ABSTRACT
Persistent organic pollutants (POPs) have been identified as representing a serious
threat to the marine environment and received formal attention by nations worldwide including
Indonesia as one of the signatories and ratified countries for the Stockholm Convention. Due
to their emerging issues, the study of POPs at all aspects is needed. Therefore, this paper
attempts to review characteristics and toxicological properties of POPs, the current status of
POPs National Implementation Plans (NIPs) in Indonesia, and propose future directions of
POPs study in Indonesia from basic research such as monitoring of POPs distribution in
Indonesian seas to applied research for example study of POPs alternative compounds.
Keywords: POPs, Stockholm Convention, regulation, NIPs, Indonesia.
1
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
ketika terpapar manusia, senyawa POPs et al., 2018), Cina (Han & Currell, 2016),
yang beracun dapat menimbulkan masalah dan Norwegia (Johanson et al., 2020).
kesehatan seperti kanker, cacat lahir, Dibandingkan dengan penelitian di negara-
kerusakan sistem imun, system reproduksi, negara penandatangan konvensi stockholm
kematian dan penurunan daya ingat lainnya, penelitian di Indonesia mengenai
(UNEP, 2002; van der Gon et al., 2007). POPs masih terbatas.
Oleh karena itu, senyawa POPs perlu terus Oleh karena itu, ulasan ini akan
dimonitoring dan diwaspadai mengingat mencoba untuk memberikan informasi
dampaknya yang sangat besar terhadap secara komprehensif terkait dengan
kesehatan lingkungan dan manusia. senyawa POPs seperti: jenis, karakteristik
Senyawa POPs pertama kali dan aspek toksikologi dasar senyawa POPs,
diusulkan oleh United Nations on perkembangan penelitian dan aspek legal
Environmental Programme (UNEP) pada penanganannya di Indonesia, dan yang
bulan Februari 1997 dalam Sidang World terakhir terkait dengan saran dan
Health Organization (WHO) dan diatur rekomendasi penelitian yang dapat
pada bulan Mei 1997. Selanjutnya, pada dilakukan di Indonesia terkait dengan
bulan Juni 1998, Komisi Antar-Pemerintah senyawa POPs.
memutuskan pengaturan mengenai
senyawa POPs ditingkatkan menjadi JENIS, KARAKTERISTIK, DAN
sebuah konvensi. Maka, pada tanggal 23 ASPEK TOKSIKOLOGI SENYAWA
Mei 2001 diadakan Konvensi Stockholm POPs
dengan rangka melindungi kesehatan Jumlah total senyawa POPs hasil
manusia dan lingkungan hidup dari bahan Konvensi Stockholm dari tahun 2001
POPs dengan cara melarang, mengurangi, sampai 2019 ada sekitar 28 senyawa yang
membatasi produksi dan penggunaannya, terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
serta mengelola timbunan bahan POPs kelompok pestisida, kelompok bahan kimia
yang berwawasan lingkungan (UNEP, industri, dan kelompok produk sampingan
2002). Sebanyak 151 negara termasuk (Tabel 1). Pengelompokan senyawa POPs
Indonesia, telah menandatangani tersebut berdasarkan beberapa kriteria
Stockholm Convention on Persistent mengacu pada sifat-sifat dasarnya
Organic Pollutants (Konvensi Stockholm (Matthies et al., 2016). Adapun kriterianya
tentang Bahan Pencemar Organik yang adalah mudah menguap pada tekanan uap
Persisten). Konvensi Stockholm mulai <1000 Pa, memiliki waktu paruh yang lama
berlaku (entry into force) pada tanggal 17 seperti di udara >2 hari, di air >2 bulan, di
Mei 2004. tanah dan di sedimen >6 bulan, memiliki
Penelitian mengenai POPs telah nilai koefisien oktanol-water (Kow) minimal
banyak dilakukan di beberapa negara 5 sehingga akan terkonsentrasi dalam
penandatangan Konvensi Stockholm. jaringan organism, dan berdampak buruk
Kontaminasi senyawa POPs di lingkungan terhadap kesehatan makhluk hidup dan
telah diteliti di Indonesia (Falahudin, 2012; lingkungan (Fiedler et al., 2019).
Ilyas et al., 2011), Selandia Baru (Coakley
2
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
Tabel 1. Jenis senyawa POPs hasil Konvensi Stockholm tahun 2001, 2009, 2013, 2015, 2017, dan 2019.
Tahun
No Kelompok Nama Senyawa
konvensi
1 Pestisida Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT), Aldrin, Endrin,
2001
Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mirex, Toxaphene
Chlordecone, Alpha hexachlorocyclohexane (α-HCH), Beta-
2009
Hexachlorocyclohexane (β-HCH)
2011 Endosulfan
2015 Pentachlorophenol
2019 Dicofol
2 Bahan kimia 2001 Polychlorinated Biphenyl (PCB)
industri
Hexabromobiphenyl (HBB), Hexa-, Hepta-, Tetra- dan Penta-
2009 bromodiphenyl Ether (PBDE), Pentachlorobenzene (PeCBz),
Perfluorooctane Sulfonic Acid (PFOS)
2013 Hexabromocyclododecane (HBCD)
Decabromodiphenyl ether, Short Chain chlorinated paraffins
2017
(SCCPs)
Perfluorooctanoic acid (PFOA), its salts and PFOA-related
2019
compounds
3 Produk Polychlorinated Biphenyl (PCB), Polychlorinated Dibenzo-
sampingan para–Dioxins (PCDD), Polychlorinated Dibenzofurans
2009
(PCDF), Hexachlorobenzene (HCB), Pentachlorobenzene
(PeCB)
Alpha Hexachlorocyclohexane (α-HCH), Beta-
2011
Hexachlorocyclohexane (β-HCH)
Hexachlorobutadiene (HCBD), Polychlorinated naphthalenes
2015
(PCNs)
Kelompok pestisida yang termasuk kematian populasi hewan uji dalam jangka
dalam senyawa POPs adalah jenis pestisida waktu tertentu. Sebagai contoh, DDT
organoklorin (OCP) yang mengandung memiliki nilai LD50 yaitu 113–450 mg/kg
unsur klorin. Penggunaan golongan BB (Walker et al., 2012), aldrin, dieldrin,
pestisida POPs ini secara umum untuk metoksiklor dan toxaphene dengan LD50
membasmi serangga mulai dari nyamuk, 40–60 mg/kg BB, lindane dengan LD50
semut dan rayap yang mengganggu yaitu 56–250 mg/kg BB dan Chloredecone
produktifitas tanaman teh, buah dan sayur dengan LD50 yaitu 190–200 mg/kg BB
(O’Sullivan & Sandau, 2013; Song et al., (Newhouse et al., 2009).
2019). Efektifitas golongan pestisida Selanjutnya adalah kelompok bahan
organoklorin ini dalam membasmi hama kimia industri yang umumnya digunakan
dapat dilihat dari dosis letal (LD50) nya. sebagai katalis ataupun prekursor dalam
LD50 dinyatakan dalam milligram berat pembuatan senyawa lainnya. Sebagaimana
bahan uji per kilogram berat badan (BB) yang tertera dalam Tabel 1, kelompok ini
hewan uji yang menghasilkan 50% respon terdiri dari PBDE, HBB, PFOS dan SCCP
3
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
(Abbasi et al., 2019; Chen et al., 2011; bahan kimia industri, dan produk
Longpré et al., 2020; van Mourik et al., sampingannnya tidak sesuai objek sasaran,
2016). Berdasarkan penggunaannya, ada misalnya karena terpapar, diduga mampu
beberapa senyawa dikelompok ini yang di meningkatkan kadar radikal bebas. Seperti
pakai untuk bahan tahan panas dan umumnya senyawa POPs, sifat hidrofobik
insulator panas pada peralatan elektonik pestisida menembus dan mudah
ataupun bangunan seperti PBDE, HBB, dan terakumulasi dalam lipid dan membran sel
HBCD (Abbasi et al., 2019); (Chen et al., sehingga viabilitasnya mulai tergannggu
2011). Adapun senyawa lainnya, seperti (Allen et al., 2013). Kemudian dalam
PFOS biasanya digunakan sebagai kondisi akut, sebagai contoh paparan DDT
surfaktan dalam industri pelat logam dalam sel tubuh, dapat menimbulkan
(Longpré et al., 2020), SCCP digunakan perubahan pada sistem metabolisme
dalam produk industri logam, pelumas, termasuk di dalamnya pembengkakan,
bahan aditif plasticizer, bahan anti bakar, peningkatan kadar radikal bebas kemudian
bahan tambahan cat, sealants dan karet mengarah pada tumbuhnya sel endotel
(van Mourik et al., 2016). fibroblast and vaskular (Thompson et al.,
Adapun untuk kelompok bahan kimia 2019). Parkinson dan alzheimer adalah
sampingan, senyawa POPs tersebut penyakit sistem saraf yang ditimbulkan
merupakan hasil sampingan dari proses oleh senyawa POPs (Grova et al., 2019).
pembakaran tidak sempurna. Produk Bersama dengan senyawa pathogen
sampingan POPs (Tabel 1) umumnya neurotoksik lainnya seperti timbal, merkuri,
adalah senyawa dioksin. Termasuk di aluminium, kadmium, dan arsenik,
dalamnya PCDD, PCDF dan PCB aktivitas senyawa ini secara langsung
merupakan senyawa organik yang dikenal menyerang sistem saraf sehingga
sebagai hidrokarbon terklorinasi (WHO, menyebabkan hilangnya memori dan
2000). Beberapa sifat PCB yaitu sangat reduksi aktifitas motorik (Chin-Chan et al.,
stabil, tidak reaktif, volatilitasnya rendah, 2015). Selain itu, efek radikal bebas pada
sangat persisten terhadap perombakan oleh POPs pestisida bermacam-macam seperti
mikroba dan secara fotokimia, serta sangat HCH yang menyebabkan kanker pada
larut dalam lipid (Perelló et al., 2010). manusia (ATSDR, 2005), endosulfan yang
Sebagai produk sampingan, senyawa PCB menyerang sistem saraf pusat (Song et al.,
dan HCB berasal dari industri pembuatan 2019), pestisida organoklorin turunan
pelarut organoklorin (Liu et al.,2018), cyclopentadiene (chlordane, heptachlor,
HBDE dihasilkan dari industri polistirena mirex) yang mempengaruhi sistem
(Pivnenko et al., 2017) dan PCN dihasilkan reproduksi manusia (Wrobel &
dari daur ulang limbah kayu (Koyano et al., Mlynarczuk, 2017), dan pentaklorofenol
2019). Di Jepang, bahan yang mengandung yang menyebabkan kanker dan perubahan
produk sampingan POPs ini didaur ulang sistem imun (Martin et al., 2019). Senyawa
dan dimanfaatkan sebagai pembangkit sampingan POPs yaitu dioksin dan furan
listrik (Koyano et al., 2019). dapat mengganggu keseimbangan
Aspek toksikologi dari 28 senyawa lingkungan dan ditemukan dalam darah
POPs menunjukkan adanya potensi kanker manusia (Coakley et al., 2018).
dan mutagen bagi kesehatan manusia.
Ketika penggunaan senyawa pestisida,
4
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
Gambar 2. Sejarah dan rencana implementasi hasil Konvensi Stockholm oleh pemerintah Indonesia
5
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
6
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
7
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
8
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
9
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
10
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
11
Oseana, Volume 45, Nomor 2 Tahun 2020: 1–12 p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185
12