Abstract
Pollution has become one of the most significant problems in the environmental issues.
Aside the effect of the pollution, another substantial factor of pollution is the character of
the pollutant. Among several pollutant substances in the world, there are twelve main persis-
tent organic pollutants, which are still in large and freely mobilized in our environment. On
November 2001, the United Nations Environmental Program has issued a convention about
persistent organic pollutants. So many enthusiasms from the states about this progress, as
well as Indonesia did. However, after more than seven years, Indonesia has not submitted the
ratification paper of this convention. This paper aims to analyze and elaborate the issues behind
this convention and the urgency of submitting the ratification of Indonesian government.
*
Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (e-mail: wahyu.yuns@yahoo.com).
1
Nama lengkap konvensi ini adalah the United Nations Convention on Persistent Organic Pollutants Stockholm
2001 disingkat dengan nama POPs Convention.
2
United Nations Environmental Program, 2001, UNEP Chemicals 2001.
54 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66
3
United Nations Environment Programme, “Four New Chemicals for Phase-out through Stockholm Convention”,
http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?DocumentID=433&ArticleID=4788&l=en, diakses
tanggal 08 Januari 2009.
4
UNEP/UNIDO, “Enhancing Synergies”, http://www.unep.fr/shared/hilites/unep-unido%20brief.pdf, diakses
tanggal 08 Januari 2009.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 55
5
The Stockholm Convention Secretariat, “Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants”, http://
chm.pops.int/Portals/0/Repository/conf/UNEP-POPS-CONF-4-AppendixII.5206ab9e-ca67-42a7-afee-
9d90720553c8.pdf#Annex%20C, diakses tanggal 28 Desember 2008.
6
The Stockholm Convention Secretariat, “POPs Convention”, available at http://chm.pops.int/Convention/tab-
id/54/language/en-US/Default.aspx, diakses tanggal 10 Desember 2008.
7
Pasal 1 Butir 12 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
56 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66
Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1973 DDT apat membunuh membunuh serangga
telah diatur dalam hal pengawasan terhadap lain dan juga hama tanaman. Kemudian
peredaran, penyimpanan, dan penggunaan setelah DDT diketahui merupakan bahan
pestisida. Dalam pengklasifikasian pestisida yang berbahaya dengan sifat yang sukar
dengan berdasarkan pada sifat psiko- terurai (biodegrability yang rendah)
kimianya serta pembagian perstisida umum sehingga penggunaannya harus diamankan.
dan terbatas telah dilarang jenis – jenis Dalam pemberantasan malaria kemudian
pestisida yang mengandung bahan aktif yang DDT hanya disemprotkan pada bagian
dilarang yang mana termasuk dalam kategori dalam rumah saja sehingga kemungkinan
POPs yaitu: Aldrin, Chlordane, Dieldrin, adanya pencemaran lingkungan sangat
DDT, Endrin, Heptachlor dan Toxaphene. dibatasi. Namun bukankah justru akan lebih
Bidang penggunaan pestisida sendiri membahayakan bagi manusia yang secara
meliputi: pengelolaan tumbuhan, peternakan, tidak sadar akan menghirup terus sisa dari
perikanan, penyimpanan hasil pertanian, penyemprotan DDT tersebut. Dan juga yang
pengawetan hasil hutan, pengendalian masih menjadi keprihatinan kita semua,
vektor penyakit manusia, pengendalian adalah bahwa DDT masih beredar secara
rayap, pestisida rumah tangga, pestisida bebas dalam masyarakat.
lainnya (cat, anti pencemaran, dan industri) Permasalahan yang lebih mengkhawa
dan bidang lainnya. Sekalipun katakanlah tirkan lagi adalah residu dari pestisida
pengawasan dan pengaturan penggunaan dengan zat POPs yang terdapat pada bahan
telah diupayakan oleh pemerintah, namun makanan. Pemerintah sendiri hanya mengatur
tidaklah menutup kemungkinan adanya tentang Batasan Maksimum residu Pestisida
penggunaan zat-zat POPs termaksud di atas dari Hasil Pertanian, sehingga secara tidak
sekalipun tidak secara langsung. langsung melegalkan penggunaan POPs
Penggunaan zat POPs yang sangat dengan beberapa batasan yang longgar tanpa
kentara selain dalam pestisida juga terjadi kemudian memperhatikan aspek lebih lanjut
dalam program pemberantasan penyakit dari efek residu tersebut kepada manusia
malaria dengan menggunakan DDT sebagai konsumennya baik secara langsung
(Diklorodifeniltrikloroetan) sekalipun pada ataupun tidak langsung.
tahun 1993 penggunaan DDT telah dilarang. Dari beberapa hal yang menjadi be
Pemakaian DDT telah membawa dampak berapa titik perhatian di Indonesia, maka
positif dalam pemberantasan malaria, karena tingkat pengadaan instrumen hukum positif
selain dapat membunuh nyamuk malaria, dalam pengaturan POPs menjadi sangat
8
The Stockholm Convention Secretariat, “Guidelines on BAT and Guidance on BEP”, http://chm.pops.int/Por-
tals/0/Repository/batbep_guideline08/UNEP-POPS-BATBEP-GUIDE-08-1.English.PDF, diakses tanggal 10
Desember 2008.14 Friedman, Milton. 1970, the Social Responsibility of Business is to Increase Its Profit. New
York Times Magazine, September 13, 1970. Available at http://www.colorado.edu/studentgroups/libertarians/is-
sues/friedman-soc-resp-business.html last visited on 3 June 2007.
9
Ibid.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 57
penting. Dalam hal ini proses ratifikasi dampak kepada lingkungan baik dalam skala
terhadap Konvensi Stockholm menjadi kecil atau besar dan secara langsung maupun
sebuah kemestian bagi Indonesia untuk bertahap dalam hitungan waktu. Namun
mengikatkan diri secara internasional kesemua dampak yang kemungkinan ada
dalam pengaturan hukum tentang POPs dapat diminimalisisr melalui sebuah sistem
sekaligus menjamin upaya perlindungan analisis yang menyeluruh serta dengan
dan pengamanan bagi lingkungan hidup adanya hukum positif yang mengatur
Indonesia sebagai salah satu barometer iklim tentangnya.
dunia sekaligus sebagai langkah preventif Demikian juga dengan pencemar
perlindungan terhadap masyarakat Indonesia organik menetap yang menjadi pokok
dan generasi penerus yang akan datang. kajian dalam penulisan ini. Istilah persistent
yang dimaksud dalam pengertian POPs
2. Menurunnya Resistensi Alam terha- ini dikaitkan dengan sifat dari cemaran
dap Resapan POPs tersebut yang menetap dan bertahan lama
Dalam membicarakan zat cemaran, dengan kadar urai yang rendah dan memiliki
maka akan sangat erat kaitannya dengan kecenderungan tinggi untuk merusak
suatu dampak yang dapat dihasilkannya kandungan alami dari lingkungan alam.
dan sejauh mana tingkat bahaya yang dapat Atas beberapa data yang diperoleh
ditimbulkan baik bagi lingkungan alam oleh Tim Persiapan UNEP dalam mengolah
ataupun lingkungan manusia itu sendiri. dan menganalisa data di atas telah jelas
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi diketemukan bahwa POPs telah nyata
sebagai akibat dari suatu aktivitas. Perubahan memiliki sifat beracun dan berbahaya,
tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimiawi, dengan kadar urai rendah, dan menumpuk
biologis, ataupun secara fisik. Ataupun juga secara biologis dalam alam. Permasalahan
perubahan yang terjadi karena suatu aktivitas ini kemudian ditambah dengan sifat larut dan
manusia, misalnya pembangunan industri cepat tersebarnya melalui media air, udara
ataupun penyemprotan pestisida. dan spesies makhluk hidup yang berpindah-
Dampak pembangunan menjadi masalah pindah, melewati batasan internasional dan
karena perubahan yang disebabkan oleh mengendap jauh dari tempat asal terlepasnya
pembangunan lebih luas daripada sasaran POPs tersebut, dimana POPs tersebut
yang direncanakan dari suatu pembangunan menumpuk dan mengendap dalam ekosistem
tersebut. Disamping hal tersebut, dampak darat dan juga ekosistem air.10
akan juga bersifat biofisik ataupun yang Tanpa disadari ataupun tidak, berbagai
berpengaruh pada suatu keadaan sosial, macam zat buangan sebagai hasil sampingan
ekonomi dan budaya. Sekalipun merupakan dari suatu kegiatan produksi – baik
suatu keniscayaan bahwa dalam pelaksanaan dilakukan oleh rumah tangga ataupun oleh
suatu pembangunan akan memberikan
10
UNEP, “Ridding the World of POPs: A Guide to the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants”,
http://chm.pops.int/Portals/0/Repository/CHM-general/UNEP-POPS-CHM-GUID-RIDDING.English.PDF,
diakses tanggal 10 Desember 2008.
58 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66
sebuah industri – akan bermuara menuju 1. Zat POPs yang sengaja diproduksi,
lingkungan alam yang berada di sekitarnya. seperti pestisida
Sekalipun pada dasarnya, secara natural 2. Zat POPs yang diproduksi dan terlepas
lingkungan alam baik lingkungan laut dan secara tidak sengaja sebagai akibat
perairan, udara maupun daratan memiliki kegiatan manusia.
kemampuan untuk menetralisir pencemar 3. Zat POPs yang digunakan untuk
atau cemaran yang masuk ke dalamnya, pengendalian vektor penyakit seperti
akan tetapi jika cemaran tersebut berlebihan malaria yang menggunakan DDT.
dan melampaui batas kemampuan dari Dan terkait dengan pembagian tersebut,
lingkungan alam dalam menetralisir zat senyawa POPs digolongkan dan didaftar
tersebut dan melampaui batas ambang dalam Lampiran A – C dan Lampiran D – F
cemar, maka kondisi ini mengakibatkan yang memberikan kriteria penyaringan, profil
timbulnya pencemaran lingkungan alam resiko dan informasi mengenai pertimbangan-
yang ada. Terlebih kemudian, sifat menetap pertimbangan sosial ekonomi.12
dengan kadar urai rendah yang dimiliki oleh
POPs tersebut. C. Pengaturan POPs dan Kebijakan
Dalam data yang diketemukan oleh Pengelolaan Lingkungan Hidup
UNEP, salah satu hal lain yang menjadi dalam Pembangunan Berkelanjutan
landasan perlunya untuk membentuk suatu Dalam prinsip-prinsip pengelolaan
instrumen hukum internasional secara lebih lingkungan hidup sebagaimana tersebut
khusus tentang POPs adalah adanya temuan dalam Agenda 21 yang telah menjadi
bahwa ekosistem Artik sebagai salah satu dasar patokan negara-negara di dunia da
aspek stabilisator iklim dan suhu bumi lam pembangunan berkelanjutan dengan
dan beberapa kelompok penting yang ada mempertimbangkan aspek perlindungan dan
terancam secara khusus dengan semakin pelestarian lingkungan ditegaskan beberapa
banyaknya timbunan POPs dalam alam.11 Hal pokok penting yaitu:
ini disebabkan oleh dampak biologis yang 1. Kemitraan nasional dan global men
besar dari POPs dan adanya kemungkinan jadi kunci utama dalam mencapai
tercemarnya makanan tradisional dari pembangunan berkelanjutan di suatu
beberapa komunitas tersebut tidak dapat negara. Perencanaan pembangunan
dikesampingkan begitu saja dari perhatian pengelolaan lingkungan tidak dapat
publik luas. dipisahkan dari strategi pembangunan
Menurut Konvensi Stockholm tersebut lainnya.
zat POPs dikelompokkan menjadi tiga 2. Setiap negara disarankan untuk menggali
bagian yaitu: strategi pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan sesuai
11
Ibid.
12
UNEP, “POPs Convention”, http://chm.pops.int/Convention/tabid/54/language/en-US/Default.aspx, diakses
tanggal 10 Desember 2008.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 59
13
Op. cit.
60 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66
secara sengaja. Pasal ini menjelaskan dengan cara sedemikian rupa sehingga
tentang langkah-langkah pengurangan kandungan aktif di dalamnya dapat
atau penghapusan POPs yang diaki hancur atau dirubah secara permanen
batkan produksi atau pengurangan ang agar tidak lagi bersifat bahaya POPs
disengaja. Pasal ini mewajibkan untuk atau dibuang dengan cara yang dapat
melarang dan/atau menetapkan langkah diterima lingkungan.16
administratif yang diperlukan guna 4. Pasal 7 yang menentukan agar negara
menghapus bahan-bahan kimia yang peserta dapat menyusun Rencana
tercatat dalam lampiran A Konvensi Pelaksanaan Nasional masing-
yang membagi 12 kelompok bahan masing dalam waktu dua tahun sejak
kimia berbahaya yang dikategorikan pemberlakuan prioritas kegiatan di masa
POPs.14 yang akan datang dalam perlindungan
2. Pasal 5 tentang POPs yang dipro kesehatan manusia dan lingkungan dari
duksi secara tak sengaja. Pasal ini bahaya POPs.17
menjelaskan mengenai tindakan 5. Pasal 8 menentukan adanya tindakan
yang diwajibkan pada setiap anggota aktif dari negara peserta untuk
konvensi untuk mengurangi jumlah memberikan laporan secara global
lepasan yang diperoleh dari sumber- tentang kadar ataupun keberadaan POPs
sumber antropogenik dari setiap zat dalam lingkugan alam untuk kemudian
yang tercatat dalam Lampiran C dari apakah hal tersebut dapat disetujui
Konvensi.15 secara internasional dan menyeluruh.
3. Pasal 6 tentang pengurangan atau Untuk kemudian secara lebih lanjut
penghapusan buangan dari timbunan dapat dibahas tentang manajemen
maupun limbah. Pasal tersebut dalam penanganan dan antisipasi resiko
mewajibkan setiap pesertanya untuk yang mungkin timbul.18
menjamin agar simpanan-simpanan 6. Pasal 9 dan 10 menerapkan sistem
yang terdiri dari bahan-bahan kimia Clearing-house Mechanism dalam
seperti dalam lampiran A dan B serta rangka transparansi informasi tentang
limbah, termasuk produk dan pasal POPs baik bagi warga bangsanya ataupun
mengenai calon limbah yang terdiri bagi dunia internasional secara umum,
dari, mengandung, atau tercemar oleh dengan adanya sebuah rekomendasi
senyawa-senyawa kimia yang dapat dalam pembentukan sebuah wadah
melindungi kesehatan manusia serta guna mendukung kelancaran pertukaran
lingkungan. Pasal ini juga mewajibkan data dan informasi serta kemungkinan
dibuangnya simpanan serta POPs langkah bersama antar negara peserta
14
Op. cit., Art. 4.
15
Op. cit., Art. 5.
16
Op. cit., Art. 6.
17
Op. cit., Art. 7.
18
Op. cit., Art. 8.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 61
19
Op. cit., Art. 9 and 10.
20
Op. cit., Art. 12 and 13.
21
Op. cit., Art. 15 and 16.
22
Op. cit., Art. 18.
23
Op. cit., Art. 23.
24
Op. cit., Annex A – F.
62 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66
25
United Nations Environment Programme, “Guidance for Developing National Implementation Plans for the
Stockholm Convention”, http://chm.pops.int/Portals/0/Repository/COP2/UNEP-POPS-COP.2-INF-7.English.
PDF, diakses tanggal 10 Desember 2008.
64 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66