Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

OLEH :

MACITA

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas karunia-
Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul “hikmah agama dalam kehidupan” ditulis dengan tujuan untuk
memberikan wawasan pada semua pembaca
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dosen selaku
pembimbing dan semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya
makalah ini.
Kritik dan saran kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat khususnya di Keperawatan Jiwa

Mojokerto, Agustus 2012

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 3
BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................... 4
A. Pengertian .............................................................................................................
B. Rentang Respon Halusinasi.............................................................................
C. Jenis –Jenis Halusinasi Jenis Halusinasi Karakteristik.........................
D. Fase Halusinasi.....................................................................................................
E. Pengkajian Klien Dengan Haluinasi.............................................................
F. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................
G. Tujuan Asuhan Keperawatan.........................................................................
H. Tindakan Keperawatan.....................................................................................
I. Evaluasi...................................................................................................................

BAB 3 PENUTUP................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 15
B. Saran ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program pembinaan kesehatan jiwa bertujuan untuk


meningkatkan kesehatan jiwa. Kegiatan ini adalah perumusan kebijakan
peningkatan upaya kesehatan jiwa yang mendorong dan maantapkan
desentralisasi dan pengembangan peran serta masyarakat dan organisasi
social dalam upaya meningkatkan kesehatan jiwa. Masalah kesehatan
yang terjadi baik jasmani, mental dan sosial menjadi tantangan, bukan
saja para dokter, perawat dan tim kesehatan yang lainnya tetapi juga
pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Referensi masalah
kesehatan jiwa baik masalah psikososial maupun gangguan jiwa
meningkat tajam. Hasil riset kesehatan dasar yang di lakukan pada tahun
2007 mengidentifiksi prevalensi masalah keseshatan jiwa sebesar
12.06%, dengan kata lain dari 100 penduduk Indonesia, 12 sampai 13
diantaranya mengalami gangguan jiwa ringan sampai berat.

Tingginya prevalensi tersebut menuntut seluruh tenaga keshatan


dan pihak terkait untuk menangani masalah kesehatan jiwa, termasuk
keperawatan. Gangguan mental yang terjadi khususnya halusinasi
banyak terjadi pada individu yang mempunyai masalah dan tidak
mempunyai koping yang baik sehingga individu tidak dapat mengontrol
dan mengendalikan dirinya serta membiarkan dirinya hanyut dalam
masalah yang ada dan bayangan yang menguasai dirinya. Persepsi
didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi :
proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007). Persepsi merupakan
tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap

1
rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan
sehingga terjadilah salah tafsir. Salah tafsir tersebut terjadi antara lain
karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut,
excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi
gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004). Perubahan
persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan,
sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud
bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan
dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia
yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan
kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,
membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). Perilaku yang
mengalami gangguan sensori persepsi : halusinasi adalah klien suka
mendengar suara, klien tampak sering menyendiri, klien terlihat
mondar-mandir seperti sedang mendengar sesuatu, bicara sendiri, mulut
komat kamit, jika halusinasi tidak segera diatasi akan mengakibatkan
resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Penatalaksanaan pada klien yang mengalami halusinasi yaitu melakukan
validasi terhadap persepsi klien, mengahadirkan realita dimulai dengan
realita diri, orang lain dan lingkungan, menurunkan kecemasan klien,
meningkatkan sistem pendukung (keluarga, klien lain yang telah dapat
mengontrol halusinasi dan tim kesehatan).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Halusinasi ?
2. Bagaimanakah Rentang Respon Halusinasi ?
3. Apa saja Jenis –Jenis Halusinasi Jenis Halusinasi Karakteristik
Halusinasi ?
4. Bagaimana Fase Halusinasi ?
5. Bagaimanakah Pengkajian Klien Dengan Haluinasi ?

2
6. Bagaimanakah Diagnosa Keperawatan ?
7. Apa saja Tujuan Asuhan Keperawatan ?
8. Apa saja Tindakan Keperawatan ?
9. Bagaimana Evaluasi Halusinasi ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Halusinasi
2. Untuk Mengetahui Rentang Respon Halusinasi
3. Untuk Mengetahui Jenis –Jenis Halusinasi Jenis Halusinasi
Karakteristik Halusinasi
4. Untuk Mengetahui Fase Halusinasi
5. Untuk Mengetahui Pengkajian Klien Dengan Haluinasi
6. Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan
7. Untuk Mengetahui Tujuan Asuhan Keperawatan
8. Untuk Mengetahui Tindakan Keperawatan
9. Untuk Mengetahui Evaluasi Halusinasi

3
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan


pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan
Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan
gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :P ersepsi palsu.
Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai
sesutu yang nyata ada oleh klien.

B. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang


berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu
salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai
ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap
stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

4
Rentang respon :

1. Respon Adaptif Respon Maladptif


2. Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi
3. Persepsi akurat ilusi Halusinasi
4. Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon
emosi
5. Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi
6. Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias isolasi sosial
7. Berhubungan sosial Menarik diri

C. Jenis –Jenis Halusinasi Jenis Halusinasi Karakteristik

1) Pendengaran 70 %

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.


Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Penglihatan
20%Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.

2) Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan


feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

5
3) Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

4) Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.

5) Cenesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau


arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine

6) Kinisthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas


dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:

1. Fase Pertama

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan


gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran
pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan
stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu
mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman


internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada

6
halusinasi.

Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan


sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien


menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat.

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari


kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan
berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak
dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. Pengkajian Klien Dengan Haluinasi

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh


klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien
dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang
melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti
yang terdapat juga pada schizofrenia.

7
1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya


respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:

a. Faktor Genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan


melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang
keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai
sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi
genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan
Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami
schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.

b. Faktor Neurobiologi.

Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks


pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh.
Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan
volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

c. Studi neurotransmitter.

Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak


seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotin.

8
d. Teori virus

Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan


dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.

e. Psikologis.

Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor


predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh
ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak
berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya.

2. Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :

a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang


menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme


gateing abnormal)

c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan


perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini ;

1) Kesehatan
2) Nutrisi Kurang
3) Kurang tidur
4) Ketidak siembangan irama sirkardian
5) Kelelahan infeksi
6) Obat-obatan system syaraf pusat
7) Kurangnya latihan
8) Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
9) Lingkungan
10) Lingkungan yang memusuhi, kritis

9
11) Masalah di rumah tangga
12) Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
13) Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
14) Isoalsi social Kurangnya dukungan social Tekanan kerja
( kurang keterampilan dalam bekerja)
15) Stigmasasi Kemiskinan Kurangnya alat transportasi Ktidak
mamapuan mendapat pekerjaan Sikap/Perilaku Merasa tidak
mampu ( harga diri rendah)
16) Putus asa (tidak percaya diri) Mersa gagal ( kehilangan
motivasi menggunakan keterampilan diri Kehilangan kendali
diri (demoralisasi)
17) Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
18) Rendahnya kemampuan sosialisasi
19) Perilaku agresif
20) Perilaku kekerasan
21) Ketidak adekuatan pengobatan Ketidak adekuatan
penanganan gejala.
3. Mekanisme Koping.

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan


halusinasi adalah:

Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi,


mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda. Menarik diri,
sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien

10
4. Perilaku

Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang


mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya
cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti
seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan
orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya
mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan
klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera
diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk
menceritakan perihal haluinasinya.

Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena


mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan
halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan
untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya.
Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan
orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi
yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan
memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus
memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi
percakapan tentang halusinasi.

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung


pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya
tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya
harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
Isi Halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik.
Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual,
bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap
jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan

11
tubuh jika halusinasi perabaan. Waktu dan Frekuensi. Ini dapat dikaji
dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi. Situasi Pencetus
Halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien. Respon Klien Untuk
menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

F. Diagnosa Keperawatan

Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya


sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal
ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien
mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya.
Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri
( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga
mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab
munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan
isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan
kurangnya keterampilan berhubungan social , klien menjadi menarik diri
dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan
stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan
membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu
timbulnya halusinasi. Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon

12
maslah sebagai berikut :

EFEK Resiko mencedrai diri sendiri, Orang lain, dan lingkungan

C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit perawatan diri : Halusinasi


pendengaran Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

ETIOLOGI Kerusakan interaksi sosial : Intoleransi aktifitas


Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan


sebagai berikut :

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan


berhubungan dengan halusinasi audiotorik.

2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan


menarik diri

3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga


diri rendah

4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias


berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

G. Tujuan Asuhan Keperawatan

Tujuan umum :

Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi

Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :

1. Klien dapat membina hubungan salin percaya

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

13
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.

4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

H. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi


masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan
klien.

Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan


selanjutnya adalah membntu klien mengenali halusinasinya.
Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih
bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol
halusinasi.

Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :

1. Menghardik halusinasi.

2. Berinteraksi dengan orang lain.

3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.

4. Memanfaatkan obat dengan baik.

Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan


klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan
keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system
dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis
dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu
cara perawatan klien halusinasi dirumah.

Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim


medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat

14
menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi
focus utama dalam pemberian obat.

I. Evaluasi

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :

1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol


halusinasi

2. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan

3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif


dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

15
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan


pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua
respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika
interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima.

B. Saran

Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam


mengatasi klien dengan halusinasi yaitu sebagai pencipta lingkungan.
Dalam hal ini perawat berusaha menciptakan lingkungan yang
terapeutik, aman, hangat dan bersahabat. Perawat juga berperan sebagai
pendidik yaitu membantu klien belajar berpartisipasi agar lebih diterima
dilingkungan dan sebagi agen sosialisasi yaitu mendorong klien kedalam
kegiatan-kegiatan melalui tindakan keperawatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://gusriwahyudi.wordpress.com/2011/04/21/halusinasi/

http://arifahpratidina.blogspot.com/2011/10/makalah-halusinasi.html

http://makalah-kesehatan-online.blogspot.com/2009/01/askep-halusinasi-dan-
waham.html

17

Anda mungkin juga menyukai