Disusun oleh:
Nama : Debi Ria Dwi Priti
NIM : 18/427300/KH/09674
Kelompok : 2b
IV. BAHASAN
1. Virus Jembrana
a. Morfologi dan Karakter
Penyakit Jembrana (Jembrana Disease/JD) disebabkan oleh virus golongan
Lentiviridae dan diketahui hanya menyerang sapi bali, sedangkan breed sapi lainnya
dinyatakan tahan. Virus tersebut merupakan dari Retroviridae fam. Lentivirus. Virus
ini disebut lentivirus karena umumnya memiliki masa inkubasi lama/lenti (Suwiti,
2009).
Analisis struktur protein berdasarkan perbedaan berat molekul terhadap virus
JD dengan SDS-PAGE, virus jembrana diketahui disusun oleh beberapa protein
mayor dengan perkiraan berat molekul 45 kD, 42 kD, 33kD, 26kD dan 16 kD yang
terditeksi secara konsisten. Sedangkan protein minor yang terkadang ditemukan
dengan berat molekul 100 kD dan 15 kD (Suwiti, 2009).
Virus ini berbentuk pleomorf, beramplop dengan materi genetik tersusun atas
single stranded Ribonucleic Acid (ss-RNA), berukuran 80-120 nm. Virus memiliki
enzim reverse transkriptase, berkembang biak dalam sel dan keluar sel melalui
proses budding (Dirkeswan, 2015).
Target sel virus Jembrana, karena gambaran histologi tentang reaksi proliferasi
hebat di daerah non-follicular (T-cell) pada jaringan limpoid dan gambaran
haematologi tentang lymphopenia, yang menjadi ciri khas penyakit jembrana maka
ada asumsi bahwa virus ini mungkin menyerang T-cells (Tenaya, 2016).
Selain itu, sel B juga sebagai sel target JDV, hal ini dapat menjelaskan
menurunnya populasi sel-sel B muda di daerah follicular dan terlambatnya produksi
antibodi sampai 2-3 bulan pasca infeksi (Tenaya, 2016).
b. Mekanisme Infeksi
Virus Jembrana memasuki sel target dengan menempel di permukaan sel
melalui reseptor, kemudian melepas pembungkusnya di dalam sitoplasma. Genom
virus yang berupa RNA mengalami transkripsi balik menjadi DNA di dalam
sitoplasma. Enzim reverse transcriptase membuat DNA utas tunggal komplementer
terhadap RNA virus. Enzim RNase-H selanjutnya akan mendegradasi RNA virus dan
menggantinya dengan mensintesis DNA utas kedua, sehingga terbentuk double
stranded DNA. DNA virus akan bermigrasi dari sitoplasma ke nukleus, dan enzim
integrase akan mengintegrasikan DNA virus ke dalam DNA sel inang membentuk
provirus. Proses transkripsi akan berlangsung di dalam tubuh sel inang membentuk
mRNA yang selanjutnya bertanggung jawab atas sintesis protein virus dan digunakan
untuk perakitan bagian-bagian tubuh virus yang baru. Provirus yang terbentuk akan
tetap berada di dalam tubuh sapi, dan sapi tersebut akan menjadi hewan pembawa
(carrier). Apabila sapi carrier ini dalam kondisi tidak sehat serta kekebalan humoral
mulai menurun, diduga bahwa cDNA virus dapat berubah menjadi aktif kembali dan
dapat menginfeksi hewan di sekitarnya (Krisnayanti dkk., 2020).
Gambar 2. Keringat darah pada sapi terinfeksi JDV (Heru, 2011 dalam
BBPPeternakan Kupang, 2018)
Berdasarkan asumsi sel target JDV, yaitu leukosit dan trombosit, timbulnya
perdarahan pada banyak organ ini mungkin terjadi akibat proses pembekuan darah
yang tidak sempurna, karena berkurangnya total trombosit darah. Ketika limfosit T,
yang berperan dalam kekebalan seluler diserang, pertahanan tubuh akan menurun.
Berdasarkan literatur (Tenaya, 2016) terjadi fluktuasi limfosit selama infeksi JDV.
Selama demam (akut) semua komponen limfosit menurun tajam. Tetapi pada awal
kesembuhan limfosit T perlahan meningkat hingga akhirnya perubahan sub-populasi
sel-sel T terkait penyembuhan infeksi JDV memperkuat peranan kekebalan seluler
dalam proses kesembuhan penyakit Jembrana.
b. Diagnosis Laboratorium
- Indirect Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Uji ini merupakan uji serologi untuk mendeteksi antibodi. Antigen virus
Jembrana yang dipakai dapat berupa virus utuh yang diperoleh dari plasma darah
sapi terinfeksi atau dapat berupa rekombinan protein utama virus jembrana (P26).
Antigen diletakkan pada plat mikro, kemudian direaksi dengan antiserum dari
sapi yang diuji. Selanjutnya ditambahkan kompleks antigen-antibodi direaksikan
dengan konjugat anti bovine IgG yang dilabel/dicoating enzim tertentu.
Perubahan warna akan terjadi pada sampel yang positif (Dirkeswan, 2015).
- Western Immunoblotting (WIB)
Uji ini didasari atas analisis pemisahan protein antigen virus Jembrana
berdasarkan berat molekulnya. Protein virus Jembrana mula-mula dipisahkan
dengan menggunakan metode SDS-PAGE, kemudian protein antigen yang
terpisah pada gel ditransanfer pada kertas selulosa sebagai antigen. Reaksi positif
ditunjukan dengan munculnya garis berwarna 20 pada kertas selulosa tersebut.
Uji ini dapat dipakai untuk membuktikan adanya beberapa protein yang
menyusun virus Jembrana (Dirkeswan, 2015).
Hasil uji serologis dengan Western Immunoblotting menunjukkan salah
satu protein virus JD yakni P26 kD bereaksi silang dengan antibodi terhadap P26
kD dari virus BIV (Bovine Immunodeficiency Virus) dan sebaliknya, tetapi tidak
dengan protein lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa antara kedua virus tersebut
ada hubungan antigenitas (Suwiti, 2009)
- Immunohistokimia (IHK)
Immunohistokimia ialah suatu uji yang dilakukan untuk mendeteksi agen
penyakit Jembrana pada organ atau jaringan yang berasal dari hewan-hewan yang
terinfeksi. Dengan menggunakan anti serum monoklonal antibodi virus
Jembrana, maka virus Jembrana pada sel-sel jaringan terinfeksi dapat dideteksi
dengan melihat perubahan warna pada sel (Dirkeswan, 2015).
V. KESIMPULAN
1. Penyakit Jembrana disebabkan oleh JDV (Jembrana Disease Virus), virus tersebut
merupakan dari Retroviridae fam. Lentivirus.
2. Sel target dari JDV adalah sel limfosit T, B, dan trombosit.
3. Mekanisme infeksi JDV, virus memasuki sel target dengan menempel di permukaan sel
melalui reseptor, kemudian melepas pembungkusnya di dalam sitoplasma, RNA virus
mengalami transkripsi balik menjadi DNA di dalam sitoplasma kemudian bermigrasi ke
nukleus, dan enzim integrase akan mengintegrasikan DNA virus ke dalam DNA sel
inang membentuk provirus. Provirus yang terbentuk akan tetap berada di dalam tubuh
sapi, dan sapi tersebut akan menjadi carrier.
4. Gejala klinis yang menonjol pada penyakit Jembrana adalah demam tinggi,
pembengkakan limfonodus, diare berdarah, keringat berdarah dan leukopenia.
5. Diagnosis laboratorium yang sering dilakukan adalah uji ELISA di daerah, jika hasilnya
positif, dilanjutkan dengan uji PCR. Bisa juga dilakukan uji WIB, IHK, maupun uji
biologis.
6. Pencegahan penyakit Jembrana yang dapat dilakukan antara lain vaksinasi, desinfeksi,
spraying, dan pengawasan lalu lintas ternak.
7. Pengobatan yang sering dilakukan adalah pemberian antibiotik dan vitamin untuk
menghindari infeksi sekunder.
VI. REFERENSI
BBPPeternakan Kupang. 2018. Penyakit Jembrana Musuh Utama Sapi Bali. Center for
Indonesian Veterinary Analytical Studies. diakses tanggal 8 Oktober 2020,
https://civas.net/2018/10/28/penyakit-jembrana-musuh-utama-sapi-bali/.
Dirkeswan. 2015. Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Jembrana.
Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Kementerian Pertanian.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Yogyakarta: Kanisius.
Krisnayanti, N. P. E., Pharmawati, M., Narayani, I., Agustini, N. L. P. 2020. Monitoring
DNA Provirus Virus Penyakit Jembrana pada Sapi Bali dengan Metode PCR. Jurnal
Metamorfosa: Journal of Biological Sciences, Vol. 7 No. 1: 14-20.
Suwiti, N. K. 2009. Fenomena Jembrana Disease dan Bovine Immunodeficiency Virus pada
Sapi Bali. Buletin Veteriner Udayana, Vol. 1 No. 1: 21-25.
Tenaya, I. W. M. 2016. Studi Bio-Molekuler Virus Penyakit Jembrana: Sebagai Dasar
Pengembangan Tissue Culture Vaksin. Buletin Veteriner Udayana, Vol. 8 No. 2: 187-
202.
Trono, D. 2002. Lentiviral Vectors. New York: Springer.