PENDAHULUAN
Namun di lapangan, tidak semua data tercatat atau seringkali adanya data
yang hilang atau kosong pada pos-pos pencatat curah hujan tersebut. Kosongnya data
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya gangguan pada alat
pencatat curah hujan sehingga membuat data yang masuk menjadi tidak valid atau
tidak dapat dilakukannya pencatatan karena adanya maintenance atau perawatan
berkala yang membuat curah hujan tidak dapat tercatat. Hal tersebut dapat berakibat
tidak validnya data sehingga perlu dilakukan analisis untuk melengkapi data curah
hujan dan tahapan pengujian dan analisis lainnya seperti pengujian konsistensi,
homogenitas dan analisis intensitas hujan yang dilakukan dengan metode-metode
ilmiah dan pendekatan matematis sehingga dapat disajikan sebagai data yang valid
yang disajikan dalam bentuk kurva IDF yang menyatakan hubungan antara intensitas,
durasi dan frekuensi sehingga dapat dimanfaatkan untuk penerapan penerapan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya.
I.2 Tujuan
1. Melengkapi data curah hujan yang kosong atau hilang pada pos dan tahun
tertentu
2. Menentukan konsistensi dan homogenitas dari data curah hujan yang telah
dilengkapi
3. Menentukan metode analisis frekuensi curah hujan harian maksimum (CHHM)
berdasarkan hasil uji kecocokan distribusi frekuensi sampel data curah hujan
4. Menentukan metode analisis intensitas hujan
5. Menentukan hubungan antara intensitas hujan dan durasi melalui kurva IDF.
Penulisan laporan terbagi ke dalam enam bab. pada bab satu sebagai
pendahuluan dibahas latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan sistematika
penulisan laporan itu sendiri.
Bab dua berisi kajian pustaka yang memuat literatur mengenai tahapan yang
dilakukan hingga tercapainya tujuan seperti metode melengkapi data curah hujan, uji
konsistensi, uji homogenitas, analisis curah hujan wilayah, analisis curah hujan harian
maksimum, uji kecocokan intensitas hujan hingga diperoleh kurva IDF sedangkan
pada bab tiga berisi tentang metodologi yang memuat secara rinci metode- metode
yang digunakan mulai dari melengkapi data curah hujan hingga diperoleh kurva IDF.
Bab empat membahas mengenai lokasi objek penelitian yang memuat tentang
kondisi geografi dan administratif, kondisi topografi, formasi geologi, litologi, air
tanah, hidrologi, cuaca, serta iklim di wilayah pos atau stasiun pencatat curah hujan.
Sedangkan pada bab lima berisi hasil dan pembahasan mulai dari langkah-langkah
perhitungan yang dilengkapi dengan contoh perhitungan hingga hasil akhir
perhitungan disertai pembahasannya secara rinci dan ditutup oleh bab enam yang
memuat kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab
sebelumnya untuk menjawab tujuan sebagaimana yang telah dirumuskan.
1. Pemilihan objek studi berupa data curah hujan yang diambil dari lokasi studi
yaitu DAS Cisangkuy yang didalamnya terdapat sembilan pos pencatat data
curah hujan.
2. Melakukan tahapan-tahapan analisis mulai dari analisis untuk melengkapi
data curah hujan, analisis curah hujan wilayah dan analisis curah hujan harian
maksimum beserta pengujian untuk menguji konsistensi, homogenitas dan
frekuensi data hingga didapatkan data intensitas hujan berdasarkan durasi
yang disajikan dalam bentuk kurva IDF.
BAB II
STUDI PUSTAKA
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam
perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Data hidrologi dianalisis untuk membuat
keputusan dan menarik kesimpulan mengenai fenomena hidrologi berdasarkan
sebagian data hidrologi yang dikumpulkan. Secara umum analisis hidrologi
merupakan suatu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan
pengairan. Dalam analisis hidrologi, terdapat beberapa tahapan yang dilalui di mana
tahapan tersebut memiliki banyak metode sebelum mendapatkan hasil akhir berupa
kurva IDF (intensity, duration and frequency). Tahapan tersebut berupa : melengkapi
data curah hujan, uji konsistensi, uji homogenitas, analisis curah hujan wilayah,
analisis curah hujan harian maksimum, uji kecocokan intensitas hujan, analisis
intensitas hujan, pendekatan matematis intensitas hujan serta kurva IDF sebagai hasil
akhir.
Keterangan variabel:
n : Jumlah stasiun pembanding
rx : Tinggi curah hujan yang dicari
rn : Tinggi curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada setiap stasiun
pembanding
Rx : Harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu curah
hujannya sedang dicari
Rn : Harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama kurun
waktu yang sama
Perhitungan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun
yang terdapat kekosongan data didapatkan dari perhitungan dengan persamaan:
Keterangan variabel:
Δ : Persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data
Ri : Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R : Rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
n : jumlah stasiun pengamat
B. Uji konsistensi
Pengamatan curah hujan dapat mengalami perubahan akibat perubahan dalam
lokasi pengukuran, pemaparan, instrumentasi, perubahan lingkungan yang mendadak,
maupun cara pengamatannya. Penelitian yang dilakukan di Indonesia dalam beberapa
tahun terakhir menunjukan bahwa sekitar 15% dari data yang tersedia menunjukkan
gejala tidak konsisten (inconsistency ), sehingga tes konsistensi perlu dilakukan. Tes
dilakukan dengan membandingkan nilai akumulasi hujan tahunan pada pos yang
bersangkutan dengan nilai akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan stasiun
di sekitarnya.
Tes ini menggunakan analisis kurva massa ganda (double-mass curve) dengan
membandingkan nilai akumulasi hujan tahunan pada pos yang bersangkutan dengan
nilai akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan stasiun di sekitarnya. Analisis
kurva massa ganda ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa setiap pencatatan data
yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten, sedangkan yang tidak
sekandung tidak konsisten dan akan terjadi penyimpangan. Apabila terdapat
perubahan dalam trend data, maka perubahan tersebut perlu dikoreksi agar tetap
konsisten.
Prosedur yang digunakan untuk melakukan uji konsistensi data ini adalah
menggunakan analisa kurva massa ganda sebagai berikut.
1. Menghitung hujan tahunan untuk masing–masing stasiun.
2. Menghitung rata-rata hujan tahunan untuk stasiun pembanding.
3. Menghitung komulatif hujan tahunan untuk stasiun yang akan diuji.
4. Menghitung komulatif hujan tahunan untuk stasiun pembanding.
5. Melakukan penggambaran dalam bentuk diagram pencar (scatter diagram)
antara stasiun yang akan diuji dan stasiun pembanding, Stasiun yang akan diuji pada
sumbu Y dan stasiun pembanding pada sumbu X.
6. Melakukan analisa terhadap konsistensi data hujan dengan cara membuat
garis lurus pada diagram pencar dan melakukan analisa menentukan apakah ada
perubaan slope atau tidak pada garis lurus yang dibuat pada diagram pencar, jika
terjadi perubaan slope, maka pada titik setelah mengalami perubaan perlu adanya
koreksi terhadap pencatatan data hujan dengan cara mengalikan dengan koefisien (K)
yang dihitung berdasarkan perbandingan slope setelah mengalami perubahan (tan α)
dan slope sebelum mengalami perubahan (tan αo).
Persamaan matematis yang digunakan dalam uji konsistensi adalah sebagai berikut.
Keterangan variabel:
α0 : Slope sebelumperubahan
fk : Faktor koreksi
C. Uji homogenitas
Tes homogenitas diperlukan untuk meyakinkan suatu data homogen atau
tidak. Perhitungan dilakukan pada kurva uji coba homogenitas dengan
menggambarkan kurva curah hujan terpilih. Pengujian homogenitas data curah hujan
dari stasiun pengamat dilakukan untuk memastikan bahwa pada masing-masing
stasiun tidak terdapat penyimpangan data curah hujan yang cukup signifikan.
Tes homogenitas biasanya dilakukan bila data-data pokok untuk studi
diperoleh dari sekitar lebih dari 10 stasiun pengamat hujan. Tes homogenitas
dilakukan pada Kurva Homogenitas dengan memplotkan data curah hujan terpilih di
sumbu X dan jumlah data di sumbu Y. Bila terletak di luar corong (tidak homogen),
maka data yang dipakai harus dikurangi, kemudian hitung lagi. Misal: awal 30 data
berubah menjadi 20 data dengan tidak menggunakan 10 data paling awal/tua.
Persamaan yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut.
Keterangan:
TR : occurence interval atau PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata (tahun)
Metode aritmatika
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Pada metode ini,
pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan
dijumlahkan dan kemudian dibagi jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan
dalam hitungan adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan
yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode rata-rata aljabar
memberikan hasil yang baik apabila stasiun hujan tersebar secara merata di DAS dan
distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS (Triatmodjo, 2008).
Perhitungan hujan rerata menggunakan cara Rerata Aljabar yang didapatkan
dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos-
pos penakar hujan di dalam areal tersebut. Selanjutnya besarnya tinggi curah hujan
rerata dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut.
Keterangan variabel :
Keterangan variabel :
Keterangan variabel :
A = luas wilayah
E. Analisis curah hujan harian maksimum
Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar
biasa, seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim
berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, sehingga peristiwa yang sangat
ekstrim kejadiannya sangat langka (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang
Berkelanjutan. 2004).
Tujuan analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiwa-
peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan
distribusi kemungkinan. Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan suatu besaran
hujan disamai atau dilampaui. Periode ulang adalah waktu hipotetik di mana hujan
dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Metode
yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum (CHHM)
adalah metode Gumbel, metode Log Pearson Tipe III dan metode Distribusi Normal.
Pemilihan metode analisis CHHM dilakukan dengan menggunakan metode chi
kuadrat. Output dari analisis frekuensi data hidrologi adalah untuk mendapatkan
curah hujan harian maksimum dengan periode ulang hujan tertentu (2, 5, 10, 25, 50,
100 tahun).
Metode Gumbell
Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode Gumbel digunakan
persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut ( Soemarto, 1999).
Keterangan variabel :
Yn = reduced mean
S = standar deviasi
n = jumlah data
Tr = periode ulang
Nilai Yn dan Sn dapat dilihat melalui tabel, dengan nilai n sebagai jumlah
data.
Keterangan :
n = jumlah data
S = standar deviasi
G = koefisien kemencengan
RT = curah hujan maksimum dalam PUH T
Nilai K dihitung berdasarkan koefisien skew (G) dan periode ulang (T)
Cara interpolasi:
Keterangan variabel:
KT =faktor frekuensi merupakan fungsi dan peluang atau periode ulang dan tipe
model matematik ditribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang
Keterangan variabel :
5. Jumlah nilai dari seluruh G subgrup untuk menentukan nilai Chi Kuadrat
hitung.
6. Tentukan derajat kebebasan dK (dK=G-R-1).
R = 3 untuk Metode Gumbell dan Log Pearson III
R = 2 untuk Metode Distribusi Normal
Tabel II.5 Nilai variabel reduksi Gauss
Keterangan variabel:
T : periode ulang dari kejadian sesuai dengan sifat kumpulan nilai yang diharapkan
Keterangan variabel :
Data curah hujan maksimum untuk PUH sepuluh tahun dalam penggunaannya untuk
Metode Bell di atas, digunakan harga rata-rata distribusi hujan dua jam pertama.
Intensitas hujan (mm/jam) menurut Bell dihitung dengan persamaan berikut:
Untuk nilai t antara 1 hingga 24 jam, nilai R didapat dari persamaan berikut
N = jumlah pengamatan
Persamaan Sherman
Perhitungan menggunakan rumus Sherman pada umumnya digunakan pada
curah hujan dengan durasi minimal 2 jam. Bentuk persamaannya sebagai berikut:
Keterangan variabel :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
a,n = konstanta
N = jumlah durasi curah hujan sampel
Persamaan Ishiguro
Persamaan pendekatan Ishiguro adalah sebagai berikut :
Keterangan variabel :
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
a,b : konstanta
t : lamanya curah hujan atau durasi hujan (jam)
N : jumlah durasi curah hujan sampel
I. Kurva IDF
Kurva IDF (Intensity, Duration, Frequncy) merupakan kurva yang
menunjukkan hubungan antara intensitas hujan dengan durasinya. Dalam
penggambaran kurva IDF diperlukan data curah hujan dalam durasi waktu yang
pendek, yaitu curah hujan dalam satuan waktu menit (Wurjanto. Hidrologi dan
Hidrolika). Kurva hubungan antara lamanya durasi hujan, digunakan (t sebagai absis)
dan intensitas curah hujan (sebagai ordinat).
Kurva IDF digunakan untuk perhitungan limpasan (run-off) dengan rumus
rasional untuk perhitungan debit puncak dengan menggunakan intensitas hujan yang
sebanding dengan waktu pengaliran curah hujan dari titik paling atas ke titik yang
ditinjau di bagian hilir daerah pengaliran tersebut. Kurva ini menunjukkan besarnya
kemungkinan terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lama curah hujan
sembarang. Kurva ini selain dapat digunakan untuk perhitungan limpasan (run-off),
juga dapat digunakan untuk perhitungan debit puncak jika menggunakan metode
rasional dengan memilih intensitas curah hujan yang sebanding dengan waktu
pengaliran curah hujandari titik paling atas ke titik yang ditinjau di bagian hilir
daerahpengaliran itu (waktu tiba = arrival time).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Langkah - langkah selengkapnya pada tahapan analisa hidrologi dapat dilihat pada
Kurva IDF
Metode Aljabar
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara
stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data kurang dari 10%
(Moduto. Drainase Perkotaan. 1998).
n
1
RX= ∑ ¿ 1 Rn
n n
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara
stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data lebih dari 10%
(Subarkah. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. 1980):
n
1 r xRX
r X= ∑ ¿ 1 n
n n Rn
Keterangan :
rn : tinggi curah hujan pada tahan yang sama besar dengan rx pada setiap stasiun
pembanding
Rx : harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu
curah hujannya sedang dicari
S= √ ¿ ¿
S
∆= x 100 %
R
Keterangan :
Jika nilai ∆ > 10% , maka yang digunakan adalah metode perbandingan
normal dan didapat rerata curah hujan untuk setiap stasiun adalah sebagai berikut.
Setelah itu, buat grafik scatter dengan sb-x adalah nilai akumulasi
pembanding dan sb-y adalah nilai akumulasi stasiun utama. Kemudian regresikan.
Isi nilai tan alfa nol dengan nilai gradien hasil regresi. Nilai tan alfa nol tiap tahun
di stasiun yang diuji akan selalu sama
Lihat titik-titik scatter pada grafik. Jika ada minimal 5 titik berurutan yang
keluar dari garis linear, maka data menyimpang dan perlu dikoresi. Sehingga perlu
dibuat garis linear baru yang menghubungkan titik-titik tersebut dengan nilai tan
alfa adalah nilai gradien persamaan linear baru.
Jika ada titik yang keluar garis linear namun kurang dari 5 dan tidak
berurutan, maka data tersebut dikatakan tidak menyimpang sehingga nilai tan alfa
akan sama dengan tan alfa nol. Fk merupakan faktor koreksi (fk) yang merupakan
hasil bagi antara tan alfa dengan tan alfa nol.
fk= ( tantan∅∅ )
0
Kemudian isi sel CHMM dengan nilai curah hujan yang baru, yaitu hasil
perkalian antara nilai curah hujan lama dengan faktor koreksi
Data curah hujan stasiun yang telah dikoreksi disajikan dalam tabel 3.5
Dari nilai CHHM yang baru, didapat nilai rata-rata untuk jumlah data curah hujan
selama 28 tahun sebagai berikut.
R=
∑ CHHM
n
Setelah itu, cari standar deviasi dari data curah hujan yang telah dikoreksi
pada uji konsistensi dengan persamaan berikut.
∑ ( CHMM −R )2
σ R=
√ n−1
Keterangan:
Setelah diapat nilai standar deviasi, sekarang menghitung nilai curah hujan
tahunan dengan PUH 10 tahun (RT10) dengan modifikasi persamaan Gumbel
berikut.
RT 10=R−¿
Keterangan:
σ R : Standar deviasi
RT 10
Tr= x Tr
R
Keterangan:
Proses ini disebut evaporasi (evaporasi dan transpirasi). Dari air yang naik
ke atmosfer, sebagian besar 296.000 kubik langsung jatuh kembali ke samudera.
Sebanyak 38.000 kilometer kubik lainnya jatuh ket tanah, tetapi mengalir ke
sungai besar dan kecil dan dikembalikan lagi ke samudera. Sisanya yang sebanyak
62.000 km3 meresap ke dalam tanah dan tersedia untuk ikut ambil bagian dalam
proses kehidupan tetumbuhan dan binatang (Seyhan, 1990).
Air hujan yang terjadi memiliki beberapa tipe yaitu siklonal, zenithal,
orogratis, frontal dan muson. . Hujan yang terjadi antar daerah yang satu dengan
daerah lainnya berbeda-beda, inilah yang disebut hujan wilayah. Penyusunan suatu
rancangan pemanfaatan data hujan di perlukan data rerata curah hujan di daerah
tersebut. Sebaran hujan dalam suatu wilayah tergantung pada tipe hujan dan
kondisi lahan.
