Abstrak
s-PhenylMercapturic Acid (s-PMA) merupakan salah satu biomarker spesifik yang diusulkan
untuk pemantauan biologis terhadap paparan benzena dalam konsentrasi rendah. American
Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) juga mengharuskan perusahaan
industri untuk mengevaluasi tingkat s-PMA pada pekerja yang bekerja terkait dengan benzena.
ACGIH BEI (Biological Exposure Limit) menetapkan nilai normal s-PMA dalam urin
maksimal 25 µg/g kreatinin (25 ppb) (ACGIH, 2012). Beberapa metode telah dikembangkan
untuk mendapatkan kesesuaian prosedur dalam penetapan kadar s-PMA dalam urin. Metode
yang digunakan untuk analisis s-PMA sampai saat ini adalah High Performance Liquid
Chromatografi (HPLC) dengan detektor flouresens, HPLC dengan detektor DAD, HPLC-MS-
MS, GC-MS, dan ELISA (Wang. Z, et al, 2013). Preparasi terhadap sampel dilakukan beberapa
tahap, menggunakan teknik liquid-liquid extraction (LLE), solid-phase extraction (SPE) dan
derivatisasi analit menjadi senyawa fluoresens terkonjugasi (Buratti M, 2001).
Abstract
s-PhenylMercapturic Acid (s-PMA) is one of the specific biomarkers purposed for biological
monitoring of benzene exposure in low concentrations. The American Conference of
Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) also requires industrial companies to evaluate the
level of s-PMA who workrs working with benzene. ACGIH BEI (Biological Exposure Limit)
determines the normal value of s-PMA in urine to a maximum of 25 μg/g creatinine (25 ppb)
(ACGIH, 2012). Several methods have been developed to obtain the suitability of procedures in
the determination of s-PMA levels in the urine. The recently of analysis methods used for s-PMA
are High Performance Liquid Chromatography (HPLC) with flouresens detector, HPLC with
DAD detector, HPLC-MS-MS, GC-MS, and ELISA (Wang. Z, et al, 2013). Sample preparation
was performed in several stages using liquid-liquid extraction (LLE), solid-phase extraction
(SPE) and analytical derivatization into conjugated fluorescence (Buratti M, 2001).
_____________________________________________________________________________
34
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
35
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
sebagai salah satu campuran penting pada menyebabkan sakit kepala, kelesuan dan
bensin. Pada umumnya benzena digunakan perasaan mengantuk. Konsentrasi benzena
sebagai bahan dasar dalam produksi obat- yang lebih tinggi dapat menyebabkan efek
obatan, plastik, karet buatan, pewarna, yang lebih parah, termasuk vertigo dan
pewangi, deterjen, zat aditif makanan, kehilangan kesadaran. Paparan benzena
pestisida, bahan peledak dan produk sebesar 20.000 ppm selama 5-10 menit
lainnya (Kent and Riegel’s, 2007). bersifat fatal, dan paparan sebesar 7.500
Benzena juga digunakan sebagai ppm dapat menyebabkan keracunan jika
bahan dasar senyawa kimia lainnya. Sekitar terhirup selama 0,5-1 jam. Dampak yang
80% benzena yang sering digunakan, ringan dapat berupa euphoria, sakit kepala,
terbagi dalam 3 senyawa kimia utama yaitu muntah, gaya berjalan terhuyung-huyung,
etilbenzena, kumena dan sikloheksana. dan pingsan (ATSDR, 2007).
Etilbenzena merupakan bahan baku stirena Paparan benzena kronis yang
yang nantinya diproduksi menjadi plastik berulang dan lama pada tempat kerja,
dan polimer lainnya. Kumena digunakan meskipun dalam konsentrasi yang rendah,
sebagai bahan baku resin dan perekat. dapat menimbulkan bermacam kelainan
Sikloheksena digunakan dalam pembuatan darah yang bervariasi dari anemia,
nilon. Pada penelitian laboratorium, saat ini thrombocytopenia, anemia aplastik,
toluena sering digunakan sebagai pengganti pancytopenia, dan leukemia akut. Paparan
benzena. Sifat kimia toluen mirip dengan kronis pada anak-anak akan lebih
benzena, tetapi toluen lebih tidak beracun berbahaya karena mereka memiliki periode
dari benzena (Kolmetz G, 2007). laten yang lebih lama (Hays M S, et al,
2012). Benzena bersifat mengiritasi kulit.
