Anda di halaman 1dari 50

DIKLAT RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. H DENGAN MITRAL


STENOSIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN MITRAL VALVE
REPLACEMENT (MVR) DENGAN KATUP BIOPROSTETIK
DI RUANG ICU BEDAH DEWASA

STUDI KASUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Khusus
di Ruang ICU Bedah Dewasa
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD FAHMI RIZAL, AMK
RSUD ULIN BANJARMASIN

PROGRAM PELATIHAN
KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR KHUSUS
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Studi kasus ini diajukan oleh :


Muhammad Fahmi Rizal, AMK

Program Pelatihan Keperawatan Kadiovaskular Khusus Tahun 2019

Judul Studi Kasus :


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. H DENGAN MITRAL
STENOSIS YANG DILAKUKAN TINDAKAN MITRAL VALVE
REPLACEMENT (MVR) DENGAN KATUP BIOPROSTETIK DI RUANG ICU
BEDAH DEWASA

Pembimbing I
Ns. Eko Febrianto, S.Kep (…………………….)

Pembimbing II
Ns. Tandang Susanto, S.Kep, Sp.KMB (…………………….)

Penilai I
Ns. Nur’aini, S.Kep (…………………….)

Penilai II
Ns. Eti Herawati, S.Kep (…………………….)

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal, Desember 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat
dan hidayahNya Penulis dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. H DENGAN MITRAL STENOSIS
YANG DILAKUKAN TINDAKAN MITRAL VALVE REPLACEMENT
(MVR) DENGAN KATUP BIOPROSTETIK DI RUANG ICU BEDAH
DEWASA”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai peserta Pelatihan
Keperawatan Kardiovaskular Khusus di RS Jantung dan Pembuluh darah Harapan
Kita Jakarta.
Dalam penyelesaian makalah, penulis juga tidak terlepas dari berbagai
kendala. Namun, atas dukungan, bantun dan bimbingan dari berbagai pihak,
Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimak kasih kepada :

1. Dr. dr. Iwan Dakota, SpJP(K), MARS,FACC,FESC sebagai Direktur Utama


RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
2. Dr. dr. Cindy Elfira Boom, SpAN. KAKV, KAP sebagai kepala Divisi Diklat
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
3. Ns. Tandang Susanto, S.Kep, Sp.KMB selaku pembimbing diklat RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan kita.
4. Ns. Eko Febrianto, S.Kep selaku pembimbing penyusunan makalah di RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
5. Ns. Nur’aini, S.Kep, selaku penilai makalah dan persentasi di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita.
6. Ns. Eti Herawati, S.Kep selaku penilai makalah dan persentasi di RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
7. Tim leader dan rekan-rekan perawat di ruang ICU Bedah Dewasa RS Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang telah bersedia berbagi ilmu.
8. Teman-teman seperjuangan Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Khusus
Tahun 2019 di RS jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat, dukungan moril dan
materi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum begitu sempurna, untuk itu
Penulis menerima masukan yang membangun baik itu saran dan kritik dari
pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata Penulis mengucapkan
terimakasih.

Jakarta, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………… i


HALAMAN PENGESAHAN …………………………………… ii
KATA PENGANTAR …………………………………………… iii
DAFTAR ISI …………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1

I. Latar belakang …………………………………………… 1


II. Tujuan penulisan …………………………………………… 3
III. Manfaat studi kasus …………………………………………… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 4

I. Anatomi dan fisiologi katup mitral …………………………… 4


II. Mitral Stenosis …………………………………………… 5
III. Pembedahan penggantian katup mitral …………………… 11
IV. Asuhan Keperawatan …………………………………………… 18

BAB III TINJAUAN KASUS …………………………………… 27

I. Pengkajian …………………………………………… 27
II. Pemeriksaan Fisik …………………………………………… 28
III. Analisa Data …………………………………………… 31
IV. Diagnosa Keperawatan …………………………………… 32
V. Intervensi Keperawatan …………………………………… 32
VI. Implementasi …………………………………………… 34
VII. Evaluasi …………………………………………… 35

BAB IV PEMBAHASAN …………………………………………… 38


BAB V KESIMPULAN …………………………………………… 41
I. Kesimpulan …………………………………………… 41
II. Saran …………………………………………… 43

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 41


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Mitral stenosis merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri
akibat adanya halangan pembukaan katup atau yang disebut juga pengurangan
Mitral Valve Area (MVA) secara sempurna saat fase pengisian diastolik
ventrikel kiri (Vijaya Laksmi & Narasimhan, 2011). Pengurangan MVA
terjadi akibat inflamasi seperti penyakit jantung rematik yang mengakibatkan
penebalan, perlengketan, serta fibrosis katup. Penyebab lain yang cukup
jarang terjadi berupa mitral stenosis kongenital, carsinoid, system lupus
eritematosus (SLE), deposit amiloid, rheumatoid arthritis dan kalsifikasi
annulus daun katup (Indrajaya & Ghanie, 2014).
Kondisi penyempitan MVA mengakibatkan berkurangnya pengisian pasif
ventrikel kiri serta peningkatan tekanan atrium kiri yang memunculkan
berbagai komplikasi berupa atrial fibrilasi, emboli, PH dan gagal jantung
kanan (Indrajaya dan Ghanie, 2014; Vahanian et al., 2012; Le, 2014).
Komplikasi mitral stenosis tersebut dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas seperti atrial fibrilasi dengan risiko stroke 5 kali lebih besar, gagal
jantung 3 kali lebih besar, dan kematian 2 kali lebih besar. Komplikasi mitral
stenosis berupa emboli memiliki risiko infark miokardium dan gangguan
neurologis lainnya (Otto dan Bonow, 2012).
Risiko komplikasi yang lambat laun mengancam nyawa serta menurunkan
kualitas kehidupan tersebut terus menjadi perhatian karena diperkirakan
sekitar 15 juta penduduk dunia menderita penyakit jantung rematik (penyebab
utama mitral stenosis) dengan 282,000 kasus baru serta 233,000 jiwa
meninggal setiap tahunnya (Seckeler dan Hoke, 2011). Prevalensi kejadian
mitral stenosis di Amerika Serikat yaitu 0,1% dan di Eropa berdasarkan Euro
Heart Survey mencapai 9% (Lung dan Vahanian, 2011). Prevalensi penyakit
katup jantung di negara maju diperkirakan berkisar 2,5% dari penyakit jantung
dikarenakan penyebab yang degeneratif. (Lung B & Vahanian, 2014).
Prevalensi di negara berkembang diperkirakan sekitar 15-25 % dan memiliki
tendensi beragam episode infeksi yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan
severitas stenosis lebih berat dan lebih dini (Chandrasekhar et al., 2009)
Penatalaksanaan dari penyakit katup mitral stenosis salah satunya adalah
intervensi bedah yaitu Mitral valve repair/replacement (Reza & Hanafi, 2012).
Operasi katup jantung mitral pertama kali dilakukan pada tahun 1960 yang
merupakan sebuah inovasi besar di dunia jantung. Karena penanganan
penyakit katub jantung mitral sebelumnya hanya coba ditangani dengan obat –
obatan. Teknik mitral valve repair kemudian dimulai pada tahun 1970-an.
Teknik pembedahan katup mitral yang kini paling sering digunakan untuk
mengoreksi kelainan katup yaitu Mitral Valve Repair (memperbaiki katup)
dan Mitral Valve Replacement (mengganti katup) dengan katup buatan, baik
secara mekanik atau bioprostetic (Puruhito, 2013).
Dari data jumlah operasi katup baik repair ataupun replace di Rumah sakit
Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada tahun 2015 didapatkan
data jumlah prosedure operasi katup sebanyak 382 kasus, pada tahun 2016
didapat data sebanyak 568 kasus, hal ini menunjukkan adanya kenaikan dari
tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 kasus pasien dengan Mitral stenosis
semakin meningkat yaitu didapatkan data sebanyak 789 kasus yang dilakukan
operasi katup. Untuk prosedure MVR pada tahun 2016 didapat data sebanyak
137 kasus sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 289 kasus.
Pada pasien dengan pasca penggantian katup mekanik harus minum obat
pengencer darah seumur hidup, sedangkan untuk katup bioprostetic hanya
tiga bulan (Reza & Hanafi, 2012). Pemantauan nilai INR harus tetap dijaga
dan di cek ulang tiap satu minggu hal ini menjadi perhatian lebih bagi pasien
dengan post MVR (Puruhito, 2013). Agar dapat memberikan asuhan
keperawatan sebaik-baiknya, kita perlu mengetahui gejala-gejala dini
penyebab serta permasalahannya. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti perlu
memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional yang
harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan pasien dengan post MVR, maka peneliti membuat
laporan mengenai asuhan keperawatan pada pasien tersebut.

II. Tujuan penulisan


A. Tujuan umum
Tujuan disusunnya makalah ini untuk mengetahui tentang konsep dasar dan
penatalaksanaan serta asuhan keperawatan pada pasien dengan post Mitral
Valve Replacement.
B. Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan post Mitral Valve
Replacement.
2. Mampu menyusun analisa data pada pasien dengan post Mitral Valve
Replacement.
3. Mampu menyusun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan post Mitral Valve Replacement.
4. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien post Mitral
Valve Replacement.
5. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada pasien
post Mitral Valve Replacement.
6. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien post Mitral Valve
Replacement
.
III. Manfaat studi kasus
A. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan tentang penyakit katup mitral stenosis dan
tindakan intervensi Mitral Valve Replacement, serta dapat memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan post Mitral Valve Replacement.
B. Bagi instansi
Penulisan ini diharapkan dapat menambah jumlah karya ilmiah dan juga
sebagai referensi dalam pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan
tentang asuhan keperawatan klien dengan post Mitral Valve Replacement.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KATUP MITRAL


Katup mitral merupakan katup jantung yang memisahkan antara atrium
kiri dan ventrikel kiri atau juga sering disebut katup bikuspid. Katup mitral ini
mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Katup ini
menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup mitral terdiri dari dua daun
katup (Puruhito, 2013).
Rata-rata ukuran katup mitral adalah 4-6 cm2. Katup mitral mempunyai
dua daun katup/leaflet (anteromedial & posterolateral leaflet). Katup mitral
dibatasi oleh cincin katup yang dinamakan mitral valve annulus. Katup
anterior melingkupi 2/3 area katup mitral dan sisanya yaitu 1/3 bagian
merupakan katup posterior. Katup-katup ini dijaga oleh tendon yang melekat
dibagian posterior katup mencegah agar katup tidak prolaps. Tendon ini
dinamakan chordae tendineae. Ujung chordae tendineae menempel pada otot
papilaris (papillary muscle). Otot papilaris sendiri merupakan penonjolan dari
dinding ventrikel. Ketika ventrikel kiri berkontraksi tekanan intraventrikuler
memaksa katup mitral untuk menutup. Tendon menjaga agar leaflet tetap
sejajar satu sama lain dan tidak bocor ke arah atrium (Reza & Hanafi, 2012).
Saat diastole katup mitral yang berfungsi secara normal akan membuka
akibat tekanan yang meningkat dari atrium kiri saat terisi oleh darah. Hal ini
menyebabkan darah dari atrium kiri mengalir menuju ke ventrikel kiri
sebanyak 70-80 %, darah mengalir melalui fase early filling dari ventrikel kiri.
Kontraksi dari atrium kiri yang bersamaan dengan diastole ventrikel kiri
menyebabkan sisa darah yang masih ada di atrium kiri segera mengalir ke
ventrikel kiri (atrial kick). Annulus atau cincin dari katup berubah ubah bentuk
dan ukurannya saat siklus jantung berlangsung. Bentuknya mengecil saat
sistole atrium karena kontraksi atrium kiri. Gangguan pada annulus, katup dan
struktur penyangga katup mitral dapat membuat katup mitral bocor atau
menyempit (stenosis) (Reza & hanafi, 2012).

II. MITRAL STENOSIS


A. Definisi
Stenosis Mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah
dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan
ukuran katup mitral ditemukan pengurangan ukuran sampai 2 cm 2 (Reza &
Hanafi, 2012). Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun
katup mitral yang menebal, komisura yang menyatu dan chorda tendineae
yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya
dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dalam katup mitral dan pembesaran
sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Selain itu peningkatan tekanan vena
pulmonalis dapat terjadi (Leonard S. Lilly, 2011).
Pada kondisi stenosis mitral menyebabkan hambatan bagi jantung
untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga kerja jantung juga akan
bertambah berat, menyebabkan detak jantung meningkat fase diastole
menjadi singkat sehingga jumlah darah yang dipompakan juga sedikit.
Peningkatan detak jantung berpotensi menurunkan curah jantung dan
peningkatan tekanan pulmonal, sehingga memungkinkan terjadinya arus
balik darah dari atrium kiri ke pembuluh darah paru (Smeltzer, Bare,
Hinkle & Cheever, 2010).
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4 – 6 cm2.
Bila orifisium katup ini berkurang sampai 2 cm2 maka diperlukan upaya
aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran trans
mitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila
pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini
dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan
curah jantung yang normal.
Gradien trans mitral merupakan tanda stenosis mitral selain luasnya
area katup mitral. Rahimtoola berpendapat bahwa gradient dapat terjadi
akibat aliran besar melalui katup normal atau aliran normal melalui katup
sempit. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atrium kiri akan diteruskan ke
vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru serta
keluhan sesak (exertional dyspnea). Derajat berat ringannya stenosis mitral
selain berdasarkan gradien tranmitral dapat juga ditentukan oleh luasnya
area katup mitral serta hubungan antara lamanya waktu penutupan katup
aorta dan kejadian opening snap.
Derajat stenosis mitral berdasarkan luasnya area katup mitral adalah
sebagai berikut :
Derajat stenosis Area MVA Gradient
Ringan (Mild ) > 1,5 cm 2 <5 mmHg
Sedang ( Moderate ) 1,0 – 1,5 cm 2 5– 10 mmHg
Berat ( Severe ) < 1,0 cm 2 >10 mmHg
Tabel 1. Derajat stenosis mitral sesuai panduan AHA

B. Etiologi
Sebagian besar mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung
rematik (lebih dari 90%). Penyebab lainnya (kurang dari 1%) adalah
karena kongengital, kalsifikasi ataupun karena infeksi endokarditis dimana
adanya vegetasi yang menyebabkan stenosis (L. S. Lilly, 2011). Kelainan
katup mitral karena kongenital umumnya sangat jarang, disebabkan saat
lahir daun katub tidak terbentuk dengan baik, ukuran tidak sesuai (terlalu
kecil/besar) atau daun katup tidak menempel pada anulus sehingga terjadi
kebocoran/stenosis katup. Pada MS reumatik daun katup secara difus
memadat oleh jaringan fibrosis dengan atau deposit kalsifikasi.
Komisura mitral bergabung, korda tendenae memendek, daun katup
kaku dan perubahan ini menyebabkan pembatasan pada katup yang
berbentuk funnel chest (mulut ikan). Kalsifikasi dari mitral stenosis
melumpuhkan daun katup dan penyempitan orifisium. Pembentukan
trombus dan embolisasi arteri dapat berkembang menjadi kalsifikasi katup,
tetapi pada pasien dengan atrial fibrilasi, trombus berkembang dari dilatasi
atrium kiri (Puruhito, 2013)
Pada proses degeneratif, biasanya pada usia 65 keatas disebabkan
karena penumpukan kalsium pada anulus dan daun katup (fibro calcific
degeneratif) sehingga mengganggu pergerakan katup. Infeksi endokarditis
adalah proses peradangan pada endokardium, khususnya katup jantung.
Kuman yang paling banyak berperan diantaranya staphylococcus aureus
dan streptococcus viridan selain bakteri bisa juga karena Fungi (candida,
aspergilus), kuman ini paling sering masuk melalui saluran napas atas,
melalui genital, saluran pencernaaan dan pembuluh darah (Brunner &
Sudart, 2008).

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi pasien dengan mitral stenosis berkaitan dengan tingkat
aktivitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral,
misalnya wanita hamil. Keluhan dapat berupa takikardi, dispnea, takipnea,
atau ortopnea dan denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal
jantung, batuk darah, atau tromboemboli cerebral maupun perifer.
Sebagian besar penderita mitral stenosis mempunyai keluhan utama
berupa sesak nafas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral
yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari – hari, PND,
ortopnea, dan oedema paru. Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga
merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu 30 – 40
%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang
akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri (Journal cardiovascular
innovation and applications Mitral Stenosis: A review, ISSN, 2016).
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik tekanan arteri
pulmonalis belum terlalu tinggi keluhan lebih mengarah pada akibat
bendungan atrium kiri, vena pulmonal, dan interstitial paru. Jika ventrikel
kanan sudah tidak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri
pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama
sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada fase lanjutan ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan
alveolar paru akan terdengar ronchi basah pada fase ekspirasi. Jika hal ini
berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gagal jantung kanan,
keluhan dan tanda – tanda edema paru akan berkurang dan menghilang
dan sebaliknya tanda – tanda edema sistemikakan menonjol (peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan edema tungkai). Pada
fase ini tanda – tanda gagal hati akan mencolok, seperti ikterus,
menurunnya protein plasma dan hioperpigmentasi kulit (Journal
cardiovascular innovation and applications Mitral Stenosis: A review,
ISSN, 2016).

D. Patofisiologi
Pada keadaan mitral stenosis akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan
daun katup, kalsifikasi, fusi komisura, serta pemendekan chorda. Keadaan
ini akan menimbulkan distorsi dari bagian mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral, fusi komisura akan menyebabkan
penyempitan orifisium, sedangkan fusi chorda akan menyebabkan
penyempitan orifisium sekunder. Keadaan ini akan menyebabkan kenaikan
tekanan atrium kiri dan diteruskan ke vena pulmonalis selanjutnya
mengakibatkan kongesti paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea)
(Puruhito, 2013).
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai satu per dua dari normal (< 2-2,5 cm2). Dilihat
dari fungsi lama waktu pengisisan dan besarnya pengisian, gejala akan
muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran trans mitral besar,
sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walau area belum terlalu
sempit (> 1,5 cm2). Pada stenosis mitral ringan gejala yang muncul
biasanaya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan kecepatan aliran atau
curah jantung, menurunkan periode pengisian diastole yang akan
meningkatkan tekanan atrium kiri secara dramatis pada beberapa keadaan
seperti latihan, stress dan emosi, infeksi, kehamilan serta fibrilasi atrium
dengan respon ventrikel cepat dengan bertambah sempitnya area mitral
maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi
keluhan. Apabila area mitral < 1 cm2 yang berupa stenosis mitra berat
maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.
Dengan adanya stenosis mitral, darah akan mengalami kesulitan atau
tidak dapat masuk dari atrium kiri menuju ventrikel kiri, darah ini
kemudian akan tertampung di atrium kiri. Hal ini akan menyebabkan
tekanan di atrium kiri meningkat, bahkan dapat mengakibatkan refluk ke
paru dan apabila melakukan aktivitas berat hal ini akan memperberat
kongesti paru sehingga terjadi sesak nafas. Pada akhirnya akan terjadi
vasodilatasi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan extravasasi dan
memperbesar jarak alveoli dan kapiler sehingga mempersulit proses difusi.
Extravasasi menuju ruang intrapleura ini dapat mengakibatkan suara
ronchi basah saat dilakukan pemeriksaan paru. Selain itu bendungan di
kapiler dan vena paru dapat menyebabkan terjadinya pecahnya vena
bronkhialis yang ditandai dengan hemoptisis (Puruhito, 2013)
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup
trikuspid atau pulmonal. Akhirnya vena – vena sistemik akan mengalami
bendungan pula, salah satunya bendungan pada hati dalam watu yang lama
akan menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
dengan meningkatkan denyut jantung (takikardi). Tetapi kompensasi ini
tidak selamanya efektif menambah jumlah curah jantung karena pada
tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada
otot – otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi
fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dan
mempermudah pembentukan trombus di atrium kiri. Penilaian trombus di
atrium kiri akan lebih sensitif dengan menggunakan Transesofageal
Echocardiografi (TEE).
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif
akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru
berupa vasokonstriksi akibat reaksi neurohumoral atau perubahan anatomi
yaitu remodeling akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima yang
mana akan memicu terbentuknya trombus (20% pasien) dan terjadinya
atrial fibrilasi (40% pasien). Pada kasus yang masih awal hal ini biasanya
masih bisa kembali ke normal, namun pada keadaan peningkatan tekanan
pulmonal yang lama dan berat akan menimbulkan kondisi yang
ireversible. Pada kasus dengan tekanan pulmonal yang tinggi tidak jarang
diikuti dengan regurgitasi trikuspid biasanya akibat dilatasi ventrikel
kanan.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis stenosis mitral ditujukan untuk menghilangkan
atau menurunkan kemungkinan penurunan curah jantung dan terjadinya
kongesti paru (Port & Matfin, 2009). Prinsip dasar penatalaksanaan mitral
stenosis adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit. Tetapi
indikasi intervensi ini hanya untuk pasien dengan kelas fungsional III &
IV (NYHA). Intervensi dapat bersifat bedah dan non bedah (Puruhito,
2013).
1. Antibiotik profilaksis
Klien dengan riwayat demam reumatik dapat diberikan profilaksis
antibiotik terhadap bakteri yang menyebabkan demam reumatik
(Streptococcus group A betahemolitikus). Secara premier pencegahan
faringitis streptococcus group A rekuren adalah metode paling efektif
untuk mencegah penyakit jantung rematik berat (pencegahan sebelum
reumatik berulang atau berkembang) (Northwestern medicine, 2015).
Namun demam reumatik dapat berulang bahkan ketika infeksi
simptomatik diobati secara optimal. Oleh karena itu pencegahan
demam reumatik membutuhkan profilaksis antibiotik jangka panjang.
Profilaksis ini mencegah rekuren demam reumatik.
2. Terapi anticoagulant
Pasien dalam keadaan fibrilasi atrium dapat diberikan terapi
anticoagulasi dengan tujuan untuk mengendalikan laju ventrikel dan
mencegah emboli sistemik (Smeltzer, Bare, Hikle, Cheever, 2010).
Selain itu terapi anticoagulasi ini juga digunakan untuk mengurangi
risiko perkembangan trombus atrium (Porth & Matfin, 2009).
Anticoagulan ini penting diberikan untuk mencegah stroke akibat
embolus yang timbul akibat atrial fibrilasi.
3. Obat – obatan
Fibrilasi atrium juga dapat di kontrol dengan Calcium Channel Bloker
dan Beta Bloker. Denyut ventrikel dapat diperlambat dengan
pemberian beta bloker IV atau calcium chanel bloker ( Diltiazem atau
verapamil ). Denyut atau ritma jantung dapat di kontrol dengan beta
bloker oral, CCB, amiodarone, atau digoxin (Dima, 2014).
4. Pengaturan aktivitas
Perlu diperhatikan bahwa pasien dengan stenosis mitral harus
menghindari aktivitas yang berat dan olah raga yang kompetitif untuk
menghindari peningkatan denyut jantung (Smeltzer, Bare, Hikle,
Cheever, 2010).
5. Intervensi bedah
Bila terjadi emboli berulang pada klien, maka perlu dilakukan tindakan
bedah meskipun terapi anticoagulan memadai (Dima, 2014). Intervensi
bedah diantaranya adalah baloon valvulotomi, commissurotomy dan
perbaikan atau penggantian katup mitral dapat digunakan untuk
mengatasi penyakit katup mitral degenerative dan fungsional (Porth &
Matfin, 2009).
Indikasi untuk dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
a. Stenosis sedang sampai berat dilihat dari beratnya stenosis dan
keluhan.
b. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
c. Stenosis mitral dengan risiko tinggi terhadap timbulnya emboli,
usia tua dengan atrial fibrilasi.

III. PEMBEDAHAN PENGGANTIAN KATUP MITRAL


Penggantian Katup Mitral adalah suatu prosedur pembedahan jantung
dimana katup mitral pasien yang mengalami gangguan diganti dengan katup
mekanik buatan atau katup bioprostetik. Pembedahan penggantian katup
mitral dilakukan dikarenakan katup mitral yang terlalu keras/kencang/sempit
(pada stenosis katup mitral) sehingga darah sulit mengalir ke ventrikel kiri,
atau justru sebaliknya katup mitral terlalu longgar/terbuka/bocor (pada
insufisiensi katup mitral) sehingga darah bocor kembali ke atrium kiri dan
dapat kembali lagi menuju paru. Penyakit katup mitral dapat terjadi karena
infeksi, kalsifikasi, penyakit kolagen genetik, atau penyebab lain. Karena
penggantian katup mitral merupakan pembedahan open-heart (Jantung
terbuka), maka pasien akan menjalani cardiopulmonary bypass (dihubungkan
ke mesin jantung-paru) (Reza & Hanafy, 2012).
A. Jenis – Jenis Katup Pengganti
Terdapat dua tipe utama jenis katup mitral buatan, katup mekanis dan
katup bioprostetik yang terbuat dari jaringan (biologis). Katup mekanis
terbuat logam dan pyrolytic carbon, dan dapat bertahan seumur hidup.
Pasien dengan katup mekanik harus diberikan anti koagulant untuk
menghindari penggumpalan darah. Katup bioprostetik terbuat dari jaringan
hewan. Penggunaan katup biologis ini tidak memerlukan pemberian anti
koagulant seumur hidup cukup 3 bulan saja, namun demikian katup
bioprostetik hanya dapat bertahan 10 sampai dengan 15 tahun. Pemilihan
katup jenis apa tergantung dari umur pasien, kondisi medis, pilihan
pengobatan, dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Reza & Hanafy,
2012).
1. Katup Mekanik
Terbuat dari kombinasi metal alloys, pyrolite carbon dan dacton.
Pergerakan membuka dan menutupnya katup dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan pada kedua sisi katup. Bentuk-bentuk katup
mekanik :
a. Caged Ball: terdiri dari bola plastik atau logam didalam sangkar
logam yang di hubungkan kejahitan cincin. Karena trombogenitas
dari plastik dan logam serta turbulensi aliran yang mengitari bola
dan melalui sangkar sehingga bekuan darah dapat terbentuk pada
katup atau sekitar katup, sehingga pemberian therapi antikoagulan
jangka panjang penting diberikan.
b. Tilting Disc: dibuat dari disc yang dilekatkan dengan penopang
pada jahitan cincin. Bila tekanan di Left Atrium lebih tinggi dari
Left Ventrikel disc miring terbuka kira-kira 60-80 derajat, bila
tekanan di Left Ventrikel lebih tinggi dari Left Atrium disc
kembali menutup. Katup ini memiliki karakteristik lebih baik dari
pada caged ball, alat ini memiliki lama hidup yang panjang tetapi
tetap memerlukan therapi antikoagulan jangka panjang.
c. Bileaflet tilting disc: sampai saat ini masih menjadi pilihan terbaik
tipe katup mekanik, dari ketiga bentuk ini. Terdiri dari dua disc
pirolitik karbon semilunar atau daun-daun katup yang bergantung
pada jahitan cincin. Pada katup ini pembukaan katup dapat lebih
optimal dengan hambatan yang sangat minimal. Tipe ini memiliki
karakteristik haemodinamik yang baik dan tahan lama, tetapi
trombogenik dan tetap memerlukan therapi antikoagulan jangka
panjang.
2. Katup Bioprothestik
Heterograf, terbuat dari katup jantung hewan (babi atau sapi) yang
diproses secara kimiawi, misalnya: Hancock dan carpentier-Edward.
Pada pemakaian katup bioprostese juga dibutuhkan pemberian therapi
antikoagulan meski waktunya hanya 3 bulan, alasan ini karena
mayoritas peristiwa tromboembolisme terjadi pada 3 bulan pertama,
setelah itu diharapkan telah terjadi endotelisasi pada daerah katup.
Homograf aortik manusia yang telah meninggal adalah pilihan lain
untuk penggantian katup biologikal, jenis ini memiliki karakteristik
haemodinamik yang lebih baik akan tetapi persedianya sangat terbatas.
B. Kriteria pemilihan katup mekanik/bioprostese
Katup mekanik Katup bioprostetik
1. Anak-anak usia pertumbuhan 1. Wanita yang masih ingin
2. Usia produktif /pria dewasa hamil
muda 2. Orang tua / lansia
3. Pasien dengan renal failure 3. Pasien dengan
4. Pasien dengan small valvular kontraindikasi anti koagulan
annulus 4. Riwayat perdarahan mayor
5. Pasien dengan operai resiko 5. Pekerja keras dengan resiko
tinggi trauma tinggi
6. Pasien dengan resiko tinggi
tromboemboli
7. Ekonomi kurang, jauh dari
layanan kesehatan

C. Kelebihan dan kekurangan katup mekanik dan bioprostesa


Katup mekanik Katup bioprostetik
1. Lama hidup jangka panjang 1. Lama hidup jangka panjang
baik buruk
2. Haemodinamik baik 2. Tidak ada haemolisis
3. Bersifat trombogenik 3. Bersifat non trombogenik
4. Memerlukan therapi 4. Tidak memerlukan anti
antikoagulan jangka panjang koagulan /Therapi
(seumur hidup) sementara
5. Ada komplikasi tromboemboli 5. Tidak ada komplikasi
6. Bunyi klik terdengar tromboemboli
7. Ada risiko perdarahan
6. Tidak terdengar bunyi klik
7. Risiko perdarahn sedikit

D. Penggunaan mesin pintas jantung paru ( CPB )


Penggantian katup mitral merupakan pembedahan open-heart (Jantung
terbuka), maka pasien akan menjalani cardiopulmonary bypass
(dihubungkan ke mesin jantung-paru) (Reza & Hanafy, 2012). Mesin
pintas jantung paru (mesin CPB) ini merupakan suatu sistem diluar tubuh
yang memungkinkan melakukan pintas sistem jantung paru hingga untuk
sementara fungsi jantung dan paru dapat dihentikan. Bagian terpenting
dalam mesin jantung paru ialah oxigenator sebagai pengganti fungsi paru –
paru dan pompa sebagai pengganti fungsi jantung (Puruhito, 2013).
Pada operasi jantung terbuka MVR diperlukan tindakan kanulasi yaitu
memasukkan sebuah kanul ke dalam pembuluh darah besar jantung. Untuk
aliran arteri dilakukan kanulasi aorta, untuk aliran vena dilakukan kanulasi
melalui vena cava superior dan inferior. Untuk pemberian larutan cairan
kardioplegic dilakukan kanulasi cardioplegic secara antegrade melalui root
aorta. Cairan Heparin untuk mencegah pembekuan darah diberikan sesaat
sebelum kanulasi dengan dosis 3 mg/kgBB dengan dimonitor oleh
besarnya nilai ACT (Activated Coagulation Time). Kanulasi dapat
dilakukan setelah angka ACT mencapai > 200. Selain itu terdapat pipa –
pipa penghisap (Cardiotomy Suction) yang dihubungkan dengan mesin
CPB dan darah ini dapat disalurkan kembali ke reservoir venous agar
selama pembedahan pasien tidak kehilangan banyak darah. On ByPass
dimulai dengan membuka pipa – pipa dan kanul – kanul tersebut dan
disebut bypass partial karena paru masih berfungsi dan sebagian darah
vena tidak hanya masuk ke kanul vena tetapi masih masuk sebagian ke
ventrikel kanan.
Dari saluran vena darah mengalir ke mesin CPB dengan berat gravitasi
masuk ke reservoir vena, setelah dipompa ke oksigenator dilakukan
oksigenasi dan darah dipompa kembali setelah melewati pengatur suhu ke
saluran kanul aorta. Parameter hemodinamik dimonitor oleh ahli bedah.
Pada operasi penggantian katup mitral bisa melalui atrium kiri dari arah
lateral atau bisa juga melalui atrium kanan dan membuka septum atrium.
Bila dilakukan melalui atrium kanan kanulasi dari kedua vena kava
dikencangkan menggunakan pita tourniquet yang mengalungi kedua vena
cava maka semua darah vena masuk ke mesin CPB dan atrium tidak terisi
darah lagi, paru – paru dihentikan fungsinya. Tetapi bila membuka melalui
atrium kiri sisi lateral tidak perlu menggunakan tourniquet.
Keadaan ini disebut Total Bypass (aliran darah vena dialirkan
semuanya ke mesin CPB dan paru berhenti bekerja) kemudian dilakukan
klem silang aorta. Henti jantung dilakukan dengan cara memberikan cairan
kardioplegic (4 oC) ke sirkulasi coroner (antegrade atau retrograde) selama
2 menit sampai jantung berhenti berdenyut. Selain itu dapat dibantu
dipercepat dengan memberikan cairan dingin kedalam rongga pericard.
Setelah jantung berhenti maka ahli bedah dapat melakukan bedah jantung
terbuka (Puruhito, 2013).
Setelah tindakan MVR selesai klem aorta dapat dibuka, kembali ke
pintas partial. Akhirnya pada keadaan yang stabil pintas jantung paru
dapat dihentikan dan fungsi jantung dikembalikan. Kontraksi jantung
dapat dirangsang dengan menggunakan DC shock (Puruhito, 2013)

E. Pemberian antikoagulasi pasca bedah


Untuk mencegah terjadinya trombosis pasien dengan post operasi
MVR baik itu menggunakan mekanik atau bioprostetik katup harus
mendapatkan antikoagulan. Therapi anti coagulan adalah obat yang
bekerja untuk mencegah penggumpalan darah dengan cara
memperpanjang waktu darah untuk membeku. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat kerja protein yang terlibat dalam proses pembekuan
darah yang disebut faktor pembekuan darah. Obat yang sering dipakai
untuk pasien post operasi MVR adalah jenis warfarin yaitu golongan obat
anticoagulan yang bekerja menghambat kerja vitamin K sehingga darah
akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeku. Terapi ini
dimulai hari ketiga pasca bedah. Nilai INR juga harus dijaga yaitu antara
2,5 – 3,0. Dibawah nilai ini timbul bahaya risiko perdarahan spontan, dan
diatas nilai tersebut ada bahaya terjadi trombosis katup. Hal ini merupakan
problem sosial yang besar bagi pasien karena penentuan nilai INR ini
harus secara berkala dicek untuk menentukan pemberian anticoagulasi
secara tepat. Pada katup bioprotesis jenis mutakhir pemberian
anticoagulasi dapat diberikan dalam waktu 3 bulan sedangkan pada katup
mekanik selama seumur hidup (Puruhito, 2013).

F. Komplikasi pasca penggantian katup mitral


Komplikasi pasca operasi penggantian katup mitral antara lain adalah
perdarahan. Perdarahan sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Perdarahan surgical
Perdarahan surgical adalah keadaan darurat yang mengancam hidup
yang biasa disebabkan oleh bocornya jahitan dalam jantung atau
tusukan dari kawat sternum. Pada perdarahan ini WSD terisi penuh
dengan darah merah terang dalam beberapa menit. Jumlah drainase
tidak boleh melebihi 200ml/jam selama 4-6 jam pertama.
2. Perdarahan medical
Perdarahan medical lebih umum terjadi yang disebabkan karena
gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit.
Trombositopeni dapat terjadi karena destruksi atau kehilangan
trombosit oleh pengaruh CPB. Heparin juga dapat menyebabkan
perdarahan pasca operasi. Setelah proses CPB heparin di netralisir oleh
protamin namun dapat terjadi efek residual heparin. Fungsi platelet
mungkin rusak oleh beberapa sebab yaitu lamanya pemakaian CPB
atau pasien masih minum obat anti platelet.
Selain komplikasi perdarahan pasca bedah yang membutuhkan segera
re – open terdapat komplikasi – komplikasi lambat (> 30 hari) yang dapat
terjadi antara lain:
1. Terjadinya dehisen katup yang disebabkan karena terlepasnya salah
satu jahitan, dedapat terjadi endocarditis pasca bedah yang
menyebabkan lembeknya jaringan annulus, hingga tidak dapat
menahan katup tersebut. Selain dari gejala klinis pasien dapat
dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan penunjang seperti laboratorium,
ECHO, MSCT angio atau catheterisasi janytung.
2. Trombosis katup dapat terjadi meskipun sudah diberi anticoagulan,
misalnya adanya kelainan hemostatis atau inkompatibilitas dengan
bahan katup. Trombosis pada katup menyebabkan tidak berfungsinya
katup tersebut dan menunjukkan tanda – tanda insufisiensi dan harus
segera melakukan penggantian katup baru.
3. Macetnya mekanisme engsel keping katup (kesalahan pabrikan) dapat
menjadi kasus tuntutan hukum pada industri pembuat katup tersebut
(Puruhito, 2013).

IV. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Perawatan post operatif dimulai sejak pasien masuk ke ICU. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada perawatan pasien pasca bedah terbagi atas:
1. Status Kardiovaskular
Tindakan operasi yang dilakukan beserta data hemodinamik post op
meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), bentuk gelombang pada tekanan darah invasive,
drainase rongga dada (WSD), Monito jumlah drain tiap satuan waktu
biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan
tiap ½ jam atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 3
cc/kgBB/jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan mungkin
memerlukan re-open untuk menghentikan perdarahan.
Fungsi pacemaker, tekanan darah, Peripheral oxygen saturation
(SpO2), Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi
jantung, dosisnya, rutenya dan lain-lain, alat lain yang dipakai untuk
membantu seperti IABP, pacu jantung, selain itu perlu dikaji juga
warna kulit, warna kuku, mukosa bibir, suhu kulit, edema. Pemantauan
EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan
adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel
dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari
dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada
perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
2. Sistem pernapasan
Penderita dari kamar bedah masih belum sadar. Sampai di ICU segera
pasang alat bantu nafas dan dilihat:
a. Ukuran dan kedalaman ETT yang dipakai
b. Tidal volume dan minute volume, RR, FiO2, PEEP, Mode
ventilator
c. Lihat cairan yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya
normal, kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda
edema paru. Bila perlu diperiksa kultur.
d. Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui
secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan
oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi pasien selama bedah,
ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama intubasi,
lama penggunaan alat mesin jantung paru. Selanjutnya kaji gerakan
dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi pernafasan/RR,
volume tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas,
tekanan ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.
3. Sistem neurologis dan sensori
Kesadaran dilihat dari pasien mulai bangun atau masih diberikan obat
-obatan sedatif dan relaxan. Bila pasien mulai bangun dianjurkan
untuk menggerakkan keempat ekstremitasnya. Kaji juga tingkat
responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan
ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan. Kaji nyeri dengan
pendekatan PQRST dan respon terhadap analgesik
4. Sistem perkemihan
Memonitor produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi
akibat hemolisis dan lain-lain. Dilakukan pemerikasaan ureum dan
kreatinin.
5. Sistem percernaan
Observasi status cairan, asupan nutrisi, auskultasi bising usus, palpasi
abdomen, nyeri pada saat palpasi.
6. Sistem integumen
Kaji alat alat invasif yang terpasang pada pasien, kaji luka operasi
apakah dirawat terbuka atau tertutup bila ada tanda – tanda infeksi
seperti kemerahan dan bengkak.
7. Sistem musculoskeletal
Kaji BB dan TB, kaji edema perifer, terpasang alat invasif, akral,
pulsasi arteri di kaki kanan kiri
8. Sistem nutrisi
Kaji status nutrisi pasien, berat badan pasien, apakah mengalami
kenaikan atau penurunan, kaji adakah mual muntah pada pasien.
9. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil laboratium post operasi
HB, HT, trombosit, leukosit, Analisa gas darah, SGOT/SGPT,
Albumin, ureum, kreatinin, fungsi pembekuan darah
b. Foto thorak
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU
untuk melihat alat-alat dirongga thorak. Perawatan pasca bedah di
ICU harus disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti
komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal,
penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga
ekstubasi beberapa jam setelah pasca bedah.
c. Fisioterapi
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita
dengan ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk
mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi, postural
drainase).

B. Penatalaksanaan Post Operasi


Serah terima pasien dari kamar operasi dilakukan oleh perawat yang
menangani pasien dari awal dengan perawat ICU sebagai penanggung
jawab pasien tersebut di ICU, hal – hal yang perlu di sampaikan meliputi:
1. Keadaan umum pasien
Kesadaran pasien, pasien telah dilakukan tindakan operasi apa saja di
kamar operasi, adakah penyulit selama operasi.

2. Setting ventilator
Kesadaran pasien dari kamar operasi masih dalam pengaruh anestesi,
sampai di ICU segera respirator di pasang dan dimonitor ETT , tidal
volume, minute volume, RR, FiO2, PEEP, monitoring adakah cairan
atau secret yang keluar, bagaimana konsistensinya
3. Monitoring hemodinamik
Dilakukan pemantauan hemodinamik post operasi meliputi CVP,
tekanan darah arteri, denyut nadi perifer, HR, dosis support terapi yang
digunakan, alat alat yang terpasang pada pasien.
4. Merekam EKG
Perekaman EKG dilakukan segera setelah pasien pindah, dilihat irama
dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES,
Blok dll.
5. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari waktu pasien mulai bangun. Kaji apakah pasien
masih diberikan obat obat sedatif atau pelumpuh otot. Bila pasien
mulai bangun ajarkan pasien untuk mulai menggerakkan ke empat
ekstrimitas.
6. Fungsi ginjal
Monitor produksi urin tiap jam dan warna urin, adakan hematuri atau
tidak. Pemeriksaan ureum kreatinin bila diperlukann
7. Pemeriksaa laboratorium
Pemeriksaan laborat yang dikerjakan adalah Hb, Ht, trombosit,
leukosit, ACT, INR, BGA, albuminn, GDS, ureum, kreatinin,
8. Monitoring produksi WSD
Monitoring produksi drain tiap jam, bila ada perdarahan lebih dari
200cc/jam perlu dilakukan monitiring tiap 15 menit atau 30 menit.
9. Pemeriksaan foto thorak
Pemeriksaan foto thorak di ICU dilakukan segera setelah pasien
sampai di ICU, bertujuan untuk melihat alat – alat invasif yang
terpasang pada tubuh pasien, seperti CVP, Swanganz, drain, ETT.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi antara lain (NANDA NIC
– NOC, 2015):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah,
gangguan fungsi miokardium (preload, afterload, kontraktilitas)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret
3. Nyeri berhubungan dengan trauma bedah dan akibat selang drain di
dada.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi dan prosedur
pembedahan
5. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Intervensi keperawatan
Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Penurunan curah NOC : NIC :
jantung  Cardiac pump Perawatan jantung
berhubungan effektiveness  Lakukan penilaian
dengan  Circulation status komprehensif terhadap
kehilangan  Vital sign status sirkulasi perifer ( misalnya :

darah, gangguan cek nadi perifer, edema,


 Tissue perfusion perifer
fungsi pengisian kapiler, dan suhu
Setelah dilakukan asuhan ekstremitas )
miokardium
keperawatan selama 1x24  Dokumentasikan adanya
(preload,
jam diharap klien disritmia jantung
afterload,
menunjukkan curah jantung  Observasi tanda-tanda vital
kontraktilitas)
adekuat dengan kriteria :  Observasi status
 Tekanan darah dalam kardiovaskular
batas normal  Catat tanda dan gejala
 Toleransi terhadap penurunan curah jantung
aktifitas  Observasi status respirasi
 Nadi perifer kuat terhadap gejala gagal
 Ukuran jantung normal jantung
 Tidak ada distensi vena  Observasi keseimbangan
jungularis cairan ( intake dan output
 Tidak ada disritmia cairan )
 Tidak ada bunyi jantung  Instruksikan klien dan
abnormal keluarga tentang
 Tidak ada angina pembatasan aktifitas
 Tidak ada edema perifer  Tentukan periode latihan
 Tidak ada edema paru dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
 Observasi toleransi klien
terhadap aktivitas
Bersihan jalan NOC : NIC :
nafas tidak Respiratory status : Airway management
efektif ventilation Airway suctioning
berhubungan Airway patency  Posisikan klien untuk
dengan Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
akumulasi sekret keperawatan selama 1x24  Auskultasi bunyi napas
jam diharap jalan napas  Keluarkan secret dengan
kembali efektif dengan batuk atau suction sesuai
kriteria hasil : kebutuhan
 Pernafasan adekuat  Gunakan perlengkapan
(menunjukkan jalan steril dalam melakukan
nafas yang paten) suction trachea
 Saturasi O2 dalam batas  Observasi status oksigen
normal (saturasi oksigen) klien dan
 Tidak ada sianosis status hemodinamik (MAP,
 Klien mampu irama jantung) sebelum
mengeluarkan secret selama dan setelah suction
secara efektif  Lakukan suction orofaring
 Foto thorak dalam setelah suction trachea
batas normal
Nyeri NOC : NIC :
berhubungan Pain level Pain management
dengan luka Pain control Analgetic assistance
insisi post Comfort level  Kaji secara komprehensif ,
operasi dan Setelah dilakuklan meliputi lokasi,
selang drain tindakan keperawatan karakteristik dan awitan,
selama 1x 24 jam durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan klien dapat intensitas/beratnya nyeri,
Mengontrol nyeri dengan dan factor presipitasi
kriteria hasil :  Observasi isyarat non
 Mengenal faktor verbal dari ketidak
penyebab nyeri nyamanan, khususnya
 Menggunakan analgetik dalam ketidak mampuan
dengan tepat untuk secara aktif
 Menunjukkan tingkat  Kolaborasi pemberian
nyeri dengan kriteria analgetik sesuai kebutuhan
 Menyatakan nyeri  Gunakan komunikasi
berkurang terapiutik agar klien dapat
 Menunjukkan ekspresi mengekspresikan nyeri
wajah rileks  Ajarkan penggunaan teknik
 Kemampuan non farmakologi
istirahat/tidur cukup. (misalnya : relaksasi,
distraksi)
 Kolaborasi pemberian
analgetik
Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi
terpasangnya keperawatan selama 1x 24  Bersikan lingkungan secara
alat-alat invasif jam diharapkan tidak tepat setelah digunakan
dan prosedur terjadi infeksi dengan oleh klien
pembedahan kriteria hasil :  Ganti peralatan klien setiap
 Tanda vital dalam batas selesai setiap tindakan
normal  Batasi jumlah pengunjung
 Tidak ada tanda-tanda  Anjurkan dan ajarkan klien
infeksi (rubor,dolor, untuk cuci tangan dengan
kalor, fungsiolaesa, tepat
tumor)  Anjurkan pengunjung
 Hasil laborat dalam untuk mencuci tangan
batas normal sebelum dan setelah
( Leukosit ) meninggalkan ruangan
klien
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
klien
 Gunakan sarung tangan
steril
 Lakukan peawatan aseptik
pada semua jalur iv
 Lakukan teknik perawatan
luka yang tepat
 Tingkatkan asupan nutrisi
dan cairan
 Kolaborasi pemeriksaan
Lab dan pemberian
antibiotik.
Resiko NOC : NIC :
perdarahan  Blood lose severuty Bleeding precaution
berhubungan  Blood coagulation  Monitor tanda – tanda
dengan tindakan Setelah dilakukan asuhan perdarahan
pembedahan keperawatan selama 1 x  Catat nilai laborat (Hb, Ht)
24 jam diharapkan tidak  Monitor nilai laborat
ada tanda – tanda koagulasi (ACT)
perdarahan dengan kriteria  Monitor hemodinamik
hasil :  Identifikasi penyebab
 Parameter perdarahan
hemodinamik dalam  Monitor status cairan
batas normal.  Monitor produksi drain
 Perdarahan kurang dari  Kolaborasi pemberian
2 cc / kgBB produk darah
 Monitor tanda – tanda
perdarahan

E. Implementasi
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap
diagnosa yang diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam
mentoleransi tindakan yang akan dilakukan .

F. Evaluasi
Menilai apakah asuhan keperawatan yang diberikan dapat mengatasi
masalah keperawatan yang terjadi pada pasien.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Tn. H
2. Tanggal Lahir : 01 – 06 – 1948
3. Rekam Medik : 2019 – 46 – 16 – 98
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Umur : 71 Tahun
6. Agama : Islam
7. Pendidikan : Diploma
8. Pekerjaan : Swasta
9. Alamat : Jl. Suka tinggal RT 003/003, Lembang,
Bandung
10. Diagnosa Medis : MS Severe, TR Severe EF 62%, TAPSE 22
mm
11. Tindakan : MVR dengan Bioperimount no 33 mm
(15 jahitan pledget) tanggal 30 – 10 – 2019
12. Tanggal Masuk : 29 – 10 – 2019
13. Tanggal Pengkajian : 30 – 10 – 2019 Jam 14.30

B. Keluhan Utama
Tidak ada keluhan, kesadaran SAS 3, klien terpasang ventilasi mekanik
ventilator mode Volume Control, FiO2 50%, Rate 12 x/m, PEEP 5.
Kejadian penting selama pembedahan :
- Post cross clamp off VT/VF DC 1 x 20 joule Irama sinus
- Saat weaning CPB, irama AFSVR Pacing dengan setting HR 90
x/m, output 10 mV, sense asyncronize.
- Perdarahan intra operasi : 400 mL, CPB time : 70 menit, AoX time :
42 menit

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk mealui CAO pada tanggal 29-10-2019 diantar oleh
keluarganya yang akan direncanakan operasi pada tanggal 30-10-2019.
Sebelum masuk rawat inap pasien merasakan keluhan cepat lelah dan
kadang sesak saat setelah beraktifitas berat, kemudian dilakukan
pemeriksaan Echo dan didapatkan MS Severe, TR severe EF 62%. Setelah
itu diputuskan dalam konferensi bedah akan dilakukan MVr/R
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi dan
asma. Keluarga juga mengatakan pasien tidak pernah sakit parah dan tidak
pernah operasi sebelumnya . Pasien mengatakan sering cepat lelah dan
sesak saat beraktivitas.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pernyataan keluarga, tidak ada anggota keluarga inti dan anggota
keluarga lain yang pernah menderita penyakit jantung.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Penampilan Umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Tidak sadar, SAS 3
Berat Badan : 61 kg Tinggi Badan : 155cm
B. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 121/58 mmHg, MAP 72 mmHg
Nadi : 88 x/m
Nafas : 16 x/m
Suhu : 36,1 °C
CVP : 9 mmHg
Saturasi : 100% On Ventilator

C. Sistem Tubuh
1. Sistem Pernafasan
a. Inspeksi
Pengembangan dada simetris, terpasang ETT No. 7,5 , batas bibir
21cm, terpasang ventilator mode volume control FiO2 40%, PEEP
5, rate 12 x/m, PS 12, reflek batuk (+)
b. Perkusi
Redup pada kedua lapang paru
c. Auskultasi
Vesikuler, wheezing -/-
2. Sistem Kardiovaskular
TD : 121/58 mmHg, HR : 88 x/menit, pulsasi nadi perifer teraba kuat,
RR 16 x/menit, SpO2 : 100%, bunyi jantung S1 dan S2 normal, CRT
kembali dalam waktu 3 detik.
3. Sistem Persyarafan
Baik, tidak ada kelemahan dan kelumpuhan pada ekstremitas atas dan
bawah.
4. Sistem Perkemihan
Terpasang dower catheter no. 14 tanggal 30/10/19, urine output intra
operasi 800 mL, warna urine kuning, hematuria (-), distensi kandung
kemih (-)
5. Sistem Pencernaan
Klien masih puasa, keadaan mulut bersih, gigi tidak ada karies, tidak
menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor,
abdomen supel, acites (-), distensi abdomen (-), bising usus (+).
6. Sistem Integumen
Turgor kulit normal, klien terpasang central vena catheter di vena
subclavia sinistra (30/10/2019), arteri line di arteri radialis sinistra
(30/10/2019), terpasang drain di substernal no 28 dan intraperikard no
20 (30/10/2019), Swansganz/sheat di vena jugularis interna dekstra
(30/10/2019), tampak luka operasi di bagian dada dan wire pace
maker.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Pre Op (10/07/19 ): Hb 12.9 g/dl, HT 38.1%, Eritrosit 4.26 juta/Ul,
Leukosit 7030 /µL, Trombosit 143 ribu/µL, PT/Kontrol 10.8/11.0
detik, INR 0.98, APTT/Kontrol 28.7/30.8, Bilirubin total 0.44
mg/dl, CK/CKMB 90/8 U/L, Ureum 118.90 mg/dL, BUN 56,0
mg/dL, Creatinin 2.53 mg/dL, eGFR 25, AGDA : pH 7.40, PCO2
25.4, PO2 138.4, HCO3 15.9, BE -6.7, SaO2 99.5%, GDS 121, K
5.0, Na/Cl 137/111, Asam laktat 1.6, HBsAg Non reaktif
 Post op (30/10/19) : Hb 8.3 g/dl, HT 24,1%, Leukosit 9630 /µL,
Trombosit 81 ribu/µL, PT/Kontrol 14.1/11/0, INR 1.27,
APTT/Kontrol 66.1/30.8 detik, Fibrinogen 144, Bilirubin total 0.86
AGDA : pH 7.36, PCO2 37.7, PaO2 197.8, HCO3 21.8, BE -2.9,
SaO2 99.1, K 4.3, Na/Cl 138/109, Ca/Mg 1.17/0.65 GDS 185,
Asam Laktat 2.1
2. Foto Thorax (22/08/19)
Kesan : Kardiomegali dengan gambaran pembesaran atrium kiri, Paru
dalam batas normal.
3. Echo
Kesimpulan : MS Severe, TR Severe EF 62%
4. DUS
Kesan :
 Plaque stabil pada bifurcation arteri carotis kanan-kiri, arteri
karotis interna kanan
 Normal flow pada semua level arteri carotis kanan-kiri
 Normal flow dan diameter arteri vertebralis kanan-kiri
5. Elektrokardiografi
Hasil EKG tanggal 30/10/2019
Irama tidak teratur, HR : 92 x/m, Gel. P sulit diidentifikasi, PR interval
sulit diidentifikasi, K.QRS sempit, ST segmen normal, Normo Axis.
Kesimpulan : Atrial fibrilasi normo ventrikel respons.

4. Terapi Obat
 Maintenance RL 100 mL/jam
 Syringe Pump :
o Dobutamin 250mg/50mL → 5μg/kgBB/menit
o Morphin 10mg/50mL → 20μg/kgBB/jam
 Cefuroxime 3x1,5gr IV
 Ondancentron 2x4mg IV
 Omeprazole 2x40mg IV
III. ANALISA DATA
N DATA FOKUS MASALAH
O

1 DS : -
DO :

 Kesadaran SAS 3
 Klien masih terintubasi Gangguan ventilasi
spontan berhubungan
 Pernafasan dengan support ventilasi mekanik
dengan disfungsi
modus volume control FiO2 40%, PEEP 5, rate 12
neuromuscular dan
x/m, PS 12
gangguan metabolisme
 AGDA post op : pH 7.36, PCO2 37.7, PaO2 197.8,
HCO3 21.8, BE -2.9, SaO2 99.1, K 4.3, Na/Cl
138/109, Ca/Mg 1.17/0.65 GDS 185, Asam Laktat
2.1

2 DS : -
DO :

 Kesadaran SAS 3
 TD 121/58 mmHg, MAP 72 mmHg, HR 88
x/menit, RR 16 x/menit, Suhu 36,1oC, akral dingin, Resiko penurunan curah

EKG AF normo ventrikular respon, nilai CVP 9 jantung berhubungan

mmHg, saturasi O2 100%, CRT < 3 detik, Support dengan gangguan irama,

terapi dobutamin 5 mcg/KgBB/menit preload dan

 Perdarahan di kamar operasi 400 cc kontraktilitas

 Urine output intra op 800 cc


 Pasien dilakukan pembedahan menggunakan mesin
CPB, CPB time = 70 menit, AoX time = 42 menit
 Echo EF 62%

3 DS : - Resiko infeksi b.d


DO : terpasangnya alat-alat
invasive dan prosedur
 Terpasang ETT No. 7,5 batas bibir 21
 Terpasang dower chateter No.14
 Terpasang CVP di vena subclavia sinistra
 Terpasang arteri line di radialis dextra
pembedahan
 Terpasang drain di substernal no 28 dan
intrapericard no 20
 Tampak luka operasi di mid sternum
 Terapi injeksi : Cefuroxime 3 x 1,5 gram

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
dan gangguan metabolisme.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama,
preload dan kontraktilitas.
3. Resiko infeksi b.d terpasangnya alat-alat invasive dan prosedur
pembedahan.

V. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan
Hasil
1 Gangguan ventilasi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas dan
spontan keperawatan selama 1 x bunyi napas
berhubungan 24 jam masalah teratasi 2. Monitor kesimetrisan
dengan disfungsi dengan kriteria hasil : pergerakan dinding
neuromuscular dan  Hemodinamik stabil dada
gangguan  Saturasi oksigen 3. Monitor saturasi
metabolisme diatas 97% oksigen
 Auskultasi suara 4. Monitor jumlah, warna
napas vesikuler di dan kekentalan sputum
kedua lapang paru 5. Monitor adanya
 Volume tidal 6-8 sumbatan jalan napas
cc/bb 6. Monitor efek ventilator
 Tidak ada akumulasi terhadap status
sputum oksigenasi
 Irama napas, 7. Atur posisi pasien
frekuensi pernapasan untuk memaksimalkan
dalam rentang normal ventilasi dan mencegah
 Hasil pemeriksaan aspirasi
AGDA normal 8. Lakukan penghisapan
dengan PaO2 dan lendir sesuai kebutuhan
PaCo2 normal dan kurang dari 15 dtk
9. Kolaborasi untuk
pemberian ekspektoran,
mukolitik
10. Kolaborasi pemilihan
mode ventilator
11. Pantau AGDA
12. Catat adanya sianosis
2 Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan 1. Dokumentasikan
curah jantung keperawatan selama 3 x adanya disritmia
berhubungan 24 jam masalah teratasi jantung
dengan gangguan dengan kriteria hasil : 2. Observasi tanda-tanda
preload  Tanda tanda vital vital
dalam batas normal 3. Observasi status
 Tidak ada edema kardiovaskular
paru, perifer dan 4. Kaji tanda dan gejala
asites penurunan curah
 AGD dalam batas jantung
normal 5. Observasi status
 Tidak ada distensi respirasi terhadap
vena jugularis gejala gagal jantung
 Pengeluaran urin 6. Observasi
normal keseimbangan cairan
 Tidak ada aritmia (intake dan output
cairan)
7. Kolaborasi pemberian
obat antiaritmia,
inotropik, dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
3 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Cuci tangan setiap
terpasangnya alat- keperawatan selama 1 x sebelum dan sesudah
alat invasive dan 24 jam masalah teratasi tindakan keperawatan
prosedur dengan kriteria hasil : 2. Gunakan sabun
pembedahan.  Tanda vital dalam antimicroba untuk cuci
batas normal tangan
 Tidak ada tanda- 3. Pertahankan
tanda infeksi (rubor, lingkungan yang
dolor, kalor, aseptic
fungsiolaesa, tumor) 4. Monitor tanda dan
 Hasil lab dalam batas gejala infeksi
normal ( Leukosit ) 5. Kolaborasi pemberian
therapy antibiotic bila
perlu

VI. IMPLEMENTASI
Tanggal / Jam No. Dx Implementasi

30/10/2019 1, 2, dan 3  Mencuci tangan sebelum menyentuh klien


Jam 14.30  Menggunakan sabun antimicroba untuk cuci tangan
 Memantau tanda-tanda vital
 Memantau AGDA
 Memantau pola nafas dan bunyi nafas
 Mencatat adanya sianosis
 Memonitor hemodinamik
 Memonitor intake dan output cairan
 Memonitor produksi drain
 Mencuci tangan setelah menyentuh klien
30/10/2019 1, 2, dan 3  Mencuci tangan sebelum menyentuh klien
Jam 15.30  Memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
dengan posisi semi fowler
 Weaning ventilator mode P-SiMV (pressure control)
FiO2 40%, Rate 10 x/m, PEEP 5
 Memantau pola nafas dan bunyi nafas
 Mencuci tangan setelah menyentuh klien
 Memonitor intake dan output cairan
 Memonitor produksi drain
 Menggunakan sabun antimicroba untuk cuci tangan
 Mempertahankan lingkungan yang aseptic
30/10/2019 1, 2, dan 3  Mencuci tangan sebelum menyentuh klien
Jam 18.00  Weaning ventilator mode PS 6 FiO2 40%, PEEP 5
 Memantau pola nafas dan bunyi nafas
 Mencuci tangan setelah menyentuh klien
 Memonitor intake dan output cairan
 Memonitor produksi drain
 Mencuci tangan setelah menyentuh klien
 Menggunakan sabun antimicroba untuk cuci tangan
30/10/2019 1, 2, dan 3  Mencuci tangan sebelum menyentuh klien
Jam 20.00  Memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
dengan posisi semi fowler
 Memantau AGDA
 Memonitor intake dan output cairan
 Mencuci tangan setelah menyentuh klien
 Menggunakan sabun antimicroba untuk cuci tangan

VII. EVALUASI
Tanggal / Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Jam
30/10/2019 Gangguan ventilasi S : -
Jam 20.30 spontan berhubungan O :
dengan disfungsi
 BP 121/85 mmHg, HR 91
neuromuscular dan
x/menit, RR 23x/menit, SPO2
gangguan metabolisme 100%, suhu : 36,6°C
 Kesadaran Composmentis
 Terpasang ventilator mode PS 6,
FiO2 40% PEEP : 5
 AGDA: pH 7.35/ PaO2 181,7/
PCO2 28,8/ HCO3 16.1/ BE
-8.1/ SaO2 99,4/ K 4,4/ Na 139/
Cl 110/ Ca 1,18/ Mg 0,60/ Asam
laktat 8,1/ GDS 301
A : Masalah gangguan ventilasi spontan
teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
 Memantau tanda-tanda vital
 Memantau AGDA
 Memantau pola nafas dan bunyi
nafas
 Mencatat adanya sianosis
30/10/2019 Resiko penurunan curah S : -
Jam 20.30 jantung berhubungan O :
dengan gangguan irama,
 Balance cairan +375 cc /5jam
preload dan kontraktilitas
 Produksi drain 120 cc /5 jam
 BP 126/78 mmHg MAP 86
mmHg, HR 82 x/m, SPO2 100%
A : Masalah penurunan curah jantung
tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi perawatan

 Memonitor intake dan output


cairan
 Memonitor produksi drain
 Mengkaji tanda dan gejala
penurunan curah jantung
 Memberikan terapi dobutamin 5
mcg/kgbb/menit
30/10/2019 Resiko infeksi b.d S : -
Jam 20.30 terpasangnya alat-alat O :
invasive dan prosedur
 Klien bebas dari tanda dan
pembedahan
gejala infeksi
 Suhu 36,6°C
 Leukosit 9630 /µL
 Memberikan terapi injeksi
Cefuroxime 1,5 gr IV
A : Masalah infeksi tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi perawatan

 Mencuci tangan sebelum


menyentuh klien
 Mencuci tangan setelah
menyentuh klien
 Menggunakan sabun
antimicroba untuk cuci tangan
 Monitor tanda dan gejala infeksi

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas kesesuaian antara landasan teori dan
tinjauan kasus pada klien Tn. H dengan post Mitral Valve Replacement
(MVR) di ruang ICU Bedah Dewasa Rumah Sakit Jantung dan pembuluh
Darah Harapan Kita. Pada klien didapati dengan MS Severe EF 62% dan
dilakukan tindakan operasi Mitral Valve Replacement (MVR) dengan
menggunakan katup bioprostetik dengan tujuan untuk mengembalikan
fungsi jantung agar dapat kembali normal. Pada saat pasien datang dari
kamar operasi, tindakan pertama yang dilakukan mengikuti prosedur yang
ada di ICU Bedah Dewasa RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Adapun prosedur yang terlebih dahulu dilakukan diantaranya adalah
observasi terhadap tanda-tanda vital pasien, menyambungkan alat-alat
seperti ventilator, monitor hemodinamik, menyambungkan selang Water
Seal Drainage dan menyambungkan alat-alat invasif lainnya. Kemudian
perawat melakukan serah terima pasien (hand over) yang meliputi
pengkajian masalah selama intra operasi, tanda-tanda vital, jumlah urine
output dan drain dari ruang operasi serta obat-obatan yang telah diberikan,
kemudian dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengkaji masalah yang
terjadi pada pasien dan kemudian melakukan intervensi keperawatan.
Dari kesimpulan diatas, peneliti menyimpulkan terdapat kesenjangan
antara teori dengan kasus dilapangan yang dilakukan pengkajian. Adapun
kesenjangan yang didapat yaitu pada penentuan prioritas masalah
keperawatan.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan yang
dilakukan pada saat pengkajian yakni mengumpulkan data, memvalidasi data,
mengorganisasi data dan mencatat data yang diperoleh (Kozier, 2011).
Pengkajian pada Tn. H dilakukan sesuai dengan teori yang didapat tanggal
30 Oktober 2019 jam 14.30 WIB. Pengkajian didapat melalui anamneses,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium, dan
hemodinamik klien.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Dalam pembahasan diagnosa keperawatan peneliti membandingakan
antara diagnosa keperawatan pada teori (NANDA NIC – NOC, 2015) dengan
diagnosa keperawatan pada Tn. H dengan post MVR. Adapun masalah
keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. H antara lain:
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
dan gangguan metabolisme
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama,
preload dan kontraktilitas.
3. Resiko infeksi b.d terpasangnya alat-alat invasive dan prosedur
pembedahan.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


Sebelum menentukan perencanaan keperawatan, terlebih dahulu
menentukan masalah keperawatan pada klien, kemudian menentukan prioritas
berdasarkan kegawatan. Pada penentuan prioritas masalah, diagnosa pertama
terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Diagnosa prioritas pada klien
adalah Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular dan gangguan metabolisme.
Faktor pendukung pada tahap perencanaan yaitu data yang menunjang
serta tersedianya literature sehingga memudahkan untuk menetapkan rencana
tindakan dan kriteria hasil. Faktor penghambat adalah keterbatasan waktu
dalam pelaksanaan keperawatan.

IV. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan pada klien Tn. H dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah disusun sesuai dengan masalah klien. Seluruh
rencana tindakan dapat dilakukan, tetapi tidak dalam 24 jam karena
keterbatasan waktu, sehingga peneliti berkolaborasi dengan perawat ruangan
untuk melanjutkan rencana keperawatan yang berkelanjutan.
V. EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dari keempat diagnosa yang
diangkat belum dapat teratasi secara maksimal karena adanya kendala waktu
dalam melakukan implementasi.

BAB V
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Stenosis Mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan ukuran
katup mitral sampai 2 cm2. Pasien dengan mitral stenosis secara khas
memiliki daun katup mitral yang menebal, komisura yang menyatu dan chorda
tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung
biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dalam katup mitral dan
pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Selain itu peningkatan
tekanan vena pulmonalis dapat terjadi.
Sebagian besar mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung rematik
(lebih dari 90%). Penyebab lainnya (kurang dari 1%) adalah karena
kongengital, kalsifikasi ataupun karena infeksi endokarditis dimana adanya
vegetasi yang menyebabkan stenosis.
Penatalaksanaan medis stenosis mitral ditujukan untuk menghilangkan
atau menurunkan kemungkinan penurunan curah jantung dan terjadinya
kongesti paru. Prinsip dasar penatalaksanaan mitral stenosis adalah
melebarkan lubang katup mitral yang menyempit. Tetapi indikasi intervensi
ini hanya untuk pasien dengan kelas fungsional III & IV (NYHA). Intervensi
dapat bersifat bedah dan non bedah. Intervensi non bedah meliputi antibiotik,
terapi anticoagulan, obat obatan, dan pengaturan aktivitas. Sedangkan
intervensi bedah ada dua yaitu Mitral valve repair (MVr) dan Mitral valve
Replacement (MVR). Penggantian Katup Mitral adalah suatu prosedur
pembedahan jantung dimana katup mitral pasien yang mengalami gangguan
diganti dengan katup mekanik buatan atau katup bioprostetik. Tujuan dari
penggantian katup mitral sendiri adalah untuk memperbaiki kondisi katup
sehingga pasien dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan sebelum dilakukan operasi.
Komplikasi jangka pendek dari operasi MVR antara lain adalah
perdarahan post operasi dan juga efek dari penggunaan mesin CPB itu sendiri
yang sangat berpengaruh terhadap sirkulasi jantung misalnya penurunan curah
jantung. Sedangkan komplikasi jangka panjang dari operasi MVR antara lain
dehisens katup, trombosis katup, atau kesalahan dari paket pabrikan. Dengan
demikian pasien dan keluarga harus benar benar disiapkan dengan pemberian
edukasi baik kepada pasien ataupun keluarga agar dapat memberikan
dukungan dan kontribusi untuk menurunkan komplikasi ini pada pasien. Peran
perawat sangatlah besar untuk melibatkan pasien sendiri dan keluarga dalam
menjalani program pola hidup sehat dan kepatuhan akan pengobatan.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Mitral stenosis yang dilakukan
tindakan operasi MVR meliputi pengkajian, analisa data sebagai penetapan
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Kriteria hasil
juga ditetapkan sebagai parameter pencapaian tujuan pada diagnosa. Intervensi
dan Implementasi yang dilakukan telah sesuai dengan perkembangan teori
yang ada sehingga menunjang keberhasilan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan Mitral Stenosis yang
dilakukan operasi MVR. Proses asuhan keperawatan dari pre operasi, intra
operasi, dan juga post operasi harus berkesinambungan demi peningkatan
kualitas hidup pasien itu sendiri.
Pada asuhan keperawatan Tn. H dengan post Mitral Valve Replacement
(MVR) ini, peneliti mendapatkan masalah keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
dan gangguan metabolisme.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama,
preload dan kontraktilitas.
3. Resiko infeksi b.d terpasangnya alat-alat invasive dan prosedur
pembedahan.
Dari ketiga masalah tersebut telah dilakukan perencanaan dan
penatalaksanaan keperawatan berdasarkan kriteria hasil, kemudian didapatkan
evaluasi bahwa masalah keperawatan belum teratasi, dikarenakan waktu yang
terbatas dalam memberikan asuhan keperawatan.
II. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, penulis memberikan saran
demi meningkatkan mutu asuhan keperawatan yaitu :
A. Perawat diharapkan dapat melengkapi format pengkajian dan dokumentasi
tindakan yang telah dilakukan beserta respon yang terjadi pada pasien
secara lengkap baik itu tindakan pre operasi, intra operasi maupun post
operasi yang sudah tersedia di ruangan untuk menilai dan mengetahui
perkembangan respon pasien terhadap asuhan yang telah diberikan
sehingga tercapai asuhan keperawatan yang optimal pada pasien yang
dilakukan tindakan operasi MVR.
B. Perawat diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan post
operasi MVR secara komprehensif sehingga mampu berpikir kritis dalam
mengatasi masalah yang terjadi pada pasien khususnya pasien yang
dilakukan tindakan operasi MVR.
C. Perawat diharapkan mampu mengatasi komplikasi – komplikasi post
operasi yang mungkin terjadi yang pada akhirnya adalah demi
kesembuhan dan keselamatan pasien karena hal tersebut dapat
meningkatkan status kesehatan pasien. Hal ini merupakan salah satu peran
kita sebagai perawat dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
D. Perawat harus memiliki pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang dilakukan operasi MVR, sehingga asuhan
keperawatan dapat dilakukan dengan maksimal baik pada pasien maupun
keluarga. Selain itu perawat juga harus memberikan pendidikan kesehatan
mengenai kepatuhan minum obat anti koagulan yang harus diminum oleh
pasien supaya tidak terjadi kerusakan kembali pada katup dan katup tetap
bisa befungsi optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasekhar, et al. 2009. Mitral Stenosis. Lancet, 374: 1271-83


Brunner, dan Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol
2. Jakarta: EGC.
Dima, C. 2014. Mitral Stenosis Treatment & Management (L. Prisant,
Editor), from Medscape :
http://emedicine.medscape.com/article/155724-treatment.
Indrajaya, T dan Ghani, A. 2014. Stenosis Mitral. Dalam : Setiati, S, Alwi,
I, Sudoyo, AW, Sumadibroto, M, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I , Edisi ke 6. Jakarta: Internal Publishing.
Lilly LS. 2011. Pathophysiology Of Heart Disease. Philadelphia: Lippicott
Williams Wilkins.
Nurarif, AH dan Kusuma,H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC – NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Otto CM, Bonow RO. 2012. Valvular Heart Disease edisi kedelapan.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Porth, C dan Matfin, G. 2009. Pathophysiology Concept of Altered Health
States (8th Edition ed). Philadelphia: Lippicott Williams Wilkins.
Puruhito. 2013. Buku Ajar Premier Ilmu Brdah Thorak, kardiak, dan
Vaskular. Surabaya: Airlangga University Press.
Reza, G & Hanafy, D. 2012. Mitral Valve Replacement (MVR) from
Bedah Jantung: http://www.bedahjantung.org/2012/12/mitral-valve-
replacement-mvr.html
Seckeler MD, Hoke TR. 2011. The Worldwide Epidemiology Of Acute
Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. Dove Medical Press.
Smeltzer, S. C. Bare, B. Hinkle, J. & Cheever, K.H. 2010. Brunner and
Suddarth’s texbook of medical Surgical Nursing (12nd Edition ed).
Philadelpia: Lippicott Williams & Wilkins.
Vijaya laksmi dan Narasimhan. 2011. Role Of Echocardiography in
Rheumatic Heart Disease 1st Edition. New delhi: Jaypee Brother
Medical Publisher.

Anda mungkin juga menyukai