Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian dari artikel ini ditemukan bahwa konservatisme tinggi
sebelum adopsi IFRS. Selanjutnya, laba akuntansi lebih sensitif terhadap
pengembalian negatif daripada pengembalian positif sebelum penerapan IFRS.
Namun, pada periode pasca adopsi, sensitivitas terhadap pengembalian negatif telah
menurun. Artinya penerapan IFRS telah menurunkan tingkat konservatisme. Otoritas
Standar Akuntansi Indonesia dapat mengandalkan hasil ini untuk mengevaluasi
kebijakan wajib IFRS.
Evaluasi dan Kritik
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konservatisme setelah penerapan
IFRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, meskipun praktik konservatisme
memang ada sebelum adopsi IFRS, tampaknya praktik konservatif tidak berlanjut
dalam periode pasca adopsi. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya sensitivitas
laba akuntansi terhadap pengakuan return negatif. Hasilnya terbukti kuat melalui
pengujian tambahan dimana sampel dikelompokkan menjadi dua periode: pra-adopsi
dan pasca adopsi.Karena penurunan konservatisme setelah adopsi IFRS, investor
harus menganalisis informasi akuntansi secara lebih rinci, karena penurunan
sensitivitas pengembalian laba akuntansi. Lebih lanjut, otoritas standar akuntansi
Indonesia harus mewaspadai penurunan konservatisme yang berimplikasi pada
penurunan kualitas laba. Selanjutnya, manajemen harus menyadari bahwa penerapan
IFRS dapat mengurangi konservatisme, yang bertentangan dengan relevansi.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, hanya satu jenis
konservatisme yang diperiksa: laba per pengembalian saham. Penelitian selanjutnya
mungkin ingin membandingkan dua jenis konservatisme untuk menarik kesimpulan
komprehensif tentang status konservatisme setelah adopsi IFRS. Kedua, studi ini
juga membuka ruang bagi studi masa depan untuk membahas isu-isu konservatisme
dengan mengontrol tingkat tata kelola perusahaan baik di tingkat perusahaan maupun
di tingkat negara.