Anda di halaman 1dari 56

BAB IV

ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA

MEDIA CETAK NASIONAL TERBIT DI BALI

I Wayan Pastika

PENDAHULUAN
Tulisan berita di media massa bertipe deskriptif, sementara tulisan ulasan (misalnya, Tajuk Rencana) dan
kajian kritis (misalnya, artikel) bertipe argumentatif-analitik. Dalam tulisan deskriptif, seorang penulis hanya
menguraikan objek yang dilihat, diamati dan didengar tanpa menambahkan pendapatnya atau mengurangi
informasi yang diketahuinya. Dalam tulisan jenis ini, seorang penujlis tidak dibenarkan menyampaikan
idenya secara subjektif dengan memasukkan pendapat penulisnya atau pendapat orang lain kecuali pendapat
orang lain itu merupakan saksi atas informasi yang diketahuinya. Seorang penulis berita (deskriptif)
layaknya seorang juru foto dengan tulisan atau foto yang dihasilkan merupakan rekaman terhadap peristiwa
atau objek yang sebenarnya. Hal ini tentu berbeda dengan karya tulis argumentatif-analitik yang
mengungkapkan permasalahan dari perspektif pengetahuan penulisnya. Kekuatan tulisan semacam ini
terletak pada bagaimana penulisnya mampu menganalisis fakta dan data berdasarkan konsep, teori dan
metode yang dikuasai sehingga tulisan semacam itu dapat menambah pengetahuan pembacanya.
Namun, tipe tulisan apapun yang dihasilkan, sepanjang karyanya dibaca oleh masyarakat dari
berbagai latar belakang berbeda, penulisnya perlu meningkatkan pengetahuan baik menyangkut pengetahuan
umum (sosial, budaya, politik, ekonomi, pertahanan, dan sebagainya) maupun pengetahuan khusus tentang
bahasa yang digunakannya. Pengetahuan umum dapat membantu penulisnya untuk mengembangkan tulisan
berbobot karena adanya asupan pengetahuan dalam berbagai bidang, sementara pengetahuan bahasa
menjadikan tulisannya terarah, sistematis, dapat dipahami dengan jelas, dan mengandung tingkat
kecendekiaan yang tinggi..
Kesalahan struktur kalimat dan ketidakehematan pilihan kata paling sering dilakukan oleh penulis
berita karena lemahnya pemahaman mereka tentang tata bahasa dan kurangnya penguasaan perbendaharaan
kata. Tata bahasa harus dipahami secara benar karena di dalamnya terdapat kaidah-kaidah yang harus

1
dikuasai. Kaidah-kaidah yang dimaksud meliputi kaidah sintaksis, kaidah morfologis, dan kaidah fonologis
atau kaidah ejaan. Kaidah sintaksis diperlukan agar seorang penulis dapat membedakan ciri-ciri kalimat
aktif-pasif, transitif-intransitif, frase, klausa, dan hubungan antarkalimat serta kepaduan antarparagraf.
Seorang penulis harus dengan jelas dapat membedakan ciri kalimat aktif dan pasif yang ditentukan oleh
awalan pada kata kerja. Kalimat aktif bahasa Indonesia ditandai oleh adanya awalan me-/men-/mem-/meny-
/meng- 1 untuk kalimat berobjek, sedangkan kalimat aktif tidak berobjek ditandai oleh adanya awalan ber-
pada kata kerja. Tanpa penguasaan awalan verba aktif semacam ini, seorang penulis akan mengalami
kesulitan untuk menempatkan subjek atau pokok pembicaraan. Sebaliknya, kalimat pasif ditandai dengan
adanya awalan di- atau ter- pada verbanya. Jika penulis tidak dapat membedakan kedua awalan tersebut,
maka dia akan mengalami kesulitan untuk menentukan informasi tindakan, apakah tindakan itu disengaja
atau tanpa disengaja, misalnya, perbedaan antara kata ditabrak dan tertabrak.
Seorang penulis juga harus menguasai fungsi akhiran dalam membentuk kalimat berobjek dan
kalimat tidak berobjek. Dalam bahasa Indonesia, akhiran –kan dan –i berfungsi untuk membentuk kata kerja
berobjek dari kata kerja tanpa objek (dari intransitif menjadi transitif), misalnya, dia duduk menjadi saya
mendudukkan dia dan saya menduduki dia. Ketiga kalimat tersebut secara gramatikal bermakna berbeda.
Kalimat pertama bermakna bahwa subjek dia melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri; kalimat kedua
bermakna subjek saya membuat objek dia melakukan kegiatan duduk, sementara kalimat ketiga bermakna
bahwa subjek saya menjadikan objek dia sebagai tempat duduk.
Akhiran –kan sering dikacaukan dengan akhiran –an dalam kegiatan tulis-menulis. Akhiran –kan
hanya digunakan untuk membentuk kata kerja, sementara akhiran –an hanya digunakan untuk membentuk
kata benda. Dalam kaitan dengan kedua akhiran ini, seorang penulis sering keliru menulis kata penunjukan
dan menunjukkan, yang sering ditulis secara salah menjadi *penunjukkan dan *menunjukan.
Frase dan kalimat juga sering dikacaukan pembentukannya karena penulis beranggapan bahwa
perbedaan keduanya ditentukan oleh panjangnya rangkaian kata. Anggapan ini tentu tidak dapat dibenarkan
karena sebuah frase dapat saja lebih panjang alih-alih sebuah kalimat bergantung pada bentuk kata yang
digunakan. Misalnya, rangkaian orang tua yang bekerja di ladang seumur hidupnya bukanlah sebuah
kalimat melainkan sebuah frase karena adanya konjungsi yang mengikat antara kata benda inti dan rangkaian
kata penjelas. Untuk menjadikan bentuk tersebut sebagai kalimat, konjungsi yang harus dihilangkan
sehingga bentuknya menjadi kalimat orang tua bekerja di ladang seumur hidupnya atau konjungsi yang
dipertahankan dan ditambahkan predikat baru sehingga menjadi kalimat majemuk orang tua yang bekerja di
ladang seumur hidupnya telah meninggal.
Kehematan pilihan kata dalam karya tulis bukan semata-mata menyangkut sedikitnya jumlah kosa-
kata yang digunakan, tetapi berkaitan dengan efektif dan efisiennya kosa-kata yang dipilih untuk mengisi

2
rangkaian struktur kalimat dalam satu teks. Sebaliknya, ketidakhematan terjadi karena lemahnya penguasaan
penulis dalam hal perbendaharaan kata dan sistem gramatika. Seorang penulis yang merasa ragu dengan
bentuk dan makna kata harus menyempatkan diri melihat kamus yang lengkap baik kamus bahasa ibu
(misalnya, Kamus Bahasa Bali, bagi penulis yang berbahasa pertama bahasa Bali), kamus bahasa nasional
(misalnya, Kamus Besar Bahasa Indonesia), dan kamus bahasa internasional (misalnya, kamus bahasa
Inggris: Collin Cobuild English Language Dictionary).
Peningkatan penguasaan kosa-kata juga dapat terjadi apabila seorang penulis rajin membaca teks
dari berbagai genre. Teks sastra, misalnya, dapat membantu penulis untuk mengekspresikan pesan dengan
bentuk-bentuk metaforis, sementara teks akademik membantu penulis untuk mengembangkan pola pikir
yang objektif dan analitik dalam tulisannya.
Dalam bab ini secara rinci dibahas berbagai bentuk kesalahan penulisan yang diambil dari teks -teks
berita koran yang terbit di Bali, khususnya tiga koran: Bali Post, Bisnis Bali dan DenPost yang terbit dari
tahun 2003 (12 bulan) dan 2004 (4 bulan). Alasan pemilihan ketiga koran ini didasarkan pada pertimbangan:
(1) koran Bali Post merupakan koran umum tertua di Bali (terbit sejak 16 Agustus 1948) sehingga memiliki
kemapanan dalam hal kualitas tulisan karena pengalamannya yang panjang dan tentunya dibaca secara luas
oleh masyarakat Bali, (2) koran DenPost meskipun mulai diterbitkan 1 Oktober 19981 , beberapa bulan
setelah reformasi, koran umum ini juga memiliki pembaca yang luas di perkotaan di Bali dengan para
wartawan yang juga diasuh oleh Kelompok Media Bali Post; (3) koran Bisnis Bali merupakan salah satu
koran yang mengkhususnya isinya pada topik-topik perekonomian dan perdagangan. Koran ini, jika
dibandingkan dengan koran umum dalam aspek penggunaan bahasa, tentu memiliki variasi pilihan kata yang
lebih teknis berkaitan dengan topik perdagangan dan perekonomian, tetapi ciri-ciri tata bahasa yang
digunakan mestinya tidak ada perbedaan.
Data yang bersumber dari terbitan surat kabar tahun 2003 (Januari—Desember) dan 2004 (Januari –
April) dipilih dimaksudkan untuk melihat bentuk penggunaan bahasa setelah lima tahun era reformasi
berjalan. Secara keseluruhan sampel koran yang dipilih selama 16 bulan tersebut adalah sebanyak 480
terbitan (24 halaman setiap hari) dengan jumlah halaman keseluruhan sebanyak 11.520 halaman. Namun,
satu hal yang perlu disampaikan di sini bahwa kesalahan penggunaan bentuk bahasa selama 16 bulan tidak
selalu ditemukan di setiap terbitan atau di setiap halaman.

ANALISIS KESALAHAN DAN KEKERAPANNYA

1
Awalnya Koran ini bernama Denpasar Post, lalu pada 2 Januari 2000 berganti nama menjadi DenPost.

3
Dalam penelitian ini ditemukan dua belas jenis kesalahan bahasa dari tiga koran yang berbeda selama tahun
2003 dan 2004. Kedua belas jenis kesalahan tersebut diurut berdasarkan jumlah kesalahan paling banyak ke
bawah:

1) struktur kalimat
2) kehematan
3) kohesi
4) ejaan
5) pilihan kata
6) ketepatan makna
7) pola pikir/penalaran
8) struktur paragraf
9) struktur morfologi
10) pencantuman data dan fakta
11) penggunaan ragam lisan
12) penulisan judul

Jumlah kesalahan yang ditemukan dari kedua belas variabel tersebut adalah sebanyak 1.167
kesalahan. Kesalahan yang paling tinggi terjadi pada kesalahan struktur kalimat yang diikuti dengan
kesalahan kehematan pilihan kata. Variabel kesalahan berikutnya yang cukup signifikan adalah kesalahan
kepaduan (kohesi) kalimat, kesalahan ejaan, dan pilihan kata, sementara kesalahan tingkat keempat terjadi
pada ketepatan makna, kesalahan pola pikir/penalaran, dan kesalahan paragraf. Kelompok kesalahan yang
paling rendah terjadi pada kesalahan struktur kata (morfologi), kesalahan data dan fakta, penggunaan ragam
lisan, dan penulisan judul. Gambaran persentase kesalahan dari kedua belas variabel dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 1 Kekerapan Kesalahan Per Koran Tahun 2003--2004

4
Jika dilihat kekerapan kesalahan dari masing-masing jenis kesalahan pada masing-masing koran,
terlihat jelas bahwa kesalahan struktur kalimat selalu tinggi pada masing-masing koran dalam tahun yang
berbeda dan menempati jumlah tertinggi (226/19%) secara keseluruhan. Angka kesalahan pada variabel
kehematan juga selalu tinggi pada masing-masing koran dalam tahun berbeda dengan jumlah kesalahan
berbeda tipis, yakni 223/19%. Untuk kesalahan kohesi secara keseluruhan memang menempati ketiga paling
tinggi (126/11%), tetapi jumlah kesalahan ini rendah pada Bali Post 2003 dan Bisnis Bali 2003. Kesalahan
ejaan secara keseluruhan juga tinggi (121/10%) tetapi dari angka ini, Bali Post 2003 menempati angka paling
tinggi (38/10%). Kesalahan berikut secara keseluruhan diikuti oleh ketidaktepatan makna (101/9%),
penalaran (77/7%), paragraf (71/6%), morfologi (40/3%), data/fakta (33/3%), ragam lisan (33/3%) dan judul
(5/0,2%). Angka-angka kesalahan dari kedua belas jenis kesalahan pada masing-masing koran selama tahun
2003 dan 2004 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Kekerapan Kesalahan pada Tiga Koran

Kesalahan Nama Koran


BP 03 BP 04 B B 03 BB 04 DP 03 DP 04 SUBTOTAL
EJAAN 38 13 12 22 13 23 121
PIL KATA 33 22 10 19 11 16 111
5
KOHESI 68 8 2 20 14 14 126
KALIMAT 76 45 17 41 23 24 226
PARAGRAF 23 6 7 14 11 10 71
RGM LISAN 9 4 3 4 5 8 33
PENALARAN 26 10 3 17 10 11 77
JUDUL 2 2 0 1 0 0 5
DATA/FAKTA 0 0 0 5 8 20 33
MORFOLOGI 13 2 4 4 5 12 40
MAKNA 20 17 8 18 15 23 101
KEHEMATAN 75 30 14 38 23 43 223
TOTAL 383 159 80 203 138 204 1167

STRUKTUR KALIMAT

Suatu bentuk bahasa disebut kalimat apabila kata benda dan kata kerja (verba) secara berturut-turut
difungsikan sebagai Subjek dan Predikat untuk membentuk satu unit makna yang utuh. Dengan dua kelas
kata itu sebuah kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat berobjek (transitif) dan kalimat tidak berobjek
(intransitif). Ini berarti bahwa sebuah kalimat transitif melibatkan dua kata benda yang masing-masing
berfungsi sebagai Subjek dan Objek, sementara kalimat intransitif melibatkan satu kata benda yang hanya
berfungsi sebagai Subjek.

Dari segi keluasannya, kalimat dibedakan atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk atau kalimat
luas. Kalimat tunggal disebut juga klausa merupakan suatu bentuk bahasa yang hanya terdiri atas satu unsur
Subjek, satu Predikat, dan satu Objek (untuk klausa transitif), sementara kalimat luas terdiri atas satu kalimat
yang diperluas oleh kalimat bawahan dan di antara keduanya dihubungkan oleh satu konjungsi. Kalimat
majemuk dibedakan atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kojungsi kalimat
majemuk setara: dan, atau, tetapi digunakan untuk menghubungkan dua kalimat tunggal sehingga terbentuk
kalimat majemuk koordinatif. Sementara itu, konjungsi kalimat majemuk befrtingkat: setelah, sebelum, dan
ketika digunakan untuk menghubungkan kalimat inti (kalimat bebas) dan kalimat takinti. Misalnya, kalimat
Obama terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat setelah menjabat sebagai senator merupakan kalimat
majemuk yang dibedakan atas kalimat inti Obama terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat dan kalimat
terikat setelah menjabat senator. Kalimat yang terakhir ini disebut terikat karena keberadaannya diikat oleh
konjungsi subordinatif setelah.

6
Jika peran semantik dari Subjek kalimat diamati, maka sebuah kalimat dibedakan atas kalimat aktif
dan kalimat pasif. Kalimat pasif ditunjukkan oleh Subjek yang berperan sebagai Penderita (Patient) yang
dalam bahasa Indonesia ditentukan oleh perubahan morfologi verba. Awalan di- atau ter- adalah pemarkah
pasif pada verba yang masing-masing dibedakan atas pasif bertindakan sengaja dan pasif bertindakan tidak
sengaja. Pasif bertindakan sengaja berarti bahwa suatu tindakan yang dikenakan pada Subjek berlangsung
secara sengaja (misalnya, Dia dijatuhkan di sana), sebaliknya kalimat pasif bertindakan tidak sengaja
merupakan suatu tindakan yang dikenakan pada Subjek secara tidak sengaja (misalnya, Dia terjatuh di
sana). Berbeda halnya dengan kalimat pasif, dalam kalimat aktif, Subjek berperan sebagai Pelaku (Actor)
yang dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kehadiran awalan me-/meng-/men-/meny-/mem- pada kata
kerja (misalnya, Orang itu menjatuhkan dia di sana).

Bentuk kalimat dapat juga dibedakan atas kalimat bebas dan kalimat terikat yang masing-masing
ditentukan oleh posisi dan konjungsi yang mendahuluinya. Kalimat dia sedang bernyanyi menghibur
temannya dibedakan atas kalimat bebas dia sedang bernyanyi dan kalimat terikat menghibur temannya
berfungsi sebagai komplemen. Rangkaian verba bernyanyi menghibur sebagai predikat kompleks yang
menjadikan verba pertama sebagai bagian klausa inti atau klausa vebas, sementara verba kedua sebagai
bagian klausa terikat. Jika posisinya dibalik menjadi Dia menghibur temannya dengan bernyanyi, maka
verba menghibur sebagai predikat dari klausa bebas, sementara verba bernyanyi merupakan bagian dari
klausa terikat karena diikat oelh preposisi dengan.

Klausa terikat juga terjadi karena didahului oleh pronomina relatif atau konjungsi relatif yang
berfungsi memperluas frase nomina yang disebutkan sebelumnya. Misalnya, kalimat Ibu itu memanggil putri
sulungnya yang sedang menonton televisi di kamarnya merupakan kalimat majemuk yang dibentuk oleh
kalimat inti Ibu itu memanggil putri sulungnya dan kalimat terikat atau klausa relatif yang sedang menonton
televisi di kamarnya. Keterikatan klausa relatif ini ditentukan oleh adanya konjungsi relatif atau pronomina
relatif yang berfungsi menjelaskan frase nomina putri sulungnya.

Permasalahan yang disebutkan di atas menyangkut aspek struktur pembentukan kalimat yang dalam
analisis berikut dibedakan atas kesalahan penempatan komplemen dan urutannya, penempatan konjungsi
relatif yang, penempatan Objek, penempatan Subjek, dan bentuk aktif dan pasif.

A. Komplemen dan urutannya

Dalam butir “Komplemen dan Urutannya” ini hanya ditampilkan dua contoh penggunaan. Pertama,
verba berawalan be-/ber- yang dapat diikuti oleh nomina, tetapi nomina tersebut bukan Objek melainkan
hanya sebuah pelengkap sehingga perilaku sintaksisnya berbeda dengan nomina yang berfungi sebagai
7
Objek. Dalam contoh berikut, nomina tanah yang ditempatkan setelah verba berjualan menjadi klausa
berjualan tanah berbeda maknanya apabila kata benda itu dilesapkan. Kedua, penempatan klausa dengan
verba berpelengkap sebagai bagian dari kalimat kompleks mengganggu kehematan bentuk dan makna
sehingga dapat membingungkan pembaca.

(1) Menurut dia, yang ditempati untuk berjualan tanah dalam sengketa dan pedagang yang berjualan di sana
melanggar Perda No. 3/2000 tentang kebersihan dan ketertiban umum. (DP, 22/11/03; II:6T; 477)

Kalimat panjang pada contoh (1) berstruktur rancu dan bermakna tidak jelas terutama dikacaukan
oleh klausa relatif yang ditempati diikuti oleh klausa komplemen berjualan tanah menjadi kalimat …yang
ditempati untuk berjualan tanah…. Kalimat tersebut seolah-olah bermakna bahwa ‘ada orang menempati
suatu lokasi yang dimanfaatkan sebagai tempat untuk menjalankan profesinya berjualan tanah (urug atau
bidangan).’ Padahal, makna sebenarnya dari kalimat tersebut adalah ‘seseorang menempati sebidang tanah
sebagai tempat untuk berjualan.’ Untuk menghindari terjadinya interpretasi makna ganda seperti itu,
penempatan kata harus memiliki kejelasan fungsi dan struktur. Struktur kalimat tersebut mestinya disusun
sebagai berikut.

(1a) Menurut dia, tanah yang ditempati untuk berjualan masih dalam sengketa, sementara pedagang yang
berjualan di sana melanggar Perda No. 3/2000 tentang kebersihan dan ketertiban umum.

Kesalahan kalimat (2) berikut serupa dengan kesalahan (1) terutama kegagalan penulisnya
menggabungkan klausa relatif dan klausa komplemen untuk menunjang klausa inti dalam suatu kalimat luas.
Klausa relatif dan klausa komplemen merupakan klausa bawahan yang dikendalikan oleh klausa inti. Klausa
inti menjadi titik pusat perhatian biasanya ditempatkan di posisi depan kalimat dan dapat diper luas atau
diikuti oleh klausa-klausa terikat lainnya.

(2) Lima orang terdakwa yang berprofesi sebagai petani dan pemilik lahan tersebut sebenarnya merasa
tersinggung dengan ulah pengelola perumahan yang tidak minta pertimbangan mereka. (DP, 22/11/03;
II:2B; 403)

Kerancuan struktur kalimat di atas disebabkan oleh penempatan dua frase sebagai petani dan pemilik
lahan secara berdampingan langsung setelah klausa relatif yang berprofesi menjadi kalimat yang berprofesi
sebagai petani dan pemilik lahan. Penggabungan ini menyebabkan kalimat tersebut gagal menyampaikan
pesan secara akurat karena frase pemilik lahan seolah-olah juga merupakan profesi, padahal hanya sebagai
petani yang merupakan profesi. Kesalahan kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.

(3) Lima orang terdakwa tersebut adalah pemilik lahan yang berprofesi sebagai petani. Mereka sebenarnya
merasa tersinggung dengan ulah pengelola perumahan yang tidak minta pertimbangan mereka.
8
B. Penggunaan yang

Penghubung yang yang digunakan di antara kata benda dan kata kerja akan membentuk sebuah klausa
terikat. Untuk menjadikannya klausa bebas, maka harus dilengkapi dengan predikat lain. Atau, jika predikat
lain tidak diperlukan, maka penghubung yang dapat dilesapkan sehingga klausa yang tadinya terikat menjadi
klausa bebas. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa konjungsi yang merupakan pemarkah klausa relatif
yang berfungsi memberikan keterangan tambahan pada kata benda sebelumnya. Fungsi inilah menjadikan
posisi yang selalu berada setelah kata benda baik kata benda itu ditampilkan secara tersurat (overt) maupun
secara tersirat (nonovert).
Kalimat (4) berikut mengandung konjungsi pronominal yang menghubungkan kata benda Subjek di
depannya dengan Predikat-Objek yang ada di belakangnya sehingga menjadikan kontruksi itu sebagai
kalimat terikat. Sebagai kalimat terikat tentu informasi yang disampaikan belum lengkap karena masih
terdapat pesan inti yang masih belum dimunculkan. Apabila kalimat terikat itu tidak didukung oleh klausa
inti, kalimat tersebut belum dapat dinyatakan sebagai bentuk yang benar:

(4) Sejumlah partai yang diduga melakukan pelanggaran di antaranya PDI Perjuangan, PKPB, dan Partai
Golkar. (17/03/04; XIX:1A; kmb17)

Kalimat (4) di atas dibentuk atas dasar ragam bahasa lisan karena predikat inti tidak digunakan
secara tersurat, tetapi dengan memanfaatkan frase preposisi dan frase benda di antaranya PDI Perjuangan,
PKPB, dan Partai Golkar ditapsirkan sebagai klausa inti. Sebaliknya, dalam versi bahasa tulis dengan
tapsiran makna yang tetap sama dengan kalimat aslinya, struktur kalimat tersebut harus dilengkapi dengan
predikat kopula adalah, sehingga perbaikannya menjadi (4a).

(4a) Sejumlah partai yang diduga melakukan pelanggaran di antaranya adalah PDI Perjuangan, PKPB dan
Partai Golkar. (17/03/04; XIX:1A; kmb17)

Namun, struktur yang paling tepat adalah (4b) dengan menghilangkan konjungsi yang sehingga
struktur kalimat tersebut menjadi kalimat bebas tanpa kehilangan bagian penting dari makna:

(4b) Sejumlah partai diduga melakukan pelanggaran, di antaranya: PDI Perjuangan, PKPB , dan Partai
Golkar. (17/03/04; XIX:1A; kmb17)

Struktur yang juga dianggap rancu adalah penempatan yang di antara kata/frase benda karena
kata/frase benda setelah yang tidak dapat difungsikan sebagai predikat atau atribut; konjungsi yang hanya
dapat diikuti oleh kata kerja atau kata sifat atau kata keterangan. Struktur kalimat di kotak sebelah kiri

9
berikut termasuk struktur yang tidak tepat karena melanggar kaidah tersebut. Sebaliknya, struktur kalimat di
kotak sebelah kanan termasuk struktur yang tepat:

(4c)

BP Saran Perbaikan

Ada yang kertas suara terbelah Ada kertas suara yang terbelah
menjadi dua dan empat, ada juga menjadi dua dan empat, ada juga
yang kertas suara yang miring kertas suara yang miring dan
dan sebagainya. sebagainya.

(18/03/04; 2B; 059/kmb4/ant)

C. Penempatan Objek

Predikat yang memerlukan Objek harus dibedakan dengan Predikat yang tidak memerlukan Objek. Jika
Objek tidak dimunculkan pada predikat yang memerlukannya, maka akan ada informasi yang hilang.
Sebaliknya, jika kata kerja yang tidak memerlukan Objek kemudian diberikan Objek, maka kalimat itu
menjadi rancu. Kata kerja memilih pada contoh (5) berikut adalah kata kerja yang memerlukan Objek tetapi
penulisnya tidak melengkapinya dengan Objek. Dalam ilmu sintaksis kata kerja berobjek disebut kata kerja
transitif, sementara kata kerja tidak berobjek disebut kata kerja intransitif.

(5)

BP Saran Perbaikan

PDI Perjuangan meminta rakyat PDI Perjuangan meminta rakyat


mewaspadai kebangkitan orde mewaspadai kebangkitan orde
baru dan tidak memilih. baru dan tidak memilih partai
dari orde tersebut.
(17/03/04; XIX:1A;
kmb5/kmb7/kmb3)

Jika kalimat asli (5) dipertahankan, maka PDI Perjuangan menganjurkan rakyat untuk tidak
memberikan suara atau bertindak sebagai “golongan putih” (golput) dalam Pemilihan Umum. Anjuran
semacam itu tentunya melanggar hukum berdasarkan aturan yang ada dan bukan pesan semacam itu yang
mau disampaikan oleh pihak PDI Perjuangan . Frase kerja tidak memilih berarti tidak memberikan pilihan,
10
tetapi yang dimaksudkan dalam kalimat asli tersebut adalah agar masyarakat tidak memilih partai pendukung
orde baru. Oleh karena itu, frase kerja tidak memilih harus dilengkapi oleh kata/frase benda yang
kontekstual. Dalam hal ini, konteks kalimatnya adalah partai pendukung orde baru sehingga predikat tidak
memilih harus dilengkapi dengan objek partai dari orde tersebut.

Contoh (6) berikut mengandung kalimat refleksif atau sebuah kalimat yang bersubjek dan berobjek
dengan acuan makna sama. Unsur Subjek seperti biasa dapat diisi oleh kata/frase benda atau kata ganti,
sementara Objek harus menggunakan frase benda refleksif diri sendiri. Akan tetapi, penulis berita justru
tidak menggunakan frase diri sendiri sehingga antara Predikat dan Keterangan yang berada setelah Predikat
itu menjadi rancu:

(6)

BP Saran Perbaikan

Mungkin karena tak tahan atas Mungkin karena


perlakuan intimidasi itu, Sueka ketidaktahanannya atas
akhirnya mengundurkan dari perlakuan intimidatif itu, Sueka
caleg Partai Merdeka wilayah akhirnya mengundurkan diri
pemilihan Pupuan dan sebagai caleg Partai Merdeka
Selemadeg. wilayah pemilihan Pupuan dan
Selemadeg.
(20/03/04; IV: 3B; 015)
.

Contoh (7) berikut mengandung kata kerja yang seharusnya transitif tetapi akhiran –kan tidak
digunakan sehingga kata kerja itu menjadi kata kerja intransitif yang secara salah diikuti oleh Objek. Akhiran
–kan berfungsi meningkatkan valensi kata kerja, yakni, sebuah kata kerja intransitif akan menjadi predikat
berobjek tunggal setelah dibubuhi –kan. Di samping itu, akhiran –kan menjadikan kata kerja ekatransitif
sebagai dwitransitif.

(7)

BP Saran Perbaikan

Namun informasi terdekat Namun, informasi terdekat


menyebutkan Jaya Wirata sudah menyebutkan Jaya Wirata sudah
mengambil tindakan dengan cara mengambil tindakan dengan cara
melapor masalah itu ke melaporkan masalah itu ke
Panwaslu dan KPU. (20/03/04;
11
IV: 1B; 015) Panwaslu dan KPU.

Kata kerja melapor contoh (7) di atas merupakan kata kerja intransitif yang tidak memerlukan Objek
tetapi Keterangan. Apabila bentuk melapor dipertahankan, maka kata kerja itu harus diikuti preposisi ke
sehingga bagian kalimat harus diubah menjadi melapor ke Panwaslu dan KPU. Namun, karena kata kerja itu
diikuti oleh frase benda (masalah itu), bentuk kata kerja melapor harus diperbaiki dengan menambahkan
akhiran –kan menjadi melaporkan sehingga dapat diikuti oleh Objek menjadi melaporkan masalah itu.

A. Penempatan Subjek

Sebuah kalimat bebas harus didukung secara tersurat oleh kata benda dan kata kerja untuk mengisi fungsi
secara lengkap. Dalam tulisan berita di media cetak sering dijumpai kalimat tanpa Subjek, seperti contoh ( 8)
dan (9) berikut.

(8)

BB Saran Perbaikan

Bila dimiringkan pada uang asli Bila uang asli dan uang palsu
akan ada perubahan warna yang dimiringkan, akan ada
tidak terjadi pada uang palsu. perubahan warna pada uang asli
tetapi tidak terjadi pada uang
(11/01/04; V:4-5A;bia) palsu.

Kata kerja dimiringkan yang berfungsi sebagai Predikat kalimat pasif (8) tidak didukung oleh
Subjek. Frase preposisi yang ditempatkan setelah kata kerja itu tentu tidak dapat difungsikan sebagai Subjek
kecuali preposisi pada dihilangkan sehingga menjadi frase benda dan ditempatkan di awal Predikat, seperti
saran perbaikan di sebelah kanan.

Pada contoh (8) kalimat pasif tidak diisi oleh Subjek, sementara pada contoh (9) berikut kalimat
aktiflah yang tidak diisi oleh Subjek.

(9)

BB Saran Perbaikan

Sambil menunggu kesepakatan Sambil Rochim menunggu

12
batas wilayah selesai, Rochmin kesepakatan batas wilayah
mengaku timnya tidak tinggal selesai, dia mengakui timnya
diam…. Di samping itu tidak berdiam diri…. Di
menyiapkan dana untuk samping itu dia menyiapkan
pemberdayaan masyarakat dana untuk pemberdayaan
sekitar. (BP, 17/01/04; XIV: masyarakat sekitar.
2T;046)

Kalimat pertama yang diisi oleh Predikat transitif menunggu dan kalimat ketiga yang diisi oleh
Predikat transitif menyiapkan keduanya tidak didukung oleh Subjek tersurat. Acuan makna kedua Subjek
sebetulnya adalah nama diri Rochim yang ditempatkan pada kalimat kedua. Nama diri ini sesungguhnya
dapat ditempatkan sebagai Subjek kalimat pertama yang kemudian dapat diulang sebagai kata ganti orang
ketiga dia pada kalimat kedua dan ketiga, seperti kalimat pada saran perbaikan. Kata ganti yang disebutkan
setelah acuannya disebut dengan strategi anaforik, sebaliknya kata ganti yang disebutkan sebelum acuannya
disebut dengan strategi kataforik. Strategi kataforik ini sesungguhnya telah diterapkan pada kalimat pertama
(dari kalimat asli) dan strategi semacam ini sangat biasa dilakukan dalam kalimat koordinatif. Namun,
pilihan yang lebih baik dalam bahasa berita adalah menyatakan segala sesuatunya secara tersurat untuk
menghindari ketaksaan makna.

B. Bentuk aktif lawan pasif

Dalam kalimat aktif (yakni kata kerja yang berawalan me-/meng-/mem-/men-/meny-) subjeknya melakukan
pekerjaan, sedangkan dalam kalimat pasif (yakni kata kerja berawalan di- atau ter-) subjeknya dikenai
pekerjaan dan pelakunya secara tidak wajib didahului preposisi oleh yang berada setelah predikat.
Pada contoh (10) berikut terjadi kesalahan pemilihan kata kerja sehingga peran Subjek tidak dapat berfungsi
secara wajar. Dalam contoh itu, kata kerja aktif mengkaji pada kalimat kedua tidak tepat digunakan karena
Subjek komponen fondasi nilai-nilai bukan merupakan pelaku suatu tindakan melainkan sasaran dari suatu
perbuatan. Oleh karena itu, kata kerja yang paling tepat dipilih adalah kata kerja pasif dikaji dengan susunan
ditampilkan pada saran perbaikan berikut.

(10)
BP Saran Perbaikan

Dalam pembahasan terhadap Dalam pembahasan terhadap


perilaku berpolitik rakyat, perilaku berpolitik rakyat,
komponen fondasi nilai-nilailah komponen fondasi nilai-nilailah
yang memadai untuk mengkaji.
13
(19/03/04; XIX: 1B; k. artadi) yang memadai untuk dikaji.

Kalimat pendek (11) berikut berkata kerja aktif menampilkan, bukan berkelas kata kerja pasif
sehingga frase benda dua pembicara yang berada setelah kata kerja itu adalah Objek yang dikenai dampak
tindakan. Jika penulisnya ingin menjadikan frase preposisi dalam seminar sebagai Subjek kalimat aktif,
maka preposisinya harus dihilangkan untuk mengindari fungsinya sebagai keterangan tempat. Sebaliknya,
jika penulisnya tetap mempertahankan preposisi dalam, maka kata kerjanya harus diubah menjadi kata kerja
pasif ditampilkan sehingga frase benda dua pembicara berubah fungsi menjadi Subjek kalimat pasif. Dengan
demikian, kalimat aktif atau pasif dapat tercipta berdasarkan struktur yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia, seperti ditampilkan pada saran perbaikan.

(11)

BB Saran Perbaikan

Dalam seminar menampilkan dua Dalam seminar itu ditampilkan dua


pembicara… pembicara…

(17/03/04; VII: 4; sta) ATAU

Seminar itu menampilkan dua


pembicara…

KEHEMATAN

Dalam kegiatan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan diperlukan penggunaan bentuk-bentuk bahasa
sehemat mungkin untuk menghasilkan pesan yang maksimal tetapi jelas dan tepat. Bentuk bahasa yang
hemat tidak akan mengurangi nilai pesan, nilai estetika dan nilai penalaran. Namun, dalam kenyataannya
sebagian penulis atau penutur bahasa Indonesia sering menggunakan bentuk bahasa berlebihan untuk
mendapatkan perhatian khusus dari pembaca atau pendengar. Kebiasaan seperti ini tidak akan memberikan
pengaruh positif baik untuk kemajuan bahasa Indonesia maupun untuk membangun sikap bangga berbahasa
Indonesia. Dalam pidato-pidato resmi, sering kali kita mendengar seseorang berpidato dengan menyapa
hadirin dengan para hadirin sekalian yang saya hormati. Tiga kata pertama dari klausa tersebut, kalau dilihat
dari segi kehematan tentu tidak tepat atau sangat berlebihan karena masing-masing kata tersebut bermakna
jamak. Kata para merupakan kata penyerta yang bermakna kelompok, kata hadirin bermakna semua orang
yang hadir, dan sekalian merupakan kata yang menyatakan jumlah jamak. Bentuk yang lebih tepat untuk
14
menyapa orang-orang yang menghadiri pidato kita adalah hadirin yang saya hormati. Kata hadirin sudah
bermakna jamak sehingga tidak diperlukan bentuk jamak lainnya. Dalam bahasa Indonesia tidak dikenal
adanya kesesuaian jumlah dalam struktur (morfo-)sintaksis untuk rangkaian kata benda yang membentuk
frase. Hal ini berbeda dengan bahasa-bahasa Indo-Eropah, misalnya, bahasa Inggris: those books lawan a
book, akhiran –s diperlukan sebagai pemarkah jamak yang bersesuaian dengan kata penunjuk jamak those.

