Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Kode Etik Bidan


2.1.1 Definisi Kode Etik
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat.
Norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana
mereka menjalankan profesinya dan larangan, yaitu ketentuan tenang apa
yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota
profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga
menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di
masyarakat.
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif
profesi yang menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang
berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat,
profesi dan dirinya.Penetapan kode etik kebidanan harus dilakukan dalam
Kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
2.1.2 Fungsi Kode Etik
Kode etik berfungsi sebagai berikut :
a. Panduan, kode etik memberi bantuan dalam memberikan panduan
dengan fasilitas dalam menjalankan pekerjaan profesional
b. Peraturan, menentukan beberapa peraturan dalam suatu kelompok
profesi seperti tanggung jawab moral, tindakan yang standar, nilai-nilai
khas suatu profesi, izin profesi.
c. Disiplin, mengatur tingkah laku yang melanggar hukum dengan
mengidentifikasi dan menentukan jenis tindakan serta membuat
instrument yang menjadi peraturan tetap dimana profesi berada.
d. Pelindung, melindungi masyarakat termasuk anggota masyarakat yang
menerima profesi.
e. Informasi, memberikan informasi kepada masyarakat diluar profesi
(Klien, kolega, pekerja, masyarakat) tentang standar sehingga profesi
mendapat kepercayaan.
f. Pernyataan, menyatakan eksistensi dengan mengumumkan aspirasi
kelompok tentang status profesi dengan kehormatan moral dan otonomi.
g. Negosiasi, menyediakan alat dalam negosiasi dan perdebatan antara
profesi, kolega, pekerjaan, pemerintah dengan memberikan penjelasan
tentang kebenaran sikap termasuk tindakan.
2.1.3 Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para
anggotanya. Kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi, jika semua
individu yang menjalankan profesi yang sama tergabung dalam suatu
organisasi profesi. Jika setiap orang yang menjalankan suatu profesi
secara otomatis tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi,
barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara
murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik dan dikenai sanksi.
2.1.4 Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya, kode etik sutu profesi diciptakan dan dirumuskan demi
kepentingan anggota dan organisasi. Secara umum, tujuan menciptakan
kode etik adalah sebagai berikut :
a. Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi. ”Image’ pihak luar atau
masyarakat terhadap suatu profesi perlu dijaga untuk mencegah
pandangan merendahkan profesi tersebut. Oleh karena itu, setiap
kode etik profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi di dunia luar sehingga kode etik disebut juga ”kode
kehormatan”.
b. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan material dan
spiritual atau mental. Berkenaan dengan kesejahteraan material,
kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya
untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode
etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang mengatur tingkah
laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi ketika
berinteraksi dengan sesama anggota profesi
c. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Kode etik juga berisi
tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi
dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian profesinya.Meningkatkan mutu profesi. Kode etik juga
memuat norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha
meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya.
Selain itu, kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi profesi.
2.3.5 Sejarah Pembentukan Kode Etik Bidan
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan
disyahkan dalam kongres Nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk
pelaksanaannya disyahkan dalam rapat kerja Nasional (Rakernas) IBI
tahun 1991, sebagai pedoman dalam berprilaku. Kode etik bidan
sebagai pedoman dalam berperilaku, disusun berdasarkan pada
penekanan keselamatan klien.
2.3.6 Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia
Kode ektik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan persyaratan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota
dalam melaksanakan pengabdian profesi
2.3.7 Penjelasan Kode Etik Kebidanan
Penjelasan kode etik kebidanan dijelaskan dalam beberapa bab yaitu :
Bab I. Kewajiban Bidan terhadap Klien dan Masyarakat, terdiri atas :
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatabnya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra
bidan
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan
klien, keluarga dan masyarakat
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukan kepentingan klien, menghormati nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan
identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimiliki.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara
optimal.
Bab II Kewajiban Bidan terhadap Tugasnya, terdiri atas :
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada
klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi
yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien keluarga dan
Masyarakat
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya
termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat
dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali diminta oleh pengadilan
atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
Bab III. Kewajiban Bidan terhadap Sejawat dan Tenaga Kesehatan
Lainnya :
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi\
b. Setiap tindakan dalam melaksanakan tugasnya harus saling
menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan
lainnya
Bab IV. Kewajiban Bidan terhadap Profesinya :
a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra
profesinya
Bab V. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri :
a. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat
melaksanakan tugas profesinya dengan baik
b. Setiap bidan seyogyanya berusaha untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi
Bab VI. Kewajiban Bidan Terhadap Pemerintah, Nusa, Bangsa
danTanah Air :
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa
melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu
jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga
2.3.8 Prinsip Etika dalam Praktik Kebidanan
Terdapat 4 prinsip etika yang umumnya digunakan dalam praktek
kebidanan :
a. Autonomy
Memperhatikan penguasaan diri, hak akan kebebasan dan pilihan
individu.
b. Beneficence
Memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien dan berbuat yang
terbaik untuk orang lain.
c. Non Malefecence
Tidak menimbulkan kerugian untuk orang lain dan tidak membuat
kerugian.
d. Justice
Memperhatikan keadilan & keuntungan
2.2 Aspek Perlindungan Hukum Bidan di Indonesia
Pada UUD 1945 :
a. Pasal 27 Ayat 1 : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
b. Pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
c. Pasal 28 J UUD 1945 :Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
2.5 Kewajiban Bidan Sebagai Tenaga Kesehatan
2.5.1 Diatur dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan :
a. BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 5
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan.
2. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
b. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN, Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat
kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.
merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya
c. BAB V SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN
Pasal 24
1. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan
2. kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
3. Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
4. Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan menteri.
Pasal 31
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib:
1. memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan
pengembangan di bidang kesehatan; dan
2. mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada
pemerintah daerah atau Menter
d. BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 82
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal
47, Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 59
ayat (1),
Pasal 62 ayat (1), Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1), Pasal 70 ayat (1),
Pasal 70 ayat (2), Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 73 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.
2. Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan
ketentuan Pasal 26 ayat (2), Pasal 53 ayat (1), Pasal 70 ayat (4), dan
Pasal 74 dikenai sanksi administratif.
3. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi
administratif kepada Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
4. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berupa: teguran lisan;peringatan tertulis;denda administratif;
dan/ataupencabutan izin.
5. Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Tenaga Kesehatan
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.5.2 Diatur dalam UU No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan :
a. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 3:
Undang-Undang nomor 36 tahun 2014 ini bertujuan untuk:
1. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan;
2. mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
3. memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima
penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
4. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya
Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan; dan
5. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga
Kesehatan.
b. BAB IV PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN
Bagian III Pendayagunaan
Pasal 26
1. Tenaga Kesehatan yang telah ditempatkan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib melaksanakan tugas sesuai dengan Kompetensi
dan kewenangannya.

2.5.3 Diatur dalam UU No. 4 tahun 2019 tentang kebidanan


BAB VII tentang Hak dan Kewajiban Bidan
Pasal 60
Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik,
standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur
operasional;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari Klien
dan/atau keluarganya;
c. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan
kode etik, standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur
operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah
diberikan;
d. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar; dan
e. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi
Pasal 61
Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berkewajiban:
a. memberikan Pelayanan Kebidanan sesuai dengan kompetensi,
kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar
pelayanan profesi, standar prosedur operasional;
b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai
tindakan Kebidanan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai
kewenangannya;
c. memperoleh persetujuan dari Klien atau keluarganya atas tindakan
yang akan diberikan;
d. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani ke dokter atau Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
e. mendokumentasikan Asuhan Kebidanan sesuai dengan standar;
f. menjaga kerahasiaan kesehatan Klien;
g. menghormati hak Klien;
h. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari dokter sesuai
dengan Kompetensi Bidan;
i. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat;
j. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan;
a. k.mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan/atau
keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan/ atau
k. melakukan pertolongan gawat darurat.
2.5.4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Kebidanan.
Pada standar profesi kebidanan ini mengatur 2 sub bab besar
yaitu standar kompetensi bidan dan kode etik profesi. Untuk memberikan
pelayanan kebidanan yang bermutu dan berkesinambungan, bidan harus
memahami falsafah, kode etik, dan regulasi yang terkait dengan praktik
kebidanan. Berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019
tentang Kebidanan bahwa dalam menyelenggarakan praktik kebidanan,
Bidan memberikan pelayanan meliputi pelayanan kesehatan ibu,
pelayanan kesehatan anak, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana, serta pelaksanaan tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang, dan/atau pelaksanaan tugas dalam keadaan
keterbatasan tertentu, dan dalam Pasal 47 mengatakan Bidan dapat
berperan sebagai pemberi pelayanan kebidanan, pengelola pelayanan
kebidanan, penyuluh dan konselor, pendidik, pembimbing, dan fasilitator
klinik, penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan
dan/atau peneliti dalam penyelenggaraan praktik kebidanan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan
memberikan asuhan kebidanan yang bersifat holistik, humanistik
berdasarkan evidence based dengan pendekatan manajemen asuhan
kebidanan, dan memperhatikan aspek fisik, psikologi, emosional, sosial
budaya, spiritual, ekonomi, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi
kesehatan reproduksi perempuan, meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif sesuai kewenangannya dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan.
Standar Kompetensi Bidan yang disusun ini, merupakan
penyempurnaan dari Standar Kompetensi Bidan dan ruang lingkup
praktik kebidanan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan. Standar tersebut disusun berdasarkan
body of knowledge, falsafah dan paradigma pelayanan kebidanan serta
pola hubungan kemitraan (partnership) Bidan dan perempuan yang
berfokus pada kebutuhan perempuan. Standar kompetensi ini memuat
standar kompetensi lulusan pendidikan profesi Bidan dengan sebutan
Bidan dan lulusan pendidikan Diploma III (tiga) Kebidanan dengan
sebutan Ahli Madya Kebidanan.
Dalam standar kompetensi bidan ini terdiri atas 7 (tujuh) area
kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi
Bidan. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang disebut
kompetensi inti. Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi beberapa
komponen kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan
yang diharapkan di akhir pendidikan. Berikut adalah skema standar
kompetensi bidan :

Kompetensi Bidan terdiri dari 7 (tujuh) area kompetensi meliputi: (1)


Etik legal dan keselamatan klien, (2) Komunikasi efektif, (3)
Pengembangan diri dan profesionalisme, (4) Landasan ilmiah praktik
kebidanan, (5) Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan, (6) Promosi
kesehatan dan konseling, dan (7) Manajemen dan kepemimpinan.
Kompetensi Bidan menjadi dasar memberikan pelayanan kebidanan
secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Komponen-kompene tersebut sebagai berikut :
1. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien
a. Memiliki perilaku profesional.
b. Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan.
c. Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya.
d. Menjaga keselamatan klien dalam praktik kebidanan.
2. Area Komunikasi Efektif
a. Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya.

b. Berkomunikasi dengan masyarakat.


c. Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
d. Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain.
e. Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).
3. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme
a. Bersikap mawas diri.
b. Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional.
c. Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni yang menunjang praktik kebidanan dalam rangka pencapaian
kualitas kesehatan perempuan, keluarga, dan masyarakat.
4. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan
a. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan
asuhan yang berkualitas dan tanggap budaya sesuai ruang lingkup
asuhan:
1) Bayi Baru Lahir (Neonatus).
2) Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
3) Remaja.
4) Masa Sebelum Hamil.
5) Masa Kehamilan.
6) Masa Persalinan.
7) Masa Pasca Keguguran.
8) Masa Nifas.
9) Masa Antara.
10) Masa Klimakterium.
11) Pelayanan Keluarga Berencana.
12) Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Perempuan.
b. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan
penanganan situasi kegawatdaruratan dan sistem rujukan.
c. Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat melakukan
Keterampilan Dasar Praktik Klinis Kebidanan.
5. Area Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan
a. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada bayi baru lahir (neonatus), kondisi gawat darurat, dan
rujukan.
b. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada bayi, balita dan anak pra sekolah, kondisi gawat
darurat, dan rujukan.

c.Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya


promosi kesehatan reproduksi pada remaja perempuan.
d. Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya
promosi kesehatan reproduksi pada masa sebelum hamil.
e. Memiliki ketrampilan untuk memberikan pelayanan ANC
komprehensif untuk memaksimalkan, kesehatan Ibu hamil dan janin
serta asuhan kegawatdaruratan dan rujukan.
f. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada ibu bersalin, kondisi gawat darurat dan rujukan.
g. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada pasca keguguran, kondisi gawat darurat dan rujukan.
h. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada ibu nifas, kondisi gawat darurat dan rujukan.
i. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada masa antara.
j. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada masa klimakterium.
k.Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada pelayanan Keluarga Berencana.
l. Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas pada pelayanan kesehatan reproduksi dan seksualitas
perempuan.
m. Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar praktik klinis
kebidanan.
6. Area Promosi Kesehatan dan Konseling
b. Memiliki kemampuan merancang kegiatan promosi kesehatan
reproduksi pada perempuan, keluarga, dan masyarakat.
c. Memiliki kemampuan mengorganisir dan melaksanakan kegiatan
promosi kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
d. Memiliki kemampuan mengembangkan program KIE dan konseling
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
7. Area Manajemen dan Kepemimpinan
a. Memiliki pengetahuan tentang konsep kepemimpinan dan pengelolaan
sumber daya kebidanan.
b. Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor yang mempengaruhi
kebijakan dan strategi pelayanan kebidanan pada perempuan, bayi,
dan anak.

c. Mampu menjadi role model dan agen perubahan di masyarakat


khususnya dalam kesehatan reproduksi perempuan dan anak.
d. Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program dan lintas sektor.
e. Mampu menerapkan Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.
2.5.5 Izin Penyelenggaran Praktek Bidan Dan Kewenangan Bidan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 28/MENKES/PER/2017 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (lampiran 1).
Dalam menjalankan praktek profesionalnya wewenang bidan diatur
dalam BAB III PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN. Yang terdiri
dari beberapa pasal yaitu :
Bagian kedua kewenangan
Pasal 18
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu;
b. Pelayanan kesehatan anak; dan
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana
Pasal 19
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf a diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua
kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pelayanan:
d. konseling pada masa sebelum hamil;
e. antenatal pada kehamilan normal;
f. persalinan normal;
g. ibu nifas normal;
h. ibu menyusui; dan
i. konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Bidan berwenang melakukan:
a. episiotomi;
b. pertolongan persalinan normal;
c.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
d. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
e. pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;
f. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
g. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air
susu ibu eksklusif;
h. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum; i. penyuluhan dan konseling;
i. bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
j. pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
Pasal 20
(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan
anak prasekolah.
(2) Dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bidan berwenang melakukan:
a. pelayanan neonatal esensial;
b. penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
c. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah; dan
d. konseling dan penyuluhan.
(3). Pelayanan noenatal esensial sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a meliputi inisiasi menyusui dini, pemotongan dan
perawatan tali pusat, pemberian suntikan Vit K1, pemberian
imunisasi B0, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pemantauan tanda
bahaya, pemberian tanda identitas diri, dan merujuk kasus yang
tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil dan tepat waktu ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih mampu.
(4) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. penanganan awal asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan
jalan nafas, ventilasi tekanan positif, dan/atau kompresi
jantung;
b. penanganan awal hipotermia pada bayi baru lahir dengan
BBLR melalui penggunaan selimut atau fasilitasi dengan cara
menghangatkan tubuh bayi dengan metode kangguru;
c. penanganan awal infeksi tali pusat dengan mengoleskan
alkohol atau povidon iodine serta menjaga luka tali pusat
tetap bersih dan kering; dan
d. membersihkan dan pemberian salep mata pada bayi baru
lahir dengan infeksi gonore (GO).
(5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi
kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran lingkar kepala,
pengukuran tinggi badan, stimulasi deteksi dini, dan intervensi dini
peyimpangan tumbuh kembang balita dengan menggunakan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
(6) Konseling dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d meliputi pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE)
kepada ibu dan keluarga tentang perawatan bayi baru lahir, ASI
eksklusif, tanda bahaya pada bayi baru lahir, pelayanan
kesehatan, imunisasi, gizi seimbang, PHBS, dan tumbuh
kembang.
Pasal 21
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c,
Bidan berwenang memberikan:
a. penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana; dan
b. pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Pasal 22
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Bidan
memiliki kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan:
a. penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan; dan/atau
b. pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan
secara mandat dari dokter.
Bagian ketiga Pelimpahan Kewenangan
Pasal 23
(1) Kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan penugasan dari
pemerintah sesuai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf a, terdiri atas:
a. kewenangan berdasarkan program pemerintah; dan
b. kewenangan karena tidak adanya tenaga kesehatan lain di
suatu wilayah tempat Bidan bertugas.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Bidan setelah mendapatkan pelatihan.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bersama
organisasi profesi terkait berdasarkan modul dan kurikulum yang
terstandarisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Bidan yang telah mengikuti pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berhak memperoleh sertifikat pelatihan.
(5) Bidan yang diberi kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendapatkan penetapan dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Pasal 24
(1) Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Bidan ditempat
kerjanya, akibat kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 harus sesuai dengan kompetensi yang diperolehnya
selama pelatihan.
(2) Untuk menjamin kepatuhan terhadap penerapan kompetensi yang
diperoleh Bidan selama pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Dinas kesehatan kabupaten/kota harus melakukan
evaluasi pascapelatihan di tempat kerja Bidan.
(3) Evaluasi pascapelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan setelah pelatihan.
Pasal 25
(1) Kewenangan berdasarkan program pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat
kontrasepsi bawah kulit;
b. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus
penyakit tertentu;
c. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan;
d. pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program
pemerintah;
e. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan;
f. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra
sekolah dan anak sekolah;
g. melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan i.
melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
(2) Kebutuhan dan penyediaan obat, vaksin, dan/atau kebutuhan
logistik lainnya dalam pelaksanaan Kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Kewenangan karena tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu
wilayah tempat Bidan bertugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal telah tersedia
tenaga kesehatan lain dengan kompetensi dan kewenangan yang
sesuai.
(2) Keadaan tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu wilayah
tempat Bidan bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
Pasal 27
(1) Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan
kesehatan secara mandat dari dokter sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 huruf b diberikan secara tertulis oleh dokter pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tempat Bidan
bekerja.
(2) Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat diberikan dalam keadaan di mana terdapat
kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tersebut.
(3) Pelimpahan tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kompetensi
yang telah dimiliki oleh Bidan penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan dokter pemberi pelimpahan;
c. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil
keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
(4) Tindakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi tanggung jawab dokter pemberi mandat,
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan
yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai