1) Sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar.
2) Penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke Kawasan terbuka akan
mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah.
3) Pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara,
4) Pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran
air dan banjir (Sicular 1989).
1) Sampah organik/basah, Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-
rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
2) Sampah anorganik/kering, Contoh : logam, besi, kaleng, plastic, karet, botol, dan lain-lain
yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami.
3) Sampah berbahaya, Contoh : Baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dan lain-lain.
4) Semakin banyaknya limbah sampah yang dihasilkan masyarakat,
5) Kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah,
6) Sampah sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus,
7) Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara,
8) Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan
Menurut John Rudolph Raj dan A. Seetharaman dalam Journal of Environmental Science and
Technology 6 (3): 119-129, 2013yang berjudul Role of Waste and Performance Management in
the Construction Industry menyatakan bahwa:
Mengutip dari data Badan Pusat Statistik, Banyumas terbagi atas 27 kecamatan dan
memiliki 331 Desa yang tersebar pada Kabupaten Banyumas. Selain itu, jumlah penduduk
nya meningkat dimana pada tahun 2020 tercatat terdapat 1.776.918 jiwa di Banyumas. Dari
angka tersebut dapat diketahui perlulnya pengelolaan sampah yang baik agar tidak terjadi
pencemaran lingkungan akibat sampah yang banyak dari penduduk yang juga terus
bertambah tiap tahunnya.
Pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang meningkatkan kemampuan
individu, organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara
lebih efisien, efektif, dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkatan
individu (sumberdaya manusia) dilakukan dengan peningkatan kemampuan dan ketrampilan
melalui pemberdayaan, pelatihan, pendidikan, sosialisasi, pendampingan implementasi kerja,
serta evaluasi kinerja. Tingkatan lembaga/organisasi, tingkatan ini diusahakan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi melaui struktur dan proses kelembagaan.
Tingkatan sistem, dilakukan dengan melakukan perbaikan dibidang tatalaksanaan yang
meliputi pengawasan, akuntabilitas, dan pelayanan sehingga dapat meningkatkan efisiensi
kerja dalam sistem tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan lagi setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses alam
tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk tak bergerak.
Studi kali ini berfokus pada pengembangan kapasitas kelembagaan mengenai
pengelolaan sampah yang ada di Banyumas. Data persentase komposisi sampah per hari
dalam 4 tahun selama 2015-2018 menunjukkan bahwa limbah kertas, plastik, dan organik
adalah tiga teratas komposisi sampah yang dihasilkan di Banyumas, dimana sampah organic
selalu menjadi yang terbanyak (contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran,
rempah-rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara
alami). Menariknya, pada tahun 2019, komposisi sampah per hari yang dihasilkan
menunnjukkan bahwa limbah kaca menempati porsi terbanyak yaitu 60,44%, disusul sampah
organik (19,64%). Sampah plastik menurun drastis, dan sampah organik tidak lagi menjadi
jenis sampah terbanyak yang dihasilkan Banyumas per hari. Hal ini mungkin berasal dari
pengaruh adanya penambahan jumlah TPS3R yang tersebar dari tahun ke tahun. Oleh karena
itu, guna menyukseskan masalah-masalah sampah yang terjadi pada masyarakat Banyumas,
diperlukan peran aktif dari segala sektor yang bersangkutan, sehingga terjadinya sebuah
sinergi kinerja pengembangan kapasitas dengan fokus tujuan pengelolaan pencemaran
lingkungan dan sampah. Salah satu sektor sektor yang berperan dalam pengembangan
kapasitas pengelolaan sampah di Banyumas ini ialah Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), dimana menjadi perpanjangan tangan dari pihak yang lebih umum, ke pihak yang
lebih spesifik langsung menuju masyarakat. Sehingga diharapkan pengembangan
pengelolaan sampah ini dapat tepat sasaran dan menyeluruh untuk akhirnya nanti tercipta
suatu hasil pengembangan yang lebih baik, efektif, efisien, dan berkelanjutan.
1. Inti Peran Penggerak swadaya itu memajukan desa tersbut agar lebih mandiri dan
berkembang,dan masyarakat mempunyai jiwa inisiatif di desa tersebut. Dengan
berperanya penggerak swadaya ini agar masyarakat bisa membawa perubahan dalam desa
tersebut dan terciptanya desa yang mandiri dan maju. Agar menjaga pelestarian tersebut,
kita harus menyediakan pengolahan sampah agar bisa teratasi. Adapun sampah yang
mempunyai nilai ekonomis dan bisa juga di manfaatkan sebagai kerajinan tangan, yang
bisa mengembangkan desa tersebut menjadi lahan bisnis. Dalam pencapaian tujuan juga
mempunyai beberapa metode:
1. Mengajak sosialisasi dan pelatihan pengelolaan sampah agar bisa mempunyai nilai
ekonomis
2. Sosialisasi pengelolaan sampah dan pembentukan bank sampah di berabagai RT,RW,
Sekolah Sekolah
3. Pembentukan Bank Sampah
4. Pembuatan tempat sampah di sekitar lingkungan masyarakat
5. Pembuatan sanitasi yang baik, pemulihan sungai, kali, dan got yang tersumbat.
6. Pembuatan TPS 3R
7. Membuat fasilitas mandi cuci kakus (MCK) dan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)
yang memadai
8. Pemantauan hasil pembedayaan, sosialisai, dan pengembangan kapasitas keseluruhan
guna menjadi bahan pertimbangan keputusan kedepannya.
Dalam segi sistem yang ada pada keompok swadaya masyarakat, juga diperlukan adanya
pengembangan kapasitas sehingga diharapkan menjadikan sistem pengelolaan sampah di
Banyumas dibidang ketatalaksanaan yang meliputi pengawasan, akuntabilitas, dan pelayanan/
pengelolaan sampah menjadi lebih baik. Dalam menanggulangi/mengelola/memanfaatkan
sampah sehari-hari dapat diterapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Pembentukan Bank
Sampah bukan semena mena mengandalkan petugas kebersihan. Seluruh masyarakat juga harus
ikut bekerja sama agar desa tersebut itu bisa dalam menangani masalah sampah dengan
penerapan system 3 R (reduce, reuse, recycle) Pembuatan tempat sampah dengan memanfaatkan
bahan yang sudah ada dan sangat mudah didapat serta ramah lingkungan. yang meliputi:
a. Mengurangi (Reduce)
Semakin banyak barang yang kita gunakan, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Oleh karena itu, kurangi konsumsi barang/material yang tidak perlu.
b. Memakai kembali(Reuse)
Dengan memakai kembali barang-barang yang (tampaknya) sudah tak dapat digunakan
kembali, kita bisa memperpanjang masa pakai barang tersebut sebelum barang tersebut
akhirnya benar-benar menjadi sampah. Sebagai contoh botol Aqua boleh dipakai kembali
hingga 3 kali pemakaian sebelum akhirnya harus dibuang.
c. Mendaur Ulang (Recycle)
Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak industry nonformal
yang memanfaatkan sampah menjadi barang baru yang dapat digunakan kembali.
limbah/sampah dapat dikelola melalui berbagai cara misalnya dengan
pembuangan limbah, daur ulang sampah, penggunaan kembali dan pengurangan
limbah/sampah. Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan mereka sendiri.
Pembuangan limbah adalah metode lama dan mahal untuk perusahaan. Daur ulang
sampah, menggunakan kembali dan pengurangan adalah cara yang lebih baik untuk
mengelola sampah.
Pada sektor bank sampah, diharuskan adanya pencatatan pembukuan nasabah,
menjual sampah ke pengepul/bank sampah induk, serta mengupayakan alternatif lain dari
hasil dan daya guna sampah yang lebih menguntungkan ketimbang dijual langsung ke
pengepul, misal dengan menjadikanya barang daur ulang seperti keset, barang sandang,
perabotan, ataupun diolah menjadi pupuk dan pestisida yang ekonomis serta ramah
lingkungan. Lalu pada pada sektor TPS 3R diharuskan adanya pengumpulan serta
pemilahan sampah dari pemukiman yang nantinya akan diperoleh kebermanfaatan baru
dari limbah-lmbah tersebut. Lalu menganggarkan keseluruhan biaya operasionalnya.
Pemeliharaan rutin aset TPS sehingga menjadi awet. Terakhir dengan mengupayakan
alternatif lain dari penambahan nilai guna sampah sehingga kebermanfaatanya menjadi
lebih beragam dan tepat guna. Selain itu, perlu adanya swadaya dari masyarakat yang
diinisiasi berbagai pihak seperti kepala swadaya masyarakat, kepala desa, kepala dinas,
dan lain lain yang bersangkutan untuk membangun adanya sanitasi limbah cair, serta WC
umum yang memadai dan baik. Instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) juga perlu
diperhatikan dengan rutin melakukan pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
IPAL (pipa dan bak penampung), pengembangan sistem pengaduan masyarakat, serta
pencatatan dan penagihan iuran kelompok masyarakat. Tempas pembuangan akhir hasil
sisa sampah yang tidak dapat diperbarui juga harus diperhatian sehingga tidak mencemari
lingkungan kembali.
Secara umum di Indonesia terdapat dua proses pengelolaan sampah, yaitu
Sanitary Landfill dan Open Dumping. Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan
sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung,
memadatkan sampah tersebut, kemudian menutupnya dengan tanah. Sedangkan Open
Dumping adalah sistem pembuangan sampah dengan cara membuang sampah begitu saja
di tanah lapang terbuka tempat pembuangan akhir tanpa adanya tindak lanjut sehingga
dinilai dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih luas. Pemerintah sendiri telah
mengeluarkan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur
tentang pengelolaan sampah terkait dengan perubahan paradigma pengelolaan sampah,
pembagian kewenangan dan penyelenggaraannya. Undang-Undang ini mengamanatkan
bahwa seluruh Pemerintah Kota/Kabupaten yang masih menggunakan TPA cara Open
Dumping harus merencanakan penutupannya paling lama setahun sejak diberlakukannya
UU tersebut dan harus menutup TPA jenis tersebut serta menggantinya dengan landfill
yang lebih baik, yaitu yang dikenal sebagai Sanitary Landfill paling lama sejak
berlakunya UU tersebut diundangkan. pengelolaan sampah di TPA dengan lokasi TPA
yang tidak terlalu luas metode sanitary landfill lebih efektif untuk diterapkan dengan
menggunakan teknologi 3R Reduce, Reuse, Recycle) berdasarkan pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Kurniawan, I. S., Hilal, N., & Cahyono, T. (2019). Studi Pengelolaan Sampah Pada Kelompok
Swadaya Masyarakat “Adipati Mersi” Kabupaten Banyumas. Buletin Keslingmas, 38(4),
316–327. https://doi.org/10.31983/keslingmas.v38i4.5496
Maya, S., Haryono, S., & Kholisya, U. (2018). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan
Sampah Menjadi Nilai Ekonomis dan Pembentukan Bank Sampah di Kelurahan Tanjung
Barat. Proceeding of Community Development, 1(2), 157.
https://doi.org/10.30874/comdev.2017.21
Priatna, L., Hariadi, W., & Purwendah, E. K. (2019). “Pengelolaan Sampah di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel, Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja,
Kabupaten Banyumas.” Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Papers ”Pengembangan
Sumber Daya Perdesaan Dan Kearifan Lokal Berkelanjutan IX”, 6(November), 494–501.
PT-013 Kelembagaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sanitasi ( persampahan dan air limbah
domestik ) Tujuan. (n.d.). 1–4.
Anomin, (2008), Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang : Pengelolaan Sampah, Jakarta.