Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PEMILIHAN STRUKTUR KALIMAT AKTIF DAN PASIF

DALAM TEKS BERITA TERJEMAHAN PRABOWO : EIN GEIST


NAMENS VERGANGENHEIT

Widyastomo Bagus Prakoso


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Abstrak: Penelitian ini membahas pergeseran makna dan wacana teks yang terjadi sebagai
dampak pergeseran struktur kalimat pasif dalam proses penerjemahan sebuah teks berbahasa
Indonesia ke dalam bahasa Jerman. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif dan
penyajian secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa perubahan struktur kalimat dari
bentuk pasif ke aktif dari dan sebaliknya dari teks sumber ke dalam teks sasaran dalam proses
penerjemahan dapat mengakibatkan pergeseran makna dan wacana. Teks tersebut dianalisis
dengan pendekatan semantik dan sintaksis, serta menggunakan teori analisis wacana kritis untuk
mengupas wacana yang terkandung di teks sumber dan teks sasaran.

Kata Kunci :
Penerjemahan, Pergeseran Struktur Kalimat, Teks Sumber, Teks Sasaran, Analisis Wacana Kritis

Abstract : The focus of this research is to analyze the effect of transposition to the meaning of
the translation in target text when compared to the source text. The purpose of this study is to
find out, how far a transposition of passive form to active form and vice versa during the
translation process of the source text to target text could affect the discourse and meaning of a
text. The text is analyzed using semantic and syntax approach, as well as critical discourse
analysis to reveal the discourse that is contained in both source text and target text.

Keywords :
Translation, Transposition, Source Text, Target Text, Critical Discourse Analysis

PENDAHULUAN

Media massa merupakan sebuah instrumen yang penting dalam kehidupan


masyarakat modern, terutama sebagai alat komunikasi terutama untuk menyampaikan berita dan
gagasan. Kunczik dan Zipfel dalam Burger (2005: 1-2) menyatakan bahwa ada 9 aspek yang
1

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


dapat mendefinisikan apa itu media massa, tetapi dapat disimpulkan bahwa media massa
merupakan sebuah Vermittler atau perantara dalam sebuah proses komunikasi.

Menurut Hidayat dalam kata pengantar buku Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks
Media oleh Eriyanto (2000), di Indonesia, khususnya, setelah era Orde Baru, pembebasan pers
menyebabkan perubahan watak dari para penggiat media seperti jurnalis dan kantor berita, yang
semula santun menjadi berani dan mudah marah, serta terampil dalam memproduksi teks-teks
kritis terhadap pemerintah maupun sosok kekuasaan lain. Bahasa dan kata-kata dijadikan sebuah
alat yang dapat mengangkat nama dan posisi seseorang, ataupun menjatuhkannya secara
seketika. Contoh dari fenomena ini dapat terlihat pada saat proses pemilihan presiden.

Pemilihan seorang kepala negara selalu menjadi sebuah titik bersejarah bagi semua
bangsa di dunia. Contohnya, ketika Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat
pada tahun 2009, hari itu menjadi hari yang bersejarah bagi negara adidaya tersebut; seseorang
yang berasal dari kaum minoritas di negara yang mayoritas keturunan kaukasia tersebut bisa
terpilih menjadi seorang presiden. Kejadian ini tidak hanya menjadi sejarah bagi Amerika
Serikat, tetapi juga dunia, berkat liputan yang tiada henti oleh awak-awak media dari seluruh
negara di dunia. Di Indonesia terjadi pula hal serupa, terutama ketika proses pemilihan presiden
tahun 2014.

Ketika proses pemilihan presiden tahun 2014, saat Calon Presiden Joko Widodo dari
partai PDI-P berhadapan dengan Calon Presiden Prabowo Subianto dari partai Gerindra, seluruh
awak media di Indonesia dan dunia bekerja tiada henti untuk meliput, mewawancara, atau
sekedar mengulas sejarah dan prestasi kedua tokoh besar tersebut. Hampir setiap hari selama
proses pemilu 2014, baik di koran, televisi, radio, bahkan di Internet, penuh dengan berita dari
dan mengenai kedua tokoh tersebut.

Hal menarik yang saya amati dalam proses tersebut adalah peran media dalam
mengarahkan dan membentuk opini publik tentang kedua tokoh tersebut. Praktik Ideologi terlihat
jelas dalam pemberitaan pada masa pemilihan presiden 2014 di Indonesia. Eriyanto mengatakan
bahwa media dan bahasa dijadikan oleh kelompok dominan sebagai alat untuk
merepresentasikan realitas (Eriyanto, 2000). Media massa sudah bukan lagi merupakan sekedar
perangkat komunikasi, melainkan juga kendaraan politik yang menarik perhatian dari sisi sosial

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


dan budaya. Berdasarkan pengamatan tersebut, sulit bagi saya pada masa sekarang ini untuk
mempercayai bahwa artikel berita pada masa pilpres (pemilihan presiden) tahun 2014 memiliki
pandangan netral, terutama ketika berbicara mengenai politik. Kecurigaan tersebutlah yang
menjadi alasan saya mengangkat tema analisis penerjemahan teks artikel berita dengan data yang
bersumber dari sebuah artikel dalam laman www.dw.de, yang adalah sebuah media berita dari
Jerman, yang berjudul Hantu bernama Masa Lalu yang kemudian diterjemahkan menjadi
Prabowo : Ein Geist Namens Vergangenheit. Saya juga telah mencari teks berita mengenai tokoh
Joko Widodo dari media yang sama sebagai pembanding, tetapi saya tidak menemukan adanya
artikel berita yang telah diterjemahkan baik ke dalam bahasa Jerman maupun Indonesia dalam
laman tersebut.

