Anda di halaman 1dari 16

RUPTUR DIAFRAGMA DEKSTRA PASCA TRAUMA TUMPUL.

SUATU

KASUS TIDAK BIASA

Abstrak

Cedera traumatis diafragma tetap menjadi suatu faktor diagnosis yang sulit,

meskipun telah dikenali di awal sejarah bedah, terutama bila berkaitan dengan

trauma dan cedera tumpul pada diafragma kanan. Kami melaporkan kasus pasien

dengan trauma tumpul dengan ruptur diafragma kanan yang memerlukan

pembedahan darurat atas indikasi hepatothorax dan jejas hepar iatrogenik. Trauma

tumpul dapat menyebabkan rupture diafragma yang nyata. Indeks kecurigaan

harus tinggi terhadap cedera diafragma pada pasien, korban tabrak kendaraan,

terutama jika mereka mengalami luka-luka frontal dan / atau presipitasi sisi pada

pasien dengan trauma torakoabdominal yang parah. Diagnosis dapat ditegakkan

secara klinis dan harus dilakukan konfirmasi radiologis. Langkah umum harus

diterapkan terhadap pasien trauma multipel. Tatalaksana bedah segera saat

penegakan diagnosis harus turut mengembalikan kontinuitas.

PENDAHULUAN

Cedera traumatis diafragma tetap merupakan suatu entitas diagnosis yang

sulit meskipun telah dikenali sejak awal pembedahan. Sennertus, pada tahun

1541, melakukan otopsi pada satu pasien yang telah meninggal akibat herniasi dan

strangulasi usus besar masuk lewat celah diafragma akibat luka tembak yang

diterima tujuh bulan sebelumnya. Namun, kasus ini tetap jarang terjadi, dan sulit

untuk didiagnosis. Kejadian tersebut merupakan sorotan, terutama aspek-aspek

tertentu, misalnya bila disebabkan oleh trauma tumpul dan luka pada diafragma

kanan.
LAPORAN KASUS

Kami melaporkan kasus seorang pria usia 36 tahun, terjatuh dari ketinggian

12 meter dan dirujuk ke pusat kami. Pasien tiba dalam keadaan sadar dan

berorientasi, dan kami mulai manuver pengelolaan cedera multipel sesuai dengan

pedoman ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang direkomendasikan oleh

American College of Surgeons. Pasien mengalami patah tulang panggul yang

tidak stabil (tipe B2) dengan ketidakstabilan hemodinamik dan gagal napas. Skor

Keparahan Cedera Pasien (Injury Severity Score—ISS) adalah 38. Foto polos

pelvis dan thoraks dilakukan, dan mengkonfirmasi terdapat fraktur panggul dan

elevasi patologis pada hemidiaphragma kanan (Gambar 1). Selanjutnya, kami

lakukan stabilisasi fraktur panggul dan terapi resusitasi cairan, untuk memperbaiki

status hemodinamik. Pasien kemudian mengalami gagal napas. Untuk alasan ini,

dipasang selang thoraks dan dilakukan Tomografi Terkomputerisasi (CT-scan)

(Gambar 2). Hasil CT-scan menunjukkan ruptur hemidiafragma kanan, termasuk

robekan dada di area berdekatan lobus kanan hepar dan lesser sac yang terisi

darah. Pasien menjalani operasi, ditemukan ruptur transversal pada

hemidiafragma kanan dengan hepatotoraks dan selang toraks di intrahepatik.

Kami melakukan suturasi diafragma dan “pengemasan” pada hepar. Pasien

kemudian dipindahkan ke unit perawatan intensif, dan setelah 48 jam, “kemasan”

hepar dikeluarkan tanpa masalah. Perkembangan penyembuhan berlangsung baik.


Gambar 1. Foto polos dada pasien menunjukkan meningginya diafragma kanan

Gambar 2. CT scan toraks pasien menunjukkan hepatotoraks, dengan selang

drain terpasang di sebelahnya.


DISKUSI

Saat ini, luka traumatik pada diafragma jarang terjadi, dan sulit untuk

menetapkan dampak global akibat kejadian tersebut, namun dengan adanya studi

otopsi, insidensi cedera ini ditemukan berkisar antara 5,2% s.d. 17%. Jika kita

berfokus pada pasien dengan trauma tumpul, kita menemukan bahwa luka

traumatik diafragma hanya mewakili 0,8% sampai 1,6% dari total lesi yang

diamati pada pasien tersebut. Namun, ketika kita berbicara tentang trauma

terbuka, luka-luka ini dapat mewakili hingga 10% -15% kasus.

Tabrakan lalu lintas atau intrusi lateral ke dalam kendaraan merupakan

penyebab ruptur diafragma yang paling sering terjadi. Dampaknya, langsung

menekan sisi tulang costae, dan dapat menyebabkan robekan diafragma, dan

bahkan ruptur transversal pada diafragma. Juga, pelambatan jepitan serius

menyebabkan tekanan intra-abdomen meningkat sepuluh kali atau lebih, terutama

jika pasien menahan nafasnya dan terjadi kontraksi dinding perut pada saat

benturan, menyebabkan cedera otot.

Secara klasik, telah terjadi dominasi lesi hemidiafragma kiri, dengan rasio

25: 1. Namun, sebagian besar serial kasus modern menyeimbangkan data ini dan

menunjukkan bahwa cedera hemidiafragma kanan dapat mewakili hampir 35%

dari semua cedera diafragma. Pola ini dapat menjelaskan mengapa hepar

mengembangkan tekanan bantalan pelindung, walaupun beberapa penulis percaya


bahwa cedera hemidiafragma kanan dikaitkan dengan peningkatan angka

kematian sehingga kejadiant tersebut tidak terdiagnosis, dan karena hal tersebut,

ditemukan kejadian saat otopsi dalam proporsi yang sama.

Banyak penulis telah meninjau trauma diafragma tumpul dalam kurun

waktu tertentu di institusi mereka. Kami melaporkan beberapa serial tinjauan

kasus besar dalam pengetahuan kami, di mana semuanya menyebutkan secara

spesifik mengenai trauma abdomen tumpul yang berkaitan dengan ruptur

diafragma (Tabel 1).

Presentasi klinis pada kasus ini didefinisikan sebagai temuan keseluruhan

pasien dengan cedera multipel. Cedera tersebut harus dicurigai apabila

hemidiafragma tidak terlihat atau tidak pada posisi yang benar dalam radiografi

dada proyeksi manapun. Tanda-tanda khas cedera diafragma pada foto polos

adalah ditemukan elevasi hemidiafragma bermakna, herniasi organ visera

abdomen ke intratorakal, “collar sign”, ditemukan ujung pipa nasogastrik di area

atas diafragma. Juga, dalam konteks trauma energi tinggi, bila juga ditemukan

cedera kepala dan fraktur panggul, maka trauma diafragma harus dicurigai.

Diagnosis kasus tersebut sebagian besar ditegakkan atas dasar kecurigaan klinis

dan radiografi dada sisi yang kompatibel, atau dari CT scan. Dalam beberapa

tahun terakhir, ditemukan perubahan bermakna dalam pengelolaan trauma tumpul

diafragmatik, yaitu digunakannya penggunaan angiografi CT multislice resolusi

tinggi pada area abdomen dan dada. Pemeriksaan tersebut kini merupakan uji

rutin yang dilakukan pada kebanyakan pasien trauma tumpul. Ultrasonografi juga

dapat menjadi dasar diagnostik pasien dengan ruptur diafragma, terutama jika

sonografi abdomen fokus trauma (focused abdominal sonography for trauma—


FAST) diperluas ke arah atas diafragma untuk mencari hemothoraks dan menilai

gerakan diafragma (menggunakan mode-M jika memungkinkan). Perluasan ini

memperlama waktu pemeriksaan, namun dapat memungkinkan operator untuk

mengamati gerakan diafragma yang hilang, adanya herniasi visera, atau “flap”

pada ruptur diafragma. Namun, dengan tidak adanya herniasi, mungkin sulit untuk

mengidentifikasi cedera diafragma traumatis dengan cara pencitraan

konvensional. Ruptur diafragma tumpul sering terlewati saat evaluasi pasien awal.

Radiografi dada awal bisa ditemukan negatif dan radiografi dada berulang

mungkin diperlukan. Modalitas diagnostik lainnya atau bahkan eksplorasi bedah

mungkin diperlukan secara definitif menyingkirkan ruptur tumpul diafragma.

Laparotomi dengan irisan garis tengah tubuh merupakan pendekatan yang

diajukan untuk memperbaiki trauma diafragma akut karena dapat menawarkan

kemungkinan mendiagnosis intraoperatif dan memperbaiki cedera intra-abdomen

terkait.

Cedera diafragma tertutup harus ditangani sesegera mungkin. Perhatian

khusus harus diberikan pada penempatan pipa drainase thoraks, terutama jika hasil

foto polos mencurigakan. Laparotomi insisi lini tengah adalah pendekatan yang

disarankan, karena memungkinkan dilakukannya eksplorasi seluruh rongga

abdomen. Perbaikan bedah rutin dari setiap defek diafragma dilakukan dengan

jahitan yang tidak terganggu dan terus menerus dan penempatan tabung dada di

rongga toraks yang terkena. Pada pasien hemodinamik stabil dengan trauma

penetratiftorakabdominal kiri, insidensi cedera pada diafragma sangat tinggi, dan

torakoskopi atau laparoskopi direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis dan

perbaikan cedera diafragma yang sebelumnya terlewatkan. Laparoskopi atau


operasi thoracoscopic yang dipandu video (videoassisted thoracoscopic surgery—

VATS) dapat digunakan pada pasien yang stabil secara hemodinamik. VATS

memiliki akurasi yang lebih tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mendekati 100%)

dan membantu menghindari risiko tension pneumotoraks. Namun, kami merasa

bahwa VATS paling baik digunakan bagi pasien yang stabil saat cedera diafragma

intraabdomen dan kontralateral telah dieksklusi.

Grimes, pada tahun 1974, menggambarkan tiga fase rupture diafragma: fase

akut awal, pada saat cedera diafragma; fase tertunda yang terkait dengan herniasi

transien organ visera, sehingga turut memperhitungkan gejala nonspesifik yang

tidak ada atau intermiten; dan fase penyumbatan yang melibatkan komplikasi

herniasi jangka panjang, bermanifestasi sebagai obstruksi, strangulasi atau ruptur

posterior. Organ khas yang sering mengalami herniasi ke dalam rongga torak

adalah lambung, lien, kolon, usus halus, dan hepar. Perbaikan dengan suturasi

sederhana yang non-absorbable cukup sering digunakan, dan penggunaan mesh

harus dipikirkan bagi yang akan mengalami cacat kronis dan besar. Dengan

demikian, semua ahli bedah harus waspada selama laparotomi eksplorasi untuk

menyingkirkan cedera diafragma yang terkait.

Mortalitas secara ketat dihubungkan dengan ruptur diafragma minimal, dan

biasanya disebabkan oleh cedera yang berkaitan. Penyebab paling sering kematian

yang dilaporkan dalam literatur adalah syok, gagal organ multipel, dan cedera

kepala. Hasil perbaikan hernia diafragma akut sebagian besar ditentukan oleh

tingkat keparahan cedera yang bersamaan, dengan Skor Keparahan Cedera

menjadi prediktor mortalitas yang paling banyak dikenal. Tertundanya diagnosis

dapat meningkatkan angka kematian hingga 30%. Tingkat ketertinggalan


diagnosis ruptur diafragma atau cedera pada pasien yang tidak dilakukan

pembedahan, berkisar antara 12 s.d. 60%. Rupture diafragma tumpul dapat

dengan mudah terlewatkan apabila tidak ditemukan indikasi lain untuk

pembedahan segera, di mana pemeriksaan menyeluruh terhadap hemidiafragma

adalah wajib. Indeks kecurigaan yang tinggi bersama dengan evaluasi radiologis

berulang dan selektif sangat diperlukan untuk penegakan diagnosis dini. Hernia

diafragma akut adalah hasil dari cedera diafragma yang menyertai trauma

torakoabdominal tumpul berat atau penetratif. Kejadian tersebut sering

didiagnosis sejak awal trauma melalui foto polos dada atau CT scan dada. Cedera

diafragma non-adverted yang disebabkan oleh fase kronis hernia diafragma

mungkin akan memerlukan pembedahan untuk memperbaiki cacat tersebut.


KESIMPULAN

Ruptur diafragma tumpul dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas

yang bermakna. Kondisi ni jarang terjadi, biasanya tertutupi oleh beberapa cedera

yang terkait, yang dapat memperburuk kondisi pasien. Oleh karena itu, harus

dicari indeks kecurigaan tinggi untuk cedera diafragma pada pasien yang menjadi

korban kecelakaan lalu lintas, misalnya tabrakan kendaraan, terutama jika mereka

mengalami dampak tabrakan secara frontal dan/atau lateral, yang mengakibatkan

trauma thoracoabdominal parah. Diagnosis dapat dilakukan secara klinis dan

radiologis. Langkah umum untuk pengelolaan pasien trauma ganda harus

diterapkan. Pembedahan pada saat diagnosis harus mengembalikan kontinuitas.

Diterjemahkan dari: Vilallonga et al. Right-sided diaphragmatic rupture

after blunt trauma. An unusual entity. World Journal of Emergency Surgery 2011,

6:3
Tabel 1 Serial kasus besar dari penelusuran literatur mengenai ruptur diafragmatik tumpul

Penulis Jumlah Tipe Lokasi Cedera terkait ISS * Tatalaksana Mortalitas

kasus trauma
Chughtai T 208 tumpul: Kanan: Abdomen: hati (63,5%), MeanISS 93,3% 60 † dalam 28

dkk.[9] (1986-2003) 208 135 limpa (52,9%), mesentrika 38,0 laparotomi 1,4% hari.

Kiri: 47 usus halus (46,2%) ... torakotomi Cedera kepala:

Bilateral: 4 Thoraks: Fraktur costae 25%

(75,5%), kontusi paru Perdarahan

(63,0%), hemothorax Intraabdominal:

(40,4%),hemopneumotoraks 23,2%

(22,1%) ...
Ozpolat B 41 tumpul: Kanan: 12 30 (73%): hemothorax, Tidak 85% 6 † (14,6%)

dkk .[7] (1996-2007) 20 Kiri: 28 pneumotoraks, fraktur disebutkan dioperasikan

penetratif Bilateral: 1 melibatkan hepar dan costae sebelum 24 jam

: 21

Lunca S dkk. 61 Tumpul : Kanan: 15 27 syok hemoragik ISS = 24 (6- 100% 9 † 15


[12] (1992-2003) 15 Kiri: 45 75) dioperasikan komplikasi

penetratif Bilateral: 1 sebelum 12 jam

: 46

Cubukçu A 21 Tumpul : Kanan: 12 20 pasien dengan cedera Tidak 100% 3†

dkk. [13] (1995-1998) 9 Kiri: 9 bersamaan (hepar pada 10 disebutkan dioperasikan

penetratif pasien) sebelum 24 jam

: 12 7 pasien dengan tanda atau

gejala berkaitan dengan

ruptur diafragma

Dajee A dkk. 48 (1973- Tumpul: Kanan: + Cedera intra-abdomen yang Tidak 100% 3 † (6%)

[14] 1978) 8 Kiri: +++ melibatkan lien, hepar, disebutkan laparotomi, tidak

penetratif Bilateral: 1 lambung, dan kolon. 8 ada yang

: 40 pasien herniasi isi menggunakan

intraabdominal. mesh
Tan KK dkk. 14 Tumpul: Kanan: 5 8 Laserasi lien, 5 Median 85,7% 5 † (33%)

[16] (2002-2008) 14 Kiri: 9 hemothorax dan kontusio GCS: 14 laparotomi dan Cedera

paru, 4 fraktur tulang (3-15) perbaikan Ekstensif

panjang, 4 fraktur tulang 14,3%

panggul, 3 laserasi hepar , 3 Median ISS: perawatan

laserasi kolon, 3 luka pada 41 (14-66). intensif ICU

pembuluh darah besar , 2 bedah

laserasi ginjal, 2 laserasi

usus halus, 1 perforasi

lambung.

Matsevych 12 (4 tahun) Tumpul Kanan: 6 100% cedera berkaitan: Tidak 100% 3 † (25%)

OY. [19] 12 Kiri: 2 5 hemothorax, 4 cedera disebutkan laparotomi. (syok

Bilateral: 1 kepala, 3 fraktur 1 pasien hipovolemik, 1

ekstremitas, 3 fraktur torakotomi brain injury, 1


panggul, 3 laserasi hepar, 3 gagal jantung)

hematoma retroperitoneal.

Bergeron E 160 (1 April, Tumpul : Kanan: 31 Abdomen: hepar (47%), lien ISS = 26,9 (+ 100% 14,4%

dkk. [20] 1984 sampai 160 Kiri: 126 (50%), mesentrika usus -11.5) dioperasikan

31 Maret Bilateral: 3 halus (38%) ... Toraks : antara 60 menit

1999) Fraktur costae (31%), pevi s.d. 21,8 hari

(41%), ortopedi lainnya pasca cedera.

(50%). 4 repair ruptur

diafragma pada

laparotomi

kedua
Brasel KJ 32 Tumpul: Kanan: 7 Abdomen: hepar (47%), lien ISS = 32 100% 22,0%

dkk. [21] (Januari 32 Kiri: 25 (50%), mesentrika usus laparotomi.

1987 s.d. Bilateral: 0 halus (38%) ... Thoraks : Penjahitan

Mei 1994) Fraktur costae (31%), pevi semua pasien


(41%), ortopedi lainnya dan 1 pasien

(50%). dengan mesh

polipropilena
Shapiro MJ 20 (5 tahun) Tumpul Kanan: 7 Syok 16/20; hemo/ pneumo- 36 (11-59) Tidak 25,0%

dkk. [22] 20 Kiri: 14 toraks 15/20; contusion disebutkan

Bilateral: 0 serebri (12/20); kontusio

paru 9/20; kontusi dinding

dada 8/20; cedera hepar

8/20; cedera lien 8/20

Montresor E 17 (1970 Tumpul: Kanan: 7 52,6% ditemukan saat Tidak 8 laparotomi. 15,6%

dkk. [23] s.d. 17 Kiri: 14 bedah dengan herniasi disebutkan 7 laparotomi

1995) Bilateral: 0 visceral intratoraks. dantorakotomi. 4

torakotomi
Esme H 14 (Januari Tumpul: Kanan: 4 Cedera multipel terkait Tidak 100% Keseluruhan:

dkk. [24] 2000 dan 11 Kiri: 10 diamati pada 12 pasien disebutkan laparotomi. 7%

Juni 2005) penetratif (85%)


:3

Athanassiadi 41 (1988 s. Tumpul: Kanan: 15 Pada 34 pasien (94%) Tidak 22 laparotomi 10 16,6% (6/36)

K, dkk. [25] d. 1997) 41 Kiri: 24 melibatkan: lien (n = 18), disebutkan torakotomi 4

Bilateral: 2 fraktur costae (n = 17), paru laparoterapotomi

(n = 14), paru (n = 11), usus

(n = 7), ginjal (n = 5) dan

fraktur lainnya (n = 21)


Gwely NN 44 (1998 Tumpul Kanan: 12 Tidak 31 torakotomi 13,2% (5/38)

[26] dan 44 Kiri: 30 disebutkan dalam 4

2007) Bilateral: 2 laparotomi.

torakolaparotomi

Yalçinkaya I 26 (1996- Tumpul Kanan: 8 Beberapa cedera yang Tidak 15 torakotomi. 3 † (11,5%)

dkk [27] 2005) 26 Kiri: 18 terkait diamati pada pasien disebutkan 7 laparotomi.

(96%). Herniasi thoraks 4


organ (45%). torakolaparotomi

Diterjemahkan dari: Vilallonga et al. Right-sided diaphragmatic rupture after blunt trauma. An unusual entity. World Journal of

Emergency Surgery 2011, 6:3

Anda mungkin juga menyukai