Anda di halaman 1dari 21

STRUKTUR TUBUH

Saccharomyces cerevisiae mikroorganisme eukaryotic dengan diameter 5-10 µm, reproduksinya


melalui proses difusi yang dikenal sebagai budding.

Saccharomyces cerevisiae adalah spesies dari ragi . Sel Saccharomyces berbentuk bulat telur, dengan


diameter 5-10 mikrometer. Saccharomyces merupakan genus khamir/ragi/yeast yang memiliki
kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2.

Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk termasuk


kelompok Eumycetes.Tumbuh baik pada suhu 30 °Cdan pH 4,8. Beberapa
kelebihan Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak,
tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil
dan cepat beradaptasi dengan lingkungannya.

Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus
dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon.  Pertumbuhan Saccharomyces
dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang
diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum
untuk fermentasi antara 28 – 30 °C.

Saccharomyces cerevisiae dapat survive dan tumbuh dalam bentuk haploid dan diploid. Sel haploid
adalah simple siklus hidup dalam fase mitosis dan pertumbuhan, dan jika berada dalam kondisi
lingkungan yang stress akan mati. Sel diploid adalah simple siklus hidup dalam fase mitosis dan
pertumbuhan, tetapi jika berada dalam kondisi lingkungan yang stress mengalami sporulasi,
memasuki meiosis dan menghasilkan sebuah varietas dari spora haploid yang dapat melaukan
konjugasi, kembali ke bentuk diploid.

Saccharomyces cerevisiae memiliki 16 kromosom. Siklus hidup dari Saccharomyces cerevisiae adalah


sebagai berikut:

S. cerevisiae memiliki beberapa peranan penting dalam kehidupan,yaitu menjadi alat atau objek
yang baik dalam penelitian, karena Saccharomyces kecil memiliki waktu generasi yang singkat
(Waktu penggandaan 1,25-2 jam  pada 30 ° C atau 86 ° F) dan dapat dengan mudah dibudidayakan  .

Saccharomyces cerevisiae berperan dalam pross fermentasi. Seiring berkembangnya bioteknologi, S.


cerevisiae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang rekayasa genetika
sehingga dijuluki sebagai superjamur. Selain itu, spesies ini digunakan dalam memproduksi berbagai
`makanan, minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan lingkungan.

Ini semua adalah karakteristik positif, bahwa mereka memungkinkan untuk produksi cepat dan
pemeliharaan beberapa baris spesimen dengan biaya rendah. S. cerevisiae dapat memungkinkan
untuk diubah, karena baik penambahan atau penghapusan gen baru dapat diperoleh melalui
rekombinasi homolog .  Selanjutnya, kemampuan untuk tumbuh. Saccharomyces cerevisiae juga
dapat digunakan dalam pembuatan bir-bir. Ragi bir dapat difermentasi pada suhu yang lebih tinggi
untuk menciptakan gaya bir yang dikenal sebagai "bir uap".

KHAMIR Saccharomyces cerevisiae

2.1.    Morfologi dan Fisiologi

S. Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast). S.


Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak
besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3.

Gambar 3. Bentuk elipsodial S.cerevisiae4

Yeast yang sangat berperan dalam pembuatan roti ini termasuk eukariota uniseluler yang
mempunyai keunggulan yaitu mudah dikulturkan, pertumbuhannya cepat, peta genomnya sudah
dapat dipetakan dengan jelas serta mudah menerima transfer gen. S. Cerevisiae dapat ditumbuhkan
di laboratorium dengan menumbuhkannya pada media tertentu, baik media padat maupun media
cair6. Dari segi warna, yeast yang juga sangat berperan dalam proses fermentasi alkohol ini
mempunyai warna putih kekuningan yang dapat dilihat diatas permukaan tumbuh koloni, sehingga
tidak seperti khamir lainnya yang seringkali tidak terlihat dibawah miskroskop karena tidak kontras
dengan mediumnya. Penampilan makroskopisnya yaitu bentuk koloni yang bulat, warna yang kuning
muda-keputihan, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askopora 1-
8 buah5. Dilihat dari dinding selnya, S.Cerevisiae memiliki dinding sel yang mengandung a-D-Glukan,
kitin, dan manoprotein. Dinding selnya ini diketahui mempunyai 3 lapisan, yaitu lapisan dalam alkali
in-soluble (30-35%), lapisan tengah alkali-soluble a glukan (20-22%), serta lapisan luar adalah
glikoprotein(30%) yaitu suatu karbohidrat yang tersusun dari manan yang terfosforilasi3.

Saccahromyses Cerevisiae bersifat fakultatif anaerobik mengandung 68-83% air, nitrogen,


karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan 2,5-14% kadar N total. Cara hidupnya kosmopolitan dan
mudah dijumpai pada permukaan buah-buahan, nektar bunga dan dalam cairan yang mengandung
gula, namun ada pula yang ditemukan pada tanah dan serangga. Selain kosmopolitan, S.
Cerevisiae ini dapat pula hidup secara saprofit maupun bersimbiosis6.

2.2.        Taksonomi

Taksonomi adalah ilmu yang mengkaji tantang klasifikasi biologis, agar dapat lebih mudah
dalammemahami dan mengenali keberagaman organisme dalam penataan hirarki tanpa tumpang
tindih8. Taksonomi daripada S.Cerevisiae adalah sebagai berikut7:

Kingdom                   : Fungi

Division                     : Ascomycota

Class                         : Ascomycetes

Ordo                           : Saccharomycetales

Familia                      : Saccharomycetaceae

Genus                       : Saccharomyces

Species                              : Saccharomyces cerevisiae

2.3.    Komposisi Khamir

Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemak 4-5%;
dan mineral 7-8% (REED dan NAGODAWITHANA, 1991) . SURIAWIRIA (1990) melaporkan komposisi
kimia sel khamir yang hampir sama (Tabel 1) dan kandungan asam aminonya (Tabel 2).

Tabel 1 . Komposisi sel khamir S. cerevisiae

Senyawa Jumlah (%)

Abu 5,0-9,5

Asam Nukleat 6,0-12,0

Lemak 2,0-6,0

Nitrogen 7,5-8,5

Sumber: SURIAWIRIA (1990)


Tabel 2 . Kandungan asam amino dalam khamir S cerevisiae

Asam amino Jumlah (%)

Fenilalanin 4,1-4,8

Isoleusin 4,6-5,3

Lisin 7,7-7,8

Leusin 7,0-7,8

Metionin 1,6-1,7

Sistin 0,9

Treonin 4,8-54

Triptofan 1,1-1,3

Valin 5,3-5,8

Sumber: SURIAWIRIA (1990)

S. cerevisiae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu intervase, peptidase
dan zimase . Enzim peptidase mempunyai 96 gen dan yang homolog inaktif sebanyak 32 (PEPTIDASE,
2004).5

2.4.    Cara Reproduksi

Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Perkembangbiakan


aseksual diawali dengan menonjolnya dinding sel ke luar membentuk tunas kecil. Tonjolan
membesar dan sitoplasma mengalir ke dalamnya, sehingga sel menyempit pada bagian dasarnya.
Selanjutnya nucleus dalam sel induk membelah secara mitosis dan satu anak inti bergerak ke dalam
tunas tadi. Sel anak kemudian memisahkan diri dari induknya atau membentuk tunas lagi hingga
membentuk koloni. Dalam keadaan optimum satu sel dapat membentuk koloni dengan 20 kuncup.

Perkembangbiakan seksual terjadi jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan. Pada prosesnya,
sel  Saccharomyces cerevisiae  berfungsi sebagai askus. Nukleus nya yang diploid (2n) membelah
secara meiosis, membentuk empat sel haploid (n). Inti-inti haploid tersebut akan dilindungi oleh
dinding sel sehingga mem-bentuk askospora haploid (n). Dengan perlindungan ini askospora lebih
tahan terhadap lingkungan buruk. Selanjutnya, empat askospora akan tumbuh dan menekan dinding
askus hingga pecah, akhirnya spora menyebar. Jika spora jatuh pada tempat yang sesuai, sel-sel baru
akan tumbuh membentuk tunas, sebagaimana terjadi pada fase aseksual. Dengan
demikian Saccharomyces cerevisiae mengalami fase diploid (2n) dan fase haploid (n) dalam daur
hidupnya.9

2.5.    Pemanfaatan

Spesies khamir yang paling umum digunakan dalam industri makanan adalah S. cerevisiae, misalnya
dalam pembuatan roti dan produksi minuman beralkohol (bir dan anggur)10. Selain digunakan
dalam industri makanan manusia, S. cerevisiae jg bisa dimanfaatkan sebagai probiotik makanan
ternak. Berikut akan dijelaskan peranan khamir S. cerevisiae dalam berbagai hal :

a)      Pembuatan Roti11

            Proses pembuatan roti merupakan proses fermentasi dari mikroba. Mikroba yang mula-mula
melakukan fermentasi adalah khamir yang terdapat di dalam ragi yakni S. cerevisiae. Ragi
ditambahkan ke dalam campuran adonan roti untuk menghasilkan gas yang akan mengembangkan
adonan, agar bentuk roti menjadi mengembang dan berpori-pori. Pada waktu yang bersamaan,
flavor roti juga terbentuk. Adonan roti terdiri dari tepung, air, garam, ragi yang berisi S.
cerevisiae dan berbagai jenis bahan tambahan lainnya. Kadang-kadang ditambahkan gula. Sel-sel
ragi S. cerevisiae mengandung enzim maltase yang mengubah maltosa menjadi glukosa, kemudian
oleh fermentasi diubah menjadi etanol, CO dan sedikit bahan-bahan flavor yang mudah menguap
pada hasil akhir.

            Selama fermentasi, protein tepung yakni gluten menjadi elastis serta mempunyai kemampuan
untuk menahan CO yang dibentuk oleh khamir S. cerevisiae. Gluten dipecah oleh enzim proteolitik
dan enzim khamir S. cerevisiae serta pengadukan yang dilakukan pada saat membuat adonan. Suhu
awal dari proses fermentasi sangat penting. Bila terlalu rendah produksi gas akan terbatas, bila
terlalu tinggi gas yang terbentuk akan lebih banyak sehingga semua sel-sel ragi mati.

BAHAN KIMIA

Pembuatan roti adalah proses yang tampaknya sederhana, pada dasarnya melibatkan pencampuran
hanya empat bahan. Namun, ada lebih banyak ilmu kimia yang terlibat disana. di sini kita menggali
ke dalam ilmu pengetahuan  apa yang terjadi di roti Anda. Proses pembuatan roti bisa dipecah pada
tingkat yang sangat sederhana menjadi empat langkah. Pertama, pencamputran bahan-bahan,
empat bahan dasar yang digunakan untuk membuat roti adalah tepung, air, ragi, dan garam.
Menggabungkannya sehingga tercipta adonan, yang kemudian aduk-aduk atau diremas  sebelum
dipanggang. Kedengarannya cukup sederhana, kan? Mungkin, tapi pada tingkat molekul akan ada
lebih banyak terjadi.
Ilmu kimia yang terlibat pada pembuatan roti

Kita mulai pemeriksaan ilmu roti dengan tepung. Di antara komponen yang paling penting dari
tepung adalah protein, yang tersusun dari 10-15% protein pembuat roti. Protein ini termasuk kelas
protein yang disebut glutenin dan gliadin, yang merupakan molekul besar yang dibangun dari
sejumlah besar asam amino. Secara kolektif disebut sebagai gluten.

Tanpa protein ini, membuat roti akan jauh lebih sulit, dalam tepung sendiri mereka inert, tetapi
segera setelah air ditambahkan ke dalam campuran yang menyenangkan dimulai. Protein kemudian
dapat berbaris dengan satu sama lain, dan berinteraksi. Mereka dapat membentuk ikatan hidrogen
dan disulfida lintas hubungan antara rantai mereka, akhirnya membentuk jaringan gluten raksasa
diseluruh adonan. Meremas adonan membantu protein ini melepas ikatannya dan berinteraksi satu
sama lain lebih kuat untukmemperkuat jaringan.

Bahan lain yang dapat mempengaruhi jaringan gluten adonan adalah garam. Garam ini dapat
membantu memperkuat jaringan gluten, membuat adonan lebih elastis, dan tentu saja menambah
rasa akhir roti . Asam askorbat, senyawa yang lebih dikenal sebagai vitamin C, juga membantu untuk
memperkuat jaringan gluten.

Jaringan ini sangat penting untuk roti untuk dapat mengembang, tapi tentu saja roti mengembang
dengan sendirinya tanpa salah satu bahan lainnya. Dalam hal ini, tentu saja, ragi. Ragi mengandung
enzim yang mampu memecah pati dalam tepung menjadi gula, pertama menggunakan amilase
untuk memecah pati menjadi maltosa, dan kemudian menggunakan maltase untuk memecah
maltosa menjadi glukosa. glukosa ini bertindak sebagai makanan untuk ragi, dan memetabolisme
untuk menghasilkan karbon dioksida dan etanol.
Gula yang dihasilkan oleh proses ini tidak semua dimetabolisme oleh ragi, namun, gula juga dapat
terlibat dalam beberapa reaksi kimia lainnya selama proses pembakaran. Secara khusus, gula
berpartisipasi dalam reaksi Maillard, serangkaian reaksi antara gula dan asam amino yang terjadi
dengan cepat di atas suhu 140 C. Reaksi ini menghasilkan berbagai macam produk, yang dapat
menambah rasa roti, dan juga membantu untuk membentuk kerak coklat roti.

Kembali ke ragi meskipun, dan mari kita lihat lebih detail pada produk metabolisme gula. Etanol ini
tentu saja hanya alkohol ditemukan dalam minuman beralkohol, tetapi Anda tidak perlu khawatir
tentang mendapatkan sedikit mabuk akibat makan roti karena itu dikeluarkan dari adonan selama
proses pembakaran. Jadi adalah gas karbon dioksida, tapi sebelum adonan dipanggang, itu hanya
berdifusi melalui adonan dan membesar gelembung udara kecil yang sudah ada. Ini adalah alasan
lain bahwa meremas-remas adonan sangat penting, karena memastikan bahwa sejumlah besar
gelembung-gelembung yang sudah ada merata.

Bagaimana persisnya karbon dioksida berperan di roti telah menjadi masalah beberapa perdebatan
antara ilmuwan. Penjelasan umum untuk waktu yang lama adalah bahwa jaringan gluten membantu
untuk menjebak karbon dioksida, dan mencegah dari keluar dari adonan. Namun, itu menjadi jelas
bahwa gambar ini sedikit lebih rumit dari itu. Meskipun jaringan gluten tentu terlibat, ternyata
protein dan lipid dalam adonan juga terlibat, dan dapat membantu menstabilkan gelembung gas.

Tentu saja, roti tidak selalu harus dibuat dengan ragi roti. roti adonan asam adalah cara lain untuk
memproduksi roti. adonan asam mulai dengan starter, yang dimulai dengan mencampur tepung dan
air. Mikroba alami dalam tepung mulai tumbuh, dan jika campuran ini secara teratur akan ‘makan’
dengan tepung dan air, terakhir campuran ini mengandung campuran bakteri dan ragi. Ini
merupakan wild ragi , dari berbagai berbeda untuk ragi roti. Sebagai permulaan, mereka harus lebih
toleran asam, karena senyawa asam yang dihasilkan oleh bakteri, dan mereka juga berbeda dalam
bagaimana mereka memetabolisme gula.