Paparan senyawa benzena Kontak langsung dengan kulit dapat
Senyawa benzena memiliki sifat menimbulkan eritema. Kontak berulang dan
racun atau karsinogenik, yaitu zat yang menahun dapat menimbulkan dermatitis
dapat membentuk kanker dalam tubuh yang kering dan berskuama atau terjadinya
manusia jika konsentrasinya dalam tubuh infeksi kulit sekunder. Benzena juga
berlebih. Beberapa penelitian menunjukkan menimbulkan gangguan kesehatan pada
bahwa benzena merupakan salah satu ginjal, hati, dan otot, dan juga
penyebab leukemia, penyakit kanker darah menyebabkan kerusakan pada sistem
yang telah banyak menyebabkan kematian cardiovascular, neurological,
(Faiola, et al, 2014). Dampak kesehatan immunological, dan reproduksi (WHO,
akibat paparan benzena berupa depresi pada 1996).
sistem saraf pusat hingga kematian. Jalur absorbsi benzena adalah
Paparan benzena antara 50-150 ppm dapat melalui pernafasan/inhalasi, kulit atau
36
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
mukosa mata. Paparan tersebut dapat dibawa ke sumsum tulang. Metabolit utama
menyebabkan keracunan yang bersifat akut benzena adalah fenol, hidroquinon (HQ),
maupun kronik. Efek paparan benzena katekol (CAT) dan 1,2,4-benzenatriol, tt-
secara kronis yaitu kerusakan pada sistem muconaldehyde, dan tt-muconic asam (tt-
pembentukan darah (sumsum tulang) yang MA). Benzena oksida dapat bereaksi lebih
dapat menimbulkan risiko terjadinya lanjut dengan glutathione yang
penurunan jumlah elemen sel darah secara diekskresikan dalam urin sebagai s-PMA
progresif yang meliputi penurunan kadar (Purwanto, 2014). Jalur metabolisme
Hb, jumlah eritrosit, trombosit, dan leukosit benzena ini ditunjukkan pada Gambar 1.
yang kemungkinan disebabkan oleh Setiap metabolit fenolik dari
metabolit benzen epoksida. Penderita benzena dapat mengalami konjugasi
keracunan benzena secara kronik hanya sulfonat ataupun glukonat.Hasil konjugasi
mempunyai 50% jumlah eritrosit dari dari fenol dan hidrokuinon merupakan
keadaan normal (Mahawati M, 2005). metabolit yang paling banyak ditemukan di
urin.Asam trans-trans mukonat, fenol,
Metabolisme Benzena
katekol, hidrokuinon dan benzokuinon
Metabolisme benzena dapat terjadi
dapat merangsang enzim sitokrom p-450
hampir di seluruh jaringan tubuh, namun
pada sistem sel darah manusia. Enzim ini
tempat penyimpanan metabolit benzena
mengkatalisis reaksi metabolisme benzena
yang paling utama adalah pada hati.
pada sumsum tulang, karena itu benzena
Metabolit yang dihasilkan hati selanjutnya
dapat menyebabkan toksisitas pada sel digunakan untuk penetapan biomarker ini
darah (hematoxicity), tt-MA dan s-PMA adalah urin, darah, rambut, dan lainnya.
merupakan dua metabolit yang dapat
digunakan sebagai biomarker untuk Aplikasi analisis s-PMA urin sebagai
menentukan tingkat kerja dari paparan biomarker paparan benzena tingkat
benzena (Rappaport, et al, 2009). konsentrasi rendah dalam industri
Saat ini di seluruh dunia s-PMA N J van Sittert et al (1993)
digunakan sebagai biomarker dari paparan melaporkan analisis s-PMA dalam urin
benzena. American Conference of diusulkan sebagai biomarker yang cocok
Governmental Industrial Hygienists untuk pemantauan paparan benzena tingkat
(ACGIH) juga mengharuskan perusahaan rendah. Dalam studi yang dilaporkan disini
industri untuk mengevaluasi tingkat S-PMA telah divalidasi di 12 studi terpisah pada
pada pekerja terkait dengan benzena. pabrik kimia, kilang minyak dan pabrik gas
Analisis metabolit benzena dalam urin alam. Parameter yang diteliti adalah
manusia yang terpapar benzena dapat karakteristik ekskresi s-PMA, kekhususan
berguna dalam upaya pencegahan kanker dan sensitivitas uji, dan hubungan antara
dan deteksi dini risiko kanker. Hasil analisis paparan benzena ke udara dengan
dapat digunakan sebagai acuan konsentrasi s-PMA kemih, dan antara fenol
biomonitoring keselamatan dalam industri, urin dan konsentrasi s-PMA. Kisaran
misalnya dengan menyelenggarakan paparan untuk benzena tertinggi ditemukan
pelatihan keselamatan pada bahaya paparan pada pekerja di pabrik kimia dan pekerja
benzena, pergantian posisi kerja, serta yang membersihkan tangki atau instalasi
pentingnya masker dan sarung tangan bagi yang mengandung benzena sebagai
mereka yang kontak langsung dengan komponen kondensat gas alam. Konsentrasi
benzena (Kusuma, dkk, 2006). s-PMA kemih diukur hingga 543 µg/g
Human biomonitoring merupakan kreatinin. Paparan pekerja untuk benzena
suatu cara untuk mempelajari tentang yang terendah di kilang minyak dan
perilaku dan pengukuran bahan-bahan konsentrasi s-PMA sebanding dengan
beracun (xenobiotik) yang masuk ke dalam mereka yang merokok atau kontrol orang
tubuh dengan menggunakan suatu indikator yang merokok (sebagian besar di bawah
yang disebut biomarker. Manusia mudah batas deteksi 1 sampai 5 µg/g kreatinin).
terpapar bahan kimia berbahaya melalui Dalam kebanyakan pekerja s-PMA yang
makanan, udara dan kontak kulit dengan dikeluarkan dalam fase tunggal dan
sumber paparan. Jaringan tubuh atau konsentrasi s-PMA tertinggi adalah pada
specimen yang kemungkinan dapat akhir pergeseran benzena setelah delapan
jam. Rata-rata waktu paruh eliminasi adalah
38
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
9,0 (SD 4,5) jam (pada 31 pekerja). tiol tersebut dengan monobrombimane
Sementara, lima pekerja tahap kedua yang sehingga terbentuk senyawa flouresens
tereliminasi ditemukan dengan waktu paruh terkonyugasi. Selanjutnya dibaca melalui
rata-rata 45(SD 4) jam. Korelasi kuat HPLC dengan kolom difenil-silica
ditemukan antara delapan jam paparan (100x4,6 mm I.D., ukuran partikel 5µm)
3
benzena udara dari 0,3mg/m (0,3 ppm) dan dan detektor fluorometri (C B’Hymer, et al,
konsentrasi s-PMA lebih tinggi pada urin di 2003). Panjang gelombang eksitasi 375
akhir pergeseran shift. Ini dihitung bahwa nm dan emisi pada 480 nm.
3
paparan benzena delapan jam 1 mg/m (1 Untuk mendapatkan s-PMA dan s-
ppm) sesuai dengan konsentrasi s-PMA BMA dari matriks urin, Buratti et.al (2001)
rata-rata 46µg/g kreatinin (95% confidence melakukan preparasi sampel dengan liquid-
interval 41-50 µg/g kreatinin) (Ghittori S, et liquid extraction (LLE). 2 mL urin
al, 1999). Sebuah korelasi yang kuat juga ditambah 100 µL HCl 12 N dan diekstraksi
ditemukan antara fenol urin dan konsentrasi dengan kloroform-aceton (2;1), kemudian
s-PMA. Pada konsentrasi fenol urin 50 dikocok selama 1 menit, sentrifuga pada
mg/g kreatinin, sesuai dengan paparan 1200 rpm, ke dalam campuran ditambahkan
3
benzena delapan jam 10 mg/m (10 ppm), 2 mL kloroform pada fase organik,
konsentrasi s-PMA rata-rata urin adalah kemudian ditambahkan 200 mg MgSO4,
383 µg/g kreatinin. Kesimpulannya, dengan pindahkan ke dalam vial gelas 4 mL
sensitivitas saat tes, dalam waktu delapan bertutup gasket dan diuapkan dengan
jam terpapar benzena, kadar rata-rata s- Nitrogen 50oC; residu dilarutkan dalam 500
SPMA yang dapat di ukur adalah 0,3mg µL NaOH 2M yang mengandung 2 mM
/m3(0,3 ppm) atau lebih tinggi (C B’Hymer, EDTANa2; kemudian dihidrolisis dalam
et al, 2005). penangas uap kering selama 25 menit pada
suhu 95oC, kemudian didinginkan dalam air
Metode Analisis s-PMA
es selama 5 menit. Reagen untuk
a. Metode analisis s-PMA dengan HPLC-
derivatisasi disiapkan dengan
FLD
menambahkan 90 µL H3PO4 5 M, 200 µL
Penetapan phenylmercapturic acid
ammonium karbonat 0,5 M (untuk menjaga
dan benzyl mercapturic acid dalam urin
pH antara 7,5-8,5) dan 50 µL
yang diderivatisasi dengan senyawa
Monobrombiman (2 mM dalam asetonitril),
monobrombimane dilaporkan oleh Buratti,
melalui tutup gasket. Derivatisasi dilakukan
et al, (2001). s-PMA dan s-BMA dalam
pada suhu ruang selama 15 menit hingga
urin, masing-masing merupakan metabolit
terjadi reaksi seperti yang ditunjukkan pada
benzena dan toluen, ditentukan dengan cara
