Anda di halaman 1dari 3

RESUME STADIUM GENERAL 1

PERAN TENAGA GIZI DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN PADA


MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU BERBASIS INTERPROFESIONAL
COLABORATIONS (IPC)

Pemateri : Fitri Hudayani

kemitraan antara orang dengan latar belakang profesi yang berbeda dan
bekerja sama untuk memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan pelayanan

Sasaran penggunaan IPC adalah:

- Meningatkan keselamatan pasien

- Komunikasi efektif antar tenaga Kesehatan

- Mencegah dan mengatasi malnutrisi di Rumah Sakit.

Malnutrisi

Malnutrisi di rumah sakit cukup mencuri perhatian karena malnutrisi dapat


meningkatkan biaya perawata. Pelaksanaan IPC diharapkan dapat mereduksi biaya
perawatan.

IPC diterapkan agar tidak ada duplikasi terapi agar setiap profesi dapat
berkolaborasi secara komprehensif dan positif agar dapat mencapai tujuan
perawatan yaitu kesembuhan pasien.

Interprofesional Collaboration salah satunya dapat digambarkan dalam cara


pendokumentasian. Contohnya dalam screening di rumah sakit, screening dilakukan
oleh perawat dan kemudian ditindaklanjuti oleh ahli gizi. Contoh lainnya adalah pada
pasien disfagia, ahli gizi tidak dapat bekerja sendiri tapi membutuhkan bantuan dari
speech therapist.

Malnutrisi di rumah sakit menyebabkan:

- Meningkatkan biaya perawatan

- Membuat lama rawat lebih panjang

- Membuat readmisi pasien lebih besar


Kelompok rawan malnutrisi terbesar ada pada kelompok lansia diatas 85
tahun, menurut ASPEN dan Baxter. Pelaksanaan asuhan gizi meliputi assessment,
diagnosis, intervensi, monitoring dan evaluasi sampai kepada proses pemulangan
pasien

Patient centered care merupakan konsep dimana pasien dilayani oleh PPA
(professional pemberi asuhan) yang berasal dari berbagai profesi dengan berbagai
kompetensi di masing2 bidang yang diketuai oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab
Pasien). Namun demikian, seluruh PPA memiliki kedudukan yang sejajar, tidak ada
yang lebih tinggi dari yang lain serta memiliki tanggung jawab yang sama dalam
memberikan asuhan kepada pasien.

Dasar hukum pelayanan dan praktik kerja tanaga gizi :

- UU no 36 tahun 2014 tentang menetapkan tenaga gizi terdiri dari nutrisionis


dan dietisien

- Permenkes 26 tahun 2013 tentang pekerjaan dan praktik tenaga gizi

- Permenkes 78 tahun 201 mengenai pedoman pelayanan gizi ruamh sakit

- Kewenangan tenaga gizi diatur dalam SK Menkes no. 26 tahun 2013.

Contoh kolaborasi dalam melakukan layanan Kesehatan dirumah sakit. Pada pasien
post transplantasi ginjal dilakukan diskusi tim PPA dari mulai pre operasi samapai
dengan post operation dan melakukan maintenance. Seluruhnya dilakukan bersama-
sama dengan berkolaborasi dengan profesi lain.

Di rumah sakit sudah terdapat system pencatatan terintegrasi yang dimana


memiliki fungsi agar PPA satu sama lain dapat mengetahui intervensi apa yang
dilakukan satu sama lain, sehingga dapat dilakukan penyesiuaian intervensi dan
sinkronisasi dalam proses pelayanan. Selain itu terdapat pula catatan edukasi
terintegrasi dimana seluruh PPA mencatat materi edukasi yang disampaikan masing-
masing agar edukasi yang disampaikan sinkron dan efektif. Terdapat pula diskusi
kasus yang dipimpin oleh DPJP, pada kesempatan tersebut setiap PPA memberikan
report progress intervensinya serta saling memberikan masukan satu sama lain.
Namun, pada masa pandemic diskusi kasus dilakukan juga namun dengan anggota
tim dalam diskusi lebih terbatas atau dilakukan dengan melakukan system daring/
tatap maya.
Pada masa adaptasi kebiasaan baru terjadi peningkatan penyakit infeksi baik
pada masyarakat dan tenaga Kesehatan akibat pandemic covid-19. Maka dilakukan
perubahan pakaian saat penugasan dengan kebijakan penggunaan APD.

Pada proses pendistribusian makanan, ahli gizi akan berkolaborasi dengan


perawat untuk dapat menyampaikan makanan kepada pasien. Pelaksanaan edukasi
gizi pada pasien perawatan zona merah, dietisien melakukan edukasi gizi untuk baik
pada saat perawatan maupun perawatan pasca rawat. Proses edukasi ini juga
dilakukan berkolaborasi dengan petugas yang berada maupun tidak berada/
bertugas di zona merah. Sehingga pasien covid-19 mendapatkan perawatan yang
sama dengan pasien yang lainnya.

Pendokumentasian dilakukan menggunakan electronic health record dan juga


system pencatatan manual. Untik edukasi gizi kelompok pada awal pandemic tidak
dilakukan sama sekali, namun pada masa AKB dilakukan penyuluhan dengan
berbagai penyesuaian dandilakukan melalui kolaborasi antar profesi, setiap profesi
memberikan konten edukasi sesuai dengan kompetensinya. Untuk pelaksanaannya
dilakukan dalam beberapa kali penyuluhan untuk membatasi jumlah audience dalam
masa AKB. Waktu penyuluhan ini terbatas karena untuk meminimalisir risiko, namun
apabila pasien membutuhkan konsultasi lebih lanjut, maka pelayanan akan
dilanjutkan via daring.

Saah satu nilai positif yang didapat dalam masa pandemic, edukasi dapat
dilakukan lebih luas karena dengan melakukan edukasi tatap maya, edukasi dapat
dilakukan bersama pasien dengan keluarga. Sehingga lebih banyak yang menyimak
konten edukasi yang diberikan oleh ahli gizi ataupun dietisien.

Anda mungkin juga menyukai