Artikel yang berjudul Hantu Bernama Masa Lalu dipublikasikan di website www.dw.de
pada tanggal 9 Juni 2014 oleh Andy Budiman, sementara terjemahannya Prabowo : Ein Geist
Namens Vergangenheit dipublikasikan pada tanggal 9 Juli 2014 di website yang sama. Andy
Budiman sendiri adalah seorang jurnalis dan redaktur Indonesia untuk Deutsche Welle di Bonn,
Jerman.

Dalam kedua artikel tersebut tidak ditemukan adanya keterangan bahwa salah satu teks
adalah terjemahan dari yang lain, tetapi saya menemukan sebuah informasi yang menurut saya
penting dalam teks berbahasa Jerman, yaitu keterangan berupa :

Autor/Autorin : Andy Budimann1/ Hantu Bernama Masa Lalu

Sementara pada teks yang berbahasa Indonesia terdapat keterangan :

Penulis : Andi Budiman

Penambahan keterangan berupa judul teks berbahasa Indonesia pada teks bahasa Jerman,
bagi saya, merupakan titik penentu keputusan saya untuk menyatakan bahwa artikel yang
berbahasa Jerman merupakan artikel terjemahan. Alasan lain yang dapat mendukung keputusan
saya tersebut adalah tanggal perilisan artikel yang terpaut satu bulan, yaitu artikel berbahasa
Indonesia pada tanggal 9 Juni 2014 dan artikel berbahasa Jerman pada tanggal 9 Juli 2014.


1
Penulisan dua huruf n pada nama Budiman memang terdapat di teks sumber data dan merupakan kesalahan
penulis teks.

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Alasan ketiga, teks berbahasa Jerman bukanlah gubahan atau saduran dari teks berbahasa
Indonesia, meskipun terdapat beberapa perubahan seperti struktur kalimat, nominalisasi, dan
sebagainya, tetapi semua dapat dilakukan oleh seorang penerjemah untuk menjadikan teks
tersebut lebih padu di bahasa sasaran, sebagaimana metode penerjemahan komunikatif
seharusnya dilakukan untuk menjadikan teks tersebut mudah dipahami oleh pembaca.

Setelah membaca kedua artikel tersebut, saya menemukan beberapa kejanggalan, yaitu
pada pengubahan struktur kalimat aktif di teks sumber menjadi pasif di teks sasaran dan juga
sebaliknya. Namun, dari tataran tata bahasa itulah saya melihat ada unsur makna yang berbeda
yang disampaikan oleh sasaran dengan apa yang terdapat dalam teks sumber. Inilah mengapa,
menurut saya, penelitian-penelitian semacam ini diperlukan, karena masyarakat sekarang ini
hidup di sebuah masa yang sangat dipengaruhi oleh media.

Penelitian ini melihat dampak perubahan struktur kalimat pasif menjadi aktif ketika
penerjemah menerjemahkan teks sumber ke dalam teks sasaran terhadap pesan yang terkandung
di dalam teks. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya melihat sebatas struktur kalimat saja,
melainkan juga fungsi dan makna kedua struktur kalimat tersebut.

Secara umum, perbedaan antara struktur kalimat aktif dalam bahasa Jerman dan bahasa
Indonesia tidak terlalu besar. Subjek kalimat merupakan konstituen penting yang harus ada
dalam kalimat. Perhatikan contoh berikut :

(a) Heute fährt mein Cousin nach Köln. (Hari ini sepupu saya pergi ke Koln)
(Dreyer/Schmitt, 2009: 141)
(b) Risma mengambil buku tulis milik Fadlan. (Pengajaran Struktur Kalimat Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing, n.d. : 15)

Pada kalimat (a) dan (b), subjek mein Cousin dan Risma merupakan fokus perhatian dari kedua
kalimat tersebut. Dengan menggunakan struktur kalimat aktif, baik dalam bahasa Indonesia
maupun bahasa Jerman, pembicara ingin menyampaikan informasi berupa subjek atau pelaku
yang melakukan sebuah kegiatan.

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Perbedaan utama dalam kalimat aktif bahasa Indonesia dan Jerman terletak pada
strukturnya. Dalam bahasa Jerman, kata kerja harus diletakkan pada posisi kedua
(Dreyer/Schmitt, 2009: 140), seperti terlihat pada contoh berikut :

(c) Der Postbote kommt nicht. (Tukang pos tidak datang)2


(d) Kemarin Rudi pergi bersama adiknya ke Medan.

Dreyer dan Schmitt (2009: 122) dan Helbig dan Buscha (2001: 146) sama-sama
menyatakan bahwa kalimat pasif dalam bahasa Jerman digunakan ketika pelaku tindakan tidak
perlu atau tidak penting diketahui oleh Resipien. Kalimat pasif dalam bahasa Jerman
mengutamakan objek sebagai fokus dari keseluruhan makna kalimat. Hal serupa dinyatakan pula
dalam Modul Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (n.d. : 15), yaitu subjek kalimat
pasif merupakan objek atau sasaran dari predikat, sementara subjek pelaku tidak dinyatakan atau
tidak diketahui. Persamaan tersebut terlihat pada contoh berikut :

(a) Das Brot wird von der Mutter geschnitten. (Roti itu dipotong oleh ibu.)
(b) Puding buatan Ella dimakan oleh Aldi.

Dari kedua contoh diatas terlihat, bahwa pelaku, Mutter, pada kalimat (a) dan Aldi pada kalimat
(b) merupakan keterangan dalam kalimat masing-masing. Jika kedua konstituen tersebut
dihilangkan dari kalimat, kalimat tersebut akan tetap berterima, seperti berikut :

(c) Das Brot wird geschnitten. (Roti itu dipotong.)


(d) Puding buatan Ella dimakan.

terlihat bahwa makna kedua kalimat tersebut tetap berterima.

