Anda di halaman 1dari 8

Kewajiban Bidan Terhadap Tugasnya

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Lingkup
Asuhan Kebidanan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita Lingkup Asuhan Kehamilan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara
tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan manusia.
Begitu halnya dengan profesi kebidanan, diperlukan suatu petunjuk bagi anggota
profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, yaitu ketentuan tentang apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan
tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari
dimayarakat, yang dalam hal ini kode etik profesi kebidanan.
Berdasarkan teori Deontologi, memiliki tanggung jawab sama dengan memiliki tugas
moral. Tugas moral selalu diiringi dengan tanggung jawab moral. Dalam dunia profesi, istilah
tanggung jawab moral disebut etika dan selama menjalankan perannya, bidan sering kali
bersinggungan dengan masalah etika.
B. Tujuan

 Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi. ”Image’ pihak luar atau masyarakat
terhadap suatu profesi perlu dijaga untuk mencegah pandangan merendahkan profesi
tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang berbagai bentuk
tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di
dunia luar sehingga kode etik disebut juga ”kode kehormatan”.
 Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. Kesejahteraan yang dimaksud
adalah kesejahteraan material dan spiritual atau mental. Berkenaan dengan
kesejahteraan material, kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi
anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik
juga menciptakan peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku yang tidak pantas
atau tidak jujur para anggota profesi ketika berinteraksi dengan sesama anggota
profesi
 Meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Kode etik juga berisi tujuan
pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya.

 Meningkatkan mutu profesi. Kode etik juga memuat norma-norma serta anjuran agar
profesi selalu berusaha meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu, kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi profesi.

C. Definisi Kode Etik


Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi dalam
melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat. Norma tersebut berisi petunjuk
bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka menjalankan profesinya dan larangan, yaitu
ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota
profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah
laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komperensif profesi yang menuntut
bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan
keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya. Penetapan kode etik kebidanan
harus dilakukan dalam Kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

D. Fungsi Kode Etik


Kode etik berfungsi sebagai berikut :

 Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik


 Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan dalam
memberi pelayanan
 Merupakan cara untuk mengevaluasi diri
 Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi rekan sejawat
 Menginformasikan kepada calon perawat dan bidan tentang nilai dan standar profesi
 Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.
E. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Kode etik
suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di
kalangan profesi, jika semua individu yang menjalankan profesi yang sama tergabung dalam
suatu organisasi profesi. Jika setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis
tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi, barulah ada jaminan bahwa profesi
tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang
melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan dikenai sanksi.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Dasar Pembentukan Kode Etik Bidan
Kode etik bidan pertam kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres
Nasional IBI X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaan kode etik bidan disahkan dalam Rapat
Kerja Nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991. Kode etik bidan sebagai pedoman dalam
berperilaku, disusun berdasarkan pada penekanan keselamatan klien.
B. Kewajiban Bidan Terhadap Tugasnya (3 butir)

1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien,keluarga dan


masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

a. Melaksanakan pelayanan yang bersifat pencegahan seperti asuhan antenatal (ANC), memberi
imunisasi, KIE, sesuai dengan kebutuhan.
b. Memberi pelayanan yang bersifat pengobatan sesuai dengan wewenang bidan (contoh,
memberi suntikan ergometrin, sitocynon, infus, dll)
c. Memberi pelayanan yang bersifat promotif/peningkatan kesehatan, seperti memberi
roboransia
d. Memberi pelayanan yang bersifat rehabilitatif (contoh, senam nifas, penghayatan gizi,
bimbingan mental)

2. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangandalam


mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakankonsultasi dan
atau rujukan.

a. Menolong partus di rumah sendiri, di puslesmas, di rumah sakit, dan partus luar.
b. Mengadakan pelayanan konsultasi terhadap ibu., bayi, KB sesuai dengan wewenangnya.
c. Merujuk pasien yang tidak dapat ditolong ke rumah sakit, yang memiliki fasilitas lebih
lengkap

3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat danatau


dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan ataudipedukan
sehubungan kepentingan klien.

a. Ketika bertugas, bidan tidak dibenarkan menceritakan segala sesuatu yang diketahuinya
kepada siapapun termasuk keluarganya (contoh, bila menemukan pasien dengan sakit sifilis
atau gonorae). Kadang-kadang, pasien menceritakan keadaan rumah tangganya kepada bidan
dan bidan tidak boleh menceritakannya kepada suami.
b. Dan tidak boleh menceritakannya kepada keluarga atau orang lain.

Dalam mengadaptasi teori etika seorang bidan harus mampu menyesuaikan dengan
keadaan dirinya dan berlandaskan pada kode etik dan standar profesi. Bidan tidak dapat
memaksakan untuk mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, karena hal ini akan
merugikan bidan itu sendiri. Bidan harus menilai kemampuan dirinya dalam
melakukan sesuatu namun tidak menyimpang dari prinsip pelayanan, yaitu berusaha
mengutamakan keselamatan ibu, bayi dan kelurga. Contohnya ketika seorang bidan desa
harus menolong persalinan, disaat jadwal pemeriksaan kehamilan, selain itu ada beberapa ibu
yang memerlukan pelayanan KB dan asuhan BBL. Maka kemungkinan besar ia hanya dapat
menerapkan teori utilitarian (mencoba menghasilkan yang terbaik bagi semua orang sesuai
kemampuannya, karena golongan utilitarian meyakini bahwa hasil yang didapat setiap orang
harus sama. Sebenarnya bidan tersebut dapat menerapkan teori deontologi, namun pelayanan
yang ia berikan tidak akan mencakup semua klien.
Sebagai pendidik, bidan harus memberikan pengajaran yang jelas, tidak bias. Akan
tetapi, bidan harus menghindari kecenderungan untuk menciptakan bidan kaku (tidak
mengikuti informasi terkini dari literature yang jelas tentang perkembangan pelayanan
kebidanan) sehingga akan menimbulkan sikap “sok tau”. Contohnya pada saat menolong
persalinan mahasiswa bidan diajarkan untuk tidak melakukan episiotomi. Jika pola
pengajaran tidak tepat mahasiswa akan sepenuhny menyerap materi tersebut, akibatnya, ia
tidak akan melakukan episiotomi tanpa melihat ada tidaknya indikasi.
Sebagai konselor bidan harus menjelaskan tentang tindakan yang akan diberikan
kepada klien dengan jelas, contohnya seorang ibu datang ke bidan yang ingin menjadi
akspetor KB IUD namun timbul ketakutan akibat rumor negatif yang beredar dimayarakat
tentang IUD. Masalah etika yang timbul yaitu ketika bidan tidak dapat menjelaskan dengan
baik, sehingga pandangan klien tentang IUD tidak berubah dan mengurungkan niatnya untuk
menjadi akseptor KB.

Bidan juga dapat berperan sebagai teman, sehingga klien merasa nyaman ketika
menerima pelayanan yang diberikan kepada kien, namun peran sebagai teman juga harus
memiliki batasannya. Sikap professional terhadap klien harus dijaga, sehingga klien dan
keluarganya memandang bidan sebagai orang yang berwibawa dan mampu mengendalikan
diri sehingga mampu melindungi kliennya. Peran dosen bidan sebagai teman juga diperlukan,
sehingga siswa tidak merasa sungkan dalam proses belajar mengajar. Namun -lagi-lagi- peran
sebagai teman tetap ada batasnya, jangan sampai penilaian terhadap mahasiswa menjadi
subyektif, ketika mahasiswa bidan melakukan suatu kesalahan dosen bidan menutupi
kesalahan mahasiswanya karena kedekatan yang berlebihan.
Etika berperan dalam penelitian kebidanan, contohnya dahulu praktik kebidanan
masih banyak berdasar kebiasaan atau dogma, dengan kemajuan zaman praktik yang seperti
itu tidak dapat dilaksanakan lagi, tetapi dituntut praktik yang professional berdasarkan pada
hasil penelitian. Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subyek
maupun subyek penelitian. Sehingga bidan perlu mengetahui tentang etika penelitian, demi
kepentingan melindungi klien, institusi tempat praktik dan diri sendiri. Bidan wajib
mendukung penelitian yang bertujuan memajukan ilmu pengetahuan kebidanan. Bidan harus
siap mengadakan penelitian dan siap untuk memberikan pelayanan pada hasil penelitian.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang filsafat seringkali dianggap sebagai ilmu yang abstrak
dan kurang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak uraian filsafat dianggap jauh dari
kenyataan, tetapi setidaknya etika mudah dipahami secara relevan bagi banyak persoalan
yang dihadapi. Etika sebagai filsafat moral mencari jawaban untuk menentukan serta
mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar dan yang salah,
baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang
menjadi pedoman bagi tindakan manusia.
Etika tidak lepas dari kehidupan manusia, termasuk dalam profesi kebidanan
membutuhkan suatu system untuk mengatur bidan dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Dalam menjalankan perannya bidan tidak dapat memaksakan untuk mengadapatasi suatu
teori etika secara kaku, tetapi harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat
itu dan berlandaskan pada kode etik dan standar profesi.

B. Saran
Menjadi tenaga kesehatan privasi pasien sangatlah rahasia dalam bentuk apapun itu dan
dalam kondisi apapun. Dan sebaiknya seorang bidan harus memberikan asuhan kebidanan
dengan baik dan benar serta mudah dipahami.
Daftar Pustaka

Heni Puji Wahyuningsing.2009. etika Profesi Kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta


IBI. 2002. Kode Etik Kebidanan. Bandung : Pengurus Daerah IBI Wilayah Jawa Barat.
Manuaba, 1998:157
Mochtar Rustam, 1998:91
Obstetri Fisiologi, UNPAD Bandung 1983:221
Sarwono, 2005:180
Wikmosastro, 1991:180

Anda mungkin juga menyukai