Anda di halaman 1dari 13

URGENSI RATIFIKASI THE 2001 STOCKHOLM CONVENTION ON

PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS BAGI INDONESIA

Wahyu Yun Santoso*

Abstract
Pollution has become one of the most significant problems in the environmental issues.
Aside the effect of the pollution, another substantial factor of pollution is the character of
the pollutant. Among several pollutant substances in the world, there are twelve main persis-
tent organic pollutants, which are still in large and freely mobilized in our environment. On
November 2001, the United Nations Environmental Program has issued a convention about
persistent organic pollutants. So many enthusiasms from the states about this progress, as
well as Indonesia did. However, after more than seven years, Indonesia has not submitted the
ratification paper of this convention. This paper aims to analyze and elaborate the issues behind
this convention and the urgency of submitting the ratification of Indonesian government.

Kata Kunci: POPs, pollutants, ratifikasi.

A. Latar Belakang Pencemar Organik Menetap ataupun juga


Dalam pengelolaan lingkungan yang Pencemar Organik Menetap (POPs) beserta
berlangsung seiring dengan jalannya waktu, residu yang dihasilkannya.
manusia kerap kali memberi beban yang Konvensi Stockholm tentang Pencemar
begitu banyak terhadap lingkungan yang Organik Menetap atau Stockholm Convention
ditinggalinya, sekalipun secara alamiah alam On Persistent Organic Pollutants (POPs)
memiliki tingkat resistansi tertentu terhadap adalah sebuah perjanjian Internasional yang
cemaran yang tertimbun, namun tetap saja diprakarsai oleh the Governing Council of
apabila timbunan cemaran yang ada, tidak the United Nations Environment Programme
akan menutup kemungkinan bahwa tingkat (UNEP) sebagai usaha utama dalam
resistansi dari alam akan semakin menurun menyikapi dan mewaspadai POPs sekaligus
dan lemah. Dalam kaitannya dengan untuk meningkatkan taraf kesehatan manusia
cemaran yang ada, konsentrasi dunia saat dan lingkungan.
ini terfokus pada permasalahan bahan kimia Sebagai langkah awal yang dilakukan
POPs (Persistent Organic Pollutant) atau oleh UNEP adalah dengan membuat suatu
diistilahkan dalam bahasa Indonesia sebagai penugasan internasional pada Mei 1995 untuk
menginventarisir dan menganalisis 12 macam

*
Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (e-mail: wahyu.yuns@yahoo.com).
1
Nama lengkap konvensi ini adalah the United Nations Convention on Persistent Organic Pollutants Stockholm
2001 disingkat dengan nama POPs Convention.
2
United Nations Environmental Program, 2001, UNEP Chemicals 2001.
54 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66

POPs yang meliputi zat aldrin, chlordane, yang tengah dibicarakan.


DDT, dieldrin, dioxins, endrin, furams, Dihasilkannya Konvensi Stockholm
hexachlorobenzene (HCB), heptachlor, dalam perundingan yang dibicarakan dalam
mirex, PCBs dan toxaphene. Tugas tersebut Conference of Plenipotentiaries dari tanggal
sekaligus diimplementasikan dengan 22 – 23 Mei 2001 di Stockholm Swedia
adanya usulan dari the Intergovernmental sebagai bentuk jawaban nyata dari keseriusan
Forum on Chemical Safety (IFCS) untuk masyarakat internasional dalam menyikapi
segera melaksanakan tindakan internasional makin maraknya zat POPs yang tertimbun
sebagai langkah nyata dalam menyikapi dalam alam dengan tingkat menetap tinggi
POPs terlebih setelah data hasil analisis yang sementara kadar resistensi dari lingkungan
dilakukan oleh UNEP dirasa cukup. alam semakin menurun.
Pada bulan Juni 1996, IFCS Konvensi Stockholm tentang POPs
menyimpulkan bahwa data yang ada telah ditandatangani oleh 151 negara dunia
cukup sebagai tolak ukur perlunya tindakan dalam mewujudkan bentuk keprihatinan
internasional dalam permasalahan 12 bentuk dan bentuk kesadaran akan arti pentingnya
POPs tersebut, dan suatu langkah nyata kesehatan manusia, terutama dalam negara
sangat diperlukan dalam membentuk suatu berkembang yang mana permasalahan
instrumen hukum yang dapat mengikat kesehatan, kelayakan dan kesejahteraan
secara global guna mengurangi resiko yang hidup selalu menjadi suatu momok masalah
mungkin timbul dan membahayakan bagi yang utama. Terlebih keberadaan POPs telah
kesehatan manusia dan lingkungan sebagai nyata dapat membahayakan secara khusus
akibat terlepasnya zat POPs tersebut ke terhadap kaum wanita, dan generasi penerus
lingkungan. Dalam beberapa pertemuan yang lahir dari rahim mereka.
sesudahnya, dilakukan oleh sebuah tim Indonesia sebagai salah satu partisipan
kerja Criteria Expert Group (CEG) dalam penandatanganan konvensi tersebut
yang dibentuk atas kesepakatan anggota memandang perlu untuk melakukan
Intergovernmental Negotiating Committee ratifikasi Konvensi Stockholm ke dalam
(INC) telah mengadakan beberapa pertemuan aturan perundangan nasional Indonesia.
dan pembicaraan. Hasil dari beberapa Dengan adanya suatu Ratifikasi Konvensi
pembicaraan antara beberapa negara yang tersebut diharapkan akan menjadi salah satu
kemudian membawa titik terang yaitu bagian dari tali pengikat dalam penegakan
pada bulan Juni 2000 dengan bertempat perlindungan bagi lingkungan dan sekaligus
di Vevey Swiss yang telah menghasilkan perlindungan bagi masyarakat dan generasi
suatu kerangka dasar dalam perumusan selanjutnya.
kesepakatan final dalam permasalahan POPs B. Bukti Ilmiah Keberadaan Pencemar

3
United Nations Environment Programme, “Four New Chemicals for Phase-out through Stockholm Convention”,
http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?DocumentID=433&ArticleID=4788&l=en, diakses
tanggal 08 Januari 2009.
4
UNEP/UNIDO, “Enhancing Synergies”, http://www.unep.fr/shared/hilites/unep-unido%20brief.pdf, diakses
tanggal 08 Januari 2009.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 55

Organik Menetap (POPs) batasan tentang pengertian Pencemaran


1. Batasan Pencemar Organik Mene- Lingkungan seperti termaksud dalam
tap Undang-undang Nomor 23 tahun 1997
Pencemar Organik Menetap (POPs) tentang Pokok Pengelolaan Lingkungan
dimaksudkan sebagai segala macam bentuk Hidup (UUPLH) pasal 1 butir 12 bahwa:
zat pencemar berupa bahan beracun yang
“Pencemaran lingkungan adalah ma-
masuk dalam kategori memiliki tingkat suknya atau dimasukkannya makhluk
resiko yang tinggi dengan sifat menetap hidup, zat, energi, dan/atau komponen
ataupun dengan daya urai rendah. Pembagian lain ke dalam lingkungan hidup oleh
ini telah diseragamkan dalam pembagian 12 kegiatan manusia sehingga kualitasnya
(dua belas) macam bahan pencemar. POPs turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak
dalam batasan menurut Konvensi Stockholm
dapat berfungsi sesuai dengan perun-
dibagi menjadi 12 jenis bahan kimia tukkannya.”
POPs, yaitu delapan jenis pestisida, sepeti
Aldrin, Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Dalam peraturan perundangan Indone-
Heptachlor, Mirex dan Toxaphene; dua sia sendiri telah diatur tentang pengertian
bahan kimia industri yaitu Polychlorinated secara umum dari Bahan Berbahaya dan
Biphenyls (PCBs) dan Hexachlorobenzene Beracun dimana pengertian POPs secara
(HCB); dan dua produk sampingan yang umum dapat dimasukkan dalam pengertian
tak disengaja yaitu Dibenzo-p-Dioxin dan ini, yaitu bahwa bahan berbahaya dan bera-
Dibenzofurans (PCDDs/PCDFs). cun adalah bahan yang karena sifat dan atau
Menurut Konvensi Stockholm tersebut konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik se-
zat POPs dikelompokkan menjadi tiga cara langsung maupun tidak langsung, dapat
bagian yaitu: mencemarkan dan atau merusak lingkungan
1. Zat POPs yang sengaja diproduksi, hidup, kesehatan, kelangsungan hidup ma-
seperti pestisida nusia serta makhluk hidup lainnya. Sedang-
2. Zat POPs yang diproduksi dan terlepas kan yang dimaksud dengan Pengelolaan Ba-
secara tidak sengaja sebagai akibat han Berbahaya dan Beracun adalah kegiatan
kegiatan manusia. yang menghasilkan, mengangkut, menge-
3. Zat POPs yang digunakan untuk pe­ darkan, menyimpan, menggunakan dan/atau
ngendalian vektor penyakit seperti membuang bahan berbahaya dan beracun.
malaria yang menggunakan DDT. Dalam penerapan kehidupan sehari-hari,
Sebelum memasuki pembahasan lebih keberadaan POPs di Indonesia terdapat dalam
lanjut tentang POPs, kita perlu melihat penggunaan Pestisida, sekalipun menurut

5
The Stockholm Convention Secretariat, “Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants”, http://
chm.pops.int/Portals/0/Repository/conf/UNEP-POPS-CONF-4-AppendixII.5206ab9e-ca67-42a7-afee-
9d90720553c8.pdf#Annex%20C, diakses tanggal 28 Desember 2008.
6
The Stockholm Convention Secretariat, “POPs Convention”, available at http://chm.pops.int/Convention/tab-
id/54/language/en-US/Default.aspx, diakses tanggal 10 Desember 2008.
7
Pasal 1 Butir 12 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
56 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66

Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1973 DDT apat membunuh membunuh serangga
telah diatur dalam hal pengawasan terhadap lain dan juga hama tanaman. Kemudian
peredaran, penyimpanan, dan penggunaan setelah DDT diketahui merupakan bahan
pestisida. Dalam pengklasifikasian pestisida yang berbahaya dengan sifat yang sukar
dengan berdasarkan pada sifat psiko- terurai (biodegrability yang rendah)
kimianya serta pembagian perstisida umum sehingga penggunaannya harus diamankan.
dan terbatas telah dilarang jenis – jenis Dalam pemberantasan malaria kemudian
pestisida yang mengandung bahan aktif yang DDT hanya disemprotkan pada bagian
dilarang yang mana termasuk dalam kategori dalam rumah saja sehingga kemungkinan
POPs yaitu: Aldrin, Chlordane, Dieldrin, adanya pencemaran lingkungan sangat
DDT, Endrin, Heptachlor dan Toxaphene. dibatasi. Namun bukankah justru akan lebih
Bidang penggunaan pestisida sendiri membahayakan bagi manusia yang secara
meliputi: pengelolaan tumbuhan, peternakan, tidak sadar akan menghirup terus sisa dari
perikanan, penyimpanan hasil pertanian, penyemprotan DDT tersebut. Dan juga yang
pengawetan hasil hutan, pengendalian masih menjadi keprihatinan kita semua,
vektor penyakit manusia, pengendalian adalah bahwa DDT masih beredar secara
rayap, pestisida rumah tangga, pestisida bebas dalam masyarakat.
lainnya (cat, anti pencemaran, dan industri) Permasalahan yang lebih mengkhawa­
dan bidang lainnya. Sekalipun katakanlah tirkan lagi adalah residu dari pestisida
pengawasan dan pengaturan penggunaan dengan zat POPs yang terdapat pada bahan
telah diupayakan oleh pemerintah, namun makanan. Pemerintah sendiri hanya mengatur
tidaklah menutup kemungkinan adanya tentang Batasan Maksimum residu Pestisida
penggunaan zat-zat POPs termaksud di atas dari Hasil Pertanian, sehingga secara tidak
sekalipun tidak secara langsung. langsung melegalkan penggunaan POPs
Penggunaan zat POPs yang sangat dengan beberapa batasan yang longgar tanpa
kentara selain dalam pestisida juga terjadi kemudian memperhatikan aspek lebih lanjut
dalam program pemberantasan penyakit dari efek residu tersebut kepada manusia
malaria dengan menggunakan DDT sebagai konsumennya baik secara langsung
(Diklorodifeniltrikloroetan) sekalipun pada ataupun tidak langsung.
tahun 1993 penggunaan DDT telah dilarang. Dari beberapa hal yang menjadi be­
Pemakaian DDT telah membawa dampak berapa titik perhatian di Indonesia, maka
positif dalam pemberantasan malaria, karena tingkat pengadaan instrumen hukum positif
selain dapat membunuh nyamuk malaria, dalam pengaturan POPs menjadi sangat

8
The Stockholm Convention Secretariat, “Guidelines on BAT and Guidance on BEP”, http://chm.pops.int/Por-
tals/0/Repository/batbep_guideline08/UNEP-POPS-BATBEP-GUIDE-08-1.English.PDF, diakses tanggal 10
Desember 2008.14 Friedman, Milton. 1970, the Social Responsibility of Business is to Increase Its Profit. New
York Times Magazine, September 13, 1970. Available at http://www.colorado.edu/studentgroups/libertarians/is-
sues/friedman-soc-resp-business.html last visited on 3 June 2007.
9
Ibid.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 57

penting. Dalam hal ini proses ratifikasi dampak kepada lingkungan baik dalam skala
terhadap Konvensi Stockholm menjadi kecil atau besar dan secara langsung maupun
sebuah kemestian bagi Indonesia untuk bertahap dalam hitungan waktu. Namun
mengikatkan diri secara internasional kesemua dampak yang kemungkinan ada
dalam pengaturan hukum tentang POPs dapat diminimalisisr melalui sebuah sistem
sekaligus menjamin upaya perlindungan analisis yang menyeluruh serta dengan
dan pengamanan bagi lingkungan hidup adanya hukum positif yang mengatur
Indonesia sebagai salah satu barometer iklim tentangnya.
dunia sekaligus sebagai langkah preventif Demikian juga dengan pencemar
perlindungan terhadap masyarakat Indonesia organik menetap yang menjadi pokok
dan generasi penerus yang akan datang. kajian dalam penulisan ini. Istilah persistent
yang dimaksud dalam pengertian POPs
2. Menurunnya Resistensi Alam terha- ini dikaitkan dengan sifat dari cemaran
dap Resapan POPs tersebut yang menetap dan bertahan lama
Dalam membicarakan zat cemaran, dengan kadar urai yang rendah dan memiliki
maka akan sangat erat kaitannya dengan kecenderungan tinggi untuk merusak
suatu dampak yang dapat dihasilkannya kandungan alami dari lingkungan alam.
dan sejauh mana tingkat bahaya yang dapat Atas beberapa data yang diperoleh
ditimbulkan baik bagi lingkungan alam oleh Tim Persiapan UNEP dalam mengolah
ataupun lingkungan manusia itu sendiri. dan menganalisa data di atas telah jelas
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi diketemukan bahwa POPs telah nyata
sebagai akibat dari suatu aktivitas. Perubahan memiliki sifat beracun dan berbahaya,
tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimiawi, dengan kadar urai rendah, dan menumpuk
biologis, ataupun secara fisik. Ataupun juga secara biologis dalam alam. Permasalahan
perubahan yang terjadi karena suatu aktivitas ini kemudian ditambah dengan sifat larut dan
manusia, misalnya pembangunan industri cepat tersebarnya melalui media air, udara
ataupun penyemprotan pestisida. dan spesies makhluk hidup yang berpindah-
Dampak pembangunan menjadi masalah pindah, melewati batasan internasional dan
karena perubahan yang disebabkan oleh mengendap jauh dari tempat asal terlepasnya
pembangunan lebih luas daripada sasaran POPs tersebut, dimana POPs tersebut
yang direncanakan dari suatu pembangunan menumpuk dan mengendap dalam ekosistem
tersebut. Disamping hal tersebut, dampak darat dan juga ekosistem air.10
akan juga bersifat biofisik ataupun yang Tanpa disadari ataupun tidak, berbagai
berpengaruh pada suatu keadaan sosial, macam zat buangan sebagai hasil sampingan
ekonomi dan budaya. Sekalipun merupakan dari suatu kegiatan produksi – baik
suatu keniscayaan bahwa dalam pelaksanaan dilakukan oleh rumah tangga ataupun oleh
suatu pembangunan akan memberikan

10
UNEP, “Ridding the World of POPs: A Guide to the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants”,
http://chm.pops.int/Portals/0/Repository/CHM-general/UNEP-POPS-CHM-GUID-RIDDING.English.PDF,
diakses tanggal 10 Desember 2008.
58 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66

sebuah industri – akan bermuara menuju 1. Zat POPs yang sengaja diproduksi,
lingkungan alam yang berada di sekitarnya. seperti pestisida
Sekalipun pada dasarnya, secara natural 2. Zat POPs yang diproduksi dan terlepas
lingkungan alam baik lingkungan laut dan secara tidak sengaja sebagai akibat
perairan, udara maupun daratan memiliki kegiatan manusia.
kemampuan untuk menetralisir pencemar 3. Zat POPs yang digunakan untuk
atau cemaran yang masuk ke dalamnya, pengendalian vektor penyakit seperti
akan tetapi jika cemaran tersebut berlebihan malaria yang menggunakan DDT.
dan melampaui batas kemampuan dari Dan terkait dengan pembagian tersebut,
lingkungan alam dalam menetralisir zat senyawa POPs digolongkan dan didaftar
tersebut dan melampaui batas ambang dalam Lampiran A – C dan Lampiran D – F
cemar, maka kondisi ini mengakibatkan yang memberikan kriteria penyaringan, profil
timbulnya pencemaran lingkungan alam resiko dan informasi mengenai pertimbangan-
yang ada. Terlebih kemudian, sifat menetap pertimbangan sosial ekonomi.12
dengan kadar urai rendah yang dimiliki oleh
POPs tersebut. C. Pengaturan POPs dan Kebijakan
Dalam data yang diketemukan oleh Pengelolaan Lingkungan Hidup
UNEP, salah satu hal lain yang menjadi dalam Pembangunan Berkelanjutan
landasan perlunya untuk membentuk suatu Dalam prinsip-prinsip pengelolaan
instrumen hukum internasional secara lebih lingkungan hidup sebagaimana tersebut
khusus tentang POPs adalah adanya temuan dalam Agenda 21 yang telah menjadi
bahwa ekosistem Artik sebagai salah satu dasar patokan negara-negara di dunia da­
aspek stabilisator iklim dan suhu bumi lam pembangunan berkelanjutan dengan
dan beberapa kelompok penting yang ada mempertimbangkan aspek perlindungan dan
terancam secara khusus dengan semakin pelestarian lingkungan ditegaskan beberapa
banyaknya timbunan POPs dalam alam.11 Hal pokok penting yaitu:
ini disebabkan oleh dampak biologis yang 1. Kemitraan nasional dan global men­
besar dari POPs dan adanya kemungkinan jadi kunci utama dalam mencapai
tercemarnya makanan tradisional dari pembangunan berkelanjutan di suatu
beberapa komunitas tersebut tidak dapat negara. Perencanaan pembangunan
dikesampingkan begitu saja dari perhatian pengelolaan lingkungan tidak dapat
publik luas. dipisahkan dari strategi pembangunan
Menurut Konvensi Stockholm tersebut lainnya.
zat POPs dikelompokkan menjadi tiga 2. Setiap negara disarankan untuk menggali
bagian yaitu: strategi pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan sesuai

11
Ibid.
12
UNEP, “POPs Convention”, http://chm.pops.int/Convention/tabid/54/language/en-US/Default.aspx, diakses
tanggal 10 Desember 2008.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 59

dengan kondisi negara masing-masing. dalam memutuskan kebijakan pembangunan


3. Pentingnya keterpaduan dalam pe­ selanjutnya. Tetapi nampaknya masih
ngambilan keputusan dalam pengelo- banyak pertimbangan yang menghambat
laan lingkungan. upaya ratifikasi ini untuk dilaksanakan.
4. Pentingnya pendekatan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan ling- D. Beberapa Isu Krusial dalam Kon-
kungan dengan fokus masyarakat. vensi Stockholm
5. Pentingnya penyadaran dan pendidikan Kebijakan global pengelolaan Ling­
masyarakat tentang pentingnya kungan Hidup ditetapkan pertama kali dalam
pelestarian lingkungan yang meliputi Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup
juga aspek kesehatan masyarakat. Manusia (United Nations Conference on the
Secara umum Agenda 21 tersebut Human Environment) yang diselengaarakan
diimplementasi oleh Indonesia dalam di Stockholm pada tangal 5 – 16 Juni 1972,
empat bagian yaitu: Pelayanan Masyarakat, dengan diikuti oleh 113 negara dan beberapa
Pengelolaan Limbah, Pengelolaan Sumber puluh peninjau. Konferensi ini telah
Daya Tanah, dan Pengelolaan Sumber menghasilkan Deklarasi Stockholm yang
Daya Alam. Diharapkan pula dengan memberi dorongan penuh kepada negara
adanya Ratifikasi Konvensi Stockholm di dunia dalam perkembangan hukum
menjadi salah satu piranti pendukung dalam lingkungannya.
penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih Konvensi Stockholm tentang Persistent
atau sistem CDM (Clean Development Organic Pollutants (POPs) merupakan
Management) yang menjadi titik poin utama puncak keprihatinan masyarakat dunia
dalam Protokol Kyoto sebagai tindak lanjut terhadap semakin menumpuknya zat pen­
penyikapan atas Gas Rumah Kaca yang telah cemar yang berbahaya dengan sifat urai
diatur dalam Konvensi Perubahan Iklim yang rendah.
1992 (UNFCCC). Konvensi Stockholm terdiri atas 30
Dalam kebijakan pembangunan pasal dengan enam lampiran yaitu Annex A,
yang telah ditetapkan oleh pemerintah, B, C, D, E dan F.yang meliputi batasan dan
diharapkan akan dapat menjadi suatu pijakan kriteria dari POPs serta beberapa informasi
langkah secara nyata bagi pemerintah dalam sebagai kerangka dasar dalam penerapan
menetapkan bermacam kebijakan terkait kebijakan bagi masyarakat.13
dengan perlindungan lingkungan sesuai Berikut adalah tinjauan singkat
dengan sistem pengelolaan pembangunan beberapa pasal yang cukup penting unruk
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. diperhatikan dalam Konvensi Stockholm
Dengan adanya ratifikasi terhadap konvensi tersebut.
Stockholm tentang POPs akan memberikan 1. Pasal 4 tentang POPs yag diproduksi
lebih banyak rujukan bagi pemerintah

13
Op. cit.
60 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66

secara sengaja. Pasal ini menjelaskan dengan cara sedemikian rupa sehingga
tentang langkah-langkah pengurangan kandungan aktif di dalamnya dapat
atau penghapusan POPs yang diaki­ hancur atau dirubah secara permanen
batkan produksi atau pengurangan ang agar tidak lagi bersifat bahaya POPs
disengaja. Pasal ini mewajibkan untuk atau dibuang dengan cara yang dapat
melarang dan/atau menetapkan langkah diterima lingkungan.16
administratif yang diperlukan guna 4. Pasal 7 yang menentukan agar negara
menghapus bahan-bahan kimia yang peserta dapat menyusun Rencana
tercatat dalam lampiran A Konvensi Pelaksanaan Nasional masing-
yang membagi 12 kelompok bahan masing dalam waktu dua tahun sejak
kimia berbahaya yang dikategorikan pemberlakuan prioritas kegiatan di masa
POPs.14 yang akan datang dalam perlindungan
2. Pasal 5 tentang POPs yang dipro­ kesehatan manusia dan lingkungan dari
duksi secara tak sengaja. Pasal ini bahaya POPs.17
menjelaskan mengenai tindakan 5. Pasal 8 menentukan adanya tindakan
yang diwajibkan pada setiap anggota aktif dari negara peserta untuk
konvensi untuk mengurangi jumlah memberikan laporan secara global
lepasan yang diperoleh dari sumber- tentang kadar ataupun keberadaan POPs
sumber antropogenik dari setiap zat dalam lingkugan alam untuk kemudian
yang tercatat dalam Lampiran C dari apakah hal tersebut dapat disetujui
Konvensi.15 secara internasional dan menyeluruh.
3. Pasal 6 tentang pengurangan atau Untuk kemudian secara lebih lanjut
penghapusan buangan dari timbunan dapat dibahas tentang manajemen
maupun limbah. Pasal tersebut dalam penanganan dan antisipasi resiko
mewajibkan setiap pesertanya untuk yang mungkin timbul.18
menjamin agar simpanan-simpanan 6. Pasal 9 dan 10 menerapkan sistem
yang terdiri dari bahan-bahan kimia Clearing-house Mechanism dalam
seperti dalam lampiran A dan B serta rangka transparansi informasi tentang
limbah, termasuk produk dan pasal POPs baik bagi warga bangsanya ataupun
mengenai calon limbah yang terdiri bagi dunia internasional secara umum,
dari, mengandung, atau tercemar oleh dengan adanya sebuah rekomendasi
senyawa-senyawa kimia yang dapat dalam pembentukan sebuah wadah
melindungi kesehatan manusia serta guna mendukung kelancaran pertukaran
lingkungan. Pasal ini juga mewajibkan data dan informasi serta kemungkinan
dibuangnya simpanan serta POPs langkah bersama antar negara peserta

14
Op. cit., Art. 4.
15
Op. cit., Art. 5.
16
Op. cit., Art. 6.
17
Op. cit., Art. 7.
18
Op. cit., Art. 8.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 61

yang dapat diambil. Keterbukaan POPs terlebih jika kemudian telah


akan informasi lingkungan hidup ini melanggar batasan internasional.22
akan sangat sesuai dengan kebijakan 11. Pasal 23 yang memberikan negara
lingkungan hidup Indonesia bahwa peserta ratifikasi untuk memiliki hak
setiap manusia berhak atas lingkungan suara dalam setiap pembicaraan terkait
hidup yang baik. Hak akan lingkungan dengan pelaksanaan Konvensi ini.
hidup yang baik ini akan meliputi juga Sekaligus adanya hak Vice versa.23
dengan hak atas keterbukaan informasi 12. Ketentuan dalam Annex A hingga F
tentang lingkungan hidup.19 yang cukup signifikan karena terkait
7. Pasal 11 mengatur tentang bentuk dengan batasan dan kriteria POPs,
penelitian guna pengembangan PCBs, pengaturan DDT, mekanisme
dan sekaligus mekanisme kontrol praktek lingkungan yang baik, serta
terhadap bahan POPs yang terdapat di beberapa informasi dan data yang dapat
lingkungan.20 menjadi rujukan dalam kerangka dasar
8. Pasal 12 dan 13 secara umum mengatur penerapan kebijakan tentang POPs.24
tentang bentuk bantuan teknis dan
mekanisme sumber dana yang dapat E. Implikasi Hukum Pengesahan Kon-
diusahakan oleh negara peserta dengan vensi Stockholm dalam Sistem Pe-
juga dukungan dari pihak yang terkait rundangan Indonesia
yang dapat dimintakan bantuannya. Dalam pengertiannya, ratifikasi dimak­
9. Pasal 15 dan 16 menentukan tentang sudkan sebagai perbuatan negara yang dalam
adanya kewajiban dari negara peserta taraf internasional menerapkan persetujuan
untuk memberikan laporan yang akan untuk terikat pada suatu perjanjian
berfungsi sebagai langkah eveluasi dan internasional yang sudah ditandatangani
kontrol secara bersama.21 perutusannya. Sebelum terjadi suatu
10. Pasal 18 mengatur tentang cara proses ratifikasi, maka suatu negara tidak
penyelesaian sengketa. Dalam pasal secara langsung dan legal terikat pada
ini diatur melalui media arbitrase dan suatu perjanjian internasional. Setelah
juga melalui Mahkamah Internasional. kemudian terjadi proses ratifikasi maka,
Disinilah terlihat pentingnya ratifikasi ketentuan mengikat dari suatu konvensi
Konvensi Stockholm guna mendapat menjadi semakin besar dan memberikan
landasan hukum yang lebih kuat dalam sebuah kepastian dan jaminan bagi negara
penyelesaian sengketa terkait dengan dalam kedudukan dan jaminan hak negara

19
Op. cit., Art. 9 and 10.
20
Op. cit., Art. 12 and 13.
21
Op. cit., Art. 15 and 16.
22
Op. cit., Art. 18.
23
Op. cit., Art. 23.
24
Op. cit., Annex A – F.
62 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66

dalam kaitannya dengan pelaksanaan kelompok G 77 telah menajdi anggota yang


suatu konvensi secara internasional. Untuk meratifikasi konvensi tersebut.
kemudian jika terjadi suatu sengketa secara Sehingga keputusan untuk meratifikasi
internasional, kedudukan suatu negara Konvensi Stockholm ke dalam hukum
peratifikasi menjadi lebih terjamin. Hal nasional merupakan sebuah langkah yang
ini akan berbeda ketika sebuah negara sangat strategis dan natural bagi Indonesia
tidak meratifikasi secara langsung suatu yang selama ini telah ikut aktif dalam
konvensi, maka bisa saja kemudian dalam segenap proses termasuk hingga ke dalam
hukum kebiasaan internasional, negara proses ratifikasi dari perjanjian internasional
tersebut berpegang pada konvensi yang telah yang terkait dengan permasalahan
diadaptasi secara global, namun kemudian lingkungan global untuk kemudian ikut
untuk penegakan secara nasional, posisi meratifikasi Konvensi Stockholm ini. Proses
negara tersebut menjadi lemah. ratifikasi Konvensi Stockholm sekaligus
Sebagaimana dengan peran serta dapat menunjukkan bentuk kepedulian
Indonesia sebagai salah satu negara penanda nyata dari Indonesia terhadap permasalahan
angan Konvensi Stockholm, sekalipun tidak lingkungan global tanpa kemudian harus
ada kewajibanmutlak bahwa Indonesia harus mengorbankan kepentingan nasional, justru
meratifikasi, namun proses ratifikasi menjadi akan mendukung sektor kebijakan nasional
sebuah kebutuhan yang cukup penting, sekaligus akan membawa konsekuensi
tidak hanya berdasar pertimbangan yuridis politik internasional yang menguntungkan
dan aspek lingkungan, namun juga terkait bagi Indonesia.
dengan aspek politik, sosial dan ekonomi Masih dalam kaitannya dengan hukum
negara dalam hubungan internasional. internasional, proses ratifikasi Konvensi
Stockholm selain memiliki dampak politis
1. Perspektif Internasional bagi negara Indonesia, juga akan membawa
Indonesia selaku negara berkembang peran nyata dalam posisi Indonesia dalam
yang termasuk dalam kelompok G 77, hubungan internasional yang terjalin
merupakan suatu hal yang sangat penting selama ini. Dengan pelaksanaan ratifikasi,
untuk menjaga hubungan politis dengan maka konsekuensi logisnya adalah bahwa
negara lain dalam kelompok sekaligus Indonesia berkewajiban menyelaraskan
dalam meningkatkan posisi tawar Indonesia hukum nasional guna menunjang aspek
di dunia internasional. Terkait dengan internasional yang ada. Proses ratifikasi
alasan politis ini, Indonesia juga memiliki ini juga akan semakin membuka celah
kepentingan dalam menjaga suatu kesolidan kemungkinan dalam proses kerjasama dalam
dari komunitas yang ada demi lancarnya segala bidang meliputi ekonomi, budaya,
aspek lain yang ada. Untuk kemudian keilmuan dan teknologi yang terkait dengan
setelah keluarnya Konvensi Stockholm pada permasalahan yang menjadi kajian utama
tanggal 23 Mei 2001, sebagian besar negara Konvensi Stockholm, hal ini tentu akan
berkembang yang menjadi bagian dari sangat berhasil guna bagi Indonesia.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 63

2. Perspektif Nasional pada manusia ataupun lingkungan hidup


Indonesia segera setelah adanya secara keseluruhan.
Konvensi Stockholm telah mengupayakan Sekalipun Indonesia segera setelah
beberapa usaha dalam menginventarisir adanya Konvensi Stockholm telah mela­
dan mengolah serta menganalisis data yang kukan beberapa pembenahan dalam per­
terkait dengan POPs. Dari beberapa data aturan perundangan yang terkait dengan
yang telah diperoleh dan diusahakan oleh permasalahan POPs, seperti misalnya dengan
Indonesia sebagai langkah pendahuluan pengaturan penggunaan pestisida. Namun
guna penyesuaian, sudah dapat dikatakan dengan adanya proses ratifikasi Konvensi
cukup sebagai langkah yang maju sebelum Stockholm ke dalam aturan hukum nasional
terjadinya proses ratifikasi Konvensi akan memberi dasar yuridis yang lebih kuat,
Stockholm ini.25 pasti dan manjamin serta acceptable baik bagi
Kajian yang termasuk dalam Konvensi kepentingan nasional maupun internasional
Stockholm mengenai POPs yang meliputi dalam pembentukan dan penerapan secara
delapan jenis pestisida, sepeti Aldrin, nyata pengaturan mengenai POPs dalam
Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, aturan hukum nasional Indonesia.
Heptachlor, Mirex dan Toxaphene; dua Proses ratifikasi melalui suatu bentuk
bahan kimia industri yaitu Polychlorinated Undang-undang akan membawa ketentuan
Biphenyls (PCBs) dan Hexachlorobenzene tentang POPs dalam posisi yang strategis
(HCB); dan dua produk sampingan yang dan utama dalam sistematika perundangan
tak disengaja yaitu Dibenzo-p-Dioxin dan Indonesia guna menjamin penerapan
Dibenzofurans (PCDDs/PCDFs) menjadi ketentuan POPs dalam proses perlindungan
salah satu sumber acuan yang mendasar lingkungan manusia dan lingkungan alam
terkait dengan perencanaan pembangunan guna mendukung proses pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan berwawasan lingkungan yang
telah dirintis oleh Indonesia dan banyak tengah diterapkan oleh pemerintah.
negar a lainnya.
Dalam perspektif nasional, adanya F. Kesimpulan
zat kimia POPs menjadi salah satu sumber Permasalahan POPs secara tidak
ancaman bagi lingkungan hidup termasuk langsung telah menjadi salah satu kajian
lingkungan manusia yang harus diwaspadai. utama yang mendesak baik dalam perspektif
Bahan yang termasuk dalam POPs secara hukum internasional maupun hukum
ilmiah telah diketahui sebagai bahan-bahan nasional. POPs sebagai zat berbahaya beserta
kimia berbahaya yang tidak dapat terurai segenap residunya yang memiliki kadar urai
dengan tingkat merusak yang cukup tinggi. rendah menjadi salah satu ancaman serius
Terlebih efek jangka panjang yang dikenakan yang dapat setiap saat membahayakan tidak

25
United Nations Environment Programme, “Guidance for Developing National Implementation Plans for the
Stockholm Convention”, http://chm.pops.int/Portals/0/Repository/COP2/UNEP-POPS-COP.2-INF-7.English.
PDF, diakses tanggal 10 Desember 2008.
64 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 1, Februari 2009, Halaman 53 - 66

hanya kepada lingkungan manusia namun mendorong kemajuan dalam bidang


juga terhadap lingkungan alam secara ilmu pengetahuan di Indonesia.
keseluruhan. Konvensi Stockholm dibentuk 5. Secara regional akan mendorong proses
sebagai usaha utama dalam menyikapi yang lebih bersih dalam pelaksanaan
dan mewaspadai POPs sekaligus untuk produksi melalui mekanisme pemba­
meningkatkan taraf kesehatan manusia ngun­an yang bersih (CDM).
dan lingkungan. Dasar tujuan inilah yang Adapun dampak negatif atau kerugian
kemudian menjadi aspek penting perlunya untuk mengesahkan Konvensi Stockholm
proses ratifikasi sebagai bagian dari langkah melalui aturan perundangan nasional
bersama secara menyeluruh dan global dalam hampir tidak ada kecuali peningkatan
penyikapan nyata terhadap permasalahan pembayaran iuran beberapa ribu dolar
timbunan POPs dalam bumi yang semakin ataupun biaya operasional yang dikeluarkan.
banyak. Namun bukankah jauh lebih bernilai suatu
Pengesahan Konvensi Stockholm mela­ harga kebersihan, kesehatan, kelestarian
lui sebuah Undang-undang akan membawa lingkungan hidup beserta manusia yang
dampak yang menguntungkan bagi Indonesia menjadi pendukungnya.
antara lain:
1. Secara politis akan menunjukkan soli­ DAFTAR PUSTAKA
daritas dan rasa kebersamaan dalam A. Buku
hubungan antara negara berkembang. Amsyari, Fuad, 1986, Prinsip Masalah
2. Secara aspek hukum internasional dapat Pencemaran Lingkungan, Ghalia
meningkat posisi sekaligus daya tawar Indonesia, Jakarta.
dan juga kredibilitas yang lebih dari Daryanto, 1995, Masalah Pencemaran, Tar-
pemerintah Indonesia, terutama dalam sito, Bandung.
penegakan dan pelestarian lingkungan Greer, Jed; Bruno Kelly, 1996, Greenwash:
hidup global. The Reality Behind Corporate Environ-
3. Secara hukum nasional akan mendorong mentalism, Third World Network, New
dikembangkannya perangkat hukum York.
yang lebih berpihak dalam proses Hadiwiardjo, Bambang W, 1997, ISO 14001;
pembangunan berkelanjutan yang ber­ Panduan Penerapan Sistem Manaje-
wa­wasan lingkungan. men Lingkungan, PT. Gramedia Pusta-
4. Secara regional dan global, dapat ka Utama, Jakarta.
meningkatkan kerjasama dalam aspek Hardjasoemantri, Koesnadi, 2006, Hukum
ekonomi, sosial, budaya,termasuk da­ Tata Lingkungan, Gadjah Mada Uni-
lam kajian keilmuan dan teknologi versity Press, Yogyakarta.
terkait dengan bahasan POPs yang akan ______________________, 2001, Perguru-
an Tinggi dan Pembangunan Berkelan-
jutan, Dirjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
Santoso, Urgensi Ratifikasi The 2001 Stockholm Convention 65

Rowland, Ian H, 1992, Global Environmen- UNEP, “POPs Convention”, http://chm.pops.


tal Change and Internasional Relation, int/Convention/tabid/54/language/en-
Macmillan Academic Add Proffesional US/Default.aspx, diakses tanggal 10
Ltd, London. Desember 2008.
World Commission on Environmental and UNEP, “Ridding the World of POPs: A Guide
Development, 1987, Our Common Fu- to the Stockholm Convention on Per-
ture. sistent Organic Pollutants”, http://chm.
pops.int/Portals/0/Repository/CHM-
B. Sumber Internet general/UNEP-POPS-CHM-GUID-
The Stockholm Convention Secretariat, RIDDING.English.PDF, diakses tang-
“Guidelines on BAT and Guidance gal 10 Desember 2008.
on BEP”, http://chm.pops.int/Por- UNEP/UNIDO, “Enhancing Synergies”,
tals/0/Repository/batbep_guideline08/ http://www.unep.fr/shared/hilites/
UNEP-POPS-BATBEP-GUIDE-08- unep-unido%20brief.pdf, diakses tang-
1.English.PDF, diakses tanggal 10 De- gal 08 Januari 2009.
sember 2008. United Nations Environment Programme,
The Stockholm Convention Secretariat, “Four New Chemicals for Phase-out
“POPs Convention”, available at http:// through Stockholm Convention”,
chm.pops.int/Convention/tabid/54/lan- http://www.unep.org/Documents.Multi-
guage/en-US/Default.aspx, diakses lingual/Default.asp?DocumentID=433
tanggal 10 Desember 2008. &ArticleID=4788&l=en, diakses tang-
The Stockholm Convention Secretariat, gal 08 Januari 2009.
“Stockholm Convention on Persistent United Nations Environment Programme,
Organic Pollutants”, http://chm.pops. “Guidance for Developing National
int/Portals/0/Repository/conf/UNEP- Implementation Plans for the Stock-
POPS-CONF-4-AppendixII.5206ab9e- holm Convention”, http://chm.pops.
ca67-42a7-afee-9d90720553c8. int/Portals/0/Repository/COP2/UNEP-
pdf#Annex%20C, diakses tanggal 28 POPS-COP.2-INF-7.English.PDF,
Desember 2008. diakses tanggal 10 Desember 2008.

Anda mungkin juga menyukai