S61134-Widyastomo Bagus Prakoso
S61134-Widyastomo Bagus Prakoso
Abstrak: Penelitian ini membahas pergeseran makna dan wacana teks yang terjadi sebagai
dampak pergeseran struktur kalimat pasif dalam proses penerjemahan sebuah teks berbahasa
Indonesia ke dalam bahasa Jerman. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif dan
penyajian secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa perubahan struktur kalimat dari
bentuk pasif ke aktif dari dan sebaliknya dari teks sumber ke dalam teks sasaran dalam proses
penerjemahan dapat mengakibatkan pergeseran makna dan wacana. Teks tersebut dianalisis
dengan pendekatan semantik dan sintaksis, serta menggunakan teori analisis wacana kritis untuk
mengupas wacana yang terkandung di teks sumber dan teks sasaran.
Kata Kunci :
Penerjemahan, Pergeseran Struktur Kalimat, Teks Sumber, Teks Sasaran, Analisis Wacana Kritis
Abstract : The focus of this research is to analyze the effect of transposition to the meaning of
the translation in target text when compared to the source text. The purpose of this study is to
find out, how far a transposition of passive form to active form and vice versa during the
translation process of the source text to target text could affect the discourse and meaning of a
text. The text is analyzed using semantic and syntax approach, as well as critical discourse
analysis to reveal the discourse that is contained in both source text and target text.
Keywords :
Translation, Transposition, Source Text, Target Text, Critical Discourse Analysis
PENDAHULUAN
Menurut Hidayat dalam kata pengantar buku Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks
Media oleh Eriyanto (2000), di Indonesia, khususnya, setelah era Orde Baru, pembebasan pers
menyebabkan perubahan watak dari para penggiat media seperti jurnalis dan kantor berita, yang
semula santun menjadi berani dan mudah marah, serta terampil dalam memproduksi teks-teks
kritis terhadap pemerintah maupun sosok kekuasaan lain. Bahasa dan kata-kata dijadikan sebuah
alat yang dapat mengangkat nama dan posisi seseorang, ataupun menjatuhkannya secara
seketika. Contoh dari fenomena ini dapat terlihat pada saat proses pemilihan presiden.
Pemilihan seorang kepala negara selalu menjadi sebuah titik bersejarah bagi semua
bangsa di dunia. Contohnya, ketika Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat
pada tahun 2009, hari itu menjadi hari yang bersejarah bagi negara adidaya tersebut; seseorang
yang berasal dari kaum minoritas di negara yang mayoritas keturunan kaukasia tersebut bisa
terpilih menjadi seorang presiden. Kejadian ini tidak hanya menjadi sejarah bagi Amerika
Serikat, tetapi juga dunia, berkat liputan yang tiada henti oleh awak-awak media dari seluruh
negara di dunia. Di Indonesia terjadi pula hal serupa, terutama ketika proses pemilihan presiden
tahun 2014.
Ketika proses pemilihan presiden tahun 2014, saat Calon Presiden Joko Widodo dari
partai PDI-P berhadapan dengan Calon Presiden Prabowo Subianto dari partai Gerindra, seluruh
awak media di Indonesia dan dunia bekerja tiada henti untuk meliput, mewawancara, atau
sekedar mengulas sejarah dan prestasi kedua tokoh besar tersebut. Hampir setiap hari selama
proses pemilu 2014, baik di koran, televisi, radio, bahkan di Internet, penuh dengan berita dari
dan mengenai kedua tokoh tersebut.
Hal menarik yang saya amati dalam proses tersebut adalah peran media dalam
mengarahkan dan membentuk opini publik tentang kedua tokoh tersebut. Praktik Ideologi terlihat
jelas dalam pemberitaan pada masa pemilihan presiden 2014 di Indonesia. Eriyanto mengatakan
bahwa media dan bahasa dijadikan oleh kelompok dominan sebagai alat untuk
merepresentasikan realitas (Eriyanto, 2000). Media massa sudah bukan lagi merupakan sekedar
perangkat komunikasi, melainkan juga kendaraan politik yang menarik perhatian dari sisi sosial
Artikel yang berjudul Hantu Bernama Masa Lalu dipublikasikan di website www.dw.de
pada tanggal 9 Juni 2014 oleh Andy Budiman, sementara terjemahannya Prabowo : Ein Geist
Namens Vergangenheit dipublikasikan pada tanggal 9 Juli 2014 di website yang sama. Andy
Budiman sendiri adalah seorang jurnalis dan redaktur Indonesia untuk Deutsche Welle di Bonn,
Jerman.
Dalam kedua artikel tersebut tidak ditemukan adanya keterangan bahwa salah satu teks
adalah terjemahan dari yang lain, tetapi saya menemukan sebuah informasi yang menurut saya
penting dalam teks berbahasa Jerman, yaitu keterangan berupa :
Penambahan keterangan berupa judul teks berbahasa Indonesia pada teks bahasa Jerman,
bagi saya, merupakan titik penentu keputusan saya untuk menyatakan bahwa artikel yang
berbahasa Jerman merupakan artikel terjemahan. Alasan lain yang dapat mendukung keputusan
saya tersebut adalah tanggal perilisan artikel yang terpaut satu bulan, yaitu artikel berbahasa
Indonesia pada tanggal 9 Juni 2014 dan artikel berbahasa Jerman pada tanggal 9 Juli 2014.
1
Penulisan dua huruf n pada nama Budiman memang terdapat di teks sumber data dan merupakan kesalahan
penulis teks.
Setelah membaca kedua artikel tersebut, saya menemukan beberapa kejanggalan, yaitu
pada pengubahan struktur kalimat aktif di teks sumber menjadi pasif di teks sasaran dan juga
sebaliknya. Namun, dari tataran tata bahasa itulah saya melihat ada unsur makna yang berbeda
yang disampaikan oleh sasaran dengan apa yang terdapat dalam teks sumber. Inilah mengapa,
menurut saya, penelitian-penelitian semacam ini diperlukan, karena masyarakat sekarang ini
hidup di sebuah masa yang sangat dipengaruhi oleh media.
Penelitian ini melihat dampak perubahan struktur kalimat pasif menjadi aktif ketika
penerjemah menerjemahkan teks sumber ke dalam teks sasaran terhadap pesan yang terkandung
di dalam teks. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya melihat sebatas struktur kalimat saja,
melainkan juga fungsi dan makna kedua struktur kalimat tersebut.
Secara umum, perbedaan antara struktur kalimat aktif dalam bahasa Jerman dan bahasa
Indonesia tidak terlalu besar. Subjek kalimat merupakan konstituen penting yang harus ada
dalam kalimat. Perhatikan contoh berikut :
(a) Heute fährt mein Cousin nach Köln. (Hari ini sepupu saya pergi ke Koln)
(Dreyer/Schmitt, 2009: 141)
(b) Risma mengambil buku tulis milik Fadlan. (Pengajaran Struktur Kalimat Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing, n.d. : 15)
Pada kalimat (a) dan (b), subjek mein Cousin dan Risma merupakan fokus perhatian dari kedua
kalimat tersebut. Dengan menggunakan struktur kalimat aktif, baik dalam bahasa Indonesia
maupun bahasa Jerman, pembicara ingin menyampaikan informasi berupa subjek atau pelaku
yang melakukan sebuah kegiatan.
Dreyer dan Schmitt (2009: 122) dan Helbig dan Buscha (2001: 146) sama-sama
menyatakan bahwa kalimat pasif dalam bahasa Jerman digunakan ketika pelaku tindakan tidak
perlu atau tidak penting diketahui oleh Resipien. Kalimat pasif dalam bahasa Jerman
mengutamakan objek sebagai fokus dari keseluruhan makna kalimat. Hal serupa dinyatakan pula
dalam Modul Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (n.d. : 15), yaitu subjek kalimat
pasif merupakan objek atau sasaran dari predikat, sementara subjek pelaku tidak dinyatakan atau
tidak diketahui. Persamaan tersebut terlihat pada contoh berikut :
(a) Das Brot wird von der Mutter geschnitten. (Roti itu dipotong oleh ibu.)
(b) Puding buatan Ella dimakan oleh Aldi.
Dari kedua contoh diatas terlihat, bahwa pelaku, Mutter, pada kalimat (a) dan Aldi pada kalimat
(b) merupakan keterangan dalam kalimat masing-masing. Jika kedua konstituen tersebut
dihilangkan dari kalimat, kalimat tersebut akan tetap berterima, seperti berikut :
Perbedaan kalimat pasif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terletak pada struktur kedua
kalimat. Kalimat pasif dalam bahasa Jerman terdiri dari Vorgangspassiv dan Zustandpassiv,
termasuk di dalamnya Passiversatz (Helbig/Buscha, 2001: 145-168) sementara dalam bahasa
Indonesia, kalimat pasif dibagi menjadi kalimat pasif berprefiks di- dan ter- (Pengajaran Struktur
Kalimat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, n.d.: 16).
2
Der dalam kata der Postbote bukanlah sebuah konstituen, melainkan artikel dari kata Postbote, sehingga tidak
dihitung sebagai posisi pertama sementara Postbote posisi kedua. Der Postbote adalah satu kesatuan.
(a) Das Buch wird (dem Schüler) (vom Lehrer) geschenkt. (Buku itu dihadiahkan oleh guru
kepada siswanya.)
Pada contoh (a) kalimat pasif bahasa Jerman dapat diterjemahkan menjadi kalimat pasif juga
dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kalimat pasif bahasa Jerman memenuhi
jumlah informasi yang dibutuhkan oleh kalimat pasif bahasa Indonesia, yaitu adanya objek
transitif sebagai subjek dari kalimat tersebut. Sementara pada kalimat berikut :
kalimat tersebut merupakan kalimat intransitif, kata tanzen merupakan kata kerja yang tidak
memerlukan objek (intransitif). Kalimat (b) harus diterjemahkan ke dalam bentuk aktif dalam
bahasa Indonesia karena kata kerja intransitif tidak bisa dijadikan kalimat pasif dalam bahasa
Indonesia (Pengajaran Struktur Kalimat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, n.d.: 16).
Perlunya objek dalam kalimat pasif bahasa Indonesia tentu berbeda dengan kalimat pasif bahasa
Jerman yang dapat dibentuk dengan kata kerja intransitif (Helbig/Buscha, 2001: 146)
Selanjutnya, untuk kata kerja pasif berprefiks ter- tidak sepenuhnya sama secara makna
dengan kalimat Zustandpassiv dalam bahasa Jerman karena kalimat Zustandpassiv merupakan
salah satu elemen dari kalimat pasif berprefiks ter- (Eisengarten, 1980: 17). Contoh kalimat
berikut :
Kalimat (c) dapat diterjemahkan menjadi Die Urlaubanzeige ist auf der Tafel geschrieben.
Terjemahan tersebut merupakan kalimat Zustandpassiv bahasa Jerman. Sementara prefiks ter-
yang memiliki elemen makna ketidaksengajaan atau mungkin di- tidak sertamerta dapat
diterjemahkan begitu saja menjadi kalimat Zustandpassiv seperti contoh (c). Perhatikan contoh
kalimat berikut :
Dengan berdasarkan pada teori mengenai struktur kalimat dan makna kalimat pasif dan
aktif dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia diatas, saya menganalisis wacana teks sasaran
dan teks sumber dengan menggunakan teori analisis wacana kritis yang dirumuskan oleh Roger
Fowler dkk. dan dijelaskan secara rinci dalam Eriyanto (2000). Teori yang dirumuskan oleh
Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew dalam Eriyanto (2000: 133)
melihat bahasa sebagai sebuah media untuk menyampaikan dan menyebarkan sebuah ideologi.
Perhatian utama diberikan kepada peran tata bahasa tertentu dan pilihan kosakata tertentu dalam
menyampaikan implikasi dan ideologi tertentu.
Tata bahasa tidak selalu hanya berkaitan dengan persoalan teknis kebahasaan, seperti
hubungan antara subjek dan objek, dsb., karena bentuk atau susunan sebuah kalimat dapat
menentukan makna yang dihasilkan oleh kalimat tersebut. Dalam bukunya, Eriyanto membagi
dua bentuk kalimat yang sering digunakan dalam teks berita : kalimat aktif dan kalimat pasif
(2000: 156), berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh Fowler. Yang menjadi perhatian
dalam kalimat aktif adalah pelaku dari kegiatan atau peristiwa yang disampaikan, sedangkan
dalam kalimat pasif yang menjadi titik berat adalah sasaran atau objek dari peristiwa tersebut.
Berikut contoh yang disampaikan Eriyanto dalam bukunya:
Contoh di atas adalah bentuk struktur kalimat aktif dalam bahasa Indonesia. Sekarang
bandingkan dengan kalimat berikut ini :
Dari contoh di atas terlihat bagaimana kalimat pasif menghilangkan sosok pelaku dari
dalam kalimat. Hal tersebut sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia, yaitu pelaku dalam
kalimat pasif memiliki fungsi sebagai keterangan dan hanya menjelaskan siapa yang melakukan
tindakan, sedangkan perhatian utama adalah pada subjek sebagai korban atau sasaran dalam
kalimat. Sementara itu, pada kalimat aktif subjek sebagai pelaku (dalam hal ini polisi)
dikedepankan sebagai perhatian utama.
Dalam contoh kalimat pertama (aktif), jika pelaku dihilangkan, kalimat tersebut tidak
akan berterima, sedangkan hal tersebut sah-sah saja dalam kalimat pasif karena memang kalimat
pasif tidak memerlukan sosok seorang pelaku agar kalimatnya berterima. Itu artinya, ada
tidaknya pelaku dalam kalimat pasif tidak mempengaruhi pembacaan kalimat karena yang
dipentingkan dalam kalimat pasif adalah korban atau sasaran.
Jadi, peran tata bahasa, terutama penggunaan kalimat aktif dan pasif dalam pemberitaan,
sangatlah besar. Perbedaan yang semula hanya ada pada tataran gramatikal ini ternyata mampu
membawa dampak besar terhadap informasi yang diterima oleh resipien.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif melalui studi pustaka baik dari buku
maupun media elektronik. Analisis terhadap data saya bagi menjadi tiga bagian: yang pertama,
struktur kalimat pasif pada teks sumber (TSu) yang tidak berubah pada teks sasaran (TSa)
(diterjemahkan ke dalam bentuk pasif); kedua, pengubahan struktur kalimat pasif pada TSu
menjadi aktif pada TSa; dan ketiga, pengubahan struktur kalimat aktif pada TSu menjadi pasif
pada TSa. Ada beberapa alasan mengapa saya memilih untuk membahas penelitian ini dengan
urutan seperti yang saya sebutkan di atas:
• Melihat, apakah dengan dipertahankannya bentuk atau struktur kalimat pada TSu ketika
diterjemahkan ke dalam TSa, makna teks berubah.
• Setelah pertanyaan di atas terjawab, saya melihat, apakah dengan pengubahan yang
terjadi pada struktur kalimat dari aktif menjadi pasif dan sebaliknya dalam proses
3
„Das Vorgangspassiv wird zwar zumeist statt des Aktivs verwendet, wenn der Sprecher das Agens nicht nennen
kann oder will.“ (Vorgangspassiv akan digunakan untuk menggantikan kalimat aktif, jika pembicara tidak bisa atau
tidak ingin menyebutkan agen/pelakunya), Helbig dan Buscha 2001, Hlm. 146.
Dengan urutan pembahasan seperti ini saya akan lebih mudah untuk menarik kesimpulan karena
perbandingannya jelas dan terjabarkan secara urut.
Saya mengambil delapan kalimat sebagai data saya dari TSu dan TSa dengan keterangan:
satu kalimat pasif di TSu diterjemahkan tetap dalam bentuk pasif di TSa, enam kalimat pasif di
TSu yang diterjemahkan menjadi enam kalimat aktif di TSa, satu kalimat aktif di TSu yang
diterjemahkan menjadi pasif di TSa. Namun, saya hanya memaparkan masing-masing satu
contoh dari ketiga kategori tersebut. Pemilihan data yang saya tampilkan berdasarkan besarnya
dampak perubahan struktur terhadap pesan yang terkandung dalam teks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga kategori perubahan struktur kalimat dalam
teks Prabowo : Ein Geist Namens Vergangenheit, yaitu kalimat pasif pada TSu yang tidak
berubah pada TSa; kalimat pasif pada TSu yang berubah menjadi kalimat aktif pada TSa; dan
kalimat aktif pada TSu yang berubah menjadi kalimat pasif dalam TSa.
Dalam teks Hantu Bernama Masa Lalu, ditemukan satu contoh kalimat pasif dalam
bahasa Indonesia, yang ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, ternyata tidak perlu
mengalami pengubahan struktur.
TSu TSa
10
Kalimat TSu merupakan kalimat majemuk4 dan terdiri atas dua klausa, yaitu klausa
utama “Para juru kampanyenya juga tidak keberatan” dan anak klausa “jika Prabowo
diidentikkan dengan Suharto, sebagai simbol pemimpin yang kuat.”. Klausa utama ditulis dalam
bentuk kalimat aktif, ditandai dengan digunakannya kata kerja “keberatan” dan subjek “Para
juru kampanyenya”. Sementara itu, anak klausa teks ini ditulis dalam bentuk kalimat pasif
dengan menggunakan kata kerja “diidentikkan” yang memiliki prefiks di-, yaitu prefiks pada
kata kerja bahasa Indonesia yang berfungsi menjadikan sebuah kalimat menjadi kalimat pasif.
Dengan penggunaan kata kerja tersebut, maka posisi “Prabowo” dalam kalimat menjadi objek,
sementara subjek atau pelaku, yaitu orang-orang yang “mengidentikkan” Prabowo dengan
Soeharto menjadi tertutup. Pemilihan struktur ini memiliki dampak sebagai berikut: dengan tidak
dimunculkannya pelaku, akan muncul kesan bahwa banyak orang yang menganggap Prabowo
sebagai sosok pemimpin yang kuat, dengan cara mengidentikkannya dengan sosok Soeharto.
Pada kutipan yang saya ambil dari TSa terdapat banyak hal yang menarik perhatian.
Pertama, perhatikan bahwa ada unsur yang dihilangkan oleh penerjemah, yaitu bagian “Para
juru kampanyenya […]” dan “[…] sebagai simbol pemimpin yang kuat.” Penerjemah hanya
menerjemahkan bagian “[…] tidak keberatan jika Prabowo diidentikkan dengan Suharto
[…]”.Perlu diperhatikan juga yaitu kata “tidak keberatan” yang diterjemahkan menjadi “gern”.
Kata “tidak keberatan” memiliki makna setuju dan bersifat netral,5 sementara “gern” memiliki
makna senang, yang artinya juru kampanyenya lebih dari sekedar tidak keberatan.6 Tindakan
tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah keterangan mengenai juru kampanye dan simbol
pemimpin tidak begitu diperlukan oleh penerjemah? Pendapat yang dapat menjawab pertanyaan
4
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas. (Kridalaksana dalam Pengajaran
Struktur Kalimat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, n.d.: 11)
5
Dalam KBBI Luring, Keberatan bersinonim dengan tidak setuju. Dengan demikian, tidak keberatan bersinonim
dengan setuju.
6
Dalam kamus Langenscheidt, gern memiliki pengertian mit Freude und Vergnügen atau senang dan bahagia.
(Dieter dan Wellmann, 2010: 183)
11
7
Artikel yang dimaksud berbicara mengenai hubungan antara Kanselir Kohl dengan Presiden Indonesia pada tahun
1998, yaitu Soeharto. Sumber: https://www.wsws.org/de/articles/1998/05/kog-m27.html, diakses pada 21 Mei
2015, pukul 14.23 WIB
8
Sumber : http://www.umm.ac.id/en/detail-46-rakyat-rindu-pak-harto-opini-umm.html, diakses pada 21 Mei
2015, pukul 13.56 WIB
9
Dalam kamus Langenscheidt, der Vergleich (plural die Vergleiche) memiliki makna das Betrachten von zwei oder
mehreren Personen oder Dingen, um Ähnlichkeiten und Unterschiede zu finden. Ähnlichkeiten und Unterschiede
berarti persamaan dan perbedaan. (Dieter dan Wellmann, 2010: 469) Bandingkan dengan makna kata identik di
dalam KBBI, yaitu sama benar tidak beda sedikitpun. (KBBI Luring)
12
Dalam teks Prabowo : Ein Geist Namens Vergangenheit saya menemukan enam kalimat
yang mengalami perubahan struktur kategori ini. Saya akan menampilkan satu kalimat yang saya
anggap representatif untuk menjelaskan kategori kalimat ini. Berikut saya tampilkan datanya
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
10
gleichstellen, menyamakan (dng.). Heuken, 2009 : 208
13
TSu TSa
Hanya satu yang enggan dibicarakan Und doch redet der Politiker
Prabowo : masa lalunya. genau über diese eine Sache
nicht gern : seine eigene
Vergangenheit.
Pada kalimat tersebut, penulis ingin menekankan bahwa topik mengenai masa lalu adalah
hal yang dihindari oleh Prabowo. Ia menggunakan kata “enggan dibicarakan”, yang secara
otomatis menjadikan kalimat tersebut sebagai kalimat pasif, untuk menekankan maksudnya
tersebut dan memunculkan kesan bahwa masa lalu Prabowo merupakan hal tidak ingin
dibicarakan oleh Prabowo sendiri kepada siapa saja. Perlu diingat bahwa kata “Prabowo” dalam
kalimat ini berfungsi sebagai objek, bukan subjek. Oleh karena itu, melalui struktur ini, penulis
ingin mengedepankan kata “masa lalu” Prabowo, bukan Prabowo yang enggan bicara.
Pada TSa, kata der Politiker yang merujuk pada Prabowo merupakan perhatian utama
dari kalimat tersebut. Penerjemah menuliskan kalimat tersebut dalam bentuk aktif dengan
mengatakan “Und doch redet der Politiker […]” untuk mengangkat subjek ke permukaan. Dari
kalimat ini, pembaca dapat menyimpulkan bahwa memang Prabowo lah yang tidak senang
membicarakan masa lalunya. Selain itu, penerjemah menggunakan kata redet yang adalah
konjugasi Präsens atau masa kini dari kata reden, yang berarti membicarakan, untuk
menjelaskan bahwa hingga saat ini pun (atau setidaknya sampai masa berita ini ditulis) Prabowo
masih enggan berbicara mengenai hal tersebut. Untuk mempertegas, penerjemah bahkan
menggunakan kata doch yang memiliki fungsi untuk memperkuat efek kata yang disampaikan
secara emosional.11
Dari kedua kalimat tersebut terlihat jelas proses penggesaran bentuk yang digunakan oleh
penerjemah dalam proses penerjemahan. Teks pada TSu ditulis oleh penulis dalam bentuk
kalimat pasif, sementara teks pada TSa ditulis oleh penerjemah dalam bentuk kalimat aktif. Hasil
dari penggeseran bentuk ini adalah fokus perhatian yang berbeda pada kalimat TSu (yaitu masa
11
Doch digunakan um Wünsche und Aussagen zu verstärken atau memperkuat keinginan atau pernyataan.
(Langenscheidt 2010, hlm. 114.)
14
Pada bagian ini saya akan menampilkan temuan saya mengenai dampak yang terjadi
terhadap pesan dalam TSa, jika proses transposisi yang dilakukan oleh penerjemah merupakan
kebalikan dari apa yang telah dibahas di bagian sebelumnya.
TSu TSa
12
Sumber : http://www.indikator.co.id/news/details/1/36/Laporan-Konpers-Rilis-Survei-Indikator-Kualitas-
Personal-dan-Elektabilitas-Capres, diakses pada 22 Mei 2015, pukul 16.23 WIB.
15
Proses pengubahan bentuk yang dilakukan oleh penerjemah adalah pengubahan struktur
kalimat aktif pada TSu menjadi kalimat pasif pada TSa, terlihat dari kalimat TSu menggunakan
kata mengidentikkan dan kalimat TSa menggunakan kata kerja wurde … verglichen. Dengan
demikian, secara sintaksis, kedua kalimat tersebut berbeda.
Secara semantis kedua kalimat tersebut memiliki makna yang juga berbeda. Pertama,
pada kalimat TSu, penulis mengatakan “juru kampanye Prabowo”, itu artinya, tim sukses
Prabowo sebagai satu entitas melakukan pengidentikkan sosok Prabowo dengan Putin dan
Ahmadinejad. Sementara itu, TSa menyatakan “seinem Wahlkampfchef” sebagai orang yang
mengidentikkan Prabowo dengan Vladimir Putin ataupun Ahmadinejad. Informasi tersebut jelas
berbeda dengan apa yang disampaikan di TSu. Yang kedua, penerjemahan kata
“mengidentikkan” menjadi “vergleichen” yang berarti membandingkan, menjadikan kedua
kalimat tersebut memiliki maksud yang berbeda. Jika dibaca secara keseluruhan, itu berarti tim
sukses Prabowo berani menyamakan Prabowo dengan Ahmadinejad dan Putin. Sementara itu,
dalam TSa, ketua tim sukses Prabowo hanya membandingkan antara Prabowo dengan
Ahmadinejad dan Putin. Pemilihan ini sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan pengetahuan
antara masyarakat Indonesia dan Jerman mengenai sosok Putin dan Ahmadinejad. Bagi
masyarakat Indonesia, kedua sosok tersebut merepresentasikan sosok pemimpin yang berani dan
tegas meskipun cenderung otoriter. Mahmoud Ahmadinejad dianggap sebagai salah satu sosok
yang paling dinanti oleh masyarakat Indonesia, terlebih karena sikapnya yang sederhana sebagai
seorang presiden. Sejumlah tokoh politik Indonesia, seperti Amien Rais, menganggap sosok
Ahmadinejad sebagai sosok ideal seorang pemimpin Sementara Vladimir Putin dianggap sebagai
“Satrio Paningit” Rusia dan juga dianggap inspiratif bagi masyarakat dan pemimpin Indonesia.13
13
sumber www.vivanews.com, diakses pada 29 April 2015, pukul 18.21. dan www.theglobal-review.com, diakses
pada 29 April 2015, pukul 18.23
16
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang saya lakukan, saya sampai pada dua kesimpulan :
Pertama, pengubahan struktur kalimat pada saat menerjemahkan sebuah teks memiliki
pengaruh besar terhadap makna antara kalimat pada teks sumber dengan kalimat pada teks
sasaran, terlihat dari bagaimana penggunaan kalimat pasif untuk menerjemahkan kalimat aktif
dapat memberi dampak, seperti pengaburan pelaku, sementara penerjemahan menjadi kalimat
aktif lebih menonjolkan dan memperkuat peran subjek sebagai pelaku. Dampak dari pergeseran
kalimat aktif ke kalimat pasif dan sebaliknya dalam teks terjemahan ini adalah adanya
pergeseran makna. TSu banyak menggunakan kalimat pasif dalam menyampaikan informasinya,
dengan tujuan, penulis ingin mengungkap informasi mengenai masa lalu Prabowo, tetapi tetap
menjaga citranya sebagai seorang politikus dan calon presiden. Di lain pihak, penerjemah
memilih untuk menerjemahkan kalimat-kalimat pasif tersebut ke dalam bentuk kalimat aktif,
yang berakibat peran Prabowo sebagai subjek menjadi terangkat dan muncul ke permukaan.
Terlebih lagi, adanya informasi berupa keengganan Prabowo untuk jujur yang bertentangan
dengan kriteria pemimpin idaman Indonesia semakin memperburuk citra Prabowo dalam TSa.
14
sumber www.m.detik.com/news/read/2014/07/07/, diakses pada 29 April 2015, pukul 21.59. dan
www.nationalgeographic.co.id/berita/sosok-vladimir-putin/, diakses pada 29 April 2015, pukul 22.32
17
DAFTAR PUSTAKA
KORPUS DATA
Artikel Hantu bernama Masa Lalu
<http://www.dw.de/hantu-bernama-masa-lalu/a-17689463>
Diakses pada tanggal 19 Februari 2015, pukul 17.02
BUKU
Burger, Harald. (2005). Mediensprache. Berlin: Martin de Gruyter Gmbh & Co. KG.
Dreyer, Hilke, Schmitt. (2009). Die Gelbe Aktuell: Lehr- und Übungsbuch der deutschen
Grammatik. München: Hueber Verlag.
Eriyanto, 2000. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKiS
Helbig, Gerhard, Buscha. (2001). Deutsche Grammatik : Ein Handbuch für den
Ausländerunterricht. Berlin und München: Langenscheidt KG.
INTERNET
18
DISERTASI
Eisengarten, Renate . Die Funktionen des ter- Formativs in der Bahasa Indonesia. 1980.
Friedrich-Schiller-Universität Jena
KAMUS
Cambridge Online
<http://dictionary.cambridge.org/dictionary/business-english/smear-campaign>
diakses pada 15 Maret 2015, pukul 12:57
Heuken, Adolf. (2009). Kamus Jerman Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
KBBI Luring
Diunduh dari <http://www.ebsoft.web.id>
20