STUDI KASUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Khusus
di Ruang ICU Bedah Dewasa
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD FAHMI RIZAL, AMK
RSUD ULIN BANJARMASIN
PROGRAM PELATIHAN
KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR KHUSUS
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing I
Ns. Eko Febrianto, S.Kep (…………………….)
Pembimbing II
Ns. Tandang Susanto, S.Kep, Sp.KMB (…………………….)
Penilai I
Ns. Nur’aini, S.Kep (…………………….)
Penilai II
Ns. Eti Herawati, S.Kep (…………………….)
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal, Desember 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat
dan hidayahNya Penulis dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. H DENGAN MITRAL STENOSIS
YANG DILAKUKAN TINDAKAN MITRAL VALVE REPLACEMENT
(MVR) DENGAN KATUP BIOPROSTETIK DI RUANG ICU BEDAH
DEWASA”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai peserta Pelatihan
Keperawatan Kardiovaskular Khusus di RS Jantung dan Pembuluh darah Harapan
Kita Jakarta.
Dalam penyelesaian makalah, penulis juga tidak terlepas dari berbagai
kendala. Namun, atas dukungan, bantun dan bimbingan dari berbagai pihak,
Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimak kasih kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
I. Pengkajian …………………………………………… 27
II. Pemeriksaan Fisik …………………………………………… 28
III. Analisa Data …………………………………………… 31
IV. Diagnosa Keperawatan …………………………………… 32
V. Intervensi Keperawatan …………………………………… 32
VI. Implementasi …………………………………………… 34
VII. Evaluasi …………………………………………… 35
I. Latar belakang
Mitral stenosis merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri
akibat adanya halangan pembukaan katup atau yang disebut juga pengurangan
Mitral Valve Area (MVA) secara sempurna saat fase pengisian diastolik
ventrikel kiri (Vijaya Laksmi & Narasimhan, 2011). Pengurangan MVA
terjadi akibat inflamasi seperti penyakit jantung rematik yang mengakibatkan
penebalan, perlengketan, serta fibrosis katup. Penyebab lain yang cukup
jarang terjadi berupa mitral stenosis kongenital, carsinoid, system lupus
eritematosus (SLE), deposit amiloid, rheumatoid arthritis dan kalsifikasi
annulus daun katup (Indrajaya & Ghanie, 2014).
Kondisi penyempitan MVA mengakibatkan berkurangnya pengisian pasif
ventrikel kiri serta peningkatan tekanan atrium kiri yang memunculkan
berbagai komplikasi berupa atrial fibrilasi, emboli, PH dan gagal jantung
kanan (Indrajaya dan Ghanie, 2014; Vahanian et al., 2012; Le, 2014).
Komplikasi mitral stenosis tersebut dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas seperti atrial fibrilasi dengan risiko stroke 5 kali lebih besar, gagal
jantung 3 kali lebih besar, dan kematian 2 kali lebih besar. Komplikasi mitral
stenosis berupa emboli memiliki risiko infark miokardium dan gangguan
neurologis lainnya (Otto dan Bonow, 2012).
Risiko komplikasi yang lambat laun mengancam nyawa serta menurunkan
kualitas kehidupan tersebut terus menjadi perhatian karena diperkirakan
sekitar 15 juta penduduk dunia menderita penyakit jantung rematik (penyebab
utama mitral stenosis) dengan 282,000 kasus baru serta 233,000 jiwa
meninggal setiap tahunnya (Seckeler dan Hoke, 2011). Prevalensi kejadian
mitral stenosis di Amerika Serikat yaitu 0,1% dan di Eropa berdasarkan Euro
Heart Survey mencapai 9% (Lung dan Vahanian, 2011). Prevalensi penyakit
katup jantung di negara maju diperkirakan berkisar 2,5% dari penyakit jantung
dikarenakan penyebab yang degeneratif. (Lung B & Vahanian, 2014).
Prevalensi di negara berkembang diperkirakan sekitar 15-25 % dan memiliki
tendensi beragam episode infeksi yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan
severitas stenosis lebih berat dan lebih dini (Chandrasekhar et al., 2009)
Penatalaksanaan dari penyakit katup mitral stenosis salah satunya adalah
intervensi bedah yaitu Mitral valve repair/replacement (Reza & Hanafi, 2012).
Operasi katup jantung mitral pertama kali dilakukan pada tahun 1960 yang
merupakan sebuah inovasi besar di dunia jantung. Karena penanganan
penyakit katub jantung mitral sebelumnya hanya coba ditangani dengan obat –
obatan. Teknik mitral valve repair kemudian dimulai pada tahun 1970-an.
