Disusun oleh:
Munji
Rosmala Damayanti
Jumadin
Ni nyoman pebriyanti
Hamisah
Ainun magfirah
Husnul marfuah
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean and good governance) merupakan wacana baru dalam
kosa kata ilmu politik. Pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan pemerintahan yang efektif,
efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab. Di Indonesia, pemerintahan yang bersih dan
berwibawa sering dipertanyakan. Masyarakat seperti kecewa terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
Terutama terhadap pemberantasan korupsi yang semakin merajalela.
Berdasarkan deskripsi tersebut perlu adanya ulasan-ulasan mengenai pemerintahyang baik dan
berwibawa. Sehingga pemakalah menyusun makalah dengan judul Pemerintah Yang Baik Dan
berwibawa.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu:
C. Tujuan Pemerintahan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
PEMBAHASAN
Secara sederhana, Pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi pemerintahan yang para
pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara
yang tidak legal. Kolusi adalah bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara
ilegal pula (melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme adalah
pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan, bagi keluarga ataupun
kerabat dekat, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain.
Pemerintahan yang penuh dengan gejala KKN biasanya tergolong ke dalam pemerintahan yang tidak
bersih, dan demikian pula sebaliknya. Konsep pemerintahan yang bersih dan berwibawa identik dengan
konsep Good Governance (pemerintahan yang baik). Yang mana telah dipaparkan oleh pemakalah
sebelum ini.
B. Bentuk-bentuk Pemerintahan
Untuk menegakkan pemerintah yang bersih dan berwibawa di perlukan berbagai kondisi dan mekanisme
hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik. Berikut ini akan kami paparkan
beberapa kondisi dan mekanisme hubungan pemerintah yang berupa bentuk-bentuk pemerintahan dan
sistem-sistem pemerintahan.
Istilah pemerintahan dalam arti organ dapat pula dibedakan antara pemerintah dalam arti luas dan
pemerintahan dalam arti sempit.
Contoh:
a. Menurut UUD 1945, pemerintah ialah Presiden yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri-
menteri.
b. Menurut UUD 1950, pemerintah ialah Presiden, Wakil Presiden bersama-sama dengan menteri-
menteri.
c. Menurut Konstitusi RIS 1949, pemerintah ialah Presiden bersama menteri-menteri. [1]
2. Pemerintah dalam arti luas ialah semua organ Negara termasuk DPR.
Negara Kerajaan atau (monarki) adalah suatu Negara yang dikepalai oleh seorang raja, sultan atau kaisar
(bila kepala Negaranya laki-laki) dan matahari atau ratu (bila kepala negaranya perempuan). Kepala
Negara diangkat (dinobatkan) secara turun-temurun dengan memilih putra/putri (atau sesuai dengan
budaya setempat) dan menjabat untuk seumur hidup.[2]
1. Monarki Mutlak (absolut). Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan mutlak).
Perintahraja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak
rakyat.
2. Monarki konstitusional. Kekuasaan raja dibatasi oleh suatu konstitusi (UUD). Raja tidak boleh
berbuatsesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan
sesuai dengan isi konstitusi.
3. Monarki parlementer ialah suatu monarki di mana terdapat suatu parlemen (DPR), para menteri,
baikperseorangan maupun secara keseluruan, bertanggung jawab sepenuhnya pada parlemen tersebut.
Dalam sistem parlementer, raja selaku kepala Negara merupakan lambang kesatuan Negara, yang tidak
dapat diganggu-gugat, tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kebijakan pemerintah (the king can do
no wrong), yang bertanggung jawab terhadap kebijakan pemerintah adalah menteri baik bersama-sama
untuk seluruhnya maupun untuk perseorangan untuk bidangnya sendiri.[3]
b. Negara Republik,
Republik berasal dari bahasa latin res republica yang arinya kepentingan umum. Sedangkan menurut
istilah Negara dengan pemerintahan rakyat yang di kepalai oleh seorang presiden sebagai kepala Negara
yang dipilih sendiri dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu. Biasanya presiden dapat dipilih
kembali setelah habis masa jabatannya.[4]
