Anda di halaman 1dari 38

http://www.bintan-s.web.id/2010/12/pengorganisasian-masyarakat.

html

PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
(COMMUNITY ORGANIZING)

Proses dan strategi pemberdayaan masyarakat secara garis besar dapat dipilah dalam 2 kelompok
:

(1) Menggunakan konsep CO (Community Organizing – Pengorganisasian Masyarakat) CO


menitikberatkan pada pengembangan kesadaran kritis dan Penggalian Potensi pengetahuan lokal
masyarakat.
Secara umum metode yang digunakan dalam Pengorganisasian Masyarakat adalah penumbuhan
kesadaran kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan
organisasi.

(2) Menggunakan CD (Community Development – Pengembangan Masyarakat)


CD adalah Pengembangan Masyarakat yang lebih mengutamakan sifat fisik masyarakat
(pembangunan dan perbaikan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat).
CD biasanya bersifat jangka pendek dan fisikal.

PENGERTIAN COMMUNITY ORGANIZING (CO)


Menurut Dave Beckwith dan Cristina Lopes Community Organizing adalah
“Proses membangun kekuatan dengan melibatkan rakyat sebanyak mungkin melalui proses” :
 Menemukenali permasalahan, hambatan secara bersama-sama,
 Menemukenali cara penyelesaian yang diinginkan,
 Menemukenali pelaku, perangkat lembaga yang ada agar penyelesaian yang dipilih menjadi
mungkin dilakukan,
 Menyusun sasaran yang harus dicapai dan
 Membangun lembaga yang efektif dan demokratis.
Sehingga mampu mengembangkan kapasitas untuk menangani dan menampung aspirasi dan
kebutuhan yang ada”.

PERSPEKTIF IDEAL PNPM-Mp

Pelaku PNPM-MP utamanya pelaku masyarakat (PL,


UPK, KPMD, dll) hendaknya memahami dan mengembangkan PNPM sebagai resultante (titik
temu ideal) antara konsep CO dengan CD.

PRINSIP-PRINSIP CO
(1) Keberpihakan
CO menitikberatkan pada masyarakat lapisan bawah sebagai basis Pemberdayaan.
(2) Pendekatan Holistik
Melihat permasalahan yang ada dalam masyarakat secara utuh dan menyeluruh dari berbagai
aspeknya.
(3) Pemberdayaan
Muara dari CO adalah agar masyarakat berdaya, posisi tawar rakyat meningkat vis a vis
(berhadapan dengan) pemerintah maupun pihak lain. Misalnya pemilik modal.
(4) Kemandirian
Proses CO harus bertumpu pada potensi yang ada dalam masyarakat. Keswadayaan masyarakat
mutlak diperlukan. Kontribusi dan keterlibatan pihak luar sekedar sebagai stimulan.
(5) Berkelanjutan
Proses CO harus dilakukan secara sistematis dan Berkelanjutan (terus menerus).
(6) Partisipatif
Keterlibatan aktif semua pihak, terutama kelas bawah.
(7) Keterbukaan
Proses dan agenda diketahui secara terbuka oleh segenap lapisan masyarakat.
(8) Praxis
Proses CO dilakukan dalam lingkaran : Aksi – Refleksi – Aksi secara terus menerus.
(9) Kesetaraan
Tidak ada lapisan masyarakat yang merasa lebih tinggi, superior dan lebih rendah (inverior).

SYARAT-SYARAT PENGORGANISIR
Pelaku – pendamping CO hendaknya memiliki kualitas pribadi antara lain :
(1) Keberpihakan kepada masyarakat bawah
(2) Jujur
(3) Terbuka
(4) Mau berkorban
(5) Sabar

TAHAPAN-TAHAPAN CO
(1) Penyatuan integrasi
Upaya yang dilakukan agar masyarakat menerima seorang pengorganisir secara penuh.
(2) Membangun kontak
Upaya untuk mendapatkan orang yang memberikan banyak informasi disamping melakukan
penyebaran ide.
(3) Pendidikan sosial
Upaya untuk melakukan Penggalian Data (utama maupun pendukung) serta memperhatikan
struktur dan hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat. Dari proses ini diharapkan
sudah ada peta dari masyarakat.
(4) Perencanaan pengorganisasian
Seorang pengorganisir harus mampu membuat perencanaan pengorganisasian yang akan
dilaksanakan dan menjadi pedoman – bahan refleksi untuk melihat Perkembangan
Pengorganisasian.
(5) Pembentukan kelompok kecil
Tahap ini biasanya disebut Pembentukan Kelompok Inti, yaitu membentuk sekutu atau kawan
yang sepaham dalam proses pengorganisasian.
(6) Pembentukan organisasi
Memperluas perkawanan yang dilaksanakan dengan melibatkan Anggota Masyarakat lain yang
tertarik dan sanggup terlibat.
(7) Perencanaan organisasi
Melakukan perencanaan bersama yang dimulai dengan penggalian masalah bersama dan cara-
cara mengatasinya.
(8) Aksi – Refleksi – Aksi
Suatu proses untuk selalu melihat kembali hambatan dan kesuksesan kegiatan yang telah
dilaksanakan.
(9) Berjaringan
Menggalang kekuatan dengan berbagai kelompok yang ada untuk meningkatkan posisi kawan
dan Kemampuan Organisasi.
https://dhanwaode.wordpress.com/2011/03/03/konsep-pengorganisasian-masyarakat-
dalam-keperawatan-komunitas/

Wa Ode Rahmanania

KONSEP PENGORGANISASIAN
MASYARAKAT DALAM
KEPERAWATAN KOMUNITAS
Maret 3, 2011 3 Komentar

BAB I

PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang

Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi melalui upaya orang lain untuk
mencapai tujuan bersama. Sedangkan manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai
pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen kedua yang penting dilaksanakan oleh setiap
unit kerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna.
Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktifitas dengan sasaran
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan masing-masing kelompoknya untuk melakukan
koordinasi yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan
organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus
mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok sehingga tujuan pelayanan
keperawatan akan tercapai.

Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan
yang dilakukan oleh semua tim kesehatan dimana semua tenaga termasuk perawat bertanggung
jawab dalam penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan keperawatan
secara optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan Yang menjadi
bahasan dalam pelayaan keperawatan diruang rawat meliputi : struktur organisai ruang rawat,
pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan
kelompok kerja ; yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang struktur organisasi dalam
pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan.

1. B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan defenisi dari pengorganisasian masyarakat?
2. Sebutkan dan jelaskan model pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan
komunitas?
3. Bagaimanakah Cara pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan komunitas?

1. C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi pengorganisasian masyarakat.
2. Untuk mengetahui model-model pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan
komunitas.
3. Untuk mengetahui cara pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan komunitas.

BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Defenisi Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tugas,


kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat
digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan. (Siagian,1983 dalam Juniati).

Sedangkan Szilagji (dalam Juniati) mengemukakan bahwa fungsi pengorganisasian merupakan


proses mencapai tujuan dengan koordinasi kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur,
tugas, otoritas, tenaga kerja dan komunikasi.

1. B. Model Pengorganisasian Masyarakat Dalam Keperawatan Komunitas

Ada tiga model yang dipergunakan dalam pengorganisasian komunitas, yaitu sebagai berikut :

1. Locality Development

Model ini lebih menekankan pada peran serta seluruh masyarakat untuk mandiri. Prinsipnya
adalah keterlibatan langsung masyarakat, melayani sendiri, membantu diri sendiri dalam
penyelesaian masalah, dan mengembangkan keterampilan individual/kelompok dalam proses
pemecahan masalah. Peran perawat komunitas dalam model ini adalah sebagai pendukung,
fasilitator, dan pendidik (guru).

1. Social Planning

Model ini lebih menekankan pada perencanaan para ahli dan menggunakaan birokrasi. Kepuusan
komunitas didasarkan pada fakta / data yang dikumpulkan, dibuat keputusan secara rasional.
Penekanan pada penyelesaian masalah bukan proses – pengambilan keputusan harus cepat dan
berorientasi pada tujuan / hasil. Model ini menggunakan pendekatan langsung (perintah) dalam
rangka untuk megubah masyarakat, dengan penekanan pada perencanaan. Peran perawat dalam
model ini adalah sebagai fasilitator, pengumpulan fakta/data, serta menganalisis dan
melaksanakan program implementasi.

