4 Oktober 2003
Budiono
urnal
TEKNIK SIPIL
Abstrak
Studi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mekanik dari kolom langsing beton mutu tinggi terkekang yaitu
beban kritis, lendutan di tengah kolom, daktilitas perpindahan, serta faktor pembesaran momen. Untuk
menentukan faktor-faktor di atas maka dilakukan proses analisis yang dikenal dengan analisis P-∆ atau analisis
orde kedua dengan memperhitungkan efek stabilitas kolom. Analisis menggunakan penampang kolom langsing
beton bertulang mutu tinggi terkekang dengan metoda numerik. Kolom langsing dibebani oleh kombinasi beban
aksial tekan dan momen lentur. Variabel yang digunakan adalah nilai kelangsingan kolom, nilai kekangan
tulangan transversal, nilai eksentrisitas beban dan luas tulangan longitudinal. Mekanisme keruntuhan kolom
dibatasi pada nilai kelangsingan yang menghasilkan keruntuhan pada material bukan pada keruntuhan
geometri. Nilai faktor pembesaran momen dari hasil studi ini dibandingkan dengan perhitungan menurut
standar Indonesia SKSNI – 91. Hasil analisis pada studi ini menunjukkan bahwa variabel yang digunakan,
kecuali kekangan, berpengaruh terhadap perilaku kolom langsing, sedangkan peraturan SKSNI – 91 pada
umumnya menghasilkan nilai faktor pembesaran momen yang konservatif untuk kolom langsing beton mutu
tinggi.
Kata-kata kunci: Kolom langsing, nilai kelangsingan, beton mutu tinggi terkekang, beban kritis, mekanisme
keruntuhan, lendutan, daktilitas perpindahan, faktor pembesaran momen.
Abstract
The objective of the study is to investigate the mechanical behavior of slender columns of reinforced confined
high strength concrete namely critical load, middle column deflection, displacement ductility and the moment
magnification factor. To determine the factors mentioned above the analysis of the slender columns are carried
out using P-∆ analysis known as second order analysis where the stability effect of the column is taken into
acccount. Sectional analysis of the reinforced confined high strength concrete column is implemented using
numerical method. The slender column is subjected to the combination of axial and flexural loads. Variables
used are slenderness ratio, confinement factor of transverse reinforcement, load eccentricity, and area of the
longitudinal reinforcement. Failure mechanism of the slender column is constraint only at the material failure
not the failure due to geometry. The value of the moment magnification factor analyzed in the study is compared
to the formula complying with the Indonesian Building Code of SKSNI-91. The results of the analysis shows that
the variables used except the confinement factor influence the behavior of the slender column while values of the
moment magnification factor of the Indonesian Building Code of SKSNI-91 in general result in conservative
figures for the slender column of the reinforced confined high strength concrete.
Keywords: Slender column, slenderness ratio, confined high strength concrete, critical load, failure mechanism,
deflection, displacement ductility, moment magnification factor.
Catatan : Usulan makalah dikirimkan pada 29 Desember 2003 dan dinilai oleh peer reviewer pada tanggal 7 Januari 2004 –
28 Januari 2004. Revisi penulisan dilakukan antara tanggal 28 Januari 2004 hingga 30 Januari 2004.
dan optimal khususnya komponen beton. Peningkatan lebih dahulu diverifikasi dengan hasil studi Llyod dan
mutu beton untuk struktur beton mutu tinggi akan Rangan, tahun 1996. Perilaku kolom langsing
bernilai ekonomis karena dimensi penampang beton dianalisis berdasarkan hubungan antar variabel terma-
terutama kolom sebagai komponen struktur tekan, suk faktor pembesaran momen. Faktor pembesaran
menjadi lebih kecil yang berakibat kolom menjadi momen ini dari hasil analisis dibandingkan dengan
langsing Efek yang ditimbulkan adalah pengaruh perhitungan berdasarkan SKSNI-91 yang digunakan
tekuk pada kolom langsing yang harus diperhatikan untuk beton normal.
dalam perencanaan. Hal ini menjadi masalah karena
peraturan dan studi tentang beton mutu tinggi 4. Kolom Langsing
khususnya mengenai kolom langsing masih sangat
kurang [Santoso, 2002; Hadi,2000]. Kolom langsing adalah kolom dengan tipe kelangsi-
ngan yang relatif tinggi yang mengakibatkan penam-
Penggunaan beton mutu tinggi dapat mengakibatkan bahan momen sekunder dan berakhir pada salah satu
biaya yang dikeluarkan lebih rendah daripada bentuk keruntuhan kolom yaitu keruntuhan material
menggunakan beton mutu normal berhubung dimensi atau keruntuhan akibat tekuk yang disebut keruntuhan
penampang dapat diperkecil. Peningkatan kebutuhan geometri.
dan penggunaan material beton mutu tinggi, harus
diimbangi dengan peningkatan pengetahuan mengenai Gambar 1 menunjukkan 3 tipe keruntuhan kolom
perilaku struktural dan mekanik material tersebut. yaitu keruntuhan material baik untuk kolom pendek
Persoalan ini membawa beton mutu tinggi pada akhir- maupun kolom langsing dan keruntuhan geometri
akhir ini menjadi perhatian dan penelitian dari para untuk kolom langsing [Park and Paulay,1975].
rekayasawan teknik sipil.
Kolom langsing yang menahan kombinasi beban
Definisi beton mutu tinggi mengacu pada ACI 363R- aksial dengan lentur atau beban aksial eksentris, akan
92, yang menetapkan kuat tekan beton di atas 41 MPa mendapat momen lentur tambahan (momen sekunder)
sebagai beton mutu tinggi. akibat efek P-∆ dan mengakibatkan kolom mengalami
deformasi ke arah lateral (Lihat Gambar 2). Momen
2. Tujuan Penelitian sekunder mengakibatkan kapasitas gaya normal
mengecil dibanding dengan kolom pendek dengan
Tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah penampang yang sama. Perbedaan kolom pendek dan
memprediksi secara teoritis perilaku struktural dari kolom langsing ditentukan oleh nilai rasio kelangsin-
kolom langsing beton mutu tinggi terkekang terhadap gannya (λ) yang didefinisikan sbb:
beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu. klu
Variabel yang ditinjau adalah rasio tulangan λ= (1)
longitudinal, kelangsingan, besar eksentrisitas beban r
luar, lendutan, daktilitas, dan pembesaran momen yang dimana:
terjadi pada kolom langsing akibat beban aksial tekan - k = faktor panjang efektif kolom
eksentris. Hubungan antara beban dan daktilitas - lu = panjang komponen kolom yang tidak ditopang
didapatkan dari hubungan P-∆ dari kolom langsing
- r = jari-jari girasi, 0.3h untuk penampang persegi.
yang dibebani beban aksial eksentris. Sedangkan
faktor pembesaran momen didapatkan dari Gaya
perbandingan besar momen pada kolom langsing Aksial
terhadap momen pada kolom pendek pada keadaan
beban aksial batas kolom langsing. Nilai ini Kolom pendek, keruntuhan material
3. Metode Penelitian
Penelitian di atas dilakukan dengan analisis dengan
meggunakan bantuan program komputer. Dengan me- M en
Mom
masukkan variabel-variabel kolom langsing dan ru-
mus-rumus beton mutu tinggi terkekang maupun tidak
terkekang maka akan didapatkan hasil hubungan P-∆. Gambar 1. Diagram interaksi kekuatan kolom
Hasil program sebelum digunakan untuk analisis, ter- dengan tipe keruntuhan yang berbeda
P
dimana:
⎧ ⎢ ⎛ s ⎞ ⎥ ⎫
⎪ ⎢ ⎜⎜ ⎟ ⎥ ⎪
⎪ d c ⎟⎠ ⎪
f ss = E c ⎨ 0 , 0004 ln ⎢ ⎝ ⎥ + 0 . 002
⎬ ≤ fy (11)
⎢ρ f ' co ⎥
⎪ ⎢ s ⎥ ⎪
⎪ ⎪ Pu'
⎩ ⎣⎢ ⎦⎥ ⎭ Pu
AB
Tegangan lateral efektif menurut Mender [Antonius,
2000] adalah:
2 f ss Asp M2 Mc
f2 = (12)
sd c
M
dimana:
s = spasi tulangan lateral Pu.e Pu.∆
dc = lebar penampang inti kolom Gambar 5. Lintasan gaya kolom langsing pada
Asp = luas penampang tulangan kekangan lateral diagram interaksi
Ρs = rasio volume kekangan lateral
Untuk rasio volume (volumetric ratio) minimum Lintasan (path) antara M dan P pada Gambar 5 dida-
(kurang dari 1,2%) pada tulangan transversal, kekan- pat dari analisis penampang dengan prinsip keseim-
gan pada beton mutu tinggi tidak banyak berpengaruh bangan gaya luar dengan memperhitungan pengaruh
pada hubungan konstitutifnya. Hal ini disebabkan oleh momen sekunder akibat tekuk dan gaya dalam. Proses
nilai Poisson’s rasio beton mutu tinggi lebih rendah keseimbangan ini dilakukan dengan analisis numerik
dibandingkan beton normal. sampai konvergen pada batas toleransi tertentu
[Santoso et.al, 2002, Hadi, 2001]. Dalam analisis ini
6. Baja Tulangan toleransi diambil sebesar 0,02 %.
Untuk keperluan studi ini hubungan tegangan regan- Proses analisis orde kedua (P-∆) terdiri dari:
gan baja tulangan sesuai dengan Gambar 4 di bawah.
a. Menghitung gaya dalam penampang.
f s = E s ε s untuk 0 ≤ ε s ≤ ε y (13)
Pada regangan beton tertentu dan letak garis netral
f s = f y untuk ε s ≥ ε y (14) tertentu pada penampang kolom beton, maka dapat
ditentukan besarnya momen dan gaya normal tekan
dalam penampang yaitu momen Mint dan gaya
7. Analisis P-∆ normal tekan Pint.
Analisis P-∆ dapat diilustrasikan seperti Gambar 5 di b. Menentukan bentuk persamaan lendutan kolom.
samping. Pada kolom langsing, sumbu vertikal kolom
Untuk penyerdehanaan perhitungan diasumsikan
pada kondisi awal memiliki eksentrisitas yang menim-
dahulu bentuk tipe lendutan dari kolom langsing.
bulkan momen ujung awal M=Pe. Karena kolom
Pada penelitian ini pembahasan dibatasi untuk
langsing maka gaya normal tekan P mengakibatkan
kolom dengan kondisi perletakan ujung-ujung
perubahan geometri arah lateral ∆, yang menghasilkan
berupa sendi, sehingga bentuk awal lendutan dapat
momen sekunder sebesar P∆. Momen lentur total pada dianggap mengikuti bentuk garis sinusoidal. Dari
kolom langsing adalah Me=P(e+∆). hasil perhitungan Mint pada langkah pertama selan-
s jutnya dapat dihitung besaran M/EI untuk setiap
bagian kolom sepanjang tinggi.
fy
fy Kelengkungan (φ) dan lendutan (y) kolom dapat
diperoleh dari hubungan sebagai berikut:
d2y M M 2
=ϕ= dan y = ∫∫ dx (15)
dx 2 EI EI
P (kN)
800
(k referensi
dari kelengkungan yang telah dihitung selanjutnya N) 600
dapat dihitung besarnya lendutan maksimum kolom
ymax mengikuti hubungan: 400
200
le2
∆ = y max = ϕ (18) 0
π2 0 2.5 5 7.5 10
defleksi (mm)
c. Keseimbangan Gaya Luar dan Gaya Dalam
Gambar 6. Grafik P-∆ dengan e = 15 mm
Keseimbangan vertikal menghasilkan Pint sama dengan
gaya luar tekan N. Keseimbangan momen dalam dan 9. Analisis Hasil Program Komputer
momen luar termasuk pengaruh tekuk dapat dihitung:
Penampang kolom langsing yang akan dianalisis mem-
M e = N (e + ∆ ) = M int (19) punyai data-data sebagai berikut:
Verifikasi dalam tulisan ini dibandingkan dengan hasil sengkang s = 60 mm, dengan rasio volume
output program komputer dari Llyod dan Rangan, 1,2% (peryaratan minimum SKSNI-91).
1996, dengan fc’ = 58 MPa, dimensi B = 175 mm dan
L = 175 mm, dengan tulangan longitudinal 2@3 φ12 b. Data beton
mm, fy = 432 MPa dan tulangan sengkang φ4 mm,
jarak sengkang 60 mm dan mutu baja fy’=450 MPa, f’c = 60 MPa
tebal selimut beton 15 mm, eksentrisitas awal 65 mm
c. Data baja tulangan
dalam arah L dengan panjang efektif kolom lu = 1680
mm atau λ = 1.680/(0.289.120) = 33. fy = 400 MPa (tulangan longitudinal)
Dari hasil analisis pada Gambar 6, terlihat bahwa fy = 450 MPa (tulangan sengkang)
secara umum pada saat kurva naik hubungan antara
beban dengan lendutan bersifat elastis dan cenderung Es = 200000 MPa
berimpit. Setelah terjadi beban kritis, hubungan P-∆
menjadi ada sedikit perbedaan antara hasil analisis 10. Analisis
dengan program yang dikembangkan oleh Llyod &
Rangan. Hal ini dimungkinkan karena pada analisis ini 10.1 Perbedaan perilaku terkekang dan tak
menggunakan pendekatan rumus beton terkekang se- terkekang
dangkan pada program referensi menggunakan rumus
beton tidak terkekang. Di samping itu hasil verifikasi Dari Gambar 7 terlihat bahwa kekangan berpengaruh
program juga menunjukkan terdapat selisih kecil nilai kecil pada peningkatan kapasitas kolom tersebut baik
beban aksial antara kondisi terkekang dan tidak dalam hal kapasitas beban aksial maupun lendutan
terkekang setelah pasca puncak, Pu. Meskipun yang terjadi sebelum mengalami keruntuhan. Hal ini
demikian program yang dikembangkan pada analisis disebabkan oleh rasio volume dan nilai rasio Poisson
ini memberikan hasil verifikasi yang memuaskan. yang kecil.
1000
1000 e/h = 0.1
Terkekang
Tak Terkekang e/h = 0.2
800 750 e/h = 0.3
e/h = 0.4
P (KN)
600
P (KN)
500
400
250
200
0 0
0 2 4 6 8 10 12 14 0 25 50 75 100 125
Gambar 7. Perbandingan P-∆ terkekang dan tak Gambar 9. Perbandingan P-∆ dengan e yang
terkekang untuk λ =33, ρg =1%, e/h = 0.2 berbeda untuk ρg =3% dan λ=33
dalam menganalisis perilaku struktural suatu kolom Gambar 10. Perbandingan P-∆ dengan nilai ρ yang
karena eksentrisitas akan menentukan besarnya mo- bervariasi untuk λ=33 dan e/h = 0.2
men ujung awal yang dipikul kolom tersebut yang
berkaitan erat dengan kapasitas lentur kolom tersebut. Dari Gambar 10 terlihat bahwa dengan menambah
rasio tulangan longitudinal akan memperbesar ka-
Dari Gambar 9 terlihat bahwa semakin besar nilai
eksentrisitas maka kapasitas beban aksial semakin pasitas beban aksial dan akan mengurangi lendutan.
kecil, namun lendutan akan bertambah besar. 10.3 Analisis diagram interaksi
1000
λ = 50 Untuk mengetahui pengaruh dari kelangsingan
λ = 66
kolom (λ) terhadap kemampuan kolom pada
800 diagram interaksi yaitu memvariasikan nilai
P (KN)
kelangsingan kolom.
600
kat kelangsingan. Begitu juga dengan kondisi aksial Peningkatan rasio tulangan longitudinal akan mem-
murni yaitu pada saat momen sama dengan nol ka- berikan pengaruh berupa peningkatan kapasitas mo-
pasitas beban aksial relatif sama untuk semua nilai men lentur dan juga beban aksial tekan.
kelangsingan.
10.4 Analisis faktor pembesaran momen (FPM)
b. Pengaruh eksentrisitas (e)
a. Pengaruh kelangsingan (λ)
Dari diagaram interaksi bisa dilihat bahwa eksen-
trisitas pada kolom langsing berpengaruh terhadap Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai FPM akan naik
kapasitas aksial tekan yaitu semakin besar eksentrisitas seiring dengan peningkatan nilai kelangsingan, tetapi
maka kapasitas kolom terhadap beban aksial tekan FPM akan turun dengan kenaikan nilai eksenrisitas
mengecil sampai mencapai keadaan momen murni.
Sedangkan momen yang dipikul kolom semakin besar b. Pengaruh rasio tulangan longitudinal (ρg)
dengan semakin meningkatnya eksentrisitas sampai
mencapai maksimum pada titik keseimbangan, dan Dari Gambar 14 dapat dilihat secara umum bahwa
setelah itu nilai momen turun. Tipe keruntuhan diatas dengan naiknya nilai rasio tulangan mengakibatkan
titik keruntuhan seimbang (balance failure) adalah menurunnya FPM.
keruntuhan tekan pada beton dan di bawahnya terjadi
keruntuhan tarik pada baja. 10.5 Perbandingan hasil analisis dengan
perhitungan SKSNI-91 (analisis daktilitas
c. Pengaruh rasio tul. longitudinal (ρg) penampang)
Untuk mengetahui pengaruh rasio tulangan longitudi- Pada SKSNI-91 faktor pembesaran momen untuk
nal (ρg) terhadap perilaku kekuatan penampang yang kolom:
berkaitan dengan kapasitas lentur dari kolom langsing, Cm
maka dapat dilakukan perbandingan karakteristik dia- δ= ≥1
Pu
gram interaksi dari penampang yang mempunyai harga 1−
φPc
ρg yang berbeda dengan kelangsingan konstan, seperti
π 2 EI
yang terlihat pada Gambar 12. Pc =
( klu )2
1600 k el angs in gan = 33
2 .5 0 FPM λ = 33
k el angs in gan = 50
λ = 66
k el angs in gan = 60
1200 2 .0 0
(k N
1 .5 0
(kN)
8 00
MF
PP
1 .0 0
4 00
0 .5 0
0
0 .0 0
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0
M ( kN m) 0 0 .1 0 .2 e /h 0 .3 0 .4 0 .5
Gambar 11. Diagram interaksi kolom dengan nilai Gambar 13. Perbandingan nilai FPM dengan nilai
λ bervariasi dengan ρg = 2 % λ yang berbeda untuk ρg=1%
1.15
P (kN)
700
500 1.10
300
100
1.05
-100 0 10 20 30 40 50 60 0% 1% 2% 3% 4%
M (kNm) R a s io T u la n g a n
Gambar 12. Diagram interaksi dengan nilai ρg Gambar 14. Perbandingan nilai FPM dengan ρg
yang bervariasi pada λ=33 yang berbeda pada, λ =33
EcIg 0.8 Pu
EI = 0.75 Pu
2.5(1 + βd )
lu = 1680 mm, k = 1 (kedua ujung kolom danggap Dari Gambar 17 dan Tabel 1 terlihat bahwa daktilitas
sendi), fc’ = 60 MPa, b = 175 mm, h = 175 mm, βd = kondisi terkekang sedikit lebih besar dibandingkan
0.25 dengan kondisi tidak terkekang. Hal ini sesuai dengan
fungsi pengekangan bahwa kekangan pada kolom akan
Apabila dibandingkan dengan hasil analisis, maka membuat kolom tersebut lebih daktail, meskipun hasil
FPM dari perhitungan SKSNI-91 lebih besar, yang pengekangan tidak signifikan untuk beton mutu tinggi,
berarti standar perencanaan yang diberikan SKSNI-91 dengan rasio volume kecil (1,2%).
konservatif untuk perencanaan struktur beton mutu
Tabel 1. Perhitungan daktilitas kolom langsing λ
tinggi. =66 kondisi terkekang dan tak terkekang
Gambar 15 memberikan ilustrasi perbandingan antara Daktilitas Pu P
ρg e/h
hasil perhitungan SKSNI-91 dan hasil analisis studi Terke kang T akTerkekang Terkekang
dengan beton mutu tinggi. 0.1 3.09 3.00 770
0.2 2.80 2.80 508
1.0%
0.3 2.10 2.10 352
Daktilitas yang dianalisis adalah daktilitas perpindahan 0.4 2.00 2.00 233
(displacement ductility) yaitu perbandingan antara 0.1 3.09 2.90 840
0.2 2.90 2.80 590
perpindahan maksimum (δu) dan perpindahan pada 1.5%
0.3 2.10 2.10 450
saat leleh (δy). Penentuan nilai δu ditentukan pada saat 0.4 2.00 2.00 337
0.1 3.00 2.70 881
beban mencapai 0,8 Pu pasca puncak Pu, sedangkan 0.2 2.90 2.68 641
nilai δy dihitung pada saat beban Pu berpotongan den- 2.0%
0.3 2.23 2.23 500
0.4 2.00 2.00 400
gan garis lurus yang melalui titik koordinat (0,0) den- 0.1 3.00 2.90 960
gan koordinat dengan beban 0,75 Pu (Park and Paulay, 0.2 2.70 3.55 745
3.0%
1975). Gambar 16 menunjukkan definisi dari daktili- 0.3 2.00 1.90 630
0.4 2.20 2.10 480
tas tersebut di atas.
a. Efek pengekangan terhadap daktilitas
3.00
3.50 Terkekang
Tak Terkekang
3.00
M F cperaturan
2.00
od e
2.50
D a ktilitas
2.00
FPM
1.50
1.00
1.00
0.50
0.00 0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
e/h
FPMana
MF analisis
lisis
Gambar 15. Perbandingan FPM hasil analisis Gambar 17. Perbandingan daktilitas untuk ρg
dengan perhitungan SKSNI-91 λ=33, ρg =1% =2% dan λ=66