1. Republik dengan sistem pemerintahan rakyat secara langsung, atau dengan referendum.
2. Republik dengan sistem pemerintahan perwakilan rakyat, atau dengan sistem parlementer.
Sistem pemerintahan dengan bentuk kabinet parlementer, yaitu kabinet yang menteri-menterinya
bertanggung kepada parlemen. Hal ini karena parlemen yang memilih menteri-menteri yang tepat
begitu juga perdana menterinya sendiri. Anggota parlemen dapat mejatuhkan setiap kesalahan masing-
masing menteri.[7]
S. L. Witman dan J.J. Wuest mengemukakan 4 ciri dan syarat sistem pemeritahan parlementer, yaitu
sebagai berikut:
2. Dimana terjadi tanggung jawab berbalas-balasan antara eksekutif dan legislative, oleh karena itu
pihakeksekutif boleh membubarkan parlemen (legislative) atau sebaliknya eksekutif sendiri yang
harus meletakkann jabatan bersama-sama kabinetnya yaitu di waktu kebijaksanaan pemerintah tidak
lagi dapat diterima oleh kebanyakan suara para anggota sidang yang ada pada parlemen (legislative)
tersebut.[9]
3. Dalam hal ini juga terjadi pertanggung jawaban bersama (timbal balik) antara perdana menteri
dengankabinetnya.
4. Pihak eksekutif (baik PM maupun para menteri secara perseorangan) terpilih sebagai kepala
pemerintahan dan pemegang masing-masing departemen Negara, sesuai dengan dukungan suara
mayoritas parlemen.[10]
Dalam sistem pemerintahan presidensil ini, Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi
penyelenggara kekuasaan eksekutif Negara yang tertinggi di bawah Undang-undang Dasar. Dalam sistem
ini tidak dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala Negara dan kepala pemerintahan. Keduanya
adalah Presiden dan Wakil presiden. Dalam menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan
tanggung jawab politik berada di tangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the
president).
Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, dan karena itu secara politik tidak
bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan
bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
Para Menteri adalah pembantu Presiden dan Wakil Presiden. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh
presiden, dan karena itu bertanggung jawab kepada presiden, bukan dan tidak bertanggung jawab
kepada parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Akan tetapi, karena pentingnya
kedudukan para mentri itu, kewenangan presiden untuk mengangkat dan memperhentikan mentri tidak
boleh bersifat mutlak, tanpa kontrol parlemen. Para mentri adalah pemimpin pemerintahan dalam
bidangnya masingmasing. Merekalah yang sesungguhnya merupakan pemimpin pemerintahan sehari-
hari. Oleh karena itu, para mentri hendaklah bekerjasama yang seerat-eratnya dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Bahkan, susunan kabinet dan jumlah mentri yang akan diangkat, karena
berkaitan dengan anggaran pendapatan dan belanja Negara, ditetapkan oleh presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, Presiden tidak dapat mengangkat dan
memperhentikan para menteri dengan seenaknya.
Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensil sangat kuat sesuai
dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan
presiden Lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Di
samping itu, beberapa badan atau lembaga Negara dalam lingkungan cabang kekuasaan eksekutif
ditentukan pula independesinya dalam menjalankan tugas utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif yang
dimaksudkan adalah bank Indonesia sebagi bank sentral, kepolisian Negara dan kejaksaan agung sebagai
aparatur penegak hukum, dan tentara nasional Indonesia sebagai aparatur pertahanan Negara.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara Kerajaan atau monarki, adalah suatu Negara yang dikepalai oleh seorang raja, sultan atau kaisar
(bila kepala Negara nya laki-laki) dan matahari atau ratu (bila kepla negaranya perempuan). Kepala
Negara diangkat (dinobatkan) secara turun-temurun dengan memilih putra/putri (atau sesuai dengan
budaya setempat) dan menjabat untuk seumur hidup.
Sistem pemerintahan dengan bentuk kabinet parlementer, yaitu kabinet yang menteri-menterinya
bertanggung kepada parlemen. Hal ini karena parlemen yang memilih menteri-menteri yang tepat
begitu juga perdana menterinya sendiri. Anggota parlemen dapat mejatuhkan setiap kesalahan masing-
masing menteri.
Dalam sistem pemerintahan presidensil ini, Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi
penyelenggaraa kekuasaan eksekutif Negara yang tertinggi di bawah Undang-undang Dasar.
B. Saran
Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme dari pembaca yang sudi
menelaah isi makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan saran
kritik konstruktif kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca
yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).
Kansil, sistem Pemerintahan Indonesia, Ed. Revisi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008).
Soehino, Ilmu Negara, (Yogjakarta: Liberty, 1998).
Syafiie Inu kencana, Pengantar Ilmu Pemerintahan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001).