Oleh karena itu pemasangan penakar hujan pada suatu wilayah harus
memperhatikan hujan dan kondisi wilayah. Data yang didapat dari penakar hujan
kemudian akan dianalisis hujan wilayah. Data yang diperoleh dari setiap stasiun
hujan dapat digunakan untuk mewakili daerah disekitarnya. Untuk menentukan
curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu metode polygon
rerata aritmatik, garis Isohyet dan polygon Thiessen. Namun, metode yang
digunakan kali ini untuk menentukan curah hujan wilayah adalah rerata aritmatik
dan metode polygon Theissen.
P=
∑ Pi
n
Keterangan :
( P1 + P2 )
P=
( [(
∑ A
2 ) ])
∑A
Metode Poligon Thiessen
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan
untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Meskipun belum dapat
memberikan bobot yang tepat sebagai sumbangan satu stasiun hujan untuk hujan
daerah, metode ini telah memberikan bobot tertentu kepada masing-masing stasiun
sebagai fungsi jarak stasiun hujan. Metode ini cocok untuk daerah datar dengan
luas 500 – 5000 km2. Hujan rerata daerah untuk metode Poligon Thiessen dihitung
dengan persamaan berikut.
P=
∑ Pi A i
∑ Ai
Keterangan :
Ai : luas polygon
a. Plot semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada di sekitar
daerah aliran sungai yang akan ditentukan curah hujan wilayahnya.
b. Sambungkan setiap stasiun pengukuran hujan dengan stasiun pengukuran
terdekatnya terutama untuk stasiun-stasiun pengukuran hujan yang berada dalam
dan paling dekat dengan batas daerah aliran sungai. Sambungkan antara stasiun
akan membentuk deret segitiga yang tidak boleh saling memotong satu sama lain.
c. Tentukan titik tengah dari setiap sisi segitiga kemudian buatlah sebuah
garis tegak lurus terhadap masing-masig sisi segiiga tersebut tepat di titik
tengahnya.
d. Hubungkan setiap garis tegak lurus tersebut satu sama lain sehingga
membentuk poligon-poligon dimana setiap poligon hanya diwakili oleh satu
stasiun pengukuran hujan yang berada di dalam atau paling dekat dengan batas
daerah aliran sungai
Gambar III.3 Contoh hasil penentuan lokasi stasiun pengukuran hujan dengan
metode Polygon Thiessen
Mencari luas wilayah curah hujan bisa dilakukan dengan persemaan berikut.
Penentuan metode yang terpilih adalah metode yang menghasilkan standar deviasi
terkecil.
Tr
Y Tr=−ln l n
( (( ) ) )Tr−1
n 0.5
S= ( ∑ ( Ri−R )2
n=1
n−1
)
( Y Tr −Y n )
X Tr =X + S ( Sn )
Keterangan :
Yn = reduced mean
S = standar deviasi
Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu :
1. Harga rata-rata ( R )
2. Simpangan baku (S)
3. Koefisien kemencengan (G)
Hal yang menarik adalah jika G = 0 maka distribusi kembali ke distribusi Log
Normal. Prosedur menentukan curah hujan dengan metode Log Pearson Tipe III.
X T −X
KT=
S
X T = X+ K T S
Keterangan :
Faktor frekuensi merupakan fungsi dan peluang atau periode ulang dan tipe
model matematik ditribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.
54 RT + 0.07 RT 2
I T=
tc +0.3 RT
Keterangan :
Dengan menggunakan variasi periode ulang hujan, tinggi hujan dan durasi,
dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode Hasper dan Der Weduwen
sebagai berikut :
1218 r +54
Rt =X T
( X T ( 1−t ) +1272t )
Keterangan :
t : Durasi curah hujan dalam satuan jam
R
I=
t
Untuk 1≤ t ≤ 24 jam
11300 r X
R=
√ [ ]
t +3.12 100
11300 R
R=
√ [ ]
t+ 3.12 100
LOKASI PENELITIAN
Jenis tutupan lahan berhutan, sawah irigasi dan sawah tadah hujan mengalami
penurunan luas dengan pola yang berbeda. Selama tahun 1991-2008, luas lahan
berhutan mengalami penurunan sebesar 34,8% dengan jumlah penurunan terbesar
terjadi pada periode 1991-2001 yaitu sebesar 29,5%, sedangkan untuk tahun 2001-
2008 adalah 7,4%. Perubahan yang terbesar dari lahan berhutan tersebut adalah
menjadi semak belukar, tegalan/ladang, tegalan/ladang bersemak masing-masing
sebesar 1624 ha, 518 ha, 1064 ha pada periode 1991-2001 dan 925 ha, 316 ha, 321 ha
pada 2001-2008.
Berbeda dengan pola penurunan lahan berhutan, pada lahan tanah sawah
irigasi dan tadah hujan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2001-2008 yaitu
masing-masing sebesar 18.4% dan 7%. Perubahan lahan terbesar pada dua penutupan
lahan tersebut adalah menjadi pemukiman/ terbangun, tegalan/ladang dan semak
belukar sebesar 523 ha, 52 ha dan 45 ha untuk sawah irigasi dan 158 ha, 65 ha dan 97
ha untuk sawah tadah hujan. Sedangkan pada periode 1991-2001 penurunan lahan
sawah irigasi adalah 2,8% dan sawah tadah hujan 3,4%, dengan perubahan terbesar
menjadi permukiman/terbangun masing-masing 63 ha dan 39 ha.
Jenis penutupan lahan yang perubahannya fluktuatif adalah
kebun/perkebunan, semak belukar, tegalan/ladang dan tegalan/ladang bersemak. Luas
penutupan lahan kebun/perkebunan mengalami peningkatan sebesar 14,8% pada
periode 1991-200 dan mengalami penurunan pada periode 2001-2008 sebesar 9,7%.
Peningkatan luas kebun/perkebunan didapatkan dari perubahan tegalan/ladang (700
ha) dan tegalan/ladang bersemak (914 ha) dan berhutan (483.2 ha), sedangkan
penurunan yang terjadi karena terdapat konversi menjadi semak belukar (137 ha),
tegalan/ladang (387 ha), tegalan/ladang bersemak (1002 ha) dan hutan (158 ha).
Luas semak belukar juga mengalami peningkatan sebesar 195.6% pada
periode 1991-2001 dan mengalami penurunan pada tahun 2001-2008 sebesar 15.8%.
Kenaikan luas tersebut disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada lahan berhutan
(1624 ha) tegalan/ladang (664 ha) dan tegalan/ladang bersemak (526 ha). Sedangkan
penurunan luas terjadi karena terdapat konversi menjadi lahan berhutan (793 ha),
tegalan/ladang bersemak (658 ha) dan tegalan/ladang (528 ha).
Luas tegalan/ladang mengalami penurunan pada periode 1991-2001 sebesar
27,4% dan mengalami peningkatan pada periode 2001-2008 sebesar 13,5%.
Penurunan terjadi karena terdapat konversi tegalan/ladang menjadi tegalan/ladang
bersemak (1203 ha), kebun/perkebunan (700 ha), semak belukar (664 ha) dan hutan
(458 ha). Sedangkan untuk peningkatanya terjadi karena konversi dari hutan (316
ha), kebun/perkebunan (387 ha), semak belukar (523 ha) dan tegalan/ladang
bersemak (1033 ha).
Perubahan luas tegalan/ladang bersemak mengalami peningkatan pada
periode 1991-2001 sebesar 29,7% dan penurunan pada periode 2001-2008 sebesar
9,7%. Peningkatan luas terjadi karena konversi dari hutan (1064 ha),
kebun/perkebunan (977 ha), semak belukar (257 ha) dan tegalan/ladang (1203 ha).
Sedangkan penurunan luas terjadi karena konversi menjadi hutan (359 ha),
kebun/perkebunan (918 ha), permukiman/terbangun (294 ha) semak belukar (306 ha)
dan tegalan/ladang (1032 ha).
Gambar IV.2 Jenis tutupan lahan DAS Cisangkuy
BAB V
Tabel V.1 Data Curah Hujan Kosong dari Tahun 1985-2014 di DAS Cisangkuy
No POS HUJAN
Urut TAHUN
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9
Data
1 1985 241 299 194 538 395 242 305 250 223
2 1986 625 226 249 277 351 428 349 287
3 1987 270 53 180 145 476 221 189 200
4 1988 262 146 239 286 56 218 182 550 249
5 1989 332 348 191 231 211 137 98 516 328
6 1990 150 280 288 275 370 119 177 122 118
7 1991 320 265 270 315 256 226 109 112 109
8 1992 444 255 185 225 173 146 325
9 1993 205 222 235 38 74 79 592 339
10 1994 207 185 182 48 304 214 264 237
11 1995 162 65 130 136 394 133 399 266
12 1996 141 215 135 163 144 488 292 367 400
13 1997 288 238 384 144 321 134 371 192
14 1998 110 169 294 24 207
15 1999 145 128 336 117 232 343 190 167 526
16 2000 223 159 188 223 68 156 384 287
17 2001 199 140 171 260 131 244 197
18 2002 137 206 203 221 134 400 156 269 489
19 2003 305 188 175 132 193 221 253
20 2004 177 459 223 313 331 531 145 395 243
21 2005 108 186 99 544 182 163 461 428 144
22 2006 376 230 215 286 214 258 268 270 235
23 2007 258 116 327 165 441 201
24 2008 163 237 214 184 170 398 297
25 2009 206 63 69 125 130 334 209 441
26 2010 50 169 103 377 187 244 181 289 179
27 2011 112 248 165 68 350 226 583 357
28 2012 104 61 380 305 120 170 399 559 243
29 2013 194 44 127 265 167 129 156
30 2014 260 329 269 240 216 142 365 227 276
Untuk mengetahui metode apa yang digunakan, maka hal pertama yang perlu
dicari adalah persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun
yang kehilangan data. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
2
S = ∑ Ri−R = 45.44
(
√
n−1
)
S 45.44
∆= x 100% = x 100% = 18.91%
R 240.32
Karena ∆ > 10%, maka metode yang digukan adalah metode perbandingan normal
dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
n : jumlah stasium pembanding
rn : tinggi curah hujan pada tahun yang sama dengan rx, pada setiap stasiun
pembandung
Rx : harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu curah
hujannya sedang dicari
Rn : harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama kurun
waktu yang sama
Langkah selanjutnya adalah mencari tinggi curah hujan dan rn/Rn sesuai
dengan perhitungan berikut:
rn 241
Rx = = = 1.09 mm/tahun (perhitungan pos selanjutnya mneggunakan cara
Rn 220.31
yang sama). Sehingga diperoleh rn/Rn untuk tahun 1985 adalah jumlah total dari
sembilan pos pada tahun yang sama, yaitu :
∑rn/Rn = 1.09 + 1.45 + 0.90 + 2.09 + 2.32 + 0.92 + 1.32 + 0.76 + 0.82
= 11.68 mm/tahun
Hasil perhitungan tinggi curah hujan semua pos dari tahun 1985-2014 dapat
dilihat pada tabel berikut :
t n)
Dat
a
1.0 1.4 0.9 2.0 2.3 0.9 1.3 0.7 0.8
1985
1 9 5 0 9 2 2 2 6 2 11.68
0.0 3.0 1.0 0.9 1.6 1.3 1.8 0.0 1.0
1986
2 0 3 5 7 3 3 5 0 6 10.91
1.2 0.2 0.8 0.0 0.8 1.8 0.9 0.5 0.7
1987
3 3 6 4 0 5 1 6 8 4 7.25
1.1 0.7 1.1 1.1 0.3 0.8 0.7 1.6 0.9
1988
4 9 1 1 1 3 3 9 8 2 8.66
1.5 1.6 0.8 0.9 1.2 0.5 0.4 1.5 1.2
1989
5 1 8 9 0 4 2 2 8 1 9.95
0.6 1.3 1.3 1.0 2.1 0.4 0.7 0.3 0.4
1990
6 8 6 4 7 7 5 7 7 4 8.64
1.4 1.2 1.2 1.2 1.5 0.8 0.4 0.3 0.4
1991
7 5 8 5 2 0 6 7 4 0 8.79
2.0 1.2 0.8 0.8 1.0 0.5 1.4 0.0 0.0
1992
8 2 3 6 7 2 5 1 0 0 7.96
0.9 0.0 1.0 0.9 0.2 0.2 0.3 1.8 1.2
1993
9 3 0 3 1 2 8 4 1 5 6.78
0.9 0.0 0.8 0.7 0.2 1.1 0.9 0.8 0.8
1994
10 4 0 6 1 8 5 3 1 7 6.55
0.7 0.3 0.6 0.0 0.8 1.5 0.5 1.2 0.9
1995
11 4 1 0 0 0 0 8 2 8 6.72
0.6 1.0 0.6 0.6 0.8 1.8 1.2 1.1 1.4
1996
12 4 4 3 3 5 5 6 2 8 9.50
1.3 1.1 1.7 0.0 0.8 1.2 0.5 1.1 0.7
1997
13 1 5 8 0 5 2 8 3 1 8.73
0.0 0.5 0.7 1.1 0.1 0.0 0.9 0.0 0.0
1998
14 0 3 8 4 4 0 0 0 0 3.50
0.6 0.6 1.5 0.4 1.3 1.3 0.8 0.5 1.9
1999
15 6 2 6 5 6 0 2 1 4 9.23
1.0 0.7 0.8 0.8 0.4 0.5 1.6 0.0 1.0
2000
16 1 7 7 7 0 9 6 0 6 7.23
0.0 0.9 0.0 0.5 1.0 0.9 0.5 0.7 0.7
2001
17 0 6 0 4 0 9 7 4 3 5.54
0.6 1.0 0.9 0.8 0.7 1.5 0.6 0.8 1.8
2002
18 2 0 4 6 9 2 8 2 0 9.03
1.3 0.9 0.0 0.6 0.7 0.0 0.8 0.6 0.9
2003
19 8 1 0 8 8 0 4 7 3 6.19
0.8 2.2 1.0 1.2 1.9 2.0 0.6 1.2 0.9
2004
20 0 2 3 2 4 2 3 1 0 11.97
0.4 0.9 0.4 2.1 1.0 0.6 1.9 1.3 0.5
2005
21 9 0 6 2 7 2 9 1 3 9.49
1.7 1.1 1.0 1.1 1.2 0.9 1.1 0.8 0.8
2006
22 1 1 0 1 6 8 6 2 7 10.02
1.1 0.5 0.0 1.2 0.0 0.6 0.0 1.3 0.7
2007
23 7 6 0 7 0 3 0 5 4 5.72
0.7 1.1 0.9 0.7 1.0 1.5 0.0 0.0 1.1
2008
24 4 5 9 2 0 1 0 0 0 7.20
0.9 0.3 0.0 0.2 0.7 0.4 1.4 0.6 1.6
2009
25 4 0 0 7 3 9 5 4 3 6.45
0.2 0.8 0.4 1.4 1.1 0.9 0.7 0.8 0.6
2010
26 3 2 8 7 0 3 8 8 6 7.34
0.0 0.5 1.1 0.6 0.4 1.3 0.0 1.7 1.3
2011
27 0 4 5 4 0 3 0 8 2 7.16
0.4 0.3 1.7 1.1 0.7 0.6 1.7 1.7 0.9
2012
28 7 0 6 9 0 5 3 1 0 9.40
0.8 0.2 0.5 1.0 0.0 0.6 0.5 0.4 0.0
2013
29 8 1 9 3 0 3 6 8 0 4.38
1.1 1.5 1.2 0.9 1.2 0.5 1.5 0.6 1.0
2014
30 8 9 5 3 7 4 8 9 2 10.05
Untuk mengisi data curah hujan yang masih kosong, maka dapat digunakan metode
perbandingan normal dengan persamaan :
Untuk data kosong pada pos 1 tahun 1986 adalah sebagai berikut :
10.91 x 220.31
Rx = = 343.46 mm/tahun
7
Akumulasi
TAHUN P Pembanding Akumulasi Pembanding
Stasiun
7000
f(x) = x − 536.4
6000 f(x) = 0.91 x − 203.97 R² = 0.99
R² = 0.99
5000
3000
2000
1000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Dari grafik di atas, maka dapat diperoleh nilai tan α0, tan α, k dan CHMM sebagai
berikut :
[ ( ( )) ]
RT 10=219.2965544− 0.78 ln ln
10
9
+0.45 95.14552893
RT 10=343.4887304
343.4887304
T R= ×2.33=3.649527206
219.2965544
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Baleendah dikatakan homogen.
CHHM (CHH
Tahun CHHM
-R M-R)^2
94.6937 8966.89
1985 299
1 9
420.693 176983.
1986 625
7 2
- 22893.5
1987 53
151.306 9
- 3399.62
1988 146
58.3063 4
143.693 20647.8
1989 348
7 8
1990 280 75.6937 5729.53
1 8
60.6937 3683.72
1991 265
1 6
50.6937 2569.85
1992 255
1 2
175.064 - 855.076
1993
6 29.2417 7
169.124 - 1237.78
1994
1 35.1822 5
- 19406.2
1995 65
139.306 4
10.6937 114.355
1996 215
1 4
33.6937 1135.26
1997 238
1 6
- 8893.67
1998 110
94.3063 6
-
1999 128 5822.65
76.3063
-
2000 159 2052.66
45.3063
- 28.1567
2001 199
5.30629 2
1.69370 2.86865
2002 206
9 1
- 265.895
2003 188
16.3063 1
254.693 64868.8
2004 459
7 9
- 335.120
2005 186
18.3063 3
25.6937 660.166
2006 230
1 7
- 7798.00
2007 116
88.3063 1
32.6937 1068.87
2008 237
1 9
- 19967.4
2009 63
141.306 7
- 1246.53
2010 169
35.3063 4
- 8520.45
2011 112
92.3063 1
- 20536.6
2012 61
143.306 9
- 25698.1
2013 44
160.306 1
124.693 15548.5
2014 329
7 2
6129.18 450937.