1. Social Action
Model ini lebih focus pada korban. Fokus pada model ini adalah mengubah komunitas pada
polarisasi /pemusatan isu yang ada di komunitas dengan menggunakan konflik/konfrontasi antara
penduduk dan pengambilan keputusan/kebijakan. Penekanan pada proses atau tujuan . fokus
utamanya mentransfer kekuatan pada tingkat kelompok. Peran perawat sebagai aktivis,
penggerak dan negosiator.

1. C. Cara Pengorganisasian Masyarakat Dalam Keperawatan Komunitas

Tahap – tahap pengorganisasian Masyarakat yaitu:

1. Persiapan sosial

Dalam praktik perawatan kesehatan, tujuan persiapan sosial adalah meningkatkan partisipasi atau
peran serta masyarakat sejak awal kegiatan sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan
kegiatan, dan pengembangan program keperawatan kesehatan masyarakat.

Ada dua pendekatan dalam partisipasi masyarakat, antara lain sebagaia berikut :

1. Pendidikan partisipasi. Dalam kegiatan ini komunitas dilibatkan dalam perencanan,


penyelesaian masalah, tetapi biasanya dengan pendekatan ini proses perubahan lambat.
Namaun keuntungannya, kelompok/masyarakat merasa memiliki dan komunnitas berubah,
dalam jangka waktu yang panjang.
2. Pendidikan langsung (perintah). Dalam pendekatan ini proses berubah ditentukan oleh kekuatan
luar, proses berubah berjalan cepat. Namun kerugiannya, masyarakat merasa memiliki dan
perubahan hanya berlangsung dalam jangka pendek. Kegiatan – kegiatan dalam persiapan sosial
ini lebih ditingkatkan kepada persiapan – persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis,
administrative, dan program – program kesehatan yang akan dilaksanakan.

Dalam tahap persiapan sosial ada tiga kegiatan yang harus dilakukan, antara lain sebagai berikut.

1. Pengenalan masyarakat. Tahap ini dapat dilakukan melalui jalur formal – sebagai pihak yang
bertanggung jawab secara teknis, administrative dan birokratif terhadap suatu wilayah yang
akan dijadikan daerah binaan. Pendekatan terhadap informal leader umumnya melalui
pemerintahan setempat yang bertanggung jawab terhadap wilayah tersebut dan pusat
kesehatan masyarakat atau instansi terkait yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan
masyarakat. Pendekatan ini diawali dengan surat permintaan daerah binaan yang akan
dijadikan lahan praktik dan dilengkapi proposal rencana pembinaan. Selanjutnya, mengadakan
pendekatan dengan tokoh-yokoh di wilayah tersebut.
2. Pengenalan masalah. Untuk dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat secara
menyeluruh, dapat dilakukan survey kesehatan masyarakat dalam ruang lingkup terbatas,
sehingga masalah – masalah yang dirumuskan benar – benar masalah yang menjadi kebutuhan
masyarakat setempat. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan, sehingga
mereka menyadari sepenuhnya masalah yang mereka hadapi dan mereka sadar bagaimana cara
mengatasi masalah tersebut. Masalah yang ditemukan pada tahap ini tentunya tidak hanya satu
masalah, sehingga perlu disusun skala prioritas penanggulangan masalah bersama – sama
may=yarakat formal dan informal.
3. Penyadaran masyarakat. Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka :
 Menyadari masalah- masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi;
 Secara sadar mereka ikut berpartisispasi dalam kegiatan penanggualangan masalah kesehatan
dan keperawatan yang mereka hadapi;
 Tahu cara memenuhi kebutuhan upaya pelayanan kesehatan dan keperawatan sesuai denngan
potensi dan sumber daya yang ada pada mereka.

Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan pelayanan kesehatan dan
keperawatan diperlukan suatau mekanisme yang terencana dan terorganisasi denga baik. Istilah
yang sering digunakan dalam keperawatan komunitas untuk menyadarkan masyarakat adalah
lokakarya mini kesehatan, musyawarah masyarakat desa atau rembuk desa. Hal – hal yang perlu
mendapat perhatian dalam penyadaran masalah adalah ;

 Libatkan masyarakat;
 Dalam menyusun rencana penanggulangan masalah disesuaikan dengan potensi dan sumber
daya yang ada pada masyarakat;
 Hindari konflik dari berbagai kepentingan dalam masyarakat;
 Kesadaran dari kelompok- kelompok kecil masyarakat hendaknya disebarkan kepada kelompok
masyarakat yang lebih luas;
 Adakan interaksi dan interelasi dengan tokoh – tokoh masyarakat secara intensif dan akrab,
sehingga mereka dapat di manfaatkan untuk usaha motifasi, komunikasi-yang kemudian dapat
menggugah kesadaran masyarakat
 Dalam mengatasi sifat-sifat masyarakat, perawat komunitas dapat memanfaatkan jalur
kepemimpinan masyarakat setempat untuk mendapatkan legitimasi, sehingga kesadaran
masyarakat dapat dipercepat.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran praktik di komunitas
yang harus di lakukan adalah pertemuan (temu kenal). Selanjutnya melakukan pengkajian pada
masyarakat dan melakukan mini lokakarya.

1. Pelaksanaan

Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam mini lokakarya atau musyawarah
masyarakat desa, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan
kegiatan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat adalah :

1. Pilihlah kegiatn yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.


2. Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan masalah.
3. Kegiatan disesuaikan dengana kemampuan, waktu dan sumber daya yang tersedia di
masyarakat.
4. Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai kemampuan dalam
penanggulangan masalah.

Dalam tahap ini, salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah adalah
penyuluhan kesehatan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan skala prioritas masalah.
Agar penyuluhan tersebut mudah dipahami masyarakat, maka petugas kesehatan
atau mahasiswa keperawatan komunitas harus membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
disertai lampiran materi penyuluhan dan leaflet.

1. Evaluasi

Penillaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam jangka waktu tertentu.
Penilaian dapat dilakukan dalam dua cara yaitu:

1. Selama kegiatan berlangsung (penilaian formatif), penilaian ini dilakukan untuk melihat apakah
pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai perencanaan penanggulangan masalah yang
disusun. Penilaian ini juga dapat dikatakan monitoring, sehingga dapat diketahui perkembangan
hasil yan g akan dicapai.
2. Setelah program selesai dilaksanakan (penilaian sumatif), penilaian ini dilakukan setelah melalui
jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan. Penilaian ini disebut juga penilaian pada
akhir program, sehingga dapat diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesehatan
dan keperawatan telah tercapai atau belum.
3. Perluasan

Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang akan dilakukan. Perluasan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Perluasan kuantitatif, yaitu perluasan dengan menambah jumlah kegiatan yang akan dilakukan,
apakah pada wilayah setempat atau di wilayah lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Perluasan kualitatif, yaitu: perluasan dengan meningkatkan mutu atau kualitas kegiatan yang
telah dilaksanakan , sehingga dapat meningkatkan kepuasan dari masyarakat yang dilayani.

BAB III

PENUTUP

1. A. Kesimpulan

 Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tugas,


kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang
dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan. (Siagian,1983 dalam
Juniati).
 Ada tiga model yang dipergunakan dalam pengorganisasian komunitas, yaitu sebagai berikut :
Locality Development, Social Planning, Social Action.
 Langkah – langkah yang harus ditempuh dalam Pengorganisasian Masyarakat adalah :

1. Persiapan sosial :
a) Pengenalan Masyarakat

b) Pengenalan Masalah

c) Penyadaran Masyarakat

1. Pelaksanaan,
2. Evaluasi, dan
3. Perluasan
4. B. Saran

Dengan melalui makalah ini kami selaku penyusun mengharapkan khususnya semua
mahasiswa keperawatan STIKES MW dapat mengetahui serta memahami tentang Konsep
Pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan komunitas.

DAFTAR PUSTAKA

Iqbal Mubarak Wahit dan Nurul Chayatin.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar
dan Teori. Jakarta: Salemba Medikal.

https://raranatasha.wordpress.com/2013/01/09/pengorganisasian-masyarakat/

Rhara Natasha

PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Posted on Januari 9, 2013 by rara natasha

Standar

ecara Umum Pengorganisasian Masyarakat didefinisikan sebagai: “Proses membangun kekuatan


dengan melibatkan konstituen sebanyak mungkin melalui proses menemukenali ancaman yang
ada secara bersama-sama, menemukenali penyelesaian-penyelesaian yang diinginkan terhadap
ancaman-ancaman yang ada; menemu-kenali orang dan struktur, birokrasi, perangkat yang ada
agar proses penyelesaian yang dipilih menjadi mungkin dilakukan, menyusun sasaran yang harus
dicapai; dan membangun sebuah institusi yang secara demokratis diawasi oleh seluruh
konstituen yang ada” (Dave Beckwith & Cristina Lopez, 1997).

Jadi pengorganisasian masyarakat bukan sekedar memobilisasi massa untuk suatu kepentingan, tetapi
suatu proses pergaulan/pertemanan/persahabatan dengan suatu komunitas atau masyarakat yang lebih
menitik-beratkan pada inisiatif masa kritis untuk mengambil tindakan-tindakan secara sadar dalam
mencapai perubahan yang lebih baik.

Dalam menjalankan aktivitas pengorganisasian, prinsip yang harus dipegang dan dijadikan pedoman
dalam berpikir dan berbuat bagi seorang pengorganisasi masyarakat adalah :
a. Membangun pertemanan/persahabatan dengan komunitas atau masyarakat.

b. Bersedia belajar dari kehidupan komunitas bersangkutan.

c. Membangun komunitas atau masyarakat dengan berangkat dari apa yang ada atau dimiliki oleh
komunitas tersebut.

d. Tidak berpretensi untuk menjadi pemimpin dan “tetua” dari komunitas tersebut.

e. Mempercayai bahwa komunitas memiliki potensi dan kemampuan untuk membangun dirinya
sendiri hingga tuntas.

Pengorganisasian Masyarakat (Community Organizing) sesungguhnya adalah sebuah pemikiran dan pola
kerja yang telah ada dan berlangsung sejak berabad-abad yang lampau, yaitu serangkaian upaya
membangun masyarakat untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera dan adil dari
sebelumnya dengan mengacu pada harkat dan martabat kemanusiaan seutuhnya. Sebagai suatu
rumusan konsep pemikiran dan pola kerja paling tidak sudah dikenal pada masa kehidupan Lao Tse di
dataran Cina, pada abad 7 sebelum Masehi.

Pada abad keduapuluh konsep dari pemikiran dan pola kerja Pengorganisasian Masyarakat tersebut
menjadi populer kembali, sebagai reaksi terhadap gagasan dan praktek-praktek pembangunan atau
“modernisasi” yang ternyata berujung pada terinjak-injaknya harkat kemanusiaan dan pengurasan
secara dahsyat berbagai sumber daya alam untuk kepentingan sekelompok kecil manusia di bumi ini.

Pengorganisasian Masyarakat adalah, bahwa:

a. Masyarakat memiliki daya dan upaya untuk membangun kehidupannya sendiri.

b. Masyarakat memiliki pengetahuan dan kearifan tersendiri dalam menjalani kehidupannya secara
alami.

c. Upaya pembangunan masyarakat akan efektif apabila melibatkan secara aktif seluruh komponen
masyarakat sebagai pelaku sekaligus penikmat pembangunan, serta

d. Masyarakat memiliki kemampuan membagi diri sedemikian rupa dalam peran peran pembangunan
mereka.

Sementara itu menurut Murray Ross, pengorganisasian masyarakat adalah : Suatu proses dimana
masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-
kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri
maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong
http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/08/konsep-strategi-definisi-perumusan.html

Home » Manajemen Stratejik » Konsep Strategi : Definisi, Perumusan, Tingkatan dan Jenis
Strategi

Konsep Strategi : Definisi, Perumusan,


Tingkatan dan Jenis Strategi
Posted by Denny Bagus

Pengertian Strategi
Definisi strategi adalah cara untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi bisnis bisa berupa
perluasan geografis, diversifikasi, akusisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi
karyawan, divestasi, likuidasi dan joint venture (David, p.15, 2004).
Pengertian strategi adalah Rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan
keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan
bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi
(Glueck dan Jauch, p.9, 1989).
Pengertian strategi secara umum dan khusus sebagai berikut:
1. Pengertian Umum
Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat
dicapai.
2. Pengertian khusus
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus,
serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa
depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai
dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen
memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam
bisnis yang dilakukan.

Perumusan Strategi
Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk
membangun visi dan misi organisasi, menetapkan tujuan strategis dan keuangan perusahaan, serta
merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan perusahaan dalam merumuskan strategi, yaitu:
1. Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh perusahaan di masa depan dan menentukan
misi perusahaan untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan tersebut.
2. Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menjalankan misinya.
3. Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-strategi yang
dirancang berdasarkan analisis sebelumnya.
4. Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan
mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi.
5. Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
(Hariadi, 2005).

Tingkat-tingkat Strategi
Dengan merujuk pada pandangan Dan Schendel dan Charles Hofer, Higgins (1985) menjelaskan adanya
empat tingkatan strategi.
Keseluruhannya disebut Master Strategy, yaitu: enterprise strategy, corporate strategy, business
strategy dan functional strategy.
a) Enterprise Strategy
Strategi ini berkaitan dengan respons masyarakat. Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan
masyarakat. Masyarakat adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di
dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok lain seperti
kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam strategi enterprise terlihat
relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat
menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja
dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
b) Corporate Strategy
Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategy yang meliputi
bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. Pertanyaan apa yang menjadi bisnis atau urusan kita dan
bagaimana kita mengendalikan bisnis itu, tidak semata-
mata untuk dijawab oleh organisasi bisnis, tetapi juga oleh setiap organisasi pemerintahan dan
organisasi nonprofit. Apakah misi universitas yang utama? Apakah misi yayasan ini, yayasan itu, apakah
misi lembaga ini, lembaga itu? Apakah misi utama
direktorat jenderal ini, direktorat jenderal itu? Apakah misi badan ini, badan itu? Begitu seterusnya.
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu sangat penting dan kalau keliru dijawab bisa fatal.
Misalnya, kalau jawaban terhadap misi universitas ialah terjun kedalam dunia bisnis agar menjadi kaya
maka akibatnya bisa menjadi buruk, baik terhadap anak didiknya, terhadap pemerintah, maupun
terhadap bangsa dan negaranya. Bagaimana misi itu dijalankan juga penting. Ini memerlukan keputusan-
keputusan stratejik dan perencanaan
stratejik yang selayaknya juga disiapkan oleh setiap organisasi.
c) Business Strategy
Strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat. Bagaimana
menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu
dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan
stratejik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik.
d) Functional Strategy
Strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis
strategi functional yaitu:
• Strategi functional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup
sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran,
sumber daya, penelitian dan pengembangan.
• Strategi functional manajemen, mencakup fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing,
implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating,
decision making, representing, dan integrating.
• Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah
diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah (J. Salusu, p 101, 1996).
Tingkat-tingkat strategi itu merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi isyarat bagi setiap pengambil
keputusan tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak boleh dilihat dari sudut kerapian administratif
semata, tetapi juga hendaknya memperhitungkan soal
“kesehatan” organisasi dari sudut ekonomi (J. Salusu, p 104, 1996).

Jenis-jenis Strategi
Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi
dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi
kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi yang
berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin
menggunakan gabungan dari sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi
biaya secara bersamaan.

Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut:


1. Strategi Integrasi
Integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai
integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para
distributor, pemasok, dan / atau pesaing.
2. Strategi Intensif
Penetrasi pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif
karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk
yang ada hendak ditingkatkan.
3. Strategi Diversifikasi
Terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat.
Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik.
Menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut
diversifikasi horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak disebut diversifikasi konglomerat.
4. Strategi Defensif
Disamping strategi integrative, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi
rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi.
Rasionalisasi Biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya
dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang
menurun. Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi biaya
dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama proses rasionalisasi biaya,
perencana strategi bekerja dengan sumber daya terbatas dan menghadapi tekanan dari para pemegang
saham, karyawan dan media.
Divestasi adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk
meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi atau investasi strategis lebih lanjut.
Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi rasionalisasi biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi
dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan
aktivitas lainnya dalam perusahaan. Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara
bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa
merupakan strategi yang secara emosional sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti
beroperasi daripada terus menderita kerugian dalam jumlah besar.
5. Strategi Umum Michael Porter
Menurut Porter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan
kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum.
Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah
untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan
membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada
konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk
dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.
(David, p.231, 2004)
http://indraachmadi.blogspot.co.id/2014/05/teori-dan-teknik-pemberdayaan-masyarakat.html

Rainday Affairs
elasa, 27 Mei 2014
TEORI DAN TEKNIK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan : proses sosial multi dimensi yg bertujuan utk membantu individu/kelompok agar dapat
memperoleh kendali bagi kehidupan mereka sendiri.

Komponen penting :

Utk memahami pemberdayaan menurut page dan czuba ada 3 komponen penting :

1. Pemberdayaan bersifat multi dimensi, dimana terlibat didalamnya dimensi sosiologi, psikologi,
ekonomi dan dimensi lainnya. Pemberdayaan dpt berlangsung pd berbagai jenjang, spt : individu,
kelompok dan komunitas/masy

2. Pemberdayaan adalah suatu proses sosial

3. Pemberdayaan merupakan suatu proses yg mirip dg suatu perjalanan bagi pihak yg sedang
membangun

SUMODININGRAT (1999), bahwa pemberdayaan masy merupakan upaya utk mamndirikan masy lewat
perwujudan potensi kemampuan yg mereka miliki. Adapun PM senantiasa menyangkut 2 kelompok yg
saling terkait, yaitu masy sebagai pihak yg diberdayakan dan pihak yg menaruh kepedulian sbg pihak yg
memberdayakan.

RAPPAPORT (1987-121) pemberdayaan : pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu dg


keadaan sosial,kekuatan politik serta hak menurut UU.

MC. ARDLE (1989) pemberdayaan : proses pengambilan keputusan oleh org2 yg secara konnsekuen
melaksanakan keputusan tsb. Org2 yg telah mancapai ttujuan kolektif melalui kemandiriannya trmasuk
diberdayakan bahkan mungkin lebih diberdayakan melaui usaha mereka sendiri dan akumulasi
pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya, dalam rangka mencapai tujuan mereka sendiri tanpa
tergantung pada pertolongan dan hub eksternal.

JIM IFE (1995:56) pemberdayaan ditujukan utk meningkatkan kekuasaan (power) dari kel masy yg
kurang beruntung (disadvantaged)

“empowerment aims to increase the power of the disadvantaged)”

PERSPEKTIF DALAM PEMBERDAYAAN

1) PLURALIS, persaingan dan perselisihan tdk terelekkan. Masing2 mempunyai kesempatan yg sama.
Kelompok atas mebantu kelompok ygg lain/kalah/lemah.
2) Elit, politik semacam permainan, dimana setiap pemain memiliki kesempatan yg sama. Ada kelompok
yg kalah karena tidak memiliki kekuasaan. Proses pemberdayaan berarti menggabungkan diri kedalam
politik shg bisa digabungkan antara kel lemah dan kel kuat.

3) Struktural, ketidakberuntungan masy terjadi akibat struktur sosial dan politik yg berbeda-beda. Adanya
ketimpangan struktur mengakibatkan perbedaan keberuntungan yg satu dan lainnya. Melakukan
perubahan scr struktur dpt memberdayakan masy (pengertian pemberdayaan)

INDIKATOR PEMBERDAYAAN

Keberhasilan PM dpt dilihat keberdayaan mereka mengenai : kemampuan ekonomi, kemampuan


mengakses manfaat kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis.

SCHULER, HASHEMI, DAN RILEY

8 Indikator Pemberdayaan :

1) Kebebasan mobilitas

2) Kemampuan membeli komoditas kecil

3) Kemampuan membeli komoditas besar

4) Terlibat dalam pembuatan keputusan2 RT

5) Kebebasan relatif dari dominasi keluarga

6) Kesadaran hukum dan politik

7) Keterlibatan dalam kampanye/demonstrasi

8) Jaminan ekonomi dan kontribusi thd keluarga (soeharto, 2006:65)

SUMODININGRAT (1999), pemberdayaan masy adalah upaya utk mendirikan masy.

SRTATEGI PEMBEDAYAAN

Menurut JIM IFE (1995:63) ada 3 strategi yg ditrapkan utk PM:

1) Perencanaan dan kebijakan (policy and planning)

Utk mengembangkan perubahan struktur dan institusi shg memungkin masy utk mengakses berbagai
sumber kehidupan utk meningkatkan taraf kehidupan nya. Perencanaan dan policy yg berpihak dpt
dirancang utk menyediakan sumber kehidupan yg cukup bagi masy utk mencapai keberdayaan. Mis:
policy membuka peluang kerja yg luas, UMR yg tinggi (poverty dan pengangguran).

2) aksi sosial dan politik (sosial dan political action)


diartikan agar sistem politik yg tetutup diubah shg memungkinkan masy utk berpartisipasi dlm sispol.
Adanya keterlibatan masy secara pol membuka peluang dlm memporoleh kondisi keberdayaan.

3) Peningkatan kesadaran dan pendidikan

Masy /kel msy tertentu seringkali tdk menyadari penindasan yg terjadi pada dirinya. Kondisi
ketertindasan diperparah dg tdk adanya skill utk bertahan hidup secara eko dan sosial.

Utk masalah ini peningkatan kesadaran dan pdidikan utk ditrapkan. Contoh : memberi pemahaman kpd
masy ttg bagaimana struktur2 penindasan terjadi, memberi sarana dan skill agar mencapai perubahan
scr efektif.

PENGEMBANGAN MASY LOKAL

 Masya lokal : masy tertentu yg dibatasi scr adm dan geografis baik pada level grass roots spt kel
tertentu dlm sebuah RT, masy tk RT/RW, desa/kel, maupun masy regional seperti tk kab dan kec.

 Pengembangan masy lokal : upaya2 yg berjalan utk menolong masy lookal dlm menemukan masalah,
kebutuhan, potensi dan sumber2, membuat rencana pembangunan dan mendampingi pelaksanaan
pembangunan dalam kurun waktu ttt sehinggamasy mampu melakukannya sendiri.

 Motto : help pople to help them selves

 Prinsip kerja : partisipasi

4) Pelaksanaan program

 Tujuan : melaksanakan rencana program yg telah dirumuskan bersama

 Teknik : implementasi

 Peran : fasilitator, organisator, motivator, mediator, supervisor, broker

 Teknik dan strategi : sosialisasi program via kampanye/propaganda, pemasanagn spanduk, pamflet,
selebaran, etc

 Penggalangan dana : teknik proposal, kotak amal, kupon berhadiah

 Penggalang tenaga : teknik delegasi

5) Evaluasi,

 Tujuan : mengetahui sejauh bana pencapaian tujuan program tercapai, apa faktor penghambat dan
pendukung dan langkah apa yg perlu diambil utk perbaikan lbh lanjut.

 Lanjut : lokal karya


PERENCANAAN SOSIAL

 Diterapkan pda masy yg memiliki masalah yg sangat kompleks dan kronis shg perlu penanganan
secara terpadu lintas sektor, ex: masy kota yg kumuh

 Tahapan :

 Penelitian : memperoleh data sikon masy dan lingkungan dan seberapa berat maslah

 Data presenting

 Rakor

 Membuat kebijakan

 Rakebang

 Membuat panitia kegiatan

 Melaksanakan kegiatan

AKSI SOSIAL

Diterapkan ketika ditemukan sekelompok warga masy yg di rugikan.

A. Tahapan2 kegiatan

1) Persiapan sosial

 Tujuan memperkenalkan diri, menumbuhkan kepercayaan, mengajak bekerja sama, memotivasi masy
setempat dan tokoh2 guna pelaksanaan pembangunan daerah

 Teknik yg digunakan : berkunjung, koordinasi, curah pendapat, wawancara

2) Assesment

Mengenal masalah, kebutuhan serta potensi yg dimiliki masy.

Yang penting pada tahap ini adalah menumbuhkan kesadaran masy/kel sasaran akan masalah dan
kebutuhannya, peningkatan pengetahuan, informasi, hub antar masalah dan causalitasnya.

Tujuannya Menemukan/mengidentifikasi msalah, kebutuhan2 dan sumber2 shg mennentukan masalah


prioritas keg ini harus dilakukan bersama antara warga masy, tokoh masy utk mencapai kesepakatan2.

Teknik yg digunakan :

o FGD (focus grow discusion – kerja kelompok)

o Observasi
o Studi dokumentasi

o Assesment partisipatory

Peran : fasilitator

3) Perencanaan program

Membuat program rencana pemecahan masalah.

Tujuan : membuat program pembangunan yg telah disepakati mulai dari menentukan nama program,
tujuan, sasaran, program waktu, tempat, sumber dan potensi serta kepanitiaannya, rencana anggaran
biaya (RAB)

Teknik : diskusi

Peran : fasilitator, moderator, supervisor.

MEKANISME PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PERTAMA, peran pemerintah teramat penting dalam rangka ini ada bebrapa upya yg harus dilakukan :

1) Birokrasi harus memahami aspirasi rakyat dan harus peka terhadap msalah yg dihadapi oleh rakyat.

2) Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat, artinya berilah sebanyak2 nya kepercayaan pada rakyat
utk memperbaiki dirinya sendiri. Aparat pemrintah membantu memecahkan maslah yg tdk dpt diatasi
oleh masy ssendiri.

3) Utk itu maka birokrasi harus menyiapkan masy dg sebaik2nya, baik pengetahuannya maupun cara
bekerjanya, agar upaya pemberdayaan masy dpr efektif. Ini merupakan bagian dari upaya pendidikan
sosial utk memungkinkan rakyat dg kemandirian.

4) Birokrasi harus membuka dialog dg masy keterbukaan dan konsultasi ini amat perlu utk meningkatkan
kesadaran (awarenes) masy dan agar aparat dapat segera membantu jiika ada massalah yg tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh rakyat.

5) Birokrasi harus membuka jalur informasi dan akses yg diperlukan oleh masy yg tdk dpt diperolehnya
sendiri.

6) Birokrasi harus menciptakan instrumen peraturan dan pengaturan mekanisme pasar yg memihak
golongan masy lemah.

KEDUA, Organisasi2 kemasyarakatan di luar lingkungan masy sendiri.

1) LSM sebagai pelaksana pregram pemerintah (mewakili pemerinta), dpt membantu (konsultan
pemerintah), tetapi juga membantu masy dlm program pemerintah.

2) Dapat pula mengembangkan programnya sendiri.

KETIGA, Lembaga masy yg tumbuh dari dan di dalam masy itu sendiri (local community organization)

Lembaga ini dapat bersifat semi/kuasiformal spt LKMD, PKK/karang taruna.


KEEMPAT, KOPERASI

Merupakan wadah ekonomi rakyat yg secara khusus dinyatakan dalam konstitusi sebagai bangun usaha
yg paling sesuai utk demokrasi indo bidang ekonomi yg merupakan wahana yg efektif bagi PM.

KELIMA, penduduk miskin pada umunya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh
karena itu, diperlukan pendamping utk membimbing penduduk miskin dalam upaya memperbaiki
kesejahteraannya. Pendamping bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kel masy
sbg fasilitator, komunikator/dinamisator.

Lingkup pembinaan yg dilakukan pd pendamping meliputi upaya peningkatan kualitas SDM, yakni
kualitaspara anggota dan pengurus kel serta peningkatan kemampuan usaha anggota. Utk mksd
tersebut pendamping perlu mengenal dan mengadakan komunikasi yg intensif dg kelompok.

KEENAM, pemberdayaan masy harus dicerminkan dalam proses perencanaan pembangunan nasional,
sbg aliran dari bawah ke atas.

Tujuan pemberdayaan :

Memperkuat kekuasaan masy, khusunya kelomp lemah yg memiliki ketidak berdayaan, baik krn kondisi
internal maupun eksternal.

Kelompok lemah/tidak berdaya :

 Secara struktural, baik lemah secara kelas, gender/etnis

 Lemah scr khusus, anak2, lanjut usia, penyandang cacat, masy terasing

 Lemah secara personal, mereka yg mengalami msalah pribadi/keluarga.

Ketidakberdayaan : sebagai keadaan dari masy yg hidup serba kekurangan, keterbelakangan, dan
ketertinggalan yg terjadi bukan krn dikehendaki manusia.

Beberapa permasalahan ketidakberdayaan masy :

1) Seseorang termasuk tdk berdaya, kalau ia miskin : tingkat income tdk mencukupi utk memenuhi
kebutuhan hidup minimum, karena trlalu besarnya jumlah anggota keluarga atau karena rendahnya
produktifitas, menganggur-1/2 menganggur; rendahnya pendidikan dan terbatasnya skill serta
rendahnya tk kesehatan gizi ->menurun kpd generasi berikutnya.

2) Upaya utk mengurangi masy miskin yg tdk berdaya akan semakin sulit, krn penduduk miskin yg tersisa
adl yg paling rendah kemampuannya utk dapat menolong diri.

 Kebijakan umum semakin tdk efektif, harus diganti dg kebijakan khusus dan strategi khusus -> wilayah
dan kelompok miskin

 Harus diketahui penyebab kemiskinan

3) Profil penduduk miskin, RT dan wilayah miskin dan persebarannya telah diperoleh.

 Dugunakan utk merumuskan kebijakan tangentasan kemiskinan


 Penanggulangan kemiskinan dan perkotaan harus dibedakan jenis programnya, kegiatan dan bentuk
bantuannya.

4) Keberhasilan dan efektifitas program pemberdayaan masy dalam menjangkau org miskin, ditentukan
oleh keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai program antikemiskinan.

5) Pada hakikatnya masalah kemiskinan tdk terlepas dari masalah yg lbh besar, yaitu masalah
ketimpangan antar wilayah dan antar golongan penduduk

Faktor-faktor penyebab kemiskinan

1) Rendahnya kapabilitas dan SDA bagi proses produksi primer

2) Keterbatasan penguasaan faktor produksi pertanian, khususnya lahan usaha

3) Keterbatasan lapangan kerja dan lapangan usaha

4) Keterbatasan alternatif pilihan teknologi budidaya utk komoditi pertanian yg ekonomis

5) Keterbatasan info, pembinaan, fasilitas permodalan, proteksi usaha dan kesempatan

6) Kebij pem yg lebih menitikberatkan pd pertumbuhan eko, berdampak buruk terhadap masy miskin

7) Belum berfungsinya ke LSM

8) Rendahnya tkt kesejahteraan masy miskin.

Keberdayaan masyarakat dapat dilihat:

1) Keberdayaan yg menyangkut kemampuan ekonomi

2) Kemampuan mengakses jaminan kesehatan

3) Kemampuan kultur dan politis

Menurut Both dan Sundrum (1982)

1. Untuk mengatasi masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan, perlu diperhatikan berbagai
determinannya, yaitu:

 Pemilikan, penguasaan, pengusahaan, dan distribusi tanah2 pertanian

 Perolehan/akses lahan diantara penduduk

 Penggantian pemanfaatan tenaga kerja dan pergeseran tingkat upah wilayah pedesaan

 Perolehan pekerjaan, pendapatan dan pendidikan diantara penduduk

 Disparitas antara pedesaan dan perkotaan.


Pengertian konsep pemberdayaan, Apa indikator masy berdaya atau belum berdaya. Apa tujuan PM,
strategi PM, pendekatan PM, model PM

Kondisi aktual masy dewasa ini

 Dalam bidang ekonomi

1) Angka pengangguran dan kemiskinan masih relatif tinggi,

2) Kesenjangan antara si kaya dan si miskin relatiif lebar,

3) Tdk seimbangnya antara jumlah angka kerja dengan kesempatan kerja

4) Pendapatan perkapita relatif rendah, struktur ekonomi yg timpang, dll

Tantangan pembangunan

1) Pengangguran

2) Kemiskinan

3) Kesenjangan pertumbuhan

Solusi : employment, income, saving sbg source of growth.

Source: http://fikhbosua.blogspot.com/2012/03/teori-dan-teknik-pemberdayaan.html
http://anvinaayunita.blogspot.co.id/2012/03/konsep-strategi-pengembangan.html

Anvina Radyowirono
Konsep & Strategi Pengembangan
Kelembagaan Untuk Kemandirian Lokal

A. Berbagai Kekeliruan dalam Pengembangan Kelembagaan Selama Ini

Dari begitu banyak literatur tentang kelembagaan, maka pada pokoknya kelembagaan akan sampai
kepada tiga hal, yaitu siapa pihak yang telibat (baik individual ataupun social group), bagaimana tata
hubungan di antara mereka (aspek struktur), dan bagaimana aturan main di antara mereka (aspek
kultur). Aspek kultural dan struktural merupakan dua komponen utama dalam setiap kelembagaan
(Syahyuti, 2003).

Kelembagaan telah menjadi strategi penting dalam pembangunan pertanian dan pedesaan selama ini.
Namun demikian, pengembangan kelembagaan belum pernah mencapai hasil yang optimal, yang
disebabkan oleh berbagai faktor, terutama karena pemahaman dan strategi yang kurang tepat.
Setidaknya terdapa sembilan bentuk kekeliruan yang selama ini dijumpai dalam pengembangan
kelembagaan, yaitu (Syahyuti, 2003):

1. Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan-ikatan


horizontal, namun lemah dalam ikatan vertikal. Kekeliruan ini kemudian diperbaiki dengan
mengembangkan konsep kelembagaan agribisnis, yang lebih dipentingkan adalah ikatanikatan
vertikal.
2. Kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan tugas kontrol
bagi pelaksana program, bukan untuk peningkatan social capital masyarakat secara mendasar.
Tidak mengherankan jika sebuah kelembagaan akan bubar sesaat setelah ditinggalkan
pelaksananya.
3. Struktur keorganisasian yang dibangun relatif seragam, yang bias kepada bentuk kelembagaan
usahatani padi sawah sawah irigasi teknis di Pantura Jawa. Hal ini merupakan generalisasi yang
terburu-buru dan sembrono, serta analogi yang tergesa-gesa dan tidak relevan (Mundiri, 1999).
4. Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung
individual terbatas kepada pengurus dan tokoh-tokoh dengan prinsip ”trickle down effect”,
bukan social learning approach.
5. Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari
pengembangan aspek kulturalnya. Sruktur organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti
perkembangan aspek kulturalnya (visi, motivasi, semangat, manajemen, dan lain-lain).
6. Introduksi kelembagaan lebih banyak melalui budaya material dibanding nonmaterial, atau
merupakan perubahan yang materialistik.
7. Introduksi kelembagaan baru telah merusak kelembagaan lokal yang ada sebelumnya, termasuk
merusakkan hubungan-hubungan horizontal yang telah ada.
8. Jika dicermati secara mendalam, pada hakikatnya, pengembangan kelembagaan masih lebih
merupakan jargon politik daripada kenyataan yang riil di lapangan.
9. Kelembagaan pendukung untuk usaha pertanian tidak dikembangkan dengan baik, karena
struktur pembangunan yang sektoral.

Kekeliruan ini datang dari pola pikir bahwa kelembagaan lokal dianggap tidak memiliki “jiwa” ekonomi
yang memadai karena itu harus diganti, menganggap bahwa pertanian gurem adalah permasalahan
individual bukan permasalahan kelembagaan, dan menganggap bahwa permasalahan kelembagaan ada
di tingkat petani belaka bukan pada superstrukturnya.

Selain itu, kesatuan administrasi pemerintahan dipandang sebagai satu unit interaksi sosial ekonomi
pula, dan kelembagaan hanya berorientasi kepada produksi sehingga yang dibangun adalah
kelembagaan-kelembagaan yang ada pada kegiatan produksi saja Implementasi RPPK nantinya
diharapkan tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan tersebut di atas. Untuk itu, para pelaksana perlu
memahami tentang “analisis kelembagaan”. Dalam World Bank (2005), institutional analysis adalah “...
helps to identify the constraints within an organization that can undermine policy implementation. These
constraints may
exist at the level of internal processes, concern relationships among organizations (e.g., between
ministries), or be a product of the way that the system is organized (reporting hierarchies) or operates
(the financial year is not followed in practice and accounts are not closed)”. Dalam analisis kelembagaan,
dipelajari kelembagaan-kelembagaan formal maupun “soft institutions” seperti tata aturan, maupun
struktur kekuasaan diberbagai tingkatan.

B. Pengembangan Kelembagaan Sebagai Bentuk Pemberdayaan

Pemberdayaan (empowerment) yang berasal dari kata dasar “empower” bermakna sebagai “to invest
with power, especially legal power or officially authority”, atau “... taking control over their lives, setting
their own agendas, gaining skill, building self-confidence, solving problems and developing selfreliance”.
Pemberdayaan dapat dilakukan terhadap individual, kelompok sosial, maupun terhadap komunitas. Dari
sisi paradigma, pemberdayaan lahir sebagai antitesis dari paradigma developmentalis.

Dalam Payne (1997), pada intinya pemberdayaan adalah “to help clients gain power of decision and
action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power,
by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment
to clients”. Pemberdayaan mengupayakan bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai
dengan keinginan mereka. Inti utama dari pemberdayaan adalah tercapainya “kemandirian”.

Bank Dunia selama ini telah memberi perhatian besar kepada tiga hal untuk meningkatkan hasil-hasil
pembangunan, yaitu “empowerment, social capital, and community driven development (CDD)”. Ketiga
konsep ini menekankan kepada inklusifitas, partisipasi, organisasi, dan kelembagaan. Empowerment
merupakan hasil dari aktifitas pembangunan, social capital dapat diposisikan sekaligus sebagai proses
dan hasil, sedangkan CDD berperan sebagai alat operasional (World Bank, 2005).

Konsep empowerment mendapat penekanan yang berbeda-beda di berbagai negara, sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan mereka. Pemahaman tentang pemberdayaan telah melewati antar waktu dan
antar kultur. Satu hal yang esensial dalam pemberdayaan adalah ketika individu atau masyarakat
diberikan kesempatan untuk membicarakan apa yang penting untuk perubahan yang mereka butuhkan.
Ini akan berimplikasi kepada sisi supply dan demand tentang pembangunan, perubahan lingkungan
dimana masyarakat miskin hidup, dan membantu mereka membangun dan mengembangkan karakter
mereka sendiri. Pemberdayaan bergerak mulai dari masalah pendidikan dan pelayanan kesehatan
kepada persoalan politik dan kebijakan ekonomi. Pemberdayaan berupaya meningkatkan kesempatan
kesempatan pembangunan, mendorong hasil-hasil pembangunan, dan memperbaiki kualitas hidup
manusia. Tidak ada satu bentuk kelembagaan khusus untuk pemberdayaan, namun ada elemen-elemen
tertentu agar upaya pemberdayaan dapat berhasil.

Beberapa kunci dalam pengembangan kelembagaan untuk pemberdayaan adalah: adanya akses kepada
informasi, sikap inklusif dan partisipasi, akuntabilitas, dan pengembangan organisasi lokal. Bidang apa
yang dapat digarap dalam pekerjaan pemberdayaan? Setidaknya ada lima bidang yang dapat digarap,
yaitu penyediaan pelayanan dasar, peningkatan kapasitas pemerintahan lokal, peningkatan kapasitas
pemerintahan nasional, pengembangan pasar yang pro kemiskinan, dan pengembangan akses untuk
bantuan keadilan dan hukum. Terdapat dua prinsip dasar yang seyogyanya dianut di dalam proses
pemberdayaan. Pertama, adalah menciptakan ruang atau peluang bagi masyarakat untuk
mengembangkan dirinya secara mandiri dan menurut cara yang dipilihnya sendiri. Kedua,
mengupayakan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk memanfaatkan ruang atau peluang yang
tercipta tersebut.

Berkaitan dengan prinsip tersebut, maka kebijaksanaan yang perlu ditempuh oleh pemerintah pada
setiap tingkatan, mulai dari nasional sampai kabupaten/kota adalah penataan kelembagaan pemerintah,
dalam arti menghilangkan struktur birokrasi yang menghambat terciptanya peluang yang dimaksud,
termasuk peraturan perundang-undangan, dan atau sebaliknya: membangun struktur birokrasi yang
dititikberatkan pada pemberian pelayanan pada masyarakat dan peraturan perundangan yang
memudahkan dan atau meningkatkan aksesibilitas masyarakat di segala aspek kehidupan. Kebijakan ini
diterjemahkan misalnya di bidang ekonomi berupa peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap
faktor-faktor produksi dan pasar, sedangkan di bidang sosial politik berupa tersedianya berbagai pilihan
bagi masyarakat (choice) untuk menyalurkan aspirasinya (voice). Upaya pemberdayaan masyarakat desa
dalam kehidupan politik dan demokrasi, diperlukan cara pandang atau pendekatan baru, karena
perubahan yang terjadi pada beberapa dekade terakhir telah melahirkan berbagai realitas yang tidak
mungkin dimengerti atau dipahami apalagi dikelola dengan menggunakan paradigm atau cara pandang
lama.

C. Pengembangan Kelembagaan dalam Upaya Mewujudkan Kemandirian Lokal

Menurut Taylor dan Mckenzie (1992), ada tujuh alasan kenapa inisiatif lokal diperlukan. Dari sisi
pemerintah, inisiatif lokal dibutuhkan karena pemerintah belum mampu memberikan pelayanan yang
memadai, sementara kemampuan perencanaan pusat juga dalam kondisi lemah. Dari sisi masyarakat
lokal, di antaranya adalah karena masih banyaknya sumberdaya yang belum termanfaatkan, yang
dipandang akan lebih efektif apabila menggunakan strategi lokal. Pemberdayaan berarti mempersiapkan
masyarakat desa untuk memperkuat diri dan kelompok mereka dalam berbagai hal, mulai dari soal
kelembagaan, kepemimpinan, sosial ekonomi, dan politik dengan menggunakan basis kebudayaan
mereka sendiri. Pendekatan pembangunan melalui cara pandang kemandirian local mengisyaratkan
bahwa semua tahapan dalam proses pemberdayaan harus dilakukan secara tendesentralisasi. Upaya
pemberdayaan dengan prinsip sentralisasi, deterministik, dan homogen adalah hal yang sangat
dihindari. Karena itu upaya pemberdayaan yang berbasis pada pendekatan desentralisasi akan
menumbuhkan kondisi otonom, dimana setiap komponen akan tetap eksis dengan berbagai keragaman
(diversity) yang dikandungnya.

Upaya pemberdayaan yang berciri sentralisitik tidak akan mampu memahami karakteristik spesifik
tatanan yang ada, dan cenderung akan mengabaikan kanakteristik tatanan. Sebaliknya upaya
pemberdayaan yang dilakukan secara terdesentralisasi akan mampu mengakomodasikan berbagai
keragaman tatanan. Cara pandang “kemandirian lokal” adalah suatu alternatif pendekatan
pembangunan yang dikembangkan dengan berbasis pada pergeseran konsepsi pembangunan, serta
pergeseran paradigma ilmu pengetahuan. Oleh karena itu diharapkan dapat diposisikan sebagai
pendekatan pembangunan bangsa Indonesia, atau minimal sebagai masukan bagi perumusan
pendekatan dan atau paradigma pembangunan Indonesia. Pemberdayaan desa khususnya
pemberdayaan politik masyarakat desa, mengandung dua pendekatan yang seakan-akan saling bertolak
belakang atau merupakan paradox pemberdayaan desa. Pada satu sisi, pemberdayaan desa seyogyanya
diletakkan pada upaya untuk meningkatkan kualitas harmoni kehidupan seluruh warga desa, akan tetapi
pada sisi yang lain pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas interkoneksitas
(fungsional) antara satu tatanan dengan tatanan yang lainnya yang berada di luar tatanan desa.
Interkoneksitas seperti ini memiliki potensi besar untuk merusak kondisi harmoni yang dimaksudkan
sebelumnya.

Berdasarkan kondisi paradoxal ini maka penyusunan skenario yang berlaku umum (grand scenario) di
seluruh wilayah sangat tidak mungkin. Kebijaksanaan pemberdayaan desa haruslah bersifat kasuistik,
dan kontekstual, yang disusun secara otonom masing-masing daerah. Perumusan format upaya
pemberdayaan masyarakat desa haruslah berbasis pada prinsip dasar, yaitu bagaimana menciptakan
peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk
memanfaatkan peluang tersebut. Dalam konteks politik, prinsip ini merupakan wujud pemberian pilihan
(choice) kepada masyarakat dan juga meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyuarakan
aspirasinya (voice). Implementasi prinsip ini jelas tidak harus baku atau standar, akan tetapi akan
tergantung pada kondisi masing-masing masyarakat. Kemandirian lokal menunjukkan bahwa
pembagunan lebih tepat bila dilihat sebagai proses adaptasi-kreatif suatu tatanan masyarakat dari pada
sebagai serangkaian upaya makanistis yang mengacu pada satu rencana yang disusun secara sistematis,
Kemandirian lokal juga menegaskan bahwa organisasi seharusnya dikelola dengan lebih
mengedepankan partisipasi dan dialog dibandingkan semangat pengendalian yang ketat sebagaimana
dipraktekkan selama ini (Amien, 2005).

Sumber : NoName, 2009


http://pppm.pasca.uns.ac.id/?p=543

KATA PENGANTAR
Kata “pembangunan”, sejak beberapa dasawarsa terakhir bamnyak diperbincangkan oleh beragam
kalangan, baik aparat birokrasi, politisi, akademisi, dan praktisi serta kelompok-kelompok masyarakat
yang peduli dan berkepentingan dengan upaya perbaikan kehidup pribadi, keluarga dan masyarakatnya.

Tetapi, pembangunan yang memusatkan dirinya pada pencapaian pertumbuhan di tingkat makro,
ternyata justru menimbulkan banyak petaka bagi sebagian besar masyarakat yang akan diperbaiki
kehidupannya.

Karena itu, sejak kegagalan teori dan model pembangunan yang terlalu mengagungkan pertumbuhan,
banyak kalangan mengalihkan kiblatnya kepada pembangunan yang memusatkan kepada rakyat, yang di
dalam nya mensyaratkan optimasi sumberdaya local, partisipasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Sejak saat itulah, “pemberdayaan” yang dikenalkan di Indonesia sejak awal 1990-an melalui program IDT
(Inpres Desa Tertinggal), telah membius banyak kalangan dan dijadikan tumpuan harapan banyak pihak.
Tidak saja oleh sebagian besar masyarakat lapisan bawah, tetapi juga para elit kekuasaan.

Pemberdayaan, dewasa ini telah menjelma sebagai program nasional melalui PNPM (Program Nasional
Pem berdayaan Masyarakat), sehingga tidak satupun SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang tidak
memiliki program/kegiatan pemberdayaan masyarakat. Bahkan, di seluruh provinsi, dan
kabupaten/kota, perlu dibentuk instansi khusus yang bernama Badan/Kantor Pemberdayaan
Masyarakat.

Demikiian juga di dalam struktur pemerintah desa/kelurahan, juga dibentuk Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Desa/Kelurahan (LPMD/LPMK). Tidak cukup di situ, di kalangan dunia-usaha, baik
BUMN/Swasta, juga ada kewajiban melakukan pemberdayaan masyarakat melalui progran
tanggungjawab sosdial dan lingkiungan dalam bentuk: Proram Kemitraan dan Bina Lingkungan (PK-BL) di
BUMN, maupun CSR (Corporate Social Responsibility) di kalangan Swasta.

Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa praktek pelaksanaan pemberdayaan masyarakat seringkali jauh
meleset dari konsepnya. Pemberdayaan menjadi lebih “memperdayai”, upaya pengembangan
kemandirian masyarakat justru lebih cenderung melestarikan ketergantungan masyarakat kepada
beragam bentuk bantuan, pinjaman lunak, modal bergulir, dll.

Lebih ironisnya, program/kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak sedikit yang dijadikan ladang
manipulasi dan korupsi.
Oleh sebab itu, buku ini diterbitkan dengan harapan untuk dapat dijadilkan acuan bagi semua pihak,
baik: aparat birokrasi, politisi, akademisi, praktisi/fasilitator maupun pemerhati/ pengamat kegiatan
pemberdayaan masyarakat,

Buku ini berisi 13 Bab, yang diawali dengan dua Bab yang berisi telaahan kritis tentang upaya perbaikan
kesejahteraan dan perubahan-perubahan paradigma pembangunan, Dua Bab berikutnya, Bab 3 berisi
tinjauan tentang pembangunan berbasis pemberdayaan yang diawali dengan pengertian
pemberdayaan, dan Bab 4 telaahan tentang pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses. Bab 5,
berisi tentang filosofi dan prinsip pemberdayaan, disambung Bab 6 tentang lingkup dan tahapan
kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Bab 7 tentang pendekatan dan strategi bagi pelaksanaan pemberdayaan masyarakt. Bab 9, 10, dan 11
menyampaikan pengenalan wilayah-kerja, metoda dan materi pemberdayaan masyarakat. Akhirnya
ditutup dengan dua Bab tentang perencanaan serta pemantauan dan evaluasi program/kegiatan
pemberdayaan masyarakat.

Buku ini bukanlah “Kitab Suci” yang harus ditaati, tetapi lebih untuk membuka percakapan, dan
mengajak untuk secara kritis bersama-sama membangun kegiatan belajar-bersama serta berbagi
pengetahuan dan pengalaman (sharing).

Karena itu, adanya kritik untuk melengkapi dan memperbaiki isi buku ini akan diterima dengan senang
hati.

Semoga bermanfaat!

Sukoharjo, Maret 2010

Penulis

Info buku selengkapnya kunjungi di sini


http://triwidiatwn.blogspot.co.id/2013/11/strategi-dan-pendekatan-dalam.html

STRATEGI DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

STRATEGI DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(Tugas Kuliah Resume Pengembangan Masyarakat)

Oleh

Tri Widia Ningrum

1214131105
JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2013
STRATEGI DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

1. Strategi Pengembangan Masyarakat

Menurut Chin dan Benne dalam pengembangan masyarakat ada 3 strategi yang digunakan yaitu:

1. Strategi Empiris-Rasional
Strategi empiris-rasional menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan
berdasarkan fakta-fakta yang ada di dalam masyarakat yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada di
dalam masyarakat.
Strategi Empiris-rasional didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia itu rasional dengan musuh
utamanya yaitu kebodohan dan tahayul, dalam mengkuti kepentingan-kepentingan dirinya, maka
manusia akan bersikap rasional, manusia juga akan menerima perubahan apabila perubahan tersebut
dapat diterima dan rasional. Tujuan strategi empiris-rasional yaitu adanya perubahan pengetahuan
melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual.

2. Strategi Normatif-Reedukatif
Strategi ini terkait dengan nilai dan budaya yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan
penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam masyarakat.
Strategi Normatif-reedukatif didasarkan pada asumsi pola tindakan dan perilaku warga masyarakat yang
didukung oleh norma-norma sosial-budaya, dan komitmen individu terhadap norma-norma. Norma
sosial-budaya didukung oleh sikap dan sistem nilai dari indvidu. Perubahan pola perilaku atau tindakan
masyarakat hanya terjadi jika orang dapat digerakan hatinya untuk mengubah orientasi normatif
terhadap pola lama dan mengembangkan komitmen terhadap pola yang baru.
Tujuan strategi normatif-reeduktif yaitu adanya perubahan siskap, perasaan, dan pola hubungan dalam
masyarakat.
3. Strategi Power-Coercive
Strategi ini terkait dengan masalah ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Strategi Power-coercive
didasarkan kepada asumsi bahwa manusia akan mengikuti keinginan pihak lain yang mereka lihat
memiliki kekuasaan yang lebih besar. Peran yang lebih besar dari penguasa untuk melakukan inisiatif
dan pengaturan yaitu apabila masyarakat memiliki tingkat intelektual yang rendah. Apabila masyarakat
sudah tidak memiliki daya tawar dan kemampuan untuk mengoreksi lagi makan masyarakat akan
mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Unsur kekuasaan yang digunakan yaitu
kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan moral.
Tujuan dari strategi power-coercive yaitu adanya perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah
perubahan.
Dasar pemilihan strategi yaitu:

a. Sifat alami manusia


b. Hubungan kekuasaan
c. Sistem nilai komunitas.
Menurut Morris dan Binstock perubahan juga dapat dilakuakan dengan cara:

a. Mengubah perilaku seseorang dan sikap melalui pendidikan atau jenis yang lain
b. Mengubah kondisi sosial dengan mengubah kebijakan dari organisasi formal
c. Memberikan pengaruh dalam major legal dan sistem fungsi dari masyarakat

2. Pendekatan-pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat

Rothman menggunakan 12 variable praktis untuk ketiga model pengembangan masyarakat yaitu:
1. Tujuan
2. Asumsi terkait dengan struktur komunitas dan kondisi persoalan
3. Strategi perubahan
4. Karakteristik taktik dan teknik perubahan
5. Peran penting praktisi
6. Media perubahan
7. Orientasi pada struktur kekuasaan
8. Definisi batas dari sistem klien atau konstituensi komunitas
9. Asumsi terkait dengan kepentingan sub-bagian komunitas
10. Konsepsi kepentingan public
11. Konsepsi dari populasi atau konstituensi klien
12. Konsepsi peran dari klien

klasifikasi menurut Rothman:


1. Pembangunan Lokalitas
Pembangunan lokalitas lebih menekankan kepada proses. Dimana perannya lebih banyak sebagai
fasilitator. Selain itu dalamm prosesnya, partisipasi masyarakat lebih aktif sehingga segala sessuatunya
dilakukan oleh komunitas.

2. Perencanaan Sosial
Perencanaan sosial lebih menekankan berdasarkan tugas. Peran yang menonjol adalah peran expert.
Dimana expert melakukan banyak peran dalam menganalisis komunitas, memberikan saran terhadap
teknis, mengetahui informasi tentang desa lain, dan cenderung klien sebagai pihak yang dilayani.

3. Aksi sosial
Aksi sosial lebih menekankan kepada dua aspek yaitu proses dan task soals. Dan sangat mudah
digambarkan dengan analogi “marilah kita maju untuk lepas dari tekanan ini”. Selain itu peran yang
lebih menonjol adalah peran sebagai advokat atau aktivis yang terus membela di keadaan konflik atau
tekanan sebagai fasilitator untuk maju.

Pendekatan Long
1. Pendekatan komunitas
Perhatian warga komunitas pada upaya perubahan
Keberhasilan pengembangan masyarakat berkorelasi dengan derajat atau peluang warga komunitas
untuk berpartisipasi.
Menempati wilayah yang relatif kecil (lokalitas) dengan batas-batas yang jelas.

2. Pendekatan kemandirian informal


Entitas yang otonom, yang meliputi aspek lokalitas, struktur, kultur dan ekologis. Variabel yang menjadi
perhatian pokok pendekatan kemandirian informal yaitu adanya peran serta masyarakat, informasi, dan
proses pengantisiasian.

3. Pendekatan pemecahan masalah


Pendekatan pemecahan masalah memandang manusia sebagai makhluk yang rasional
Manusia dan komunitasnya mampu menggabungkan masalah-masalah dan mencari solusi untuk
kepentingan warga komunitas
Penekanan pada 3 elemen penting yakni, kolektivitas masyarakat, lokasi geografis dan pelembagaan
yang memberikan identitas khusus pada komunitas. Tahap-tahapimplementasi dalam pendekatan ini
yaitu dengan cara mengidentifikasi masalah, kemudian menggerakkan suberdaya, perencanaan
program, adanya dukungan penuh dari warga komunitas dan tahap pemecahan masalah yang efektif
dan memerlukan evaluasi.

4. Pendekatan demonstrasi
Manusia itu rasional jika diberikan suatu perubahan yang dapat dilakukan maka manusia itu akan
beradaptasi
Tanpa kerjasama dan partisipasi dari individu-individu setempat tidak akan ada demonstran yang sukses.
Sekumpulan (kelompok) yang memiliki kesamaan interest atau masalah, yang dibedakan menjadi
komunitas pedesaan dan perkotaan, grup publik, media massa, dan jalura ataupun salaran komunikasi.

5. Pendekatan eksperimen
Suatu gagasana akan bernilai apabila gagasan tersebut dapat dilaksanakan
Pengembangan masyarakat membutuhkan percobaan dan pengujian dari konsep-konsep dan
prakteknya.
Kumpulan orang-orang yang mempunyai kepentingan bersama dalam bidang sosial, politik, ekonomi,
budaya dan geografi.

6. Pendekatan konflik-kekuatan
Tindakan berbentuk intervensi sosial dalam pengembangan komunitas berhubungan langsung ke arah
penciptaan konflik antara sub komunitas atau komponen dan pembuat keputusan pada komunitas yang
lebih besar.Komunitas sebagai suatu interaksi komponen yang kompleks, dan antar komponen saling
mempengaruhi dari sektor privat dan publik yang pada waktu dan situasi yang berbeda memiliki
perbedaan kapasitas dalam kekuasaan.

3. Perbedaan dari berbagai Pendekatan

Perbedaan dari berbagai pendekatan yaitu:


1. Rothman
Strategi dan pendekatan yang digunakan yaitu konsep pengorganisasian Masyarakat. Ia
mengklasifikasikan pengorganisasian komunitas sebagai : pengembangan lokalitas, perencanaan sosial,
dan aksi sosial.

2. Chin and Benne


Strategi dan pendekatan yang digunakan yaitu strategi umum dalam mengubah komunitas dalam
pengembangan masyarakat. Strategi- strategi tersebut adalah : rasional-empirikal (rational- empirical) ,
normative-reeducative, atau kekuatan yang koersif (power-coercive).

3. Morris dan Bistock


Strategi dan pendekatanyang digunakan yaitu flexible Planning of Social Change meliputi mengubah
perilaku seseorang dan sikap melalui pendidikan atau jenis yang lain , mengubah kondisi sosial dengan
mengubah kebijakan dari organisasi formal, memberikan pengaruh dalam major legal dan sistem fungsi
dari masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ife, Jim W. 1995. Community Development: creating community alternatives - vision analysis and practice.
Melbourne : Longman

Long, Huey B., Robert C. Anderson, dan Jon A Blubaugh. 1973. Approaches to Community Development. Iowa
City: National University Extention Association and the American College Testing Program

Rothman, J. 1974. “Three Models of Community Development Organization Practice” di dalam F. Cox, J.
Erlich, J. Rothman, dan J Tropman (eds), “Strategy of Community Organization: A Book of Readings,”
Itasca: F.E. Peacock.

Anda mungkin juga menyukai