Gambar 2. Aril tiol-MB derivatif yang
menghidrolisis senyawa tersebut dalam
terbentuk diekstraksi dengan ekstraksi fase
basa kemudian menderivatisasi senyawa
39
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
padat (Solid Phase Extraction, SPE) awali dengan 100% larutan A dengan laju
menggunakan SPE Cartridge Oasis HLB- alir 2,0 mL/menit selama 15 menit, dan
1cc.Cartridge dikondisikan dengan 1mL tekanan 1900 p.s.i . Laju alir ditingkatkan
metanol dan 1 mL air, masukkan sampel menjadi 4 mL/menit dan 100% larutan B
hasil reaksi derivatisasi, dimasukkan dan running selama 3 menit. Tekanan kembali
dicuci dengan 1 mL air dan 8 mL larutan meningkat menjadi 2800 p.s.i. Elusi gradien
air-metanol 50%v/v. MB derivate di elusi ini ditujukan untuk mempercepat waktu
dengan 200 µL acetonitril, eluat diuapkan analisis. Elusi di monitor dengan detektor
o
dengan nitrogen 50 C, residu di larutkan fluoresens (panjang gelombang eksitasi 375
dengan 50 µL aceonitril dan tambahkan air nm, panjang gelombang emisi 480 nm)
sampai volume 250 µL. 50 µL alikuot di (Buratti, et al, 2001).
injeksikan pada sistem HPLC. Kurva Profil kromatogram ditunjukkan
kalibrasi dibuat untuk masing-masing oleh Gambar 3. Pada Gambar 3(A)
konsentrasi asam mercapturat. menunjukkan kalibrasi larutan standar
S OH hidrolisis
HN CH3 H
S
O Aril thiol
s-PMA
Br CH3
+ S CH2 CH3
H3C N
H N
S N CH3 pH 8 H3C
N CH3
Aril tiol
O O
MB O O
Ariltiol-monobrombimane
Gambar 2. Reaksi derivatisasi s-PMA menjadi aril-thiol monobromobimane
40
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
dan senyawa dervat MB yang lainnya. dilakukan melalui HPLC dengan detektor
Waktu retensi dari PMA dan BMA masing- fluoresens setelah urine di ekstraksi
masing 11,8 dan 12,8 menit. Waktu yang menggunakan SPE C18 dan dihidrolisis
diperlukan untuk elusi sampel dari injeksi kemudian diderivatisasi dengan
sampel ke sampel selanjutnya adalah 20 monobrombimane. Untuk memperoleh
menit (Buratti, et al, 2001). hasil yang spesifik mereka mensintesis s-
Gambar 3. Kromatogram dari asam fenil merkapturat dan asam benzyl merkapturat
(A) Kalibrasi larutan (PMA = 20 µg/L, BMA = 15 µg/L). (B) Urin seorang perokok (PMA =
4,6 g/L, BMA = 8,1 µg/L. (C) Urin dari pekerja pengeboran minyak yang terpapar toluene
(BMA = 30,3 µg/L).
41
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
diperoleh 45% bila digunakan cartridge 2,5 µg/L). Terhadap sampel urin dari
SPE BondElut, 82% pada SPE Bakerbond, perokok dan bukan perokok yang dianalisis
dan 103% dengan SPE Sep-Pak. Cartridge (sebelumnya telah dikonfirmasi) masing-
Sep-Pak menunjukkan recovery yang lebih masing diperoleh dengan nilai rata-rata 2,0
tinggi, dan kemudian digunakan untuk dan 7,6 µg/g kreatinin.
ekstraksi sampel urin. Hasil dibandingkan
dengan standar internal dan diperoleh LOD b. Metode analisis s-PMA dengan
1 µg/L yang cukup rendah dari analisis HPLC-MS-MS
sampel orang yang tidak terpapar,
B’Hymer (2011) melaporkan bahwa
kromatogram ditunjukkan pada Gambar 4.
High Performance Liquid Chromatography-
Linieritas kurva kalibrasi menunjukkan
tandem Mass Spectrometric (HPLC-MS-
terukur pada rentang 1 dan 200 µg/L
MS) ditujukan dan dievaluasi untuk
sehingga perlu dikonfirmasi dengan standar
penentuan s-PMA dan s-BMA dalam urin
internal. Presisi analisis menunjukkan
manusia. Kedua senyawa ini merupakan
reprodusibilitas dengan RSD < 5% dan
biomarker dari paparan Benzena dan
presisi antar hari < 10% (pengukuran
Toluen, yang sangat penting dan
terhadap sampel yang mengandung 15 µg/L
merupakan indikator kesehatan bagi pekerja
s-PMA). S-PMA pada sampel urin bukan
yang terlibat langsung dengan kedua
perokok kurang akurat (reprodusibilitas
senyawa tersebut. Sampel urin dioptimasi,
20% pada sampel urin yang mengandung
42
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
dengan SPE Obligasi Elut C-18, pencucian = 8,98%.Metode ini diusulkan memenuhi
aliquot dengan aseton. Analisis kriteria penerimaan untuk validasi.Metode
kromatografi terdiri dari sistem gradien fase ini sederhana dan cepat namun tingkat
terbalik menggunakan ionisasi electrospray analisis masih di level ppm, sehingga tidak
dalam mode ion-negatif dengan tepat untuk analisis rutin s-PMA sebagai
triplequadrupole (sebuah detector spektro biomarker paparan benzena tingkat
massa). Akurasi dan presisi dari metode ini konsentrasi rendah.
ditunjukkan melalui penelitian terhadap
urin dan urin sintesis. Pada urin yang di SIMPULAN
spike dengan 1, 2, 6, 8 dan 30 ng/mL Dari beberapa laporan yang telah
menunjukkan recovery akurasi dari 99-110 dipaparkan, bahwa penetapan kadar s-
%. Pengukuran presisi terhadap 9 sampel PMA dalam urin sangat penting untuk
mencapai RSD 5,3% dan kurang baik untuk mengetahui seberapa besar telah terjadi
analit dalam urin. LOD yang dicapai sekitar paparan benzena terhadap para pekerja
0,2 ng/mL untuk s-PMA dan s-BMA. yang terlibat langsung dengan senyawa
tersebut, sehingga dapat mencegah atau
c. Metode analisis s-PMA dengan HPLC-
mengurangi efek atau risiko yang buruk
DAD
terhadap kesehatannya. Beberapa metode
Metode ini telah dilaporkan juga oleh
analisis s-PMA yang telah dilaporkan masih
Purwanto et al. (2014), yang bertujuan
cukup rumit dalam hal preparasi sampel
untuk mendapatkan kondisi optimum
urin (sebagai matriks cairan biologis) dan
metode HPLC untuk penentuan metabolit
hasil yang diperoleh pun masih belum
benzena yaitu s-PMA dalam urin.Metode
maksimal. Oleh karena itu metode analisis
ekstraksi cair-cair atau LLE digunakan
s-PMA yang spesifik, sensitif, efisien dan
sebagai metode preparasi sampel urin.
ekonomis masih perlu dikembangkan,
HPLC menggunakan kolom Hypersil ODS
untuk dapat digunakan dalam analisis rutin
125x4 mm ID, ukuran partike 5µm, suhu
dari sampel urin.
kolom 25oC dan detector DAD ditetapkan
pada panjang gelombang 205 nm.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pemisahan optimum dicapai dengan
Diucapkan terimakasih kepada T.Einig, N J
menggunakan system gradient dengan
van Sitter dan M Buratti (University of
eluen terdiri dari methanol dan dapar fosfat
Milan, Italy) yang telah memberikan
pH 3. Hasilnya menunjukkan korelasi
publikasi-publikasi penelitiannya, juga pada
dengan r=0,994. LOD s-PMA 0,7832
Dr. Mulyana, M.Kes., Apt (Prodia IndTox)
mg/mL dan LOQ = 2,6108 mg/mL.
dan Muchtaridi, PhD (UNPAD), atas
Pemulihan metode 88,34-117,16% dengan
bimbingannya.
rata-rata 99,96% dan koefisien variasi (CV)
43
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
44
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
45
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
46
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
47
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.V, No.2, Juli 2016
48