dalam
kepemimpinan belumlah tampak dalam kehidupan sehari-
hari sehingga kita dapat dengan mudah melihat
tampilannya pemimpin muslimin yang tidak amanah,
bahkan terseret dalam pola politik menghalalkan segara
cara.73
Dua peran utama kepemimpinan menurut
perspektif Islam adalah pemimin sebagai pelayan dan
pemimpin sebagai pelindung/wali Peran pertama adalah
sebagai pelayan masyarakat yaitu pemimpin bertugas
memelihara kesejahteraan masyarakat dan membimbing
mereka kepada kebaikan. Selanjutnya, peran kedua yaitu
sebagai pelindung masyarakat yang bertugas untuk
melindungi komunitas mereka dari penjajahan dan
ancaman.
Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan
bahwa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan pada
kelompok tersebut, sehingga sebagai seorangpemimpin
hendaklah dapat, mampu dan mau melayani, serta
menolong oranglain untuk maju dengan ikhlas. Beberapa
ciri penting yang menggambarkankepemimpinan Islam
adalah sebagai berikut:

73
Dr.H.Saifuddin Herlambang, MA. pemimpin dan kepemimpinan dalam
al-quran H.52

172
Wahyu Pemimpin
a) Setia: pemimpin dan orang yang dipimpin terikat
kesetiaan kepadaAllah.
b) Menjunjung tinggi syariat dan akhlak Islam,
seorang pemimpjn yang baikbilamana ia merasa
terikat dengan peraturan Islam, dan boleh
menjadipemimpin selama ia tidak menyimpang
dari syariah.
c) Memegang teguh amanah, seorang pemimpin
ketika menerima kekuasaanmenganggap sebagai
amanah dari Allah SWT yang disertai oleh
tanggungjawab. Al Quran memerintahkan
pemimpin melaksanakan tugasnyauntuk Allah
SWT dan selalu menunjukkan sikap baik kepada
orang yangdipimpinnya.
d) Terikat pada tujuan, seorang pemimpin ketika
diberi amanah sebagai pemimpin meliputi tujuan
organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan
kelompok, tetapi juga ruang lingkup tujuan Islam
yang lebih luas.
e) Tidak sombong, menyadari bahwa diri kita ini
adalah kecil, karena yangbesar dan Maha Besar
hanya Allah SWT, sehingga hanya Allahlah
yangboleh sombong. Sehingga kerendahan hati
dalam memimpin merupakansalah satu ciri
kepemimpinan yang patut dikembangkan.
f) Disiplin, konsisten, dan konsekuen. Disiplin,
konsisten, dan konsekuenmerupakan ciri

173
Wahyu Pemimpin
kepemimpinan dalam Islam dalam segala
tindakan,perbuatan seorang pemimpin.74
Dalam hal kepemimpinan, prinsip kepemimpinan
yang diambil dari intisari ajaran dalam al Quran dan
biografi Nabi Muhammad Sawdan para sahabat dalam
mengelola pemerintahan dan pembangunan secarabaik,
dan juga keteladanan akhlak kepemimpinan yang
dijadikan petunjukpara pemimpin Islam guna
mendapatkan kepercayaan dari lingkungan dalam
menyelenggarakan organisasi yang islami secara efektif
dan benar, Rasulullah Saw selalu memberikan telandan
yang merupakan pencerminan karakter beliau dalam
menjalankan tugasnya sebagai pemimpin umat. Inilah
yang mungkin dapat dicontoh oleh seorang pemimpin
agar ia dikategorikan sebagai pemimpin yang memiliki
integritas.
Apabila kita perhatikan, orang-orang yang telah
berhasil dalam masyarakat dan terkenal, hampir memiliki
sifat yang telah diteladankan oleh Rasullullah,
diantaranya kemauan atau kekuatan ego yang tinggi,
kemampuan berfikir strategis, analisa ke masa depan, dan
suatu kepercayaan dalam prinsip fundamental perilaku
manusia. Mereka mempunyai keyakinan yang kuat, dan
tidak ragu-ragu terhadap keputusan yang diambilnya,
cerdas, mempunyai kemampuan untuk menggunakan
kekuasaan demi efisiensi dan kebaikan yang lebih besar,

74 Ibid, H.74.

174
Wahyu Pemimpin
serta mampu “masuk pada pikiran” orang yang
berhubungan dengan mereka.
Berdasar pada pembahasan yang telah
dikemukakan, Indonesia sangat dimungkinkan akan
kembali memperoleh kemakmuran dan kedamaian,
manakala pemimpinnya memiliki tiga karakter yang
diharapkan masyarakat: pertama, perencana. Masyarakat
membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas
intelektual memadai dan menguasai kondisi makro
nasional dari berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi
perubahan yang dicitakan bersama. Kedua, Pelayanan.75
Masyarakat rindu figur pemimpin yang seorang
pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan yang
sudah disepakati sebagai konsensus nasional, menguasai
detil masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan
semua elemen yang kompeten dalam tim kerja yang solid.
Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin
menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi
rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah bangsa,
yang setia dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi
teladan bagi kehidupan masyarakat secara konprehensif.

75 Dr.H.Saifuddin Herlambang, MA. pemimpin dan kepemimpinan dalam


al-quran H.69

175
Wahyu Pemimpin
A. Pendidikan Kepemimpinan
Dalam kitab Idhotun Nasyiin karya Syeikh
Musthafa Al Ghalayaini, beliau menuliskan bimbingan
untuk generasi muda muslim, agar menjadi individu-
individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji,
berakhlak mulia dan mengerti, sebagaimana ia bersikap,
menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya.
Dari individu-individu seperti itulah akan terbentuk
masyarakat dan bangsa yang bermoral, beradab serta
menjunjung tinggi kebenaran sejati, sehingga mereka
menjadi bangsa yang tetap eksis. Kerena sesungguhnya
bangsa itu akan hidup dan tetap hidup sealam mereka
bermoral dan beradab, jika moral bangsa itu bejat maka
sirnalah meraka.
Dan didalam kitab Idhotun Nasyiin terdapat nilai-
nilai pendidikan kepemimpinan, dapat dilihat dari
beberapa kriteria sifat-sifat pemimpin yang baik yaitu
sebagai berikut:76
a) Kemauan
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatanbelajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugasdengan sebaik-baiknya.
Sebab arti kemauan itu sendiri adalah keinginan
terhadap sesuatu, di ikuti dengan usaha untuk
mencapinya, mencurahkan segala kemampuan untuk

76 Musthofa Al Gholayain, Idhotun NasyiinH 89

176
Wahyu Pemimpin
merealisasikan, mempersiyapkan alat-alat atau sarana
yang dapat membantu mewujudkannya dan terus berkerja
tanpa mengenal lelah. Tidakdapat diragukan,bahwa suatu
yang diinginkan itu dapat terwujud, manakala cara-cara
tersebut diatas dipenuhi semuanya oleh orang yang
mempunyai keinginan. Para ulama’ ahli tasawuf
mengungkapkan arti kemauan di atas dengan Bahasa
mereka :77

‫ِا َّن ِهلل ِعـ َبادًا ِا ّذا َا َردوا َا َرا َد‬

“ sesungguhya allah itu mempunyai banyak


hamba, yang jika mereka itu mnghendaki sesuatu, maka
allah pun nenghendakinya”
Kalimat di atas secara sepintas, sepertinya para
ulama ahli tasawuf menjadikan irodhah atau kehendah
Allah swt. itu mengikuti kemauan hamba yang
mempunyai keinginan. Tetapi ulama ahli tasawuf tidak
mengartikan kalimah di atas, kecuali seperti yang kami
uraikan sebelumnya. Sebab perkara yang dihasilkan itu
tergantung pada sebab-sebabnya. Allah Swt, telah
menetapkan bahwa tercapainya sesuatu yang di inginkan
tergantung pada kesungguhan tekad dan kemauan.
Barang siapa benar tekadnya, baik niatnaya
menghadap pada kemauannya dengan sepenuhnya dan
terus maju mengupayahkan apa yang dia inginkan dengan

77 Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 88

177
Wahyu Pemimpin
hati yang penuh kemauan, maka dia akan memperoleh apa
yang di cita-citakan dan mendapatkan apa yang di
inginkan, karena keberhasilan perkara yang diinginkan itu
bisa terwujud, jika ada sebab dan sebab itu adalah berupa
kemauan. Kemauan adalah melatih jiwa agar teguh dan
maju melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dapat di
kerjakan sehinga menjadi watak yang melekat pada jiwa
tersebut.
Dengan kemauan orang mau bekerja dan teraf
hidupnya meningkat. Dengan kemauan pula dia mau
meningalkan kebiyasaan-kebiyasaan berbahaya dan
akhlak-akhlak tercelamampu menggendalikan atau
pemimpin hawa nafsuya.Karnakemauan itu pula seorang
menjadi manusia sempurna. Manusia yang benar-benar
sempurna ialah manusia yang tidak mau dihalang-halang
oleh siapa pun dalam usaha mencapai cita-citanya dan
tidak mau di hentikan oleh kesenangan hawa nafsunya,
demi mencapai apa yang di hendaki.
Sesungguhnya para Nabi, Ahli Filsafat dan tokoh-
tokoh tertemuka, semuanya tidak mungkin dapat berhasil
menyebar luaskan apa saja yang menjadi tujuannya,
berupa pahaman-pahaman (idiologi-idiologi) dan
beberapa ajaran serta sidak pula mereka itu bisa berhasil
melaksanakan peroyek-peroyek yang mereka inginkan,
sebagian yang telah tercatat dalam lembaraan sejarah,
kecuali dengan adanya lembaran kemauan. Keberhasilan
mereka, semua itu haya karena kemauan mereka yang
gigih. bagian terpenting dalam kemauan mereka adalah

178
Wahyu Pemimpin
keteguhan dan ketepatan hati untuk terus bekerja sehinga
berhasil meskipun ditenga-tengah mereka tertimpa
masalah besar yang mau merobohkan gunung dan
merubuhkkan besi.
Apa yang kita lihat dalam kegagalan kerja orang-
orang bekerja itu,sebenarnya akibat dari tidak
diperhatikannya pendidikan pembinnaan kemauaan dalam
jiwa mereka. Mereka tidak bisa bertahan dan samar
menekuni apa yang mereka kerjakan, bahkan mereka
cenderung mundur tatkala pertama kali menghadapi
cobaan, padahal sabar yang sebenarnya adalah tabah
ketika menghadapi awal musibah.
Ingatlah, barang siapa yang lemah kemauanya
maka orang itu pasti kerdil jiwanya, dan rendah
derajatnya, mudah diombang-ambing hawa nafsu dan
dipermainkan orang lain, sehingga dia bagaikan bola yang
ditendang kesana kemari sesuai kehendak yang
mempermainkannya, orang yang diombang ambingkan
hawa nafsu, ia akan mudah dipermainkan orang lain tak
ubah untuk memonopoli keabikan dan kebstilan, dia akan
mengakui kebaikan orang yang buruk, begitu juga
sebaliknya. Hal itu karena tidak ada daya untuk menolak
kebatilan dengan kebenaran dan tidak adanya kecerdasan
untuk membedakan kebaikan dan keburukan.
Suatu bangsa yang menginginkan hidup layak dan
senang, maka mereka harus mengajari dan menanamka
pada jiwa putra putrinya kemauan yang keras untuk

179
Wahyu Pemimpin
menciptakan usaha yang menuia keberhasilan dan
kemanfaatan.
Wahai generasi muda, kalian adalah tiang bangsa,
pilar keagungan dan pemimpin bangsa dimasa
mendatang, tanamkanlah jiwa yang berkemauan keras dan
janganlah pedulikan rintangan-rintangan yang
menghalang capailah cita-cita mulia dengan kecerdasan
dan kemauan yang mampu menghancurkan gunung. 78
Kemauan itu menuntut adanya kesabaran dan
tidak pernah ragu -ragu serta menganggap remeh
rintangan-rintangan yang menghalangi, hal itulah yang
menjadi sebab utama keberhasilan dalam usaha. Apabila
kemauan itu meresap dalam jiwa, maka akal pikiran
semakin bijak dan nafsu amarah jatuh tidak berperan,
sedangkan manusianya menjadi sempurna derajatnya,
karena kemaunya meresap dalam jiwa kemudian
membekas pada kemulian, sehingga jiwa tersebut menjadi
bersih dan bahgia.
Apabila suatu bangsa terdapat banyak orang yang
jiwa didasari kemauan keras, maka bangsa itu akan melaju
cepat dalam kemajuan dan pembangunan serta akan
mencapai kejayaan yang mengagumkan. Sedangkan
setiap bangsa yang sendi-sendi keagungannya rapuh dan
pilar-pilar kemuliannya ambruk semua itu disebabkan
kurang adanya orang-orang yang memiliki kemauan keras
dan pikiran positif.

78 Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 88

180
Wahyu Pemimpin
b) Keberanian
Dasar utama keberhasilan bagi pekerjaan itu
terletak pada diri pelak sana itu sendiri, yaitu rendahnya
dalam jiwa pelaksana terdapat keberanian yang
mendorongnya terus bekerja. Dia tidak akan mundur
setelah berhasil mendapatkan suatu yang dicita-citakan.79
Para pejuang tidak mungkin berhasiltanpa sifat
atau perangi yang mulia ini menguasai berbagi personal
penting dan segala kesulitan dapat teratasi. Keberanian
adalah garis yang menegahi antara dua sifat yang tidak
terpuji yaitu antara sifat pengecut dan sifat kecerobohan
dan didalam sifat ceroboh terdapat pengawuran,
sedangkan didalam sifatberani ada keselamatan.
Keberanian, yaitu bertindak maju ke depan dan
penuh ke mantapan dan mundur dengan tetap teguh.
Keberanian itu ada dua bagian, yaitu keberanian moril dan
material. keduanya merupakan dari hidup.
Keberanian material yaitu pembelaan terhadap
negara dan dirinya sendiri dari bahaya yang di timbulkan
sendiri, dan memenangkan musuh-musuh dalam rangka
memuliakan umat. Usaha itu terus dilakukan hingga Allah
melakukan suatu urusan yang mesti di lakukan
(kemenangan untuk dirinya dan kehancuran musuh-
musuhnya). Apabila dia menang, maka dia telah berhasil.

79
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 26

181
Wahyu Pemimpin
Apabila dia belum dapat berhasil menggapai apan
yang dia cita-citakan.maka dia tetap mendapatkan pahala
sebagian orang yang berkerja dengan ikhlas.adapun
keberanian yang bersifat moril,adalah keberanian
menegur atau mencegah kedzaliman penguasa yang
dzalim dan mencegah kesesatan orang yang sesat
memberi petunjuk kepada umat dan nasihat yang
baik,menuju jalan yang lurus dan terang.
Apabila keberanian seperti ini hilang, maka orang
(penguasa) yang dzalim itu tidak henti-hentinya
melakukan kezaliman, kesesatan orang sesat itu semakin
meningkat dan umat ini berjalan di atas jalan yang tidak
benar.akibatya,dari semua ini adalah kehancuran total
bagi umat.80
Apabila keberanian itu telah hilang,maka negara
ini tidak ubahnya seperti harta jerahan yang terbagi-
bagi.Negara ini kehilangan suatu yang kecil, hinga yang
paling berharga. Umat berteriyak-teryak, tetapi tidak ada
yang memperhatikan. Golongan perusak dan penjarah itu
terus melakukan ke jahatan, tetapi tidak ada seseorang pun
yang mencegahnya. kalau sudah demikiyan yng terjadi,
maka negara benar-benar dalam ancaman bahaya besar,
yang membuat suatu warganya sebagi hamba saya yang
tidak berdaya dan harus menurut pada tonggkat komandan
sang penguasa. Kemudian muncul bencana hebat yang
menghapus karakteristik umat dan menghancurkan

80
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 26

182
Wahyu Pemimpin
kemerdekaan dan kebebasannya, dan membuat umat
islam lenyap atau musnah.
Begitulah keadaan umat, apabila mereka terjangkit
sifat takut dan tidak memiliki keberanian morill dan
materiil. Apabila umat tersebut bertindak secara gegabah
dan berjuang mengatasi keadan tersebut, maka besar
sekaali kemungkinannya tertimpa bencana, seperti yang
mereka rasakan ketika dalam keadan takut, sebab umat
apabila mereka bertindak secara dadakan, sebelum
membuat rencana dan persiapan maka akibatnya buruk
juga.
Apabila di pertanyakan jika seorang itu harus
memilih satu di antara dua perkara yaitu: bertindak secara
nekat sebelum berbuat perhitungan atu sikap apatis, takut
dan pengecut, sama sekali tidak kebaikan sedangkan
tindak tanpa perhitungan (tahawwur) itu kadang-kadang
atu mungkin membawa kesuksessan. Tetapi yang paling
dapat menyelamat kan umat dari bahaya di atas adalah
penanaman jiwa berani pada diri sendi setiap
umur.keberanian adalah benteng yang kukuh dan tetap
berlindung yang aman.81

Wahai generasi muda, wahai penerus bangasa,


berjiwalah berani. Peganglah dengan teguh jangan
memberikan penyakit takut dan rayuan untuk bertindak
gegabah yang berserang di hati kalian.sesunguhnya
kelicikan merupakan kebodohan dan bertindak gegabah

81
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 28

183
Wahyu Pemimpin
merupakan ketidakmampuan seseorang untuk berfikir
jernih,sedangkan berani adalah perangai orang-orang
yang beriman.

c) Keikhlasan
‫ال َع َمل جِ ْـس ٌم ر ْوحه ِاالخ َْالص‬
Amal perbuatan adalah jasad, sedangkan ruhnya
berupa keikhlasan. Sesungguhnya jasad ketika ditinggal
ruhnya (yang menyebabkan jasad hidup dan tegak) maka
jasad akan menjadi mati, tidak ada manfaat yang
bisadiharapakan darinya, ia tidak biasa bergerak dan
menjadi mati. Begitu juga sebuah amal yang tidak
dilandasi keikhlasan yang menjadi ruh dari amal tersebut,
maka amal itu tidak akan menimbulkan kesan, manfaat,
tidak akan menimbulkan keberhasilan dan keuntungan.82
Sebuah negara, kaum, organisasi yang berjuang
dan usaha tanpa didasari dan dilandasi keikhlasan, maka
mereka akan menumui kegagalan tidak dapat mencapai
apa yang mereka cita-citakan serta mereka tidak akan
mencapai klimaks dan mengambil sari dari usahanya.
Perjuangan mereka diibaratkan bagai orang yang
memasuki laut hanya samapai ditepinya, atau mereka
mampu memasuki air tapi hanya bagian yang terdangkal,
mereka tidak mampu memasuki dasar samudra, lalu

82
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 12

184
Wahyu Pemimpin
mundur kembali dengan hampa, perjuangan tersebut
hanya merugikan harta benda dan tenaga.
Kegalan perjuangan tersebut disebabkan karena
keikhlasa yang tidak dijadikan landasan dalam
perjuangan. Mereka hanya berjuang untuk mencari
keuntungan yang tidak terpuji dan kehormatan palsu.
Sesungguhnya orang yang berjuang dengan hati ikhlas,
murni untuk kepentingan bangsa dan negara, pasti orang-
orang (rakyat) akan cenderung bersimpati kepadanya.
Rakyat akan memberi dorongan semangat, pujian dan
bantuan, hingga dengan andanya bantuan dan dukungan
tersebut, ia semakin bersemangat dan giat dalam
perjuangannya serta semakin meningkat keseriusan dan
kesabaran dalam perjuangannya.
Adapun orang yang berjuang dengan tidak ikhlas,
meskipun dia menyembunyikannya pasti aib atau celanya
akan terbongkar. Sehingga orang-orang yang semula
membantu akan meninggalkanya, orang-orang yang
medukung akan membiarkanya, kemudian mereka akan
mencela perjuangan orang tersebut. Kobaran semangat
akan menjadi lemah, kekuatan niat akan kendur dan
mengalami kerugian matriel, morel dan onderdil.
Wahai para penguasa, wahai para generasi muda,
wahai para penerus bangsa, jadilah engku orang yang
ikhlas dalam berjuang, murni dalam bekerja, kuat dalam
usaha. Engkau pasti mencapai klimaks cita-citamu,
waspadalah engkau jangan samapai lengah, menjual
perjuanganmu dengan emas, karena hal itu merupakan

185
Wahyu Pemimpin
taibiat orang munafik yang biasa menukar agama dengan
kemewahan dunia, dan menukar kebenaran dengan
kebatilan.
Wahai pemimpinku, wahai generasi bangsaku,
jadilah engkau insan yang bersih dari sifat-sifat tercela,
berahlaq mulia dan mengerti bagaimana bersikap
menghadapi peristiwa yang dialami bangsa. Dalam
perjuangan kebahagian bukanlah tujuan hidup tapi
kualitas perjalanan dan kemenangan sangat menunjang
kehidupan.83

d) Kesabaran

Sesungguhnya orang yang berakal sepurna ialah


orang yang sabar terhadap segala kesulitan, juga sanggup
menghadapinya dengan hati tabah dan teguh. Orang yang
berakal sempurna bukanlah orang yang mudah bingung
dan gelisah ketika menghadi masalah dan kesulitan. Jiwa
yang cerdas itu didalamnya ada sifat tenang dan sabar, ia
selalu berusaha dengan tenang dalam menyingkirkan
bencana yang menipa dirinya dan tidak bingung dalam
mencegah bencana itu.84

Sedangkan jiwa yang bodoh sealalu bingung


dalam menghadapi masalah dan kesulitan, meskipun
sangat kecil. Ia selalalu berkeyakinan bahwa tidak akan

83
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 14
84
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 8

186
Wahyu Pemimpin
sanggup menghadapinya dan tidak mampu menolaknya,
ia selalu merasa tidak mampu membebaskan diri dari
persoalan yang dihadapinya.
Wahai para penguasa, wahai para penerus bangsa
jadilah engkau orang yang berjiwa Cerdas dan sabar, hal
itu bisa dicapai dengan membiasakan diri mengerjakan
hal-hal yang baik dan menjahui hal-hal yang jelek,
menghias diri dengan sikap sempurna dan bersikap
jantan. Hal itu sangatlah mudah bagi orang yang diberi
petunjuk oleh Allah Swt, ia senang meninggalkan atribut
kehinaan, tidak menuruti keinginan jiwa bodohnya dan
menarik cita-cita jiwanya yang mulia, ia akan mampu
keluar dari pola hidup binatang menuju lingkungan hidup
moral normal.
Allah swt, akan memberi balasan kepada orang-
orang yang sabar dalam mendidik jiwanya dan
mengangkat derajat mereka serta menyelamatkan mereka
dari kedudukan yang tidak jelas.85

e) Nasionalisme
Tidak semua orang memiliki jiwa nasionalisme.
Terkadang seseorang yang mengaku berjiwa nasionalisme
dan bahkan mengklaim, bahwa dia telah berkorban
dengan darah dan hartanya demi negara. Namun, orang
tersebut ternyata berupaya keras merusak benteng-

85
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 9

187
Wahyu Pemimpin
benteng ketahanan negara, dengan berbagai macam
tindakan yang tidak sewenangnya dilakukan.86
Adapun orang yang berusaha keras melakukan
sesuatu dengan tujuan melemahkan sendi-sendi negara,
maka orang tersebut masih jauh untuk disebut sebagai
orang yang mempunyai jiwa nasionalis. Nasionalisme
sejati adalah kecintaan berusaha untuk kebaikan negara
dan bekerja demi kepentinganya, serta rela mati demi
tegaknya sebuah negara dan rela sakit demi kebaikan
rakyatnya.
Diantara kewajiban yang harus dipenuhi oleh para
cendekiawan bangsa adalah meningkatkan jumlah orang-
orang terpelajar yang bermoral tinggi dan baik, seperti
kata mutiara “ Cinta tanah air sebagian dari bentuk
keimanan”. Upaya untukmeningkatkan jumlah para
cendekiawan yang terpelajar adalah dengan
menumbuhkan gagasan-gagasan yang mulia dan amal
saleh dalam jiwa mereka. Dari orang-orang yang
terpelajar yang sedang tumbuh itu, akan keluar upaya-
upaya yang dapat menegakkan kehidupan umat. Manakala
para cendekiawan bangsa yang telah terdidik dengan
pendidikan yang benar itu tumbuh dan mulai melibatkan
diri dalam kehidupan sosial, maka di antara mereka pasti
ada yang membuat kejutan hebat yang tidak pernah bisa
disangka-sangka.87

86
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 74
87
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 76

188
Wahyu Pemimpin
Pendidikan yang benar merupakan jiwa kehidupan
dan ilmu pengetahuan merupakan darah segar bagi suatu
negara. Tidak mungkin kita bisa hidup bahagia tanpa ilmu
pengetahuan.Setiap hasil dari sebuah usaha, pasti ada
proses yang berperan mendahuluinya, sedangkan
pendahuluan kemerdekaan adalah dengan meningkatkan
pendidikan dan pengajaran kepada generasi muda, agar
mereka menjadi tangan-tangan negara yang mau bekerja,
menjadi rohnya yang kuat dan menjadi darah yang
mengalir kedalam seluruh bagian urat negara. Oleh
karenanya, tingkatkanlah pendidikan anak-anak, maka
negara pasti berjaya.
Ingatlah..! Kalian para pemuda bangsa, harapan
negaramu ditumpahkan kepadamu, maka bangkit dan
giatlah dalam menuntut ilmu, semoga Allah
melindungimu dan berperanglah dengan berpijak pada
akhlak orang-orang terdahulu.88

88
Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 76

189
Wahyu Pemimpin
B. Piwulang Rasa Jati

Seorang pangarso harus benar-benar mawas diri


yang hakiki, kiranya negara akan tata titi tentrem.
Karena, mereka memimpin dengan sikap mau introspeksi
terhadap kesalahan sendiri. Koreksi diri adalah kontrol
batin yang hanya dapat dilakukan manakala seorang
pimpinan melakukan penghayatan rasa sejati. Yakni, rasa
tertinggi yang menjadi pengatur segala rasa.

Rasa sejati, disebut juga mira’tul kaya’i atau kaca


wirangi. Rasa sejati juga disebut mulhimah atau jati
ngarang. Rasa ini yang akan membimbing rasa lain,
seperti rasa yang timbul dari rasa njaba (gejolak panca
indera) yang menyembul menjadi hawa nafsu rendah.
Atas bimbingan rasa sejati, hawa nafsu seperti amarah,
aluamah, supiah, mutmainah akan berfungsi sebagai
harmoni. Ketika itu, manusia baru dapat mawas diri. Ia
mampu mengadakan dialog dengan hati sendiri. Lalu, ada
“tawar-menawar”, ada penilaian secara obyektif dalam
diri manusia. 89

Untuk memperoleh hidup memayu hayuning


bawana manusia harus mampu menjalankan Panca
Parasdya yakni lima perkara yang dapat membuat hidup

89
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 H.172

190
Wahyu Pemimpin
damai, sejahtera serta mampu menciptakan negara yang
gemah ripa lojinawe.90

1. Lambaran: mureh rahayu janalaka


praptengdelahan lambarane ana kapitayan lan
kandele iman.

Untuk membuat jiwa henig, heneg (bersih, suci)


serta mencapai keluhuran dalam keabadian, manusia
harus memegang teguh tiga keutamaan yakni Iman, Islam
dan Ihsan. Keimanan akan membawa ketenangan hati dan
membuahkan budi pekerti untuk menjadi bekal bebrayan
dialam padang. Hal ini sesuai perkataan ulama (ahlul
arifin):91

ِ َّ ‫َوقا َل ب َ ْعضـه ْم الـتَّ ْو ِح ْيد ي ْوجِ ب ْااليْـ َم َان و ْااليْ َمـان ي ْوجِ ب الـشَّ ـ ِريْـ َع َة َو‬
‫الـرشيْ َعة ي ْوجِ ب‬
ِ َ ‫َشيْـ َع َة َهل َو َم ْن َال‬
‫َشيْـ َع َة ال‬ ِ َ ‫َاب فَ َم ْن َال ت َْو ِح ْيدَ َال ِايْـ َم َان َهل َو َم ْن َال ِايْـ َم َان َال‬َ ‫ْ َاالد‬
.‫َاب َهل‬
َ ‫َاد‬

“Sebagian ulama’ berkata: ketauhidan


menyabankan keimanan dan keimanan menyebabkan
kesyariatan, syariat menyebabkan adab. Jika orang tidak
memiliki tauhid maka ia tidak akan memiliki iman, jika
tidak memiliki iman maka tidak akan memiliki syriat dan
jika tidak punya syariat maka ia tidak akan bermoral,
tidak bertatakrama,dan beradab.”

90
Wawancara Ki Hadi Sumiran / Tarno
91 Adabul alaim wal muta’alim S.12

191
Wahyu Pemimpin
Tauhid dan iman adalah kunci untuk mencari
kesuksesan hingga mencapai klimaks baik dalam ritual
maupun tindakan. Kerena buah dari keimanan adalah
ahlaq mulia. Jaka manusia itu sudah mampu manembah
(ibadah) kepada Allah Swt, secara totalitas (lahir tumekan
batin) maka ia akan mampu meredam hawa nafsu, jauh
dari perbuatan hina dan berakativitas sesuai tuntunan dari
Al Quran dan Al Hadits, berati ai sudah mampu
merasakan lambaran sejati.

2. Sarana: yen wes ajek manembahe marang Gusti


mureh bebrayan marang sepadate kitah.

Setelah menjalankan ibadah secara total dan


istiqomah, maka manusia harus berinteraksi sosial kepada
seluruh mahluk, mencitai alam dan lingkungan serta
berkasih sayang kepada sesama hingga mewujudkan
kerukunan, saling tolong menolong, gotong royong
hingga mampu menciptaka persaudaraan yang sejati.
Dalam pribahasa Sabaya pati sabaya mukti. Dalam hadits:

)‫ (رواه الطرباىن‬.‫الـسـ َمـا ِء‬ ْ ‫ِا ْر َحـم ْوا َم ْن ِىف ْ أال ْر ِض يَ ْر َمح‬
َّ ‫ـمك َم ْن ِىف‬
“ Berbelaskasian dan berkasih sayanglah kalian
semua kepada perkara yang ada di bumi, maka mahluk
yang ada dilangit akan mengasihi dan menyayangimu.”92

92 Jami’us Shogir H 38

192
Wahyu Pemimpin
Jika orang berkasih sayang kepada alam,
lingkungan dan mahluk hidup yang ada dibumi, maka
semua mahluk yang ada dilangit akan berkasih sayang
kepadanya, “Cakra manggilingan wong urip bakal
ngunduh wohing pakarti” kehidupan itu akan terus
berputar, terkadang lebih, terkadang kurang, juga ada
yang diatas dan juga ada yang dibawah. Semua akan
mendapatkan hasil dari perbuatannya, jika ia selalu
berbuat kebajikan maka dikemudian hari akan mersakan
kemaharjan, dan jika ia selalu berbuat kemungkaran,
maka dikemudian hari ia akan merasakan kemungkaran
itu, seabab ada bebasan “ wong kang cidra wahyuning
bakal sirna” orang yang sering berwatak angkara murka
maka wahyu kemaharjaanya akan hilang. Maka hidup itu
harus Memayu hayuneng pribadi, memayu hayuning
kelurga, memayu hayuning bawana Berbuat baik kepada
diri sendiri, keluarga, lingkungan, tetengga, alam dan
seluruh dunia.

3. Kekuatan : Mujutake kemanunggalan, kerukunan


lan katentreman.

Senjata yang paling unggul untuk menghadapi


perkara adalah berijma’ guyup, rukun manunggal sesuai
pribahasa Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh.
Manusia diciptakan Allah berbeda-beda, ada laki-laki ada
perempuan, ada yang kaya ada yang miskin, ada yang
cerdas juga ada yang bodoh, semua mahluk memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Untuk
mencapai persatuan dan kesatuan manusia harus tahu dan

193
Wahyu Pemimpin
menguasi diri (mapan gone dewe-dewe atau saling
mengisi kekurangan masing-masing) jika ia pandai maka
kenpadainya harus bisa menutupi kebodohan saudaranya,
jika ia kaya maka kekayaannya harus bisa menutupi
kemiskinan saudaranya, jika ia kuat maka kekuatannya
harus bisa mengayomi saudaranya, begitu juga
seterusnya. Orang kaya tanpa adanya oaring miskin tidak
akan mungkin disebut kaya terkadang malah orang kaya
sering bersifat lena kurang teliti dan si miskinlah yang
sering mengingatkan. Jika semua itu berjalan dengan
selaras maka kerukunan, persatuan bangsa akan mudah
dicapai. Persatuan akan muadah dirahi dengan sistem
kekeluargaan, Rasulullah Saw bersabda:

)‫لَيْس ِمنَّـا َم ْن لَـ ْم ي َ ْـر َح ْم َص ِغ ْيـ َرانَ َولَ ْم ي َو ِقّ ْـر َكب ْ َِريانَ ( رواه ابو داود والرتمذى‬

“Tiadak termasuk golangan umatku (nabi


muhamad) orang yang tidak berbelas kasihan (mendidik,
melindungi, dan mengayomi) kepada orang kecil (anak/
rakayat) begitu juga orang kecil tidak menghargai dan
menghormati orang yang lebib tua (orang tua/
pemimpin)”93

Hadits diatas menujukan orang harus mengetahui


tempatnya, yakni (mapan ono kahanan) tidak bertingkah
adigang adigung adiguna (menyombongkan kekuatan,
kedudukan dan kepemilikan) atau sulaya marang pakerti
(bertingkah tanpa sopan santun) jika hal itu terrealisasikan

93 Washoya 09

194
Wahyu Pemimpin
maka hidup akan selalu bergandengan tangan dan
harmonis sesuai semboyan Binika Tunggal Ika.

4. Kawibawan: kanthi Sarasehan tanpa ninggal


kawicaksanan tansya kepi-kepi marang
samudraning ilmu, budi lan pakarti hingga
nuwuhake banter ora nglancangi, landep ora
natoni.

Orang yang mukti wibawa harus memiliki


kemampuan dan ilmu yang mendalam, selalu rendah hati
serta berhalqul karimah, karena terdakang allah
menurunkan ilmu tanpa disertai hidayah. Jika orang yang
berilmu merasa tinggi hati, sombong, tidak mau
sarasehan (menerima pendapat orang lain) maka ia tadak
berwibawa, mekipun kehebtannya tidak bisa dibendung.
Pepatah jawa mengatakan aja kuminter mundak
keblinger, ojo cidra mundak ciloko (jangan merasa paling
pandai agar tidak salah arah dan jangan berbuat curang
biar tidak celak) orang yang berwibawa bukan orang yang
hebat tapi orang yang sabar dan lemah lembut (sabar
sareh, saleh mesti bakal pikoleh) sabar hatinya, sareh
berfikirnya dan saleh tingka lakunya. Orang yang
berwibawa selalu bersikap moderat tiadak pernah
berlebihan dan tidak membeda bedakan ia selalu
meneriama pendapat orang lain meskipun orang itu
martabatnya berda dibawahnya. Sikap moderat akan
menimbulkan kebijakan yakni banter ora nglancangi
landep ora natoni, pribahasa ini menggambarkan,seluas
apapun pengetahuan sesorang, ia akan rendah hati dan

195
Wahyu Pemimpin
sepedih apaupun ucapan sesorang, jika bersama kebijkan
maka tidak akan menyakiti. Sikap moderat dan beijaksana
akan bermafaat bagi seluruh alam, juga mampu
membangkitakan kelemahan orang lain. Orang yang
berhati bijak akan mampu memecahkan masalah serta
selalu menemukan jalan tengah hingga ia mampu
merasakan kebahagian.

‫الس ِع ْيد َم ْن ن َ َـظ َر ِب َع ْ َِي الْـقَ ْل ِب والْـ َع ْقلِ وا ْخ َتـطَّ ِل َن ْف ِسـ ِه خ َّطـ ًة َو َس ًطا ي َ ْـسل َك َِتا‬
َّ
“ Orang yang memperoleh kebahagian ialah
orang yang menilai sesuatu dengan rangsangan hati dan
fikirannya, kemudian ia menetapkan garis tengah sebagai
jalan yang harus dilaluinya dalam mengarungi beberapa
persoalan ”94

Orang bijak selalu menggunakan akal bundinya


untuk mencapai kemahiran, ia selalu berpandangan luas
dan mau mempertimbangkan pandangan orang lain,
seraya ahli dalam menciptakan jalan tengah yang bisa
membahagiakan dan mempersatukan umat.

5. Kaluhuran: Kanthi ajining diri sarujuk ana lathi


lan ajining rogo sang sarujuk ing jiwo (genep
tatakramane).

Orang yang hatinya bersih pasti akan dihormati


ada perkataan Anda sopan kami segan. Kebersihan hati

94 Musthofa Al Gholayain, Idhotunnasyiin, H 114

196
Wahyu Pemimpin
dapat diarai dengan menjahui hal-hal yang subhat apalagi
yang haram, atau biasa disebut dengan zuhud (menjahui
kesenangan dunia) kanthi lelakon banteng raga, meneb
ing griyo lan mandeng ana pucuking grahana, orang yang
membersihkan hatinya akan selalu mengosongkan jiwa
dari urusan dunia seraya beraktifitas murni (manages)
yakni mencapai martabat tinggi disisi Allah Swt. Inilah
yang disebut ajineng rogo sangko wusanane jiwo. Ketika
aktivitas orang itu murni maka dalam wadak kasarnya
(rogo) selalu mencerminkan, latip pikire, wasis wicarane
lan alus tumindake, cerdas pola pikirnya, selalu berbicara
dengan bijaksana dan bertindak sesuai konsep yang
diajarkan Rasulullah Saw.95
***

C. Asah Asih Asuh

Tidak mudah mencari sosok pimpinan yang dapat


dijadikan contoh di masa depan. Pemimpin, memang
banyak, tapi yang benar-benar pemimpinsejati mungkin
masih terbatas. Pemimpin utama antara lain harus berjiwa
asih asah asuh. Maksudnya, kata asih berarti cinta
terhadap orang lain (bawahan, rakyat), kata asah berarti
menggosok agar yang dipimpin semakin tajam

95 Live Pagelaran Wayang Kulit, Ki Bayu Aji, Lakon Bima Maneges

197
Wahyu Pemimpin
pemikirannya, dan kata asuh berarti ngemong
(mengayomi).96
Kata asih tercakup segala aspek yang berkaitan
dengan kasih sayang; pelayanan kasih, saling memberi
dan menerima, penuh perhatian atau afeksi,
mengedepankan persahabatan, dan sebagainya. Kata asah
tercakup aspek yang berhubungan dengan pengembangan
pribadi, bimbingan, pendidikan, dan bantuan lain untuk
tujuan karier. Kata asuh berkaitan dengan pemeliharaan,
perawatan, dan dukungan sehingga orang lain tetap tegak
berdiri serta menjalani hidupnya secara sehat.
Dari makna di atas, kepemimpinan asah asih asuh
terkandung konsep falsafah kepemimpinan ideal, yang
memiliki ciri-ciri: pertama, orang-orang yang suci dan
ikhlas memberikan ajaran dan bimbingan hidup sejahtera
lahir dan batin kepada rakyat, seperti para pendeta dan
pembantu-pembantunya serta seperti kyai dan santri-
santrinya.
Kedua, orang-orang dari keturunan baik-baik,
berkedudukan pantas, yang ahli, yang rajin menambah
pengetahuan, yang hidup berkecukupan dan yang jujur.
Itulah persyaratan guru yang baik.
Ketiga, orang-orang yang paham akan hukum-
hukum agama, yang beribadah dan tak ragu-ragu akan
kebenaran Tuhan, yang suka bertapa, yang tekun
mengabdi masyarakat dan yang tidak mengharapkan
pemberian orang lain. Itulah persyaratan bagi orang yang

96
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 h.201-202

198
Wahyu Pemimpin
pantas dijadikan guru. Pemimpin bangsa yang
mempunyai watak dan iktikad ideal seperti itu, niscaya
memiliki wibawa atau kharisma tinggi.
Kepemimpinn semacam itu berpengaruh besar dan
mendatangkan kebahagian lahir batin kepada rakyat.
Sebaliknya, bilamana watak sang pemimpin bertentangan
dengan masyarakat luas dan sedikitnya tidak mendekati
persyaratan itu, hanya akan mengundang malapetaka
kepada negara dan anak keturunan bangsanya.
Pemimpin asih menghendaki agar seorang
pimpinan wajib memberikan penghargaan yang
sepantasnya kepada warga yang berhasil menunjukkan
prestasi. Di sini terkandung pesan filosofi bahwa dengan
pemberian perhatian dan motivasi secara manusiawi,
dengan penuh kasih sayang, akhirnya bawahan akan
terdorong secara alamiah. Dengan ini, pimpinan asih
berkewajiban memberikan kemakmuran bawahan (abdi,
rakyat) dan wajib membahagiakan bawahan dengan
memberikan sandang pangan secukupnya.
Pemimpin asah lebih terfokus pada karakteristik
sebagai pengayom. Sifat pemimpin demikian disebut
mengku (melindungi). Namun, dalam mengayomi itu, ada
hal yang perlu diingat, yaitu harus dilandasi nalar
(pikiran) dan hukum. Pemimpin bertanggung jawab
memberikan petuah tentang kewajiban warga negara.
Pemimpin juga bertugas menatar moralitas para prajurit.
Antara lain, seorang prajurit harus bersikap, jangan mudah
berkecil hati, putus asa, dan kurang bersemangat,

199
Wahyu Pemimpin
hendaknya berhati-hati dalam melaksanakan kewajiban,
menjaga kondisi badan secara teratur, menjaga
keselamatan leluhurnya, jangan sampai punah
keturunannya.
Pemimpin asuh artinya bersikap membimbing
bawahan agar tidak meninggalkan jasa para leluhur.
Sebaliknya, pemimpin juga harus rela dan ikhlas terhadap
kedudukannya jika sewaktu-waktu digantikan.
Kedudukan tidak akan selamanya. Hanya saja, pemimpin
menghendaki bahwa penggantinya nanti harus orang yang
baik dan tidak bertingkah hina. Pimpinan wajib
membimbing dan membina ke arah kesejahteraan
bawahan. Ia harus bersikap mahambeg adil paramarta,
tidak membeda-bedakan kawula. Ia juga harus ing ngarsa
sung tuladha dalam hal sikap ikhlas, terutama jika
kedudukan sudah saatnya digantikan janganlah owel.
Kedudukan itu hanyalah sampiran dan amanat yang
sewaktu-waktu bisa diambil.97
Pada bagian lain ada tiaga landasan kepemimpinan
yaitu: Bersifat Ratu, bijaksana, tanggung jawab hambeg
adil pinercaya (amanah) Sifat Pandhita, iman, islam dan
ihsan kuat, cerdas, tangakas, waspada dan pandai
menjangkau masa depan Sifat Petani, seadanya, jujur,
ihklas tanpa mengharapkan yang bukan-bukan.

97
Falsafah Kepemimpinan Jawa Dr. Suwardi Endraswara, FBS Universitas
Negeri Yogyakarta 2013 h.202

200
Wahyu Pemimpin
D. Sapta Tama (Tujuh Sifat Utama)

1. Rumeksa ing kejujuran (Siddiq), lathi lan pakarti


kudu nyawiji.98
Jujur dalam perkataan dan perbuatan, benar secara
lisan dan perbuatan. Kejujuran ini menjadi pondasi
penting dalam kriteria pemimpin yang baik. Kejujuran
tersebut bukan hanya dinilai dari ketepatan kata-kata
dengan perbuatannya, akan tetapi kejujuran itu dapat
dilihat dari komitmen seorang pemimpin terhadap
melakukan sesuatu sebelum mengucapkannya. Sehingga
bagi dirinya sendiri ia juga jujur karena telah melakukan
apa yang ia katakan.
2. Legawa ikhslas lahir batin tanpa ana rasa srehi
dengki pangasten dahuwen, ora kena darbe milik
gedong lali, kudu bisa wewarah lan aweh
pitulungan marang lian, lahir batine tumanja ing
urip, ngunjara marang karep nerima marang
pandume gusti (Tabligh)
Menyampaikan segala hal dengan benar, tidak ada
yang ditutup-tutupi, terbuka, dan menerima saran atau
kritik dari bawahannya. Seorang pemimpin dituntut untuk
memanifestasikan sifat "Tabligh" pada dirinya. Termasuk
pada saat ia di hadapkan kepada persoalan hukum, ia
harus berani berkata jujur meskipun pahit tatkala
menghadapi persoalan hukum yang menjerat kerabatnya.
Jangan menjadikan hukum runcing kepada orang lain

98
Pagelaran Wayang Kulit Ki Anom Suroto, Lakon Semar Bangun
Kayangan.

201
Wahyu Pemimpin
namun tumpul saat di hadapkan pada kerabat dan dirinya
sendiri. Mampu menjaga diri dari kemerlap penguasa
karena pemimpin dalah pelaksana. Ia juga harus memberi
apresiasi pada bawahannya yang berprestasi meskipun
orang itu dibencinya.Ia tidak menggunakan kekuasaan
untuk menginjak rakyat tapi mensejahterkan rakyat.
3. Ngabdi kanthi tulus tekan tekun tanpa pamrih
ganjaran lan pengamlembana. Sepi ing pamrih
rame ing gawe.
Seorang kesatria harus tulus dalam berjuang,
menerima apa adanya, tidak serakah, dan selalu syukur
kepada Allah Swt. Pemimpin harus berhidmat dengan
baik dan perkasa, membantu orang yang membutuhkan
dengan segenap kemampuanya hingga mampu
membangkitkan bangsa, ia selalu mempedulikan
bawahannya tidak hal-hal yang merigikan bangsa dan
negara. Semua kebajikan itu dilakukan dengan tulus dan
ikhlas.
4. Setia tuhu (amanah) eka prastya tanha negara
mamangruweh.
Kesatria harus bersikap setiaha parabu atau benar-
benar bertanggung jawab pada tugas dan kepercayaan
yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, baik
kepercayaan untuk mengelola perekonomian, politik,
ataupun urusan agama. Hakikatnya, amanah masyarakat
adalah amanah Tuhan. Terkait pentingnya amanah. figur
pejuang sejati tidak pernah mengkhianati orang lain
ataupun kelompoknya dan selalu menjaga kepercayaan
orang, baik dalam hal merahasiakan apa yang patut

202
Wahyu Pemimpin
dirahasiakan dan menyampaikan sesuatu yang perlu
disampaikan. Selalu memperhatikan kebutuhan
masyarakat, mendengarkan keinginan dan keluhan
mereka, serta memperhatikan potensi-potensi yang ada
dalam masyarakat, mulai dari potensi alam sampai potensi
manusianya.
5. Mapan ono kahanan lambarane ginung
pradiguna, makarya ana ing pakarti.
Seorang kesatria harus menyalurkan seluruh
tenaga serta pikiran dengan kecerdasan emosional yang
optimal sesuai dengan karakter dan posisinya hingga
mewiujudkan bangsa yang dinamis, harmonis gemah ripa
lojinawi.
6. Tulus ing jiwa utama dadki marang sekabeing
perkara (Fathonah)
Pejuang harus cerdas dan pandai melihat peluang
dalam mengatur strategi guna memperoleh kemaslahatan
bagi masyarakat. Mampu mewujudkan harapan bangsa,
gigih dalam menyingkirkan masalah, keras dalam usaha
dan tidak mempedulikan rintangan yang menghadang.
Seorang pejuang juga harus memiliki kemampuan untuk
melihat dan memahami dengan baik, mengerti sebab dan
akibat kejadian, menemukan hal-hal yang krusial dan
cepat menemukan cara penyelesaiannya dalam waktu
singkat.
7. Rumeksa marang kawibawan. Kanthi anduwene
tepo slira bener ing laku pener ing clatu.

203
Wahyu Pemimpin
Seorang kesatria harus moralitas yang baik,
berakhlak terpuji, senantiasa berkata jujur, teguh
memegang amanah, tidak gemar melakukan perbuatan
dosa dan maksiat, manipulasi, dusta maupun khianat.
Pejuang harus bersih hati dan jiwanya mampu
mengendalikan hawa nafsu yang menyebabkan hilangnya
kawibawaan. Keasatria sejati selalu “mangesthi
mangastuthi” meminta petunjuk kepada Allah untuk
menyelarskan antara ucapan dan perbuatan.99

99 Serat Pedalangan Ki Anom Suroto, Lakon Semar Bangun Kayangan

204
Wahyu Pemimpin
PENUTUP
Segala sesuatu yang ada di alam ini adalah milik
Allah Swt, Allah mengaturnya sesuai dengan
kehendaknya, memindahkahkan sesuatu dari orang yang
dikehendaki kepada orang yang dikehendaki lainya,
semua adalah Hak Allah Swt, meskipun demikian allah
meletakkan kehendaknya sesuai sebab-sebab tertentu,
sesuai ridhanya. Maka arang siapa yang berusaha mencari
sebab-sebab untuk mencari sesuatu yang telah digariskan
oleh allah swt. Dan memesuki pintu-pintu yang telah
disediakan untuk meraihnya, orang seperti itulah yang
berhak mendapatkan warisan suatu perkara, dari pada
orang yang tidak layak menguasainya.100
Manusia adalah khalifah Allah yang diserahi tugas
memakmurkan dan membangun bumi. Apabila manusia
berlaku baik di seluruh bumi ini, mengaturnya dengan
baik, membangun kawasan-kawasan yang perlu
dibangun, mengeluarkan hasil buminya dan mengolah
kekayaannya dengan cara sebaik mungkin, berbuat adil
dalam segala persoalan, menyebarkan ilmu pengetahuan
di kalangan penduduk dan tidak menyimpang dari
peraturan yang telah digariskan oleh Allah swt, maka
manusia seperti itulah yang benar-benar dinamakan
khalifah Allah swt dan semua urusan pengendalian tugas-
tugas berada di tangan kekuasaannya.

100 Idhotun Nasyiin H.158

205
Wahyu Pemimpin
Sudah diamanatkan, maka manusia seperti itu
akan dikenai apa yang telah dialami oleh manusia yang
semacam dengannya. Keadaannya berbalik total, kalau
semula mulia berubah menjadi hina. Kalau semula tinggi
kedudukannya berbalik menjadi rendah. Kalau semula
berkuasa, berbalik dikuasai (hilang kekuasaanya), kalau
semula kaya berbalik menjadi miskin. Apa yang
dimilikinya (berupa kehormatan dan kekayaan) dicabut
oleh Allah dan diwariskan kepada orang lain. Kekuasaan
yang ada padanya dicabut oleh-Nya dan diberikan kepada
orang lain. Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah dalam
firmanNya:

َّ ‫َولَقَدْ َكتَبْنَا ِيف َّالزبو ِر ِم ْن ب َ ْع ِد ِّاَّل ْك ِر َأ َّن ْ َال ْر َض يَ ِر َُثا ِع َبا ِد َي‬
َ ‫الصا ِلح‬
: ‫ون [ا ألنبياء‬
]105
“Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur
sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya
bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh”.
Yang dimaksud dengan kata-kata Ash-Shalihun
(orang-orang yang saleh) dalam ayat tersebut adalah
orang-orang yang mampu menata atau memanage bumi
dengan baik, mengatur pekerjaan-pekerjaan dengan
sempurna dan memperbaiki kondisi penduduknya, dengan
cara menyebarkan ilmu pengetahuan, menegakkan
keadilan, berhati-hati menghadapi lawan dan menciptakan
usaha-usaha yang bermanfaat, seperti bidang pertanian,
perindustrian, dan perdagangan.

206
Wahyu Pemimpin
Jadi, kata Ash-Shalihun tersebut, sama sekali
bukan orang-orang yang rukuk dan sujud, sementara
enggan berusaha melakukan hal-hal yang menyebabkan
dapat menguasai bumi. Masalah ibadah adalah masalah
spiritual (keagamaan), yang membuatnya hanya kembali
pada yang melakukannya saja di akhirat nanti, sedangkan
urusan menata bumi adalah persoalan material (duniawi)
yang tidak mungkin ditempuh, kecuali melalui usaha yang
telah ditunjukkan oleh Allah swt dan perantaraan-
perantaraan yang siapa saja mau menggunakan lantaran
itu, pasti dapat memegang atau menguasai kekuasaan di
bumi ini.
Dengan Tugas dan tanggung jawab tersebut,
menunjukan bahwa manusia merupakan pemimpin,
melaksanakan tugas kepemimpinan di bumi sebagai
amanah dari sang pencipta. Dalam kehidupan sosial, suatu
masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sebuah
kepemimpinan.
Para pemimpin setiap bangsa adalah roh persatuan
mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Apabila para pemimpin itu rusak, maka rusaklah umat dan
bangsa itu, dan jika mereka baik, maka umat atau bangsa
itu menjadi baik juga. Karena, umat akan berdiri tegak,
kokoh dan sejahtera, manakala pemimpin-pemimpin umat
itu menggerakannya. Jika mereka (umat) sedang loyo, lalu
mereka meluruskannya ketika bengkok, menarik
tangannya ketika mereka (umat) jauh dan
membimbingnya ketika sedang sesat.

207
Wahyu Pemimpin
Pemimpin yang Agung Binatharaadalah orang
yang benar-benar disegani. Dia orang yang berwibawa,
tidak perlu mencari-cari kewibawaan. Pemimpin
termaksud sudah dengan sendirinya akan dihargai oleh
rakyat. Ada dua tanda penting seorang pemimpin agung
binathara, yaitu: Pertama, Dapat menjaga kepaduan lisan
dan perbuatan. Tindakan pimpinan adalah potret dari
pemikiran. Tindakan yang dapat dihargai bawahan dapat
disebut wong agung, artinya orang berjiwa besar. Kedua,
Dapat diteladani segala tindakannya, dapat
menyenangkan bawahan, dan tidak pernah menyakitkan
bawahan. Pimpinan semacam ini, akan disegani bawahan
bukan atas dasar keterpaksaan, melainkan secara legawa
atau ikhlas bawahan mencitai atasan. Bawahan ingin
menjaga atasan dan atasan pun melindunginya.
Kesimpulan dari uraian-uraian pembahasan diatas adalah:
1) Kepemimpinan merupakan fitrah manusia sebagai
anugrah dari Allah swt, juga sebagai amanah dan
janji manusia kepada Allah swt, maka
seyogyanaya manusia memamnfaatkan dan
melaksanakan kepemimpinan sesuai dengan
tuntutan fitrahnya dan sesuai dengan tuntunan
Allah swt.
2) Kepemimpinan yang dilakoni manusia di bumi ini
sebagai hamba dan sebagai khalifah akan
dipertanggung jawabkan oleh manusia itu sendiri
baik di dunia terutama nanti diperhitungan hari
akhirat di hadapan Allah swt.

208
Wahyu Pemimpin
3) Apapun profesi manusia di dunia ini, pada
hakekatnya dia adalah pemimpin yang dituntut
melakukan kepemimpinan baik untuk dirinya
maupun memimpin orang lain atau kelompok dan
akan dimintai pertanggunganjawaban atas
kepemimpinannya, sehingga harus jauh dari
pengaruh nafsu syahwat dan kesenangan duniawi
yang cenderung menguntungkan diri sendiri dan
mengorbankan bawahan.101
.‫ فس بحان من ال انـقضـاء لـملكه وال انتـهاء لـسلطانه وقهره‬.‫وهللا اعمل ابلـصواب‬
.‫وال حوال وال قوة الا ابهلل العىل العظمي‬
Telah seslesai ringkasan ini dengan pertolangan allah , dan
hanya kepada allah kita berlindung dan bertawakal
walhamdzu lillahirobbil alamin.

Sumber Kradenan Blora


24, Dzul Hijjah 1440/2019

101Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun


Super
Leadership Melalui Kecerdasan Spritual, h. 248-263

209
Wahyu Pemimpin
DAFTAR PUSTAKA
Musthofa Al Gholayain, Idhotun Nasyiin
Imam Nawawi,Riyadhus Sholikhin,
KH. Hasyim Asa’ri, Adabul Alim Wal Muta’alim
Muhamad Syakir, Washoya
Paramayoga (Ki Ranggawarsita, 1997)
Dr. Suwardi Endraswara, Kepemimpinan Jawa
Ki Ronggowarsito, Serat Pustaka Rajapurwa
Serat Pedalangan Ki Narto Sabdo
Serat Pedalangan Ki Anom Suroto
Dr.H.Saifuddin Herlambang, MA. pemimpin dan
kepemimpinan dalam al-quran
Jarwanto, Pengantar Manajemen
Paramayoga (Ki Ranggawarsita, 1997)
Wawan Susetya Pemimpin Masa Kini & Budaya Jawa

210
Wahyu Pemimpin

Anda mungkin juga menyukai