Perbedaan kalimat pasif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terletak pada struktur kedua
kalimat. Kalimat pasif dalam bahasa Jerman terdiri dari Vorgangspassiv dan Zustandpassiv,
termasuk di dalamnya Passiversatz (Helbig/Buscha, 2001: 145-168) sementara dalam bahasa
Indonesia, kalimat pasif dibagi menjadi kalimat pasif berprefiks di- dan ter- (Pengajaran Struktur
Kalimat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, n.d.: 16).


2
Der dalam kata der Postbote bukanlah sebuah konstituen, melainkan artikel dari kata Postbote, sehingga tidak
dihitung sebagai posisi pertama sementara Postbote posisi kedua. Der Postbote adalah satu kesatuan.

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Kalimat Vorgangspassiv dalam bahasa Jerman memiliki elemen makna yang sama
dengan kalimat pasif berprefiks di- dalam bahasa Indonesia, tetapi secara struktur tidak sepadan.
Perhatikan contoh-contoh berikut :

(a) Das Buch wird (dem Schüler) (vom Lehrer) geschenkt. (Buku itu dihadiahkan oleh guru
kepada siswanya.)

Pada contoh (a) kalimat pasif bahasa Jerman dapat diterjemahkan menjadi kalimat pasif juga
dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kalimat pasif bahasa Jerman memenuhi
jumlah informasi yang dibutuhkan oleh kalimat pasif bahasa Indonesia, yaitu adanya objek
transitif sebagai subjek dari kalimat tersebut. Sementara pada kalimat berikut :

(b) Es wird getanzt. (Orang-orang berdansa.)

kalimat tersebut merupakan kalimat intransitif, kata tanzen merupakan kata kerja yang tidak
memerlukan objek (intransitif). Kalimat (b) harus diterjemahkan ke dalam bentuk aktif dalam
bahasa Indonesia karena kata kerja intransitif tidak bisa dijadikan kalimat pasif dalam bahasa
Indonesia (Pengajaran Struktur Kalimat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, n.d.: 16).
Perlunya objek dalam kalimat pasif bahasa Indonesia tentu berbeda dengan kalimat pasif bahasa
Jerman yang dapat dibentuk dengan kata kerja intransitif (Helbig/Buscha, 2001: 146)

Selanjutnya, untuk kata kerja pasif berprefiks ter- tidak sepenuhnya sama secara makna
dengan kalimat Zustandpassiv dalam bahasa Jerman karena kalimat Zustandpassiv merupakan
salah satu elemen dari kalimat pasif berprefiks ter- (Eisengarten, 1980: 17). Contoh kalimat
berikut :

(c) Pengumuman libur tertulis di papan tulis.

Kalimat (c) dapat diterjemahkan menjadi Die Urlaubanzeige ist auf der Tafel geschrieben.
Terjemahan tersebut merupakan kalimat Zustandpassiv bahasa Jerman. Sementara prefiks ter-
yang memiliki elemen makna ketidaksengajaan atau mungkin di- tidak sertamerta dapat
diterjemahkan begitu saja menjadi kalimat Zustandpassiv seperti contoh (c). Perhatikan contoh
kalimat berikut :

(d) Ayah terantuk sebuah batu ketika berjalan di taman.

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Kalimat (d) merupakan contoh kalimat yang memiliki elemen makna ketidaksengajaan atau
kecelakaan di dalamnya. Untuk kalimat-kalimat yang memiliki elemen makna ketidaksengajaan
perlu ditambahkan keterangan seperti plötzlich, aus Versehen, unabsichtlich, dsb. (Eisengarten,
1980: 17). Maka terjemahan dari kalimat (d) menjadi Der Vater ist auf einen Stein (aus
Versehen) gestoβen, als er im Park ging.

Dengan berdasarkan pada teori mengenai struktur kalimat dan makna kalimat pasif dan
aktif dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia diatas, saya menganalisis wacana teks sasaran
dan teks sumber dengan menggunakan teori analisis wacana kritis yang dirumuskan oleh Roger
Fowler dkk. dan dijelaskan secara rinci dalam Eriyanto (2000). Teori yang dirumuskan oleh
Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew dalam Eriyanto (2000: 133)
melihat bahasa sebagai sebuah media untuk menyampaikan dan menyebarkan sebuah ideologi.
Perhatian utama diberikan kepada peran tata bahasa tertentu dan pilihan kosakata tertentu dalam
menyampaikan implikasi dan ideologi tertentu.

Tata bahasa tidak selalu hanya berkaitan dengan persoalan teknis kebahasaan, seperti
hubungan antara subjek dan objek, dsb., karena bentuk atau susunan sebuah kalimat dapat
menentukan makna yang dihasilkan oleh kalimat tersebut. Dalam bukunya, Eriyanto membagi
dua bentuk kalimat yang sering digunakan dalam teks berita : kalimat aktif dan kalimat pasif
(2000: 156), berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh Fowler. Yang menjadi perhatian
dalam kalimat aktif adalah pelaku dari kegiatan atau peristiwa yang disampaikan, sedangkan
dalam kalimat pasif yang menjadi titik berat adalah sasaran atau objek dari peristiwa tersebut.
Berikut contoh yang disampaikan Eriyanto dalam bukunya:

Tabel 1 : Contoh Struktur Kalimat Aktif

Polisi menembak 4 orang mahasiswa dalam demonstrasi di


depan gedung DPR

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


kemarin.
Subjek (Pelaku) Predikat Objek (Sasaran) Keterangan
Sumber : Eriyanto, 2000. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKiS. Hlm. 157

Contoh di atas adalah bentuk struktur kalimat aktif dalam bahasa Indonesia. Sekarang
bandingkan dengan kalimat berikut ini :

Tabel 2 : Contoh Struktur Kalimat Pasif (1)

Dalam demonstrasi di depan 4 orang mahasiswa ditembak …


gedung DPR kemarin
Keterangan Subjek Predikat Pelaku
Sumber : Eriyanto, 2000. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKiS. Hlm. 159

Tabel 3 : Contoh Struktur Kalimat Pasif (2)

Dalam demonstrasi di 4 orang mahasiswa tertembak …


depan gedung DPR
kemarin
Keterangan Subjek (sasaran) Predikat Pelaku
Sumber : Eriyanto, 2000. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKiS . Hlm. 159

Dari contoh di atas terlihat bagaimana kalimat pasif menghilangkan sosok pelaku dari
dalam kalimat. Hal tersebut sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia, yaitu pelaku dalam
kalimat pasif memiliki fungsi sebagai keterangan dan hanya menjelaskan siapa yang melakukan
tindakan, sedangkan perhatian utama adalah pada subjek sebagai korban atau sasaran dalam
kalimat. Sementara itu, pada kalimat aktif subjek sebagai pelaku (dalam hal ini polisi)
dikedepankan sebagai perhatian utama.

Dalam contoh kalimat pertama (aktif), jika pelaku dihilangkan, kalimat tersebut tidak
akan berterima, sedangkan hal tersebut sah-sah saja dalam kalimat pasif karena memang kalimat
pasif tidak memerlukan sosok seorang pelaku agar kalimatnya berterima. Itu artinya, ada
tidaknya pelaku dalam kalimat pasif tidak mempengaruhi pembacaan kalimat karena yang
dipentingkan dalam kalimat pasif adalah korban atau sasaran.

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Penggunaan kalimat pasif bukan hanya persoalan enak atau tidaknya sebuah teks dibaca
atau dipahami, tetapi juga merupakan manipulasi sintaksis (Eriyanto, 2000: 161). Hal itu
dikarenakan dengan mengubah kalimat menjadi pasif, sosok pelaku bukan hanya disembunyikan,
tetapi juga dapat dihilangkan dalam pemberitaan. Jika dilihat dari contoh pada tabel 2 dan 3,
dengan menggunakan kalimat pasif, pembaca tidak akan menyalahkan polisi karena pelaku
penembakan itu disembunyikan dalam kalimat. Bisa saja yang melakukannya adalah oknum
tentara, oknum mahasiswa, atau seorang penembak misterius. Teori ini dapat dijelaskan lebih
lanjut dengan teori Helbig dan Buscha yang menyatakan bahwa kalimat pasif, terutama
Vorgangspassiv, akan digunakan jika pembicara atau penulis tidak bisa atau tidak ingin
menjelaskan pelaku kegiatan tersebut.3

Jadi, peran tata bahasa, terutama penggunaan kalimat aktif dan pasif dalam pemberitaan,
sangatlah besar. Perbedaan yang semula hanya ada pada tataran gramatikal ini ternyata mampu
membawa dampak besar terhadap informasi yang diterima oleh resipien.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif melalui studi pustaka baik dari buku
maupun media elektronik. Analisis terhadap data saya bagi menjadi tiga bagian: yang pertama,
struktur kalimat pasif pada teks sumber (TSu) yang tidak berubah pada teks sasaran (TSa)
(diterjemahkan ke dalam bentuk pasif); kedua, pengubahan struktur kalimat pasif pada TSu
menjadi aktif pada TSa; dan ketiga, pengubahan struktur kalimat aktif pada TSu menjadi pasif
pada TSa. Ada beberapa alasan mengapa saya memilih untuk membahas penelitian ini dengan
urutan seperti yang saya sebutkan di atas:

• Melihat, apakah dengan dipertahankannya bentuk atau struktur kalimat pada TSu ketika
diterjemahkan ke dalam TSa, makna teks berubah.
• Setelah pertanyaan di atas terjawab, saya melihat, apakah dengan pengubahan yang
terjadi pada struktur kalimat dari aktif menjadi pasif dan sebaliknya dalam proses


3
„Das Vorgangspassiv wird zwar zumeist statt des Aktivs verwendet, wenn der Sprecher das Agens nicht nennen
kann oder will.“ (Vorgangspassiv akan digunakan untuk menggantikan kalimat aktif, jika pembicara tidak bisa atau
tidak ingin menyebutkan agen/pelakunya), Helbig dan Buscha 2001, Hlm. 146.

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


penerjemahan TSu menjadi TSa berdampak pada makna yang ingin disampaikan oleh
penulis dengan apa yang telah diterjemahkan oleh penerjemah.

Dengan urutan pembahasan seperti ini saya akan lebih mudah untuk menarik kesimpulan karena
perbandingannya jelas dan terjabarkan secara urut.

Saya mengambil delapan kalimat sebagai data saya dari TSu dan TSa dengan keterangan:
satu kalimat pasif di TSu diterjemahkan tetap dalam bentuk pasif di TSa, enam kalimat pasif di
TSu yang diterjemahkan menjadi enam kalimat aktif di TSa, satu kalimat aktif di TSu yang
diterjemahkan menjadi pasif di TSa. Namun, saya hanya memaparkan masing-masing satu
contoh dari ketiga kategori tersebut. Pemilihan data yang saya tampilkan berdasarkan besarnya
dampak perubahan struktur terhadap pesan yang terkandung dalam teks.

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga kategori perubahan struktur kalimat dalam
teks Prabowo : Ein Geist Namens Vergangenheit, yaitu kalimat pasif pada TSu yang tidak
berubah pada TSa; kalimat pasif pada TSu yang berubah menjadi kalimat aktif pada TSa; dan
kalimat aktif pada TSu yang berubah menjadi kalimat pasif dalam TSa.

Kalimat Pasif di TSu yang Tidak Berubah di TSa

Dalam teks Hantu Bernama Masa Lalu, ditemukan satu contoh kalimat pasif dalam
bahasa Indonesia, yang ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, ternyata tidak perlu
mengalami pengubahan struktur.

Perbandingan TSu dengan TSa Data Pertama

TSu TSa

10

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Para juru kampanyenya juga Auch Vergleiche mit Suharto sind gern
tidak keberatan, jika Prabowo gesehen.
diidentikkan dengan Suharto,
sebagai simbol pemimpin yang
kuat.

Kalimat TSu merupakan kalimat majemuk4 dan terdiri atas dua klausa, yaitu klausa
utama “Para juru kampanyenya juga tidak keberatan” dan anak klausa “jika Prabowo
diidentikkan dengan Suharto, sebagai simbol pemimpin yang kuat.”. Klausa utama ditulis dalam
bentuk kalimat aktif, ditandai dengan digunakannya kata kerja “keberatan” dan subjek “Para
juru kampanyenya”. Sementara itu, anak klausa teks ini ditulis dalam bentuk kalimat pasif
dengan menggunakan kata kerja “diidentikkan” yang memiliki prefiks di-, yaitu prefiks pada
kata kerja bahasa Indonesia yang berfungsi menjadikan sebuah kalimat menjadi kalimat pasif.
Dengan penggunaan kata kerja tersebut, maka posisi “Prabowo” dalam kalimat menjadi objek,
sementara subjek atau pelaku, yaitu orang-orang yang “mengidentikkan” Prabowo dengan
Soeharto menjadi tertutup. Pemilihan struktur ini memiliki dampak sebagai berikut: dengan tidak
dimunculkannya pelaku, akan muncul kesan bahwa banyak orang yang menganggap Prabowo
sebagai sosok pemimpin yang kuat, dengan cara mengidentikkannya dengan sosok Soeharto.

Pada kutipan yang saya ambil dari TSa terdapat banyak hal yang menarik perhatian.
Pertama, perhatikan bahwa ada unsur yang dihilangkan oleh penerjemah, yaitu bagian “Para
juru kampanyenya […]” dan “[…] sebagai simbol pemimpin yang kuat.” Penerjemah hanya
menerjemahkan bagian “[…] tidak keberatan jika Prabowo diidentikkan dengan Suharto
[…]”.Perlu diperhatikan juga yaitu kata “tidak keberatan” yang diterjemahkan menjadi “gern”.
Kata “tidak keberatan” memiliki makna setuju dan bersifat netral,5 sementara “gern” memiliki
makna senang, yang artinya juru kampanyenya lebih dari sekedar tidak keberatan.6 Tindakan
tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah keterangan mengenai juru kampanye dan simbol
pemimpin tidak begitu diperlukan oleh penerjemah? Pendapat yang dapat menjawab pertanyaan


4
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas. (Kridalaksana dalam Pengajaran
Struktur Kalimat Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, n.d.: 11)
5
Dalam KBBI Luring, Keberatan bersinonim dengan tidak setuju. Dengan demikian, tidak keberatan bersinonim
dengan setuju.
6
Dalam kamus Langenscheidt, gern memiliki pengertian mit Freude und Vergnügen atau senang dan bahagia.
(Dieter dan Wellmann, 2010: 183)

11

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


tersebut adalah, pandangan masyarakat Indonesia dengan masyarakat Jerman mengenai Soeharto
berbeda, sehingga pernyataan Soeharto sebagai simbol pemimpin yang kuat dapat menimbulkan
permasalahan bagi pembaca teks sasaran. Saya mengutip sebuah kalimat yang tertulis di dalam
sebuah artikel laman sosialis Jerman “Die Freundschaft zwischen Kohl und dem korrupten und
brutalen Diktator in Jakarta währt bereits seit vielen Jahren.” (Rippert, 1998).7 Dalam kalimat
tersebut, Rippert menyebut Soeharto sebagai der korrupte und brutale Diktator yang berarti
Diktator yang korup dan brutal. Sementara itu, pada sebuah artikel yang dirilis oleh Universitas
Muhammadiyah Malang yang berjudul Rindu Pak Harto, sosok Soeharto dielu-elukan oleh
kalangan mahasiswa di Malang dan juga masyarakatnya sebagai seorang pemimpin yang mampu
membawa kestabilan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia, meskipun tetap memiliki
sejumlah kontroversi (Oktavianto, Rakyat Rindu Pak Harto, 2013).8 Kemudian, kalimat TSa
ditulis dalam bentuk kalimat pasif, ditandai dengan penggunaan kata kerja “sind … gesehen.”
Penggunaan kata kerja sind (kata kerja sein yang dikonjugasi menjadi sind) dan gesehen yang
merupakan bentuk Partizip II dalam bahasa Jerman merupakan ciri kalimat Zustandpassiv.
Namun, satu yang perlu diperhatikan adalah kata “Vergleiche” yang digunakan oleh penerjemah
untuk mengganti kata “diidentikan”. Kata Vergleiche memiliki makna yang berbeda dengan
diidentikkan : Vergleiche bisa diartikan sebagai membandingkan. Itu artinya, ada beberapa faktor
yang sama antara benda A dan B, tetapi ada juga yang berbeda, sementara diidentikkan berarti
benda A dan B memiliki 100% kesamaan untuk bisa disebut identik.9 Dengan demikian, terjadi
pergeseran makna ketika penerjemah memutuskan untuk menggunakan kata Vergleiche untuk
menerjemahkan kata diidentikkan.

Meskipun penerjemah mempertahankan bentuk kalimat dalam bentuk pasif ketika


menerjemahkan TSu ke dalam TSa, terlihat pergeseran makna dan maksud dalam kutipan
tersebut. Dengan menggunakan kalimat pasif, kedua teks sama-sama menyamarkan pelaku


7
Artikel yang dimaksud berbicara mengenai hubungan antara Kanselir Kohl dengan Presiden Indonesia pada tahun
1998, yaitu Soeharto. Sumber: https://www.wsws.org/de/articles/1998/05/kog-m27.html, diakses pada 21 Mei
2015, pukul 14.23 WIB
8
Sumber : http://www.umm.ac.id/en/detail-46-rakyat-rindu-pak-harto-opini-umm.html, diakses pada 21 Mei
2015, pukul 13.56 WIB
9
Dalam kamus Langenscheidt, der Vergleich (plural die Vergleiche) memiliki makna das Betrachten von zwei oder
mehreren Personen oder Dingen, um Ähnlichkeiten und Unterschiede zu finden. Ähnlichkeiten und Unterschiede
berarti persamaan dan perbedaan. (Dieter dan Wellmann, 2010: 469) Bandingkan dengan makna kata identik di
dalam KBBI, yaitu sama benar tidak beda sedikitpun. (KBBI Luring)

12

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


sehingga timbul makna bahwa tindakan pengidentikkan yang diterangkan dilakukan oleh banyak
orang Indonesia. Namun, pemilihan kata “Vergleiche” untuk menggantikan kata “diidentikkan”
memiliki dampak secara semantis, yaitu kesan yang ingin ditunjukkan oleh penulis mengenai
sosok Prabowo yang identik dengan Soeharto di mata rakyat Indonesia menjadi kabur. Meskipun
demikian, dunia cenderung memandang pemimpin seperti Soeharto yang otoriter dan cenderung
mengarah ke kediktatoran sebagai sosok negatif dan menimbulkan kesan-kesan negatif pada
orang-orang yang diidentikkan dengan pemimpin-pemimpin tersebut. Dengan demikian, saya
berkesimpulan bahwa pergeseran makna yang terjadi pada TSa justru lebih berpihak kepada
Prabowo, karena dengan membandingkan, maka masyarakat Indonesia tidak serta merta
mengidentikkan Prabowo dengan Soeharto yang terkenal dengan rezim kediktatoran yang
otoriter. Penerjemah seolah ingin memunculkan perspektif baru dengan menggunakan kata
“Vergleiche” alih-alih “gleichstellen”10 yang memiliki makna lebih dekat dengan “diidentikkan”.

Kalimat Pasif di TSu yang Berubah Menjadi Kalimat Aktif di TSa

Dalam teks Prabowo : Ein Geist Namens Vergangenheit saya menemukan enam kalimat
yang mengalami perubahan struktur kategori ini. Saya akan menampilkan satu kalimat yang saya
anggap representatif untuk menjelaskan kategori kalimat ini. Berikut saya tampilkan datanya
dalam bentuk tabel sebagai berikut:


10
gleichstellen, menyamakan (dng.). Heuken, 2009 : 208

13

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Perbandingan TSu dan TSa Data Kedua

TSu TSa

Hanya satu yang enggan dibicarakan Und doch redet der Politiker
Prabowo : masa lalunya. genau über diese eine Sache
nicht gern : seine eigene
Vergangenheit.

Pada kalimat tersebut, penulis ingin menekankan bahwa topik mengenai masa lalu adalah
hal yang dihindari oleh Prabowo. Ia menggunakan kata “enggan dibicarakan”, yang secara
otomatis menjadikan kalimat tersebut sebagai kalimat pasif, untuk menekankan maksudnya
tersebut dan memunculkan kesan bahwa masa lalu Prabowo merupakan hal tidak ingin
dibicarakan oleh Prabowo sendiri kepada siapa saja. Perlu diingat bahwa kata “Prabowo” dalam
kalimat ini berfungsi sebagai objek, bukan subjek. Oleh karena itu, melalui struktur ini, penulis
ingin mengedepankan kata “masa lalu” Prabowo, bukan Prabowo yang enggan bicara.

Pada TSa, kata der Politiker yang merujuk pada Prabowo merupakan perhatian utama
dari kalimat tersebut. Penerjemah menuliskan kalimat tersebut dalam bentuk aktif dengan
mengatakan “Und doch redet der Politiker […]” untuk mengangkat subjek ke permukaan. Dari
kalimat ini, pembaca dapat menyimpulkan bahwa memang Prabowo lah yang tidak senang
membicarakan masa lalunya. Selain itu, penerjemah menggunakan kata redet yang adalah
konjugasi Präsens atau masa kini dari kata reden, yang berarti membicarakan, untuk
menjelaskan bahwa hingga saat ini pun (atau setidaknya sampai masa berita ini ditulis) Prabowo
masih enggan berbicara mengenai hal tersebut. Untuk mempertegas, penerjemah bahkan
menggunakan kata doch yang memiliki fungsi untuk memperkuat efek kata yang disampaikan
secara emosional.11

Dari kedua kalimat tersebut terlihat jelas proses penggesaran bentuk yang digunakan oleh
penerjemah dalam proses penerjemahan. Teks pada TSu ditulis oleh penulis dalam bentuk
kalimat pasif, sementara teks pada TSa ditulis oleh penerjemah dalam bentuk kalimat aktif. Hasil
dari penggeseran bentuk ini adalah fokus perhatian yang berbeda pada kalimat TSu (yaitu masa

11
Doch digunakan um Wünsche und Aussagen zu verstärken atau memperkuat keinginan atau pernyataan.
(Langenscheidt 2010, hlm. 114.)

14

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


lalu) dengan TSa (Prabowo sebagai subjek). Namun, saya menemukan sesuatu yang lebih dari
sekedar permasalahan struktur kalimat saja, yaitu: kalimat dalam TSa seperti memperkuat sikap
Prabowo yang berusaha menutupi sejarah masa lalunya. Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh lembaga survei Indikator menjelang pemilu 2014 mengenai kriteria calon
presiden idaman Indonesia, kejujuran menempati posisi tertinggi dengan jumlah 51% dari
keseluruhan suara, diikuti perhatian pada rakyat dengan jumlah 24%.12 Itu artinya, masyarakat
Indonesia mengharapkan seorang pemimpin yang jujur. Keengganan Prabowo untuk
menceritakan masa lalunya, sementara hal tersebut telah sering dibicarakan secara sepihak oleh
publik tanpa adanya keterangan jelas dari Prabowo, menunjukkan bahwa Prabowo enggan untuk
berbicara jujur. Terlebih lagi, penerjemah menyatakan kalimat tersebut dalam bentuk kalimat
aktif sehingga berakibat memperkuat posisi Prabowo sebagai subjek dalam kalimat tersebut dan
menjadi perhatian utama, sementara penulis teks sumber menggunakan struktur kalimat pasif
yang memperkecil posisi Prabowo sebagai subjek.

Kalimat Aktif di TSu yang Berubah Menjadi Kalimat Pasif di TSa

Pada bagian ini saya akan menampilkan temuan saya mengenai dampak yang terjadi
terhadap pesan dalam TSa, jika proses transposisi yang dilakukan oleh penerjemah merupakan
kebalikan dari apa yang telah dibahas di bagian sebelumnya.

Perbandingan TSu dan TSa Data Ketiga

TSu TSa

Dalam sebuah acara Talkshow, In einer Talkshow wurde er


juru kampanye Prabowo dementsprechend jüngst von
mengidentikkan bekas Jendral seinem Wahlkampfchef mit
itu dengan Presiden Rusia Russlands Präsident Wladimir
Vladimir Putin dan bekas Putin und dem ehemaligen
presiden Iran Mahmoud iranischen Präsidenten Mahmud
Ahmadinejad. Ahmadineschad verglichen.


12
Sumber : http://www.indikator.co.id/news/details/1/36/Laporan-Konpers-Rilis-Survei-Indikator-Kualitas-
Personal-dan-Elektabilitas-Capres, diakses pada 22 Mei 2015, pukul 16.23 WIB.

15

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Pada kalimat di atas, penulis TSu menggunakan struktur kalimat aktif dengan
menggunakan kata kerja “mengidentikkan” dilengkapi dengan subjek “juru kampanye Prabowo”.
Sementara kalimat pada TSa ditulis dalam bentuk pasif, karena penerjemah menggunakan kata
kerja wurde … verglichen. Penggunaan kata werden diikuti oleh Partizip II merupakan ciri
utama kalimat pasif bahasa Jerman.

Proses pengubahan bentuk yang dilakukan oleh penerjemah adalah pengubahan struktur
kalimat aktif pada TSu menjadi kalimat pasif pada TSa, terlihat dari kalimat TSu menggunakan
kata mengidentikkan dan kalimat TSa menggunakan kata kerja wurde … verglichen. Dengan
demikian, secara sintaksis, kedua kalimat tersebut berbeda.

Secara semantis kedua kalimat tersebut memiliki makna yang juga berbeda. Pertama,
pada kalimat TSu, penulis mengatakan “juru kampanye Prabowo”, itu artinya, tim sukses
Prabowo sebagai satu entitas melakukan pengidentikkan sosok Prabowo dengan Putin dan
Ahmadinejad. Sementara itu, TSa menyatakan “seinem Wahlkampfchef” sebagai orang yang
mengidentikkan Prabowo dengan Vladimir Putin ataupun Ahmadinejad. Informasi tersebut jelas
berbeda dengan apa yang disampaikan di TSu. Yang kedua, penerjemahan kata
“mengidentikkan” menjadi “vergleichen” yang berarti membandingkan, menjadikan kedua
kalimat tersebut memiliki maksud yang berbeda. Jika dibaca secara keseluruhan, itu berarti tim
sukses Prabowo berani menyamakan Prabowo dengan Ahmadinejad dan Putin. Sementara itu,
dalam TSa, ketua tim sukses Prabowo hanya membandingkan antara Prabowo dengan
Ahmadinejad dan Putin. Pemilihan ini sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan pengetahuan
antara masyarakat Indonesia dan Jerman mengenai sosok Putin dan Ahmadinejad. Bagi
masyarakat Indonesia, kedua sosok tersebut merepresentasikan sosok pemimpin yang berani dan
tegas meskipun cenderung otoriter. Mahmoud Ahmadinejad dianggap sebagai salah satu sosok
yang paling dinanti oleh masyarakat Indonesia, terlebih karena sikapnya yang sederhana sebagai
seorang presiden. Sejumlah tokoh politik Indonesia, seperti Amien Rais, menganggap sosok
Ahmadinejad sebagai sosok ideal seorang pemimpin Sementara Vladimir Putin dianggap sebagai
“Satrio Paningit” Rusia dan juga dianggap inspiratif bagi masyarakat dan pemimpin Indonesia.13

13
sumber www.vivanews.com, diakses pada 29 April 2015, pukul 18.21. dan www.theglobal-review.com, diakses
pada 29 April 2015, pukul 18.23

16

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Namun, bagi orang Jerman dan Eropa, dengan pengalaman buruk mereka dengan diktator, sosok
Putin dan Ahmadinejad merepresentasikan diktator di masa modern sehingga penerjemah
memutuskan untuk memperhalus kata mengidentikkan menjadi membandingkan. Banyak tokoh
dunia, seperti Hillary Clinton dan ilmuwan politik Rusia Stanislav Berkovsky, yang menganggap
Vladimir Putin dan Mahmoud Ahmadinejad sebagai sosok yang berbahaya. Pandangan buruk
masyarakat barat mengenai Ahmadinejad umumnya karena kepemilikan Iran akan teknologi
Nuklir, sementara itu Putin dianggap berbahaya karena ia tidak mengambil tindakan untuk
mengatasi krisis yang terjadi di Ukraina.14

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang saya lakukan, saya sampai pada dua kesimpulan :

Pertama, pengubahan struktur kalimat pada saat menerjemahkan sebuah teks memiliki
pengaruh besar terhadap makna antara kalimat pada teks sumber dengan kalimat pada teks
sasaran, terlihat dari bagaimana penggunaan kalimat pasif untuk menerjemahkan kalimat aktif
dapat memberi dampak, seperti pengaburan pelaku, sementara penerjemahan menjadi kalimat
aktif lebih menonjolkan dan memperkuat peran subjek sebagai pelaku. Dampak dari pergeseran
kalimat aktif ke kalimat pasif dan sebaliknya dalam teks terjemahan ini adalah adanya
pergeseran makna. TSu banyak menggunakan kalimat pasif dalam menyampaikan informasinya,
dengan tujuan, penulis ingin mengungkap informasi mengenai masa lalu Prabowo, tetapi tetap
menjaga citranya sebagai seorang politikus dan calon presiden. Di lain pihak, penerjemah
memilih untuk menerjemahkan kalimat-kalimat pasif tersebut ke dalam bentuk kalimat aktif,
yang berakibat peran Prabowo sebagai subjek menjadi terangkat dan muncul ke permukaan.
Terlebih lagi, adanya informasi berupa keengganan Prabowo untuk jujur yang bertentangan
dengan kriteria pemimpin idaman Indonesia semakin memperburuk citra Prabowo dalam TSa.

Kedua, saya menemukan bahwa penerjemah dapat mempertahankan bentuk kalimat


ketika menerjemahkan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa maksud yang disampaikan oleh


14
sumber www.m.detik.com/news/read/2014/07/07/, diakses pada 29 April 2015, pukul 21.59. dan
www.nationalgeographic.co.id/berita/sosok-vladimir-putin/, diakses pada 29 April 2015, pukul 22.32

17

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


penulis juga dapat tetap tersampaikan dalam TSa. Pemilihan kosakata, peletakan posisi subjek
dan objek, serta konteks kalimat dapat mempengaruhi wacana yang terkandung di dalam teks.
Buktinya terlihat pada saat penerjemah mempertahankan bentuk pasif TSu pada TSa, tetapi tetap
terjadi pergeseran makna akibat pemilihan kosakata yang memiliki makna berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

KORPUS DATA
Artikel Hantu bernama Masa Lalu
<http://www.dw.de/hantu-bernama-masa-lalu/a-17689463>
Diakses pada tanggal 19 Februari 2015, pukul 17.02

Artikel Prabowo Subianto : Ein Geist Namens Vergangenheit.


<http://www.dw.de/prabowo-ein-geist-namens-vergangenheit/a-17717922>
Diakses pada tanggal 19 Februari 2015, pukul 17.05

BUKU

Burger, Harald. (2005). Mediensprache. Berlin: Martin de Gruyter Gmbh & Co. KG.

Dreyer, Hilke, Schmitt. (2009). Die Gelbe Aktuell: Lehr- und Übungsbuch der deutschen
Grammatik. München: Hueber Verlag.

Eriyanto, 2000. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LKiS

Helbig, Gerhard, Buscha. (2001). Deutsche Grammatik : Ein Handbuch für den
Ausländerunterricht. Berlin und München: Langenscheidt KG.

INTERNET

Pengajaran Struktur Kalimat Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing.


<file.upi.edu/FBPS/makalah/pengajaran-struktur-kalimat-bahasa-indonesia-bagi-penutur-asing/>
diakses pada 16 April 2015, pukul 15.41

Hillary Clinton Menganggap Ahmadinejad sebagai Sosok yang Berbahaya.


<www.m.detik.com/news/read/2014/07/07/>

18

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


diakses pada 29 April 2015, pukul 21.59

Berkovsky Beberkan Rahasia Putin.


<www.nationalgeographic.co.id/berita/sosok-vladimir-putin/>
diakses pada 29 April 2015, pukul 22.32

Amien Rais : Indonesia butuh Pemimpin seperti Ahmadinejad.


<www.vivanews.com/news/amien-rais-indonesia-butuh-pemimpin-seperti-ahmadinejad>
diakses pada 29 April 2015, pukul 18.21

Vladimir Putin, “Satrio Paningit” Rusia dan Inspirasi Indonesia.


<www.theglobal-review.com>
diakses pada 29 April 2015, pukul 18.23

Kohl zollt Soeharto


<https://www.wsws.org/de/articles/1998/05/kog-m27.html>
Diakses pada 21 Mei 2015, pukul 14.23

Rakyat Rindu Pak Harto


<http://www.umm.ac.id/en/detail-46-rakyat-rindu-pak-harto-opini-umm.html>
Diakses pada 21 Mei 2015, pukul 13.46

Hasil Survey Kriteria Calon Presiden Idaman Indonesia


<http://www.indikator.co.id/news/details/1/36/Laporan-Konpers-Rilis-Survei-Indikator-Kualitas-
Personal-dan-Elektabilitas-Capres>
Diakses pada 22 Mei 2015, pukul 16.23 WIB.

DISERTASI

Eisengarten, Renate . Die Funktionen des ter- Formativs in der Bahasa Indonesia. 1980.
Friedrich-Schiller-Universität Jena

KAMUS

Cambridge Online
<http://dictionary.cambridge.org/dictionary/business-english/smear-campaign>
diakses pada 15 Maret 2015, pukul 12:57

Götz, Dieter, dan Wellmann, Hans. (2010). Langenscheidt: Taschenwörterbuch


19

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015


Deustch als Fremdsprache. Jerman: Graph. Beteriebe Langenscheidt,
Berchstgaden/Obb.

Heuken, Adolf. (2009). Kamus Jerman Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.

KBBI Luring
Diunduh dari <http://www.ebsoft.web.id>

20

Analisis pemililhan..., Widyastomo Bagus Prakoso, FIB UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai