Anda di halaman 1dari 16

2.

1 Pengertian Toksikologi

Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang racun. Dan
racun dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menyebabkan efek yang berbahaya bagi
makhluk hidup; racun merupakan zat yang bekerja di dalam tubuh secara kimiawi dan
fisiologis yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Sifat bahan kimia dari racun apabila masuk ke jaringan tubuh
manusia akan mampu merusak sel darah merah dan sistem saraf. Mengikuti postulat
Paracelsus, suatu zat dikatakan beracun atau tidak bergantung pada seberapa banyak bahan
atau zat tersebut. Sehingga di dalam toksikologi industri yang penting adalah menyatakan
seberapa banyaknya sebagai taksiran beracun tidaknya suatu zat tertentu. Toksikologi juga
mencakup studi mengenai efek-efek berbahaya yang disebabkan oleh fenomena fisik
(Hodgson, 2004: 3).

Sedangkan toksikologi lingkungan merupakan bagian dari ilmu toksikologi yang


membahas mengenai efek-efek toksikan (racun) lingkungan terhadap kesehatan (makhluk
hidup) dan lingkungan. Studi toksikologi lingkungan terkait dengan pertanyaan bagaimana
toksikan lingkungan, melalui interaksinya dengan manusia, hewan, dan tanaman,
memengaruhi kesehatan dan keselamatan organisme hidup tersebut (Yu, 2005: 1). Dapat
dikatakan, toksikologi lingkungan adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat,
penyebaran dan perilaku zat racun (polutan) di dalam lingkungan, serta efeknya terhadap
flora, fauna dan manusia (Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 1).

2.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dan komponen primer yang dipelajari dalam ilmu toksikologi
lingkungan adalah menyangkut masalah: (1) sumber racun—termasuk jenis, jumlah dan
sifatnya; (2) distribusi di dalam media udara, tanah dan air; (3) dan efek toksisitasnya
terhadap flora, fauna (liar), tanaman, hewan ternak, dan manusia (Sudarjat & Siska Rasiska,
2006: 8).

Toksikologi lingkungan merupakan suatu ilmu multidisipliner yang meliputi sejumlah ranah
studi yang bermacam-macam, seperti genetika, biologi, kimia (organik, analitis dan
biokimia), anatomi, ilmu tanaman, geologi, ilmu kesehatan publik, fisiologi, mikrobiologi,
ekologi, ilmu tanah, hidrologi, ilmu atmosfer, ilmu statistik, dan ilmu hukum (Yu, 2005: 6).
Toksikologi lingkungan dapat dibagi menjadi dua subkategori: toksikologi kesehatan
lingkungan dan ekotoksikologi. Toksikologi kesehatan lingkungan dapat didefinisikan
sebagai studi mengenai efek-efek merugikan dari bahan-bahan kimia lingkungan terhadap
kesehatan manusia. Sedangkan ekotoksikologi merupakan studi yang membahas efek-efek
kontaminan lingkungan terhadap ekosistem dan unsur-unsur pokok yang ada di dalam
ekosistem (i.e. ikan, burung, margasatwa, dll) (Leblanc, 2004 :464).

2.3 Klasifikasi Bahan-bahan Toksik

Sejumlah klasifikasi bahan-bahan toksik:

1. Berdasarkan organ targetnya: hati, ginjal, sistem hematopoetik, dlsb.


2. Berdasarkan penggunaannya: pestisida, solven/pelarut, zat aditif makanan, dll.
3. Berdasarkan sumbernya: toksin tumbuhan, zootoksin, polutan, kontaminan, dll.
4. Berdasarkan efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati, dll.
5. Berdasarkan keadaan fisiknya: gas, debu, cair logam-logam, radiasi, panas,
getaran, dll.
6. Berdasarkan keperluan labelnya: mudah meledak, mudah terbakar, menyebabkan
iritasi, radioaktif, mudah menyala, oksidiser, dll.
7. Berdasarkan kandungan kimianya: aromatic amine, halogenated hydrocarbon, dll.
8. Berdasarkan mekanisme biokimiawi: sulfhydril inhibitor, prosedur
methemoglobin.

Sejumlah Definisi yang Berhubungan dengan Klasifikasi Bahan Toksik

1. Polusi: pencemaran tanah, air, makanan, atau atmosfer yang disebabkan oleh
sejumlah campuran bahan-bahan yang berbahaya.
2. Polutan: sejenis bahan (zat) kimia yang terdapat di lingkungan dalam jumlah
tertentu yang sebagiannya merupakan hasil dari aktivitas manusia—berupa gas,
padatan, cairan—yang dapat mencemari lingkungan (polusi). Sifat polutan ini
dapat merusak secara sementara dan dapat merusak dalam jangka waktu yang
lama.
3. Kontaminan: zat yang hadir dalam lingkungan yang bukan tempatnya atau berada
dalam tingkat yang dapat membahayakan kesehatan (akibat adanya aktivitas
manusia); zat (asing) hadir dalam atau pada material dan mempengaruhi satu atau
lebih sifat-sifat bahan. Kontaminan dapat ditemukan di tanah, tanaman, air, udara,
hewan laut, hewan darat, dan burung.
4. Toksin: racun atau suatu zat tunggal yang dihasilkan dari suatu organisme yang
dapat bercampur dengan fisiologis normal. Sebagian besar toksin termasuk zat
eksogenus yang dihasilkan oleh suatu organisme untuk memberikan efek
merugikan terhadap organisme lain.
5. Venom: Zat sekresi yang mengandung suatu campuran zat bioaktif, yaitu enzim,
toksin, neurotransmitter, dll; senyawa organik kompleks yang mengandung
sejumlah besar senyawa kimia yang bersifat racun, seperti protein, enzim,
polipeptida. Venom digunakan untuk menangkap mangsa dan sebagai suatu zat
kimia pertahanan untuk melawan predator lain.
6. Xenobiotik: senyawa kimia yang tidak dihasilkan secara alami dan secara normal
dapat menjadi bagian komponen dari sistem biologi—termasuk di dalamnya
adalah pelbagai jenis kontaminan, seperti pestisida, pupuk, logam yang
bersenyawa, zat nuklir, kosmetik, obat-obatan (Rasiska, 2013: 25-29).
2.4 Proses Toksik Zat Racun di Dalam Lingkungan

Terdapat tiga fase dalam proses toksik senyawa racun di dalam lingkungan, yakni (1) fase
eksposur/pendedahan (exposure phase), (2) fase kinetik (kinetic phase), (3) fase dinamik
(dynamic phase). Fase pendedahan adalah fase dimana zat racun mulai keluar dari
sumbernya. Fase ini meliputi cara bagaimana lingkungan terkontaminasi oleh bahan
pencemar, termasuk kondisi sumber pencemar (racun). Fase kinetik didefinisikan sebagai
fase ketika zat racun mulai menyebar pada medium fisik, seperti tanah, air dan udara. Fase
dinamik adalah fase dimana zat racun sudah mulai berinteraksi dengan traget serta
menimbulkan efek terhadap target atau reseptor (flora, fauna, ataupun manusia).

2.5 Parameter Tiap Fase

Fase Eksposur

1. Apakah sumber racun tersebar atau tidak.


2. Kondisi sumber tercemar (static sources: industri dan pemukiman penduduk;
mobile sources: transportasi—e. mobil, motor, kereta api, bus, kapal laut, dll.).
3. Jenis emisi (zat yang dikeluarkan).
4. Jumlah emisi—termasuk frekuensi dan luas yang tertutup oleh emisi.
Fase Kinetik (Beberapa kondisi yang dialami polutan pada fase kinetik)

1. Pengikatan di dalam tanah.


2. Tingkat kelarutan di dalam air (pelarutan bahan pencemar).
3. Konversi senyawa secara fisiko-kimiawi.
4. Konversi oleh biologis.
7. Parameter iklim/cuaca (peruraian polutan oleh alam)

Fase Dinamik (Meliputi efek toksisitas [akut dan kronik] dari bahan pencemar)

1. Mengenai efek toksisitasnya.


2. Penyerapan polutan oleh organisme.
3. Perpindahan polutan dalam tubuh organisme.
4. Transformasi polutan dalam tubuh organisme.
5. Pengeluaran polutan dari tubuh organisme.

2.6 Karakteristik Zat Toksik

Terdapat perbedaan antara zat toksik yang dihasilkan secara alami dengan yang buatan
manusia: (1) Pada umumnya, jumlah zat toksik yang berasal dari alam lebih sedikit
ketimbang buatan manusia; dan (2) penyebaran dan efek yang ditimbulkan dari sumber zat
toksik yang berasal dari alam bersifat global, sedangkan toksik buatan manusia bersifat lokal
—i.e. hanya berada di areal industri ataupun pemukiman yang terjangkau efek merugikan
dari penggunaan zat toksik tersebut.

Karakteristik penting lainnya dari zat toksik: (1) biokonsentrasi, (2) bioakumulasi, (3)
biomagnifikasi, (4) biotransformasi. Biokonsentrasi adalah karakteristik polutan yang dapat
terkandung atau terkonsentrasi secara biologis, yang tingkat konsentrasinya di suatu bagian
ekosistem akan lebih besar ketimbang bagian ekosistem lainnya.

Bioakumulasi adalah proses akumulasi kimia oleh organisme yang secara dari lingkungan
abiotik (air, tanah, udara, dan dari sumber makanan). Zat kimia yang ada di lingkungan
terakumulasi di dalam tubuh organisme melalui difusi pasif. Biomagnifikasi adalah proses
perpindahan zat kimia melalui rantai makanan di dalam tingkatan tropik; proses penambahan
konsentrasi polutan secara suksesif di dalam tingkatan tropik tertinggi dalam rantai makanan.
Biotransformasi merupakan satu dari dua mekanisme umum dalam mengurangi kadar toksik
di lingkungan melalui organisme. Ada dua kelas dalam reaksi biotransformasi: (1) reaksi
katabolik atau reaksi memecah, dan (2) reaksi sintetik yang menghasilkan metabolik.

2.7 Jalur Masuk dan Tempat Pemaparan

Jalur utama bahan toksik dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui saluran
pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti), paru-paru (inhalasi), kulit (topical), dan
jalur parenteral lainnya (selain saluran usus/intestinal).

2.8 Jangka Waktu dan Frekuensi Pemaparan

Ada empat kategori mengenai pemaparan zat kimia terhadap binatang yang disediakan oleh
para pakar toksikologi: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Pemaparan akut diberi batasan
sebagai suatu pemaparan terhadap sejenih bahan kimia tertentu selama kurang dari 24 jam.
Untuk tiga kategori terakhir dapat dimasukkan ke dalam pemaparan berulang (repeated
exposures). Pemaparan kategori subakut adalah pemaparan berulang terhadap suatu zat kimia
tertentu dalam jangka waktu satu bulan atau kurang; subkronik untuk jangka waktu satu
sampai tiga bulan, dan kronik untuk lebih dari tiga bulan (Sudarjat & Siska Rasika, 2006: 16-
17).

2.9 Tingkatan Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana organisme hidup,
zat, energi dan/ atau sejenis komponen asing masuk atau dimasukkan ke dalam lingkungan
dan/atau terjadinya perubahan kondisi lingkungan oleh aktivitas manusia ataupun proses
alam, sehingga kualitas lingkungan turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak nyaman dan sesuai bagi makhluk hidup (Sudarjat &
Siska Rasiska, 2006: 12-13).

Menurut Wright & Olson (1974, seperti dikutip Sudarjat & Siska Rasiska, 2006: 13),
tingkatan pencemaran lingkungan dapat dibagi ke dalam enam tingkatan, yaitu (1) tingkat
tambahan lingkungan (enviromental addition), (2) tingkat kontaminan lingkungan
(enviromental contaminant), (3) tingkat bahaya lingkungan (enviromental hazard), (4) tingkat
polutan lingkungan (enviromental pollutant), (5) tingkat polusi berbahaya (dangerous
pollution), (6) tingkat bencana/ polusi katastrofik (catastrophic pollution).

2.10 Parameter Tingkatan Pencemaran Lingkungan


Enviromental Addition

1. Terjadinya kerusakan secara estetik


2. Air menjadi keruh
3. Adanya sampah organik
4. Kondisi lingkungan sangat mudah pulih kembali

Enviromental Contaminant

1. Kerusakan biologis sudah dapat dideteksi


2. Kematian beberapa biota air
3. Kondisi lingkungan masih mudah dipulihkan kembali

Enviromental Hazard

1. Terjadi kerusakan pada struktur ekosistem


2. Kondisi ini mengundang perhatian banyak ahli
3. Berpotensi untuk pulih kembali

Enviromental Pollutant

1. Polutan masuk ke dalam lingkungan yang menyangkut kepentingan masyarakat


2. Menyebabkan terjadinya kematian organisme
3. Indeks keragaman jenis organisme hidup menurun sehingga ekosistem menjadi
tidak stabil

Dangerous Pollution

1. Polutan masuk ke dalam lingkungan dan telah menimbulkan kerusakan biologis


yang berat
2. Memerlukan tindakan pemulihan secara efektif
3. Memerlukan dukungan pemerintah dan masyarakat secara serius

Catastrophic Pollution

1. Polutan yang masuk ke dalam lingkungan memiliki toksisitas tinggi, dengan


konsentrasi yang meningkat terus-menerus
2. Sulit dilakukan pemulihan lingkungan secara tepat
Mekanisme Masuknya Bahan Toksik Melalui Organ

 Hati

RACUN

HATI

SEMBUH SEMPURNA KERACUNAN SEL HATI KERUSAKAN MENETAP

KERACUNAN SEL
LANJUTAN

HEPATOCYTE
FIBROSIS
FORMATION
KEMATIAN JARINGAN

NODULE FORMATION

CIRRHOSIS (PENGERASAN JARINGAN, FUNGSI HILANG)


Racun yang masuk ke tubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) didalam hati
oleh fungsi hati (hepar). Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya
tidak lagi beracun terhadap tubuh. Jika jumlah racun yang masuk kedalam tubuh relatif
kecil/sedikit dan fungsi detoksikasi hati (hepar) baik, dalam tubuh kita tidak akan terjadi
gejala keracunan. Namun apabila racun yang masuk jumlahnya besar, fungsi detoksikasi hati
(hepar) akan mengalami kerusakan.

 Mata

RACUN MATA

Mekanisme masuknya toksin atau bahan beracun melalui mata sangat mudah yaitu langsung
masuk ke mata tanpa melalui saluran atau perantara apapun. Sehingga apabila yang masuk ke
mata adalah bahan toksik yang sangat berbahaya itu sangat fatal karena dapat menyebabkan
kerusakan atau kebutaan, karena di dalam mata ada banyak sekali saraf-saraf yang saling
terkait.

Penyakit yang disebut dengan neuropati optik toksik yaitu gangguan penglihatan yang
disebabkan keracunan akibat zat tertentu. Jika kondisi ini tak ditangani dengan cepat dan
tepat, maka akan menimbulkan kebutaan.

 Gejala neuropati optik toksik

Terdapat sekumpulan gejala yang dapat menjadi ciri dari neuropati optik toksik. Gejala yang
timbul umumnya terjadi pada kedua mata secara bersamaan. Hal tersebut antara lain:

1. Penurunan ketajaman warna, bahkan dapat menyebabkan terjadinya buta warna


terutama warna merah.
2. Timbulnya bayangan hitam di bagian tengah dari penglihatan.
3. Penurunan kecepatan penyesuaian cahaya dari ruangan terang ke gelap.
4. Kebutaan pada kasus keracunan yang berat.

 Zat-zat yang bisa meracuni mata


Beberapa zat ini mungkin sangat dekat dengan Anda, maka itu sebaiknya waspada dan
hindari zat tersebut. Zat kimia yang dapat meracuni mata dan menimbulkan neuropati optik
toksik adalah:

1. Alkohol, terutama minuman keras oplosan yang seringkali mengandung metanol.


2. Pengunaan obat-obatan dosis tinggi dalam jangka waktu lama yang tidak terkontrol,
seperti : etambutol, amiodaron, dan sidelnafil.
3. Rokok, mengandung berbagai zat yang dapat meracuni saraf mata.
4. Logam berat seperti timbal dan merkuri.

 Beberapa hal yang dapat membuat seseorang menjadi lebih rentan

Penyakit ini akan lebih mudah terjadi jika seseorang mengalami kondisi lain seperti:

1. Defisiensi vitamin B1, B2, B3, B6, B12, dan asam folat. Defisiensi ini seringkali
ditemukan pada pengguna alkohol dan rokok.
2. Bekerja pada lingkungan yang berisiko tinggi terkena paparan logam berat.
3. Memiliki penyakit lainnya, terutama gangguan ginjal dan gangguan hati.

 Pemeriksaan yang akan dilakukan

Untuk mengetahui dengan pasti, apakah Anda mengalami neuropati optik toksik atau tidak,
berikut adalah pemeriksaan yang harus dilakukan:

1. Optical coherence tomography (OCT) – merupakan alat khusus yang akan memfoto
lapisan retina Anda. Kondisi dapat dideteksi lebih awal dengan alat ini, bahkan
sebelum perubahan di dalam mata terlihat.
2. Tes buta warna – pemeriksaan menggunakan buku khusus (ishihara) untuk
mendeteksi buta warna. Ishihara terdiri dari huruf, angka, atau garis dengan berbagai
macam warna sesuai dengan masing-masing warna yang sedang diuji.
3. MRI – pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit lain, terutama tumor otak, seperti meningioma, yang juga dapat
menyebabkan penurunan penglihatan sebagian (skotoma).
4. Pemeriksaan darah dan urin untuk mendeteksi zat yang diperkirakan menjadi
penyebab.
 Hal yang harus dilakukan ketika mata terkena bahan toksik:
1. Bilas mata dengan air bersih
2. Kelopak mata dibersihkan
3. Cuci mata dengan Natrium hidrogen karbonat 2%, jika mata terkena asam
4. Pada saat kontak dengan alkali, gunakan asam asetat 1% atau asam borat 2%
5. Mata dicuci terus selama 5-10 menit
6. Gunakan anestetika lokal untuk mengeluarkan benda padat.
7. Jika memungkinkan, mata harus diperiksa secara seksama dengan pengecatan
fluorescein untuk mencari tanda kerusakan kornea. Jika ada kerusakan konjungtiva
atau kornea, anak harus diperiksa segera oleh dokter mata.

 Ginjal
 Paru-paru

Pemejanan xenobiotika yang berada di udara dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika
tersebut. Tokson yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan
partikel padat dengan ukuran yang berbeda-beda. Disamping itu perlu diingat, bahwa saluran
pernafasan merupakan sistem yang komplek, yang secara alami dapat menseleksi partikel
berdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu ambilan dan efek toksik dari tokson yang dihirup
tidak saja tergantung pada sifat toksisitasnya tetapi juga pada sifat fisiknya.
Saluran pernafasan terdiri atas nasofaring, saluran trakea dan bronkus, serta acini paru-paru,
yang terdiri atas bronkiol pernafasan, saluran alveolar, dan alveoli (lihat gambar 2.4).
Nasofaring berfungsi membuang partikel besar dari udara yang dihirup, menambahkan uap
air, dan mengatur suhu. Umumnya partikel besar ( > 10 μm) tidak memasuki saluran napas,
kalau masuk akan diendapkan di hidung dan dienyahkan dengan diusap, dihembuskan dan
berbangkis. Saluran trakea dan bronkus berfungsi sebagai saluran udara yang menuju alveoli.
Trakea dan bronki dibatasi oleh epiel bersilia dan dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang
disekresi dari sel tertentu dalam lapisan epitel. Dengan silia dan lendirnya, lapisan ini dapat
mendorong naik partikel yang mengendap pada permukaan menuju mulut. Partikel yang
mengandung lendir tersebut kemudian dibuang dari saluran pernafasan dengan diludahkan
atau ditelan. Namun, butiran cairan dan partikel padat yang kecil juga dapat diserap lewat
difusi dan fagositosis. Fagosit yang berisi partikel-partikel akan diserap ke dalam sistem
limfatik. Beberapa partikel bebas dapat juga masuk ke saluran limfatik. Partikel-partikel yang
dapat terlarut mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.

Alveoli merupakan tempat utama terjadinya absorpsi xenobiotika yang berbentuk gas, seperti
carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan
karbontetraklorida. Kemudahan absorpsi ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli,
cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung
pada daya larut gas dalam darah. Semakin mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi.

Bagan Mekanisme Masuknya Bahan Toksik Melalui Sistem Pernapasan

Jalur Pernapasan (Inhalasi)

Kebanyakan penyakit akibat kerja disebabkan oleh menghirup bahan- bahan kimia yang
digunakan di dalam industri maupun yang terdapat di udara lingkungan kerja dan hampir
semua bahan toksik dapat diisap.

Bahan toksik yang masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru akan diserap oleh
alveolus paru-paru.

Jumlah seluruh senyawa beracun yang diabsorbsi (diserap) melalui saluran pernapasan,
tergantung dari kadarnya di udara, lamanya waktu pemajanan, dan volume aliran udara dalam
paru-paru yang dapat naik setiap beban kerja menjadi lebih besar.
Apabila bahan beracun juga dalam bentuk aerosol, maka pengendapan dan penyerapan dapat
terjadi dalam saluran pernapasan.

Mekanisme Toksikologi Inhalasi

Sistem pernapasan terdiri dari 2 bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas (hidung,
tenggorokan, trachea, dan sebagian besar pipa bronchial yang membawa ke cuping dan paru-
paru) dan alveoli dimana dapat terjadi pemindahan gas-gas dengan menembus dinding sel
yang tipis.

Saluran pernafasan merupakan sistem yang komplek, yang secara alami dapat menseleksi
partikel berdasarkan ukurannya.

Hidung merupakan filter utama yang berperan dalam mencegah dari sebarang partikel besar
memasuki tubuh

Nasofaring berfungsi membuang partikel besar dari udara yang dihirup, menambahkan uap
air, dan mengatur suhu.

Saluran trakea dan bronkus berfungsi sebagai saluran udara yang menuju alveoli. Trakea dan
bronki dibatasi oleh epitel bersilia dan dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang dapat mendorong
naik partikel yang mengendap pada permukaan menuju mulut. Partikel yang mengandung
lendir tersebut kemudian dibuang dari saluran pernafasan dengan diludahkan atau ditelan

Alveoli merupakan tempat utama terjadinya absorpsi toksik yang berbentuk gas seperti
carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan
karbontetraklorida

Hanya partikel yang diameternya kurang dari 5 mikron yang dapat masuk ke dalam kantong
udara dalam alveoli.

Partikel dengan ukuran 5 mikrometer atau lebih besar biasanya ditimbun pada daerah
nasofaringeal. Partikel di daerah ini dapat dihilangkan saat pembersihan hidung atau saat
bersin. Partikel yang larut akan dilarutkan dalam mukus dan dibawa ke faring atau diserap
epitel masuk ke darah.
Partikel dengan ukuran 2 hingga 5 mikrometer ditimbun pada daerah trakeobronkeolus paru,
tempat ia akan dibersihkan oleh pergerakan silia saluran pernafasan (Mukono, 2002).

Absorpsi pada jalur ini dapat terjadi melalui membran ”nasalcavity” atau absorpsi melalui
alveoli paru-paru. Kedua membran ini relativ mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap
xenobiotika. Sebagai contoh, senyawa amonium quarterner, dimana sangat susah diserap jika
diberikan melalui jalur oral, namun pada pemberian melalui ”nasalcavity” menunjukkan
tingkat konsentrasi di darah yang hampir sama dibandingkan dengan pemakaian secara
travena.

b. Jalur pemaparan melalui Inhalasi

Paru merupakan pemaparan yang umum, tetapi jaringan paru bukan merupakan barier
yang protektif terhadap zat kimia seperti layaknya kulit, akibatnya jaringan paru yang sangat
tipis memungkinkan adanya aliran beberapa zat kimia ke dalam darah. Selain dapat merusak
sistemik jaringan tubuh, juga dapat merusak organ paru itu sendiri.[4] Tempat absorbs
disaluran napas adalah alveolus paru-paru. Laju absorbsi bergantung pada daya larut gas di
dalam darah, semakin mudah larut maka semakin cepat terabsrobsi. Karena udara di alveolar
hanya membawa zat kimia dalam jumlah terbatas, maka diperlukan lebih banyak pernapasan
dan waktu papar yang lebih lama.[1]

Zat kimia dapat menjadi bawaan udara melalui 2 cara ; baik sebagai partikel sangat
halus ataupun sebagai gas dan uap. Polutan tersebut diantaranya SO2, NOX,CO,O3, Pb, dan
lain-lain. Zat kimia tersebut dapat menurunkan fungsi paru dan peningkatan jumlah kematian
yang terjadi. Beberapa zat kimia akan masuk ke sel darah merah yang akan menyebar
keseluruh organ melalui system kardiovaskular. Pada industri, inhalasi zat kimia dalam
bentuk gas dan uap, partikel yang absorbsinya melalui paru-paru merupakan pemaparan yang
paling penting, resiko kesehatan keterpaparan ini pun cenderung tinggi. [4]

 Kulit

Eksposisi (pemejanan) yang palung mudah dan paling lazim terhadap manusia atau hewan
dengan segala xenobiotika, seperti misalnya kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal,
cemaran lingkungan, atau cemaran industri di tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau
tidak sengaja pada kulit.
Kulit terdiri atas epidermis (bagian paling luar) dan dermis, yang terletak di atas jaringan
subkutan. Tebal lapisan epidermis adalah relatif tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1-0,2 mm,
sedangkan dermis sekitar 2 mm. Dua lapisan ini dipisahkan oleh suatu membran basal (lihat

gambar 2.3).

Lapisan epidermis terdiri atas lapisan sel basal (stratum germinativum), yang memberikan sel
baru bagi lapisan yang lebih luar. Sel baru ini menjadi sel duri (stratum spinosum) dan,
natinya menjadi sel granuler (stratum granulosum). Selain itu sel ini juga menghasilkan
keratohidrin yang nantinya menjadi keratin dalam stratum corneum terluar, yakni lapisan
tanduk. Epidermis juga mengandung melanosit yang mengasilkan pigmen dan juga sel
langerhans yang bertindak sebagai makrofag dan limfosit. Dua sel ini belakangan diketahui
yang terlibat dalam berbagai respon imun.

Dermis terutama terdiri atas kolagen dan elastin yang merupakan struktur penting untuk
mengokong kulit. Dalam lapisan ini ada beberapa jenis sel, yang paling banyak adalah
fibroblast, yang terlibat dalam biosintesis protein berserat, dan zat-zat dasar, misalnya asam
hialuronat, kondroitin sulfat, dan mukopolisakarida. Disamping sel-sel tersebut, terdapat juga
sel lainnya antara lain sel lemak, makrofag, histosit, dan mastosit. Di bawah dermis terdapat
jaringan subkutan. Selain itu, ada beberapa struktur lain misalnya folikel rambut, kelenjar
keringan, kelenjar sebasea, kapiler pembuluh darah dan unsur syaraf. Pejanan kulit terhadap
tokson sering mengakibatkan berbagai lesi (luka), namun tidak jarang tokson dapat juga
terabsorpsi dari permukaan kulit menuju sistem sistemik.
a. Jalur pemaparan melalui dermal

Kulit merupakan suatu sawar bagi tubuh karena

relative impermeable sehingga dapat memisahkan

sutu organisme dari lingkungannya.[1] Namun biasanya absorbsi zat kimia melalui kulit
yang rusak atau terluka, jarang sekali zat kimia dapat menembus kulit yang utuh.[4] Suatu zat
dapat diserap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel kelenjar keringat namun
kemungkinannya sangat kecil.Apabila jumlah bahan kimia yang terserap oleh tubuh dalam
jumlah yang cukup banyak maka akan mengakibatkan efek sistemik.[1] Zat kimia yang larut
dalam lemak akan lebih mudah masuk ke tubuh daripada zat kimia yang larut dalam air.
Melalui kulit zat kimia mengalami dua fase, fase absorbs pertama yaitu difusi toksisitan lewat
epidermis yang merupakan sawar penting. Fase absorbs kedua yaitu difusi toksitan lewat
dermis yang mengandung medium difusi yang berpori, nonselektif, dan cair.[1] Berikut
beberapa efek yang diterjadi pada kulit ;

 Sistem syaraf

Neurotoksisitas adalah suatu agen kimia, biologi, atau fisik yang dapat menimbulkan efek
merugikan bagi sistem saraf. Toksisikan dapat langsung bekerja di sistem saraf, namun
sistem saraf juga sagat rentan terhadap sutu perubahan terutama yang terjadi di sistem
sirkulasi darah.

Ada beberapa toksikan yang spesifik bagi neuron(neurotoksikan) atau ada beberapa bagian
neuron yang dapat mengakibatkan cedera atau kematian neuron(neursis) dan hilangnya
neuron tidak dapat digantikan lagi. Efek neurotoksiskan dapat digolongkan berdasarkan
tempat kerjanya, yakni badan sel dan bagian lain neuron, terutama akson, sel glia, dan sistem
pembuluh darah. Tetapi sutu toksikan dapat mempengaruhi lebih dari satu tempat.

Fungsi dari saraf utama adalah men-transmisikan impuls lewat sel-sel saraf. Sel saraf yang
tersambung dengan yang lain atau tersambung dengan sel organ seperti otot melalui suatu
sinap/junction. Dengan demikian ada dua mekanisme racun saraf, yakni (1) gangguan pada
transmitter, dan (2) gangguan pada aktivitas keluar masuknya ion Na dan K sepanjang akson
saraf, sehingga impuls elektrik terganggu.

Puncaknya, Neuron-neuron yang rusak akan mengakibatkan putusnya komuikas sistem saraf
dan seluruh bagian tubuh. Banyaknya fungsi yang hilang akibat kerusakan sistem saraf
bergantung pada jumlah neuron yang rusak dan tingkat kerusakannya. Kerusakan yang
permanen dapat mengakibatka hilangnya sensasi atau kelumpuhan, juga dapat menimbulkan
efek disorientasi.[4]

Otak

JANTUNG

DARAH

Pencernaan usus besar

Pencernaan usus halus

Alat reproduksi

Tulang

Lambung

Bahan-bahan toksikan dapat masuk melalui saluran cerna bersama air minum dan makanan
atau secara langsung melalui obat. Absorbs dapat terjadi diseluruh saluran cerna. Namun
umunya mulut dan rectum tidak begitu penting dalam penyerapan zat-zat kimia.

Lambung merupakan tempat penyerpan yang penting, terutama asam-asam lemah


yang berada dalam bentuk non ion yang larut dalam lipid dan mudah berdifusi. Sebaliknya,
basa-basa lemah akan sangat mengion dalam getah lambungyang bersifat asam dan
karenanya sukar untuk diserap.

Dalam makanan atau air yang kita konsumsi selain mengandung bahan-bahan yang
berguna bagi tubuh, juga mengandung zat-zat kimia yang berbahaya.

Meskipun jumlah zat kimia tersebut kecilsedikit, namun sifatnya dapat terakumulasi di dalam
tubuh, dan pada jangka panjang akan menimbulkan efek yang lebih parah atau lebih
berbahaya dikemudian hari. Juga bila zat-zat kimia terserap kedalam darah akan, maka
dampaknya akan menyebar keseluruh organ tubuh, dan merusak orga-organ penting tubuh.

Anda mungkin juga menyukai