Teknik pembedahan katup mitral yang kini paling sering digunakan untuk
mengoreksi kelainan katup yaitu Mitral Valve Repair (memperbaiki katup)
dan Mitral Valve Replacement (mengganti katup) dengan katup buatan, baik
secara mekanik atau bioprostetic (Puruhito, 2013).
Dari data jumlah operasi katup baik repair ataupun replace di Rumah sakit
Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada tahun 2015 didapatkan
data jumlah prosedure operasi katup sebanyak 382 kasus, pada tahun 2016
didapat data sebanyak 568 kasus, hal ini menunjukkan adanya kenaikan dari
tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 kasus pasien dengan Mitral stenosis
semakin meningkat yaitu didapatkan data sebanyak 789 kasus yang dilakukan
operasi katup. Untuk prosedure MVR pada tahun 2016 didapat data sebanyak
137 kasus sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 289 kasus.
Pada pasien dengan pasca penggantian katup mekanik harus minum obat
pengencer darah seumur hidup, sedangkan untuk katup bioprostetic hanya
tiga bulan (Reza & Hanafi, 2012). Pemantauan nilai INR harus tetap dijaga
dan di cek ulang tiap satu minggu hal ini menjadi perhatian lebih bagi pasien
dengan post MVR (Puruhito, 2013). Agar dapat memberikan asuhan
keperawatan sebaik-baiknya, kita perlu mengetahui gejala-gejala dini
penyebab serta permasalahannya. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti perlu
memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional yang
harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan pasien dengan post MVR, maka peneliti membuat
laporan mengenai asuhan keperawatan pada pasien tersebut.
B. Etiologi
Sebagian besar mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung
rematik (lebih dari 90%). Penyebab lainnya (kurang dari 1%) adalah
karena kongengital, kalsifikasi ataupun karena infeksi endokarditis dimana
adanya vegetasi yang menyebabkan stenosis (L. S. Lilly, 2011). Kelainan
katup mitral karena kongenital umumnya sangat jarang, disebabkan saat
lahir daun katub tidak terbentuk dengan baik, ukuran tidak sesuai (terlalu
kecil/besar) atau daun katup tidak menempel pada anulus sehingga terjadi
kebocoran/stenosis katup. Pada MS reumatik daun katup secara difus
memadat oleh jaringan fibrosis dengan atau deposit kalsifikasi.
Komisura mitral bergabung, korda tendenae memendek, daun katup
kaku dan perubahan ini menyebabkan pembatasan pada katup yang
berbentuk funnel chest (mulut ikan). Kalsifikasi dari mitral stenosis
melumpuhkan daun katup dan penyempitan orifisium. Pembentukan
trombus dan embolisasi arteri dapat berkembang menjadi kalsifikasi katup,
tetapi pada pasien dengan atrial fibrilasi, trombus berkembang dari dilatasi
atrium kiri (Puruhito, 2013)
Pada proses degeneratif, biasanya pada usia 65 keatas disebabkan
karena penumpukan kalsium pada anulus dan daun katup (fibro calcific
degeneratif) sehingga mengganggu pergerakan katup. Infeksi endokarditis
adalah proses peradangan pada endokardium, khususnya katup jantung.
Kuman yang paling banyak berperan diantaranya staphylococcus aureus
dan streptococcus viridan selain bakteri bisa juga karena Fungi (candida,
aspergilus), kuman ini paling sering masuk melalui saluran napas atas,
melalui genital, saluran pencernaaan dan pembuluh darah (Brunner &
Sudart, 2008).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi pasien dengan mitral stenosis berkaitan dengan tingkat
aktivitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral,
misalnya wanita hamil. Keluhan dapat berupa takikardi, dispnea, takipnea,
atau ortopnea dan denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal
jantung, batuk darah, atau tromboemboli cerebral maupun perifer.
Sebagian besar penderita mitral stenosis mempunyai keluhan utama
berupa sesak nafas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral
yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari – hari, PND,
ortopnea, dan oedema paru. Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga
merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu 30 – 40
%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang
akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri (Journal cardiovascular
innovation and applications Mitral Stenosis: A review, ISSN, 2016).
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik tekanan arteri
pulmonalis belum terlalu tinggi keluhan lebih mengarah pada akibat
bendungan atrium kiri, vena pulmonal, dan interstitial paru. Jika ventrikel
kanan sudah tidak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri
pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama
sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada fase lanjutan ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan
alveolar paru akan terdengar ronchi basah pada fase ekspirasi. Jika hal ini
berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gagal jantung kanan,
keluhan dan tanda – tanda edema paru akan berkurang dan menghilang
dan sebaliknya tanda – tanda edema sistemikakan menonjol (peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan edema tungkai). Pada
fase ini tanda – tanda gagal hati akan mencolok, seperti ikterus,
menurunnya protein plasma dan hioperpigmentasi kulit (Journal
cardiovascular innovation and applications Mitral Stenosis: A review,
ISSN, 2016).
D. Patofisiologi
Pada keadaan mitral stenosis akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan
daun katup, kalsifikasi, fusi komisura, serta pemendekan chorda. Keadaan
ini akan menimbulkan distorsi dari bagian mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral, fusi komisura akan menyebabkan
penyempitan orifisium, sedangkan fusi chorda akan menyebabkan
penyempitan orifisium sekunder. Keadaan ini akan menyebabkan kenaikan
tekanan atrium kiri dan diteruskan ke vena pulmonalis selanjutnya
mengakibatkan kongesti paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea)
(Puruhito, 2013).
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai satu per dua dari normal (< 2-2,5 cm2). Dilihat
dari fungsi lama waktu pengisisan dan besarnya pengisian, gejala akan
muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran trans mitral besar,
sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walau area belum terlalu
sempit (> 1,5 cm2). Pada stenosis mitral ringan gejala yang muncul
biasanaya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan kecepatan aliran atau
curah jantung, menurunkan periode pengisian diastole yang akan
meningkatkan tekanan atrium kiri secara dramatis pada beberapa keadaan
seperti latihan, stress dan emosi, infeksi, kehamilan serta fibrilasi atrium
dengan respon ventrikel cepat dengan bertambah sempitnya area mitral
maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi
keluhan. Apabila area mitral < 1 cm2 yang berupa stenosis mitra berat
maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.
Dengan adanya stenosis mitral, darah akan mengalami kesulitan atau
tidak dapat masuk dari atrium kiri menuju ventrikel kiri, darah ini
kemudian akan tertampung di atrium kiri. Hal ini akan menyebabkan
tekanan di atrium kiri meningkat, bahkan dapat mengakibatkan refluk ke
paru dan apabila melakukan aktivitas berat hal ini akan memperberat
kongesti paru sehingga terjadi sesak nafas. Pada akhirnya akan terjadi
vasodilatasi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan extravasasi dan
memperbesar jarak alveoli dan kapiler sehingga mempersulit proses difusi.
Extravasasi menuju ruang intrapleura ini dapat mengakibatkan suara
ronchi basah saat dilakukan pemeriksaan paru. Selain itu bendungan di
kapiler dan vena paru dapat menyebabkan terjadinya pecahnya vena
bronkhialis yang ditandai dengan hemoptisis (Puruhito, 2013)
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,
kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup
trikuspid atau pulmonal. Akhirnya vena – vena sistemik akan mengalami
bendungan pula, salah satunya bendungan pada hati dalam watu yang lama
akan menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
dengan meningkatkan denyut jantung (takikardi). Tetapi kompensasi ini
tidak selamanya efektif menambah jumlah curah jantung karena pada
tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada
otot – otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi
fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dan
mempermudah pembentukan trombus di atrium kiri. Penilaian trombus di
atrium kiri akan lebih sensitif dengan menggunakan Transesofageal
Echocardiografi (TEE).
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif
akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru
berupa vasokonstriksi akibat reaksi neurohumoral atau perubahan anatomi
yaitu remodeling akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima yang
mana akan memicu terbentuknya trombus (20% pasien) dan terjadinya
atrial fibrilasi (40% pasien). Pada kasus yang masih awal hal ini biasanya
masih bisa kembali ke normal, namun pada keadaan peningkatan tekanan
pulmonal yang lama dan berat akan menimbulkan kondisi yang
ireversible. Pada kasus dengan tekanan pulmonal yang tinggi tidak jarang
diikuti dengan regurgitasi trikuspid biasanya akibat dilatasi ventrikel
kanan.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis stenosis mitral ditujukan untuk menghilangkan
atau menurunkan kemungkinan penurunan curah jantung dan terjadinya
kongesti paru (Port & Matfin, 2009). Prinsip dasar penatalaksanaan mitral
stenosis adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit. Tetapi
indikasi intervensi ini hanya untuk pasien dengan kelas fungsional III &
IV (NYHA). Intervensi dapat bersifat bedah dan non bedah (Puruhito,
2013).
1. Antibiotik profilaksis
Klien dengan riwayat demam reumatik dapat diberikan profilaksis
antibiotik terhadap bakteri yang menyebabkan demam reumatik
(Streptococcus group A betahemolitikus). Secara premier pencegahan
faringitis streptococcus group A rekuren adalah metode paling efektif
untuk mencegah penyakit jantung rematik berat (pencegahan sebelum
reumatik berulang atau berkembang) (Northwestern medicine, 2015).
Namun demam reumatik dapat berulang bahkan ketika infeksi
simptomatik diobati secara optimal. Oleh karena itu pencegahan
demam reumatik membutuhkan profilaksis antibiotik jangka panjang.
Profilaksis ini mencegah rekuren demam reumatik.
2. Terapi anticoagulant
Pasien dalam keadaan fibrilasi atrium dapat diberikan terapi
anticoagulasi dengan tujuan untuk mengendalikan laju ventrikel dan
mencegah emboli sistemik (Smeltzer, Bare, Hikle, Cheever, 2010).
Selain itu terapi anticoagulasi ini juga digunakan untuk mengurangi
risiko perkembangan trombus atrium (Porth & Matfin, 2009).
Anticoagulan ini penting diberikan untuk mencegah stroke akibat
embolus yang timbul akibat atrial fibrilasi.
3. Obat – obatan
Fibrilasi atrium juga dapat di kontrol dengan Calcium Channel Bloker
dan Beta Bloker. Denyut ventrikel dapat diperlambat dengan
pemberian beta bloker IV atau calcium chanel bloker ( Diltiazem atau
verapamil ). Denyut atau ritma jantung dapat di kontrol dengan beta
bloker oral, CCB, amiodarone, atau digoxin (Dima, 2014).
4. Pengaturan aktivitas
Perlu diperhatikan bahwa pasien dengan stenosis mitral harus
menghindari aktivitas yang berat dan olah raga yang kompetitif untuk
menghindari peningkatan denyut jantung (Smeltzer, Bare, Hikle,
Cheever, 2010).
5. Intervensi bedah
Bila terjadi emboli berulang pada klien, maka perlu dilakukan tindakan
bedah meskipun terapi anticoagulan memadai (Dima, 2014). Intervensi
bedah diantaranya adalah baloon valvulotomi, commissurotomy dan
perbaikan atau penggantian katup mitral dapat digunakan untuk
mengatasi penyakit katup mitral degenerative dan fungsional (Porth &
Matfin, 2009).
Indikasi untuk dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
a. Stenosis sedang sampai berat dilihat dari beratnya stenosis dan
keluhan.
b. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
c. Stenosis mitral dengan risiko tinggi terhadap timbulnya emboli,
usia tua dengan atrial fibrilasi.
2. Setting ventilator
Kesadaran pasien dari kamar operasi masih dalam pengaruh anestesi,
sampai di ICU segera respirator di pasang dan dimonitor ETT , tidal
volume, minute volume, RR, FiO2, PEEP, monitoring adakah cairan
atau secret yang keluar, bagaimana konsistensinya
3. Monitoring hemodinamik
Dilakukan pemantauan hemodinamik post operasi meliputi CVP,
tekanan darah arteri, denyut nadi perifer, HR, dosis support terapi yang
digunakan, alat alat yang terpasang pada pasien.
4. Merekam EKG
Perekaman EKG dilakukan segera setelah pasien pindah, dilihat irama
dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES,
Blok dll.
5. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari waktu pasien mulai bangun. Kaji apakah pasien
masih diberikan obat obat sedatif atau pelumpuh otot. Bila pasien
mulai bangun ajarkan pasien untuk mulai menggerakkan ke empat
ekstrimitas.
6. Fungsi ginjal
Monitor produksi urin tiap jam dan warna urin, adakan hematuri atau
tidak. Pemeriksaan ureum kreatinin bila diperlukann
7. Pemeriksaa laboratorium
Pemeriksaan laborat yang dikerjakan adalah Hb, Ht, trombosit,
leukosit, ACT, INR, BGA, albuminn, GDS, ureum, kreatinin,
8. Monitoring produksi WSD
Monitoring produksi drain tiap jam, bila ada perdarahan lebih dari
200cc/jam perlu dilakukan monitiring tiap 15 menit atau 30 menit.
9. Pemeriksaan foto thorak
Pemeriksaan foto thorak di ICU dilakukan segera setelah pasien
sampai di ICU, bertujuan untuk melihat alat – alat invasif yang
terpasang pada tubuh pasien, seperti CVP, Swanganz, drain, ETT.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi antara lain (NANDA NIC
– NOC, 2015):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah,
gangguan fungsi miokardium (preload, afterload, kontraktilitas)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret
3. Nyeri berhubungan dengan trauma bedah dan akibat selang drain di
dada.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi dan prosedur
pembedahan
5. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
E. Implementasi
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap
diagnosa yang diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam
mentoleransi tindakan yang akan dilakukan .
F. Evaluasi
Menilai apakah asuhan keperawatan yang diberikan dapat mengatasi
masalah keperawatan yang terjadi pada pasien.
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Tn. H
2. Tanggal Lahir : 01 – 06 – 1948
3. Rekam Medik : 2019 – 46 – 16 – 98
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Umur : 71 Tahun
6. Agama : Islam
7. Pendidikan : Diploma
8. Pekerjaan : Swasta
9. Alamat : Jl. Suka tinggal RT 003/003, Lembang,
Bandung
10. Diagnosa Medis : MS Severe, TR Severe EF 62%, TAPSE 22
mm
11. Tindakan : MVR dengan Bioperimount no 33 mm
(15 jahitan pledget) tanggal 30 – 10 – 2019
12. Tanggal Masuk : 29 – 10 – 2019
13. Tanggal Pengkajian : 30 – 10 – 2019 Jam 14.30
B. Keluhan Utama
Tidak ada keluhan, kesadaran SAS 3, klien terpasang ventilasi mekanik
ventilator mode Volume Control, FiO2 50%, Rate 12 x/m, PEEP 5.
Kejadian penting selama pembedahan :
- Post cross clamp off VT/VF DC 1 x 20 joule Irama sinus
- Saat weaning CPB, irama AFSVR Pacing dengan setting HR 90
x/m, output 10 mV, sense asyncronize.
- Perdarahan intra operasi : 400 mL, CPB time : 70 menit, AoX time :
42 menit
C. Sistem Tubuh
1. Sistem Pernafasan
a. Inspeksi
Pengembangan dada simetris, terpasang ETT No. 7,5 , batas bibir
21cm, terpasang ventilator mode volume control FiO2 40%, PEEP
5, rate 12 x/m, PS 12, reflek batuk (+)
b. Perkusi
Redup pada kedua lapang paru
c. Auskultasi
Vesikuler, wheezing -/-
2. Sistem Kardiovaskular
TD : 121/58 mmHg, HR : 88 x/menit, pulsasi nadi perifer teraba kuat,
RR 16 x/menit, SpO2 : 100%, bunyi jantung S1 dan S2 normal, CRT
kembali dalam waktu 3 detik.
3. Sistem Persyarafan
Baik, tidak ada kelemahan dan kelumpuhan pada ekstremitas atas dan
bawah.
4. Sistem Perkemihan
Terpasang dower catheter no. 14 tanggal 30/10/19, urine output intra
operasi 800 mL, warna urine kuning, hematuria (-), distensi kandung
kemih (-)
5. Sistem Pencernaan
Klien masih puasa, keadaan mulut bersih, gigi tidak ada karies, tidak
menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor,
abdomen supel, acites (-), distensi abdomen (-), bising usus (+).
6. Sistem Integumen
Turgor kulit normal, klien terpasang central vena catheter di vena
subclavia sinistra (30/10/2019), arteri line di arteri radialis sinistra
(30/10/2019), terpasang drain di substernal no 28 dan intraperikard no
20 (30/10/2019), Swansganz/sheat di vena jugularis interna dekstra
(30/10/2019), tampak luka operasi di bagian dada dan wire pace
maker.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pre Op (10/07/19 ): Hb 12.9 g/dl, HT 38.1%, Eritrosit 4.26 juta/Ul,
Leukosit 7030 /µL, Trombosit 143 ribu/µL, PT/Kontrol 10.8/11.0
detik, INR 0.98, APTT/Kontrol 28.7/30.8, Bilirubin total 0.44
mg/dl, CK/CKMB 90/8 U/L, Ureum 118.90 mg/dL, BUN 56,0
mg/dL, Creatinin 2.53 mg/dL, eGFR 25, AGDA : pH 7.40, PCO2
25.4, PO2 138.4, HCO3 15.9, BE -6.7, SaO2 99.5%, GDS 121, K
5.0, Na/Cl 137/111, Asam laktat 1.6, HBsAg Non reaktif
Post op (30/10/19) : Hb 8.3 g/dl, HT 24,1%, Leukosit 9630 /µL,
Trombosit 81 ribu/µL, PT/Kontrol 14.1/11/0, INR 1.27,
APTT/Kontrol 66.1/30.8 detik, Fibrinogen 144, Bilirubin total 0.86
AGDA : pH 7.36, PCO2 37.7, PaO2 197.8, HCO3 21.8, BE -2.9,
SaO2 99.1, K 4.3, Na/Cl 138/109, Ca/Mg 1.17/0.65 GDS 185,
Asam Laktat 2.1
2. Foto Thorax (22/08/19)
Kesan : Kardiomegali dengan gambaran pembesaran atrium kiri, Paru
dalam batas normal.
3. Echo
Kesimpulan : MS Severe, TR Severe EF 62%
4. DUS
Kesan :
Plaque stabil pada bifurcation arteri carotis kanan-kiri, arteri
karotis interna kanan
Normal flow pada semua level arteri carotis kanan-kiri
Normal flow dan diameter arteri vertebralis kanan-kiri
5. Elektrokardiografi
Hasil EKG tanggal 30/10/2019
Irama tidak teratur, HR : 92 x/m, Gel. P sulit diidentifikasi, PR interval
sulit diidentifikasi, K.QRS sempit, ST segmen normal, Normo Axis.
Kesimpulan : Atrial fibrilasi normo ventrikel respons.
4. Terapi Obat
Maintenance RL 100 mL/jam
Syringe Pump :
o Dobutamin 250mg/50mL → 5μg/kgBB/menit
o Morphin 10mg/50mL → 20μg/kgBB/jam
Cefuroxime 3x1,5gr IV
Ondancentron 2x4mg IV
Omeprazole 2x40mg IV
III. ANALISA DATA
N DATA FOKUS MASALAH
O
1 DS : -
DO :
Kesadaran SAS 3
Klien masih terintubasi Gangguan ventilasi
spontan berhubungan
Pernafasan dengan support ventilasi mekanik
dengan disfungsi
modus volume control FiO2 40%, PEEP 5, rate 12
neuromuscular dan
x/m, PS 12
gangguan metabolisme
AGDA post op : pH 7.36, PCO2 37.7, PaO2 197.8,
HCO3 21.8, BE -2.9, SaO2 99.1, K 4.3, Na/Cl
138/109, Ca/Mg 1.17/0.65 GDS 185, Asam Laktat
2.1
2 DS : -
DO :
Kesadaran SAS 3
TD 121/58 mmHg, MAP 72 mmHg, HR 88
x/menit, RR 16 x/menit, Suhu 36,1oC, akral dingin, Resiko penurunan curah
mmHg, saturasi O2 100%, CRT < 3 detik, Support dengan gangguan irama,
V. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan
Hasil
1 Gangguan ventilasi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas dan
spontan keperawatan selama 1 x bunyi napas
berhubungan 24 jam masalah teratasi 2. Monitor kesimetrisan
dengan disfungsi dengan kriteria hasil : pergerakan dinding
neuromuscular dan Hemodinamik stabil dada
gangguan Saturasi oksigen 3. Monitor saturasi
metabolisme diatas 97% oksigen
Auskultasi suara 4. Monitor jumlah, warna
napas vesikuler di dan kekentalan sputum
kedua lapang paru 5. Monitor adanya
Volume tidal 6-8 sumbatan jalan napas
cc/bb 6. Monitor efek ventilator
Tidak ada akumulasi terhadap status
sputum oksigenasi
Irama napas, 7. Atur posisi pasien
frekuensi pernapasan untuk memaksimalkan
dalam rentang normal ventilasi dan mencegah
Hasil pemeriksaan aspirasi
AGDA normal 8. Lakukan penghisapan
dengan PaO2 dan lendir sesuai kebutuhan
PaCo2 normal dan kurang dari 15 dtk
9. Kolaborasi untuk
pemberian ekspektoran,
mukolitik
10. Kolaborasi pemilihan
mode ventilator
11. Pantau AGDA
12. Catat adanya sianosis
2 Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan 1. Dokumentasikan
curah jantung keperawatan selama 3 x adanya disritmia
berhubungan 24 jam masalah teratasi jantung
dengan gangguan dengan kriteria hasil : 2. Observasi tanda-tanda
preload Tanda tanda vital vital
dalam batas normal 3. Observasi status
Tidak ada edema kardiovaskular
paru, perifer dan 4. Kaji tanda dan gejala
asites penurunan curah
AGD dalam batas jantung
normal 5. Observasi status
Tidak ada distensi respirasi terhadap
vena jugularis gejala gagal jantung
Pengeluaran urin 6. Observasi
normal keseimbangan cairan
Tidak ada aritmia (intake dan output
cairan)
7. Kolaborasi pemberian
obat antiaritmia,
inotropik, dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
3 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Cuci tangan setiap
terpasangnya alat- keperawatan selama 1 x sebelum dan sesudah
alat invasive dan 24 jam masalah teratasi tindakan keperawatan
prosedur dengan kriteria hasil : 2. Gunakan sabun
pembedahan. Tanda vital dalam antimicroba untuk cuci
batas normal tangan
Tidak ada tanda- 3. Pertahankan
tanda infeksi (rubor, lingkungan yang
dolor, kalor, aseptic
fungsiolaesa, tumor) 4. Monitor tanda dan
Hasil lab dalam batas gejala infeksi
normal ( Leukosit ) 5. Kolaborasi pemberian
therapy antibiotic bila
perlu
VI. IMPLEMENTASI
Tanggal / Jam No. Dx Implementasi
VII. EVALUASI
Tanggal / Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Jam
30/10/2019 Gangguan ventilasi S : -
Jam 20.30 spontan berhubungan O :
dengan disfungsi
BP 121/85 mmHg, HR 91
neuromuscular dan
x/menit, RR 23x/menit, SPO2
gangguan metabolisme 100%, suhu : 36,6°C
Kesadaran Composmentis
Terpasang ventilator mode PS 6,
FiO2 40% PEEP : 5
AGDA: pH 7.35/ PaO2 181,7/
PCO2 28,8/ HCO3 16.1/ BE
-8.1/ SaO2 99,4/ K 4,4/ Na 139/
Cl 110/ Ca 1,18/ Mg 0,60/ Asam
laktat 8,1/ GDS 301
A : Masalah gangguan ventilasi spontan
teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Memantau tanda-tanda vital
Memantau AGDA
Memantau pola nafas dan bunyi
nafas
Mencatat adanya sianosis
30/10/2019 Resiko penurunan curah S : -
Jam 20.30 jantung berhubungan O :
dengan gangguan irama,
Balance cairan +375 cc /5jam
preload dan kontraktilitas
Produksi drain 120 cc /5 jam
BP 126/78 mmHg MAP 86
mmHg, HR 82 x/m, SPO2 100%
A : Masalah penurunan curah jantung
tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi perawatan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas kesesuaian antara landasan teori dan
tinjauan kasus pada klien Tn. H dengan post Mitral Valve Replacement
(MVR) di ruang ICU Bedah Dewasa Rumah Sakit Jantung dan pembuluh
Darah Harapan Kita. Pada klien didapati dengan MS Severe EF 62% dan
dilakukan tindakan operasi Mitral Valve Replacement (MVR) dengan
menggunakan katup bioprostetik dengan tujuan untuk mengembalikan
fungsi jantung agar dapat kembali normal. Pada saat pasien datang dari
kamar operasi, tindakan pertama yang dilakukan mengikuti prosedur yang
ada di ICU Bedah Dewasa RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Adapun prosedur yang terlebih dahulu dilakukan diantaranya adalah
observasi terhadap tanda-tanda vital pasien, menyambungkan alat-alat
seperti ventilator, monitor hemodinamik, menyambungkan selang Water
Seal Drainage dan menyambungkan alat-alat invasif lainnya. Kemudian
perawat melakukan serah terima pasien (hand over) yang meliputi
pengkajian masalah selama intra operasi, tanda-tanda vital, jumlah urine
output dan drain dari ruang operasi serta obat-obatan yang telah diberikan,
kemudian dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengkaji masalah yang
terjadi pada pasien dan kemudian melakukan intervensi keperawatan.
Dari kesimpulan diatas, peneliti menyimpulkan terdapat kesenjangan
antara teori dengan kasus dilapangan yang dilakukan pengkajian. Adapun
kesenjangan yang didapat yaitu pada penentuan prioritas masalah
keperawatan.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan yang
dilakukan pada saat pengkajian yakni mengumpulkan data, memvalidasi data,
mengorganisasi data dan mencatat data yang diperoleh (Kozier, 2011).
Pengkajian pada Tn. H dilakukan sesuai dengan teori yang didapat tanggal
30 Oktober 2019 jam 14.30 WIB. Pengkajian didapat melalui anamneses,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium, dan
hemodinamik klien.
IV. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan pada klien Tn. H dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah disusun sesuai dengan masalah klien. Seluruh
rencana tindakan dapat dilakukan, tetapi tidak dalam 24 jam karena
keterbatasan waktu, sehingga peneliti berkolaborasi dengan perawat ruangan
untuk melanjutkan rencana keperawatan yang berkelanjutan.
V. EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dari keempat diagnosa yang
diangkat belum dapat teratasi secara maksimal karena adanya kendala waktu
dalam melakukan implementasi.
BAB V
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Stenosis Mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan ukuran
katup mitral sampai 2 cm2. Pasien dengan mitral stenosis secara khas
memiliki daun katup mitral yang menebal, komisura yang menyatu dan chorda
tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung
biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dalam katup mitral dan
pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Selain itu peningkatan
tekanan vena pulmonalis dapat terjadi.
Sebagian besar mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung rematik
(lebih dari 90%). Penyebab lainnya (kurang dari 1%) adalah karena
kongengital, kalsifikasi ataupun karena infeksi endokarditis dimana adanya
vegetasi yang menyebabkan stenosis.
Penatalaksanaan medis stenosis mitral ditujukan untuk menghilangkan
atau menurunkan kemungkinan penurunan curah jantung dan terjadinya
kongesti paru. Prinsip dasar penatalaksanaan mitral stenosis adalah
melebarkan lubang katup mitral yang menyempit. Tetapi indikasi intervensi
ini hanya untuk pasien dengan kelas fungsional III & IV (NYHA). Intervensi
dapat bersifat bedah dan non bedah. Intervensi non bedah meliputi antibiotik,
terapi anticoagulan, obat obatan, dan pengaturan aktivitas. Sedangkan
intervensi bedah ada dua yaitu Mitral valve repair (MVr) dan Mitral valve
Replacement (MVR). Penggantian Katup Mitral adalah suatu prosedur
pembedahan jantung dimana katup mitral pasien yang mengalami gangguan
diganti dengan katup mekanik buatan atau katup bioprostetik. Tujuan dari
penggantian katup mitral sendiri adalah untuk memperbaiki kondisi katup
sehingga pasien dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan sebelum dilakukan operasi.
Komplikasi jangka pendek dari operasi MVR antara lain adalah
perdarahan post operasi dan juga efek dari penggunaan mesin CPB itu sendiri
yang sangat berpengaruh terhadap sirkulasi jantung misalnya penurunan curah
jantung. Sedangkan komplikasi jangka panjang dari operasi MVR antara lain
dehisens katup, trombosis katup, atau kesalahan dari paket pabrikan. Dengan
demikian pasien dan keluarga harus benar benar disiapkan dengan pemberian
edukasi baik kepada pasien ataupun keluarga agar dapat memberikan
dukungan dan kontribusi untuk menurunkan komplikasi ini pada pasien. Peran
perawat sangatlah besar untuk melibatkan pasien sendiri dan keluarga dalam
menjalani program pola hidup sehat dan kepatuhan akan pengobatan.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Mitral stenosis yang dilakukan
tindakan operasi MVR meliputi pengkajian, analisa data sebagai penetapan
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Kriteria hasil
juga ditetapkan sebagai parameter pencapaian tujuan pada diagnosa. Intervensi
dan Implementasi yang dilakukan telah sesuai dengan perkembangan teori
yang ada sehingga menunjang keberhasilan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan Mitral Stenosis yang
dilakukan operasi MVR. Proses asuhan keperawatan dari pre operasi, intra
operasi, dan juga post operasi harus berkesinambungan demi peningkatan
kualitas hidup pasien itu sendiri.
Pada asuhan keperawatan Tn. H dengan post Mitral Valve Replacement
(MVR) ini, peneliti mendapatkan masalah keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
dan gangguan metabolisme.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama,
preload dan kontraktilitas.
3. Resiko infeksi b.d terpasangnya alat-alat invasive dan prosedur
pembedahan.
Dari ketiga masalah tersebut telah dilakukan perencanaan dan
penatalaksanaan keperawatan berdasarkan kriteria hasil, kemudian didapatkan
evaluasi bahwa masalah keperawatan belum teratasi, dikarenakan waktu yang
terbatas dalam memberikan asuhan keperawatan.
II. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, penulis memberikan saran
demi meningkatkan mutu asuhan keperawatan yaitu :
A. Perawat diharapkan dapat melengkapi format pengkajian dan dokumentasi
tindakan yang telah dilakukan beserta respon yang terjadi pada pasien
secara lengkap baik itu tindakan pre operasi, intra operasi maupun post
operasi yang sudah tersedia di ruangan untuk menilai dan mengetahui
perkembangan respon pasien terhadap asuhan yang telah diberikan
sehingga tercapai asuhan keperawatan yang optimal pada pasien yang
dilakukan tindakan operasi MVR.
B. Perawat diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan post
operasi MVR secara komprehensif sehingga mampu berpikir kritis dalam
mengatasi masalah yang terjadi pada pasien khususnya pasien yang
dilakukan tindakan operasi MVR.
C. Perawat diharapkan mampu mengatasi komplikasi – komplikasi post
operasi yang mungkin terjadi yang pada akhirnya adalah demi
kesembuhan dan keselamatan pasien karena hal tersebut dapat
meningkatkan status kesehatan pasien. Hal ini merupakan salah satu peran
kita sebagai perawat dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
D. Perawat harus memiliki pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang dilakukan operasi MVR, sehingga asuhan
keperawatan dapat dilakukan dengan maksimal baik pada pasien maupun
keluarga. Selain itu perawat juga harus memberikan pendidikan kesehatan
mengenai kepatuhan minum obat anti koagulan yang harus diminum oleh
pasien supaya tidak terjadi kerusakan kembali pada katup dan katup tetap
bisa befungsi optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA