B. ETIOLOGI
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia internal maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genital ini dalam
keseluruhannya disebut involusi (winknjosastro,2006:237).
Setelah bayi lahir, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi
keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi
plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot membentuk anyaman sehingga pembuluh darah
dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindari dari perdarahan post partum (Manuaba,
1998 : 190).
keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,0 C sesudah 12 jam pertama melahirkan. Bila
0
>38,0 C mungkin ada infeksi. Nadi dapat terjadi bradikardi, bila takikardi dan badan
0
tidak panas dicurigai ada perdarahan berlebih/ada vitrum korelis pada perdarahan. Pada
beberapa kasus ditemukan hipertensi dan akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak ada penyakit-penyakit lain dalam kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan.
8. Perubahan system kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam tempo 2 minngu
pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan peningkatan factor
pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh
peningkatan aktifitas fibrinolitik.
9. Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang diangkat sel-sel darah putih berjumlah 15.000 selama persalinan,
selanjutnya meningkat sampai 15.000 – 30.000 tanpa menjadi patologis jika wanita tidak
mengalami persalinan yang lama/panjang.
Hb, HCT, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada awal masa nifas.
10. Perubahan Psikologis Postpartum
Banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan menunjukkan gejala-gejala
depresi ringan sampai berat.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah : pemeriksaan Hb
HB ibu nifas normal : Hb normal 11 gram %
Golongan darah
Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi darah apabila terjadi komplikasi.
3. Pemberian oksitosin: Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus
dan mengurangi perdarahan post partum.
4. Obat nyeri: Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum.
Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan
perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan
penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya
1 jam post partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan
jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam,
pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat
ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang
diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih
harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya
dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan
timbul komprestase hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini
terjadi dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules,
dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah dirawat
selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih
barulah bayi disusui.
F. PENGKAJIAN
Nama Klien digunakan untuk membedakan antar klien yang satu dengan yang lain
(Sastrawinata, 1983 : 154)
Umur : Untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak, < 16 tahun
atau > 35 tahun.
Agama :Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu selama
memberikan asuhan.
Pekerjaan ekerjaan ibu yang berat bisa mengakibatkan ibu kelelahan secara tidak
langsung dapat menyebabkan involusi dan laktasi terganggu sehingga masa nifas pun jadi
terganggu pada ibu nifas normal.
e. Uterus
Untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana kontraksi uterus, konsistensi uterus, posisi uterus.
Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat kontraksinya baik. Konsistensinya keras dan
posisi uterus di tengah.
f. Pengeluaran lochea
Untuk mengetahui warna, jumlah, bau konsistensi lochea pada umumnya ada kelainann atau
tidak. Pada ibu nifas yang normal 1 hari post partum loceha warna merah jumlah + 50 cc, bau :
dan konsistensi encer (Mochtar, 1998 : 116).
g. Perineum
Untuk mengetahui apakah ada perineum ada bekas jahitan atau tidak, juga tentang jahitan
perineum klien. Pada nifas normal perineum bisa juga terdapat ada bekas jahitan bisa juga tidak
ada, perineumnya bersih atau tidak.
h. Kandung kemih
Untuk mengetahui apakah kandung kemih teraba atau tidak, para ibu nifas normal kandung
kemih tidak teraba.
i. Extremitas atas dan bawah
Edema : ada atau tidak
Kekakuan otot dan sendi : ada atau tidak
Kemerahan : ada atau tidak
Varices : ada atau tidak
Reflek patella : kanan kiri +/-, normalnya +
Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit urat syarat
Tanda hooman : +/-+ bila tidak ditemukan rasa nyeri (Mochtar, 1998 : 102)
G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri;
hemoroid; pembengkakan payudara).
2. Intoleransi aktivitas b/d immobilisasi; kelemahan.
3. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir
4. Kurang pengetahuan tentang manejemen laktasi dan perawatan bayi b/d
Kurang informasi
H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Nyeri akut b/d NOC : Pain Management
agen injuri fisik
Pain Level, 1. Lakukan 1. M
(peregangan Pain control, pengkajian nyeri engetahui tingkat
perineum; lukaComfort level secara komprehensif pengalaman nyeri
episiotomi; Setelah dilakukan termasuk lokasi, klien dan tindakan
involusi uteri; askep selama …x 24 karakteristik, durasi, keperawatan yang
hemoroid; jam, diharapkan nyeri frekuensi, kualitas akan dilakukan
pembengkakan berkurang dan faktor presipitasi untuk mengurangi
payudara). Kriteria Hasil : (PQRST) nyeri
v Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi 2. Re
(tahu penyebab nyeri, nonverbal dari aksi terhadap nyeri
mampu menggunakan ketidaknyamanan biasanya
tehnik nonfarmakologi 3. Gunakan teknik ditunjukkan dengan
untuk mengurangi nyeri, komunikasi reaksi non verbal
mencari bantuan) terapeutik untuk tanpa disengaja.
v Melaporkan bahwa nyeri mengetahui 3. M
berkurang dengan pengalaman nyeri engetahui
menggunakan manajemen pasien pengalaman nyeri
nyeri 4. Pe
v Mampu mengenali nyeri 4. Ajarkan tentang nanganan nyeri tidak
(skala, intensitas, teknik non selamanya diberikan
frekuensi dan tanda nyeri) farmakologi obat.
v Menyatakan rasa nyaman 5. Na
setelah nyeri berkurang 5. Evaluasi fas dalam dapat
v Tanda vital dalam rentang keefektifan membantu
normal kontrol nyeri mengurangi tingkat
TD : 120-140 /80 – 90 5. Motivasi untuk nyeri
mmHg meningkatkan 6. M
RR : 16 – 24 x/mnt asupan nutrisi engetahui
N : 80- 100 x mnt yang bergizi. keefektifan control
T : 36,5 C – 37,5
o o
5. Tingkatkan nyeri
C istirahat 7. M
5. Latih mobilisasi engurangi rasa
miring kanan miring nyeri.
kiri jika kondisi klien 8. M
mulai membaik enentukan intervensi
5. Kaji kontraksi keperawatan sesuai
uterus, proses skala nyeri.
involusi uteri. 9. M
5. Anjurkan pasien engidentifikasi
untuk membasahi penyimpangan dan
perineum dengan kemajuan
air hangat berdasarkan involusi
sebelum uteri.
berkemih. 10. M
5. Anjurkan dan engurangi
latih pasien cara ketegangan pada
merawat luka perineum.
payudara secara 11. M
teratur. elatih ibu
5. Jelaskan pada ibu mengurangi
tetang teknik bendungan ASI dan
merawat luka memperlancar
perineum dan pengeluaran ASI.
mengganti PAD 12. M
secara teratur encegah infeksi dan
setiap 3 kali kontrol nyeri pada
sehari atau setiap luka perineum.
kali lochea keluar 13. M
banyak. engurangi intensitas
5. Kolaborasi nyeri denagn
dokter tentang menekan rangsnag
pemberian analgesik nyeri pada
nosiseptor.
Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji toleransi 1. Parameter
aktivitas b/d askep selama …x 24 pasien terhadap menunjukkan respon
immobilisasi; jam, kebutuhan aktifitas fisiologis pasien
kelemahan. beraktifitas pasien menggunakan terhadap stres
terpenuhi secara parameter berikut: aktifitas dan
adekuat. nadi 20/mnt di atas indikator derajat
Kriteria hasil: frek nadi istirahat, penagruh kelebihan
Menunjukkan catat peningaktan kerja jantung.·
peningkatan dalam TD, dispnea, nyeri 2. Menurunkan
beraktifitas. dada, kelelahan kerja
Kelemahan dan berat, kelemahan, miokard/komsumsi
kelelahan berkurang. berkeringat, pusing oksigen ,
Kebutuhan ADL atau pingsan. menurunkan resiko
terpenuhi secara mandiri 2. Tingkatkan komplikasi.
atau dengan bantuan. istirahat, batasi 3. Stabilitas
frekuensi jantung/irama aktifitas pada dasar fisiologis pada
dan Td dalam batas nyeri/respon istirahat penting
normal. hemodinamik, untuk menunjukkan
kulit hangat, merah berikan aktifitas tingkat aktifitas
muda dan kering senggang yang tidak individu.
berat. 4. Komsumsi
3. Kaji kesiapan oksigen miokardia
untuk meningkatkan selama berbagai
aktifitas contoh: aktifitas dapat
penurunan meningkatkan
kelemahan/kelelahan jumlah oksigen yang
, TD stabil/frek nadi, ada.
peningaktan 5. Kemajuan
perhatian pada aktifitas bertahap
aktifitas dan mencegah
perawatan diri. peningkatan tiba-tiba
4. Dorong pada kerja jantung.
memajukan 6. Teknik
aktifitas/toleransi penghematan energi
perawatan diri. menurunkan
5. Anjurkan penggunaan energi
keluarga untuk dan membantu
membantu keseimbangan suplai
pemenuhan dan kebutuhan
kebutuhan ADL oksigen.
pasien. Aktifitas yang maju
6. Jelaskan pola memberikan kontrol
peningkatan bertahap jantung, meningaktkan
dari aktifitas, contoh: regangan dan mencegah
posisi duduk aktifitas berlebihan.
ditempat tidur bila
tidak pusing dan
tidak ada nyeri,
bangun dari tempat
tidur, belajar berdiri
dst.
A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin
dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006). Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan
insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007).
B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a) Panggul sempit absolute
b) Placenta previa
c) Ruptura uteri mengancam
d) Partus Lama
e) Partus Tak Maju
f) Pre eklampsia, dan Hipertensi
g) Ketuban Pecah Dini
2. Indikasi Kelainan Letak Janin
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik dalam
melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit,
primigravida, janin besar.
c. Gawat Janin
c. Janin Besar
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus
cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar
d) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
f) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda sesuai indikasi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
F. PENGKAJIAN
1. Identitas
Mengkaji identitas pasien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Alasan Dirawat
Kaji apakah ibu merasakan keluhan pada masa nifas. Kaji adanya sakit perut, perdarahan, dan
ketakutan untuk bergerak
c. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Kaji riwayat kesehatan ibu dan keluarga serta keadaan bayi saat ini meliputi berat badan, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar perut, dan lain-lain.
d. Riwayat Obstertri dan Ginokologi
Kaji riwayat menstruasi yang meliputi menarche, siklus, banyak, lama, keluhan, dan HPHT. Kaji
juga riwayat pernikahan, riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lal, dan riwayat keluarga
berencana yang meliputi akseptor KB, msalah, dan rencana KB.
e. Pola Kebutuhan Sehari-Hari
1. Bernafas
Kaji kemampuan ibu dalam bernafas secara sepontan.
2. Nutrisi
Kaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein, vitamin,
tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah,
frekuensi. Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
3. Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter
pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass, apakah perlu bantuan saat
BAK. Pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan
penggunaan toilet. Diuresis biasanya terjadi diantara hari kedua dan kelima.
4. Aktivitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri dan
melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
5. Istirahat dan Tidur
Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat, penggunaan
selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suara-suara,
posisi saat tidur (penekanan pada perineum). Insomnia mungkin teramati.
6. Personal Hygine
Yang dikaji yaitu, pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan kebersihan
genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah.
7. Rasa nyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai ke-5 pasca partum.
8. Rasa Aman
Peka rangsang, takut/menangis (“postpartum blues”sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
melahirkan).
9. Suhu
Kaji ada tidaknya perubahan suhu badan ibu dengan rentang normal yaitu 36-37 C.o
10. Ibadah
Kaji adakah perubahan cara atau waktu ibadah ibu selama masa nifas.
11. Hubungan sosial dan komunikasi
Kaji adakah perubahan pola komunikasi ibu pada keluarga dan lingkungannya selama fase nifas.
12. Produktivitas
Kaji adakah perubahan produktivitas ibu selama berada dalam fase nifas.
13. Rekreasi dan hiburan
Yang dikaji situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
14. Kebutuhan belajar
Kaji adakah perubahan minat ibu untuk mempelajari tentang perawatan ibu dan bayi selama
masa nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari post partum. Setelah persalinan sebagian besar
wanita mengalami peningkatan tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali
normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan
adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, dapat menunjuk
kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.
b. Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit kemungkinan disebabkan dari
aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38 C pada hari kedua sampai hari-
o
caesarea)
mmHg, RR :18- nonverbal dari 3. Mengetahui
ketidaknyamana sejauh mana
20x/menit, Nadi : 80- pengaruh nyeri
100 x/menit n (misalnya
wajah meringis) terhadap kualitas
4. Wajah tidak hidup pasien
tampak meringis terutama
5. Klien ketidakmampua
tampak rileks, dapat n untuk
berisitirahat, dan berkomunikasi
beraktivitas sesuai secara efektif.
4. Memfokuskan
kemampuan 3. Kaji efek
kembali perhatian,
pengalaman
meningkatkan
nyeri terhadap kontrol dan
kualitas hidup meningkatkan
(ex: kemampuan harga
beraktivitas, diri dan
tidur, istirahat, kemampuan koping
rileks, kognisi,
perasaan, dan 5. Memberikan
hubungan ketenangan kepada
sosial) pasien sehingga
nyeri tidak
4. Ajarkan bertambah
menggunakan
teknik
nonanalgetik
(relaksasi, 6. Analgetik dapat
latihan napas mengurangi
dalam, sentuhan mediator
terapeutik, kimiawi nyeri
distraksi.) pada reseptor
nyeri sehingga
5. Kontrol dapat
faktor - faktor mengurangi
lingkungan rasa nyeri
yang yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamana
n (ruangan,
suhu, cahaya,
dan suara)
5. Kolaborasi
untuk
penggunaan
kontrol
analgetik, jika
perlu.
3.
4.
3 Resiko Tujuan : Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
infeksi asuhan keperawatan kondisi dasar / seperti diabetes
berhubunga selama .. x 24 jam faktor risiko atau hemoragi
n dengan diharapkan klien tidak yang ada menimbulakan
trauma mengalami infeksi dengan sebelumnya. potensial resiko
jaringan / kriteria hasil : Catat waktu infeksi atau
luka kering a) Tidak terjadi tanda - pecah ketuban penyembuhan luka
yang buruk. Pecah
bekas tanda infeksi (kalor,
ketuban yg terjadi
operasi. rubor, dolor, tumor,
sebelum
fungsio laesea) pembedahan 24
b) Suhu dan nadi dalam jam dapat
batas normal ( suhu = menimbukan
36,5 -37,50 C, frekuensi koriamnionitis
nadi = 60 -100x/ menit) sebelum intervensi
c) WBC dalam batas normal bedah dan dapat
(4,10-10,9 10^3 / uL) mempengaruhi
proses
2. Kaji adanya penyembuhan luka.
tanda infeksi 2. Mengetahui
(kalor, secara dini
rubor, dolor, terjadinya infeksi
tumor, sehingga dapa
fungsio dilakukan
laesa) pemilihan
intervensi secara
tepat dan cepat
3. Meminimalisir
3. Lakukan adanya konaminasi
perawatan pada luka yang
luka dengan dapat menimbulkan
teknik infeksi
aseptic 4. Balutan steil
menutupi luka dan
melindungi luka
4. Inspeksi
dari cedera atau
balutan
kontaminasi.
abdominal
rembesan dapat
terhadap
menandakan
eksudat /
terjadinya
rembesan. hematoma yang
Lepaskan memerlukan
balutan intervensi lanjut
sesuai 5. Cuci tangan
indikasi menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial
5. Anjurkan
klien dan 6. Peningkatan
keluarga suhu, nadi dan
untuk WBC
mencuci merupakan
tangan salah satu data
sebelum / penunjang yang
sesudah dapat
menyentuh mengidentifikas
luka i adanya bakteri
di dalam darah.
Proses tubuh
untuk melawan
6. Pantau bakteri akan
peningkatan memproduksi
suhu, nadi, panas dan
dan frekuensi nadi.
pemeriksaan Sel darah putih
laboratorium akan meningkat
jumlah sebagai
WBC / sel kompensasi
darah putih untuk melawan
bakteri di
dalam tubuh
6. Resiko infeksi
pasca
melahirkan dan
proses
penyembuhan
7. Kolaborasi akan buruk bila
untuk kada Hb rendah
pemeriksaan danterjadinya
Hb dan Ht. kehilangan
Catat darah berlebih
perkiraan 6. Antibiotic dapat
kehilangan menghambat
darah proses infeksi
selama
prosedur
pembedahan
8. Kolaborasi
penggunaan
antibiotik
sesuai
indikasi
4 Defisit Tujuan setelah di berikan 1. Kaji tingkat 1. Mungkin klien
perawatan asuhan keperawatan kemapuan klien tidak mengalami
diri selama .. x 24 jam di untuk merawat perubahan berarti,
berhubunga harapkan klien mampu diri tetapi perdarahan
n dengan memenuhi kebutuhan massif perlu di
kelemahan perawatan dirinya dengan waspadai untuk
fisik akibat kriteria hasil: mencegah kondisi
klien lebih buruk
tindakan 1. Klien terlihat bersih
2. Aktifitas
anatesi dan dan terawatt 2. Kaji merangsang
pembedahan 2. Klien dapat pengaruh aktivitas
memenuhi kebutuhan aktifitas vaskularisai dan
perawatanya secara kondisi luka pulsasi organ
mandiri dan kondisi reproduksi, tetapi
tunuh umum dapat
mempengaruhi
londisi luka post
operasi dan
3. Bantu klien mempengaruhi
untuk kurangnya energi
memenuhi 3. Menginstirahat
kebutuhan kan klien secara
aktifitas optimal.
sehari hari 4. Mengoptimalka
3. Bantu klien n kondisi klien,
untuk pada abortus
melakukan iminens, istirahat
tindakan mutlak sangan
sesuai diperlukan
dengan 5. Menilai kondisi
tingkat umum klien
kemampuan
atau kondisi
klien
3. Evaluasi
perkembang
an kondisi
klien
melakukan
aktifitas
PENYIMPANGAN KDM
A. Identitas Pasien
Pengukuran
BB = 60 kg
TB =155 cm
Head To Toe
Kepala : bentuk bulat, rambut pirang dan tersisir rapi
Mata : normal, simetris kiri-kanan ,konjuntiva anemis-
Hidung : tidak ada gangguan penciuman
Mulut : mukosa bibir lembat dan tidak ada perdarahan gusi
Leher : tidak ada pembengkakakn kelenjar tiroid dan limfe
Dada :simetris kiri-kanan saat beranapas, irama jantung teratur
: ada luka post operasi section caesarea kira-kira 10 cmn pada abdomen kuadaran III & IV,nyeri tekan ad,
kontraksi uterus baik, TFU 2jaridibawa perut
Kelamin : bersih, lokia rubra ±300 cc(3-4 x ganti pembalut)
Lengan atas : normal. Kekuatan otot 5, akral hangant
Lengan bawah : normal. Kekuatan otot 5, akral hangat
Anus : tidak ada kelainan
Kulit : turgor kulit baik, CRT<2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium (yang tidak normal/ tgl 3-9-2019)
Leukist 16.4 10 /ul
3
KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- pasien mengatakan nyeri di luka poast - pasientampak sedikit meringis
operasi - pengkajian nyeri
- pasie mengatakan nyeri bertambah jika P : luka post operasi Sc
beraktivitas Q : seperti dicubit
R : perut
S:2
T : saat beraktvitas
- TTV TDv120/80 mmhg , R 18x/m , N 78 x/m,
SB : 36.6©
- Ada luka post sc ±10 cm
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: Section caesarea Nyeri akut
- pasien mengatakan nyeri di luka poast operasi
- pasie mengatakan nyeri bertambah jika
beraktivitas
DO:
- pasientampak sedikit meringis
- pengkajian nyeri
P : luka post operasi Sc
Q : seperti dicubit
R : perut
S:2
T : saat beraktvitas
DS :- Luka post operasi Resiko infeksi
DO:
Hasil lab
Leukosit 16.6 10 /ul↑
3/
Hb 10.5 g/dl↓
Ada luka post sc ±10 cm
No
Jam Implementasi Evaluasi
Dx
1. identifikasi nyeri
Hasil : - pengkajian nyeri
P : luka post operasi Sc
S : pasien mengatakan masih nyeri, skala
1 10.00 Q : seperti dicubit
1
R : perut
S:2
T : saat beraktvitas
2. identifikasi respon nyeri non
O : TTV TD 120/80 mmhg , N 80x/m ,R
verbal
10.30 18x/m SB 36.9©, asien tampak rilesk
Hasil : pasien tampak meringis dan
setelah melakukan teknik napas dalam
memegang area yang nyeri
3. berikan terapi nonfarmakoloagi
10.50 Hasil : pasien diajarkan teknik napas A : masalah belum teratasi
dalam
4. kolaborasi pemberian analgetik
12.00 Hasil : pasien diberikan asam P : lanjutkan intervensi
mefenamat 5oo mg/ 8 jam oral
1. monitor TTV
2 08.30 Hasil : TTV TD 120/80 mmhg , R S :-
18x/m , N 78 x/m, SB : 36.6©
2. monitor tanda dan gejala infeksi O : luka post SC tidak ada tanda-tadna
Hasil :TTV normal, luka post Sc infeksi,TTV dalam batas normal, pasien
08.00
lembab, tidak ada pus dan mengerti dengan cara cuci tangan yang baik
kemerahan dan benar
3. ajarkan cara mencuci tangan
sesudah/sebelum menyentuh luka
08.40 A : masalah teratasi
Hasil : pasien diajarkan 6 langkah
mencuci tangan
4. kolaborasi pemberian antibiotic
sesuai indikasi
12.00 Hasil : pasien diberikan Cefadroxyl P : hentikan intervensi
500mg/8 jam oral dan Metrodinazole
500 mg/8 jam oral
CATATAN PERKEMBANGAN
REVISI
Menyusui Efektif
Definisi : pemberian ASI secara langsung dari payudara kepada bayi dan anak yang dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi.
Penyebab
Fisiologis
1. Hormon oksitosin dan prolactin meningkat
2. Payudara membesar, alveoli mulai terisi ASI
3. Tadak ada kelaianan pada struktur payudara
4. Putting menonjol
5. Bayi aterm
6. Tidak ada kelaianan bentuk pada mulut bayi
Situasional
1. Rawat gabung
2. Dukungan keluarga dan tenaga kesehatan adekuat
3. Faktor budaya
Subjektif Objektif
1. ibu merasa percaya diri selama 1. Bayi melekat pada payudara ibu dengan benar
proses menyusui 2. Ibu mampu meposisikan bayi dengan benar
3. Miksi bayi lebih dari 8 kali dalam 24 jam
4. Berat badan bayi meningkat
5. ASI menetes/memancar
6. Suplai ASI adekuat putting tidak lecet setalah
minggu kedua
Subjektif - Objektif
1. fasilitasi ibu melakukan IMD (inisiasi 1. identifikasi keadaan emosional ibu saat akan
menyusui dini) dilakukan konseling menyusui
2. fasilitasi ibu untuk rawat gabung 2. identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
BAGAIMANA :
Intervensi posisi
menyusi biologi
nurturing baby led
feeding masuk dalam
terapi nyeri non
farmakoloagis, yaitu
tanpa menggunakan obat-
obatan, tetapi dengan
mebmerikan teknik untuk
mengurangi rasa nyeri
yaitu terapi disstraski
yang memfokuskan
perhatian pasien pada
sesuatu selain nyeri,
misalnya menyusui.
Prose persalinan dapat
menyebabakan kelelahan
bahkan trauma pada ibu,
yang berdampak pada
timbulnya rasa
nyeripasca bersalin. Pada
posisi menyusi biologi
nurturing baby led
feeding, ibu nifas
menyusui dengan posisi
rebahan sambil
bersandar, dengan sudut
kemiringan antara 15-64º
kemudian bayi diletakan
didada dan dibiarkan
melekat dengan
sendirinya.
KAPAN : -
PENURUNAN NYERI PADA IBU POST SECTIO CAESARIA PASCA INTERVENSI BIOLOGIC
NURTURING BABY LED FEEDING
Prodi Kebidanan D3, STIKES Harapan Bangsa Purwokerto, Jawa Tengah 2Prodi
1
ABSTRAK
Latar Belakang: Tindakan sectio caesarea (SC) menyebabkan nyeri yang menimbulkan berbagai
masalah, salah satunya masalah laktasi. Sebanyak 68% ibu post sectio caesarea mengalami
kesulitan dengan perawatan bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang
nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri. Akibat rasa nyeri tersebut menyebabkan pasien
menunda pemberian ASI sejak awal pada bayinya. Posisi biologic nurturing baby led feeding
merupakan salah satu posisi menyusui yang direkomendasikan bagi ibu nifas post SC karena lebih
rileks. Selama ini penanganan ibu nifas dengan nyeri masing dengan pemberian analgetik peroral,
sedangkan posisi menyusui biologic nurturing baby led feeding belum diterapkan.
Tujuan: Penelitian ini untuk menganalisis adanya penurunan nyeri pada ibu post sectio caesaria
pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian Quasi-eksperiment, dengan rancangan one group
pretest-postest design. Penelitian dilakukan di RSUD Goeteng Taruna Dibrata Purbalingga.
Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang melahirkan secara SC, sampel yang digunakan
sebanyak 41 responden yang diambil secara purposive sampling. Instrument untuk menilai nyeri
menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Data dianalilis dengan menggunakan uji Wilcoxon
Hasil: Hasil penelitian menunjukan sebanyak 28 dari 41 responden (68,3%) mengalami penurunan
skala nyeri pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding. Hasil analysis menunjukkan
terdapat penurunan nyeri yang bermakna pada ibu post SC sebelum dan sesudah intervensi
biologic nurturing baby led feeding (p<0,01)
Kesimpulan: Intervensi biologic nurturing baby led feeding dapat menurunkan nyeri pada ibu post
sectio caesarea
Kata Kunci: Biologic Nurturing Baby Led Feeding; Nyeri; Sectio Caesaria
S Rini, I H Susanti │ Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding
untuk menurunkan nyeri post sectio caesarea biasanya menggunakan analgesic. Namun demikian
pemberian farmakologi tidak bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien sendiri untuk
mengontrol nyerinya. Sehingga dibutuhkan kombinasi farmakologi untuk mengontrol nyeri dengan non
farmakologi agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang. Metode non
farmakologi tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik atau menit (Yuliatun, 2008).
Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi nyeri post SC adalah menyusui dengan
Posisi biologic nurturing
baby led feeding. Posisi ini direkomendasikan bagi ibu nifas post SC
karena lebih dirasakan rileks sehingga menyebabkan nyeri luka jahitan lebih minimal (Cholson, 2008).
Studi pendahuluan pada tanggal 2 Mei 2016 di RSUD Goeteng Taroenaibrata Purbalingga
diketahui jumlah angka kejadian persalinan dengan sectio caesarea pada tahun 2015 sebanyak 420
dari 910 persalinan atau 46,15% diantaranya persalinan dengan metode sectio caesarea. Jumlah ini
lebih banyak dibandingkan pada tahun 2014 yaitu 364 dari 890 persalinan atau 40,89% dari seluruh
kejadian persalinan. Sedangkan kasus laserasi perineum pada tahun 2015 sebanyak 340 dari 490
persalinan pervaginam atau 69,38%. Luka persalinan tersebut menyebabkan nyeri pada ibu yang
menyulitkan pemberian ASI Ekslusif dan memperlambat involusi uteri. Informasi dari dokter dan bidan,
ibu nifas dengan nyeri post partum, penanganannya adalah dengan
pemberian analgetik peroral dan untuk posisi menyusui biologic nurturing baby led feeding belum
diterapkan. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti penurunan nyeri ibu post sectio caesaria pasca
intervensi biologic nurturing baby led feeding di RSUD Goeteng Taruna Dibrata Purbalingga.
METODE
Desain penelitian ini adalah Quasi-eksperiment, dengan rancangan One Group Pretest-Postest
design. Penelitian dilakukan di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh ibu yang melahirkan secara SC di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga,
sampel yang digunakan sebanyak 41 responden yang diambil secara purposive sampling, yang
memenuhi kriteria inklusi (Hidayat, 2007).
Instrument untuk menilai nyeri ibu nifas menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Data nyeri
diambil sebelum dan setalah dilakukan intervensi biologic nurturing baby led feeding. Data dalam
penelitian ini tidak berdistribusi normal, sehingga analisis data yang digunakan ada dengan uji
Wilcoxon (Hidayat, 2007). Apabila p-value < (α) 0,05 maka dinyatakan ada penurunan nyeri ibu
post sectio caesaria pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berusia reproduksi tidak beresiko (20-35 tahun)
yaitu 32 orang (78,1%) dan sebagian besar memiliki riwayat paritas tidak beresiko yakni paritas 2 dan 3
(51,2%). Mayoritas responden mengalami penurunan
S Rini, I H Susanti │ Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding
skala nyeri lebih rendah daripada sebelum intervensi yaitu sebanyak 28 responden (68,3%) dan yang
skala nyerinya tetap sebanyak 13 responden (31.7%). (Tabel 1).
Hasil uji Wilcoxon perbandingan skala nyeri ibu post Sectio Caecaria (SC) sebelum dan
sesudah intervensi biologic nurturing baby led feeding, menunjukkan nilai p (0,001) lebih kecil dari
0,05 (p< α 0,05) maka secara statistic terdapat perbedaan skala nyeri ibu post SC yang bermakna
antara sebelum dan sesudah intervensi posisi menyusui biologic nurturing baby led feeding. Selisih
mean rank lebih dari 10 menunjukkan, baik secara klinis maupun statistic terdapat perbedaan skala
nyeri yang bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi posisi menyusui biologic nurturing baby
led feeding. (Tabel 2).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menemukan mayoritas responden mengalami penurunan skala nyeri lebih
rendah daripada sebelum intervensi yaitu sebanyak 68.3%. Hal ini dapat dikaitkan dengan jumlah
mayoritas responden yang berada pada usia reproduksi sehat (usia 20-30 tahun) yang secara
psikologis
merupakan usia matang untuk mengendalikan emosi, termasuk respon menghadapi nyeri. Semakin
matang usia
Jumlah mayoritas responden yang berada pada paritas 2 dan 3 yaitu sebanyak 51.2%, juga
dapat mempengaruhi penurunan skala nyeri karena sebagian besar responden telah memiliki
pengalaman menghadapi nyeri pasca persalinan. Pengalaman ini dapat mengubah sensasi pasien
terhadap nyeri.
Pengalaman persalinan terdahulu terkait dengan nyeri saat maupun setelah bersalin dengan
atau tanpa secsio caecaria dapat membantu ibu mengelola manajemen nyeri dengan lebih siap. Hal
ini sejalan dengan pendapat Nursalam (2015) bahwa faktor lain penyebab nyeri adalah persepsi dan
toleransi individu terhadap nyeri, ambang nyeri, lingkungan, usia, pengalaman lampau, kebudayaan,
kepercayaan, dan stress. Selama faktor ini masih kuat pengaruhnya bagi individu maka terapi
farmakologi, sehingga diperlukan terapi non farmakologi untuk meningkatkan kemampuan individu
dalam melakukan manajemen nyeri pasca bersalin (Lisa, dkk, 2017).
Perbedaan nyeri yang dirasakan responden didukung oleh Telfer dalam Fraser dan Cooper
(2009) yang menyatakan nyeri merupakan fenomena multifaktor yang subjektif, personal dan
kompleks yang dipengaruhi oleh 85 ontro-faktor psikologis, biologis, faktor budaya dan ekonomi.
Perbedaan ini menunjukan bahwa intervensi biologic nurturing baby led feeding mampu mengalihkan
toleransi nyeri dan ambang batas nyeri saat dan setelah ibu menjalani aktifitas menyusui dan kontak
langsung dengan bayi, dengan menyusui ibu mau beradaptasi serta berespons terhadap nyeri dengan
lebih baik, sehingga ibu lebih toleran terhadap rasa nyeri yang dialaminya.
Hasil uji Wilcoxon menunjukan perbandingan skala nyeri ibu post SC sebelum dan sesudah
intervensi biologic nurturing baby led feeding dengan nilai p (0,001) lebih kecil dari 0,05 (p< α 0,05)
maka secara statistic terdapat perbedaan skala nyeri yang bermakna pada
S Rini, I H Susanti │ Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding
Tabel 2. Hasil Uji Perbedaan Penurunan Skala Nyeri Sebelum dan Setelah Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding (n=41)
S Rini, I H Susanti │ Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding
memegang bayi sekedar untuk menjaganya agar tidak terguling, sehingga membuat ibu lebih nyaman,
lebih tenang, dan lebih rileks, meminimalisir ketegangan di kepala, leher, pundak dan punggung. Ibu
juga tidak perlu terlalu berkonsentrasi untuk memikirkan posisi dan pelekatan yang benar (Rini dan
Dewi, 2016).
Hal ini sangat mendukung proses lepasnya hormon oksitosin sehingga mampu menghambat
transmisi impuls atau pesan sensori ke korteks sensorik yang berdampak pada menurunnya skala
nyeri pada ibu post SC. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Colson, dkk ( 2012) yang mengatakan
bahwa posisi laid-back/semi-reclining atau rebahan dirasakan lebih nyaman oleh para ibu yang baru
saja melahirkan, nyeri pada luka jahitan baik luka episiotomi ataupun luka operasi dirasakan lebih
minimal dibandingkan duduk tegak, sehingga secara tidak langsung mendukung ibu untuk bertahan
lebih lama dalam menyusui.
Penurunan nyeri pada ibu post SC pasca menyusui dengan biologic nurturing baby led feeding
juga berkaitan dengan kontak kulit antara ibu dan bayinya yang disebut dengan terapi stimulasi
kutaneus. Salah satu pemikiran tentang cara kerja
khusus stimulasi kutaneus adalah menyebabkan pelepasan endorfin sehingga memblog transmisi
stimulasi nyeri. Teori gate kontrol mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi
serabut saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri
melalui serabut delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri.
Keuntungan stimulasi kutaneus
adalah tindakan ini dapat dilakkan dirumah, sehingga memungkinkan klien dan keluarga melakukan
upaya kontrol gejala nyeri dan penanganannya. Penggunaan yang benar dapat mengurangi persepsi
nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot (Mander dalam Watiyah, 2013).
Secara klinis maupun statistic intervensi posisi menyusui biologic nurturing baby led feeding
dapat menurunkan skala nyeri pada ibu post secsio caesaria. Posisi menyusui biologic nurturing baby
led feeding
dapat direkomendasikan sebagai terapi untuk membantu menurunkan nyeri khususnya pada ibu post
secsio caesaria dan bagi
tenaga kesehatan diharapkan memberikannya posisi ini sebagai bagian dari asuhan kebidanan untuk
menurunkan nyeri post secsio caesaria.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, M.S. (2011). Seri Buku Pintar Baby’s Corner Kamus Bayi 0-12 bulan. Jakarta : Luxima
Colson, S.D., Meek J.H., and Hawdon, J.M. (2008). Optimal positions for the release of primitive neonatal
reflexes stimulating breastfeeding. Early Human Development, 84, 441-449.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve /pii/S0378378207002423.
Fraser dan Cooper. (2009). Myles Buku Ajar Bidan. 14th ed. Jakarta: EGC. Hidayat, A. (2007). Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
Julianti, dkk. (2014). Materi Pelatihan Postnatal Care. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kartikawati, Dewi. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika.
S Rini, I H Susanti │ Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria Pasca Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding
University Press.
Rini, S. and Kumala, F.D. (2016). Panduan
Asuhan Nifas dan Efindence Based
Publishing.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP )
Teknik Mengatasi Nyeri Atau Relaksasi Nafas Dalam
Pengertian :
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang mengalami nyeri
kronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan
sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri
Ada tiga hal yang utama dalam teknik relaksasi :
1. Posisikan pasien dengan tepat
2. Pikiran beristirahat
3. Lingkungan yang tenang
Tujuan :
Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri
Indikasi :
Dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri kronis
Prosedur pelaksanaan :
A. Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
3. Meyiapkan alat
B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien
3. Menjaga perivacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga
C. Tahap kerja
1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika ada ynag kurang jelas
2. Atur posisi pasien agar rileks tanpa beban fisik
3. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi udara
4. Intruksikan pasien secara perlahan dan menghembuskan udara membiarkanya keluar dari
setiap bagian anggota tubuh, pada waktu bersamaan minta pasien untuk memusatkan
perhatian betapa nikmatnya rasanya
5. Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa saat ( 1-2 menit )
6. Instruksikan pasien untuk bernafas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan
dan merasakan saat ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru kemudian
udara dan rasakan udara mengalir keseluruh tubuh
7. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yang mengalir
dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kai dan rasakan kehangatanya
8. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bial ras nyeri kembali lagi
9. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan secara mandiri
D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk kegistsn selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tangan
E. Dokumentasi
1. Catat waktu pelaksanaan tindakan
2. Catat respons pasien
3. Paraf dan nama perawat jaga
C. Materi ( terlampir)
1. Defenisi gizi, manfaat dan fungsi gizi ibu masa nifas.
2. Zat-zat yang dibutuhkan ibu pasca persalinan/masa nifas.
3. Tabel perbandingan angka kecukupan gizi energi dan zat gizi wanita dewasa dan
tambahannya untuk ibu hamil dan menyusui.
4. Contoh menu ibu menyusui
D. Media penyuluhan
Leaf leat
E. Metode penyuluhan
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
F. VI. Kegiatan penyuluhan
Tahap/Waktu Kegiatan Pengajar Kegiatan
Pendengar
Pembukaan 1. Mengucapkan salam Menjawab salam
±5 menit 2. Memperkenlakan diri Memperhatikan
3. Apresiasi Memperhatikan
4. Menjelaskan tujuan intruksional umum
Memperhatikan
Memperhatikan
Mengajukan
pertanyaan
Memperhatikan dan
mengikuti
H. Daftar Pustaka
Saleha, Siti. 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Makasar : Salemba medika
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC. (hlm: 56- 57).
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 71-72).
Materi
A. Definisi Gizi
Secara etimologi, kata “gizi” berasal dari bahasa Arab “ghidza”, yang berarti
“makanan”. Gizi adalah proses makhluk hidup menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti (penyerapan), absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan. Ilmu gizi didefinisikan sebagai
suatu cabang ilmu yang mempelajari proses pangan setelah dikonsumsi oleh manusia,
masuk ke dalam tubuh, mengalami pencernaan, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme serta pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat serta gigi yang sehat pula.
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang , terutama kebutuhan
protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air
susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi , Bila pemberian ASI berhasil
baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta
kebiasaan makan yang memuaska. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur
nutrisinya , yang terpenting adalah makanan yang mnjamin pembentukn air susu yang
berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memnuhi kebutuhan bayinya. (Vivian Nany
Lia dkk, 2011 hal 71)
B. Manfaat dan fungsi gizi pada ibu masa nifas/menyusui
Masa nifas atau masa menyusui adalah masa yang sangat penting, hal ini
dikarenakan setelah ibu melahirkan akan memerlukan waktu untuk memulihkan kembali
kondisinya dan mempersiapkan ASI sebagai makanan pokok untuk bayinya. Oleh karena
itu diperlukan gizi atau nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhannya. Nutrisi atau gizi
adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya.
Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25 %,
karena berguna untuk proses kesembuhan karena setelah melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi. Ibu nifas memerlukan diet
untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan memulai proses
pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori perhari ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan
cairan perhari ditingkatkan sampai 3000 ml (susu 1000 ml). Suplemen zat besi dapat
diberikan pada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.
Gizi memiliki beberapa fungsi yang berperan dalam kesehatan tubuh makhluk hidup,
yaitu:
Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan tulang dan gigi. Kebutuhan
kalsium dan vitamin D didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur di pagi
hari. Konsumsi kalsium pada masa menyusui meningkat menjadi 5 porsi per hari. Satu
setara dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160 gram ikan salmon, 120
gram ikan sarden, atau 280 gram tahu kalsium.
