Anda di halaman 1dari 3

c   

c
     


Penyebab :
Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh
pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di
kalangan pendidik. Berdasarkan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, pasal
14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang Hak dan Kewajiban diantaranya,
bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan
penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai
tunjangan seperti tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di
daerah khusus, serta berbagai maslahat tambahan kesejahteraan.
Undang-undang tersebut memang sedikit membawa angin segar bagi
kesejahteraan masyarakat pendidik, namun dalam realisasinya ternyata tidak
semanis redaksinya. Sebagai contoh, Kompas (6/2/2007) memberitakan bahwa
sejumlah guru di Kota Bandung menyesalkan pernyataan Menteri Pendidikan
Nasional yang berencana memperberat penerimaan insentif rutin dan mengaitkan
dengan syarat sertifikasi. Pandangan keberatan ini beberapa di antaranya
dilontarkan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Bandung
Kustiwa dan Sekretaris Jendral Forum Aksi Guru Independen (FAGI) Kota
Bandung Iwan Hermawan. Keduanya sependapat, tunjangan fungsional tidak ada
kaitan sama sekali dengan syarat sertifikasi guru. Hal ini karena keberadaan
tunjangan fungsional dan profesi secara prinsip sebetulnya tidak saling terkait.
Tunjangan fungsional lebih dianggap sebagai kebijakan yang melekat secara
otomatis pada profesi guru, terlepas sejauhmana profesionalnya bersangkutan.
Jadi, jelas berbeda dengan tunjangan profesi yang pada prinsipnya bertujuan
memacu profesionalitas guru.
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru
Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru
menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata
guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru
honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti
itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang
mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,
pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya
(Republika, 13 Juli, 2005). Permasalahan kesejahteraan guru biasanya akan
berimplikasi pada kinerja yang dilakukannya dalam melaksanakan proses
pendidikan.
Guru sebagai tenaga kependidikan juga memiliki peran yang sentral dalam
penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Sebagai sebuah pekerjaan, tentu
dengan menjadi seorang guru juga diharapkan dapat memperoleh kompensasi
yang layak untuk kebutuhan hidup. Dalam teori motivasi, pemberian reward dan
punishment yang sesuai merupakan perkara yang dapat mempengaruhi kinerja dan
mutu dalam bekerja, termasuk juga perlunya jaminan kesejahteraan bagi para
pendidik agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang selama ini
masih terpuruk. Dalam hal tunjangan, sudah selayaknya guru mendapatkan
tunjangan yang manusiawi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya
mengingat peranan dari seorang guru yang begitu besar dalam upaya
mencerdaskan suatu generasi.
Solusi :
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang
dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di
Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme
(mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan
tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut
kesejahteraan guru, berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada
yakni sistem ekonomi yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan
menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah
kualitas guru.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya
praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru,
misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi
dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru, meningkatkan
alat-alat peraga, sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai