Anda di halaman 1dari 26

ULASAN ILMIAH TENTANG PRAKTEK PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP

BAB I
Latar Belakang mengapa Pembelajaran Kelas Rangkap dipraktekkan
PKR dapat terjadi karena beberapa alasan. Seperti alasan geografis, alasan
demografis, kekurangan guru, keterbatasan ruang kelas hingga alasan ketidakhadiran guru
dan alasan lainnya. Akan tetapi, alasan yang paling utama mengapa PKR ini digunakan
karena faktor efisiensi waktu dan financial. PKR menjadi solusi yang tepat, menginggat
kondisi beberapa Negara seperti Indonesia yang masih memiliki banyak kekurangan alasan
yang telah disebutkan diatas. Faktor utamanya adalah kekurangan modal pendidikan,
sehingga memicu alasan – alasan lainnya sehingga mengharuskan PKR itu dilaksanakan.
Pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu bentuk pembelajaran yang
mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu
yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. PKR juga
mengandung arti bahwa, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan
menghadapi murid-murid dengan kemampuan belajar yang berbeda.
Dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, tidak selamanya guru SD atau guru
kelas bisa terus mengajar. Ada kalanya, guru tersebut ada halangan yang menyebabkannya
tidak bisa hadir menjalankan tugasnya sebagai guru yaitu melaksankan pembelajaran di
sekolah. Akibat kekurangan guru mungkin saja akan menghambat pelaksanaan tugas
pembelajaran dan hak siswa dalam menuntut ilmu di Sekolah.
Maka dari itu, pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap tidak bisa dihindarkan. Untuk
memenuhi hak siswa mendapatkan pembelajaran yang semestinya. Pembelajaran harus tetap
berlangsung. Guru akan mendapatkan pemahaman bahwa PKR adalah suatu tantangan dan
kenyataan tersebut harus dihadapai sebagai tugas guru SD. Di samping itu PKR, bukan saja
sekedar kenyataan yang harus dihadapi oleh guru, tetapi PKR juga mempunyai beberapa
kelebihan yang tidak dimiliki oleh guru yang tidak mengajar di kelas rangkap.
Pembelajaran Kelas Rangkap merupakan model pembelajaran dengan mencampur beberapa
siswa yang terdiri dari dua atau tiga tingkatan kelas dalam satu kelas dan pembelajaran diberikan
oleh satu guru saja untuk beberapa waktu. Pembelajaran kelas rangkap sangat menekankan dua hal
utama, yaitu kelas digabung secara terintegrasi dan pembelajaran terpusat pada siswa sehingga guru
tidak perlu berlari-lari antara dua ruang kelas untuk mengajar dua tingkatan kelas yang berbeda
dengan program yang berbeda.

Pembelajaran kelas rangkap adalah satu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan


seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu yang sama, dan menghadapi
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda dengan pembelajaran yang telah direncanakan. PKR juga
mengandung arti bahwa, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi
siswa-siswa dengan kemampuan belajar yang berbeda.

Beberapa hala yang mendasari yang mejadi alasan mengapa pembelajaran kelas rangkap (PKR)
diperlukan, yaitu sebagai berikut.

a.    Alasan Geografis

Sulitnya lokasi, terbatasnya sarana transportasi, permukiman yang berpindah-pindah dan adanya
mata pencaharian khusus, seperti menangkap ikan, menebang kayu dan sebagainya, mendorong
penggunaan PKR. Saat itu (1995), demam mencari emas sedang memanas di Kalimantan Tengah. Di
desa karombang misalnya, diantara penambang mas tradisional ada yang memboyong anak-anaknya
yang sudah berumur seusia anak SD. Di antaranya bahkan ada yang sudah duduk di SD. Dengan
kondisi ini, sekolah dengan satu guru (one-school teacher) adalah solusinya.

b.    Alasan Demografis

Untuk mengajar murid dalam jumlah yang kecil, apa lagi tinggal di daerah pemukiman yang amat
jarang maka PKR dinilai sebagai pendekatan pembelajaran yang praktis..

c.    Kekurangan Guru

Walaupun jumlah guru secara keseluruhan mencukupi, sulit untuk mencari guru yang dengan suka
cita mengajar di daerah terpencil. Praktik penempatan guru SD mirip kerucut terbalik. Yang lancip
adalah SD di daerah terpencil dan jumlah guru yang tersedia bertugas di daerah terpencil.
Terbatasnya sarana transportasi, alat dan media komunikasi dapat menciutkan nyali guru untuk
bertugas di daerah terpencil. Belum lagi harga keperluan sehari-hari yang jauh lebih mahal daripada
di daerah perkotaan, sementara besarnya gaji yang diterima tidak berbeda. Ditambah dengan
tanggal gajian yang lambat dan tidak teratur, dan terbatasnya peluang untuk mendapatkan
pendidikan dan pelatihan lanjutan, serta pengembangan karier maka lengkaplah sudah minat guru
untuk mengadu nasib di daerah terpencil.

d.   Terbatasnya ruang kelas

Walau jumlah muridnya cukup besar, jumlah ruang kelas yang tersedia jauh lebih kecil daripada
rombongan belajar. Salah satu jalan untuk mengarasi masalah ini adalah menggabungkan dua atau
lebih rombongan yang diajar oleh seorang guru, dan tentu saja PKR diperlukan.

e.    Kehadiran guru
Alasan ini tidak hanya berlaku bagi SD daerah terpencil, di kota besar pun juga berlaku. Seperti di
Jakarta, musibah banjir dapat menghambat guru untuk datang mengajar. Guru yang tidak kena
musibah atau beruntung karena berumah dekat sekolah, harus mengajar kelas yang tidak ada
gurunya.

f.     Alasan lainnya

Ketika yang dihadapi seorang guru baik ia mengajar di daerah terpencil maupun diperkotaan adalah
menghadapi murid dengan tingkat kemampuan dan kemajuan belajar yang berbeda. Bahkan hal ini
pun dapat terjadi diruang dan tingkat kelas yang sama. Di daerah perkotaan yang padat
penduduknya ada kemungkinan seorang guru menghadapi murid lebih dari 40 atau 50 orang hal ini
juga dapat terjadi disatu sekolah favorit karena besarnya minat orang tua untuk mengirimkan anak-
anak mereka ke sekolah tersebut, sementara jumlah ruang kelas dan mungkin pula gurunya tidak
mencukupi. Sudah barang tentu, sulit untuk mengharapkan berlangsungnya proses belajar mengajar
yang efektif (Susilowati, dkk.).

Dalam konteks seperti ini maka PKR dapat menjadi salah satu pilihan yang tepat. Satu ruang kelas
yang tadinya berjumlah 40 orang atau lebih, yang diajar oleh seorang guru pada waktu dan dalam
mata pelajaran yang sama maka dengan PKR dimungkinkan memilah murid menjadi dua kelas atau
lebih subkelas yang terdiri atas 10-20 murid. Disetiap subkelas inilah, dalam waktu yang hamper
bersamaan, berlangsung pembelajaran denga bimbingan guru, tutor sebaya atau tutor kakak.
Dengan demikan, pengertian perangkapan tidak lagi semata-mata dilihat dari dua atau lebih tingkat
kelas yang berbeda, tetapi juga dalam satu tingkat kelas yang sama, namun terdiri dari
murid  dengan tingkat kemampuan dan kemajuan yang berbeda. Perbedaan kemampuan dan
kemajuan diantara murid pada tingkat kelas yang sama dapat terjadi tidak hanya dalam satu mata
pelajaran yang sama, tetapi juga dalam mata pelajaran yang brrbeda.

Namun saat ini pengertian PKR di Indonesia ditekankan pada mengajar dua atau lebih tingkat kelas
yang berbeda pada waktu yang sama (Susilowati, dkk.).

Gambaran Pembelajaran Kelas Rangkap Yang Ideal Dan Praktek Yang Terjadi Di Lapangan

 Herman Firdaus  Kumpulan Makalah


Praktik Mengajar Kelas Rangkap di Lapangan

Praktik pembelajaran kelas rangkap masih banyak yang menyimpang dari gambaran pembelajaran
kelas rangkap yang ideal. Pembelajaran yang berlangsung hanya secara bergilir, sehingga banyak
waktu yang terbuang dengan percuma, pemanfaatan sumber belajar belum maksimal, dan supervisi
guru terhadap belajar murid masih kurang, kadang mengakibatkan pembelajaran membosankan.
Sehingga hasil belajar tidak sesuai dengan dengan harapan. Padahal mengajar kelas rangkap bukan
suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai penyebab rendahnya kemampuan siswa. Penyimpangan
praktik pembelajaran kelas rangkap yang saat ini masih banyak terjadi adalah sebagai berikut.

1. Dilaksanakan Secara Bergilir (Pembelajaran Duplikasi)

Pembelajaran yang dilaksanakan secara bergilir (Pembelajaran duplikasi) merupakan proses


pembelajaran, dimana guru mengajar secara bergilir dari kelas yang satu ke kelas lain dan kembali
lagi. Kegiatan pembelajaran tersebut bukan pembelajaran kelas rangkap karena kegiatan belajar
mengajar berlangsung tidak serempak. Berikut contoh praktik pelaksanaan pembelajaran secara
bergilir.

Ibu Indri (bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari kedua kelas tersebut
berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih bersebelahan. Pelajaran dimulai pukul 07.30.
Ibu Indri pertama masuk di kelas 3 dan mulai mengabsen muridnya. Tiba-tiba Nico baru saja datang,
dialog terjadi karena keterlambatan salah satu murid tersebut.

Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan pelajaran matematika. Sekali-kali berhenti dan
bertanya pada murid apakah ada yang belum dimengerti. Kemudian ia memberi soal-soal dipapan
tulis. Setelah itu, Ibu Indri masuk ke kelas 5. Di kelas 5 ia juga mengabsen murid dengan cara yang
tidak berbeda dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Bahkan terjadi dialog yang agak panjang karena
Salma salah satu murid kelas 5 tidak hadir. Beberapa musid ditanya bu Indri tidak ada yang
mengetahui keberadaan Salma. Tapi tiba-tiba Martha cerita kalau pulang sekolah kemarin bersama
Salma, ia badannya panas dan hidungnya mengeluarkan darah.

Kemudian bu Indri menjelaskan pelajaran bahasa Indonesia untuk hari itu. Seperti yang dilakukan di
kelas 3 tadi, setelah bu Indri menjelaskan dan memberi kesempatan bertanya pada murid-murid
kelas 5 lalu menulis beberapa soal di papan tulis dan menyuruh para murid mengerjakannya secara
individual.

Ibu Indri kembali lagi ke kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai mengerjakan soal
matematika. Kemudian bu Indri menyuruh beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan
mengerjakan soal matematika dan secara bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa jawaban
murid. Semua murid dianjurkan untuk mencocokkan dengan jawaban di papan tulis. Sebelum
istirahat bu Indri kembali memberi soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri kembali masuk
ke kelas 5. Apa yang dilakukan di kelas 5 sama saja dengan apa yang dilakukan di kelas 3. Mula-mula
murid disuruh maju ke depan mengerjakan soal, memeriksa bersama dan pada akhirnya murid
disuruh mencocokkan pekerjaannya dengan jawaban di papan tulis. Bu Indri kembali memberi soal
untuk dikerjakan di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa Indonesia hari itu.

Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bergilir memiliki beberapa kelemahan
yaitu,

a. Pemborosan waktu

Pemborosan waktu telah terjadi tanpa disadari oleh Ibu Indri. Ibu Indri melakukan pemborosan
waktu ketika mengabsen murid bahkan pada saat ada murid yang tidak hadir terjadi dialog panjang
dengan murid-murid lain. Belum waktu yang hilang pada saat bu Indri mondar-mandir. Bahkan pada
saat bu Indri masuk di kelas 3, murid kelas 5 menungggu agak lama. Hal tersebut dapat juga
mengakibatkan murid kehilangan semangat untuk belajar.

b. Pembelajaran berlangsung seragam

Pembelajaran berlangsung dengan metode yang sama (seragam) dalam waktu yang sama dan untuk
semua murid, proses pembelajaran pun berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan, memberi
soal, mengerjakan soal, menyuruh murid maju ke papan tulis. Pembelajaran seperti ini terkesan
monoton. Meskipun murid-murid ditugaskan untuk mengerajakan soal secara individual dan
beberapa murid disuruh mengerjakan di papan tulis, tetapi pembelajaran yang dilakukan oleh bu
Indri ini masih jauh dari prinsip-prinsip belajar aktif.
c. Kontak psikologis antara guru dengan murid sangat terbatas

Guru memang menanyakan kepada murid: “Siapa yang belum mengerti?”, “Siapa yang betul?”.
Tetapi pertanyaan seperti itu tidak dapat mendorong siswa untuk aktif, apalagi hampir tidak
dijumpai interaksi aktif dan langsung diantara sesama murid. Pertanyaan yang diajukan secara
umum tersebut, juga tidak berguna untuk mengetahui kesulitan siswa secara perorangan. Lebih-
lebih tidak ada upaya bu Indri untuk mengelilingi kelas dan mendatangi murid yang sedang
mengerjakan soal.

Pemanfaatan Sumber Belajar Belum Maksimal Dan Supervisi Guru Terhadap Belajar Murid Masih
Kurang

Guru merupakan sumber belajar yang utama, yaitu dengan segala kemampuan, wawasan keilmuan,
keterampilan dan pengetahuan yang luas, maka segala informasi pembelajaran dapat diperoleh dari
guru tersebut. Sumber belajar pada dasarnya banyak sekali baik yang terdapat di lingkungan kelas,
sekolah, sekitar sekolah bahkan di masyarakat, keluarga, di pasar, kota, desa, hutan dan sebagainya.
Yang perlu dipahami dalam hal ini adalah masalah pemanfaatannya yang akan tergantung kepada
kreativitas dan budaya mengajar guru atau pendidikan itu sendiri.

Supervisi merupakan kegiatan pembinaan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu mengajar
dan belajar dengan bantuan yang diberikan oleh guru. Supervisi yang dimaksud adalah kemampuan
guru untuk mencari inspirasi atau ide-ide agar ia dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi anak
didiknya. Dapat dibayangkan jika pemanfaatan sumber belajar belum maksimal dan supervisi guru
terhadap belajar murid juga dalam kondisi kurang, maka murid mengalami kesulitan dalam proses
belajar mengajar selain itu dapat dipastikan kemampuan murid dalam klasifikasi yang rendah.
Berikut contoh praktik pelaksanaan pembelajaran dimana pemanfaatan sumber belajar belum
maksimal dan supervisi guru terhadap belajar murid juga masih kurang.

Bapak Suruan hari itu memulai pengajarannya di kelas 4. Setelah mengucapkan salam dan
mengarahkan murid, kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan. Jam
pertama adalah pelajaran IPS. Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan pelajaran IPS dan
sementara menulis di papan tulis pak Suruan mengingatkan supaya anak-anak juga mulai menyalin.

Kurang lebih lima belas menit, pak Suruan telah selesai menyalin kemudian mengingatkan anak-anak
untuk menyalin dengan rapi dan berpesan jangan ramai karena bapak akan mengajar juga di kelas 5.
Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas 5 dan memberikan pelajaran IPA, tentu saja waktu untuk
kelas 5 sudah terulur selama kurang lebih lima belas menit. Kemudian pak Suruan menyuruh murid-
murid mengeluarkan buku catatan dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA yang sedang ditulis
pak Suruan di papan tulis sampai selesai.

Semua yang dilakukan oleh pak Suruan di dua kelas tadi disebabkan karena murid-murid tidak
mempunyai buku. Buku milik guru pun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-buku lama.
Di sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga, apalagi alat-alat IPA.

Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan sumber belajar belum maksimal dan
supervisi guru terhadap belajar murid yang juga masih kurang memiliki dampak sebagai berikut.

a. Mengurangi bahkan dapat menghilangkan kesempatan murid untuk membaca

Kebiasaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin sudah
berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan kesempatan
untuk membaca. Seharusnya ketiadaan buku tidak diatasi dengan cara menyalin. Kalau saja pak
Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya pak Suruan bisa menyuruh
beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis salah satu bahan ajar sebagai PR.
Kemudian esoknya dibagikan kepada semua murid dan kemudian menyuruhnya membaca dengan
keras atau dalam hati.

b. Rendahnya kemampuan murid

Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai penyebab
rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidakmampuan guru dan enggannya guru berupaya lebih
keras untuk membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab utamanya. Apalagi bila
guru sudah kehilangan hasrat untuk mencari inspirasi atau ide-ide agar ia dapat menghasilkan
sesuatu yang terbaik bagi anak didiknya.

Pembelajaran Kelas Rangkap yang Ideal (yang diinginkan)

Tidak ada pembelajaran kelas rangkap yang mampu dilakukan dengan 100% benar, masih banyak
kelemahan-kelemahan dalam melakukan praktik pembelajaran kelas rangkap. Akan tetapi, yang
perlu digarisbawahi adalah bagaimana membuat pembelajaran kelas rangkap yang ideal untuk sang
guru dan murid yang diajarnya. Berikut contoh pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap yang ideal
(yang diinginkan). Memang contoh berikut bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat
menggambarkan unsur-unsur penting dalam pembelajaran kelas rangkap sehingga dapat
menyimpulkan perbedaan-perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya.

Contoh 1 :

Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang mengalami
kekurangan guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah yang
dialami oleh Pak Theo.

Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua tingkatan kelas
yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang bersamaan. Mata pelajaran
kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan kelas 6 mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri.
Masing-masing kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid. Papan tulis pun
digunakan untuk kedua tingkat kelas tersebut.

Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah dan
senyum yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak tentang
pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu murid kelas 6 mendapat
kesempatan bercerita tentang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum
dan kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceritakan pengalamannya yang lain.
Kali ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus
berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kaki.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun
ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana (bahan bacaan) dan meminta agar wacana
itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran. Murid kelas 6 mendapat kesempatan
bercerita tentang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan
kemudian memberi kesempatan murid yang lain untuk menceritakan pengalamannya yang lain. Kali
ini Winda murid kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus berangkat
setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kaki.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun
ketua kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana (bahan bacaan) dan meminta agar wacana
itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran.
Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak Theo. Murid-murid
diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan bertanya jika ada yang belum jelas.
Sementara murid membaca, Pak Theo memantau setiap kelompok dan mencocokkan jumlah murid
yang hadir dengan daftar absen kelas.

Selama murid-murid bekerja, Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan memantau bila ada yang
mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat tangan dan
menyatakan bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia, kemudian Pak
Theo meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk membantu salah satu kelompok di kelas 5
yang sedang menyelesaikan soal matematika, dan satu murid lagi diminta membantu kelompok lain
yang juga mengerjakan tugas bahasa Indonesia.

Wacana atau bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat sebuah jembatan
dari bambu secara gotong royong. Berapa jumlah bambu, tali, berapa lama waktu penyelesaian
dengan sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air naik sekian centimeter, berapa
biaya yang diperlukan, berapa persen sumbangan masyarakat setempat, dan sebagainya, sengaja
dimasukkan dalam wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk bahasa Indonesia, apa arti
kata-kata musyawarah mewakili rumpun, curah hujan, dan sebagainya.

Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas bahasa Indonesia dan matematika berbeda.
Sementara kelas 5 masih menyelesaikan tugas matematika, pak Theo membahas tugas bahasa
Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab atau berkomentar. Beberapa saat kemudian
murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan tugas matematika. Pak Theo membahasnya dan setiap
kelompok juga mendapat giliran mengerjakan di papan tulis. Murid yang lain diminta mencocokkan
dengan jawaban yang benar di papan tulis.

Contoh 2 :

Seperti halnya Pak Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap kelas yaitu kelas 4
dan kelas 3. Kelas Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan kelas Pak Theo. Bu Ningsih memanfaatkan
sudut ruang kelas sebagai sudut sumber belajar. Di sudut itu disamping ada buku pelajaran juga ada
buku bacaan, guntingan koran, kertas kosong, mainan, pensil warna dan sebagainya.

Di sudut yang lain juga ada beberapa benda yang mengesankan sebagai sudut IPA, karena ada
tanaman dalam pot-pot kecil, botol-botol, kupu-kupu dan belalang yang diawetkan, gambar bagian
tubuh manusia, gambar hewan dan juga gambar tumbuhan, beberapa peralatan listrik seperti
lampu, baterai, kabel, dan sebagainya.

Bu Ningsih mulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan kabar anak-anak dan juga
orang tua mereka. Kemudian menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh murid kelas 4 dan kelas 3.
Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut belajar yang ada buku-buku dan benda-benda
lainnya. Disana ada toples berisi gulungan kertas dan masing-masing anak diminta mengambil satu
gulungan kertas dan kemudian mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang didapatnya.

Beberapa saat kemudian murid kelas 3 masing-masing terlibat dengan tugasnya. Sementara itu bu
Ningsih menerangkan pelajaran murid kelas 4 tentang ikan gabus, bagaiman ikan itu bernafas,
dimana ia hidup, bagaimana berkembang biak dan bagaimana ikan tersebut mempertahankan
hidupnya jika air kering. Bu Ningsih juga bertanya kepada anak-anak bagaimana cara menangkap
ikan gabus tersebut. Beberapa anak menjawab dengan menyebutkan alat-alat yang dapat digunakan
untuk menangkap ikan tersebut.

Setelah tanya jawab tentang ikan dan bagaimana cara menangkapnya, kemudian bu Ningsih
meminta anak-anak untuk menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan. Anak-anak menekuni
gambar masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjungi murid kelas 3 yang masih menyelesaikan
tugasnya. Bu Ningsih memantau dan memberikan pujian. Kemudian Bu Ningsih meminta anak-anak
kembali ke bangku masing-masing dan menjelaskan pelajaran matematika. Selanjutnya menulis soal
matematika di papan tulis, masing-masing murid diminta mengerjakannya.

Bu Ningsih selanjutnya memantau pekerjaan anak kelas 4 dan mengumpulkannya. Selanjutnya ia


menerangkan pelajaran bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif. Selanjutnya anak-anak
diminta membuat karangan singkat dengan menggunakan kata yang berawalan dan berakhiran.
Siapa yang sudah selesai boleh menuju sudut sumber belajar yang ada buku-buku bacaan.

Bu Ningsih kembali ke murid kelas 3, memantau pekerjaan murid secara bergilir, membantu murid
yang mengalami kesulitan, Bu Ningsih juga menerangkan kembali pada murid yang mengalami
kesulitan, memberi balikan dan setelah itu mereka diberi soal lagi sebagai PR.

Berdasarkan dua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh pak
Theo dan bu Ningsih telah memberikan gambaran tentang pembelajaran kelas rangkap yang
semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Namun, dapat diketahui bahwa
pembelajaran kelas rangkap yang ideal, secara terencana menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
kelas rangkap yang menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi sebagai berikut.
a. Keadaan iklim kelas ceria

Kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru bertanya, tetapi hampir
tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar murid
termotivasi dan secara mental siap menerima pelajaran hari itu.

b. Proses belajar berlangsung serempak

Apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlalu
serius, sebab ketika guru menerangkan murid dari kelas lain berada di sudut ruang yang lain. Tidak
ada pemborosan waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.

c. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut sumber belajar

Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru murid dapat
mempraktikkan konsep belajar menemukan sendiri dan pemecahan masalah.

d. Konsep CBSA yang sebenarnya Nampak

Murid tidak hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang lebih
dahulu dimanfaatkan untuk membantu temannya (tutor sebaya), atau membantu kelas dibawahnya
(tutor kakak).

e. Adanya asas kooperatif-kompetitif

Murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi ketika guru mengatakan siapa yang sudah selesai
lebih dulu akan mendapat nilai tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang
selesai duluan boleh membaca buku-buku bacaan, dan sebagainya.

f. Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar


Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar sangat menyenangkan. Belajar
sambil bermain, main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar kelas
rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang menjadi tugas
mereka masing-masing.

g. Ada perhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat

Guru membantu murid yang mengalami kesulitan (murid yang lambat), bahkan guru menjelaskan
lagi bagian-bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas ekstra,
misalnya murid diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata pelajaran
yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.

h. Sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas

Guru pembelajaran kelas rangkap dapat melengkapi sumber belajar yang berasal dari lingkungan
sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber belajar. Bahkan
dapat memupuk tanggung jawab murid terhadap kelas dan sekolah mereka.

i. Prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua tingkat kelas atau lebih
dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam waktu yang bersamaan

Perangkapan kelas juga berarti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau lebih dalam satu
wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran terpadu (integrated).

j. Guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan

Ketika guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap ikan, murid-murid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan sekitar, kemudian
murid diminta menggambar alat tersebut.
Setelah dapat membedakan pembelajaran kelas rangkap yang ideal dan yang terjadi di lapangan,
dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran kelas
rangkap. Peranan guru dalam pembelajaran kelas rangkap adalah sebagai berikut.

1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang dari kurikulum yang berlaku
bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah terpencil yang serba sulit dan serba kurang,
tidak semua butir yang tercantum dalam kurikulum mungkin dilaksanakan dengan memadai. Sering
kali mengajarkannya dengan secara berurutan pun mengalami kesulitan. Oleh karena itu, guru
pembelajaran kelas rangkap harus memilih butir atau bagian kurikulum yang memerlukan
penekanan. Atas dasar butir-butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang akan diajarkannya
dan mengurutkan kembali tujuan instruksional yang ingin dicapainya berdasarkan kelas.

2. Sebagai sumber informasi yang kreatif, guru pembelajaran kelas rangkap harus kreatif, ia bukan
saja menjadi sumber informasi tetapi juga sebagai manusia sumber, berperan untuk memecahkan
keadaan yang serba kurang. Ia harus memberi arahan kepada muridnya agar mereka tidak
membuang-buang waktu dan tenaga, agar setiap murid terlibat dalam segala macam kegiatan.

3. Sebagai administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru pembelajaran kelas
rangkap harus merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran dengan seksama. Hasil
maksimal dapat dicapai jika guru pembelajaran kelas rangkap dapat melibatkan muridnya secara
aktif, bukan saja untuk belajar tetapi juga dapat membantu guru mengajar teman-temannya yang
tertinggal. Guru pembelajaran kelas rangkap juga harus mampu memanfaatkan segenap sumber
daya yang ada di lingkungan sekolah.

4. Sebagai seorang professional. Guru pembelajaran kelas rangkap senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walapun kesempatan untuk
mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian guru yang ada di daerah terpencil sulit
diwujutkan, tetapi niat professional harus tetap dipelihara dan yang penting semangat itu selalu ada.
Salah satu ciri seorang guru professional adalah juga tidak cepat putus asa. Manusia dapat mencapai
apa saja bila tidak cepat putus asa.

5. Sebagai agen pembawa perubahan. Guru sebagai pengayom dan juga sebagai sosok yang
mewakili misi moral dan nilai dari masyarakat tempat dimana ia bertugas. Guru harus berusaha
keras untuk mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat
melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat setempat.
Pendek kata guru harus mencari, mendatangkan, dan mengajarkan perubahan yang berguna bagi
anak didik, orang tua dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Susilowati, dkk. 2009. PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR). Jakarta : Depdiknas.

Winataputra, Udin.S. 1998. PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR).

Jakarta : Depdiknas.
GAMBARAN PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP YANG IDEAL DAN PRAKTIK YANG
TERJADI DILAPANGAN

9 SEPTEMBER 2015 | KHADYJAH17

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap warga negara Indonesia berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak, sebagaimana yang
tercantum didalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerolehan pendidikan tidak boleh dibeda-
bedakan antara seseorang dengan seorang lainnya, walaupun banyak perbeaan dari segi agama,
budaya, ras, suku, golongan, pekerjaan, dll. Untuk mewujudkan hal tersebut dapat dituangkan dalam
proses pembelajaran yang layak, yaitu pembelajaran yang memenuhi syarat-syarat minimal tertentu.
Seperti contoh, harus ada guru (tenaga pendidik), murid (peserta didik), bahan ajar dan sarana
prasarana yang dapat mendukung kegiatan tersebut.

Di Indonesia sendiri dalam hal sarana prasarana didunia pendidikan belumlah merata oleh karena itu
sebagaio tenaga pendidik harus mampu memanfaatkan lingkungan sekitar tempat mengajarnya
untuk memaksimalkan proses pembelajaran. Namun ada juga beberapa masalah yang muncul dari
peserta didiknya, yaitu sedikitnya peserta didik yang mengikuti proses pemelajaran. Sebagai seorang
guru hal yang harus dilakukan adalah tetap mengoptimalkan pembelajaran. Salah satu model  atau
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan manajamen
pembelajaran kelas rangkap.

Pembelajaran kelas rangkap (multiple class teaching) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dirancang untuk memberi perhatian dan melayani perbedaan individul anak untuk  satu kelas atau
lebih dari satu ruangan. Karena hal ini sangat penting terutama untuk sekolah-sekolah yang
melaksanakan pembelajaran kelas rangkap, maka para guru maupun calon para guru diharapkan
mengkaji secara mendalam tentang gambaran pembelajaran kelas rangkap yang ideal sehingga
dalam praktiknya dilapangan tidak mengalami penyimpangan.

1. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktik mengajar kelas rangkap di lapangan ?

2. Bagaimana pembelajaran kelas rangkap yang ideal ?

3. Penyimpangan seperti apa yang terjadi dalam penerapan pembelajaran kelas rangkap ?

1. Tujuan

1. Mengidentifikasi praktik mengajar kelas rangkap di lapangan.

2. Menjelaskan pembelajaran kelas rangkap yang ideal.

3. Mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi dalam penerapan pembelajaran kelas rangkap.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap

Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) adalah ssatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan
seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan menghadapi
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. PKR juga mengandung makna, seorang guru mengajar
dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid dengan kemampuan belajar yang
berbeda-beda.

1. Prinsip yang mendasari PKR

PKR mempunyai prinsip-prinsip pembelajaran secara umum. Misalnya, prinsip perbedaan


kemampuan individual murid yang harus diperhatikan guru, membangkitkan motivasi belajar murid,
belajar hanya terjadi jika murid aktif sehingga guru harus berusaha mengaktifkan guru.

Disamping prinsip-prinsup pembelajaran secara umum, PKR juga mempunyai prinsip khusus sebagai
berikut :

1)      Keserempakan kegiatan pembelajaran.

2)      Kadar tinggi waktu keaktifan akademik (WKA)

3)      Kontak psikologis guru an murid yang berkelanjutan

4)      Dalam PKR, terjadi pemanfaatan sumber secara efisien.

1. Gambaran PKR Yang Ideal dan Praktik yang Terjadi Di Lapangan.

1)      Unsur-unsur penting dalam PKR adalah :

1. Suasana kelas hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru bertanya, tetapi
hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti itu dengan tujuan
agar murid termotivasi dan secara mental siap menerima pelajaran hari itu.

2. Proses belajar betul-betul berlangsung serempak, apalagi murid yang berbeda tingkat kelas
ada dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlalu serius, sebab ketika guru
menerangkan murid dari kelas lain berada disudut ruang yang lain. Tidak ada pembosanan
waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.

3. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut sumber belajar
(walaupun masih amat sederhana), Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi
murid, tanpa pengawasan guru murid dapat mempraktikan konsep belajar menemukan
sendiri dan pemecahan masalah.

4. Murid aktif, konsep CBSA yang sebenarnya nampak. Murid tidak hanya aktif secara
individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang lebih dahulu dimanfaatkan
untuk membantu temannya ( tutor sebaya ) atau membantu kelas dibawahnya (tutor
kakak ).

5. Selain menonjolkan asas kooperatif, guru juga menyelipkan kompetitif (persaingan) yang
sehat, murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi ketika guru menyanyakan siapa yang
sudah selesai lebih dulu akan mendapat nilai tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang
atau siapa yang selesai duluan boleh membaca buku-buku bacaan, dsb.

6. Belajar dengan pendekatan PKR yang benar itu menyenangkan, Belajar sambil bermain,
main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar kelas rendah.
Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang menjadi tugas
mereka masing-masing.

7. Adanya perhatian khusus bagi anak yang lambat dan cepat, Pada yang lambat guru
membantu murid yang mengalami kesulitan, bahkan guru menjelaskan lagi bagian-bagian
yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas ekstra, misalnya murid
diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata pelajaran yang
baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.

8. Guru PKR percaya bahwa sumber belajar tidak hanya diperoleh dari sumber resmi, seperti di
kantor Depdiknas atau Pemerintah Daerah, guru PKR dapat melengkapi sumber belajar yang
berasal dari lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap
dengan sumber belajar. Bahkan dapat memupuk tanggung jawab murid dan sara memiliki
terhadap kelas dan sekolah mereka.

9. Prinsip perangkapan tidak hanya diterjemahkan dalam bentuk mengajar dua tingkat kelas
atau lebih dalam satu ruangan kelas atau lebih dan dalam waktu yang bersamaan (stimulan),
Tetapi perangkapan kelas juga berarrti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau
lebih dalam satu wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran terpadu ( integrated).

10. Mampu melepaskan diri dari mitos bahwa yang mampu mengajar adalah guru, Guru dapat
memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkungan murid. Misalnya ketika guru
menjelaskan tentang bagaimana menangkap iklan, murid-murid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan sekitar,
kemudian murid diminta menggambar alat tersebut.

2)      Peranan seorang guru PKR adalah :

1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang dari kurikulum yang
berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah terpencil yang serba sulit dan
serba kurang, tidak semua butir yang tercantum dalam kurikulum mungkin dilaksanakan
dengan memadai. Seringkali mengajarkannya dengan secara berurutan pun mengalami
kesulitan. Oleh karena itu guru PKR harus memilih butir atau bagian kurikulum yang
memerlukan penekanan. Atas dasar butir-butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang
akan diajarkannya dan mengurutkan kembali tujuan instruksional uang ingin dicapainya
berdasarkan kelas.
2. Sebagi sumber informasi yang kreatif, guru PKR harus kreatif, ia bukan saja menjadi sumber
informasi tetapi juga sebagai manusia sumber, berperan untuk memecahkan masalah
keadaan yang serba kurang. Ia harus memberi arahan keoada muridnya agar mereka tidak
membuang-buang waktu dan tenaga, agar setiap murid terlibat dalam segala macam
kegiatan.

3. Sebagai administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru PKR harus
merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran dengan saksama. Hasil
maksimal dapat dicapai jika guru PKR dapat melibatkan muridnya secara aktif, bukan saja
untuk belajar tetapi juga dapat membantu guru mengajar teman-temannya yang tertinggal.
Guru PKR juga harus mampu memanfaatkan segenap sumber daya yang ada dilingkungan
sekolah.

4. Sebagai seorang porofesional. Guru PKR senantiasa berusaha untuk meningkatkan


kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walaupun kesempatan untuk
mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian guru yang ada didaerah
terpencil sulit diwujudkan, tepat niat professional harus tetap dipelihara dan yang penting
semangat itu selalu ada. Salah satu ciri seorang guru professional adalah juga tidak cepat
putus asa. Manusia dapat mencapai apa saja bila tidak cepat putus asa.

5. Sebagai agen pembawa perubahan.  Guru sebagai pengayon dan juga sebagai sosok yang
mewakili misi moral dan nilai dari masyarakat tempat dimana ia bertugas. Guru harus
berusaha keras untuk mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan perilaku
anggota masyarakat melaui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan
anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan
anggota masyarakat setempat. Pendek kata, guru harus mencari, mendatangkan, dan
mengajarkan perubahan yang berguna bagian anak didik, orang tua dan masyarakat.

1. Praktik Mengajar Kelas Rangkap Di Lapangan

Dalam praktiknya pembelajaran kelas rangkap masih banyak yang menyimpang dari gambaran
pembelajaran kelas rangkap yang ideal. Sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Penyimpangan dalam praktik pembelajaran kelas rangkap yang sering terjadi yaitu
sebagai berikut :

1. Dilaksanakan secara bergilir (pembelajaran duplikasi)

Pembelajaran yang dilaksanakan secara bergilir (pembelajaran duplikasi) adalah proses


pembelajaran dimana seorang guru bergilr dari satu kelas atau ruang ke kelas atau ruang lainnya dan
kembali lagi. Kegiatan tersebut sebenarnya tidak dapat diaktan sebagai kegiatan pembelajaran kelas
rangkap karena tidak berlangsung secara serempak.

Kelamahan pembelajaran dilaksanakan secara bergilir :

a. Pemborosan waktu terutama saat mondar-mandir dari satu kelas atau ruang ke
kelas atau ruang lainnya.
b. Pembelajaran berlangsung seragam yaitu pembelajaran dengan metode yang sama,
dalam waktu yang sama dan untuk semua murid maka akan terkesan monoton,
terlebih apabila tidak menuntut siswa untuk erbperan aktif.

c. Kontak psikologis antara guru dan murid sangat terbatas, terutama apabila seorang
guru hanya duduk manis ditempat duduknya dan tidak menciptakan suasana aktif
dalam pembelajarannya.

2. Pemanfaataan sumber belajar belum maksimal dan supervisi guru terhadap belajar murid
masih kurang

Guru merupakan sumber belajar yang utama yaitu dengan segala kemampuannya, wawasan
keilmuan, dan pengetahuan yang luas, maka segala informasi pembelajaran dapat diperoleh dari
guru tersebut. Sumber belajar dapat menggunakan lingkungan kelas, sekolah, sekitar sekolah,
keluarga, di rumah dan sebagainya. Yang perlu dipahami dalam hal ini adalah masalah
pemanfaatannya yang akan tergantung kepada kreativitas dan budaya mengejar guru atau
pendidikan itu sebagainya.

Supervisi merupakan kegiatan pembinaan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu mengajar
dan belajar dengan bantuan yang diberikan oleh guru. Pemanfaatan sumber belajar belum maksimal
dan supervisi guru terhadap belajar murid yang juga masih kurang memiliki dampak sebagai berikut.

1. Mengurangi bahkan dapat menghilangkan kesempatan murid untuk membaca, kebiasaan


menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin sudah
berlangsung lama sejak di kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan
kesempatan untuk membaca.

2. Rendahnya kemampuan murid

Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai penyebab
rendahnya kemampuan murid rendah. Ketidakmampuan guru dan enggannya guru berupaya lebih
keras untuk membelajarkan siswanya. Seorang guru haru mempunyai inspirasi atau ide agar dapat
menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga siswa tidak merasa bosan karena
terkesan monoton.

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) adalah ssatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan
seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan menghadapi
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. Pembelajaran kelas rangkap dalam praktiknya masih
banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan dari gambaran pembelajaran kelas rangkap yang
ideal, seperti pembelajaran yang bergilir, pemanfaatan sumber-sumber belajar yang belum
maksimal, dll.
Pembelajaran kelas rangkap yang ideal, secara terancana menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
kelas rangkap yang menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dan menantang, guru lebih
kreatif dalam memanfaatkan sumber belajar, murid aktif, iklim ceria dan menyenangkan sehingga
menumbuhkan persaingan yang sehat dan menciptakan pembelajaran yang efektif.

Guru pembelajaran kelas rangkap harus mampu berperan sebagai addministator, perancang
kurikulum, pembawa perubahan dan penasihat serta profesional dan kreatif.

1. Saran

Untuk mengetahui lebih dalam materei tentang pembelajaran kelas rangkap tentu membutuhkan
beberapa sumber materi agar pengetahuan yang kita dapatkan lebih maksimal dan mendalam.
Materi ini sangatlah penting terutama untuk kita para calon guru di Sekolah Dasar yang mungkin saja
ditempat kita nanti ada pelaksanaan praktik pembelajaran kelas rangkap sehingga kita akan lebih
siap dalam bertindak.

Daftar Pustaka

Winataputra, Udin.S. 1998. PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR). Jakarta :

Depdiknas.

http://blog-barabai.blogspot.co.id/2014/11/gambaran-pembelajaran-kelas-rangkap.html (Online)

http://ayietajima.blogspot.co.id/2013/11/gambaran-pkr-yang-ideal-dan-praktik_9.html (Online)

http://pustakasimabdi.blogspot.co.id/2012/08/pembelajaran-kelas-rangkap_13.html (Online)

Iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu bentuk pembelajaran yang
mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu
yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. PKR juga
mengandung arti bahwa, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan
menghadapi murid-murid dengan kemampuan belajar yang berbeda.
Dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, tidak selamanya guru SD atau guru
kelas bisa terus mengajar. Ada kalanya, guru tersebut ada halangan yang menyebabkannya
tidak bisa hadir menjalankan tugasnya sebagai guru yaitu melaksankan pembelajaran di
sekolah. Akibat kekurangan guru mungkin saja akan menghambat pelaksanaan tugas
pembelajaran dan hak siswa dalam menuntut ilmu di SDN 1 Pinang Jaya.
Maka dari itu, pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap tidak bisa dihindarkan. Untuk
memenuhi hak siswa mendapatkan pembelajaran yang semestinya. Pembelajaran harus tetap
berlangsung. Guru akan mendapatkan pemahaman bahwa PKR adalah suatu tantangan dan
kenyataan tersebut harus dihadapai sebagai tugas guru SD. Di samping itu PKR, bukan saja
sekedar kenyataan yang harus dihadapi oleh guru, tetapi PKR juga mempunyai beberapa
kelebihan yang tidak dimiliki oleh guru yang tidak mengajar di kelas rangkap.
Dalam laporan ini akan dibahas dari teori mengenai PKR dengan pelaksanaan PKR di
lapangan. Meskipun tidak berada di daerah terpencil ternyata pelaksanaan PKR masih
dibutuhkan. Kita akan melihat bagaimana pelaksanaan PKR pada daerah perkotaan yang
ternyata kondisi sekolahnya masih bagus.
http://fitrirumaini.blogspot.com/2018/11/makalah-pembelajaran-kelas-
rangkap.html?m=1
Latar Belakang

Setiap warga negara Indonesia berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,
sebagaimana yang tercantum didalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerolehan pendidikan tidak
boleh dibeda-bedakan antara seseorang dengan seorang lainnya, walaupun banyak perbedaan dari
segi agama, budaya, ras, suku, golongan, pekerjaan, dll. Untuk mewujudkan hal tersebut dapat
dituangkan dalam proses pembelajaran yang layak, yaitu pembelajaran yang memenuhi syarat-
syarat minimal tertentu. Seperti contoh, harus ada guru (tenaga pendidik), murid (peserta didik),
bahan ajar dan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan tersebut (Winataputra, dkk .
1998)

Berdassarkan hal di atas ada kalanya di suatu sekolah kekurang tenaga guru. Walaupun
demikian siswa harus belajar setiap hari. Untuk mengatasi kekurangan guru tersebut maka perlu
dilaksanakan Pembelajaran Kelas rangkap yang mana seorang guru bisa mengajar dalam waktu
bersamaaan pada 2 kelas yang berbeda.

Pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan


seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam waktu yang sama, dan menghadapi
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. PKR juga mengandung arti bahwa, seorang guru mengajar
dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid dengan kemampuan belajar yang
berbeda.

Dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, tidak selamanya guru SD atau guru kelas bisa
terus mengajar. Ada kalanya, guru tersebut ada halangan yang menyebabkannya tidak bisa hadir
menjalankan tugasnya sebagai guru yaitu melaksankan pembelajaran di sekolah. Akibat kekurangan
guru mungkin saja akan menghambat pelaksanaan tugas pembelajaran dan hak siswa dalam
menuntut ilmu di Sekolah.

Maka dari itu, pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap tidak bisa dihindarkan. Untuk
memenuhi hak siswa mendapatkan pembelajaran yang semestinya. Pembelajaran harus tetap
berlangsung. Guru akan mendapatkan pemahaman bahwa PKR adalah suatu tantangan dan
kenyataan tersebut harus dihadapai sebagai tugas guru SD. Di samping itu PKR, bukan saja sekedar
kenyataan yang harus dihadapi oleh guru, tetapi PKR juga mempunyai beberapa kelebihan yang
tidak dimiliki oleh guru yang tidak mengajar di kelas rangkap.

PKR dapat terjadi karena beberapa alasan. Seperti alasan geografis, alasan demografis,
kekurangan guru, keterbatasan ruang kelas hingga alasan ketidakhadiran guru dan alasan lainnya.
Akan tetapi, alasan yang paling utama mengapa PKR ini digunakan karena faktor efisiensi waktu dan
financial. PKR menjadi solusi yang tepat, menginggat kondisi beberapa Negara seperti Indonesia
yang masih memiliki banyak kekurangan alasan yang telah disebutkan diatas. Faktor utamanya
adalah kekurangan modal pendidikan, sehingga memicu alasan – alasan lainnya sehingga
mengharuskan PKR itu dilaksanakan.
Daftar Pustaka

Winataputra, Udin.S. 1998. PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR). Jakarta :

Depdiknas.

http://blog-barabai.blogspot.co.id/2014/11/gambaran-pembelajaran-kelas-rangkap.html (Online)

http://ayietajima.blogspot.co.id/2013/11/gambaran-pkr-yang-ideal-dan-praktik_9.html (Online)

http://pustakasimabdi.blogspot.co.id/2012/08/pembelajaran-kelas-rangkap_13.html (Online)

Iklan
Pola Pelaksanaan dan Cara Menyusun Pembelajaran Kelas Rangkap

A. Pola Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Rangkap

Pola-pola dalam pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap seperti dikemukakan oleh Oos M. Anwas
dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Kelas Rangkap Berbantuan
Media Audio di Sekolah Dasar. Pola pertama, seorang guru menghadapi dua ruangan untuk dua
tingkatan kelas yang berbeda, misalnya kelas IV dan V. Masing-masing ruangan ditempati oleh satu
tingkatan kelas. Biasanya antarkelas dihubungkan oleh pintu penghubung. Pintu penghubung ini bisa
digunakan guru dalam memberikan penjelasan kepada seluruh siswa di semua tingkatan yang
berbeda tersebut.

B. Cara Menyusun Pembelajaran Kelas Rangkap

Pelaksanaan kelas rangkap dilakukan dengan menggabungkan satu atau dua mata pelajaran yang
sama atau berbeda yang dilaksanakan dalam satu ruang serta disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi sekolah. Sebelum melakukan pembelajaran guru menyusun perencanaan yang mencakup:

a). Pemetaan Kompetensi

Pemetaan dimaksudkan untuk menggabungkan materi yang sama di kelas yang berbeda dengan
kedalaman yang berbeda sehingga ada kesinambungan. Pemetaan kompetensi dilakukan untuk
kompetensi yang harus dicapai dalam 1 semester atau 1 tahun.

b). Penetapan Tema

Penentuan tema disesuaikan dengan hasil pemetaan kompetensi. Untuk satu semester, biasanya
dihasilkan sekitar lima tema dengan masing-masing tema berkisar antara 3-4 minggu.

c). Pengembangan Silabus

Silabus dibuat untuk dua kelas atau tiga kelas sekaligus (sesuai dengan kelas rangkap yang
diinginkan). Silabus setidaknya memuat: standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

d). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berisi langkah-langkah pembelajaran secara rinci (kegiatan awal,
inti, dan penutup) dan merupakan pengembangan dari silabus yang ada. Strategi pengajaran dan
pengorganisasian peserta didik juga harus nampak dalam RPP.

Kelas rangkap merupakan gabungan dari beberapa peserta didik dengan tingkatan kelas yang
berdekatan, misalnya kelas 1 dan 2, atau kelas 4, 5, dan 6; belajar dengan satu guru di kelas yang
sama dan berlangsung selama satu tahun ajaran penuh. Hal yang perlu mendapat penekanan di sini
adalah:

1. Guru tidak mengajar dua kelas tepisah secara bergantian dengan program yang berbeda.
2. Pembelajaran dilakukan secara tematik, namun untuk kompetensi-kompetensi tertentu yang
tidak dapat diikat dengan tema tetap diajarkan secara terpisah.

3. Strategi pembelajaran yang dipilih guru dalam kelas rangkap disesuaikan dengan banyaknya
jumlah peserta didik dan dengan menggunakan kombinasi berbagai metode pembelajaran.

4. Strategi pembelajaran hendaknya mencerminkan pembelajaran yang berbeda dan PAKEM


(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).

https://www.asikbelajar.com/pola-pelaksanaan-dan-cara-menyusun/

Anda mungkin juga menyukai