Anda di halaman 1dari 2

Judul : The Accounting Conservatism of IFRS Adoption in Indonesia

Penulis: Juniarti, Devi Tirta Raharjo, Regina Monica

Pendahuluan
Studi di atas dilakukan di banyak negara berbeda dengan lingkungan kelembagaan yang unik common law dan
code law yang memungkinkan terjadinya hasil yang beragam (Barth et al., 2008; Karampinis & Hevas,
2011; Andre & Filip, 2012). Di negara hukum kode seperti Indonesia, standar akuntansi disusun oleh pembuat
standar di bawah kendali negara dan lemahnya perlindungan investor yang tidak memprioritaskan aspek publik
pengungkapan (Karampinis & Hevas, 2011). Adopsi IFRS mendorong negara-negara hukum kode untuk
mempertimbangkan pengungkapan publik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menambah bukti
bahwa adopsi IFRS di negara hukum kode, khusus di Indonesia, tidak mengurangi konservatisme. Di
Indonesia, adopsi IFRS sudah dilakukan sejak tahun 2012. Sudah enam tahun sejak disyaratkan, itulah
waktu untuk memeriksa kontribusi adopsi IFRS untuk pengadopsi. Berbeda dengan penelitian sebelumnya
hanya dilakukan di sektor tertentu sehingga kurang representatif (Prayanthi & Pantow, 2018; Ghani et al.,
2017; Januarsi dkk., 2014; Pulungan, 2014; Hikmah, 2013), penelitian ini berlaku di semua sektor industri.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, kami menggunakan longitudinal. Jumlah observasi sebanyak
3.742, terdiri dari 394 perusahaan untuk periode 2006-2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode pra-adopsi IFRS di Indonesia terdapat konservatisme
akuntansi. Namun, setelah adopsi, sensitivitas untuk mengenali pengembalian negatif secara tepat waktu
menurun. Bisa jadi menyimpulkan bahwa adopsi IFRS di Indonesia mengurangi konservatisme. Uji ketahanan
telah dilakukan terhadap verifikasi hasilnya

Tujuan Penelitian
Penentu Standar Akuntansi Indonesia telah mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi Internasional Standar
Pelaporan Keuangan (IFRS) sejak 2012. Standar baru lebih mengedepankan relevansi dibanding sebelumnya
standar lebih fokus pada masalah konservatisme. Memang IFRS tidak bertujuan untuk mereduksi
Konservatisme, tetapi aspek ini bukan lagi penekanan dari standar baru. Ada kekhawatiran apakah IFRS
mengurangi konservatisme. Di sisi lain, hasil studi sebelumnya tentang masalah ini masih tersebar. Jadi,
penelitian ini bertujuan untuk mencari level konservatisme dalam adopsi pasca-IFRS. Apalagi Indonesia sudah
mengadopsi IFRS sejak 2012. Sudah saatnya memeriksa manfaat adopsi IFRS bagi para pengadopsi.

Metodologi / Teknik Penelitian


 Menggunakan model konservatisme akuntansi yang dikembangkan oleh Basu (1997), penulis bandingkan
konservatisme perusahaan sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Perusahaan yang terdaftar di Indonesia Bursa
Efek periode 2006-2016 digunakan sebagai sampel. Ada 3.742 tahun perusahaan yang terdiri dari 394
perusahaan dari berbagai sektor industri. Data dianalisis menggunakan Pooled Least Square.

Hasil Penelitian
Hasil menunjukkan bahwa konservatisme ada dalam adopsi pra-IFRS. Penghasilan akuntansi lebih banyak
sensitif terhadap pengembalian negatif daripada pengembalian positif dalam adopsi pra-IFRS. Namun, di pos-
periode adopsi sensitivitas terhadap pengembalian negatif menurun. Artinya adopsi IFRS menurunkan tingkat
konservatisme. Hasil ini harus diperhatikan oleh Penyusun Standar Akuntansi Indonesia kebijakan wajib IFRS,
karena kemungkinan akan mengurangi praktik konservatisme.

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan tingkat konservatisme setelah adopsi IFRS. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada praktik konservatisme bahkan sebelum adopsi IFRS. Sayangnya, kami tidak dapat
membuktikannya tingkat konservatisme masih ada setelah adopsi. Ada kecenderungan akuntansi menurun
praktik konservatisme di Indonesia, setelah adopsi IFRS. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan akuntansi
sensitivitas laba terhadap pengakuan kemungkinan pengembalian negatif. Hasilnya kuat pengujian tambahan
dengan mengelompokkan sampel menjadi dua periode yaitu pra-adopsi IFRS dan pasca-IFRS. periode adopsi.
Sehubungan dengan penurunan konservatisme setelah adopsi IFRS, investor disarankan untuk menganalisis
informasi akuntansi perusahaan sebelumnya karena penurunan sensitivitas pengembalian terhadap akuntansi
pendapatan. Penyusun Standar Akuntansi Indonesia perlu mewaspadai kecenderungan penurunan tersebut
tingkat konservatisme setelah penerapan wajib IFRS, yang menyiratkan bahwa kualitas penghasilan menurun.
Selain itu, manajemen perlu menyadari bahwa adopsi IFRS dapat mengurangi konservatisme yang
bertentangan dengan relevansi.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain, kami hanya menerapkan satu jenis konservatisme,
yaitu laba per hubungan return saham, penelitian masa depan disarankan untuk membandingkan dua jenis
konservatisme untuk memiliki a kesimpulan komprehensif bagaimana status konservatisme pasca adopsi
IFRS. Selain itu studi ini juga membuka tempat untuk studi masa depan untuk menjalankan isu-isu
konservatisme dengan mengendalikan tingkat korporasi pemerintahan baik di tingkat perusahaan atau tingkat
negara

Anda mungkin juga menyukai