4. Magnesium
Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi syaraf dan
memperkuat tulang. Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan kacang-
kacangan.
5. Sayuran hijau dan buah
Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari. satu porsi setara dengan
1/8 semangka, 1/4 mangga, ¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼-1/2 cangkir sayuran hijau
yang telah dimasak, satu tomat.
6. Karbohidrat kompleks
Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks diperlukan enam porsi per
hari. Satu porsi setara dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu porsi
sereal, satu iris roti dari bijian utuh, ½ kue muffin dari bijian utuh, 2-6 biskuit kering
atau crackers, ½ cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro, atau 40 gram
mi/pasta dari bijian utuh.
7. Lemak
Rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2 porsi lemak (14 gram perporsi)
perharinya. Satu porsi lemak sama dengan 80 gram keju, tiga sendok makan kacang
tanah atau kenari, empat sendok makan krim, secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua
sendok makan selai kacang, 120-140 gram daging tanpa lemak, sembilan kentang
goreng, dua iris cake, satu sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok
makan saus salad.
8. Garam
Selama periode nifas, hindari konsumsi garam berlebihan. Hindari makanan asin
seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.
9. Cairan
Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari.
Kebutuhan akan cairan diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup.
10. Vitamin
Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan
antara lain:
a. Vitamin A
Digunakan untuk pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan tulang, perkembangan
syaraf pengkihatan, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber :
kuning telur, hati mentega, sayuran berwarna hijau dan buah berwarna kuning
( wortel, tomat dan nangka ).Selain itu ibu menyusui juga mendapat tambahan
berupa kapsul vitamin A ( 200.000 IU )
b. Vitamin B1 ( Thiamin )
Dibutuhkan agar kerja syaraf dan jantung normal, membantu metabolisme
karbohidrat secara tepat oleh tubuh, nafsu makan yang baik , membantu proses
pencernaan makanan, meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
mengurangi kelelahan. Sumbernya : hati, kuning telur, susu, kacang – kacangan,
tomat jeruk nanas dan kentang bakar.
c. Vitamin B2 ( Riboflavin )
Vitamin B2 dibutuhkan untuk pertumbuhan, vitalitas, nafsu makan,
pencernaan, system urat syaraf, jaringan kulit dan mata. Sumber : hati, kuning
telur, susu, keju, kacang- kacangan, dan sayuran berwarna hijau
d. Vitamin B3 ( Niacin )
Disebut juga Nitocine Acid, dibutuhkan dalam proses pencernaan, kesehatan
kulit, jaringan syaraf dan pertumbuhan. Sumber : susu, kuning telur, daging,
kaldu daging, hati, daging ayam, kacang- kacangan beras merah, jamur dan
tomat.
e. Vitamin B6 ( Pyridoksin )
Dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan
gusi. Sumber : gandum, jagung, hati dan daging.
f. Vitamin B12 ( Cyanocobalamin )
Dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan
saraf. Sumber : telur, daging hati, keju, ikan laut dan kerang laut.
g. Folic Acid
Vitamin ini dibutuhkan untuk pertumbuhan pembentukkan sel darah merah
dan produksi inti sel. Sumber: hati, daging, ikan, jeroan dan sayuran hijau.
h. Vitamin C
Untuk pembentukan jaringan ikat dan bahan semu jaringan ikat ( untuk
penyembuhan luka ), pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap
infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah. Sumber : jeruk, tomat,
melon, brokoli, jambu biji, mangga, papaya dan sayuran.
i. Vitamin D
Dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembentukkan tulang dan gigi serta
penyerapan kalsium dan fosfor. Sumbernya antara lain : minyak ikan, susu,
margarine dan penyinaran kulit dengan sinar matahari pagi ( sebelum pukul
09.00 )
j. Vitamin K
Dibutuhkan untuk mencegah perdarahan agar proses pembekuan darah
normal. Sumber vitamin K adalah kuning telur, hati, brokoli, asparagus dan
bayam. Kebutuhan energi ibu nifas / menyusui pada enam bulan pertama kira –
kira 700 kkal./hari dan enam bulan kedua 500 kkal/hari sedangkan ibu menyusui
bayi yang berumur 2 tahun rata – rata sebesar 400 kkal/hari.
k. DHA
DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental bayi. Asupan DHA
berpengaruh langsung pada kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur,
otak, hati dan ikan.
D. Tabel Perbandingan angka kecukupan energi dan zat gizi wanita dewasa dan
tambahannya untuk ibu hamil dan menyusui
No Zat Gizi Wanita Dewasa Ibu Ibu menyusui
Hamil
0 – 6 bulan 7 – 12 bulan
1. Energi (kkal ) 2200 285 700 500
2 Protein (g) 48 12 16 12
3 Vitamin A (RE) 500 200 350 300
4 Vitamin D (mg) 5 5 5 5
5 Vitamin E (mg) 8 2 4 2
6 Vitamin K (mg) 6,5 6,5 6,5 6,5
7 Tiamin (mg) 1,0 0,2 0,3 0,3
8 Riboflavin (mg) 1,2 0,2 0,4 0,3
9 Niasin (mg) 9 0, 1 3 3
10 Vitamin B 12 (mg) 1,0 0,3 0,3 0,3
11 Asam Folat (mg) 150 150 50 40
12 Piidoksin (mg) 1,6 0,6 0,5 0,5
13 Vitamin C (mg) 60 10 25 10
14 Kalsium (mg) 500 400 400 400
15 Fosfor (mg) 450 200 300 200
16 Besi (mg) 26 20 2 2
17 Seng (mg) 15 5 10 10
18 Yodium (mg) 150 25 50 50
19 Selenium (mg) 55 15 25 20