Jumlah
9 8
204.306
Rata-rata
3 124.697
Standar 9
deviasi
RT 10 367.0728409
Jumlah
30
data
TR 4.186262284
Gambar V.3 Grafik N-TR untuk P2
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Cibintinu dikatakan homogen.
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Banjaran dikatakan homogen.
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Pasir Jambu dikatakan homogen.
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Pangalengan dikatakan homogen.
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Cibeureum dikatakan homogen.
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Cileunca dikatakan homogen.
Titik pertemuan N dan TR pada grafik di atas berada didalam corong kurva,
sehingga data pada Stasiun Malabar dikatakan homogen.
Nilai curah hujan yang didapatkan untuk tahun 1985 adalah P = 320 mm/tahun.
Dengan menggunakan cara yang sama untuk semua tahun, maka didapatkan curah
hujan dan simpangan baku untuk metode polygon Thiessen
Tabel V.16 Hasil Perhitungan Curah Hujan Wilayah dengan Metode Polygon
Thiessen
Curah
Hujan
Tahun
(mm/tahun/
km²)
1985 320
1986 384
1987 258
1988 298
1989 284
1990 194
1991 218
1992 243
1993 256
1994 212
1995 260
1996 286
1997 295
1998 200
1999 225
2000 213
2001 200
2002 268
2003 200
2004 371
2005 295
2006 261
2007 268
2008 286
2009 156
2010 257
2011 318
2012 303
2013 168
2014 231
Simpan
gan 54.26
Baku
Metode aritmatika
P=298 mm/tahun
Dengan menggunakan cara yang sama untuk semua tahun, maka didapatkan
curah hujan dan simpangan baku untuk metode aritmatika
Tabel V.17 Hasil Perhitungan Curah Hujan Wilayah dengan Metode Aritmatika
Curah
Hujan
Tahun
(mm/tahun/
km²)
1985 298
1986 389
1987 238
1988 287
1989 298
1990 206
1991 251
1992 267
1993 245
1994 206
1995 213
1996 235
1997 309
1998 188
1999 204
2000 202
2001 190
2002 229
2003 212
2004 339
2005 239
2006 273
2007 252
2008 256
2009 142
2010 205
2011 281
2012 263
2013 159
2014 245
Simpan 52.29
gan
Baku
Nilai curah hujan harian maksimum dapat dihitung melalui Metode Gumbel,
Metode Log Pearson III dan Metode Distribusi Normal. Dari hasil perhitungan curah
hujan harian wilayah menggunakan metode Thiessen dan Aritmatik dipilih metode
yang memberikan nilai standar deviasi terkecil (Metode Thiessen)
Metode Gumbel
Pada metode ini diperlukan nilai Xrata-rata, Yt, Yn, Sn, S, sehingga akan
dihasilkan/didapatkan nilai curah hujan harian maksimum (CHHM).
1. Xrata-rata
Dihitung nilai curah hujan harian wilayah rata-rata dari seluruh hasil
perhitungan Metode Thiessen dari tahun 1996-2003. Nilai yang diperoleh sebesar 244
mm/tahun/km2.
2. Yt (Reduced Variable)
Akan dicontohkan untuk nilai PUH 2 tahun.
Nilai Yt dapat dihitung menggunakan persamaan:
Tr
( ( ))
Y Tr=−ln ln
Tr−1
2
( ( ))
Y Tr=−ln ln
2−1
=0.3665
3. (Ri-Rx)2
Diambil contoh pada tahun 1986 denggan menggunakan nilai log R dan jumlah
akumulasi R setiap tahun (Rx).
= (Ri-Rx)2
= (2.473729-2.377666)2 = 0.009228
Dapat ditentukan jumlah (Ri-Rx)2 setiap tahun (akumulasi) dari 1986-2003 yang
bernilai sebesar 0.251769
Dapat ditentukan nilai rata-rata (Ri-Rx)2 setiap tahun dari 1986-2003 yang bernilai
sebesar 0.008392.
4. (Ri-Rx)3
Diambil contoh pada tahun 1986 denggan menggunakan nilai log R dan jumlah
akumulasi R setiap tahun (Rx).
= (Ri-Rx)3
= (2.473729-2.377666)3 = 0.000886
Dapat ditentukan jumlah (Ri-Rx)3 setiap tahun (akumulasi) dari 1986-2003
yang bernilai sebesar -0.00331.
Dapat ditentukan nilai rata-rata (Ri-Rx)2 setiap tahun dari 1986-2003 yang bernilai
sebesar -0.00011.
5. S (Simpangan Baku)
Nilai S dapat ditentukan menggunakan persamaan:
2
∑ ( R i−R x )2
S= ( Jumlah data )
0.251769 2
S= ( 29 )=0.093175504
6. G (Koefisien Kemencengan)
Nilai G dapat ditentukan menggunakan persamaan:
30 × ∑ ( Ri−R x )3
G=
29 × 26× S 3
30 ×−0.00331
G= =−0.005044651
29 ×28 × 0.0931755043
H KT S XT
2 0 244
5 0.842 288
10 1.282 311
52.28772 244
25 1.751 335
50 2.054 351
100 2.326 366
Xt
Subgrup Peluang Kt Gumbel dan
Log Pearson
Distribusi Normal
1 0.8 - 1 0.000 - 2.299 0 - 200
2 0.6 - 0.8 -0.84 2.299 - 2.354 200 - 231
3 0.4 - 0.6 -0.25 2.354 - 2.401 231 - 257
4 0.2 - 0.4 0.25 2.401 - 2.456 257 - 288
5 0 - 0.2 0.84 > 2.456 > 288
Jumlah (Oi-
No Nilai Batas subgroup Data (Oi) Ei Oi-Ei Ei)^2/Ei
2.298
1 < X < 5 6 -1 0.16667
0.000 7
2 2.2990 < X < 2.353 6 6 0 0
9
2.400
3 2.3540 < X < 7 6 1 0.16667
7
2.455
4 2.4010 < X < 6 6 0 0
9
2.455
5 X > 6 6 0 0
9
Chi
30 Kuadrat 0.33333
Jumlah (Oi-
No Nilai Batas subgrup Data (Oi) Ei Oi-Ei Ei)^2/Ei
1 0 < x < 199.99 8 6 2 0.66667
2 199.99 < x < 230.84 4 6 -2 0.66667
3 230.84 < x < 256.99 5 6 -1 0.16667
4 256.99 < x < 287.84 6 6 0 0
5 x > 288.00 7 6 1 0.16667
30 6 Chi Kuadrat 1.66667
Setelah dicari nilai Chi-Kuadrat dari keselurahan metode, akan dicari nilai
batas penerimaan (nilai kritis) dari distribusi Chi-Kuadrat dengan menggunakan tabel
berikut ini.
Tabel V.26 Data Derajat Kepercayaan
Nilai Dk (derajat kepercayaan) adalah (jumlah kelas – 2), yakni 3 untuk
metode Gumbel dan Metode Log Pearson III. Untuk metode distribusi normal, nilai
dk adalah (jumlah kelas – 3), yakni 2. Untuk nilai Dk pada metode Gumbel dan
Metode Log Pearson III, nilai kritis yang didapatkan adalah 7.815 sedangkan nilai Dk
pada metode distribusi normal didapatkan nilai kritis sebesar 5.991. Pengujian
dinyatakan lolos apabila nilai Chi-Kuadrat dibawah nilai kritis. Semua metode
dinyatakan lolos uji karena nilai Chi-Kuadrat dibawah nilai kritis
V.7 Analisis Intensitas Hujan
PUH KT S XT
2 0 244
5 0,842 288
10 1,282 311
52,28772 244
25 1,751 335
50 2,054 351
100 2,326 366
Analisis intensitas hujan dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu
Metode Van Breen, Metode Bell-Tanimoto dan Metode Hasper dan Der Weduwen.
54(244)+0,07 (244)2
IT ¿ = 221,78 mm/jam
5+0,3(244 )
Untuk perhitungan pada variasi PUH dan variasi durasi lainnya akan
mengikuti langkah perhitungan di atas sehingga didapatkan data intensitas hujan
sesuai dengan perhitungan menggunakan Metode Van Breen sebagai berikut:
PUH Durasi, tc
RT I (t, T)
(tahun) (menit)
5 221,78
10 208,46
20 186,09
40 244,0 153,21
2
60 0 130,21
80 113,21
120 89,77
240 55,38
5 221,78
10 208,46
20 186,09
40 288,0 153,21
5
60 0 130,21
80 113,21
120 89,77
240 55,38
5 221,78
10 311,0 208,46
10
20 0 186,09
40 153,21
60 130,21
80 113,21
120 89,77
240 55,38
5 221,78
10 208,46
20 186,09
40 335,0 153,21
25
60 0 130,21
80 113,21
120 89,77
240 55,38
5 221,78
10 208,46
20 186,09
40 351,0 153,21
50
60 0 130,21
80 113,21
120 89,77
240 55,38
5 221,78
10 208,46
20 186,09
40 366,0 153,21
100
60 0 130,21
80 113,21
120 89,77
240 55,38
Metode Bell-Tanimoto
Berikut merupakan contoh perhitungan intensitas hujan menggunakan metode
Bell-Tanimoto dengan menggunakan variasi data PUH 2 Tahun untuk durasi (t c)
selama 5 menit :
Sebelumnya perlu dicari nilai R60
T terlebih dahulu.
R T R1 + R2 244 96+36
R60
T ¿ (
X 60 2 )
=
170 2 ( )
46,01 mm
60
RtT =( 0,21 ln T +0,52 ) ( 0,54 t 0,25−0,5 ) RT
PUH
Durasi
(tahun R (60, T) R (t, T) I (t, T)
(menit)
)
5 9,42 113,00
10 14,10 84,57
20 19,66 58,98
40 26,28 39,41
2 46,01
60 30,71 30,71
80 34,14 25,61
120 39,42 19,71
240 49,78 12,44
5 9,42 113,00
10 14,10 84,57
20 19,66 58,98
40 26,28 39,41
5 54,31
60 30,71 30,71
80 34,14 25,61
120 39,42 19,71
240 49,78 12,44
5 9,42 113,00
10 14,10 84,57
20 19,66 58,98
10 58,65
40 26,28 39,41
60 30,71 30,71
80 34,14 25,61
120 39,42 19,71
240 49,78 12,44
5 9,42 113,00
10 14,10 84,57
20 19,66 58,98
40 26,28 39,41
25 63,17
60 30,71 30,71
80 34,14 25,61
120 39,42 19,71
240 49,78 12,44
5 9,42 113,00
10 14,10 84,57
20 19,66 58,98
40 26,28 39,41
50 53,40
60 30,71 30,71
80 34,14 25,61
120 39,42 19,71
240 49,78 12,44
5 9,42 113,00
10 14,10 84,57
20 19,66 58,98
40 26,28 39,41
100 55,68
60 30,71 30,71
80 34,14 25,61
120 39,42 19,71
240 49,78 12,44
Ri=R T
( R 1218
T
t +54
( 1−t ) +1272t )
1218(0,08)+54
Ri ¿ 244 (
244 (1−0,08 ) +1272(0,08) )
= 115,09 mm/jam
Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan R (curah hujan).
11300 Ri 11300 115,09
R¿
√ [ ]√
t +3,12 100
= [
0,08+ 3,12 100 ]
= 68,36 mm
PUH Durasi I
Durasi
(tahun (menit RT Ri R (mm/jam
(jam)
) ) )
5 0,08 115,09 68,36 820,28
10 0,17 150,98 88,53 531,18
20 0,33 191,32 109,44 328,32
40 0,67 227,37 124,21 186,31
2 244,00
60 1,00 244,00 127,79 127,79
80 1,33 253,57 141,92 106,44
120 2,00 264,16 162,11 81,05
240 4,00 275,93 194,41 48,60
5 0,08 121,04 71,89 862,66
10 0,17 163,75 96,02 576,10
20 0,33 215,06 123,02 369,07
40 0,67 264,20 144,33 216,49
5 288,00
60 1,00 288,00 150,83 150,83
80 1,33 302,04 167,52 125,64
120 2,00 317,87 191,34 95,67
240 4,00 335,86 229,47 57,37
5 0,08 123,66 73,44 881,33
10 311,00
10 0,17 169,64 99,47 596,80
20 0,33 226,60 129,62 388,87
40 0,67 283,00 154,60 231,90
60 1,00 311,00 162,87 162,87
80 1,33 327,73 180,89 135,67
120 2,00 346,79 206,62 103,31
240 4,00 368,71 247,79 61,95
5 0,08 126,11 74,90 898,79
10 0,17 175,29 102,78 616,68
20 0,33 238,05 136,17 408,52
40 0,67 302,30 165,14 247,71
25 335,00
60 1,00 335,00 175,44 175,44
80 1,33 354,81 194,85 146,14
120 2,00 377,61 222,57 111,28
240 4,00 404,17 266,92 66,73
5 0,08 127,60 75,79 909,43
10 0,17 178,80 104,84 629,06
20 0,33 245,38 140,37 421,10
40 0,67 314,99 172,07 258,11
50 351,00
60 1,00 351,00 183,82 183,82
80 1,33 373,01 204,16 153,12
120 2,00 398,54 233,20 116,60
240 4,00 428,51 279,66 69,92
5 0,08 128,91 76,56 918,76
10 0,17 181,94 106,68 640,08
20 0,33 252,04 144,17 432,52
40 0,67 326,76 178,50 267,75
100 366,00
60 1,00 366,00 191,68 191,68
80 1,33 390,18 212,89 159,66
120 2,00 418,43 243,16 121,58
240 4,00 451,86 291,62 72,90
a=
∑ It ∑ I 2−∑ I 2 t ∑ I
2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
( 899,59 )( 191639,85 ) −(100958,35)(1158,1)
a= =289,06
8 (191639,85)−( 1158,1 )2
- Perhitungan b
∑ I ∑ It−N ∑ I 2 t
b= 2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(1158,1)(899,59)−8 (100958,35)
b= 2
=1,22
8 (191639,85)−( 1158,1 )
- Perhitungan I’
a
I '=
t+b
289,06
I '= =221,78mm / jam
0,08+ 1,22
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|221,78−221,78|=0,00000000000011369
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode Van
Breen dengan rumus Talbot.
σ σ σ
σ σ
σ σ
Tabel V.31 Hasil perhitungan Talbot-Van Breen
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS TALBOT
METODE VAN BREEN
PUH (tahun)
Durasi, t (menit)
t (jam) I (mm/jam) I.t I^2 I^2 * t a b I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 221,78 18,48 49188,2061849412 4099,02 221,78 0,00000000000011369
10,00 0,17 208,46 34,74 43453,8077255917 7242,30 208,46 0,00000000000008527
20,00 0,33 186,09 62,03 34629,2165528929 11543,07 186,09 0,00000000000008527
40,00 0,67 153,21 102,14 23473,7047214973 15649,14 153,21 0,00000000000005684
2,00 289,06 1,22
60,00 1,00 130,21 130,21 16953,7604040076 16953,76 130,21 0,00000000000002842
80,00 1,33 113,21 150,94 12816,1316624968 17088,18 113,21 0,00000000000004263
120,00 2,00 89,77 179,54 8058,6120110250 16117,22 89,77 0,00000000000002842
240,00 4,00 55,38 221,50 3066,4153776042 12265,66 55,38 0,00000000000001421
∑ 1158,10 899,59 191639,85 100958,35 STDEV 0,00000000000045475
log a=
∑ log I ∑ ( log t )2−∑ ( log t log I ) ∑ log t
2 2
N ∑ ( log t ) −( ∑ log t )
(16,98)(2,5)−(−3,91)(−1,48)
log a= 2
=2,06
8(2,5)−(−1,48 )
- Perhitungan n
n=
∑ log I ∑ log t−N ∑ ( log t log I )
2
N ∑ ( log t )2 −( ∑ logt )
(16,98)(−1,48)−8(−3,91)
n= 2
=0,34
8(2,5)− (−1,48 )
- Perhitungan I’
a
I=
tn
114,69975
I '= =268,94 mm / jam
0,080,34
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|268,94−221,78|=47,16
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode Van
Breen dengan rumus Sherman.
σ σ
Tabel V.32 Hasil Perhitungan Sherman-Van Breen
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS SHERMAN
METODE VAN BREEN
PUH (tahun)
Durasi, t (menit)
t (jam) I (mm/jam) Log I Log t Log I * Log t (log t)^2 log a n I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 221,78 2,35 -1,08 -2,53 1,1646321618209 268,94 47,16
10,00 0,17 208,46 2,32 -0,78 -1,80 0,6055193684736 212,04 3,59
20,00 0,33 186,09 2,27 -0,48 -1,08 0,2276446917053 167,18 18,91
40,00 0,67 153,21 2,19 -0,18 -0,38 0,0310081315158 131,81 21,40
2,00 2,06 0,34
60,00 1,00 130,21 2,11 0,00 0,00 0,0000000000000 114,70 15,51
80,00 1,33 113,21 2,05 0,12 0,26 0,0156096879053 103,92 9,28
120,00 2,00 89,77 1,95 0,30 0,59 0,0906190582895 90,43 0,66
240,00 4,00 55,38 1,74 0,60 1,05 0,3624762331578 71,30 15,93
∑ 1158,10 16,98 -1,48 -3,91 2,50 114,699748829503 STDEV 132,43
a=
∑ ( I √ t ) ∑ I 2− ∑ ( I 2 √ t ) ∑ I
2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(880,29)(191639,85)−(120380,73)(1158,1)
a= 2
=152,59
8(191639,85)−( 1158,1 )
- Perhitungan b
∑ ( I √ t ) ∑ I −N ∑ ( I 2 √ t )
b= 2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
( 880,29 ) (1158,1)−8(120380,73)
b= 2
=0,29
8(191639,85)−( 1158,1 )
- Perhitungan I’
a
I=
√t +b
152,59
I '= =261,89 mm/ jam
0,29+0,29
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|261,89−221,78|=40,11
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode Van
Breen dengan rumus Ishiguro.
Tabel
σ σ
V.33 Hasil Perhitungan Ishiguro-Van
σ σ
Breen
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS ISHIGURO
METODE VAN BREEN
PUH (tahun) Durasi, t (menit) t (jam) I (mm/jam) √t I^2 I * √t I^2 * √t a b I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 221,78 0,29 49188,2061849412 64,02 14199,41 261,89 40,11
10,00 0,17 208,46 0,41 43453,8077255917 85,10 17739,94 217,30 8,84
20,00 0,33 186,09 0,58 34629,2165528929 107,44 19993,19 175,13 10,96
40,00 0,67 153,21 0,82 23473,7047214973 125,10 19166,20 137,41 15,80
2,00 152,59 0,29
60,00 1,00 130,21 1,00 16953,7604040076 130,21 16953,76 117,93 12,28
80,00 1,33 113,21 1,15 12816,1316624968 130,72 14798,79 105,33 7,88
120,00 2,00 89,77 1,41 8058,6120110250 126,95 11396,60 89,33 0,44
240,00 4,00 55,38 2,00 3066,4153776042 110,75 6132,83 66,52 11,14
∑ 1158,10 7,66 191639,85 880,29 120380,73 STDEV 107,45
a=
∑ It ∑ I 2−∑ I 2 t ∑ I
2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
( 223,5 )( 27094,38 ) −(7665,12)(384,43)
a= 2
=45,08
8 (27094,38)−( 384,43 )
- Perhitungan b
∑ I ∑ It−N ∑ I 2 t
b= 2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(384,43)(223,5)−8(7665,12)
b= 2
=0,36
8(27094,38)− (384,43 )
- Perhitungan I’
a
I '=
t+b
45,08
I '= =102,44 mm / jam
0,08+ 0,36
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|102,44−113|=10,5512
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode Bell
Tanimoto dengan rumus Talbot.
Tabel V.34 Hasil Perhitungan Talbot - Bell Tanimoto
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS TALBOT
METODE BELL TANIMOTO
PUH (tahun)
Durasi, t (me nit)
t (jam) I (mm/jam) I.t I^2 I^2 * t a b I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 113,00 9,42 12768,1168118519 1064,01 102,44 10,55120561120720000
10,00 0,17 84,57 14,10 7152,1489087731 1192,02 86,13 1,56217896940433000
20,00 0,33 58,98 19,66 3478,2980820795 1159,43 65,33 6,35102689263736000
40,00 0,67 39,41 26,28 1553,4332273884 1035,62 44,05 4,63535564102592000
2,00 45,08 0,36
60,00 1,00 30,71 30,71 943,2499010225 943,25 33,23 2,51389672783230000
80,00 1,33 25,61 34,14 655,7844945987 874,38 26,67 1,06454442816577000
120,00 2,00 19,71 39,42 388,4931022345 776,99 19,13 0,58269392475604700
240,00 4,00 12,44 49,78 154,8541998279 619,42 10,35 2,09728420163457000
∑ 384,43 223,50 27094,38 7665,12 STDEV 29,35818639666350000
log a=
∑ log I ∑ ( log t )2−∑ ( log t log I ) ∑ log t
2 2
N ∑ ( log t ) −( ∑ log t )
(12,63)(2,5)−(−3,62)(−1,48)
log a= 2
=1,47
8(2,5)−(−1,48 )
- Perhitungan n
n=
∑ log I ∑ log t−N ∑ ( log t log I )
2
N ∑ ( log t )2 −( ∑ logt )
(12,63)(−1,48)−8(−3,62)
n= 2
=0,57
8(2,5)− (−1,48 )
- Perhitungan I’
a
I=
tn
29,6943
I '= =123,55 mm/ jam
0,080,57
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|123,55−113|=10,55
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode Bell
Tanimoto dengan rumus Sherman.
Tabel V.35 Hasil Perhitungan Sherman-Bell Tanimoto
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS SHERMAN
METODE BELL TANIMOTO
PUH (tahun)
Durasi, t (menit)
t (jam) I (mm/jam) Log I Log t Log I * Log t (log t)^2 log a n I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 113,00 2,05 -1,08 -2,22 1,1646321618209 123,55 10,55
10,00 0,17 84,57 1,93 -0,78 -1,50 0,6055193684736 83,01 1,56
20,00 0,33 58,98 1,77 -0,48 -0,84 0,2276446917053 55,77 3,21
40,00 0,67 39,41 1,60 -0,18 -0,28 0,0310081315158 37,47 1,94
2,00 1,47 0,57
60,00 1,00 30,71 1,49 0,00 0,00 0,0000000000000 29,69 1,02
80,00 1,33 25,61 1,41 0,12 0,18 0,0156096879053 25,18 0,43
120,00 2,00 19,71 1,29 0,30 0,39 0,0906190582895 19,95 0,24
240,00 4,00 12,44 1,09 0,60 0,66 0,3624762331578 13,40 0,96
∑ 384,43 12,63 -1,48 -3,62 2,50 29,694323490888 STDEV 19,91
∑ ( I √ t ) ∑ I 2− ∑ ( I 2 √ t ) ∑ I
a= 2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(246,42)(27094,38)−(12441,86)(384,43)
a= 2
=27,46
8(27094,38)−( 384,43 )
- Perhitungan b
b=
∑ ( I √ t ) ∑ I −N ∑ ( I 2 √ t )
2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
( 246,42) (384,43)−8(12441,86)
b= =−0,07
8(27094,38)−( 384,43 )2
- Perhitungan I’
a
I=
√t +b
27,46
I '= =125,35mm / jam
0,29+(−0,07)
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|125,35−113|=12,35
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode Bell
Tanimoto dengan rumus Ishiguro.
Tabel V.36 Hasil Perhitungan Ishiguro-Bell Tanimoto
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS ISHIGURO
METODE BELL TANIMOTO
PUH (tahun) Durasi, t (me nit) t (jam) I (mm/jam) √t I^2 I * √t I^2 * √t a b I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 113,00 0,29 12768,1168118519 32,62 3685,84 125,35 12,35
10,00 0,17 84,57 0,41 7152,1489087731 34,53 2919,85 81,09 3,49
20,00 0,33 58,98 0,58 3478,2980820795 34,05 2008,20 54,08 4,90
40,00 0,67 39,41 0,82 1553,4332273884 32,18 1268,37 36,76 2,65
2,00 27,46 -0,07
60,00 1,00 30,71 1,00 943,2499010225 30,71 943,25 29,51 1,20
80,00 1,33 25,61 1,15 655,7844945987 29,57 757,23 25,30 0,30
120,00 2,00 19,71 1,41 388,4931022345 27,87 549,41 20,42 0,71
240,00 4,00 12,44 2,00 154,8541998279 24,89 309,71 14,22 1,78
∑ 384,43 7,66 27094,38 246,42 12441,86 STDEV 27,38
- Perhitungan a
∑ It ∑ I 2−∑ I 2 t ∑ I
a= 2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(1016,76 )( 1134112,39 )−(216193,97)(2229,98)
a= 2
=163,66
8(1134112,39)−( 2229,98 )
- Perhitungan b
b=
∑ I ∑ It−N ∑ I 2 t
2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(2229,98)(1016,76)−8(216193,97)
b= 2
=0,13
8(1134112,39)−( 2229,98 )
- Perhitungan I’
a
I '=
t+b
163,66
I '= =762,97 mm/ jam
0,08+ 0,13
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|762,97−820,28|=57,317345
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode
Haspers dan Ver weduwen dengan rumus Talbot.
Tabel V.37 Hasil Perhitungan Talbot -Haspers dan Ver weduwen
PERHITUNGAN DENGAN RUMUS TALBOT
METODE HASPERS DAN VER WEDUWEN
PUH (tahun)
Durasi, t (menit)
t (jam) I (mm/jam) I.t I^2 I^2 * t a b I' (mm/jam) ∆I
5,00 0,08 820,28 68,36 672866,9053884640 56072,24 762,97 57,31734549360870000
10,00 0,17 531,18 88,53 282148,4106125880 47024,74 549,49 18,31550628807040000
20,00 0,33 328,32 109,44 107794,0878996620 35931,36 352,33 24,01038227790970000
40,00 0,67 186,31 124,21 34711,7326535154 23141,16 205,13 18,81704940560250000
2,00 163,66 0,13
60,00 1,00 127,79 127,79 16329,0485436893 16329,05 144,68 16,89557039994620000
80,00 1,33 106,44 141,92 11330,1107784431 15106,81 111,75 5,30716589550880000
120,00 2,00 81,05 162,11 6569,8906250000 13139,78 76,79 4,26209032027585000
240,00 4,00 48,60 194,41 2362,2078651685 9448,83 39,62 8,98703683338137000
∑ 2229,98 1016,76 1134112,39 216193,97 STDEV 153,91214691430400000
log a=
∑ log I ∑ ( log t )2−∑ ( log t log I ) ∑ log t
2 2
N ∑ ( log t ) −( ∑ log t )
(18,15)(2,5)−(−5,02)(−1,48)
log a= 2
=2,13
8(2,5)−(−1,48 )
- Perhitungan n
n=
∑ log I ∑ log t−N ∑ ( log t log I )
2
N ∑ ( log t )2 −( ∑ logt )
(18,15)(−1,48)−8(−5,02)
n= 2
=0,75
8(2,5)− (−1,48 )
- Perhitungan I’
a
I=
tn
135,2437
I '= =863,18 mm/ jam
0,08 0,75
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|863,18−820,28|=42,89
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode
Haspers dan Ver weduwen dengan rumus Sherman.
Tabel V.38 Hasil Perhitungan Sherman -Haspers dan Ver Weduwen
a=
∑ ( I √ t ) ∑ I 2− ∑ ( I 2 √ t ) ∑ I
2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(1257,85)(1134112,39)−(443431,09)(2229,98)
a= 2
=106,76
8(1134112,39)−( 2229,98 )
- Perhitungan b
∑ ( I √ t ) ∑ I −N ∑ ( I 2 √ t )
b= 2
N ∑ I 2− ( ∑ I )
(1257,85 ) (2229,98)−8( 443431,09)
b= =−0,18
8 (1134112,39)− ( 2229,98 )2
- Perhitungan I’
a
I=
√t +b
106,76
I '= =992,23 mm/ jam
0,29+(−0,18)
- Perhitungan ΔI
∆ I =¿ I ' −I ∨¿
∆ I =|992,23−820,28|=171,94
Langkah diatas dilakukan untuk setiap durasi waktu pada PUH. Standar
deviasi ditentukan dari ΔI. Di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan metode
Haspers dan Ver weduwen dengan rumus Ishiguro.
Tabel V.39Hasil Perhitungan Ishiguro-Haspers dan Ver Wedawen
Untuk menentukan metode uji intensitas curah hujan yang paling akurat,
maka dilakukan analisis kuadrat terkecil. Analisis kuadrat terkecil dilakukan untuk
semua metode analisis intensitas curah hujan yang telah dilakukan sebelumnya, baik
metode Van Breen, Bell Tanimoto, maupun Hasper Der Weduwen dari hasil
pengujian dengan metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Berikut adalah tabel standar
deviasi setiap metode dan uji.
Tabel V.40 Deviasi antara Data Terukur dengan Nilai Prediksi
Kurva IDF
Sesuai dengan hasil pendekatan matematis yang sudah dilakukan sebelumya,
metode terpilih dalam pembuatan kurva IDF adalah metode Van Breen, sedangkan
nilai intensitas hujan yang digunakan dalam penentuan PUH pada masing-masing
tahun periode ulang adalah metode Van Breen dengan perhitungan Talbot.
Tabel V.41 Tabel PUH dengan perhitungan Talbot-Van Breen
KURVA IDF
Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH
(menit) 2 5 10 25 50 100
te IT
5 221,78 233,68 239,72 245,42 250,03 253,84
10 208,46 221,56 228,12 234,25 239,19 243,25
20 186,09 200,73 207,98 214,71 220,10 224,51
40 153,21 168,97 176,78 184,02 189,80 194,53
60 130,21 145,89 153,71 161,00 166,84 171,62
80 113,21 128,35 135,98 143,10 148,83 153,53
120 89,77 103,48 110,48 117,07 122,41 126,81
240 55,38 65,44 70,70 75,74 79,87 83,31
Intensitas hujan pada setiap PUH kemudian diplotkan dengan durasi hujan
sehingga diperoleh kurva IDF seperti dibawah ini.
Gambar V.12
Kurva IDF
Kurva IDF dengan
300
Perhitungan
Intensitas Hujan (mm/jam)
250
PUH 2 Tahun
Talbot-Van Breen
200
PUH 5 Tahun
150 PUH 10 Tahun
PUH 25 Tahun
100 PUH 50 Tahun
PUH 100 Tahun
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (menit)
BAB VI
KESIMPULAN
1. Data curah hujan yang kosong atau hilang pada pos dan tahun tertentu
dilengkapi dengan menggunakan metode perbandingan normal. Metode
tersebut digunakan karena perbedaan curah hujan tahunan normal antara
stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data lebih dari 10%
yakni 18,91%.
2. Ada beberapa data pada pos hujan untuk tahun tertentu yang tidak konsisten.
Uji konsistensi yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai
akumulasi hujan tahunan pada suatu pos dengan nilai akumulasi hujan rata-
rata tahunan dari pos lainnya yang juga disebut analisis kurva massa ganda.
Data pada pos 3 dan pos 9 juga menunjukkan tidak homogen karena
pertemuan titik antara banyak data (n) dengan occurance interval (Tr) berada
di luar kurva homogenitas. Untuk menjadikan data kedua pos tersebut menjadi
homogen, dilakukan pemotongan 10 data dari awal tahun.
3. Data curah hujan harian maksimum yang akan digunakan dapat berasal dari
data curah hujan harian maksimum dari metode Gumbel, motode Log Pearson
III, ataupun metode Distribusi Normal. Pemilihan metode ini didasarkan dari
hasil uji kecocokan distribusi frekuensi, dan didapatkan metode terpilih adalah
metode Distribusi Normal.
4. Dari hasil metode analisis intensitas hujan, maka disimpulkan bahwa data
yang dapat dipakai untuk pembuatan kurva IDF adalah data hasil metode Van
Breen-Talbot karena nilai standar deviasinya merupakan yang terkecil dari
metode lainnya yaitu sama mendekati nol.
5. Kurva IDF menunjukkan bahwa intensitas hujan akan semakin besar saat
durasi hujan sebentar, begitu juga sebaliknya, intensitas hujan akan kecil saat
durasi hujan lama. Dan juga semakin besar periode ulang hujan yang
digunakan, maka intensitas hujannya pun akan semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
BMKG. 2010. Peta Rata-rata Curah Hujan Tahunan Periode 1981-2010 di DKI
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
BPS Kab. Bandung dan BPPD Kab. Bandung. 2009. Jawa Barat dalam Angka 2009.
C. D. Soemarto. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional
C. D. Soemarto. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta : Penerbit Erlangga
Direktorat Jenderal Cipta Karsa. 2003. Peta Indikasi Potensi Air Tanah dan Daerah
Irigasi.
Hutasoit, Lambok M.. 2009. Kondisi Permukaan Air Tanah dengan dan tanpa
Peresapan Buatan di Daerah Bandung: Hasil Simulasi Numerik. Jurnal Geologi .
Koesoemadinata, R.P dan Hartono D. 1981. Stratigrafi dan Sedimentasi Daerah
Bandung Utara. . Bandung : Proceeding PIT X IAGI
LAPAN. 2001. Peta Sebaran Suhu Udara Bandung – 2001.
Loebis, J., 1987. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Jakarta : Departemen
Pekerjaan Umum, Badan Penerbit Pekerjaan Umum
Loebis, J., 1992. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Jakarta : Departemen
Pekerjaan Umum, Chandy Buana Kharisma
Melinda, Nike. 2007. Perencanaan Sistem Drainase Pada Daerah Aliran Sungai
Cimahi di Kota Cimahi