Makalah Psikososial Hiv Aids
Makalah Psikososial Hiv Aids
HIV/AIDS
DISUSUN OLEH :
1. ANGGIT E.SAPUTRO
2. DIO ZAQUEDIN
3. ERA FARADILA
4. FITA ORIN
5. RISKIN MAULANA
6. SELFI HARDIANI
7. YASHINTA VERA
JOMBANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta
kelancaran dalam terselesainkan tugas ini dengan tepat waktu dan sesuai dengan
judul ‘’ aspek psikososial pada penderita HIV/ AIDS ” Makalah ini disusun
pemasalahan. Kritik serta saran selalu kami tunggu guna kesempurnaan makalah
selanjutnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
terjadi secara signifikan. Pada tahun 1999, peningkatannya mencapai 15%, tahun
2000 membengkak menjadi 40%, dan dua tahun kemudian, tepatnya 2002, telah
mengembung menjadi 47,9%. Sementara itu, infeksi HIV pada donor darah secara
nasional memperlihatkan besaranya kurang dari dua setiap per 10.000 kantong
darah di awal 2001. Pada tiga tahun terakhir antara 1997-2000 infeksi HIV pada
melakukan perilaku seks tidak sehat, yang dalam hal ini melanggar norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Kemudian, AIDS juga banyak diderita oleh
penyimpangan perilaku seks dari nilai, norma, dan agama, penyakit pergaulan
bebas, atau penyakit kaum perempuan nakal. Bahkan lebih parah lagi adanya
stigma bahwa HIV/AIDS merupakan kutukan Tuhan karena perbuatan-perbuatan
menyimpang itu.
rumit bagi penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang
masalah sosial yang berkaitan dengan stigma ini, karena diskriminasi terjadi di
sendiri. Untuk lebih jelasnya kami kami akan membahas di bab selanjutnya.
11. Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi beban psikososial
Untuk mengetahui gambaran konsep dari penyakit HIV/ AIDS serta masalah
1.4 Manfaat
PENDAHULUAN
2.1 Defenisi
Immunnedeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini hanya dapat
memanfaatkan sel-sel tubuh. Sel darah putih manusia sebagai sel yang berfungsi
untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh virus, bakteri, jamur, parasit dan
beberapa jenis kanker diserang oleh Hiv yang menyebabkan turunnya kekebalan
berarti diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain
yang sudah terinfeksi. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti
berarti kumpulan gejala atau tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin
disebabkan oleh satu penyakit atau mungkin juga tidak yang sebelum
penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi AIDS adalah kumpulan gejala akibat
kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala
sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut
kepala diare dengan penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan
kelainan pada sistem saraf. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T
mulai terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini di atas 500
terinfeksi HIV.
fase laten (tersembunyi). Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma
jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga
sekitar 500 sampai 200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi sero positif
replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya
virus. Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan
hilang dan virus dicurahkan kedalam darah. Pada fase ini terjadi
TBC, sepsi, diare, infeksi virus herpes, infeksi jamur kadang-kadang juga
(Nasruddin, 2007)
akibat intervensi HIV. Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi
4 stadium :
Sejak HIV masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang sangat sulit
dikenal karena menyerupai gejala influenza saja, berupa demam, rasa letih,
nyeri otot dan sendi, nyeri telan. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam
tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut periode
jendela, lama periode jendela antara 3-8 minggu bahkan ada yang
b. Stadium kedua
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh
karena dapat menularkan HIV ke orang lain. Keadaan ini dapat berlangsung
c. Stadium ketiga
pada malam hari, lesu dan berat badan menurun pada kelompok ini sering
dan penyakit infeksi sekunder. Gejala klinis pada satdium AIDS dibagi antara
lain :
b) Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus.
albicans.
tubuh.
2.4 Patofisiologi
retrovirus karena kelompok ini membalik urutan normal yaitu DNA diubah
(replikasi) menjadi RNA. Setelah menginfeksi RNA HIV berubah menjadi DNA
oleh enzim yang ada dalam virus HIV yang dapat mengubah RNA virus menjadi
DNA itu kemudian dapat digunakan untuk membuat virus baru (virion), yang
menginfeksi sel-sel baru, atau tetap tersembunyi dalam sel-sel yang hidup
panjang, atau tempat penyimpanan, seperti limfosit sel-sel CD4 (Sel T-Pembantu)
yang istirahat sebagai target paling penting dalam penyerangan virus ini.
Sel CD4 adalah salah satu tipe dari sel darah putih yang bertanggungjawab
untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus yang lain, bakteri
jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker. Kemampuan HIV untuk tetap
tersembunyi dalam DNA dari sel-sel manusia yang hidup lama, tetap ada seumur
hidup membuat infeksi menyebabkan kerusakan sel-sel CD4 dan dalam waktu
panjang jumlah sel-sel CD4 menurun menjadi masalah yang sulit untuk ditangani
Apabila sudah banyak sel T4 yang hancur, terjadi gangguan imunitas selular,
tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri (infeksi oportunistik)
akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit yang serius yang pada
dalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan antibody dalam sekitar 3-8
minggu setelah terinfeksi pada periode sejak seseorang kemasukan HIV sampai
terbentuk antibody disebut periode jendela (Window Period). Periode jendela ini
sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody terbentuk di dalam tubuh,
HIV sudah ada di dalam darah penderita dan keadaan ini juga sudah dapat
serologi dengan cara ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay) dan cara
pemeriksaan penentu dengan tekhnik Western blot. Pertama kali dilakukan tes
ELISA apabila hasil negatif berarti tidak terinfeksi HIV walaupun hasil itu negatif
bila baru saja terinfeksi belum lama berselang. Bila tes memberi hasil positif
laboratorium melakukan tes kedua dengan Western blot (WB), bila kedua hasil tes
terlihat positif maka penderita disebut seropositif atau HIV positif. Jika
pemeriksaan ELISA Positif dan WB tidak dapat menentukan dengan pasti atau
tidak sepenuhnya negatif namun tidak positif juga ada dua kemungkinan
penyebab tes tidak dapat menentukan dengan pasti yaitu pertama kemungkinan
dan dilakukan tes ulangan tidak lama berselang akan menjadi sepenuhnya positif
dalam waktu 1 bulan. Kedua mungkin negatif tetapi hasil tes tidak pasti dengan
alasan yang tidak akan pernah diketahui dan bila tes tetap tidak pasti selama 1
sampai 3 bulan berarti tidak terinfeksi, hasil positif 97% dalam waktu 3 bulan dan
banyak ditularkan melalui hubungan seksual (90%). Cairan tubuh yang paling
banyak mengandung HIV adalam semen (air mani) dan cairan vagina/serviks serta
darah, cairan mani yang keluar melalui penis pada laki-laki dan vagina pada
perempuan sebagai perantara yang paling tinggi menularkan penyakit HIV karena
bagian penis dan vagina memiliki struktur lapisan epitel skuamukosa tipis yang
mudah ditembusi oleh kuman HIV sampai ke dalam jaringan ikat yang kaya
pembuluh darah dan darah sehingga penularan utama HIV adalah melalui 3 jalur
b. Transhorisontal atau jalur pemindahan darah atau produk darah seperti :
transfusi darah, melalui alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah,
dokter gigi, alat cukur dan melukai luka halus di kulit, jalur transplantasi
alat tubuh.
c. Transvertikal atau jalur transplasental : janin dalam kandungan ibu hamil
perinatal melalui ASI atau virus HIV dapat ditemukan dalam air liur, air
karena jumlah HIV-nya sangat sedikit. HIV juga tidak menular lewat
bersama dalam satu kolam renang, hidup serumah dengan pengidap HIV
Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum ada
pencegahannya.
A = Abstinence
Puasa Sesk, terutama bagi yang belum menikah
B = Be faithful
Setia hanya pada satu pasangan atau menghindari berganti- ganti pasangan
C = use Condom
D = Drugs No
E = sterilization of Equipment
VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak
terinfeksi HIV.
2) Mamastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau
benda lain.
2.7 Pengobatan
Sampai saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS. Obat yang
seperti ritonavir, saquinavir, dan indivinir yang mencegah virus membuat partikel
baru. Virus hanya ditekan selama obat diminum secara teratur, jika berhenti
mengkonsumsi ARV penyakit akan muncul lagi jadi sekali obat ini diminum
menghalangi virus ini melekat pada sel T. bila dikombinasikan dengan obat-
obatan yang lain dapat mengurangi muatan viral hampir sampai 0. Semua obat
yang dipakai dalam pengobatan AIDS memiliki efek samping yang hanya
diketahui melalui tes laboratorium termasuk fungsi hati dan anemia (kurang darah
merah).
Prisip etika yang harus dipegang teguh oleh seluruh komponen baik itu
HIV/AIDS adalah :
saling menolong.
c. Tanggung jawab, berarti setiap individu, masyarakat lembaga atau bangsa
(Nursalam, 2007).
stigma biasanya dianggap melakukan untuk alasan tertentu dan sebagai akibat
yang dilakukan oleh Kristina (2005) di Kalimantan Selatan dan Cipto (2006) di
dan sikap mengenai stigma pada orang dengan HIV/AIDS menunjukan bahwa
72% orang yang berpendidikan cukup (SMU) kurang menerima ODHA dan hanya
penyimpangan seperti seks sesama jenis, penggunaan obat terlarang, seks bebas,
HIV/AIDS mereka baik yang pasti maupun yang diperkirakan sebagai pengidap.
Diskriminasi ini juga dapat terjadi dibidang kesehatan antara lain dalam
kasar, pekerjaan pendidikan keluarga dan hak kepemilikan maupun hak untuk
sedangkan penyebab AIDS baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert Gallo
dan Luc Montagner. Laporan kasus AIDS pada tahun 1981 menunjukkan
tingginya angka kematian pada pasien yang berusia masih muda. Akibatnya
masyarakat masih terdapat mitos bahwa penyakit AIDS merupakan penyakit fatal
yang tak dapat disembuhkan. Selain itu AIDS juga dihubungkan dengan perilaku
tertentu seperti hubungan seks bebas, hubungan seks sesama jenis dan sebagainya.
Odha dengan demikian dianggap merupakan orang yang melakukan perilaku yang
menyimpang dari norma yang dianut. Akibatnya Odha sering dikucilkan dan
berkurang dan beban psikososial Odha juga akan menjadi lebih ringan.
beragam. Pada umumnya dia akan mengalami lima tahap yang digambarkan oleh
Kubler Ross yaitu masa penolakan, marah, tawar menawar, depresi dan
diketahui HIV positif di Jakarta 42% berdiam diri, 35 marah, bercerita pada
orang lain, menagis, mengamuk dan banyak beribadah.. Respons permulaan ini
baisanya akan dilanjutkan dengan respons lain sampai pada akhirnya dapat
belum tentu juga akan diterima dan didukung oleh lingkungannya. Bahkan
bahwa beban psikososial yang dialami seorang Odha adakalanya lebih berat
daripada beban penderita fisik. Berbagai bentuk beban yang dialami tersebut
mendapat layanan medis yang dibutuhkan, tidak mendapat ganti rugi asuransi
sampai menjadi bahan pemberitaan di media massa. Beban yang diderita Odha
baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat
menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai keinginan bunuh diri.
mengenai AIDS perlu disebar luaskan. Konsep bahwa dalam era obat
antiretroviral AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan juga
Odha bahwa Odha tetap dapat menikmati kualitas hidup yang baik dan berfungsi
di masyarakat.
advokasi dan pendamping, contoh nyata tokoh masyarakat yang menerima Odha
merupakan panutan bagi masyarakat. Untuk mengurangi beban psikis orang yang
terinfeksi HIV maka dilakukan konseling sebelum tes. Tes HIV dilakukan secara
risiko penularan HIV, cara tes, interpertasi tes, perjalanan penyakit HIV serta
dukungan yang dapat diperoleh Odha. Penyampaian hasil tes baik hasil negatif
maupun positif juga disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang
yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil
tersebut positif atau negatif. Konseling pasca tes baik ada hasil positif maupun
negatif tetap penting. Pada hasil positif konseling dapat digunakan sebagai sesi
untuk menerima ungkapan perasaan orang yang baru menerima hasil, rencana
penyampaian hasil negatif tetap dilakukan dalam sesi konseling agar perilaku
Psikofarmaka :
diberikan namun penggunaan obat ini perlu memperhatikan interkasi dengan obat-
benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga
yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari
sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan.
Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat
meningkatkan rasa percaya diri klien. Perawat juga dapat melakukan tindakan
dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV,
konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk
mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV,
cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat
diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan
dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah
dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.
telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien.
Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan
kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan
pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan
seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya
hidupnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
mengatasi masalah fisik, psikis dan sosial. Gangguan fisik yang berat dapat
seksama.
3.2 Saran
HIV, sehingga kita mampu memberikan peran perawat yang tepat bagi penderita
HIV/ AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
2008 dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_AspekPsikososialAids.pdf/12_Aspek
PsikososialAids.html
3. Sudoyo, Aru W.(2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Universitas Indonesia
page=halaman2