Sedangkan ragi roti akan cukup bahagia mengunyah maltosa, mengubahnya menjadi glukosa
sebelum mengkonversi yang pada gilirannya menjadi karbon dioksida dan etanol, ragi liar yang
ditemukan di adonan asam tidak dapat memproses maltosa. Untungnya, bakteri dalam campuran
adonan asam bisa, dan karena maltosa hanya dua molekul glukosa bergabung bersama-sama, itu
menghasilkan makanan bagi bakteri dan ragi. bantuan ini akhirnya dibayar kembali oleh ragi, karena
bakteri dapat memakan sel-sel ragi mati. Hasil akhir masih sama, tapi rasa kadang-kadang dapat
diubah oleh metabolit bakteri, senyawa seperti asam laktat kadang-kadang dapat menambah rasa
asam.

Kadang-kadang, kita mungkin ingin melakukan usaha lebih cepat untuk menambahkan karbon
dioksida keluar lebih cepat, yaitu dengan penambahan baking soda dan baking powder, kedua bahan
ini berpotensi dapat membantu menghasilkan gas karbondioksida. Kedua bahan mengandung
natrium bikarbonat, senyawa dasar yang rusak dalam keasaman untuk menghasilkan karbon
dioksida sebagai salah satu produknya. Namun, ada sedikit perbedaan antara keduanya. Baking soda
hanya berisi natrium bikarbonat, yang dapat meninggalkan rasa pahit di roti jika tidak ada cukup
keasaman untuk benar-benar memecahnya. Sedangkan Baking powder, juga mengandung dan
senyawa asam (umumnya cream of tartar, kalium bitartrat) yang membantu memecah bikarbonat
sekali dicampur ke dalam adonan.

Mungkin kita juga bertanya-tanya bagaimana  proses ini bekerja untuk roti bebas gluten. Setelah
proses itu semua, tanpa terbentuk jaringan gluten. Untuk roti bebas gluten, tepung bebas gluten
seperti tepung beras harus digunakan,  umumnya ditambahkan xanthan. Ini adalah polisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri tertentu yang dapat membantu memberikan sama elastisitasnya dengan
gluten.

Setelah roti dimasak, jika kita tidak memakanya langsung, tentu saja akan bermasalah menajdi basi.
Ini bukan karena hilangnya kelembaban, namun karena mengkristalisasikan pati dan pengerasan dari
waktu ke waktu. Meskipun ini dapat sementara dibalik dengan pemanasan roti, ini tidak berlangsung
lama,  cara itu akan baik jika kita segera memakan roti tersebut, tapi jika tidak kita mencoba untuk
menyimpan  roti untuk penggunaan di hari hari selanjutnya. Apakah kebiasaan kita, kita menyimpan
roti di lemari es. Kalau iya berarti kita  benar-benar mempercepat proses basinya roti. Percobaan
telah menunjukkan bahwa roti yang disimpan dalam kulkas di pada 7 C menjadi basi dalam satu hari,
sedangkan roti yang disimpan di luar pada suhu 30 C tidak basi dalam enam hari.

LAIN LAIN

Mungkin beberapa orang tidak menyadari bahwa roti yang sangat akrab kita temui dan konsumsi
merupakan salah satu produk hasil fermentasi. Umumnya, fermentasi pada roti dilakukan dengan
menambahkan ragi. Ragi untuk roti dibuat dari Saccharomyces cereviceae yang dapat mengubah
gula menjadi gas karbondioksida untuk pengembangan adonan roti. Gula yang diubah dapat berasal
dari tepung maupun gula yang sengaja ditambahkan dalam adonan. Pada ragi terdapat enzim yaitu
protease yang dapat memecah protein, lipase yang dapat memecah lemak, invertase yang memecah
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, maltase yang memecah maltosa menjadi glukosa-glukosa,
serta zymase yang memecah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida (Koswara, 2009).

Pembuatan roti diawali dengan proses pencampuran yang sebenarnya terdiri dari beberapa teknik.
Salah satunya adalah straight dough yaitu teknik pencampuran paling sederhana yang dilakukan
dengan mencampur semua bahan sekaligus hingga menjadi adonan lalu dilakukan fermentasi
sebagai tahapan selanjutnya. Adapun teknik lain yaitu sponge and dough yang dilakukan dengan
cara mencampur sebagian besar tepung dan air, ragi, garam, serta zat pengemulsi kemudian
difermentasi terlebih dahulu lalu ditambahkan dengan bahan lain yang belum ikut tercampur. Walau
terdapat berbagai teknik pencampuran yang dapat dilakukan, namun tahap pencampuran ini
memiliki tujuan utama yaitu untuk membuat dan mengembangkan sifat daya rekat atau gluten.
Tepung mengandung protein yang sebagian besarnya akan membentuk gluten apabila dibasahi,
diaduk-aduk, ditarik, dan diremas-remas. Gluten inilah yang akan bertanggungjawab menahan gas
CO2 . Tahapan proses selanjutnya adalah fermentasi atau peragian. Ragi yang telah ikut tercampur di
dalam adonan roti didiamkan selama 3-6 jam untuk memberi waktu terjadinya proses fermentasi.
Selama fermentasi, enzim pada ragi akan bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan gas
karbondioksida. Gas karbondioksida yang terbentuk akan menyebabkan adonan roti menjadi
mengembang sehingga adonan menjadi lebih ringan dan lebih besar. Suhu dan kelembaban kondisi
saat fermentasi akan mempengaruhi adonan roti hasil fermentasi yang dihasilkan. Umumnya suhu
yang digunakan untuk memperoleh adonan roti yang mengembang seragam adalah pada suhu
kurang lebih 26˚C dan kelembaban 70-75%. Hasil dari proses fermentasi akan menyebabkan
penurunan pH dari 5,3 menjadi 4,5. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi terjadi
pembentukan asam seperti asam asetat dan asam laktat. Tahapan proses selanjutnya adalah
pembentukan. Pada proses ini adonan dibagi dan dibulatkan, didiamkan, dipulung, dan dimasukkan
ke dalam loyang untuk fermentasi akhir sebelum dipanggang. Adonan dapat dibagi menggunakan
pemotong adonan. Adonan yang telah dibagi dan dibulatkan kemudian didiamkan pada ruang
dengan suhu hangat selama 3-25 menit. Proses pendiaman ini bertujuan untuk memberikan waktu
fermentasi agar dihasilkan gas karbondioksida lagi sehingga adonan bertambah elastis dan dapat
mengembang setelah banyak kehilangan gas karbondioksida akibat pembagian/pemotongan.
Kemudian adonan dipulung yang antara lain terdiri dari pemipihan dan penggulungan. Lalu adonan
diletakkan dalam loyang yang telah dioles dengan margarin ataupun mentega agar adonan tidak
lengket pada loyang. Selanjutnya adonan didiamkan lagi agar terjadi proses fermentasi akhir pada
suhu sekitar 38˚C yang bertujuan agar adonan mencapai volume dan struktur remah yang optimum.
Setelah itu, tahapan terakhir dari proses pembuatan roti adalah pemanggangan (Koswara, 2009).

MAKALAH FULL

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Bioteknologi adalah terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokimia, genetika,
dan biologi monokuler. Definisi bioteknologi secara umum adalah teknologi yang memanfaatkan
agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk
memenuhi kebutuhan manusia.. Penerapan bioteknologi pada umumnya mencakup produksi sel
atau biomassa dan perubahan atau transformasi kimia yang diinginkan. Misalnya saja pada
pembuatan roti dengan melibatkan suatu organisme patogen seperti mikroorganisme.

Salah satu bahan baku roti yang paling penting dalam proses pembuatan roti adalah ragi atau yeast.
Ragi adalah mikroorganisme hidup yang berkembang biak dengan cara memakan gula. Jenis ragi
yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah Saccharomyces cerevisiae . Fungsi utama ragi
adalah mengembangkan adonan. Pengembangan adonan terjadi karena ragi menghasilkan gas
karbondioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten yang
menyebabkan roti bisa mengembang. Komponen lain yang terbentuk selama proses fermentasi
adalah asam dan alkohol yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan
menguap dalam proses pemanggangan roti.

1.2  Rumusan masalah

1.2.1        Mikroorganisme apa yang berperan dalam proses pembuatan roti ?

1.2.2     Bagaimana ciri-ciri morfologi dan karakteristik Mikroorganisme yang berperan dalam


pembuatan roti?

1.2.3        Bagaimana peranan Saccharomyces cereviseae dalam pembuatan roti?

1.2.4        Apa saja enzim yang terdapat pada Mikroorganisme tersebut?

1.2.5     Bagaimana proses fermentasi dalam pengolahan roti?

1.2.6        Reaksi apa saja yang terjadi didalam proses fermentasi tersebut?

1.2.7        Bagaimana manfaat kandungan gizi roti untuk kesehatan setelah terjadi proses fermentasi
roti?

1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui berbagai jenis mikrooganisme yang berperan dalam pembuatan roti.

1.3.2   Untuk mengetahui ciri-ciri morfologi dan anatomi mikroorganisme   yang berperan dalam


pembuatan roti

1.3.3        Untuk mengetahui peranan Saccharomyces cereviseae dalam pembuatan roti

1.3.4        Untuk mengetahui berbagai jenis enzim yang terdapat pada Mikroorganisme tersebut

1.3.5     Untuk mengetahui proses fermentasi dalam pengolahan roti

1.3.6        Untuk mengetahui reaksi apa saja yang terjadi didalam proses fermentasi roti

1.3.7        Untuk manfaat kandungan gizi roti untuk kesehatan setelah terjadi proses fermentasi

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan roti

Roti adalah produk makanan yang terbuat dari tepung terigu yang difermentasikan dengan ragi roti
( Saccharomyces cerevisiae ), air dan atau tanpa penambahan makanan lain dan
dipanggang. Kedalam adonan dapat ditambahkan gula, garam, susu skim atau susu bubuk, lemak,
pengemulsi dan bahan-bahan pelezat seperti cokelat, keju, kismis dan lain-lain. (Sutarno, 2000: 119).

Saccharomyces cereviciae yang penting dalam pembuatan roti memiliki sifat dapat


memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast), memperbaiki sifat osmotolesance
(sweet dough yeast), rapid fermentation kinetics, freeze dan thaw tolerance, dan memiliki
kemampuan memetabolisme substrat. Pemakaian ragi dalam adonan sangat berguna untuk
mengembangkan adonan karena terjadi proses peragian terhadap gula, memberi aroma (alkohol)
(Dwidjoseputro, 1990).

Taksonomi Jamur Saccaromyces cerevisiae:

Kingdom           : Fungi

Phylum             : Ascomycota

Class                  : Saccharomycetes

Ordo                  : Saccharomycetaceae

Genus                : Saccharomyces       

Spesies               : Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis
ragi. Saccharomyces berasal dari bahasa latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini
dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces
cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini
termasuk Saccharomyces bayarnus yang digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces
boulardii digunakan dalam obat-obatan.

         Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus
basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidakmampuan untuk
memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas
dari Saccharomyces.

Saccharomyces memprodksi ascopores, khususnya bila tumbuh di V-8 media, asetat ascopore agar,
atau Gorodkowa media. Ascopores ini adalah bundar dan terletak dalam asci. Setiap ascus berisi 1-4
ascopores. Bila diberi pewarnaan gram, ascopore adalah gram negative sedangkan sel vegetative
adalah gram positif. Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan jamur
ragi.

Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir uniseluler yang tersebar luas di alam dan merupakan
galur potensial penghasil β-glukan, karena sebagian besar dinding selnya tersusun atas β-glukan.
Mikrobia ini bersifat nonpatogenik dan nontoksik, sehingga sejak dahulu banyak digunakan dalam
berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan roti, asam laktat, dan alkohol (Thontowi, 2007).

Jamur ragi telah memiliki sejarah yang luar biasa di industry fermentasi karena kemampuannya
dalam menghasilan alcohol. Saccharomyces cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman
( Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai
minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ni
memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia. Seiring dengan
berkembangnya genetikamolekuler, Saccharomyces cerevisiae sering mendapat julukan sebagai
super jamur telah menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern.

Saccharomyces cerevisiae adalah mikroorganisme bersel satu/ tuggal yang memahat milestones


dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme pertama yang dikembangbiakkan
oleh manusia untuk membuat makanan(sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan
minuman (sebagai jamur fermentasi bird an anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia,
Mesopotamia dan Sumeria). Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat dalam kehidupan sehari-
hari. Nenek moyang kita dan sampai saat  ini kita sendiri menggunkannya dalam pembuatan
makanan dan minuman, seperti tempe, tape dan tuak.

2.2    Ciri-ciri morfologi dan Anatomi Saccharomyces cerevisiae

            S. Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast). S.


Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak
besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3.

a.    Habitat

1.    Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean.

2.    Hidup di kotoran ternak disebut kaprofit ada juga parasit pada tumbuhan.
3.    Banyak juga ditemukan pada air tape.

b.    Morfologi

1.    Jamur bersel tunggal (Unisel)

2.    Bentuk sel bulat (Oval)

3.    Tidak memiliki hifa dengan inti ditengah.

4.    Terdapat tunas (budding) yang merupakan alat perkembangbiakan vegetatif.

c.    Anatomi

Saccharomyces cerevisiae mempunyai mikrostruktur yang terdiri dari :

1.    Kapsul

2.    Dinding Sel

Dinding sel khamir pada sel-sel yang muda sangat tipis, namun semakin lama semakin menebal
seiring dengan waktu. Pada dinding sel terdapat struktur yang disebut bekas lahir (bekas yang timbul
dari pembentukan oleh sel induk) dan bekas tunas (bekas yang timbul akibat pembentukan anak
sel).

Setiap sel hanya dapat memiliki satu bekas lahir, namun bisa membentuk banyak bekas tunas.
Saccharomyces cerevisiae dapat membentuk 9 sampai 43 tunas dengan rata-rata 24 tunas per sel,
dan paling banyak lahir pada kedua ujung sel yang memanjang. Dinding sel khamir terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:

o   Glukan Khamir (30-35% berat kering dinding sel)

o   Mannan (30% dari berat kering dinding khamir)

o   Protein (6% berat kering dinding sel)

o   Kitin (1-2 %)

o   Lipid (8.5-13.5 %)

3.    Membran Sitoplasma

4.    Nukleus

5.    Vakuola

6.    Mitokondria

7.    Globula Lipid

          Saccharomyces cerevisiae mengandung lipid dalam jumlah sangat sedikit. Lipid ini disimpan
dalam bentuk globula yang dapat dilihat dengan mikroskop setelah diberi pewarna lemak seperti
Hitam Sudan atau Merah Sudan.

8.    Sitoplasma
d.   Reproduksi

Reproduksi vegetatifnya adalah dengan membentuk kuncup atau tunas (budding).

·      Pertunasan multipolar, dimana tunas muncul dari sekitar ujung sel

·   Pembelahan tunas, yaitu gabungan antara pertunasan dan pembelahan. Pada proses ini mula-
mula terbentuk tunas, tetapi tempat melekatnya tunas pada sel induk relatif besar, kemudian
terbentuk septa yang memisahkan tunas dari induk selnya. Pada Saccharomyces, areal tempat
melekatnya tunas pada induk sedemikian kecilnya sehingga seolah tidak pernah terbentuk septa
(tidak dapat dilihat oleh mikroskop biasa). Pada kondisi optimal, khamir dapat membentuk lebih dari
20 tunas.

Reproduksi generatif terjadi dengan mem ben tuk askus dan askospora. Askospora dari 2 tipe aksus
yang berlainan bertemu dan menyatu menghasilkan sel diploid. Selanjutnya terjadi pembelahan
secara meiosis, sehingga beberapa askospora (haploid) dihasilkan lagi. Askospora haploid tersebut
berfungsi secara langsung sebagai sel ragi baru. Cara reproduksi seksual ini terjadi saat reproduksi
aseksual tidak bisa dilakukan, misalnya bila suplai makanan terganggu atau lingkungan hidupnya
tidak mendukung. Dalam kehidupan manusia, S. cerevisiae dimanfaatkan dalam pembuatan roti,
tape, peuyeum, minuman anggur, bir, dan sake. Proses yang terjadi dalam pembuatan makanan
tersebut adalah fermentasi.

Saccharomyces cerevisiae memiliki 16 kromosom. Saccharomyces cerevisiae dapat survive dan


tumbuh dalam bentuk haploid dan diploid. Sel haploid adalah simple siklus hidup dalam fase mitosis
dan pertumbuhan, dan jika berada dalam kondisi lingkungan yang stress akan mati. Sel diploid
adalah simple siklus hidup dalam fase mitosis dan pertumbuhan, tetapi jika berada dalam kondisi
lingkungan yang stress mengalami sporulasi, memasuki meiosis dan menghasilkan sebuah varietas
dari spora haploid yang dapat melaukan konjugasi, kembali ke bentuk diploid.

2.3    Peranan Saccharomyces cereviceae dalam pembuatan roti

Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling umum digunakan pada
pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju
pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan aman untuk digunakan (food gradeorganism). Dengan
karakteristik tersebut, Saccharomyces cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan roti
dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir ini sering disebut
dengan baker’s yeast atau ragi roti. Fungsi Saccharomyces cereviceae ini diantaranya adalah:

a)             Pengembangan adonan

Penggunaan mikroorganisme dalam pengembangan adonan masih menjadi fenomena yang asing
bagi masyarakat yang tidak familiar dengan pabrik roti. Udara (oksigen) yang masuk ke dalam
adonan pada saat pencampuran dan pngulenan (kneading)untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya
akan terjadi kondisi anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkanselama proses
fermentasi akan terperangkapdi dalam lapisan film gluten yang impermeabel. Gas akan mendesak
lapisan yang elastin dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan( penambahan
volume) adonan.
Pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Ragi/yeast biasanya
ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-aduk merata, setelah ituselanjutnya
adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi/yeast sendiri sebetulnya mikroorganisme,suatu mahluk
hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yangdigunakan dalam
pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagiragi/yeast, khususnya
gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gaskarbondioksida dan senyawa
beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudianditahan oleh adonan sehingga adonan
menjadi mengembang (Rukmana, 2001).

b)             Asidifikasi

Selama proses fermentasi selain di hasilkan gas CO2 juga dihasilkan asam – asam organik yang
menyebabkan penurunan pH adonan. Karena tingginya kapasitas penyangga ( buffer capacity)
protein di dalam adonan, maka tingkat keasaman dapat ditentukan dengan menentukan totalasam
adonan. Proses asidifikasi ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa fermentasi adonan berjalan
dengan baik. Dengan demikian pengukuran pH mutlak diperlukan dalam pengendalian proses.

c)             Produksi flavour

Terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya secara langsung akan
berperan sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Akibatnya proses fermentasi tersebut dapat
menghasilkan roti dengan mutu organoleptik yang tinggi.

2.4    Enzim-enzim yang dihasilkan Saccharomyces cereviceae

Proses fermentasi oleh ragi juga berhubungan dengan aktivitas enzim yang terdapat pada ragi.
Enzim yang terdapat pada ragi adalah invertase, maltase dan zymase. Gula pasir atau sukrosa tidak
difermentasi secara langsung oleh ragi.

a.    Invertase 

Enzim intervase mengubah sukrosa menjadi invert sugar (glukosa dan fruktosa) yang difermentasi


secara langsung oleh ragi. Sukrosa dalam adonan akan diubah menjadi glukosa pada tahap akhir
mixing. Reaksi yang terjadi adalah:

Sukrosa + air gula invert  →    C12H22O11 + H2O invertase 2 C6H12O6

  

b.    Maltase 

Enzim maltase mengubah malt sugar atau maltosa yang ada pada malt syrup menjadi dekstrosa.
Dekstrosa difermentasi secara langsung oleh ragi. Maltosa (C12H22O11)        →     Dekstrosa
(C6H12O6)

c.    Zimase 

Enzim zimase mengubah invert sugar dan dekstrosa menjadi gas karbondioksida yang akan
menyebabkan adonan menjadi mengembang dan terbentuk alkohol. Enzim zimase merupakan
biokatalis yang digunakan dalam proses pembuatan roti. Kompleks enzim zimase ini dapat
mengubah glukosa dan fruktosa menjadi CO2 dan alkohol. Penambahan enzim zimase dilakukan
pada proses peragian pengembangan adonan roti (dough fermentation/rounding). Ragi/baker’s
yeast di tambahkan ke dalam adonan roti sehingga glukosa dalam adonan roti akan terurai menjadi
etil alkohol dan karbon dioksida. Proses penguraian ini berlangsung dengan bantuan enzim zimase
yang dihasilkan oleh ragi/baker’s yeast. Berikut ini reaksi penguraian yang terjadi akibat adanya
penambahan enzim zimase dalam adonan roti :

etil alkohol + karbondioksida      → C6H12O6 zimase 2 C2H5OH + 2 CO2

Pada proses ini, gas karbon dioksida berfungsi sebagai gas yang mengembangkan adonan roti.

2.5    Fermentasi dalam Pengolahan Roti

a.    Fermentasi

Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama. Tahapan ini dilakukan untuk
menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagin porus dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode
ini didasarkan pada terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi
adonan yang frothy (porus seperti busa). Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat penting
karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa, sehingga aliran panas ke dalam
adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking. Panas yang masuk ke dalam adonan akan
menyebabkan gas dan uap air terdesak ke luar dari adonan, semntara terjadi proses gelatinisasi pati
sehingga terbentuk struktur frothy.

Fermentasi adonan di dasarkan pada aktivitaas – aktivitas metabolis dari khamir dan bakteri asam
laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi aaerob akan menghasilkan metabolit fungsional
yang penting pada pembentukan adonan. Dengan mengendalikan parameter prose fermentasi dan
metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dan
enzim  untuk menhasilkan adonan roti yang dikehendaki seperti volume, konsistensi, dan
pembentukan.

Mutu  roti  ditentukan  dari  sifat  bahan  penyusun  utamanya  yaitu  tepung  gandum. Sifat-
sifat  kimia  dan  fisik  tepung  gandum sangat  mempengaruhi  sifat-sifat  roti  yang dihasilkan. Sifat-
sifat sensoris roti lebih mempengaruhi mutu roti. Sifat-sifat inilah yang  dilihat  terlebih dahulu oleh
konsumen untuk memperoleh gambaran mutu roti tersebut.
Mutu  sensoris  roti  yang  baik  dapat  dilihat  dari  sifat  bagian  luar  (eksternal)  dan bagian dalam
(internal). Sifat-sifat eksternal roti yang bermutu baik adalah : Bentuk roti simetris, tidak bersudut
tajam. Warna kulit permukaan (crust)  berwarna coklat kemerahan dan  mengkilat, sedangkan
bagian bawah serta samping putih kecoklatan. Kulit atas mengembang dengan baik dan tidak retak.
Ukuran   volume   roti   makin   besar   makin disukai, sejauh tidak merusak kenampakan dalamnya
(Widodo, 2014).

b.   Tahap Pembuatan Roti

            Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan bahan penyusun lainnya
menjadi adonan kemudian difermentasikan dan dipanggang. Pembuatan roti dapat dibagi menjadi
dua  bagian yang utama yaitu proses pembuatan adonan dan proses pembakaran. Kedua proses
utama ini akan menentukan mutu hasil akhir.

1.    Proses pembuatan adonan

Berbagai metode fermentasi adonan berkembang untuk memperoleh hasil sesuai dengan
kharakteristik berbagai jenis produk bakery. Walaupun berbagai metode dikembangkan, namun
secara umum terjadi kecenderungan untuk menyederhanakan, memperpendek dan automatisasi
proses fermentasi. Proses biologis yang kompleks selama fermentasi perlu dikendalikan untuk
menghasilkan adonan sesuai dengan yang di inginkan.
Untuk itu, pengendalian haruslah dilakukan selama periode fermentasi. semua faktor seperti suhu,
mutu dan jumlah sel, serta laju pertumbuhan harus terkendali, sehingga terbentuk gas di dalam
adonan.

Proses pembuatan adonan roti dimulai dengan mencampurkan bahan kering, kecuali garam. Karena
garam ‘ dilarang ’ bertemu dengan ragi sejak awal. Ragi akan mati bila dicampur bersamaan. Jadi,
mulailah mencampur tepung, gula, dan ragi, termauk susu bubuk dan bread emulsifier, aduk rata.
Kemudian tuangkan telur dan air secara bertahap sambil di uleni hingga adona bergumpal – gumpal
atau setengah kalis. Baru kemudian dimasukkan mentega dan garam, uleni terus hingga adonan licin,
kalis, elastis. Tanda paling mudah dikenali pada adonan kalis adalah, bila dibulatkan adonan tampak
licin permukaannya. Bila masih  geradakan dan tidak licin, pasti adonan belum kalis sempurna.
Jaminan utama bila adonan licin sempurna, roti pasti akan ‘ jadi ‘ sempura pula, karena tugas
selanjutnya hanyalah melakukan proses pembentukan roti, pengisian dan fermentasi.

Adonan yang frothy dapat dihasilkan dengan terbentuknya atau terdispensinya gelembung –
gelembung gas di dalam adonan. Gas yang dibutuhkan untuk terbentuk adonan dapat dihasilkan
melalui proses biologis , kimia, maupun fisik. Gas yang dihasilkan terdispersi ke dalam adonan dalam
bentuk gelembung untuk menghasilkan pori yang terbentuk merupakan gas CO2. Kehalusan pori
yang terbentuk selama proses pengadonan tergantung pada karakteristik tepung yang digunakan
seperti viskoelastisitas dari gluten dan daya ikat air ( water – binding capacity) pentosan. Pori yang
halus bisa juga terbentukoleh karena udaramasuk ke dalamadonan dan terdispersi dalam bentuk
gelembung yang halus ketika tepung dan air dicampur dan di ulen. Gelembung udara yang
terperangkapberperan sebagai inti yang menyerap gas CO2 yang terbentuk akan membuat adonan
mengembang membentuk struktur spon. Pengembangan adonan dapat melebihi 1 : 6 karena gas
CO2 terbentuk selama fermentasi. Pembentukan gas selama fermentasi di ikuti oleh reaksi – reaksi
fermentasi lainnya seperti terbentuknya metabolit – metabolit intermediet yang berpengaruh pada
konsistensi adonan dan terbenuknya senyawa – senyaa volatil yang merpakan prekursor aroma.

Gas yang terdispersi dan terperangkap di dalam adonan dalam bentuk gelembung dibutuhkan untuk
pembentuknya pori. Terbentuknya dinding pori yang elastis ( extensible ) tergantung pada
kandungan protein yang spesifik yang dapat membentuk film yang elastis. Karakteristik semacam ini
diperlihatkan oleh gluten ( gliadin dan glutenin) yang merupakan jenis protein yang terkandung di
dalam tepung gandum. Ketika tepung gandungdi campur dengan air, gluten akan membentuk massa
viskoelastis yang mengikat semua bahan adonan terutama pati menjadi suatu jaringan. Lapisan film
yang terbentuk bersifat impermiabel terhadap gas, sehingga dapat memerangkap gasdan
membentuk pori. Selanjutnya pada proses pemanggangan ( baking) terjadi gelatinisasi pati dan
koagulasi gluten yang dapat membentuk crumb dan tekstur yang lembut.

Lama penyiapan dan fermentasi adonan  sangat bervariasi yang harus dapat dikendalikan dengan
bak. Penggunaan  proporsi khamir yang tinggi akan menyebabkan pembentukan gas yang cepat. Hal
ini dapat menyulitkn dalam pengaturan waktu fermentasi dan penyiapan adonan. Untuk itu,
penjadwalan yang ketat dibutuhkan saat penyiapan adonan karena pengembangan volume adonan
terjadi dengan cepat. Pengakhiran proses fermentasi sangat mempengaruhi volume dan bentuk
akhir produk bakery.

Pembuatan adonan meliputi proses pengadukan bahan dan pengembanagn adonan


( dough development) sampai proses fermentasinya. Proses pengadukan bahan baku roti
kaitannya. dengan pebentukan zat gluten, sehingga adonan siap menerima gas CO2 dari aktivitas
fermentasi. Prinsipnya proses pengaduan ini adalah pemukulan dan penarikan jaringan zat gluten
sehingga struktur spiralnya akan berubah manjadi sejajar satu dengan lainnya. Jika struktur ini
tercapai maka permukaan adonan akan terlihat mengkilap dan tidak lengkat serta adonan akan
mengembang pada titik optimum dimana zat gluten dapat ditarik atau dikerutkan.

Sistem pembentukan adonan dalam pembuatan roti yaitu : Boiled Dough,  sponge and dough,
straight dough and no time dough. Boiled Dough, ada 3 tahap dalam pembuatan boiled dough,
pertama membuat pre-dough, yaitu campuran antara air panas dan tepung terigu, lalu didinginkan.
Kedua, membuat adonan biang (sponge) yang merupakan campuran dari tepung terigu, ragi, air, dan
gula pasir yang diuleni, diistirahatkan selama sekitar 90 menit.

Dan, yang terakhir pembuatan adonan utama atau dough-nya yang terdiri dari gula pasir halus,
garam, mentega, bread improver, telur, serpihan es, terigu protein protein tinggi, susu bubuk full
cream, madu, dan air es.  Cara pembuatan: Masukkan pre-dough ke dalam sponge dough, kemudian
ditambahkan bahan-bahan utama dan diuleni hingga adonan menjadi kalis, lalu diistirahatkan sekitar
5 menit, selanjutnya proofing (pembentukan adonan), istirahatkan kembali untuk penyempurnaan
pengembangan adonan (30-45 menit). Dan terakhir, siap dipanggang. Karakteristik: Roti lebih
lembut, ringan, dan tahan lama Sistem sponge and dough terdiri dari 2 langkah pengadukan yaitu
pembuatan sponge dan pembuatan dough. Cara pembuatan: Pertama pembuatan adonan biang
(komposisi seperti pada boiled dough), kemudian istirahatkan (resting) sekitar 2 jam atau
semalaman (untuk over night sponge dough), kemudian biang dicampurkan ke dalam adonan utama
(dough) dan uleni hingga kalis, selanjutnya timbang, proofing dan panggang. Karakteristik: Hasil akhir
volume roti besar, lembut dan tahan lama.  Sedangkan sistem straight dough (cara langsung) adalah
proses dimana bahan-bahan diaduk bersama-sama dalam satu langkah. Straight Dough, cara
pembuatan: Semua bahan utama diuleni, resting selama sekitar 15 menit, tekan adonan untuk
membuang gas, kemudian timbang, resting kembali sekitar 10 menit, kemudian proofing, dan
panggang.  Sistem no time dough adalah proses langsung juga dengan waktu fermentasi yang
sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali. Proses pengembangan adonan merupakan suatu
proses yang terjadi secara sinkron antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas
yang terbentuk sebagai hasil fermentasi dan protein larut, lemak dan karbohidrat yang juga
mengembang dan membentuk film tipis. Dalam proses ini terlihat dua kelompok daya yaitu daya
poduksi gas dan daya penahan gas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya produksi gas
adalah konsentrasi ragi roti, gula, malt, makanan ragi dan susu selama berlangsungnya fermentasi.

Yeast (ragi) memfermentasikan adonan sehingga menghasilkan gas karbondioksida yang akan
mengembangkan adonan. Jika proses fermentasi terkendali dengan baik, maka akan menghasilkan
produk bakery seperti roti dan donat yang baik, dalam arti mempunyai volume dan tekstur yang baik
serta cita rasa yang enak. Selama proses fermentasi akan terbentuk CO2 dan ethyl alkohol. Gula-gula
sederhana seperti glukosa dan fruktosa digunakan sebagai substrat penghasil CO2. Gas CO2 yang
terbentuk menyebabkan adonan roti mengembang dan alkohol berkontribusi dalam membentuk
aroma roti.

Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan dengan mengubah gula
menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan.
Pengkondisian dari gluten ini akan memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan
menahannya, membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi.

Proses yang paling penting dan mendasar dalam pembuatan roti adalah proses biologis yang disebut
dengan proses fermentai yang dilakukan oleh ragi roti. Khamir sendiri tidak dapat mengawali
pembentukan gas dalam adonan, namun dalam tahapan selanjutnya khamir merupakan satu
komponen utama yang berfungsi mengembangkan, mematangkan, memproduksi senyawa-senyawa
gas dan aroma adonan melalui fermentasi yang dilakukan. Suhu optimum fermentasi adoan adalah
27o C.

Proses proffing adalah proses fermentasi akhir seteleh adonan dibentuk, ditimbang dan dimasukkan
ke dalam loyang, sebelum akhirnya adonan dipanggang dalam oven. Pada tahap ini gluten menjadi
halus dan meluas serta penampakan proffing volume adonan menjadi dua kali lipat. Suhu proffing
yang baik adalah antara 32-38o C dengan kelembaban relatif (RH) 80-85 % selama 15 – 45 menit.

2. Proses pembakaran 

Proses pembakaran adonan merupakan tahap akhir yang menentukan berhasil tidaknya suatu
proses pembuatan roti. Untuk memperoleh hasil yang baik dan berwarna coklat dibutuhkan
pemanasan sekitar 150-200oC. Sedangkan lama pembakaran roti secara tepat tergantung pada
ukuran atau bentuk roti, jumlah gula yang digunakan dalam formula dan jenis roti yang dibakar.

Pada saat awal proses pemanggangan adonan roti (baking) terjadi penurunan tingkat viskositas
suatu adonan roti disamping itu juga akan terjadi peningkatan aktivitas enzim yang berperanan aktif
dalam pengembangan adoanan roti. Ketika suhu pemanggangan mencapai suhu 56⁰C maka akan
terjadi proses gelatinisasi pati dan memudahkan terjadinya reaksi hidrolisis amilosa dalam molekul
pati atau amilolisis. Hidrolisis molekul pati yang mulai tergelatinisasi akan membentuk senyawa
dextrin dan senyawa gula sederhana lainnya, dan pada saat yang bersamaan akan terjadi proses
pelepasan air (dehidrasi). Hal ini akan berkontribusi secara lanjut terhadap kelengketan adonan roti
(crumb stickiness) yang dihasilkan dan meningkatnya intensitas warna kulit roti (crust color). Pada
saat pemangangan terjadi perubagan warna kulit roti menjadi coklat yang merupakan hasil reaksi
Maillard. Peningkatan konsentrasi senyawa gula sederhana akan mempengaruhi intensitas warna
kulit roti. retrogradasi. Pengerasan dapat pula terjadi karena adanya ikatan silang pati-protein.

c.    Bagan Proses Pembuatan Roti

Bahan utama                         Bahan Tambahan

Tepung                                  Gula

Air                                         Shortening

Ragi                                       Malt/susu

 _______________________

Pencampuran dan pengadukan adonan

Peragian/ fermentasi

Penyeragaman bentuk ( pembentukan dan penimbangan)

Profing(pengembanagan adonana)


Pembakaran/baking

2.6    Reaksi- reaksi saat Proses Pembuatan Roti

Proses fermentasi berhubungan dengan aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan maupun yang
dihasilkan mikroorganisme dalam ragi. Yeast Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan berbagai
macam enzim yang sangat berguna dalam pembuatan roti. Enzim pertama yang beraksi dalam
adonan adalah amilase. Gula sebagai substrat yeast dihasilkan melalui aktivitas enzim amilase yang
dapat mengubah pati (baik amilosa maupun amilopektin) menjadi gula sederhana seperti glukosa
dan fruktosa.

Ada 2 jenis enzim amilase yang bekerja pada proses pembuatan roti, yaitu a-amilase (alpha-amilase)
dan b-amilase (beta-amilase). Alpha-amilase memotong ikatan glikosidik a-1,4 pada molekul pati
secara acak menghasilkan dekstrin, maltosa, maltotriosa atau glukosa. Beta-amilase juga memotong
ikatan glikosidik a-1,4 namun hanya 2 unit glukosa setiap pemotongan menghasilkan maltosa.

Sebenarnya proses fermentasi memerlukan gula sederhana berupa 1 unit glukosa. Glukosa berperan
penting dalam pembentukan aroma serta dalam reaksi browning yang terjadi pada permukaan roti
selama pemanggangan. Hasil pemecahan a-amilase belum tentu menghasilkan glukosa yang cukup,
maltosa masih harus dipecah lagi. Gula pasir yang ditambahkan dalam adonan juga tidak bisa serta
merta digunakan dalam proses fermentasi. Gula pasir ini masih berupa sukrosa yang kompleks
sehingga harus dipecah terlebih dahulu. Saccharomyces cerevisiae memiliki enzim maltase yang
dapat memecah maltosa menjadi glukosa, dan enzim invertase yang bertugas menghidrolisis sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa.

      C12H22O11 + H20                   2 C6H12O6

Setelah itu ada proses yang bisa dikatakan paling penting, yang hanya dapat dilakukan oleh yeast,
yaitu fermentasi gula sederhana. Selama proses ini, terbentuk gas karbondioksida (CO2) dan etanol
dari hasil fermentasi glukosa melalui jalur glikolisis yang cukup kompleks. Sederhananya yaitu
sebagai berikut:

C6H1206 ——————> 2C2H5OH + 2CO2 

Secara keseluruhan, reaksi kimia yang terjadi dalam adonan roti kira-kira seperti pada gambar
berikut ini:
Gas karbon dioksida berperan dalam pengembangan adonan sedangkan etanol berkontribusi dalam
pembentukan aroma dan citarasa roti. Gas yang terdisersi dan terperangkap di dalam adonan dalam
bentuk gelembung dibutuhkan untuk pembentukan pori-pori. Terbentuknya dinding pori yang elastis
tergantung pada kandungan protein spesifik dalam tepung gandum yang disebut gluten. Saat tepung
dicampur dengan air, gluten akan membentuk massa viskoelastis yang mengikat semua bahan
adonan terutama pati menjadi suatu lapisan. Lapisan ini bersifat impermiabel terhadap gas sehingga
dapat memerangkap gas dan membentuk pori-pori.

2.7    Kandungan Gizi Roti

Di indonesia, roti menjadi makanan pokok alternatif pengganti nasi, sehingga sering terlihat di meja-
meja makan rumahan. Menu sarapan dengan roti juga sudah populer di Indonesia, selain karena
praktis untuk mengawali aktivitas juga kandungan gizi pada roti cukup memberikan energi.  Biasanya
Jenis roti yang dikonsumsi saat sarapan adalah roti tawar putih atau roti gandum, keduanya
merupan variasi dari kelompok bakery. Kedua jenis roti ini sebenarnya dibuat dengan proses yang
hampir sama, hanya bahan dasar pembuatannya yang berbeda. Roti tawar putih menggunaka
tepung terigu, sedangkan roti gandum menggunakan biji gandum utuh yang dipecah (whole wheat).
Perbedaan ini yang memberikan manfaat berbeda bagi kesehatan, dan tingkat kelezatan roti.

Roti diperkaya dengan berbagai macam zat gizi, sebut saja beta karoten, thiamin (vit B1), riboflavin
(vit B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium, kalsium dan sebagainya.Roti juga
diperkayadengan asam amino tertentu untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh.Menurut Dr.
Clara, M. Kusharto MS, dari Departemen Gizi Institut PertanianBogor, kandungan protein yang
terdapat dalam roti mencapai 9,7%, lebihtinggi ketimbang nasi yang hanya 7,8%. Selain itu tidak
seperti nasi yanghanya memiliki kadar pati 4-8%, dalam roti terdapat 13% pati.Empat iris roti, roti
tawar akan menghasilkan kalori yang setara dengan sepiring nasi (Jenie, 1993).

Roti secara umum memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Jenis karbohidrat yang terkait
dengan roti diantaranya adalah gula dan serat. Gula yang sering disebut glukosa merupakan jenis
karbohidrat sederhana dan paling cepat diserap oleh tubuh. Penyerapan ini mempengaruhi
peningkatan kadar gula darah dalam tubuh. Gula darah adalah bahan bakar tubuh yang dibutuhkan
untuk kerja otak, sistem saraf, dan jaringan tubuh yang lain, serta berfungsi sebagai penghasil energi
yang cepat. Jika kadar gula darah terlalu tinggi atau rendah berdampak buruk bagi kesehatan tubuh,
salah satunya menjadi awal indikasi diabetes mellitus. Mengkonsumsi makanan dengan kandungan
gula tinggi juga menimbulkan rasa lapar yang cepat, karena tubuh secara cepat mencerna makanan
tersebut. Rasa lapar yang timbul dapat membuat seseorang makan lagi dengan porsi yang lebih
banyak,padahal tubuh sudah mengkonsumsi kalori dari makanan gula sebelumnya. Berbeda dengan
gula, serat yang juga termasuk jenis karbohidrat termasuk dalam jenis karbohidrat kompleks. Di
dalam tubuh, serat tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Tetapi
keberadaanya membantu kerja sistem pencernaan untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan di dalam
usus besar. Selain itu, karena serat tidak dapat dicerna, maka makanan yang mengandung serat tidak
mempengaruhi kenaikan gula darah berkebalikan dengan gula. Bagi yang sedang berdiet,
mengkonsumsi makanan yang mengandung serat akan mengurangi rasa lapar yang sering
timbul.  Manfaat serat dalam tubuh sangat banyak diantaranya: mencegah konstipasi, menurunkan
risiko penyakit infeksi pada saluran pencernaan, mengatur kadar gula darah, menurunkan risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah, membantu menurunkan berat badan.

Roti yang baik diasumsikan memiliki  tekstur yang lembut, warna yang putih, dan rasa yang agak
gurih. Ternyata kelembutan dan warna yang putih tidak selamanya sehat. Pada roti gandum yang
memiliki kandungan gizi lebih baik dari roti tawar memiliki tekstur yang kasar dan berserat serta
berwarna gelap coklat, secara kesuluruhan dianggap kurang “bersahabat” dengan mulut dan mata.
Tetapi itulah yang terjadi, tepung terigu dulu bernilai mahal dan hanya orang bangsawan saja yang
mampu membeli, karena salah satu produk gandum yang diolah dengan banyak proses sehingga
menjadi serbuk putih yang indah. Sehingga pada masa itu, roti tawar putih lebih bernilai tinggi
secara materi. Namun hal tersebut yang justru mengurangi kandungan gizi yang baik dari gandum
yang terdapat dalam roti. Jadi perlu sedikit usaha untuk menyesuaikan rasa roti gandum untuk
memperoleh manfaat sehatnya.

Untuk menambah nilai gizi pada roti, terutama roti tawar putih, bisa dikonsumsi dengan
menambahkan bahan makanan sumber protein dan sayuran, sehingga menjadi satu menu dengan
nilai gizi yang lengkap seperti sandwich telur atau sandwich daging. Menambahkan selai buah (tanpa
tambahan pemanis buatan) atau selai kacang juga bisa menjadi alternatif lainnya.

BAB 3. PENUTUP

3.1  Kesimpulan

·         Mikroorganisme yang sering digunakan untuk fermentasi pembuatan roti


adalah Saccharomyces cerevisiae. Jamur ini berperan dalam pembuatan roti supaya roti dapat
mengembang dengan baik.

·         Saccharomyces cerevisiae merupakan jamur bersel tunggal (uniseluler), berbentuk sel bulat


(oval), tidak memiliki hifa dengan inti ditengah, dan terdapat tunas (budding) yang merupakan alat
perkembangbiakan vegetatif.

·         Peranan jamur Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan roti adalah untuk pengembangan


adonan, asidifikasi, dan produksi flavour.

·         Proses fermentasi oleh ragi juga berhubungan dengan aktivitas enzim yang terdapat pada ragi.
Enzim yang terdapat pada ragi adalah invertase, maltase dan zymase.

·         Tahapan pembuatan roti ada dua tahap yaitu pembuatan adonan dan proses pembakaran.

·         Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi roti yaitu tepung ditambahkan dengan air dengan
bantuan enzim amilase akan diubah menjadi maltosa. Kemudian maltosa berubah menjadi sukrosa
dengan bantuan enzim maltase. Sukrosa akan diubah menjadi glukosan dengan enzim invertase saat
proses mixing. Setelah itu, terjadi proses fementasi yang menghasilkan karbondioksida yang
menyebabkan roti mengembang dan ethanol yang membuat rasa pada roti

·         Roti diperkaya dengan berbagai macam zat gizi yaitu beta karoten, thiamin (vit B1), riboflavin
(vit B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium, kalsium dan sebagainya. Roti juga
diperkaya dengan asam amino tertentu untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh.

Anda mungkin juga menyukai