A. Ketidakhematan karena parafrase

Pada teks berita (12) berikut, ketidakhematan terjadi karena pengulangan pesan dari kata keterangan lesunya
yang diparafrase menjadi yang belum pulih. Kata lesu juga bermakna ‘belum pulih’ atau ‘kurang bertenaga’,
mengacu pada keadaan fisik atau biologi. Namun, ungkapan tersebut digunakan secara metaforis untuk
menggambarkan kegiatan perdagangan yang mengalami kemunduran. Untuk menciptakan bentuk bahasa
yang hemat dalam teks tersebut, hanya salah satu dari kedua keterangan tersebut yang diperlukan sehingga
bentuk bahasanya efektif, seperti diperlihatkan pada saran perbaikan berikut.

(12)

BB Saran Perbaikan

Menurut dia, lesunya Menurut dia, lesunya


kunjungan wisatawan asing ke kunjungan wisatawan asing ke
Bali yang belum pulih masih Bali masih mempengaruhi pasaran
mempengaruhi pasaran ikan. ikan.

(04/04/04; XI: 5; oka)

B. Ketidakhematan karena sinonim

Kata menurut atau menyebutkan digunakan untuk mengacu sumber berita dalam teks media tetapi dalam satu
kalimat hanya diperlukan salah satunya saja karena keduanya bersinonim. Pada teks (13) kedua kata tersebut
digunakan dalam satu kalimat sehingga menghasilkan bentuk bahasa yang berlebihan; hanya salah satunya
diperlukan, seperti ditunjukkan pada saran perbaikan.

(13)

BB Saran Perbaikan

Sementara menurut kalender Sementara, dalam kalender


Cina menyebutkan, prospek bisnis Cina disebutkan prospek bisnis
15
properti di tahun 2004 atau tahun properti di tahun 2004 atau
monyet digambarkan ambisius, tahun monyet digambarkan
gesit serta diprediksi kalau sektor ambisius, gesit dan diprediksi
properti bakal tumbuh dan terus sektor properti bakal tumbuh
menggeliat. (21/01/04: IV:2T; dan terus menggeliat.
ani)

C. Ketidakhematan karena pengulangan kata dasar

Pengulangan kata dapat terjadi dengan cara mengulang sepenuhnya atau mengulang sebagian bentuk dasar
suatu kata. Makna perulangan kata berkaitan dengan adanya suatu hal, kejadian, tindakan, sifat, dan keadaan
yang berlangsung secara berulang. Namun, persoalannya adalah sejauhmana perulangan itu diperlukan. Kata
buru-buru dan buru adalah dua kata yang berjenis kata dan bermakna berbeda. Kata pertama adalah kata
bantu yang berbentuk kata ulang tetapi tidak bermakna perulangan. Kata buru-buru merupakan kata bantu
bermakna ‘tergesa-gesa’, misalnya, dia buru-buru pergi yang artinya ‘dia pergi secara tergesa-gesa’,
sedangkan buru tanpa diulang merupakan kata kerja yang bermakna ‘kejar’, misalnya, dia buru/memburu
orang itu yang maksudnya ‘dia mengejar orang itu.’

Dua kata, yang satu merupakan kata dasar dan yang lain merupakan kata jadian dibentuk dari kata
dasar yang sama, tidak dapat membentuk kalimat yang efektif jika keduanya digunakan dalam satu kalimat
karena terjadi ketumpangtindihan makna. Contoh (14) berikut, misalnya, terdapat gabungan kata
meningkatkan tingkat yang keduanya berasal dari kata dasar yang sama:

(14)

BP Saran Perbaikan

Namun, yang jelas fenomena Namun, yang jelas fenomena


yang terjadi belakangan ini di belakangan ini di Kota
Kota Denpasar, memang Denpasar, memang
menunjukkan kecenderungan menunjukkan kecenderungan
meningkatnya tingkat kadar peningkatan kenekatan dari
kenekatan dari mereka yang mereka yang melakukan
melakukan tindakan tindakan premanisme.
premanisme. (12/01/04;
VIII:3A; winata)

16
Perubahan bentuk gabungan meningkatkan tingkat menjadi satu bentuk yang lebih efektif,
peningkatan, dapat menciptakan kalimat yang lebih hemat. Inti kalimat tersebut adalah pada bagian Predikat
inti yang diikuti Objek. Predikat intinya adalah kata kerja menunjukkan dan objeknya adalah kecenderungan
yang dilengkapi frase lain. Karena Objek umumnya diisi oleh kata benda atau frase benda, gabungan
meningkatkan tingkat lebih tepat diubah menjadi satu kata benda, peningkatan, sehingga tercipta frase benda
kecenderungan peningkatan yang berfungsi sebagai Objek dari menunjukkan. Kata tingkat dan dan kadar
tidak diperlukan lagi karena maknanya sudah dapat ditampung oleh kata peningkatan.

KOHESI

Kohesi menyangkut kepaduan hubungan antarunsur bahasa baik hubungan antarfrase, antraklausa,
antarkalimat, maupun antarparagraf untuk menghasilkan struktur dan pesan yang utuh dalam suatu teks.
Kepaduan itu dapat terjadi ditentukan oleh pemanfaatan perangkat-perangkat kohesi yang tepat tanpa
mengganggu keselarasan hubungan antarunsur. Perangkat-perangkat kohesi itu, menurut Halliday dan
Hassan (1976), dibedakan atas perangkat kohesi gramatikal dan perangkat kohesi leksikal. Perangkat kohesi
gramatikal, di satu pihak, meliputi unsur acuan (reference), penggantian (substitution), dan pelesapan
(ellipsis). Perangkat kohesi leksikal, di pihak lain, meliputi kelas kata benda umum dan kata-kata
berkolokasi. Sementara itu, ada juga bentuk yang dapat diketegorikan sebagai medial antara perangkat
kohesi gramatikal dan leksikal yakni bentuk penghubung (dan, atau, tetapi, kalau, setelah, ketika, dan
sebagainya)

Perangkat kohesi gramatikal yang termasuk kategori unsur acuan berkaitan dengan hubungan
informasi baru (new information atau reference) yang diacu oleh bentuk lain sebagai informasi lama ( given
information). Hubungan ini dibedakan atas hubungan endoforik yakni acuan dan pengacunya berada di
dalam teks. Endoforik dibedakan atas bentuk anaforik dan kataforik. Bentuk anaforik merupakan informasi
baru atau acuan yang disebutkan terlebih dahulu sebelum bentuk pengacunya. Sebaliknya, kataforik
merupakan bentuk pengacu disebutkan terlebih dahulu sebelum acuannya. Kedua, perangkat kohesi
gramatkal yang berkategori unsur penggantian dapat berupa kata ganti atau bentuk demonstratif yang
digunakan untuk menggantikan nama diri atau frase benda yang disebutkan sebelumnya di dalam teks.
Ketiga, perangkat kohesi gramatikal yang berkategori unsur pelesapan adalah suatu bentuk kosong yang
berfungsi sebagai Subjek klausa kedua dalam kalimat majemuk koordinatif.

Perangkat kohesi leksikal yang berkategori kelas kata benda umum dapat dibedakan atas kata benda
berkelas manusia, kata benda berkelas tempat, dan kata benda berkelas fakta. Kata-kata seperti orang,
17
seseorang, lelaki, perempuan, dan anak-anak, dimasukkan ke dalam kelas manusia (misalnya, frase
pembunuh berdara dingin dapat diacu oleh penjahat itu); kata-kata hewan, binatang, serangga
dikelompokkan sebagai kelas mahluk hidup bukan manusia (misalnya, singa atau srigala dapat diacu dengan
binatang buas); kata-kata tempat berkategori kelas nomina tempat (negara-negara NATO diacu sebagai
negara-negara barat, Asia diacu sebagai negara-negara timur); kata-kata pertanyaan dan gagasan dikelaskan
sebagai fakta (misalnya, pertanyaan atau penjelasan tentang suatu konsep dapat diacu dengan kata gagasan).

Perangkat leksikal yang berkolokasi adalah pasangan kata yang berelasi secara sistematik dalam hal
bentuk atau makna atau sekelompok kata yang dapat dimasukkan ke dalam lingkungan yang sama (misalnya,
sakit, sehat, sembuh, penyakit, obat, dokter, resep dapat dimasukkan ke dalam lingkungan kesehatan; siswa,
guru, kurikulum, kepala sekolah, perpustakaan dapat digolongkan ke dalam kelompok pendidikan dasar;
korupsi, pengadilan, penjara, hukum, vonis, terdakwa, tersangka dapat digolongkan ke dalam ranah hukum).

Kesalahan kohesi umumnya terjadi dalam hubungan antar-/intrakalimat dan antar-/intraparagraf


dalam satu teks. Keterkaitan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam satu paragraf merupakan
langkah penting sebelum terjadinya keterkaitan antar-/intraparagraf. Keterkaitan antar-/intrakalimat dapat
diimplementasikan dari aspek bentuk dan makna kalimat yang membagun paragraf. Jika hubungan antar-
/intrakalimat dibangun atas dasar hubungan makna atau pesan, maka penghubung atau partikel antar-
/intrakalimat tidak digunakan. Hubungan maknanya bersifat tersirat dari penapsiran pesan yang dilakukan
penulis atau pembaca. Sebaliknya, jika penulis menggunakan hubungan antar-/intrakalimat secara tersurat,
maka diperlukan penghubung atau partikel. Hubungan intrakalimat dapat bersifat setara yang secara tersurat
dapat dirangkaikan dengan tanda baca koma (,), titik-koma (;), konjungsi: dan, atau, tetapi. Sementara
hubungan antarkalimat (atau intraparagraf) dapat dinyatakan secara tersurat dengan penggunaan partikel:
namun, akan tetapi, di samping itu, oleh karena itu, akhirnya, dst. bergantung pada hubungan makna
antarkalimat.
Kohesi dalam kaitan dengan hubungan antarparagraf ditentukan oleh pemilihan topik dalam satu
bagian atau subbagian teks. Dalam teks berita, misalnya, topik itu tidak jamak tetapi tunggal yang dibagi
menjadi subtopik yang lebih khusus. Sepertti halnya hubungan antarkalimat, dalam hubungan antarparagraf
harus jelas batas-batas pengembangan paragraf yang satu dengan paragraf yang lain. Paragraf awal biasanya
menyangkut pengenalan topik secara umum agar pembaca mempunyai gambaran umum tentang informasi
yang terkandung pada teks. Paragraf-(paragraf) selanjutnya sejatinya berkaitan dengan pengembangan dan
penjelasan yang didukung oleh fakta dan data sehingga informasi yang disampaikan utuh dan dapat
dipertanggungjawabkan.

18
Dalam bahasa media cetak sering perangkat-perangkat kohesi tidak mendapat perhatian karena
alasan kehematan ruang dan waktu. Padahal, kalau penulis dapat menggunakan perangkat kohesi secara
tepat, tulisan itu menjadi lebih efektif dan efisien. Perangkat kohesi membolehkan seorang penulis
melakukan penggantian terhadap ungkapan yang panjang dengan bentuk yang lebih singkat. Penulis juga
dapat melakukan pelesapan bentuk yang berada dekat dengan acuannya.

A. Elipsis

Dalam contoh bahasa media berikut ini, Subjek kalimat kedua dari kalimat luas dilesapkan. Acuan atau
referen dari Subjek yang dilesapkan itu (disebut juga Subjek Anafora Nol) berada pada kalimat sebelumnya.
Secara struktur tampak ada pertautan acuan secara langsung tetapi informasi fakta yang diacu tidak
ditampilkan secara jelas. Jika ellipsis Subjek tetap dipertahankan dan acuannya adalah partisipan
sebelumnya, dalam hal ini Nagashima Hideaki, maka struktur kalimat berikut dapat dipertahankan.

(15) Malang sekali nasib turis asal Jepang, Nagashima Hideaki (60) yang menghinap di Jl. Danau Poso
Gang Wanasari Denpasar. Saat mengganti ban mobil karena dicoblos di Jl. By Pass Ngurah Rai Sanur,
tas milik Nagashima yang berisi uang dan barang senilai Rp 75 juta dicuri, Rabu (19/11) lalu.
(21/11/03:I:2T; 205)

Teks di atas merupakan paragraf pertama sebuah berita. Kalimat keduanya menyiratkan bahwa orang
yang mengganti ban mobil adalah orang yang disebutkan sebelumnya, yakni Nagashima Heideaki. Padahal,
dalam paragraf berikut (paragraf ketiga) faktanya menjadi jelas bahwa orang yang mengganti ban mobil itu
adalah sang sopir yang dibantu oleh majikannya, Nagashima Heideaki. Berdasarkan fakta itu, kalimat yang
benar adalah

(15a) Malang sekali nasib wisatawan asal Jepang, Nagashima Hideaki (60), yang menginap di Jl. Danau
Poso Gang Wanasari Denpasar. Saat korban dan sopirnya mengganti ban mobil karena dicoblos di
Jl. By Pass Ngurah Rai Sanur, tas milik Nagashima yang berisi uang dan barang senilai Rp 75 juta
dicuri, Rabu lalu.

Strategi elispsis (dapat juga disebut sebagai anafora kosong/zero anaphora) merupakan bentuk
kohensi gramatikal diterapkan pada Subjek kosong kalimat kedua pada teks (15a). Namun, bentuk acuannya
tidak dinyatakan secara jelas sebagai sebuah fakta yang padu dengan informasi yang disebutkan dalam
bagian teks berikutnya.

B. Transisi antarkalimat

Kalimat merupakan unit terpenting yang membangun teks karena setiap kalimat mengandung unit makna
yang utuh untuk menghasilkan pesan yang lengkap. Kalimat harus dihubungkan satu sama lain sehingga
menjadi satu rangkaian yang utuh dalam membangun pesan sebuah teks. Penghubung yang dimanfaatkan
19
untuk merangkai hubungan antarkalimat atau antarklausa bergantung pada hubungan maknanya (bdk.
Swales & Feak dalam Kalidjernih, 2010: 16--17). Berikut adalah klasifikasi hubungan makna antarkalimat
atau antarklausa dengan penghubung yang gayut.

HUBUNGA PENGHUBUNG PENGHUBUNG


N MAKNA ANTARKALIMAT KLAUSA

Tambahan di samping itu, lebih


lanjut, tambahan pula,
demikian juga

Oposisi karena itu, alhasil, karena, akibatnya


konsekuensinya,
akibatnya jadi

Klasifikasi dengan kata lain, yaitu,


yakni

Perlawanan sebagai kontras, akan kalau, tidak seperti,


tetapi, di lain pihak, berlainan dengan,
sebaliknya, lain halnya dengan,
bukan hanya
…tetapi jua

Ilustrasi sebagai contoh,


contohnya, misalnya

Kondisional Jika…., maka ….

Intensifikasi sebaliknya, sebenarnya,


sesungguhnya

Contoh (16) berikut memperlihatkan bahwa antara klimat pertama dan kalimat kedua memiliki
hubungan perlawanan tetapi keberadaannya tidak didukung oleh penguhubung atau penanda transisi secara
lengkap.

20
(16) Melihat peluang yang ada kala itu, dia bukan saja mengembangkan ayam betet di rumahnya. Untuk
memenuhi ayam aduan yang satu ini di Bali, dia memutuskan untuk mengimpor ayam betet Filipina
lewat manado, Sulawesi Utara. (BB, 15/02/04; IX:6B; can)

Penanda transisi bukan saja dalam klausa awal digunakan secara sepihak tanpa dilengkapi dengan
tetapi juga pada klausa berikutnya yang merupakan satu unit kalimat majemuk. Penggunaan transisi secara
sepihak menjadikan bentuk kalimat tidak padu dan pesan yang disampaikan kurang lengkap. Perbaikan yang
diusulkan seperti berikut ini.

(16a) Melihat peluang yang ada kala itu, dia bukan saja mengembangkan ayam betet di rumahnya, tetapi
juga memutuskan untuk mengimpor ayam betet Filipina lewat Manado, Sulawesi Utara. Hal ini
dilakukan untuk memenuhi permintaan ayam aduan jenis ini di Bali.

C. Perlunya penggantian bentuk

Penggantian tidak hanya dilakukan antara acuan persona (orang, wanita, lelaki) dan kata gantinya (saya,
kami, kita, anda, kamu, engkau, dia, mereka), tetapi juga dapat dilakukan antara kata benda umum dan kata
ganti generik (misalnya, kata ganti hal digunakan untuk menggantikan suatu peristiwa), kata tunjuk ini dan
itu digunakan untuk menunjuk suatu keadaan atau peristiwa sebelumnya sesuai dengan derajat kedekatannya,
klasifikasi berdasarkan karakternya (misalnya, sebuah klausa atau frase yang panjang dapat digantikan o leh
sebuah kata atau frase yang lebih pendek: ketiga orang penjahat yang ditangkap polisi dapat digantikan
dengan ketiga tersangka itu kemudian digantikan dengan ketiganya). Contoh berikut tidak menerapkan
strategi penggantian secara efisien:

(17) Dari catatan polisi, ketiga tersangka, Supekan, Budiono dan Heri Susanto, pernah menghuni sel
Polda Bali karena terlibat kasus sama. Biasanya mereka beraksi berempat. Entah kenapa seorang lagi
bernama Imam ke luar dari komplotan tersebut. Keluar dari tahanan, Supekan, Budiono dan Heri
Susanto rupanya tak kapok-kapok juga. Ketiganya tetap saja mengulangi perbuatannya yang melanggar
hukum. (DP, 16/03/04; 1-8; 205)

Aspek yang difokuskan pada teks di atas adalah tiga nama orang yang termasuk sebagai tersangka.
Ketiga nama, Supekan, Budiono dan Heri Susanto, disebutkan secara berulang pada dua kalimat yang
jaraknya berdekatan dalam satu paragraf. Dengan jarak sedekat itu, pembaca dapat dengan mudah mengingat
ketiga nama tersebut sehingga tidak diperlukan pengulangan nama-nama mereka. Hal yang dapat dilakukan
untuk memelihara kepaduan dan keserasian tulisan adalah dengan memanfaatkan kata ganti yang gayut,
misalnya, ketiga nama orang tersebut dapat digantikan dengan kata ganti orang mereka atau kata ganti
berdasarkan karakter makna nomina tersebut: tersangka itu. Perbaikan yang diajukan sebagai berikut.

21
(17a) Dari catatan polisi, ketiga tersangka, Supekan, Budiono dan Heri Susanto, pernah menghuni sel
Polda Bali karena terlibat kasus sama. Biasanya mereka beraksi berempat. Entah mengapa seorang
lagi bernama Imam keluar dari komplotan tersebut. Setelah keluar dari tahanan, ketiga tersangka
itu rupanya tidak jera juga. Mereka tetap saja mengulangi perbuatannya yang melanggar hukum.

EJAAN

Kesalahan ejaan sering terjadi dalam berbagai genre tulisan bahasa Indonesia, baik teks akademik, teks
sastra maupun teks media. Kesalahan ejaan yang paling sering ditemukan adalah kesalahan yang berkaitan
dengan penempatan tanda baca (terutama tanda koma (,), tanda kutip (“…”), penulisan imbuhan dan kata
depan. Jenis kesalahan semacam ini dapat terjadi karena tiga hal: (i) kurangnya pengetahuan penulis berita
tentang kaidah-kaidah ejaan berlaku, (ii) kurangnya perhatian penyunting atau editor terhadap persoalan
ejaan, dan (iii) lemahnya pemahaman tentang tata bahasa (misalnya, penempatan tanda koma yang salah di
dalam satu frase atau kalimat dapat mengubah struktur, pola urutan dan makna frase atau kalimat).
Jenis kesalahan ejaan terjadi karena penulis teks berbahasa Indonesia masih banyak yang terpengaruh dengan
ragam bahasa lisan dan tidak menguasai dengan baik sistem ejaan bahasa Indonesia (yang diatur dalam
Ejaan yang Disempurnakan). Seorang penulis yang baik harus mengetahui sistem penulisan huruf, tanda
baca, kata pinjaman, dan penulisan bentuk-bentuk kata dan imbuhan yang mirip secara homonin (kesamaan
penulisan) atau homofon (kesamaan pengucapan).
Dalam kesalahan penulisan huruf, seorang penulis sering kali tidak membedakan penulisan huruf
ganda dan huruf tunggal. Misalnya, satu kata yang mengandung bunyi ganda harus ditulis ganda dalam teks
tulis tetapi tidak selalu diucapkan ganda atau diucapkan panjang dalam bahasa lisan, sebagai contoh, kata
menunjukkan (dengan dua /kk/ sering ditulis salah menjadi menunjukan (dengan satu /k/).
Dalam penulisan tanda kutip ganda, judul yang berisi kata dari bahasa daerah atau kata bahasa asing
sering ditulis di antara tanda kutip ganda. Cara ini tentu tidak benar jika dilihat dari segi ejaan bahasa mana
pun. Penulisan kata yang bersumber dari bahasa asing atau daerah harus dicetak miring, untuk menunjukkan
bahwa kata tersebut berasal dari bahasa lain. Tanda kutip ganda, seperti telah dijelaskan sebelumnya, hanya
digunakan untuk menginformasikan bahwa makna ungkapan di antara kutip ganda itu bermakna ganda atau
bagian teks di antara tanda kutip ganda diambil dari sumber lain.
Kesalahan lain terjadi pada bentuk-bentuk bahasa yang mirip secara homonim (kesamaan tulisan)
atau homofon (kesamaan bunyi) terjadi pada penulisan daripada, di/di-, dan ke-/ke yang diikuti kata lain.
Kata daripada sering ditulis terpisah, dari pada, dan pemisahan semacam ini tidak dibenarkan karena
preposisi daripada adalah satu kata, sementara dari pada adalah dua kata yang tidak pernah digunakan sejara
berjejer terpisah. Sementara itu, awalan di- sering dikacaukan dengan preposisi di yang masing-masing
22
berkategori berbeda; di- sebagai awalan hanya digunakan untuk mengawali kata kerja atau kata yang
menyatakan tindakan, misalnya, dijual (bukan *di jual) atau dikontrakkan (bukan *di kontrakkan), sementara
preposisi di digunakan untuk menunjukkan tempat, sehingga preposisi di tidak diikuti oleh kata kerja
melainkan kata benda, misalnya, di rumah (bukan *dirumah), di waktu itu (bukan *diwaktu itu), dan
seterusnya. Setara dengan di-/di adalah penulisan ke-/ke yang masing-masing juga berkategori berbeda. Ke-
sebagai awalan digunakan hanya untuk membentuk kata benda atau kata bilangan sehingga penulisannya
harus disambung, secara berturut contohnya adalah keadaan (bukan *ke adaaan) dan ketiga (bukan *ke
tiga). Sebaliknya, ke sebagai preposisi harus ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya untuk
menyatakan tempat, contohnya, ke mana (bukan *kemana), ke segala arah (bukan *kesegala arah), ke luar
negeri (bukan *keluar negeri)2 , dan sebagainya.

A. Kesalahan penempatan tanda koma


Penulis berita sering tidak menempatkan tanda koma di antara informasi yang disisipkan, misalnya, B upati
Jembrana I Gede Winasa mengatakan bawha… adalah salah dari segi ejaan. Ejaan yang benar adalah
adanya tanda koma di antara nama sebagai informasi tambahan, menjadi Bupati Jembrana, I Gede Winasa,
mengatakan bahwa…. Kesalahan semacam ini dapat dilihat pada contoh (18)

(18) Dikatakan Gubernur Bali, Dewa Made Beratha pun menyetujui keinginan Tjok Suryawan itu. (BP,
8/12/03; III:1A)

Kalimat di atas sangat sulit dipahami karena penempatan tanda koma yang tidak tepat (dan juga
karena ketidakgramatikalannya). Struktur kalimat tersebut melahirkan dua tapsiran:

(18a) Dikatakan (oleh orang) bahwa Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, pun menyetujui keingingan Tjok
Suryawan itu.

ATAU
(18b) Dikatakan (oleh) Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, bahwa dia pun menyetujui keingingan Tjok
Suryawan itu.

Jika makna yang diinginkan oleh penulis berita tersebut sesuai dengan kalimat (18a), maka nama diri
(Dewa Made Beratha) berada di antara dua tanda koma untuk menunjukkan bahwa fungsi nama diri tersebut
adalah sebagai aposisi dari nama jabatan (Gubernur Bali). Artinya, salah satunya dapat digunakan karena
pada intinya frase nomina itu mengacu pada individu yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada contoh
kalimat (18b). Perbedaan kalimat (18a) dan kalimat (18b) terletak pada pelaku dari tindakan yang dinyatakan
dengan verba pasif dikatakan. Contoh (18a) harus ditambahkan pelaku dalam bentuk frase preposisi oleh

23
orang untuk menunjukkan bahwa ‘(sesuatu) dikatakan oleh orang lain tentang Gubernur Bali.’ Sebaliknya,
kalimat (18b) hanya ditambahkan preposisi oleh di depan nama diri Gubernur Bali untuk menunjukkan
bahwa ‘sesuatu dikatakan oleh Gubernur Bali. Dalam hal ini, pelaku tindakan adalah Gubernur Bali, bukan
orang lain.

B. Penempatan tanda kutip ganda (“…”)


Jika penempatan tanda kutip ganda yang benar pada teks tulis diperhatikan, sedikitnya ada dua aspek
penempatan yang tepat: (i) tanda kutip ganda digunakan di antara ungkapan atau pernyataan lengkap (baik isi
maupun bahasanya) milik sumber lain, (ii) tanda kutip digunakan di antara ungkapan atau pernyataan yang
bermakna ganda atau bermakna kiasan, seperti dicontohkan berikut.

(19) “Waktu itu saya sebagai Menteri Agraria/Kepala BPN, diminta datang ke Bappenas, 20 Mei 1998, sore
hari. Di sana sudah berkumpul sekitar 16 menteri melakukan rapat khusus yang dipimpin Menko Ekuin
Ginandjar Kartasasmita. Di sinilah kisah pengunduran diri Pak Harto sampai terjadi,” kata lulusan
Akmil 1962 ini. (BP, 6/12/03; I:5B)

Penggunaan tanda kutip ganda pada teks tersebut di atas sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Artinya, semua ungkapan yang berada di antara tanda kutip ditulis secara lengkap baik isi maupun bahasanya
merupakan milik sumber lain. Berikut adalah penggunaan tanda kutip di antara ungkapan bermakna ganda.

(20) Banyak media memberitakan bahwa Angelina Sondakh, anggota DPR dari Fraksi Demokrat, sering
menghubungi Rosa, bendahara perusahaan milik Nazaruddin, untuk dimintai “apel washington” dan
“apel malang” dalam jumlah tertentu. (Pastika, diolah dari berita media tv dan koran, April 2012).

Pada contoh (20) di atas dua ungkapan berada di antara tanda kutip ganda, yakni “apel washington”
dan “apel malang.”3 Makna kedua istilah tersebut ditapsirkan oleh pihak media massa sebagai ‘uang dolar
Amerika’ untuk “apel washington” dan ‘uang rupiah’ untuk “apel malang.” Tapsiran makna tersebut
tentunya bersifat kontekstual yakni keberterimaan makna disesuaikan dengan konteks sosial-politik yang
terjadi saat itu. Konteks berita saat itu adalah selama Februari sampai Mei 2012 kasus korupsi yang
menyangkut tokoh-tokoh politik disidangngkan di depan pengadilan. Para terdakwanya terbukti banyak
menerima suap baik dalam bentuk uang dolar dan uang rupiah.

Penggunaan tanda kutip ganda di antara ungkapan atau pernyataan tersebut di atas telah mengikuti
kaidah-kaidah penulisan yang benar. Namun, dalam teks berita (koran-koran yang tergabung dalam
Kelompok Media Bali Post) sering pula ditemukan kesalahan penempatan tanda kutip di antara istilah asing
pada judul berita (21) dan di antara istilah daerah (22). Sebaliknya, ada ungkapan yang mestinya ditempatkan
24
di antara tanda kutip, justru dibiarkan tanpa tanda kutip, misalnya, ungkapan bermakna kiasan ( 23) dan
ungkapan percakapan yang diambil dari sumber berita (24)

(21) Pencanangan “Fogging” Massal

Dauh Puri, DenPost

Mengantisipasi kejadianluar biasa kasus demam berdarah dangue (BD), Pemerintah Kota Denpasar …(8 Mei
2012, h. 2, k. 3—7)

(22) “Maceki”, Ganggu tetangga, Diciduk Polisi

Singaraja (Bali Post)

Lima warga, Senin (8/3) sekitar pukul 21.00 wita diciduk polisi ketika sedang asyik maceki di sebuah rumah
warga di Kawasan Banyuning, Singaraja. (10/03/04; IV: 4T; kmb 15)

(23) PAC Selemadeg Barat “Walk Out” (BP, 8 Okt 2003)

(24) ...debur ombak yang seperti tak pernah lelah mencumbu bibir pantai ... (BP, 8 Okt 2003)

(25) Mereka baru bergairah membicarakan ketika Pemilu sudah di ambang pintu. Ngomong-ngomong,
Gunawan diundang nggak Nih? Kalaupun diundang,...(BP, 10 Okt 2003)

Penempatan tanda kutip di antara judul berita biasa digunakan pada ketiga koran Kelompok Media
Bali Post, meskipun tanda kuitp itu hanya digunakan untuk menandai istilah asing atau istilah daerah. Ketika
pihak editor ditanyakan hal tersebut, mereka mengatakan bahwa penempatan tanda kutip alih-alih cetak
miring dalam judul lebih tampak bagus dalam penampilan tulisan. Dalam hal ini, aspek estetika dan
kehematan, menurut editor, lebih dipentingkan alih-alih ketepatan kaidah dan kejelasan pesan pada judul
karena pesan lengkap dapat dibaca pada isi berita. Penulisan istilah asing (21) dan istilah daerah(22)
semestinya dilakukan dengan cetak miring sehingga kata bahasa Inggris fogging tidak perlu ditulis “fogging”
dan kata bahasa Bali maceki tidak tepat ditulis “maceki”. Kata fogging sebetulnya dapat pula digantikan
dengan istilah Indonesia pengasapan, sementara kata maceki tetap dipertahankan karena lebih dikenali oleh
pembaca di Bali dan sulit dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia.

Penulisan frase “walk out” (23) di atas tentu tidak tepat karena kalau Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan diacu atau juga sistem penulisan yang benar diterapkan dalam berbagai tipe
tulisan, maka penulisan istilah asing atau istilah daerah mestinya dicetak miring. Dengan demikian,
penulisan yang benar adalah walk out atau lebih baik ditulis dengan istilah bahasa Indonesia: keluar

25
ruangan. Sebaliknya, klausa … lelah mencumbu bibir pantai … (24), yang terdiri atas fungsi Predikat dan
Objek, sepenuhnya merupakan bentuk kiasan yang penulisannya mesti ditempatkan di antara tanda kutip
menjadi “...lelah mencumbu bibir pantai….” Makna klausa ini harus ditapsirkan sesuai dengan
konteksnya, dalam hal ini, konteksnya adalah debur ombak yang berfungsi sebagai Subjek klausa. Dengan
melihat bentuk leksikal dan gramatikalnya, makna yang dapat ditapsirkan adalah ‘debur ombak tidak henti-
hentinya memecah permukaan pantai.’

Data (25) adalah tulisan bergaya pemaparan (narasi dan deskripsi), bukan percakapan. J ika pen ulis
mau menyelipkan percakapan (bentuk bahasa lisan), maka ungkapannya berada di antara tanda kutip ganda.
Kalimat kedua dan ketiga pada teks (25) merupakan ungkapan percakapan yang dikutip dari sumber berita
sehingga gaya percakapan dapat diubah dengan gaya deskripsi atau apabila unsur percakapan dipertahankan,
maka keberadaannya di antara tanda kutip.

(25a) Mereka baru bergairah membicarakannya ketika Pemilu sudah di “ambang pintu.” Ketika ditanyakan
apakah Gunawan diundang, dia menjawab: “Kalaupun diundang,...”

Pada contoh (25a) bentuk bahasa lisan yang merupakan kutipan dari sumber berita diubah menjadi
gaya pemaparan hasil bentukan penulis berita sehingga diungkapkan dengan kalimat pasif dan aktif yang
mengacu pada peristiwa masa lalu:

Ketika ditanyakan apakah Gunawan diundang, dia menjawab: “Kalaupun diundang …”

Hanya unsur percakapan bagian kedua yang dipertahankan untuk mempertahankan keaslian
ungkapan sumber berita sehingga ungkapan tersebut berada di antara tanda kutip: “Kalaupun diundang,...”

C. Penulisan imbuhan dan kata depan

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian penulis berita media dan juga sejumlah kalangan akademisi
sering menghadapi kebimbangan ketika menuliskan imbuhan dan kata depan. Awalan di- dan ke- yang
berbentuk fonemis sama dengan kata depan di dan ke tidak sama secara morfologis. Kata kerja yang
berakhir dengan huruf /k/ diikuti imbuhan verba (me) – kan sering ditulis dengan huruf k tunggal (misalnya,
memasukkan ditulis secara salah *memasukan). Sebaliknya, ada sejumlah penulis yang tidak dapat
membedakan penulisan –an dan –kan sehingga kata yang mesti berisi satu k, justru ditulis dengan kk
(misalnya, pembentukan ditulis secara salah *pembentukkan). Semua imbuhan yang dilekatkan pada kata
dasar atau akar kata harus dituliskan tersambung karena merupakan bagian integral dari sebuah kata. Sebagai
satu kesatuan kata, imbuhan dapat mengubah kelas kata (derivasional) atau menggeser makna gramatikal
(infleksional). Sebaliknya, kata depan/preposisi tidak merupakan bagian integral sebuah kata, tetapi

26
diperlakukan sebagai kata gramatikal/morfem terikat yang berdampingan secara terpisah dengan morfem
bebas. Preposisi yang mendampingi morfem bebas membentuk sebuah frase, sehingga kontruksinya disebut
sebagai frase preposisi. Perhatikan bentuk penulisan yang salah (dicetak tebal) berikut ini:

(26) Disamping mengenang perjuangan almarhum ... (BP, 12 Okt 2003, h. 9, k. 5)

(27) … bahwa prioritas pembangunan Bali kedepan… (BP, 27 Nov. 03, h. 10, k. 3)

(28) …calon anggota timnya belum menunjukan kerja sama tim yang padu ketika meladeni Ombay. (BP,
6 Des. 03, h. 16, h. 3)

(29) Karenanya, tokoh PDIP badung ini minta, masyarakat tetap menggalakan sektor pertanian. ...(DP, 25
Okt. 03, h. 3, k. 4)

(30) ...pembentukkan Wapres Center ... (BP, 11 Okt. 03, h. 15, k. 1)

(31) Korban kemudian curiga, lanjut mengecek ke kamar dan mendapatkan beberapa perhiasan emas dan
uang tunai miliknya telah raib. (DP, 22 Okt 2003, h. 4, k. 1)

Penulisan disamping dengan cara tersambung tentu tidak tepat karena, seperti telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa di pada frase itu adalah preposisi, bukan sebagai awalan, sehingga harus ditulis terpisah:
di samping. Kata samping mengacu pada keterangan tempat, bukan kata kerja, sehingga tidak diperlukan di
sebagai awalan. Konsep yang sama harus diterapkan pada ke pada kedepan sehingga penulisan yang benar
adalah terpisah: ke depan. Kata depan di sini juga mengacu keterangan tempat dan ke adalah preposisi.

Imbuhan (me) – kan dan (pe) – an digunakan untuk membentuk kelas kata yang berbeda, bentuk
yang disebutkan pertama digunakan untuk membentuk kata kerja, sementara bentuk yang disebutkan kedua
digunakan untuk membentuk kata benda. Apabila kata dasar kerja berakhir dengan huruf k dilekati akhiran –
kan, maka tidak ada alasan untuk menuliskannya dengan satu k, harus ditulis dengan dua k. Sebaliknya,
apabila kata dasar benda tidak diakhiri huruf k, tidak ada alasan untuk menuliskannya dengan dua k, harus
ditulis satu k. Jadi, kata *menunjukan (11) dan *menggalakan (12) telah ditulis secara salah karena kata
dasarnya masing-masing adalah tunjuk dan galak. Proses morfologis kedua kata tersebut adalah me-kan +
tunjuk → menunjukkan dan me – kan + galak → menggalakkan. Berbeda halnya dengan kata pembentukan
yang dibentuk oleh kata dasar bentuk diimbuhi pe-an (bukan *pe-kan), sehingga hasil akhirnya adalah
pembentukan, bukan *pembentukkan.

PILIHAN KATA

A. Partikel

27
Apabila terdapat sejumlah informasi yang terjadi berurutan di antara partikel sejak dan hingga, maka
informasi yang perlu disebutkan di antaranya adalah informasi urutan pertama dan urutan terakhir. Informasi
lain selain informasi urutan pertama dan urutan kedua tidak perlu disebutkan. Jika penulis ingin
menyebutkan semua informasi secara berurutan, maka dia dapat menggunakan bentuk pengungkapan lain,
misalnya, bagian akhir kalimat dilengkapi adverbial sebagai berikut. Perhatikan contoh penggunaan partikel
sejak yang tidak dilengkapi partikel hingga berikut ini.

(32) Sejarah memberikan fakta penting perihal hubungan RI-AS sejak masa Presiden Jimmy Carter, Ronald
Reagan (dua kali), George Herbert Walker Bush (senior) dan William Jefferson Clinton (dua kali) dan
sekarang George Walker Bush (junior). (BP, 23 Okt. 03, h. I, k. 2).

Partikel sejak pada contoh (32) di atas tidak dapat berfungsi secara maksimal karena tidak dilengkapi
dengan pasangannya, hingga, sehingga kontruksi kalimatnya menjadi rumit meskipun semua informasi yang
menyangkut nama-nama presiden Amerika Serikat dijejalkan di dalamnya. Jika partikel sejak … hingga
digunakan maka hanya diperlukan nama presiden pertama dan nama presiden terakhir, seperti kalimat
berikut:

(32a) Sejarah memberikan fakta penting perihal hubungan RI-AS sejak masa Presiden Jimmy Carter, hingga
George Walker Bush (yunior).

Nama-nama presiden di antara kedua nama pertama dan terakhir di atas tidak perlu disampaikan
dalam berita karena informasi yang mau disampaikan bukan soal semua nama presiden tetapi hanya sebagai
acuan sejarah tentang hubungan antardua negara.

B. Pilih kata alih-alih frase

Suatu informasi dapat saja diungkapkan dengan kata atau frase bergantung volume pesan yang mau
disampaikan. Jika sebuah pesan dapat diungkapkan dengan sebuah kata secara utuh, maka jangan digantikan
dengan frase karena bentuknya jauh lebih panjang. Suatu pesan sederhana tidak perlu disampaikan dengan
bahasa yang rumit.

(33) Misi dari program itu adalah membantu mencerdaskan kaum perempuan lewat informasi yang
mendidik agar perempuan tahu masalah yang dihadapi … dan tahu kemana mereka harus pergi untuk
mendapatkan pelayanan yang tepat (DP, 22 Okt. 03, h.2, k. 1)

Kata penghubung dari tidak perlu digunakan di antara kata benda misi dan program karena kata
kedua tersebut bukan mengacu tempat atau asal, melainkan mengacu atribut pesan inti. Kehadiran konjungsi
dari di antara kedua kata tersebut cukup mengganggu kesederhanaan bentuk dan pesan karena tidak
membawa pesan baru. Kerumitan serupa juga diterapkan pada ungkapan ke mana mereka harus pergi yang

28
sebetulnya dapat digantikan hanya dengan sebuah kata tempat untuk mengacu makna yang sama. Berikut
adalah perbaikan yang diusulkan:

(34) Misi program itu adalah membantu mencerdaskan kaum perempuan lewat informasi yang mendidik
agar mereka mengetahui masalah yang dihadapi … dan mengetahui tempat mendapatkan pelayanan
yang tepat.

C. Pengulangan kata

Jika “rasa bahasa” dan bukan ketepatan informasi, kepaduan dan kehematan diutamakan, maka pengulangan
bentuk diperlukan karena mengandung keindahan bergaya repetisi. Namun, jika tujuan yang ingin dicapai
adalah keakuratan pesan dengan cara berbahasa yang hemat, maka diperlukan penguasaan kosa-kata yang
dapat difungsikan untuk menggantikan kata atau frase yang disebutkan sebelumnya. Perhatikan contoh
berikut (diambil dari contoh yang disebutkan sebelumnya):

(35) Misi dari program itu adalah membantu mencerdaskan kaum perempuan lewat informasi yang
mendidik agar perempuan tahu masalah yang dihadapi….(DP, 22 Okt. 03, h. 2, k. 1)

Kata perempuan tidak harus diulang karena dapat digantikan dengan kata ganti mereka. Kata ganti
ini tidak hanya lebih pendek dari segi jumlah huruf tetapi juga menunjukkan kepaduan tulisan. Pengulangan
kata perempuan pada kalimat kedua mengandung kelemahan karena dari segi struktur bahasa keberadaannya
dianggap sebagai informasi baru karena tidak dilengkapi dengan penanda informasi lama yang secara
linguistik disebut artikel definit yang dalam bahasa Indonesia digunakan kata tunjuk itu atau pemarkah
definit -nya. Jika kata perempuan tetap dipertahankan, maka lebih tepat digunakan frasa perempuan itu
sehingga mengacu perempuan sebelumnya tetapi ada pilihan yang lebih kohesif, yakni, kata ganti mereka.
Kata ganti mereka dipilih alih-alih dia karena perempuan yang dimaksud adalah kaum perempuan pada
umumnya. Perhatikan perbaikan yang diusulkan berikut.

(35a) Misi program itu adalah membantu mencerdaskan kaum perempuan lewat informasi yang mendidik
agar mereka mengetahui masalah yang dihadapi….(DP, 22 Okt. 03, h. 2, k. 1)

D. Istilah asing lebih dipilih alih-alih istilah Indonesia

Sebagian penutur atau penulis bahasa Indonesia sering memiliki keyakinan yang berlebihan kalau
menggunakan kosa-kata berbahasa Inggris alih-alih kosa-kata berbahasa Indonesia. Kebiasaan ini terjadi di
berbagai ranah kehidupan karena kurangnya kebanggaan kita terhadap kemampuan milik sendiri. Kata -kata
dealing, order dan garmen berikut ini, misalnya, sudah biasa digunakan baik dalam bahasa lisan maupun
bahasa tulis, meskipun ketiga kata bahasa Inggris tersebut ada padanannya dalam bahasa Indonesia:

29
(36) Namun tidak semua sektor di bisnis jasa wisata, terbuka untuk melakukan dealing melalui internet. (BB,
14 Maret 04, h. 4, k. 1)

(37) Kata dia, jika ada konsumen memberikan order kipas sebagian besar berasal dari luar Bali. (BB,15 Feb.
04, h. 3, k. 1)

(38) Pengusaha garmen (pakaian jadi) untuk meraih devisa sebanyak itu, mengapalkan pakaian dari berbagai
jenis dan bentuk yang mencapai 29,3 juta pcs.(BB,06 Jan. 04, h. 8, k.5))

Kata-kata dealing, order, dan garmen pada teks di atas mestinya digantikan dengan kata-kata
Indonesia kesepakatan usaha, memesan, dan pakain jadi, sehingga perbaikan yang diusulkan seperti berikut
ini:

(36a) Namun, sebagian sektor usaha suasta jasa wisata tidak terbuka dalam melakukan kesepakatan usaha
melalui internet.

(37a) Dikatakannya, jika ada konsumen memesan kipas, sebagian besar pemesan berasal dari luar Bali.

(38a) Pengusaha pakaian jadi yang bisa meraih devisa sebanyak itu harus mampu mengapalkan aneka jenis
dan bentuk pakaian sebanyak 29,3 juta lembar.

E. Dua kata menjadi satu kata

Pilihan dua kata alih-alih satu kata tidak selalu dapat menghasilkan pesan yang maksimal dalam satu teks.
Apabila suatu makna dapat diungkapkan dengan satu kata secara tepat, maka kata itu mestinya digunakan
karena teks akan menjadi lebih efektif. Untuk mengubah dua kata menjadi satu kata diperlukan pemahaman
yang komprehensif tentang kaidah morfologis dan penguasaan yang baik tentang perbendaharaan kata. Teks
berikut mestinya dapat lebih disederhanakan apabila penulisnya memiliki pemahaman dan penguasaan
semacam itu.

(39) Saat warga Blang sepakat akan melakukan sumpah bersama-sama di pura setempat untuk memastikan
siapa pelaku yang membuang orok itu, Wayan S dan istrinya datang ke rumah mertuanya di Blang
setelah tahu kakak iparnya sakit. (DP, 8 Nov. 03, h. 5, k. 5)

Frase melakukan sumpah bermakna sama dengan bersumpah dan pelaku yang membuang tidak
berbeda maknanya dengan pembuang, sehingga perbaikan yang diajukan seperti berikut.

(40) Saat warga Blang bersepakat untuk bersumpah bersama-sama di pura setempat untuk memastikan
siapa pembuang orok itu, Wayan S dan istrinya datang ke rumah mertuanya di Blang setelah tahu
kakak iparnya sakit.

Pemborosan kata juga dapat terjadi karena pengaruh bahasa lisan yang dominan dalam bahasa tulis.
Bahasa tulis memiliki kaidah yang lebih tertutup, sementara bahasa lisan lebih terbuka. Kaidah tertutup
30
berarti penggunaan bentuk, struktur, fungsi dan makna harus tersurat untuk menghindari ketaksaan makna.
Misalnya, kalimat Dia ada jalan di sana bukan merupakan bentuk bahasa tulis karena melanggar keempat
kaidah sehingga kalimat tersebut mengandung kegandaan makna; apakah yang dimaksud itu adalah
‘seseorang memiliki sebuah jalan’ ataukah ‘seseorang sedang berjalan di sana’? Dalam hal ini, proses
pengimbuhan dan penempatan leksikal yang fungsional dibutuhkan dalam bahasa tulis sehingga kalimat
ragam lisan tersebut dapat diubah menjadi kalimat ragam tulis Dia sedang berjalan di sana atau Dia
memiliki sebuah jalan di sana. Kedua kalimat ini memiliki makna yang pasti karena dibantu oleh partikel
aspek sedang, awalan ber- atau me-, dan kuantifikasi sebuah. Sebaliknya, kaidah terbuka berarti dalam
bahasa lisan dimungkinkan untuk mengabaikan bentuk dan struktur karena keduanya dapat digantikan oleh
bentuk-bentuk nonverbal, misalnya, gerak tubuh, isyarat, raut muka dan perangkat suprasegmental: intonasi,
tekanan dan nada.

Contoh kalimat berikut mengandung dua kata ulang yang sebetulnya masing-masing dapat
disederhanakan menjadi satu kata tunggal:

(41) Dalam aksi bersih-bersih dan tanam-tanaman tersebut, Bupati Ratmadi juga didampingi Sekda Badung I
Wayan Subawa, S.H. (DP, 15 Nov. 03, h.3, k. 108)

Dalam bahasa lisan frase aksi bersih-bersih dan tanam-tanaman dapat dimengerti, tetapi bahasa tulis
memiliki ragamnya sendiri, yakni lebih lengkap dan lebih jelas baik dari segi kosa-kata maupun dari segi
struktur. Dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, struktur yang tepat adalah kegiatan kebersihan dan
penanaman karena kedua kata ini menyatakan proses berlangsungnya suatu tindakan, bukan menyatakan
hasil dari suatu tindakan. Perbaikan yang diusulkan adalah:

(41a) Dalam kegiatan kebersihan dan penanaman tersebut, Bupati Ratmadi juga didampingi Sekda
Badung, I Wayan Subawa, S.H.

Penutur atau penulis bahasa Indonesia juga sering tidak mampu menggunakan imbuhan untuk
menyatakan kelipatan angka atau penjangka jumlah dan penjangka derajat (quantifier dan qualifier) yang
digunakan untuk membatasi jumlah atau tingkat/derajat sesuatu. Contoh teks berikut menggunakan kata
ratusan secara salah. Kata bilangan ratusan (bahasa Inggris hundreds) bermakna kelipatan seratus (dua
ratus, tiga ratus, empat ratus, dan seterusnya).

(42) Bahkan, ada koleksinya telah berumur ratusan tahun, bernama Rodge (136 tahun), yang didapatkan di
daerah Jawa Timur (Ponorogo). (BB, 11 Jan. 04, h. 12, k. 8)

Perbaikan yang diusulkan:


31
(42a) Bahkan, ada koleksinya telah berumur lebih dari seratus tahun, sepeda bermerek Rodge (136 tahun),
yang didapatkan di daerah Ponorogo.

Penggunaan satu kata alih-alih dua kata atau lebih tidak dapat dipaksakan apabila menimbulkan
kesalahan makna. Dalam teks di atas secara jelas makna yang ingin disampaikan adalah angka generik ‘lebih
dari seratus tahun’ (bukan ratusan tahun) yang dipastikan dengan angka ‘136 tahun’. Jadi, angka ini tentu
berjumlah di bawah angka dua ratus yang merupakan kelipatan pertama dari angka seratus.

KEKABURAN MAKNA

Kekaburan makna dapat terjadi karena empat hal: (a) kelemahan struktur, (b) kekurangan kata pewatas
sebagai pendukung unsur inti, (c) ketidakmunculan unsur inti, dan (d) kekurangtepatan pemilihan kata.

A. Kelemahan struktur

Struktur kalimat dan kelas kata bahasa Indonesia salah satunya ditentukan oleh ada-tidaknya imbuhan.
Imbuhan pada kata kerja menentukan apakah kata kerja itu memerlukan Objek atau tanpa Objek. Di samping
itu, apakah Subjek berfungsi sebagai pelaku tindakan atau hanya sebagai sasaran tindakan. Imbuhan dapat
juga mengubah kelas kata sehingga kata hasil derivasi semacam itu dapat menduduki fungsi yang tepat
(verba: mengambil berfungsi sebagai Predikat; nomina: pengambilan berfungsi sebagai Subjek atau Objek).

Contoh (43) berikut tidak jelas apakah frase preposisi pada uang asli difungsikan sebagai Subjek
dari Predikat dimiringkan atau frase tersebut difungsikan sebagai keterangan tempat. Makna kalimat menjadi
tidak jelas apabila frase preposisi dipertahankan karena klausa dimiringkan pada uang asli berarti bahwa
‘sesuatu dimiringkan pada suatu tempat’ dan tempat melakukan tindakan itu adalah uang asli. Padahal,
maksud klausa tersebut adalah ‘uang aslilah yang dimiringkan,’ seperti perbaikan yang disarankan berikut.

(43)

BB Saran Perbaikan

Bila dimiringkan pada uang asli Bila uang asli dimiringkan, akan
akan ada perubahan warna yang ada perubahan warna, tetapi hal
tidak terjadi pada uang palsu. itu tidak terjadi pada uang palsu.

(11/01/04; V:4-5A;bia)

32
B. Kekurangan unsur pewatas

Istilah pewatas mengacu pada unsur leksikal yang difungsikan sebagai keterangan tambahan pada unsur inti.
Pewatas itu dapat berkategori kata sifat yang difungsikan sebagai pewatas Frase Benda, misalnya, kata
merah pada frase baju merah, sebaliknya, kata sifat juga dapat berfungsi sebagai unsur inti dalam Frasa Sifat
, misalnya, sangat merah.

Seorang penulis atau penutur bahasa Indonesia sering melupakan unsur pewatas karena unsur ini
dianggap unsur tambahan sehingga dapat dihilangkan. Dalam struktur sintkasis memang hal itu dibolehkan
karena di dalamnya ada leksikon yang kehadirannya diwajibkan atau tidak diwajibkan. Namun, sebuah teks
yang diharapkan berisi informasi lengkap dan padat tidak akan berfungsi maksimal apabila ada pesan yang
hilang.

Contoh (44) dimaksudkan untuk menyampaikan pesan tentang sorang anak kecil yang tewas
tenggelam di sebuah kolam. Namun, satu informasi yang hilang dalam teks tersebut adalah identitas kolam
karena kolam dapat dibedakan atas kolam renang atau kolam ikan.

(44)

DP Saran Perbaikan

Seorang bocah, I Kadek Seorang bocah, I Kadek


Wiratama (3 tahun), ditemukan Wiratama (3 tahun), ditemukan
tewas tenggelam di sebuah kolam tewas tenggelam di sebuah kolam
Senin (15/3) kemarin. renang, Senin (15/3) kemarin.

(16/03/04;I:1A: ard)

Contoh (45) berikut berisi informasi tentang seorang ayah yang berencana mengantar salah seorang
anak kembarnya ke Lombok karena kakak kembarannya juga berada di Lombok. Namun, informasi itu tidak
jelas berkaitan dengan apakah yang dimaksud adalah kedua anak kembar atau salah satunya. Karena pesan
yang ingin disampaikan tentang salah satu anak kembar, maka unsur inti anak kembar harus ditambahkan
pewatas jumlah salah satu menjadi salah satu anak kembarnya sehingga maknanya hanya mengacu pada
salah satu anak kembar, bukan kedua anak kembar, seperti perbaikan yang disarankan.

(45)

DP Saran Perbaikan

33
Padahal Minggu (30/11) lalu, Padahal, Minggu (30/11) lalu,
pukul 10.00, Suardika berencana pukul 10.00, Suardika berencana
mengantar anak kembarnya, mengantar salah satu anak
Gusti Ayu Kadek Putri kembarnya, Gusti Ayu Kadek
Widyarani (12) ke Lombok. Putri Widyarani (12) ke
Putri pertamanya, I Gusti Ayu Lombok. Putri pertamanya, I
Eka Widyarini (12) hingga kini Gusti Ayu Eka Widyarini (12)
di Lombok karena dia menolak hingga kini tinggal di Lombok
ajakan keluarganya berlibur di karena dia menolak ajakan
Bali. (2/12/03; I:5B; tit) keluarganya berlibur di Bali.

C. Kekurangan unsur inti

Dalam bahasa lisan, kata tunjuk ini atau itu dapat digunakan tanpa dilengkapi unsur inti karena acuannya
dapat berada di luar teks verbal dan dapat dilihat langsung baik oleh pembicara maupun lawan bicara.
Sebaliknya, dalam bahasa tulis, unsur inti wajib disebutkan walaupun unsur inti itu berupa kata benda
anaforik hal, misalnya, dalam frase hal ini atau hal itu yang dapat mengacu pada suatu pernyataan.

Contoh (46) berikut mengandung pesan bahwa seseorang menanyakan lokasi sebuah apotek, tetapi
dalam teks hanya digunakan kata tunjuk itu yang dimaksudkan untuk merujuk lokasi dan bangunan yang
diduga sebuah apotek. Seperti dijelaskan di atas, kata tunjuk itu harus memiliki acuan yang tersurat yang
dalam teks merujuk sebuah bangunan. Dengan demikian, kata tunjuk itu mestinya digunakan untuk
membatasi unsur inti bangunan menjadi bangunan itu, seperti perbaikan yang disarankan berikut.

(46)

DP Saran Perbaikan

Tiba-tiba datang seorang pria Tiba-tiba datang seorang pria


yang mengenakan pakaian serba yang mengenakan pakaian serba
hitam dan memakai helm hitam dan memakai helm
cerobong, menghampiri Santiarsa cerobong, menghampiri Santiarsa
dan menanyakan apakah itu dan menanyakan apakah
merupakan apotek. (17/03/04; bangunan itu merupakan apotek.
VIII: 7T; yas)

Contoh (47) berikut bersi dua rangkaian jejeran angka, yakni, jejeran angka 14 dan jejeran angka
4.633, tetapi di antara jejeran angka pertama dan jejeran angka kedua tidak ada Predikat yang
menghubungkannya sehingga keberadaan angka itu tidak memberikan pesan yang jelas dan utuh. Cara yang
34
lebih tepat adalah dengan menambahkan kata kerja berjumlah untuk memisahkan kedua jejeran angka dan
memberikan informasi secara tersurat, seperti ditampilkan pada saran perbaikan.

(47)

DP Saran Perbaikan

Menurut dia, PNS yang Menurut dia, PNS yang menerima


menerima gaji ke-14 4.633 orang. gaji ke-14 berjumlah 4.633 orang.
717 pegawai harian, 42 orang 717 pegawai harian, 42 orang
kades, 96 orang pegawai kontrak, kades, 96 orang pegawai kontrak,
pegawai pungut parkir, … pegawai pungut parkir, …

(18/03/04; IV:1T; 021)

D. Kekurangtepatan pilihan kata

Ketaksaan makna dapat tercipta dari ketidakakuratan penerapan pemarkah morfologis (awalan atau akhiran)
atau dapat pula tercipta dari pilihan kata yang tidak tepat. Sebuah kata dasar yang dibentuk dari imbuhan
berbeda dapat menghasilkan kelas kata yang sama tetapi makna gramatikanya berbeda. Sebuah kata yang
berasal dari bahasa daerah tertentu tetapi homonim dengan bahasa Indonesia harus diberikan penjelasan
tambahan apabila tidak ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia.

Contoh (48) berikut tampaknya tidak disadari oleh penulisnya mengandung pilihan kata yang tidak
tepat. Kata percetakan dan pencetakan dalam bahasa Indonesia sama-sama diturunkan dari bentuk dasar
cetak, tetapi makna kedua kata turunan tersebut tidak sepenuhnya sama yang disebabkan oleh penggunaan
awalan per dan pen-.Kata percetakan bermakna ‘tempat melakukan kegiatan cetak-mencetak’, sementara
kata pencetakan bermakna ‘proses kegiatan cetak-mencetak sehingga hasilnya berupa benda cetakan.’

(48)

DP Saran Perbaikan

Demikian halnya pembuatan Demikian halnya pencetakan blok


percetakan blok beton untuk bahan beton untuk bahan break water.
break water. (23/03/04; V:6T; yul)

PENALARAN

35
Rangkaian ungkapan akan dapat dipahami secara mudah jika kosa-kata ditempatkan dalam sistem tata
bahasa yang benar dan kalimat disusun dalam satu kesatuan paragraf yang utuh. Apabila pembaca atau
pendengar yang berlatar belakang bahasa sama tidak memahami ungkapan yang disampaikan oleh pembicara
atau penulis, maka terjadi kesalahan pola pikir dalam pengungkapan. Kata-kata yang membentuk kalimat
harus benar menurut konteks kalimat dan kalimat-kalimat yang membangun paragraf harus memiliki
hubungan yang jelas antara satu dengan yang lainnya. Rangkaian kata yang dijejerkan dalam satu baris
belum tentu merupakan kalimat jika kata-kata itu tidak memiliki fungsi tertentu dalam kalimat. Rangkaian
kalimat yang dijejerkan dengan kalimat-kalimat lain belum tentu juga dapat membentuk sebuah paragraf,
jika keberadaannya tidak berhubungan satu sama lain. Hubungan itu dapat berbentuk: (a) gagasan utama
yang ditunjang oleh gagasan khusus; (b) gagasan utama ditunjang oleh gagasan-gagasan oposisi; dan (c)
antara kalimat penjelas yang satu dan kalimat penjelas lain menunjukkan ide saling berkaitan. Jadi, sebuah
ungkapan yang berpola pikir tepat apabila pesan yang disampaikan oleh penulis atau pembicara dapat
dipahami sepenuhnya.

A. Hubungan sebab-akibat tidak jelas

Dalam contoh (49), kalimat pertama dan kalimat kedua tidak disampaikan dengan pola pikir yang teratur
sehingga menimbulkan tapsiran makna yang tidak pasti.

(49)

BP Saran Perbaikan

Mengiming-imingi uang Rp Iming-imingi uang Rp 2.500


2.500 untuk sebuah suara untuk sebuah suara memang
merupakan jumlah yang terlalu termasuk sangat kecil. Namun,
kecil. Karena itu, masyarakat para pemilih mestinya tetap
harus menolaknya, karena caleg menolak uang dalam jumlah
yang menggunakan cara-cara berapa pun dari calon legislatif
seperti itu tergolong politisi busuk. karena tindakan itu termasuk
(25/02/04; IV:6T; rab) tindakan politik uang dari
politisi busuk.

Hubungan makna kedua kalimat tersebut dapat ditapsirkan bahwa ‘karena uang yang dibagikan oleh
calon legislatif terlalu rendah, yakni hanya Rp 2.500, pemilih hendaknya jangan memilih calon legislatif
tersebut.’ Tapsiran makna kedua adalah ‘para pemilih jangan memilih calon legislatif yang suka

36
membagikan uang kepada para pemilih.’ Sebagai pembaca yang cerdas tentu kita beranggapan bahwa
penulis berita tersebut tidak bermaksud menganjurkan seperti makna pertama tetapi sesuai dengan makna
kedua. Permasalahannya adalah penulis berita tersebut tidak dapat menyampaikan gagasan dengan bahasa
yang jelas. Ketidakjelasan maknanya disebabkan oleh penempatan konjungsi karena yang menunjukkan
adanya hubungan sebab-akibat secara langsung. Kedua kalimat dalam contoh (49) memiliki dua informasi
yang dapat dianggap sebagai penyebab yakni ‘jumlah uang yang terlalu kecil’ dan ‘politisi busuk.’ Dalam
hubungan inilah pola pikir itu menjadi rancu. Oleh karena itu, tapsiran tunggal kedua kalimat tersebut
ditampilkan pada saran perbaikan.
Pada contoh (50) berikut kerancuan ide terlihat pada hubungan sebab-akibat yang tidak jelas: (i)
sampah yang mengotori hutan bakau; (ii) terjadinya pelanggaran batas kawasan yang dilakukan oleh oknum-
oknum tertentu; dan (iii) hutan semakin terdesak dan banyak pohon bakau mati. Ide yang ketiga ini
merupakan ide yang menyatakan akibat. Sebaliknya, ide yang menyatakan sebab terdapat pada kalimat
pertama dan kedua.

Masing-masing dari ketiga ide (50) tersebut sebetulnya dapat ditampung oleh satu kalimat pendek.
Secara keseluruhan, ketiga kalimat pendek tersebut hanya memerlukan 30 kata, sedangkan kalimat panjang
tersebut memerlukan 40 kata. Hal yang lebih penting adalah tidak ada informasi yang hilang setelah
dilakukan penyusunan ulang, seperti ditunjukkan pada saran perbaikan.

(50)
DP Saran Perbaikan

Adanya sampah yang mengotori Sampah yang mengotori


hutan, pohon bakau mati dan hutan bakau akan mematikan
juga pelanggaran-pelanggaran pohon bakaunya. Batas
batas kawasan hutan yang kawanan hutan itu juga
dilakukan oleh apa yang dilanggar oleh oknum-oknum
disebutnya sebagai oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
yang tidak bertanggungjawab, Akibatnya, hutan bakau kecil
mengakibatkan hutan bakau yang itu harus terdesak oleh
kecil harus menanggung desakan dinamika masyarakat.
dinamika masyarakat yang terjadi.

(DP, 15/11/03; III:2;108)

B. Penumpukan informasi yang tidak beraturan

37
Penumpukan informasi sebetulnya dapat dilakukan dalam jumlah kata yang cukup banyak sepanjang kosa-
kata itu ditempatkan dalam rangkaian frase dan klausa. Jika susunannya tidak mengikuti rangkaian tersebut,
maka akan menimbulkan kesulitan bagi pembaca untuk memahaminya dalam waktu singkat. Alokasi waktu
dalam membaca berita sangat penting karena pembaca tidak dapat diharapkan membaca ulang teks berita.
Pada contoh (51) bagian yang digarisbawahi berisi penumpukan informasi yang kurang beraturan sehingga
diperlukan banyak waktu untuk memahami pesan yang disampaikan.

(51)

DP Saran Perbaikan

Dia semula tak curiga dengan Dia semula tidak mencurigai


terdakwa, setelah mengetahui terdakwa. Namun, setelah dia
terdakwa tampak lain mengetahui terdakwa
penampilan dan juga cerita berpenampilan lain dan menurut
teman lain dia menghabiskan cerita temannya bahwa terdakwa
banyak uang, korban mulai menghabiskan banyak uang,
menyelidiki dan mendapatkan korban mulai menyelidikinya
penemuan yang mengejutkan, dan secara mengejutkan
uang bawah tempat tidur. menemukan uang di bawah
tempat tidur terdakwa.
(DP, 10/11/03; I:7T; kom)

Kerancuan pikiran contoh (51) terjadi (i) pada hubungan peristiwa dalam satu kalimat panjang
(terlihat pada hubungan antarklausa), (ii) susunan kata yang tidak beraturan (misalnya, tampak lain
penampilan), dan (iii) penempatan konjungsi dan preposisi yang tidak tepat (misalnya, setelah dan di).
Kalimat yang panjangnya 33 kata tersebut dapat diperpendek menjadi dua kalimat dengan mempertahankan
jumlah kata dan makna yang sama. Namun, sejumlah kata digantikan dengan kata yang lebih tepat, seperti
ditunjukkan pada saran perbaikan.

C. Kalimat penyisip terlalu panjang dapat mengganggu unsur penalaran kalimat

Kalimat DenPost (52) yang panjangnya 41 kata berikut tidak jelas ‘pelaku yang memberikan nomor urut
kecil.’ Di samping itu, kalimat penyisipnya (bagian yang digarisbawahi) terlalu panjang sehingga
mengganggu keutuhan kalimat inti. Kalimat penyisip ini dapat dipindahkan ke belakang sebagai kalimat
penjelas sehingga kalimat panjang tersebut dipilah menjadi dua, yakni, satu kalimat sebagai kalimat
penampung ide pokok dan kalimat yang satu lagi sebagai kalimat penjelas. Jumlah kata dari kedua kalimat
tersebut diperas menjadi 35 kata tanpa mengubah makna, seperti diperlihatkan pada saran perbaikan.

38
(52)

DP Saran Perbaikan

Protes kader-kader PDI Protes kader-kader PDI


Perjuangan terkait penentuan Perjuangan terkait penentuan
nomor urut calon legislatif nomor urut kecil calon legislatif
(caleg) yang memberikan nomor ditanggapi oleh Ketua PAC PDI
urut kecil kepada para pengurus Perjuangan Kuta Selatan, I Made
cabang dan anak cabang atau Sudarsa. Pemrotes menganggap
dikenal dengan sebutan free pass nomor urut kecil atau disebut
juga ditanggapi oleh Ketua PAC free pass itu diberikan oleh
PDI Perjuangan Kuta Selatan, I cabang dan anak cabang
Made Sudarsa.

(DO, 11/11/03; III:3A, 108)

Kerancuan pikiran pada kalimat (53) berikut terletak pada kalimat penyisip yang berada di tengah
kalimat. Jika kalimat penyisip itu harus digunakan, maka kalimat tersebut diletakkan di antara predikat
menegaskan dan Pemkot karena kalimat inti dari kalimat panjang tersebut adalah Ia menegaskan bahwa
Pemkot kini menerbitkan imbauan. Jika posisi kalimat penyisip tetap dipertahankan seperti kalimat Bali Post
tersebut, maka hubungan Predikat dan Objek tidak teratur. Di sinilah letak kerancuan pikiran tersebut.

Pemisahan paragraf mestinya tidak dilakukan pada kalimat Dijelaskan ...kependudukan karena
kalimat tersebut merupakan kalimat penjelas dari kalimat yang ada sebelumnya. Ide pokok dari kedua
paragraf tersebut sesungguhnya hanya satu, yakni, penerbitan imbauan wali kota yang berisi tiga poin.

Di samping kerancuan pikiran tersebut, terjadi pula kerumitan dan lemahnya estetika pemilihan kata,
misalnya, rangkaian Ia menegaskan ... penegasan terlihat kurang kreatif karena terjadi pengulangan kata
pada Predikat dan Objek; lebih baik dikatakan menekankan ... penegasan dan strategi baru dalam mengelola
arus balik dapat diubah bentuknya menjadi lebih sederhana: strategi baru pengelolaan arus balik.

(53)

BP Saran Perbaikan

Ia menegaskan, menyambung Ia menekankan kembali


penegasan Wali Kota Denpasar AA penegasan Wali Kota
Puspayoga — yang tak akan Denpasar A.A. Puspayoga.
merumuskan strategi baru dalam Wali Kota tidak
mengelola arus balik — Pemkot kini merumuskan strategi baru

39
menerbitkan imbauan. pengelolaan arus balik.
Dijelaskannya bahwa
Dijelaskan, imbauan yang terdiri Pemkot kini meneribitkan
atas tiga poin ini umumnya diadopsi tiga butir imbauan yang
dari rambu tertib administrasi diadopsi dari rambu tertib
kependudukan. (BP, administrasi
14/11/03;II:4A;044) kependudukan.

D. Kerancuan gagasan utama dan gagasan penjelas

Pada contoh (54) berikut sebuah kalimat panjang mempunyai dua ide, yakni, ide pokok konsentrasi massa
dan ide penjelas seragam yang dipakai massa. Untuk memperlihatkan keteraturan alur pikiran dan alur
peristiwa, sebaiknya kalimat tersebut dipilah menjadi dua kalimat (seperti yang disarankan). Di samping itu,
penulis mempunyai kecenderungan memilih kelompok kata yang lebih panjang, padahal ada bentuk yang
lebih pendek. Contohnya, bentuk mengenakan seragam cukup dikatakan berseragam, sementara partai
politik berlambang banteng kekar dalam lingkaran lebih sederhana dikatanakn PDI Perjuangan karena
semua orang sudah mengenal lambang partai ini; kelompok kata mengenakan pakaian lebih singkat ditulis
berpakaian.

(54)

BP Saran Perbaikan

Konsentrasi massa yang sebagian Konsentrasi massa mulai


besar mengenakan seragam kebesaran terlihat sekitar pukul
partai politik berlambang banteng 09.00. Mereka sebagian
kekar dalam lingkaran dan sisanya besar berseragam
mengenakan pakaian adat Bali madya kebesaran PDI-P dan
itu mulai terlihat sekitar pukul 09.00. sisanya berpakaian adat
Bali madya.
(BP, 12/11/03; III:1B; kmb13)

STRUKTUR PARAGRAF

Sebuah paragraf harus memiliki satu kalimat topik yang didukung oleh beberapa kalimat penjelas. Kalimat
topik merupakan kalimat yang menyampaikan gagasan utama yang masih berupa informasi umum. Gagasan
utama ini harus diuraikan lagi dalam bentuk kalimat-kalimat khusus yang bersifat menjelaskan gagasan
utama. Kalimat-kalimat penjelas yang satu dengan kalimat penjelas yang lain harus memiliki hubungan yang

40
selaras dan variatif agar keutuhan paragraf tercipta. Posisi antara kalimat topik dan kalimat-kalimat penjelas
bergantung pada pola paragraf yang dipilih.

Pola paragraf dalam karya tulis dapat dibedakan atas (a) paragraf langsung, (b) paragraf putaran, (c)
paragraf klimaks, dan (d) paragraf interogartif (Kalidjernih, 2010). Dalam paragraf langsung, gagasan utama
langsung ditempatkan pada kalimat awal dan didukung oleh kalimat-kalimat penjelas. Berbeda halnya
dengan paragraf langsung, dalam paragraf putaran, hubungan antara gagasan utama dan kalimat-kalimat
penjelas berlangsung dalam hubungan oposisi. Hubungan perlawanan ini ditandai oleh kalimat-kalimat
penjelasnya dengan transisi akan tetapi, sebenarnya atau namun. Pola ketiga adalah paragraf klimaks yang
menempatkan kalimat topik di bagian akhir paragraf. Selanjutnya, kalimat topik ini didukung oleh alasan-
alasan atau argumentasi dan contoh-contoh. Kalimat-kalimat pendukung ini secara gradual membentuk
pernyataan dari gagasan pengendali pada kalimat terakhir. Akhirnya, paragraf interogatif merupakan
paragraf yang dimulai dengan sebuah pertanyaan. Pertanyaan itu membuka atau mengendalikan gagasan-
gagasan penjelas berikutnya.

A. Penjelas dan gagasan utama tidak utuh

Contoh (55) berikut mengandung dua jenis kesalahan: (i) kalimat-kalimat penjelas tidak langsung
mendukung gagasan utama sehingga tidak terjadi keutuhan paragraf. Kalimat penjelas yang langsung
menjelaskan kalimat inti dipisahkan menjadi dua paragraf; (ii) satu paragraf yang bergagasan utama berbeda
dengan paragraf sebelumnya justru digabungkan menjadi satu paragraf.

(55)

BP Saran Perbaikan

Meski harga produk elektronik Meski harga produk elektronik


semakin murah, namun toko- semakin murah, toko-toko
toko elektronik yang elektronik yang menawarkan
menawarkan kredit dengan kredit berbunga relatif rendah
bunga relatif rendah lebih lebih diminati masyarakat
diminati masyarakat konsumen. konsumen. Demikian
diungkapkan Manajer
Demikian diungkapkan Pemasaran PT Courts Indonesia
Marketing Manager PT Courts Tbk., Purwanto Sudjianto, Sabtu
Indonesia Tbk., Purwanto (17/1).
Sudjianto, Sabtu (17/1).
Sudjianto yang hadir dalam Sudjianto yang hadir dalam
pengundian Grand Prize Gong 1 pengundian Grand Prize Gong 1
Milyar Periode II Milyar Periode II mengatakan
mnengatakan,.guna menarik dan bahwa guna menarik dan
41
memuaskan pelanbggan, tak memuaskan pelanggan, tidak
cukup hanya mengandalkan cukup hanya mengandalkan
produk yang berkualitas... produk yang berkualitas....

(19/01/04; XIV:5; iah)

Pada contoh (55) di atas terlihat bahwa kalimat pertama dari paragraf kedua sebetulnya merupakan
bagian kalimat penjelas dari paragraf pertama. Sementara itu, kalimat kedua dalam paragraf kedua memiliki
gagasan utama baru yang harus dipilah menjadi paragraf mandiri, seperti ditunjukkan pada saran perbaikan.

Kalimat yang terlalu panjang tidak dapat dijejalkan dalam satu paragraf karena akan sulit ditentukan
gagasan utama dan gagasan khusus. Diperlukan teknik pemenggalan kalimat yang tepat tanpa mengurangi
pesan yang disampaikan. Dalam contoh (56) berikut, satu kalimat panjang yang membentuk satu paragraf
dipilah menjadi tiga kalimat tanpa mengurangi pesan paragraf dan tidak mengganggu keutuhan strukturnya.

(56)

BP Saran Perbaikan

Idealnya jaminan keamanan Idealnya jaminan


yang diberikan oleh Presiden keamanan terhadap investor
Megawati terhadap investor di diberikan dalam bentuk
Indonesia tidak hanya terhadap kebijakan politik dan
gangguan sebagai dampak dari penegakan hukum. Dalam
memanasnya situasi perpolitikan kaitan ini, Presiden Megawati
dalam negeri, namun jaminan berkewajiban melindungi
keamanan tersebut harus diberikan investor dari gangguan situasi
pula terhadap gangguan yang perpolitikan dalam negeri dan
diakibatkan oleh oknum-oknum gangguan oknum-oknum
pejabat atau pemegang kebijakan di pemegang kebijakan di
daerah lokasi penanaman investasi daerah. Mereka biasanya
yang biasanya memunggut “pajak” memunggut “pajak” yang
yang membebani investasi yang membebani investasi yang
baru dimulai. (19/01/04; XV:7-9; baru dimulai.
056)

B. Kerancuan pesan dalam paragraf

42
Dalam contoh (57) berikut kata bahkan tidak dapat menunjukkan dua informasi yang bertentangan (yakni
korban yang kemudian dijadikan tersangka). Pertentangan informasi itu lebih jelas apabila bahkan diganti
dengan frase namun justru….
Kekaburan informasi juga terjadi apabila paragraf pertama diperbandingkan dengan paragraf kedua.
Dalam paragraf pertama, Alit Supartha ditetapkan sebagai tersangka pemukulan terhadap Ali Sofian.
Sementara itu, pada paragraf kedua Alit Supartha ditetapkan sebagai tersangka pemukulan terhadap Ali
Faizal (adik Ali Sofian). Informasi manakah yang benar: apakah Alit Supartha diduga memukul dua orang
yang berbeda atau satu orang saja. Kalau dia memukul kedua orang tersebut, mestinya penulis menggunakan
kata penjelas, misalnya, “…statusnya berubah menjadi tersangka karena dia dilaporkan memukul kakak-
beradik Ali Sofian dan Ali Faizal..”

(57)

DP Saran Perbaikan
Kasus pemukulan terhadap Kasus pemukulan terhadap I
Wadanru I Satpol PP Dinas Gusti Ngurah Alit Supartha,
Tramtib Kota Denpasar, I Gusti Wadanru I Satpol PP Dinas
Ngurah Alit Supartha, yang diduga Tramtib Kota Denpasar, diduga
dilakukan oleh seorang anak dilakukan oleh seorang anak
polisi, tersangka Ali Sofian (bukan oknum polisi. Anak oknum polisi
Ali Faizal), berlanjut. Bahkan yang ditetapkan sebagai tersangka
polisi telah menetapkan Alit adalah Ali Sofian (bukan Ali
Supartha sebagai tersangka dalam Faizal) dan kasusnya berlanjut.
kasus dugaasn pemukulan Namun, justru polisi telah
terhadap Ali Sofian. menetapkan Alit Supartha sebagai
Kapolsek Kota, AKP Edward tersangka dalam kasus dugaasn
Syaiful, S.IK, Senin (8/3) kemarin, pemukulan terhadap Ali Sofian.
mengungkapkan, kasus pemukulan Kapolsek Kota, AKP Edward
tersebut tetap diproses dan Syaiful, S.I.K., Senin (8/3)
ditangani sesuai hukum yang kemarin, mengungkapkan bahwa
berlaku. Alit Supartha yang kasus pemukulan tersebut tetap
sebelumnya jadi korban diproses dan ditangani sesuai
pemukulan, malah statusnya hukum yang berlaku. Alit Supartha
berubah jadi tersangka karena yang sebelumnya jadi korban
dilaporkan memukul adik Ali pemukulan, malah statusnya
Sofian bernama Ali Faizal. berubah menjadi tersangka karena
(09/03/04; I:1B; 705) dilaporkan memukul kakak-
beradik Ali Sofian dan Ali
Faizal.

43
C. Paragraf tanpa pengembangan yang utuh
Pada contoh (58) berikut, bagian yang dicetak tebal diulang pada bagian yang digarisbawahi. Pada saran
perbaikan, pengulangan itu dihilangkan dan unsur yang terkait digabungkan menjadi satu kalimat luas. Cara
ini jauh lebih efektif dan hemat dalam penyampaian informasi.

(58)

BB Saran Perbaikan

Meski sendok dan piring dari Meskipun sendok dan


pohon enau tidak digunakan untuk piring dari pohon enau tidak
sarana makan, kenyataannya tetap saja digunakan sebagai peralatan
laku di pasaran. Konsumen membeli makan, benda-benda ini tetap
barang kerajinan tangan ini hanya saja laku di pasaran.
untuk hiasan interior rumah karena Konsumen membeli barang
bentuknya klasik. Menurut Adi, kerajinan tangan ini hanya
seorang pedagang kerajinan di Pasar untuk hiasan interior rumah
Kumbasari, kerajinan sendok yang karena bentuknya yang
terbuat dari pohon enau ini masih klasik berwarna merah
diminati konsumen. Bentuknya yang kecoklatan dan berdaya
klasik dengan warna merah tarik tersendiri. Hal itu
kecoklatan, memiliki daya tarik dikatakan Adi, seorang
tersendiri. (07/03/04; III:1B; kup) pedagang kerajinan di Pasar
Kumbasari.

STRUKTUR MORFOLOGI

Struktur morfologi merupakan bentuk linguistik bermakna gramatikal atau leksikal yang membangun
morfem atau kata. Bangunan morfem dapat berbentuk bebas atau terikat. Bentuk bebas dapat berdiri sebagai
kata tanpa harus dilekati oleh bentuk terikat lain. Bentuk terikat dapat berbentuk afiks atau leksikon,
misalnya, hiruk dan pikuk yang masing-masing tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata tetapi harus
digabungkan sehingga menjadi hiruk-pikuk, sementara bentuk terikat berupa afiks: awalan (meng- dan
variasinya, ber-, di-, dan ter-) dan akhiran (-kan, -i, -an) serta kata gramatikal: preposisi di, ke, dari,
daripada. Namun, penulis yang tidak memahami pemanfaatan afiks tersebut sering menemui kesulitan
dalam menderivasi kata. Morfem terikat di, misalnya, harus dibedakan sebagai awalan atau preposisi;
sebagai awalan, penulisannya harus disambung, bukan dipisahkan, contohnya, kata kerja dijual adalah benar,
sementara di jual adalah salah. Penggunaan akhiran, seperti telah disinggung sebelumnya, harus mengikuti
kaidah morfologis yang tepat sesuai dengan kelas kata yang mau dibentuk, misalnya, apabila kata yang mau
diderivasi adalah kata benda, maka akhiran yang digunakan adalah –an, bukan –kan karena akhiran yang
44
terakhir ini menghasilkan kata kerja, contohnya, urutan ‘susunan’ adalah kata benda, sementara urutkan
‘susunkan’ adalah kata kerja.

A. Penekanan makna

Awalan yang membentuk kata kerja, khususnya awalan di- dan ter-, keduanya membentuk kata kerja pasif,
tetapi di- membentuk kata kerja pasif dengan makna tindakan yang berlangsung secara sengaja, sementara
ter- menghasilkan kata kerja pasif dengan makna tindakan berlangsung secara tidak sengaja. Dalam contoh
berikut awalan ter- digunakan padahal makna yang diinginkan adalah makna tindakan sengaja. Penggunaan
awalan di- dalam hal ini tentu lebih tepat alih-alih awalan ter-, seperti perbaikan yang disarankan.

(59)

BP Saran Perbaikan
... ratusan bendera Golkar …ratusan bendera Golkar dipasang …
terpasang...(BP, 9/10/2003: h.4)

Contoh (59) di atas diartikan bahwa bendera itu terpasang di suatu tempat tanpa sengaja atau tanpa
maksud tertentu, sementara contoh pada saran perbaikan diartikan bahwa tindakan pemasangan bendera
dilakukan secara sengaja dan dengan maksud tertentu.

B. Dampak imbuhan terhadap struktur kalimat

Seorang penulis sering mengalami kesulitan dalam pembentukan kata kerja dengan akhiran –kan atau tanpa
akhiran –kan. Akhiran –kan digunakan untuk membentuk kata kerja berobjek (dari kata kerja tanpa objek)
atau membentuk kata kerja berobjek ganda (dari kata kerja berobjek tunggal). Contohnya, kata kerja mandi
ditambahkan –kan menjadi mandikan merupakan kata kerja berobjek, misalnya, Ibu mandi dan Ibu
memandikan adik. Kalimat pertama bermakna bahwa Subjek melakukan tindakan untuk dirinya sendiri,
sementara kalimat kedua bermakna bahwa subjek melakukan tindakan untuk orang lain.

Dalam contoh (60) berikut kata kerja membicarakan termasuk kata kerja yang membutuhkan Objek
tetapi penulisnya tidak melengkapinya dengan Objek sehingga informasi dan struktur kalimat tersebut
menjadi tidak lengkap. Bentuk dasar dari kata kerja tersebut adalah bicara yang merupakan kata kerja tanpa
Objek, tetapi berubah menjadi kata kerja berobjek setelah ditambahkan me- -kan: membicarakan. Pada saran

45
perbaikan, unsur Objek (klitik –nya) ditambahkan pada kata kerja ini sehingga struktur kalimat dan pesan
yang disampaikan menjadi lebih lengkap.

(60)

BP Saran Perbaikan
Mereka baru bergairah membicarakan Mereka baru bergairah
ketika Pemilu sudah di ambang pintu. membicarakannya ketika Pemilu sudah
(BP, 10/10/2003) di ambang pintu

Setakat dengan kesalahan tersebut di atas ditemukan penggunaan bentuk kata kerja pasif dikatakan
(61) yang tanpa didukung oleh Subjek sehingga pembaca tidak mengetahui secara jelas pelaku tindakan atau
dalam contoh tersebut tidak terdapat kejelasan tentang siapa yang mengatakan sesuatu.

(61)

BP Saran Perbaikan
Dikatakan, menyikapi kendala ini, di Dikatakannya ketika menyikapi
sejumlah ranting sudah mengeluarkan kendala ini bahwa sejumlah ranting
satu sikap.... (BP, 21/10/2003: h.3) sudah mengeluarkan satu sikap….

Klausa menyikapi kendala ini dalam contoh tersebut merupakan kalimat subordinasi yang berfungsi
sebagai keterangan waktu sehingga perlu ditambahkan partikel yang memarkahi keteranganwaktu: ketika.
Subjek dari klausa tersebut tidak harus diungkapkan secara tersurat karena unsur lesap tersebut merujuk pada
–nya yang merupakan pelaku dalam kata kerja dikatakan yang berada langsung di depannya.

Kesalahan lain dari contoh (61) adalah penggunaan preposisi di pada frase di sejumlah ranting.
Sebagai preposisi tentu keberadaannya tidak dapat diandalkan sebagai Subjek karena pesan yang terkandung
pada frase preposisi adalah keterangan tambahan dari pesan sebuah kalimat. Sebuah frase preposisi dapat
diubah menjadi frase nomina dengan menghilangkan unsur preposisinya sehingga dapat difungsikan sebagai
Subjek seperti terlihat pada saran perbaikan.

DATA DAN FAKTA

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian atau analisis atau kesimpulan.
Data dapat bersifaf kualitatif atau kuantitatif bergantung pada bentuk penyampaian. Apabila data itu
46
berbentuk keterangan verbal berupa pernyataan atas suatu kejadian, pertistiwa atau keadaan, maka data itu
disebut data kualitatif. Sebaliknya, apabila bahan itu berupa angka atau statistik tentang perhitungan suatu
materi yang abstrak ataupun nyata, maka data itu bersifat kuantitatif.

Fakta adalah keadaan atau peristiwa yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar terjadi.
Fakta dapat berupa anggapan umum yang telah diterima kebenarannya oleh masyarakat atau dapat berupa
pengamatan langsung terhadap suatu peristiwa.

A. Kata penjumlah harus sesuai dengan data kuantitatif

Kata penjumlah atau disebut juga quantifier merupakan leksikon penggolong untuk menggolongkan
peringkat jumlah, misalnya, beberapa, sekitar, semua, sedikit, dan banyak. Untuk kata sedikit dan banyak
masih perlu dibatasi dengan kata pembatas superlatif: agak/cukup, sekali atau sangat, dan hampir sehingga
pilihannya menjadi agak/cukup sedikit, sangat sedikit/sedikit sekali; agak/cukup banyak, sangat
banyak/banyak sekali.

Contoh (62) berikut menggunakan kata penjumlah yang tidak sesuai dengan angka yang disebutkan,
yakni kata pembatas hampir semua dikatakan dengan angka 60%. Untuk angka 60% ini, pembatas yang
lebih tepat digunakan adalah setengah lebih, seperti ditunjukkan pada saran perbaikan. Pembatas hampir
semua mestinya digunakan untuk angka 95 %.

(62)

BP Saran Perbaikan
Mengapa demikian karena hampir Mengapa demikian karena setengah
semua lulusan terserap dunia kerja, lebih lulusan terserap dunia kerja, baik
baik sebagai pekerja maupun sebagai pekerja maupun
wirausahawan. Untuk wisuda tahun wirausahawan. Untuk wisuda tahun
2012, dari total 436 wisudawan, 60% 2012, dari total 436 wisudawan, 60%
di antaranya telah bekerja secara di antaranya telah bekerja secara
mapan. (BP, 21/04/2012, h.8) mapan.

B. Peristiwa yang mirip dengan angka yang sama

Suatu peristiwa yang mirip tentu bukan merupakan kejadian yang tidak sepenuhnya sama atau sepenuhnya
tidak sama. Oleh karena itu, jika banyak angka digunakan untuk mengacu perisiwa yang mirip, maka angka
yang berbeda itu tetap mengacu pada perisitwa berbeda pula. Dalam contoh (63) berikut dua peristiwa harus
mendapat perhatian khusus karena angka yang digunakan sama. Kedua peristiwa tersebut adalah siswa

47
menikah dan siswa hamil yang harus dikategorikan sebagai kejadian yang berbeda. Namun, dalam teks
media berikut pada awalnya disebutkan bahwa di Bangli terdapat 11 siswi SMA dan SMK yang hamil, tetapi
pada teks selanjutnya disebutkan bahwa di Bangli ada 3 dan 8 siswa menikah. Ketidakjelasan pesan dalam
teks tersebut adalah apakah kesebelas siswa hamil yang tidak mengikuti Ujian Nasional tersebut—semuanya
menikah? Atau, apakah semua siswa yang menikah tersebut juga hamil sehingga mereka tidak mengikuti
Ujian Nasional? Jika kesebelas siswa menikah karena hamil sehingga tidak dapat mengikuti Ujian Nasional,
maka angka 11 atau angka 3 dan 8 mestinya mengacu pada kejadian tersebut, sehingga antara periswa dan
jumlah angkanya jelas, seperti saran perbaikan di bawah.

(63)

BP Saran Perbaikan
Di Bangli, 11 siswi SMA dan SMK Di Bangli, 11 siswi SMA dan SMK tidak
hamil tak ikut UN. Di Gianyar mengikuti UN. Mereka memilih menikah
empat siswi hamil dan Jembrana karena sudah hamil. Di Gianyar terdapat
dua orang tak ikut UN memilih empat siswi hamil dan di Jembrana ada
menikah dan beberapa di dua orang yang tidak mengikuti UN
Buleleng…. memilih menikah dan beberapa ada di
Kabag humas …menyatakan Buleleng….
peserta UN SMA Bangli berjumlah Kabag humas …menyatakan peserta
1.162 orang. Tak hadir 4 orang, di UN SMA Bangli berjumlah 1.162 orang.
antaranya menikah 3 orang dan satu Ada 4 orang tidak hadir, di antaranya 3
orang sakit. Sementara peserta UN orang menikah dan satu orang sakit.
SMK berjumlah 840 orang, batal Sementara peserta UN SMK berjumlah
ikut UN 8 orang. Semua 840 orang, 8 orang batal mengikuti UN
alasannya menikah…(BP, karena alasannya menikah.
19/04/2012, h. 5)

PENGGUNAAN RAGAM LISAN

Bahasa lisan atau tulis tidak harus disajikan dalam bentuk baku kalau situasi sosialnya tidak formal. Dalam
situasi semacam ini, seorang pembicara atau penulis dibenarkan menggunakan bentuk yang tidak baku. Ciri
bahasa baku ditunjukkan oleh adanya bentuk leksikal dan gramatikal berdasarkan kaidah bahasa Indonesia
baku. Sebaliknya, ciri bahasa tidak baku ditunjukkan oleh penggunaan bentuk kata dan tata bahasa yang
tidak sepenuhnya mengilkuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia baku.

Bentuk baku atau tidak baku memiliki ciri-ciri leksikal dan gramatikal yang berbeda. Salah satu
contoh kecil kalimat baku adalah Ayah saya akan mengirimkan ibu saya surat nanti siang. Kebakuan secara
leksikal kalimat ini dapat dilihat dari pilihan kata yang memenuhi kaidah bahasa Indonesia. Kebakuan secara

48
gramatikal terlihat dari proses morfologi (meng + kan) dan kaidah sintaksis yang tersurat (Subjek, Predikat,
Objek dan Keterangan). Sebaliknya, versi tidak baku dari kalimat tersebut adalah Papaku akan ngirimin
entar siangan mamaku surat. Ketidakbakuan kalimat tersebut dapat diukur dari (a) adanya unsur nilai rasa
emotif yang tinggi (misalnya, papa, ku, dan mama) digunakan oleh pembicara atau penulis sebagai orang
pertama terhadap orang tuanya sebagai orang ketiga; (b) adanya pengaruh bahasa daerah (Melayu Jakarta:
awalan ng-, akhiran –in; kata entar dan siangan); dan (c) adanya pelanggaran kaidah sintaksis yang
ditunjukkan oleh penempatan keterangan waktu yang menyela predikat dan objek. Keterangan waktu entar
siangan berada di antara Predikat ngirimin dan Objek mamaku surat.

Meskipun variasi bahasa dibedakan atas bahasa baku dan bahasa tidak baku, bukan berarti bahwa
bahasa baku harus selalu digunakan tanpa memandang situasi sosial. Apabila situasinya tidak resmi dan
hubungan sosial sangat akrab maka kegiatan berbahasa akan menjadi sangat wajar disampaikan dalam
bahasa percakapan. Bahasa percakapan di sini mengandung pengertian tidak resmi, akrab, dan tidak harus
baku tanpa kehilangan pesan yang mau disampaikan.

Kegiatan berbahasa lisan atau berbahasa tulis yang melibatkan masyarakat luas tentu harus
disampaikan dengan bahasa baku. Setiap unit pesan atau makna harus disampaikan secara tersurat agar
tercapai tujuan komunikasi yang maksimal. Bahasa lisan memiliki kecenderungan pesan tersirat, sementara
bahasa tulis memiliki kecenderungan pesan tersurat. Ketidaktersuratan pesan dalam bahasa lisan dapat
digantikan dengan gerakan tubuh atau digantikan dengan penjelasan tambahan jika lawan bicara
menginginkannya. Sebaliknya, dalam bahasa tulis pesan tersebut harus dinyatakan secara tersurat karena
penulisnya mempunyai kesempatan untuk melakukan penyuntingan sebelum tulisan itu disajikan ke
masyarakat pembaca.

A. Pesan tersirat

Pada contoh (64) berikut terdapat dua ciri bahasa lisan: (a) pesan disampaikan secara tidak lengkap dan (b)
penanda transisi (meski dan namun) tidak digunakan secara benar.

(64)

BP Saran Perbaikan

Menurut Sumer, setidaknya Menurut Sumer, sampah yang


dari sampah di Sarbagita akan diolah di Sarbagita akan
dihasilkan listrik 18 megawatt. menghasilkan listrik paling sedikit
Soal lahan, meski merupakan 18 megawatt. Soal lahan,
kawasan hutan, namun pihaknya meskipun lokasi pengolahannya
49
sudah mendapat persetujuan dari berada di kawasan hutan, pihaknya
Pusat termasuk Gubernur Bali. sudah mendapatkan persetujuan
Pemerintah Pusat dan Gubernur
(13/03/04; III: 1A; lit) Bali.

Dalam bahasa lisan, kalimat dari sampah…dihasilkan listrik (64) sudah dapat dipahami bahwa
sampah dapat menghasilkan listrik. Namun, hal yang tidak dimunculkan dalam kalimat tersebut adalah hanya
sampah yang diolahlah yang dapat menghasilkan listrik. Sampah yang tidak diolah tentu tidak akan dapat
menghasilkan listrik. Dalam saran perbaikan, pesan yang tersirat (sampah yang diolah) telah dinyatakan
secara tersurat.

Rangkaian kata transisi meski dan namun (64) dapat digunakan secara bersama-sama dalam bahasa
lisan karena lawan bicara dapat memahami maksud pembicaraan. Namun, dalam bahasa tulis, salah satunya
(yakni, namun) dilesapkan agar tidak mengganggu stuktur, seperti ditunjukkan dalam saran perbaikan.

B. Kebiasaan yang salah

Sejumah penulis terbiasa memindahkan kebiasaan bahasa lisan ke dalam bahasa tulisan mereka. Salah satu
contohnya adalah penggunaan aspek progresif sedang yang diikuti kata benda (misalnya, sedang S3) atau
diikuti oleh kata keterangan (misalnya, sedang di kantor). Pihak lain yang mendengar ungkapan tersebut
tentu tidak memiliki kesulitan memahaminya, tetapi dalam bahasa tulis hal itu dianggap bentuk yang tidak
cendekia; bentuk yang tidak mencerminkan tingkat kecendekiawan penulisnya. Kata sedang merupakan kata
partikel yang memberikan informasi tambahan pada kegiatan sehingga ditempatkan langsung sebelum kata
kerja. Dalam contoh (65) kata sedang dalam kalimat asli tidak ditempatkan pada posisi yang benar.
Penempatannya secara benar ditunjukkan pada saran perbaikan.

(65)

BP Saran Perbaikan

Sementara itu, M. Taufiq Sementara itu, M. Taufiq


dianggap tidak mampu dianggap tidak mampu
melaksanakan tugas, karena melaksanakan tugas karena
menempuh kuliah sedang S3 disibukkan oleh sejumlah kegiatan
dan rangkap jabatan sebagai pribadi. Di samping sebagai dosen,
dosen, sikap elitis, cuek dan dia juga sedang menempuh S3.
tidak respons terhadap Dia suka bersikap elitis dan tidak
permasalahan mahasiswa. tanggap terhadap permasalahan

50
(21/02/04; IV:2T; 045) mahasiswa.

Kebiasaan yang salah juga ditemukan dalam penggunaan konjungsi setelah yang sering digunakan di
awal kalimat terikat tanpa dilengkapi kalimat bebas seperti contoh (66) berikut.

(66)

BP Saran Perbaikan

Kepala Cabang Dinas Kepala Cabang Dinas (Kacabdin)


(Kacabdin) Pengairan Pengairan Kecamatan Genteng,
Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Sarjono
Kabupaten Banyuwangi, Hadiyatmojo, rela melepas statusnya
Sarjono Hadi yatmojo, rela sebagai pegawai negeri sipil (PNS) setelah
melepas statusnya sebagai namanya dimuncul kan sebagai calon
pegawai negeri sipil (PNS). anggota legislatif (caleg) dari Partai
Setelah, namanya muncul Golkar.
sebagai calon anggota
legislatif (caleg) dari Partai ATAU
Golkar. (03/02/04; III:4T;
Setelah namanya dimuncul kan sebagai
gik)
calon anggota legislatif (caleg) dari Partai
Golkar, Kepala Cabang Dinas (Kacabdin)
Pengairan Kecamatan Genteng,
Kabupaten Banyuwangi, Sarjono
Hadiyatmojo, rela melepas statusnya
sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

ATAU

Kepala Cabang Dinas (Kacabdin)


Pengairan Kecamatan Genteng,
Kabupaten Banyuwangi, Sarjono
Hadiyatmojo, rela melepas statusnya
sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Hal
ini dilakukan setelah namanya muncul
sebagai calon anggota legislatif (caleg)
dari Partai Golkar.

Konjungsi setelah dapat ditempatkan di awal kalimat sepanjang konjungsi itu diikuti tidak hanya
oleh kalimat terikat tetapi juga diikuti oleh kalimat bebas. Pada saran perbaikan yang ketiga, konjungsi
setelah didahului oleh kalimat bebas untuk menjadikan keseluruhan kalimat itu gramatikal.

51
PENULISAN JUDUL

Judul tulisan disampaikan dalam bentuk bahasa yang sangat ringkas dan maknanya sangat padat kecuali
tulisan itu menyangkut ranah-ranah yang sangat khusus, misalnya, kontrak kerja, perjanjian, dan perundang-
undangan. Tulisan ranah hukum seperti ini memerlukan kepastian dan keakuratan makna sehingga sebuah
klausa dapat saja ditambahkan keterangan sehinga tidak dimungkinkan adanya tapsiran ganda. Rangkaian
kata berbentuk frase atau klausa dianggap sudah memadai untuk menuliskan judul tulisan karena di
dalamnya sudah dapat disampaikan pesan utama dan pesan pembatas secara jelas. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah judul tulisan jangan dibiarkan bermakna ganda karena hal itu tidak informatif. Berbeda
halnya dalam judul tulisan beranah susastra, penapsiran ganda merupakan nilai estetika yang perlu mendapat
perhatian karena salah satu nilai keindahan susastra dilihat dari penggunaan bentuk bahasa yang bervariasi
dan berkonotasi (bd. Pastika, 2008: 105—124). Dalam judul tulisan umum atau akademik, pesan itu harus
bersifat denotatif; hanya ada satu makna.

Pada contoh (67) berikut judul berita ditulis dalam bentuk rangkaian frase, ka ta dan klausa yang
menyiratkan adanya rangkaian peristiwa. Namun, antara rangkaian peristiwa yang disampaikan dalam judul
dan peristiwa yang tertera pada isi berita tidak bergayut. Dalam berita tertuls dua peristiwa kecelakaan,
yakni tewasnya seorang anak remaja dan tewasnya seorang ibu di lokasi kecelakaan yang berbeda. Peristiwa
pertama ditulis sebanyak empat paragraf yang memberitakan tentang seorang anak remaja bernama Eka Dwi
Buana (berumur 15 tahun) yang tewas akibat tabrakan saat membonceng adiknya. Setelah itu dilanjutkan
dengan subjudul “Tewas Terjatuh” yang didukung oleh empat paragraf mengenai perisiwa kecelakaan lain.
Peristiwa lain ini menyangkut tewasnya seorang ibu bernama Misnawiyah akibat terjatuh dari boncengan
suaminya yang mengendari sepeda motor. Tempat kejadian antara peristiwa pertama dan peristiwa kedua
berlangsung di lokasi berbeda. Judul berita tersebut ditulis seperti berikut ini.

(67) Bonceng Adik, Tabrakan, Remaja 15 Tahun Tewas (DP, 20 Okt 2003, h. 1, k. 5—7)

Judul berita tersebut jelas bermakna bahwa peristiwa kecelakaan itu melibatkan tiga kejadian;
seorang kakak membonceng adiknya dan mengalami peristiwa tabrakan yang mengakibatkan seorang remaja
tewas. Penulis berita membiarkan pembaca menapsirkan sendiri makna judul tersebut yakni apakah orang
yang tewas tersebut adalah si pembonceng, orang yang dibonceng atau orang lain. Tapsiran seperti ini
dimaksudkan oleh penulisnya untuk menarik minat pembaca agar mereka mencari informasi yang
sebenarnya pada isi berita. Inti permasalahan dari analisis judul berita ini bukan terletak pada siapa yang
tewas, tetapi terletak pada tidak tertampungnya pristiwa inti yang lain yakni mengenai tewasnya seorang ibu

52
bernama Misnawiyah yang terjatuh dari boncengan suaminya sehinga ibu itu meninggal. Untuk menampung
peristiwa ini ke dalam judul, lebih baik judul berita tersebut ditulis seperti berikut.

(67a) Dua Kecelakaan Tewaskan Seorang Ibu dan Remaja

Judul (67) dan (67a) masing-masing terdiri atas tujuh kata, tetapi judul (67a) bermakna lebih pasti
alih-alih judul (67). Kepastian maknanya terletak pada adanya dua peristiwa kecelakaan yang menewaskan
dua orang. Informasi khusus, misalnya, bentuk kecelakaan dan umur orang yang tewas dapat dibaca pada isi
berita sehingga tidak perlu dijelaskan dalam judul. Artinya, judul berita (67a) memberitakan secara tepat
tentang jumlah peristiwa kecelakaan, jumlah orang yang tewas dan tipe orang yang tewas.

KESIMPULAN

Secara umum penggunaan bahasa Indonesia pada koran Bali Post, Bisnis Bali dan DenPost, berkaitan
dengan jumlah kesalahan dari kedua belas aspek linguistik yang diidentifikasi, masih cukup bagus atau
mendekati sangat bagus. Predikat ini dapat diraih oleh ketiga koran tersebut karena Kelompok Media Bali
Post sebagai pengelola ketiga koran tersebut, sepanjang pengamatan penulis, menaruh perhatian yang besar
pada penggunaan bahasa Indonesia dan juga bahasa Inggris serta bahasa Bali. Koran Bali Post sepanjang
tahun 1980-an sampai awal tahun 1990-an pernah menyediakan kolom untuk pembinaan bahasa Indonesia
(saat itu diasuh oleh mendiang Dr. I Wayan Bawa) dan kolom pembinaan bahasa Inggris (saat itu diasuh oleh
mendiang Drs. Soejono Tedjo Soedarmo) serta sering mengundang ahli bahasa untuk memberikan
pembinaan kebahasaan kepada para wartawannya. Dalam hal bahasa daerah,sejak 1 Agustus 2006 Bali P ost
menyediakan dua halaman penuh tulisan berbahasa Bali (berhuruf Latin) yang dinamai Bali Orti untuk
terbitan hari Minggu. Semua ini membuktikan kesungguhan pengelolanya terhadap pembinaan bahasa bai k
bahasa daerah, bahasa nasional maupun bahasa internasional.

Namun, kesalahan berbahasa dapat terjadi pada ranah apapun atau pada siapa pun karena
ketrampilan berbahasa baik tulisan maupun lisan menyangkut sejumlah hal: (1) penguasaan kaidah bahasa,
(2) penguasaan pengetahuan umum dan khusus, (3) produktifitas, dan (4) penyuntingan. Seorang penulis
harus dibekali pengetahuan tentang kaidah bahasa agar dia dapat menciptakan bentuk-bentuk bahasa yang
benar berdasarkan kaidah bahasa yang berlaku sehingga pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan
jelas oleh pembacanya. Tanpa penguasaan kaidah bahasa, tulisan yang dihasilkan tidak akan dipahami
dengan jelas oleh pembacanya atau tulisan tersebut memiliki mutu yang rendah. Penguasaan pengetahuan
umum dan khusus penting dimiliki oleh seorang wartawan atau penulis lainnya apabila tulisannya dibaca

53
oleh pembaca dari berbagai latar belakang sosial berbeda. Misalnya, pengetahuan umum tentang sistem
pemerintahan dari negara-negara persemakmuran bekas jajahan Inggris yang berbeda dengan sistem
pemerintah negara lain. Sebagian negara-negara persemakmuran (Kanada, Australia, dan Selandia Baru)
menjadikan Ratu Inggris sebagai Kepala Negara simbolik, tetapi dalam tugas kenegaraan sehari-hari
diemban oleh seorang Gubernur General dari negara persemakmuran tersebut sebagai representasi Ratu
Inggris. Dalam situasi seperti ini, ada seorang penulis pernah salah menyebutkan Gubernur General sebagai
Gubernur saja atau Jenderal saja. Penulis juga mesti menguasai istilah-istilah yang berasal dari bidang
khusus agar informasi yang diberikan tidak menyimpang. Misalnya, penulis harus dapat membedakan makna
istilah penyidikan dan penyelidikan dalam ranah hukum pidana. Namun, pengetahun tersebut dapat
dijelmakan dengan baik jika seorang penulis telah cukup berpengalaman.

Akhirnya, tulisan yang baik tidak dihasilkan dalam satu kali jadi meskipun penulisnya memiliki
pengetahuan yang lengkap seperti disebutkan sebelumnya. Langkah penyuntingan sangat penting dilakukan
sebelum tulisan dipublikasikan untuk menghindari kesalahan, termasuk kesalahan yang paling ringan,
misalnya, kesalahan pengetikan.

54
PUSTAKA RUJUKAN

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai
Pustaka.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Halliday, M.A.K. & Ruqaiya Hasan. 1976. Cohesion in English. London & NewYork: Longman.

Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse. London: Arnold.

Kalidjernih, Freddy K. 2010. Penulisan Akademik: Esai, Makalah, Artikel Jurnal Ilmiah, Skripsi, Tesis,
Disertasi. Bandung: Widya Aksara Press.

Pastika, I Wayan. 2008. Kekuatan Lingual Puisi-puisi Masuri. Dalam prosiding Seminar Masuri S.N.
Kumpulan Kertas Kerja, 26--27 Juli 2008. Singapore: Jabatan Bahasa dan Kebudayaan Melayu
Kumpulan Akademik Bahasa dan Kebudayaan Asia, National Institute of Education, NTU.

Pastika, I Wayan. 2011. Kelemahan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan secara Fonologis. Dalam
prosiding Kongres Internasional Masyarakat linguistik Indonesia, 9—12 Oktober 2011. Bandung:
UPI Press.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Politik Bahasa
Nasional 2. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Sinclair, John. et al. (eds.). 1987. Collins Cobuild English Language Dictionary. London: Collins Publishers.

Tolson, Andrew. 2006. Media Talk Spoken Discourse on TV and Radio. Edinburgh: Edinburgh University
Press.

1
Secara f onologis awalan ini mempunyai bentuk asal meng- yang kemudian berubah menjadi me-, men-,
mem, meny-, meng-, dan menge- bergantung pada bunyi atau suku kata yang mengawali kata dasar.
Pemilihan meng- sebagai bentuk asal karena awalan ini berdistribusi paling luas (bd. Pastika, 2011:122--125)
55
2
Kata keluar sebagai verba harus ditulis tersambung (bukan ditulis *ke luar) sehingga kata ini dapat menjadi
dasar dari kata jadian, mengeluarkan. Contoh, hasil ujian sudah keluar; ia mengeluarkan rokok dari
kantongnya. (KBBI, 2008)

3Kedua istilah ini dimunculkan oleh media massa selama periode Februari sampai Mei 2012 ketika ada kasus
korupsi yang melibatkan salah satu anggota DPR bernama Angelina Sondakh dan pihak p engus aha, Ros a
dan Nazaruddin.

56

Anda mungkin juga menyukai