Anda di halaman 1dari 12

PERMASALAHAN YANG MUNCUL DI MASYARAKAT, ANTARA LAIN:

1) Sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar.
2) Penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke Kawasan terbuka akan
mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah.
3) Pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara,
4) Pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran
air dan banjir (Sicular 1989).

PERMASALAHAN SAMPAH YANG KITA HADAPI

1) Sampah organik/basah, Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-
rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
2) Sampah anorganik/kering, Contoh : logam, besi, kaleng, plastic, karet, botol, dan lain-lain
yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami.
3) Sampah berbahaya, Contoh : Baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dan lain-lain.
4) Semakin banyaknya limbah sampah yang dihasilkan masyarakat,
5) Kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah,
6) Sampah sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus,
7) Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara,
8) Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan

POIN 4: KEPALA SWADAYA MASYARAKAT PENGELOLA SAMPAH

Menurut John Rudolph Raj dan A. Seetharaman dalam Journal of Environmental Science and
Technology 6 (3): 119-129, 2013yang berjudul Role of Waste and Performance Management in
the Construction Industry menyatakan bahwa:

A. Kelompok Swadaya Masyarakat


Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan
diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi,
kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga kelompok tersebut memliki kesamaaan
tujuan yang ingin dicapai bersama.
B. Peran dan Fungsi Kelompok Swadaya Masyarakat
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) berperan penting dalam pengelolaan sampah
dan berbagai ancaman pencemaran lingkungan yang tidak dapat dikelola perangkat daerah.
Pengelolaan yang dimaksud adalah penyelenggaraan/operasional layanan, pemeliharaan
sarana/prasarana, serta keberlanjutan layanan. Karena pentingnya peran KSM dalam
pengelolaan sarana/prasarana sampah, pemerintah daerah bersama-sama dengan inisiator
KSM di daerah Banyumas perlu mendorong masyarakat untuk membentuk kelembagaan
masyarakat yang mandiri dan tangguh dalam pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Kelompok Swadaya Masyarakat diharapkan dapat berperan dan berfungsi seperti berikut:
 Sebagai sarana pendorong dalam proses perubahan sosial serta lingkungan dengan
pengelolaan sampah serta penanaman budaya menjaga lingkungan sehari-hari. Proses
pembelajaran yang terjadi dalam KSM adalah menjadi pendorong terjadinya perubahan
paradigma, pembiasaan praktek nilai-nilai baru, cara pendang dan cara kerja baru serta
melembagakannya dalam praktek kehidupan sehari-hari di masyarakat.
 Sebagai wadah pembahasan dan penyelesaian masalah (dalam hal ini masalah
pengelolaan sampah). Setiap kegiatan dilaksanakan KSM lazimnya berkaitan dengan
upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, dan penyelesaiannya
merupakan rumusan yang disepakati bersama.
 Sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi. Jika ada permasalah, kepentingan, ataupun
harapan yang berkembang di masyarakat, maka KSM dapat menampungnya, membahas
dan menyalurkannya kepada pihak-pihak yang relevan, dengan tetap berpijak pada hak-
hak warga masyarakat yang lainya.
 Sebagai wadah untuk menggalang tumbuhnya saling kepercayaan (menggalang social
trust). Melalui KSM para anggotanya bisa saling terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan
membagi tanggung jawab semata-mata atas dasar saling percaya. Saling percaya secara
sosial ini dapat membangun melalui cara penjamin diantara para anggota kelompok yang
telah bersepakat, serta melalui rekomendasi kelompok. Ketika berkelompok membangun
hubungan dengan pihak lainpun, kepercayaan tersebut sebagai modalnya yang utama.
 Sebagai wahana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Jika masyarakat
membutuhkan dana atau modal, maka KSM bisa berfungsi sebagai sumber keuangan.
Keuangan di KSM bisa saja bersumber dari pihak luar ataupun dari internal anggota
sendiri, misalnya dengan cara iuran bersama. Iuran anggota tersebut bisa menjadi modal
usaha dan sekaligus menjadi salah satu bentuk ikatan pemersatu dan membangun
kekuatan secara. mandiri
C. Tujuan Kelompok Swadaya Masyarakat
 Tumbuhnya kesadaran dan kepedulian masyarakat (dalam kasus ini mengenai
pengelolaan sampah) untuk memperkuat kembali ikatan-ikatan pemersatu sebagai media
membangun solidaritas sosial melalui pembelajaran bertumpu pada kelompok.
 Masyarakat memahami tujuan KSM, nilai dan prinsip dasar yang diusung KSM, peran
dan fungsi KSM, kriteria anggota KSM, dan aturan KSM
 Kelompok masyarakat yang bersepakat terlibat dalam program penanggulangan
kemiskinan menyusun tujuan, struktur, aturan main serta kegiatan KSM-nya.
Membangun dan menerapkan nilai-nilai kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam
kegiatan KSM sebagai dasar dalam pengembangan modal sosial Berfungsinya aturan
main tanggung renteng, keswadayaan modal, dan gotong royong.

D. Perencanaan Program Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah oleh kelompok/ lembaga swadaya masyarakat tentunya perlu
partisipasi aktif oleh masyarakat itu sendiri, dimana sampah tiap rumah tangga dikelola
bersama dalam lingkup komunitas dengan memperoleh nilai keuntungandalam membantu
kegiatan pengelolaan serta lapangan kerja bagi masyarakat yang mengelola sampah tersebut
menjadi barang bernilai jual. Partisipasi masyarakat disini pun terbagi atas beberapa
tingkatan yaitu:

Bentuk Partisipasi Tipe Partisipasi Peran Masyarakat


Co‐option Tidak ada input apapun dari masyarakat loka Subject
yang dijadikan bahan
Co‐operation Terdapat insentif, namun proyek telah Employees atau
didesain oleh pihak luar yang menentukan subordinat
seluruh agenda dan proses secara langsung
Consultation Opini Masyarakat ditanya, namun pihak luar Clients
menganalisis informasi sekaligus
memutuskan bentuk aksinya sendiri
Collaboration Masyarakat yang bekerjasama dengan pihak Collaborators
luar menentukan prioritas dan pihak luar
bertanggungjawab langsung kepada proses
Co‐learning Masyarakat bekerjasama dengan pihak luar Partners
menentukan prioritas dan pihak luar
bertanggungjawab langsung kepada proses
Collective Action Masyarakat menyusun dan melaksanakan Directors
agendanya sendiri, pihak luar absen sama
sekali

Mengutip dari data Badan Pusat Statistik, Banyumas terbagi atas 27 kecamatan dan
memiliki 331 Desa yang tersebar pada Kabupaten Banyumas. Selain itu, jumlah penduduk
nya meningkat dimana pada tahun 2020 tercatat terdapat 1.776.918 jiwa di Banyumas. Dari
angka tersebut dapat diketahui perlulnya pengelolaan sampah yang baik agar tidak terjadi
pencemaran lingkungan akibat sampah yang banyak dari penduduk yang juga terus
bertambah tiap tahunnya.
Pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang meningkatkan kemampuan
individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara
lebih efisien, efektif, dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkatan
individu (sumberdaya manusia) dilakukan dengan peningkatan kemampuan dan ketrampilan
melalui pemberdayaan, pelatihan, pendidikan, sosialisasi, pendampingan implementasi kerja,
serta evaluasi kinerja. Tingkatan lembaga/organisasi, tingkatan ini diusahakan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi melaui struktur dan proses kelembagaan.
Tingkatan sistem, dilakukan dengan melakukan perbaikan dibidang tatalaksanaan yang
meliputi pengawasan, akuntabilitas, dan pelayanan sehingga dapat meningkatkan efisiensi
kerja dalam sistem tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan lagi setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses alam
tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk tak bergerak.
Studi kali ini berfokus pada pengembangan kapasitas kelembagaan mengenai
pengelolaan sampah yang ada di Banyumas. Data persentase komposisi sampah per hari
dalam 4 tahun selama 2015-2018 menunjukkan bahwa limbah kertas, plastik, dan organik
adalah tiga teratas komposisi sampah yang dihasilkan di Banyumas, dimana sampah organic
selalu menjadi yang terbanyak (contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran,
rempah-rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara
alami). Menariknya, pada tahun 2019, komposisi sampah per hari yang dihasilkan
menunnjukkan bahwa limbah kaca menempati porsi terbanyak yaitu 60,44%, disusul sampah
organik (19,64%). Sampah plastik menurun drastis, dan sampah organik tidak lagi menjadi
jenis sampah terbanyak yang dihasilkan Banyumas per hari. Hal ini mungkin berasal dari
pengaruh adanya penambahan jumlah TPS3R yang tersebar dari tahun ke tahun. Oleh karena
itu, guna menyukseskan masalah-masalah sampah yang terjadi pada masyarakat Banyumas,
diperlukan peran aktif dari segala sektor yang bersangkutan, sehingga terjadinya sebuah
sinergi kinerja pengembangan kapasitas dengan fokus tujuan pengelolaan pencemaran
lingkungan dan sampah. Salah satu sektor sektor yang berperan dalam pengembangan
kapasitas pengelolaan sampah di Banyumas ini ialah Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), dimana menjadi perpanjangan tangan dari pihak yang lebih umum, ke pihak yang
lebih spesifik langsung menuju masyarakat. Sehingga diharapkan pengembangan
pengelolaan sampah ini dapat tepat sasaran dan menyeluruh untuk akhirnya nanti tercipta
suatu hasil pengembangan yang lebih baik, efektif, efisien, dan berkelanjutan.
1. Inti Peran Penggerak swadaya itu memajukan desa tersbut agar lebih mandiri dan
berkembang,dan masyarakat mempunyai jiwa inisiatif di desa tersebut. Dengan
berperanya penggerak swadaya ini agar masyarakat bisa membawa perubahan dalam desa
tersebut dan terciptanya desa yang mandiri dan maju. Agar menjaga pelestarian tersebut,
kita harus menyediakan pengolahan sampah agar bisa teratasi. Adapun sampah yang
mempunyai nilai ekonomis dan bisa juga di manfaatkan sebagai kerajinan tangan, yang
bisa mengembangkan desa tersebut menjadi lahan bisnis. Dalam pencapaian tujuan juga
mempunyai beberapa metode:
1. Mengajak sosialisasi dan pelatihan pengelolaan sampah agar bisa mempunyai nilai
ekonomis
2. Sosialisasi pengelolaan sampah dan pembentukan bank sampah di berabagai RT,RW,
Sekolah Sekolah
3. Pembentukan Bank Sampah
4. Pembuatan tempat sampah di sekitar lingkungan masyarakat
5. Pembuatan sanitasi yang baik, pemulihan sungai, kali, dan got yang tersumbat.
6. Pembuatan TPS 3R
7. Membuat fasilitas mandi cuci kakus (MCK) dan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)
yang memadai
8. Pemantauan hasil pembedayaan, sosialisai, dan pengembangan kapasitas keseluruhan
guna menjadi bahan pertimbangan keputusan kedepannya.

1) Dimensi pengembangan kapasitas sumberdaya manusia


Dalam dimensi ini, kepala swadaya masyarakat pengelola sampah dapat
merencanakan bersama anggota kelompok swadaya masyarakat untuk menyelenggarakan
kegiatan rutin pelatihan mengenai pengelolaan sampah. Pertama adalah fase perencanaan
pelatihan, dimulai dengan merekrut peserta pelatihan sesuai sasaran pelatihan dan
merekrut pelatih yang berkompeten serta menentukan materi, metode, media, sarana/
fasilitas, waktu pelaksanaan sampai dengan evaluasi yang akan digunakan.
Fase kedua adalah pelaksanaan pelatihan pengelolaan sampah dengan berbagai
penyampaian materi seperti kesadaran akan pelestarian lingkungan sekitar, pengelolaan
sampah yang efisien dan efektif, pemanfaatan sampah yang masih dapat memeberikan
kebermanfaatan, menjaga dan mempertahankan lingkungan yang bersih tak tercemar, dan
berbagai materi lain penunjang lainnya yang turut membantu pengembangan kapasitas
pengelolaan sampah di Banyumas seperti kewirausahaan, keterampilan parakarya dari
limbah yang bernilai ekonomis, dan sebagainya. Pengeolaan sampah ini pun dapat
berptensi menjadi alternatif sumber pemasukan bagi masyarakat, dengan pengelolaan
sampah yang baik, seperti menjadi kerajinan, perabotan, bahan bakar alternatif, pupuk
alami, dan berbagai potensi sampah yang dapat digali nantinya. Kemudian dengan
memberi penguatan motivasi peserta yang lebih ditekankan pada praktek dalam
pembuatan produk kerajinan dari sampah yang dapat dijual atau mempunyai nilai jual.
Fase ketiga ialah evaluasi pelatihan dilakukan setelah kegiatan pelatihan pada
tiap-tiap KSM di Banyumas, dan akhirnya fase implementasi secara berkelanjutan dari
hasil pelatihan sebelumnya dimana juga rutin diadakan monitoring sebagai kegiatan
pengendalian setiap bulannya pada masyarakat peserta pelatihan pengelolaan sampah.
Sehingga dapat diketahui nantinya apa saja yang perlu menjadi bahan evaluasi
kedepannya untuk terjadi sebuah keberlanjutan dalam pengembangan pengelolaan
sampah di Banyumas.

2) Dimensi Pengembangan Kapasitas Organisasi


Untuk menciptakan ekosistem dengan pengelolaan sampah yang baik, diperlukan
juga penguatan pada lini sektor organisasi masyarakat itu sendiri. Pembagian kerja yang
terorganisis dengan baik akan meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam proses
pencapaian tujuan yang khususnya pada topik ini mengenai pengelolaan sampah.
Pendelegasian tugas dimulai dari pengumpul limbah masyarakat, pemilah limbah serta
pada bagian administratif guna dilakukanya pencatatan atau pendokumentasian dalam
tiap pelaksanaan kegiatan kelompok swadaya masyarakat dalam pengelolaan sampah
secara keseluruhan.
Kemudian diperlukan juga umpan balik atau aspirasi masyarakat sebagai pihak-
pihak yang juga terlibat dalam pengembangan kapasitas pengelolaan sampah ini, guna
menjadi bahan evaluasi kedepannya dan menjadi bahan pertimbangan suatu keputusan
yang dianggap paling efektif dan menggambarkan kebutuhan pemecahan masalah
sampah kedepannya.

3) Dimensi Pengembangan Kapasitas Sistem

Dalam segi sistem yang ada pada keompok swadaya masyarakat, juga diperlukan adanya
pengembangan kapasitas sehingga diharapkan menjadikan sistem pengelolaan sampah di
Banyumas dibidang ketatalaksanaan yang meliputi pengawasan, akuntabilitas, dan pelayanan/
pengelolaan sampah menjadi lebih baik. Dalam menanggulangi/mengelola/memanfaatkan
sampah sehari-hari dapat diterapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Pembentukan Bank
Sampah bukan semena mena mengandalkan petugas kebersihan. Seluruh masyarakat juga harus
ikut bekerja sama agar desa tersebut itu bisa dalam menangani masalah sampah dengan
penerapan system 3 R (reduce, reuse, recycle) Pembuatan tempat sampah dengan memanfaatkan
bahan yang sudah ada dan sangat mudah didapat serta ramah lingkungan. yang meliputi:

a. Mengurangi (Reduce)
Semakin banyak barang yang kita gunakan, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Oleh karena itu, kurangi konsumsi barang/material yang tidak perlu.
b. Memakai kembali(Reuse)
Dengan memakai kembali barang-barang yang (tampaknya) sudah tak dapat digunakan
kembali, kita bisa memperpanjang masa pakai barang tersebut sebelum barang tersebut
akhirnya benar-benar menjadi sampah. Sebagai contoh botol Aqua boleh dipakai kembali
hingga 3 kali pemakaian sebelum akhirnya harus dibuang.
c. Mendaur Ulang (Recycle)
Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak industry nonformal
yang memanfaatkan sampah menjadi barang baru yang dapat digunakan kembali.
limbah/sampah dapat dikelola melalui berbagai cara misalnya dengan
pembuangan limbah, daur ulang sampah, penggunaan kembali dan pengurangan
limbah/sampah. Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan mereka sendiri.
Pembuangan limbah adalah metode lama dan mahal untuk perusahaan. Daur ulang
sampah, menggunakan kembali dan pengurangan adalah cara yang lebih baik untuk
mengelola sampah.
Pada sektor bank sampah, diharuskan adanya pencatatan pembukuan nasabah,
menjual sampah ke pengepul/bank sampah induk, serta mengupayakan alternatif lain dari
hasil dan daya guna sampah yang lebih menguntungkan ketimbang dijual langsung ke
pengepul, misal dengan menjadikanya barang daur ulang seperti keset, barang sandang,
perabotan, ataupun diolah menjadi pupuk dan pestisida yang ekonomis serta ramah
lingkungan. Lalu pada pada sektor TPS 3R diharuskan adanya pengumpulan serta
pemilahan sampah dari pemukiman yang nantinya akan diperoleh kebermanfaatan baru
dari limbah-lmbah tersebut. Lalu menganggarkan keseluruhan biaya operasionalnya.
Pemeliharaan rutin aset TPS sehingga menjadi awet. Terakhir dengan mengupayakan
alternatif lain dari penambahan nilai guna sampah sehingga kebermanfaatanya menjadi
lebih beragam dan tepat guna. Selain itu, perlu adanya swadaya dari masyarakat yang
diinisiasi berbagai pihak seperti kepala swadaya masyarakat, kepala desa, kepala dinas,
dan lain lain yang bersangkutan untuk membangun adanya sanitasi limbah cair, serta WC
umum yang memadai dan baik. Instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) juga perlu
diperhatikan dengan rutin melakukan pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
IPAL (pipa dan bak penampung), pengembangan sistem pengaduan masyarakat, serta
pencatatan dan penagihan iuran kelompok masyarakat. Tempas pembuangan akhir hasil
sisa sampah yang tidak dapat diperbarui juga harus diperhatian sehingga tidak mencemari
lingkungan kembali.
Secara umum di Indonesia terdapat dua proses pengelolaan sampah, yaitu
Sanitary Landfill dan Open Dumping. Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan
sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung,
memadatkan sampah tersebut, kemudian menutupnya dengan tanah. Sedangkan Open
Dumping adalah sistem pembuangan sampah dengan cara membuang sampah begitu saja
di tanah lapang terbuka tempat pembuangan akhir tanpa adanya tindak lanjut sehingga
dinilai dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih luas. Pemerintah sendiri telah
mengeluarkan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur
tentang pengelolaan sampah terkait dengan perubahan paradigma pengelolaan sampah,
pembagian kewenangan dan penyelenggaraannya. Undang-Undang ini mengamanatkan
bahwa seluruh Pemerintah Kota/Kabupaten yang masih menggunakan TPA cara Open
Dumping harus merencanakan penutupannya paling lama setahun sejak diberlakukannya
UU tersebut dan harus menutup TPA jenis tersebut serta menggantinya dengan landfill
yang lebih baik, yaitu yang dikenal sebagai Sanitary Landfill paling lama sejak
berlakunya UU tersebut diundangkan. pengelolaan sampah di TPA dengan lokasi TPA
yang tidak terlalu luas metode sanitary landfill lebih efektif untuk diterapkan dengan
menggunakan teknologi 3R Reduce, Reuse, Recycle) berdasarkan pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

4) Rencana Edukasi dan Peran Masyarakat


a. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Persampahan Skala
Kabupaten
 Penyuluhan penanganan sampah dengan metode 3R melalui forum-forum dan
pertemuan warga.
 Percontohan penerapan pengolahan sampah dengan metode 3R mulai dari
sumbernya (rumah tangga).
 Penyebaran media kits (brosur, leaflet, poster, spanduk/banner, dsb.)
 Pemasangan/penayangan iklan layanan masyarakat

Program kegiatan ini bertujuan untuk:

 Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran serta mayarakat


dalam penanganan persampahan sejak tahap pengumpulan, tahap pembuangan,
tahap pengangkutan, sampai tahap pengolahan.
 Mengubah perilaku masyarakat dalam penanganan persampahan dengan
menanamkan kebiasaan untuk menerapkan metode 3R mulai dari sumbernya
(rumah tangga).

b. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan Persampahan Skala Kawasan


 Sosialisasi Sistem Penanganan Sampah dengan Skala Kawasan
 Pelatihan Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Skala Kawasan

Program kegiatan ini bertujuan untuk:

 Mensosialisasikan rencana sistem penanganan persampahan dengan skala


kawasan.
 Meningkatakan kemampuan dan ketrampilan masyarakat di tingkat kelurahan
dalam pengolahan dan pengelolaan Unit Pengelolaan Sampah/TPST.

c. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan Persampahan Skala Rumah


Tangga
 Penyuluhan penanganan sampah dengan metode 3 R.
 Pelatihan pembuatan kompos skala rumah tangga.
 Percontohan pembuatan kompos skala rumah tangga.
 Sosialisasi Sistem Penanganan Sampah dengan Skala Kawasan
 Pelatihan Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Skala Kawasan dengan sasaran
masyarakat yang diharapkan akan dilibatkan dalam pengelolaan Unit Pengelolaan
Sampah (UPS)/TPST
Program kegiatan ini bertujuan untuk:

 Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kegiatan pengolahan


sampah rumah tangga secara mandiri dalam rangka menciptakan lingkungan yang
bersih dan sehat.
 Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat untuk mengolah sampah
rumah tangga secara mandiri.
DAPUS

Haryani, D. (2015). PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DALAM


MEMOTIVASI BERWIRAUSAHA IBU RUMAH TANGGA.

Kurniawan, I. S., Hilal, N., & Cahyono, T. (2019). Studi Pengelolaan Sampah Pada Kelompok
Swadaya Masyarakat “Adipati Mersi” Kabupaten Banyumas. Buletin Keslingmas, 38(4),
316–327. https://doi.org/10.31983/keslingmas.v38i4.5496

Maya, S., Haryono, S., & Kholisya, U. (2018). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan
Sampah Menjadi Nilai Ekonomis dan Pembentukan Bank Sampah di Kelurahan Tanjung
Barat. Proceeding of Community Development, 1(2), 157.
https://doi.org/10.30874/comdev.2017.21

Nurhastuti, Syahrani, & Paselle, E. (2019). IMPLEMENTASI PENGELOLAAN SAMPAH


(STUDI PROGRAM SAMPAH SEMESTA DI KELURAHAN KARANG HARAPAN, KOTA
TARAKAN). 7, 8605–8618. https://ejournal.ap.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2019/05/Jurnal FIX 1.2 (05-21-19-02-59-48).pdf

Priatna, L., Hariadi, W., & Purwendah, E. K. (2019). “Pengelolaan Sampah di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel, Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja,
Kabupaten Banyumas.” Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Papers ”Pengembangan
Sumber Daya Perdesaan Dan Kearifan Lokal Berkelanjutan IX”, 6(November), 494–501.

PT-013 Kelembagaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sanitasi ( persampahan dan air limbah
domestik ) Tujuan. (n.d.). 1–4.

Anomin, (2008), Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang : Pengelolaan Sampah, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai