Disusun Oleh :
Negara-negara di Uni Eropa dan Australia adalah pelopor adopsi IFRS, setelah
menerapkan IFRS sejak 2005. Konvergensi standar akuntansi global yang diprakarsai oleh
Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) telah memperoleh dukungan luas dari
berbagai badan akuntansi nasional serta organisasi internasional. Saat ini lebih dari 130
negara telah mengadopsi IFRS, yang menyiratkan bahwa tujuan dari bahasa akuntansi tunggal
di dunia secara bertahap terwujud.
Negara pertama yang mengadopsi IFRS sebagian besar adalah negara maju. Namun,
IFRS sekarang juga diterapkan oleh negara berkembang. Adopsi IFRS oleh negara
berkembang telah menimbulkan kekhawatiran atas kesesuaian standar ini untuk ekonomi
tersebut, karena telah lama diperdebatkan bahwa lingkungan pelaporan keuangan di negara
berkembang tidak seperti negara-negara maju seperti AS dan Inggris yang menjadi orientasi
standar internasional.
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang saat ini terlibat dalam proses
konvergensi standar akuntansi nasional dengan IFRS. Pada tahun 2008 Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), badan profesi akuntansi nasional yang mengawasi penetapan standar
akuntansi di Indonesia, meresmikan komitmennya untuk konvergensi penuh IFRS di
Indonesia. Sejak saat itu, penyusun standar akuntansi Indonesia mulai menerapkan IFRS
secara bertahap, dengan tujuan untuk memastikan bahwa standar akuntansi Indonesia akan
sepenuhnya digabungkan dengan IFRS pada tahun 2012. Adopsi IFRS di Indonesia mengikuti
proses bertahap, dimana IFRS terpilih diadopsi secara progresif dan diterbitkan sebagai
padanan IFRS di Indonesia.
Terdapat 5 pendekatan dari konvergensi IFRS yang masing - masing memiliki
serangkaian tujuan untuk kemajuan proses konvergensi yaitu :
1. Adopsi penuh IFRS
2. Adopsi IFRS secara selektif atau adopsi dengan jeda waktu
3. Adopsi IFRS dengan modifikasi untuk memperhitungkan spesifik negara
4. Pemeliharaan standar akuntansi nasional tetapi selaras dengan IFRS; dan
5. Kelanjutan standar akuntansi nasional.
Tahap pertama mencakup periode antara 2007 dan 2012. Tujuan utama dari tahap ini
adalah untuk secara bertahap menggabungkan IFRS dengan standar akuntansi Indonesia.
Pada 1 September 2007, PSAK dalam di adopsi penuh IFRS / IAS. Misalnya, dengan IAS 32
dan IAS 39 yang diadopsi menjadi PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan
Pengungkapan dan PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran masing-
masing, juga memicu kontroversi, khususnya di industri keuangan, karena kompleksitasnya.
Antara 1 Januari 2008 dan 1 Januari 2012, DSAK menyetujui 35 PSAK yang diadopsi
dari IFRS, bersama dengan 20 interpretasi dari standar akuntansi keuangan. Biasanya, ada
PSAK yang tanggal efektifnya 1 Januari 2009, 16 PSAK lainnya efektif per 1 Januari 2011,
dan 18 PSAK yang diimplementasikan pada 1 Januari 2012. Secara umum, standar akuntansi
Indonesia tahun 2012 telah setara dengan IFRS per 1 Januari 2009.
Setelah menyelesaikan Tahap pertama, DSAK memulai tahap kedua dari program
konvergensi IFRS yang mencakup periode antara tahun 2012 dan 2015. Tujuan utamanya
adalah untuk mengurangi perbedaan antara standar akuntansi Indonesia per 1 Juni 2012 dan
IFRS. Selama periode ini, DSAK mengubah sembilan PSAK setara IFRS, menggantikan 1
PSAK setara IFRS, menerbitkan empat standar setara IFRS yang baru diadopsi, dan
menyesuaikan standar lainnya agar selaras dengan IFRS seperti pada tahun 2014.