Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Semakin derasnya arus globalisasi yang menghilangkan batas batas geografis dalam
kegiatan perekonomian telah menuntut adanya sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang
seragam dan dapat diterima di berbagai negara. Untuk itu, dibentuklah suatu standar yang
bernama IFRS (International Financial reporting standar) sebagai suatu pakem umum dalam
usaha harmonisasi standar akuntansi keuangan. Dengan adanya suatu standar yang diterima
secara internasional, diharapkan keterbandingan laporan keuangan antar negara menjadi lebih
tinggi.
Indonesia, sebagai suatu negara berkembang pun tidak ketinggalan dalam mengadopsi
IFRS. Adopsi PSAK ke IFRS pun semakin menggaung ketika IAI mencanangkan konvergensi
penuh IFRS ke PSAK pada tahun 2012. Diharapkan, dengan adanya konvergensi ini dapat
memudahan pemahaman terhadap laporan keuangan yang dikenal secara internasional serta
dapat meningkatkan arus investasi
Proses konvergensi IFRS di Indonesia terbagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Tahap adopsi (Tahun 2008-2010)
2. Tahap persiapan (Tahun 2011)
3. Tahap implementasi (2012)
Dalam tahap konvergensi ini terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti perlunya
penyesuaian standar internasional terhadap aspek hukum di Indonesia, penyesuaian terhadap
aturan perpajakan, kesiapan sumber daya manusia yang belum matang, serta masalah
keberadaan lembaga standar akuntansi Indonesia yang belum independen.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian IFRS
Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting
Standards (IFRS) adalah Standar dasar, Pengertian dan Kerangka Kerja yang diadaptasi oleh
Badan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards Board (IASB)).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu
Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh
Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (Internasional Accounting Standards
Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab
guna menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya,
Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan
standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.

B. Ruang Lingkup Standar Akuntansi Keuangan


Standar

ini

berlaku

apabila

sebuah

perusahaan

menerapkan

IFRS

untuk

pertamakalinya melalui suatu pernyataan eksplisit tanpa syarat tentang kesesuaian dengan
IFRS. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan yang
pertamakalinya berdasarkan IFRS (termasuk laporan keuangan interim untuk periode
pelaporan tertentu ) menyediakan titik awal yang memadai dan transparan kepada para
pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang seluruh periode disajikan

C. Struktur IFRS
IFRS dianggap sebagai kumpulan standar dasar prinsip yang kemudian menetapkan
peraturan badan juga mendikte penerapan-penerapan tertentu. Standar Laporan Keuangan
Internasional mencakup:

Peraturan-peraturan Standar Laporan Keuangan Internasional (Internasional Financial


Reporting Standards (IFRS)) dikeluarkan setelah tahun 2001

Peraturan-peraturan Standar

Akuntansi Internasional (International Accounting Standards (IAS)) dikeluarkan sebelum


tahun 2001 Interpretasi yang berasal dari Komite Interpretasi Laporan Keuangan Internasional
(International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC)) dikelularkan setelah
tahun 2001. Standing Interpretations Committee (SIC) dikeluarkan sebelum tahun 2001
Kerangka Kerja untuk Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan (1989) (Framework for
the Preparation and Presentation of Financial Statements (1989))

D. Kerangka Kerja IFRS


Kerangka kerja guna Persiapan dan Presentasi Laporan Keuangan untuk
menyampaikan prinsip-prinsip dasar IFRS. Kerangka kerja IASB dan FASB sedang dalam
proses pembaharuan dan perangkuman. Proyek Kerangka Konseptual Gabungan (The Joint
Conceptual Framework project) bertujuan untuk memperbaharui dan merapikan konsepkonsep yang telah ada guna menggambarkan perubahan di pasar, praktek bisnis dan
lingkungan ekonomi yang telah timbul dalam dua dekade atau lebih sejak konsep pertama kali
dibentuk. Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan dasar guna standar akuntansi di masa
mendatang yang berbasis prinsip, konsisten secara internal dan diterima secara internasional.
Karena hal tersebut, (dewan) IASB dan FASB Amerika Serikat melaksanakan proyek secara
bersama.

E. Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan


Menurut SAK dalam Harahap (1999: 74) sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah:
1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah
lewat.
2. Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan bukan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja misalnya untuk Pajak,
Bank.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan
berbagai pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian.

6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi


daripada bentuk hukumnya (formalitas), (substance over form).
7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai
laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang
dilaporkan.
8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan
variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar
perusahaan.
9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantitatifkan
umumnya diabaikan.
10. Pemakai Laporan Keuangan.
Pemakai

Kepentingan

Internal (Manajemen)

Melihat besar kecilnya laba dan mengevaluasi kinerja keuangan


perusahaan. Dan Informasi dalam laporan keuangan dapat
digunakan untuk menentukan plan dan strategi perusahaan.

Eksternal (Investor)

Menilai prospek tidaknya perusahaan tersebut (Mengukur


resiko-resiko investasinya)

Pemberi Pinjaman

Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi

(Biasanya Bank)

pinjamannya.

Pemerintah dan

Untuk menganalisa CAR perusahaan, sebagai pertimbangan

Badan Regulator Lain kebijakan pajak, menghitung statistic pendapatan nasional.


Supplier

Untuk menentukan kebijakan kredit terhadap perusahaan.

Pelanggan

Mengetahui kelangsungan hidup perusahaan.

Karyawan

Mengetahui kelangsungan hidup perusahaan serta mengetahui


perusahaan untuk memberikan balas jasa.

Masayarakat

Sebagai bahan pembelajaran dan ilmu pengetahuan. Selain itu

(termasuk akademisi)

dapat menjadi bahan dalam membuat tugas akhir, artikel,


makalah, dan presentasi-presentasi.

F. Konsep Dasar Standar Akuntansi Keuangan


1.
Tanggal pelaporan (reporting date) adalah tanggal neraca untuk laporam keuangan
pertama yang secara eksplisit menyatakan bahwa laporan tersebut sesuai dengan IFRS
(sebagai contoh 31 Desember 2006).

2.

Tanggal transisi (transition date) adalah tanggal neraca awal untuk laporan keuangan
komparatif tahun sebelumnya (sebagai contoh 1 Januari 2005, jika tanggal pelaporan
adalah 31 Desember 2006).
Pengecualian untuk penerapan retrospektif IFRS terkait dengan hal-hal berikut:
1.
2.
3.
4.

Penggabungan usaha sebelum tanggal transisi.


Nilai wajar jumlah penilaian kembali yang dapat dianggap sebagai nilai terpilih.
Employee benefits.
Perbedaan kumulatif atas translasi (penjabaran) mata uang asing, muhibah (goodwill),

5.

dan penyesuaian nilai wajar.


Instrumen keuangan, termasuk akuntansi lindung nilai (hedging).

G. Perbandingan PSAK dengan IFRS


Jika kita bandingkan antara semua standar akuntansi yang dimiliki Indonesia
dengan IFRS, dengan jelas kita temukan perbedaan kuantitas sebagai berikut:
PSAK
43 Standart (PSAK)
8 Syariah Standart
11 Interpretation (ISAK)
4 Tecnical Bulletins
1 SAK ETAP (Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik/UKM)

IFRS
37 Standart
8 IFRS
29 IAS
27 Interpretations
16 IFRIC Interpretation
11 SIC

Di Indonesia juga masih terdapat Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang


masih mengacu pada PSAK lama. Kemungkinan besar setelah konvergensi PSAK ke
IFRS akan menyusul perubahan pada SAP.
Tidak semua standar IFRS tersebut diatas dicontek habis dan dirubah menjadi
PSAK, itulah mengapa IAI memilih konvergensi dari para adaption dan adoption.
Sedikit gambaran saja untuk membedakan ketiga istilah tersebut saya jelaskan dalam
tabel berikut:
Perbedaan
Arti
harafiah

Adaption
Adaptasi/Penyelarasan

Convergence
Pertemuan pada suatu
titik

Full Adoption
Adopsi/pemakaian

Standart

Membuat standar yang

Membuat standar baru

Mentranslet standar

akuntansi

benar benar baru

dengan

lama menjadi standar

mempertimbangkan

baru

keadaan yang berlaku


Indonesia setelah 2012

Australia, Hongkong

Contoh

Indonesia sebelum IFRS

negara

IFRS Convergence telah membawa dunia accounting ke level baru, Saya


mencatat tiga perbedaan mendasar, yaitu:
1. PSAK yang semula berdasarkan Historical cost mengubah paradigmanya menjadi
Fair value based.
Terdapat kewajiban dalam pencatatan pembukuan mengenai penilaian
kembali keakuratan berdasarkan nilai kini atas suatu aset, liabilitas dan ekuitas.
Fair value based mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk konvergensi
ke IFRS selain hal-hal lainnya. Sebagai contoh perlunya di lakukan penilaian
kembali suatu aset, apakah terdapat penurunan nilai atas suatu aset pada suatu
tanggal pelaporan. Hal ini untuk memberikan keakuratan atas suatuatas suatu
laporan keuangan.
2. PSAK yang semula lebih berdasarkan Rule Based (sebagaimana USGAAP)
berubah menjadi Prinsiple Based.
Apa itu Rule Based?
Rule based adalah manakala segala sesuatu menjadi jelas diatur batasan
batasannya. Sebagai contoh adalah manakala sesuatu materiality ditentukan
misalkan diatas 75% dianggap material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya.
Apa itu Prinsiple Based?
IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana yang diatur dalam PSAK
update untuk mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan
pertimbagan Akuntan / Management perusahaan sebagai dasar acuan untuk
kebijakan akuntansi perusahaan.

3. Pemutakhiran (Update) PSAK untuk memunculkan transparansi dimana laporan


yang dikeluarkan untuk eksternal harus cukup memiliki kedekatan fakta dengan
laporan internal.
Pihak perusahaan harus mengeluarkan pengungkapan pengungkapan
(disclosures) penting dan signifikan sehingga para pihak pembaca laporan yang
dikeluarkan ke eksternal benar-benar dapat menganalisa perusahaan dengan fakta
yang lebih baik.

H. Perbedaan Spesifik antara IFRS dengan US GAAP


Perbedaan terbesar antara US GAAP dan IFRS adalah bahwa keseluruhan
menyediakan kurang detail. panduan tentang pengakuan pendapatan, misalnya, secara
signifikan lebih kecil dari GAAP luas. IFRS juga mengandung relatif sedikit instruksi
spesifik industri.
Karena proyek yang sudah berjalan lama konvergensi antara IASB dan FASB,
sejauh mana perbedaan spesifik antara IFRS dan GAAP telah mengecil.. Namun
perbedaan yang signifikan lakukan tetap, paling salah satu dari yang dapat menghasilkan
hasil yang dilaporkan sangat berbeda, tergantung pada perusahaan industri dan individu
fakta-fakta dan keadaan.Contoh:

IFRS tidak mengizinkan Last In, First Out (LIFO).


IFRS menggunakan metode langkah tunggal untuk write-downs kerusakan
daripada langkah kedua metode yang digunakan dalam US GAAP, membuat write-

downs lebih mungkin.


IFRS memiliki batas probabilitas yang berbeda dan pengukuran objektif untuk

kemungkinan.
IFRS tidak mengizinkan utang untuk pelanggaran perjanjian yang telah terjadi
harus diklasifikasikan sebagai non-arus pengabaian kecuali kreditur diperoleh
sebelum tanggal neraca.
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana

yang diadopsi dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual


berdasarkan USGAAP. Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting
Standar (IFRS) kedalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau
kita harus merubah mindset kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.

Ada beberapa perbedaan dasar antara kedua standar tersebut sebagaimana


dijelaskan dalam tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang tubuh kerangka
konseptual tersebut masih sama, yaitu level 1: tujuan laporan keuangan, level 2:
karakteristik kualitatif dan element laporan keuangan, dan level 3: Asumsi dasar, Prinsip
dan kendala.
Berikut adalah Perbedaan keduanya:
Level 1: Tujuan Laporan Keuangan:
US GAAP
Menyediakan informasi yang berguna

IFRS
Menyediakan informasi yang menyangkut

untuk pengambilan keputusan investasi

posisi keuangan, kinerja, serta perubahan

dan kredit.

posisi keuangan suatu perusahaan yang


bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna

Menyediakan informasi yang berguna

dalam pengambilan keputusan ekonomi.


Pengguna adalah investor, karyawan,

untuk memprediksi jumlah, waktu, dan

pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor

ketidakpastian arus kas masa depan

usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan

perusahaan
masyarakat.
Menyediakan informasi tentang sumber
dayaekonomi, klaim terhadap sumber daya
tersebut, dan perubahan terhadap
keduanya.

Level 2: Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi

US GAAP
Relevan terdiri dari:

Nilai prediksi membantu pengguna


memprediksi hasil dari kejadian masa

lalu, saat ini dan masa depan.


Nilai umpan balik membantu
pengguna mengkonfirmasi dan

IFRS
Relevan terdiri dari:

Nilai prediksi
Nilai konfirmasi
Materialitas

membetulkan nilai prediksi


sebelumnya.
Tepat waktu tersedia sebelum

kehilangan kapasitas untuk


mempengaruhi keputusan
Dapat dipercaya terdiri dari:

Dapat dipercaya terdiri dari:

Disajikan dengan jujur


Netral
Dapat diferivikasi

Disajikan dengan jujur


Netral
Substansi mengungguli bentuk
Kehati-hatian
(dimana
ketidakpastian,

kesalahan

ada
dalam

menyediakn informasi dan menjamin


adanya konservatisme.
Kelengkapan
Dapat dibandingkan

Dapat dibandingkan
Konsisten

Level 3: Pengakuan dan pengukuran Asumsi dasar

1.
2.
3.
4.

US GAAP
Kelangsungan usaha
Entitas ekonomi
Unit moneter
Periodisitas

IFRS
1. Kelangsungan usaha
2. Basis akrual

Level 4 : Pengungkapan dan Penyajian Laporan Keuangan


N
o
1.

Perbedaan

IFRS

PSAK

Komponen

Komponen laporan

Komponen laporan

Laporan

keuangan

keuangan

Keuangan yang

lengkap terdiri atas :

lengkap terdiri atas :

lengkap

- Laporan posisi keuangan - Neraca


- Laporan laba rugi
(neraca)
- Laporan perubahan
- Laporan laba rugi
ekuitas
komprehensif
- Laporan arus kas
- Laporan perubahan
- Catatan atas laporan
ekuitas

Efek
konvergensi

- Laporan arus kas


- Catatan atas laporan

Keuangan

keuangan
- Laporan posisi keuangan
komparatif awal
periode dan penyajian
retrospektif terhadap
penerapan kebijakan
akuntansi
2.

Pengungkapan

Berdasar ilustrasi IFRS :

Berdasar PSAK:

Aset :

Aset :

dalam Laporan
posisi keuangan
(neraca)

- Aset Tidak Lancar


- Aset lancar
Ekuitas :
- Ekuitas yang dapat
diatribusikan ke pemilik
entitas induk
- Hak nonpengendali
Laibilitas :

- Aset Lancar
- Aset Tidak Lancar
Laibilitas :
- Laibilitas jangka
pendek
- Laibilitas jangka
panjang
Ekuitas :

- Laibilitas jangka panjang - Hak nonpengendali


- Laibilitas jangka pendek - Ekuitas yang dapat
diatribusikan ke
pemilik entitas
3.

Istilah minority

Istilah minority interest

induk
Menggunakan istilah

interest

(hak minoritas) diganti

hak Minoritas

menjadi non controlling


interest (hak
nonpengendali) dan
disajikan dalam Laporan
4.

Pos luar biasa

perubahan ekuitas.
Tidak mengenal istilah

Masih memakai

5.

(extraordinary

pos luar biasa

istilah pos luar biasa

item)
Penyajian

(extraordinary item)
Laibilitas jangka panjang

(extraordinary item)
Tetap disajikan

laibilitas

jangka disajikan sebagai laibilitas

panjang yang akan jangka pendek jika akan


dibiayai kembali

sebagai Laibilitas
jangka panjang

jatuh tempo dalam 12


bulan meskipun perjanjian
pembiayaan kembali
sudah selesai setelah
periode pelaporan dan
sebelum penerbitan
laporan keuangan

Level 5: Pengakuan dan pengukuran Prinsip

1.
2.
3.
4.

US GAAP
Biaya historis
Pengakuan pendapatan
Kesesuaian
Pengungkapan penuh

IFRS
1. Biaya historis
2. Biaya sekarang (apa yang harus dibayar
hari ini untuk mendapatkan aset. Ini sering
diperoleh dalam penilaian yang sama
dengan nilai wajar)
3. Nilai realisasi (jumlah kas yang dapat
4.
5.
6.
7.

diperoleh saat ini jika asset dilepas


Nilai wajar
Pengakuan pendapatan
Pengakuan beban
Pengungkapan penuh

Level 6 : Perubahan Kebijakan dan Prinsip Akuntansi dan Kesalahan Mendasar

No
1.

Perbedaan
Perubahan

IFRS
Dicatat secara

PSAK
Sama seperti IFRS,

Efek
konvergensi

kebijakan atau

retrospektif dan

dicatat secara

prinsip akuntansi

dilakukan penyajian

retrospektif dan

kembali terhadap laba

dilakukan penyajian

ditahan serta adanya

kembali terhadap

penjelasan efek

laba ditahan serta

kumulatif perubahan

adanya penjelasan

pada saat periode

efek kumulatif

dilakukan perubahan

perubahan pada saat


periode dilakukan

2.

3.

Kesalahan

Konsep kesalahan

perubahan
Masih memakai

mendasar

mendasar (fundamental

konsep kesalahan

error) dihapus dan

mendasar

diganti dengan Prior

(Fundamental error)

period error (Kesalahan

yang disajikan secara

periode lalu).

retrospektif.

Perubahan

Perubahan estimasi

Sama seperti IFRS,

estimasi

dicatat secara retrospektif Perubahan estimasi


dengan cara melakukan

dicatat secara

penyesuaian atas laba

retrospektif dengan

atau rugi tahun terjadinya cara melakukan


perubahan estimasi dan

penyesuaian atas laba

laba rugi periode yang

atau rugi tahun

akan datang jika

terjadinya perubahan

mempengaruhi

estimasi dan laba

keduanya.

rugi periode yang


akan datang jika
mempengaruhi
keduanya.

Level 7: Pengakuan dan pengukuran Kendala


US GAAP

IFRS

1.
2.
3.
4.

Biaya dan manfaat


Materialitas
Praktik Industri
Konservatisme

1. Keseimbangan antara biaya dan


manfaat
2. Tepat waktu
3. Keseimbangan antara karakteristik
kualitatif

Sebagaimana diatur dalam IAS 32 & 39 dan IFRS 7 & 9, maka secara ringkas
dapat dilihat. ada perbedaan dan persamaan IFRS dengan GAAP, yaitu sebagai
berikut:
1. IFRS dan GAAP untuk debt securities memiliki perlakuan akuntansi yang
sama
2. IFRS dan GAAP menggunakan pengujian yang sama untuk menentukan
apakah methode equity digunakan yaitu berdasarkan pengaruh yg signifikan dg
patokan lebih dari 20% kepemilikan.
3. Reklasifikasi securities adalah sama antar keduanya.
4. Dasar konsolidasi, IFRS dan GAAP mendasarkan pada persentasi kepemilikan
(50%)
5. IFRS dan GAAP sama dalam akuntansi untuk pemilihan Fair value yaitu
pilihan menggunakan fair value harus dilakukan di awal pengakuan.
6. GAAP tidak mengizinkan reversal untuk beban impairment yang telah terjadi
untuk available for sale debt and equity securities.
7. IFRS tidak mengizinkan hal yg sama untuk available for sale equity , namun
mengizinkan reversal untuk available for sale debt securities dan heldtomaturity securities.

BAB III
IMPLEMENTASI FAIR FALUE
A. Pengantar
Penilaian yang mendasarkan diri pada historical cost telah banyak kehilangan relevansinya
dalam mengukur realitas ekonomi. Ini tidak lain disebabkan, historical cost hanya mengukur
transaksi yang sudah selesai, tidak bisa mengakui perubahan nilai riil yang terjadi.
Konsep yang menggunakan pendekatan biaya perolehan ini sebagai dasar mencatat nilai
buku, untuk berbagai kepentingan, diakui banyak kalangan tidak relevan lagi. Jika masih
menggunakan konsep historical costmeski di pasaran harganya telah naik tiga-empat kali
lipat. Dengan kondisi pasar yang makin dinamis dan berkembang sangat cepat, konsep
historical cost dianggap tidak cocok lagi, tidak relevan, karena tidak mencerminkan nilai
pasar yang sebenarnya.
Sebagai gantinya munculah konsep fair value, yang diberlakukan IFRS untuk semua standar
yang telah dikeluarkan. Sebagai mana diketahui, fair value memiliki keunggulan bahwa
laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan, laporan
keuangan dapat diperbandingkan, dan informasi mendekati keinginan pemakai laporan
keuangan.
Memang tidak semua kalangan siap, diberlakukan konsep penilaian fair value. Yang senang
menerima perubahan akan segera tanggap. Mereka akan cepat menyesuaikan diri, memahami
implementasinya. Namun, bagi yang tidak siap, akan mengalami kesulitan berubah ke
paradigma baru tersebut. Adanya perubahan ini menjadi tanggung jawab semua pihak.
Bagaimana semua mengambil peran untuk mempersiapkan diri masing-masing diantaranya
kalangan perpajakan, ataupun aktuaris (penilai).
B. Definisi Nilai Wajar
PSAK 16 Aset Tetap menyebutkan bahwa nilai wajar adalah nilai suatu aset dipertukarkan
antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu
transaksi yang wajar
PSAK 68 mendefinisikan nilai wajar (fair value) sebagai harga yang akan diterima untuk
menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Nilai wajar adalah

pengukuran berbasis pasar, bukan pengukuran berbasis entitas. Pengukuran nilai wajar adalah
untuk aset atau liabilitas tertentu yang berdiri sendiri maupun berkelompok.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka ketika pengukuran nilai wajar, entitas mengasumsikan
karakteristik aset atau liabilitas (seperti kondisi dan lokasi, dan pembatasan) diperhitungkan
jika karakteristik tersebut dipertimbangkan oleh pelaku pasar (market participants) pada
tanggal pengukuran berdasarkan kondisi saat ini.
C. Transaksi Pelaku di Pasar
Dalam mengukur nilai wajar, entitas menggunakan asumsi bahwa pelaku pasar yang
menentukan harga aset atau liabilitas berdasarkan kepentingan ekonomi terbaiknya memenuhi
karakteristik seperti independent (not related parties), knowledgeable, able to enter into
transaction, and willing to enter.
Hal yang dipertimbangkan dalam mengidentifikasi pelaku pasar secara umum adalah:
1. Aset atau liabilitas (baik berdiri sendiri ataupun aset/liabilitas kelompok).
2. Pasar (baik pasar utama atapun pasar yang paling menguntungkan ketika pasar utama
tidak ada). Pasar dijelaskan dalam PSAK 68 sebagai pasar utama dan pasar yang paling
menguntungkan. Dalam kenyataannya menentukan pasar ini tidak mudah. Produk
pertanian misalnya, pasar utama mangga arum manis bisa jadi di Probolinggo sebagai
sentra pusat pertanian mangga, namun pasar mangga yang paling menguntungkan bisa
saja di Jakarta karena marginnya lebih tinggi. Pengguna harus mempertimbangkan biayabiaya transportasi juga untuk menggunakan pasar yang paling menguntungkan.
3. Pelaku pasar yang melakukan transaksi. Pelaku pasar yang dimaksud adalah market
participants dan bukan transaksi antara dua belah pihak. Harga yang terjadi antara dua
belah pihak bisa saja lebih murah (mungkin karena pihak berelasi), namun harga yang
terjadi antara pelaku pasarlah yang dianggap sebagai nilai wajar walaupun harganya
berbeda dengan harga transaksi.
D. Harga
Harga yang ditetapkan sebagai nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual
aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur
dipasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) pada tanggal pengukuran berdasarkan
kondisi pasar saat ini (yaitu exit price) terlepas apakah harga tersebut dapai diobservasi secara
langsung atau tidak (diestimasi menggunakan teknik penilaian lain).

PSAK 68 juga menekankan bila banyak harga di pasar maka yang dipakai adalah harga yang
mencerminkan penggunaan tertinggi dan terbaik. Contoh mengenai pengukuran nilai tanah
dan gedung. Bila kita berniat membeli tanah untuk tujuan membangun gudang, namun di
lokasi dimana tanah tersebut biasanya untuk membangun apartemen, maka harga yang
dipakai adalah harga bila tanah tersebut dipakai untuk membangun apartemen karena
harganya akan lebih mahal
E. Teknik Penilaian
Teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur nilai wajar yaitu memaksimalkan
penggunaan input yang dapat diobservasi yang relevan dan meminimalkan penggunaan input
yang tidak dapat diobservasi.
Tiga teknik penilaian yang digunakan secara luas adalah
1. pendekatan pasar, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai jual dari suatu properti
dengan membandingkannya terhadap properti lain yang sejenis yang telah diketahui nilai
jualnya. Pendekatan ini sesuai diterapkan untuk menilai property umum atau yang banyaj
diperjualbelikan di pasar, misalnya rumah dan ruko.
2. pendekatan biaya, yaitu pendekatan penilaian yang menggunakan biaya reproduksi atau
biaya pengganti sebagai dasar untuk mengestimasi nilai pasar obyek penilaian.
Pendekatan ini sesuai digunakan untuk mengestimasi nilai properti yang memiliki
karakteristik khusus sehingga jarang atau tidak ditransaksikan di pasar.
3. pendekatan penghasilan. Pendekatan penilaian yang dilakukan dengan mendasarkan pada
tingkat keuntungan yang mungkin dihasilkan oleh properti subjek pada saat ini dan masa
yang akan datang yang selanjutnya dilakukan pengkapitalisasian untuk mengkonversi
aliran pendapatan tersebut ke dalam nilai properti. Pendekatan ini sesuai digunakan untuk
income producing property (properti yang menghasilkan pendapatan tertentu), seperti
hotel dan restoran.
Jika aset atau liabilitas yang diukur pada nilai wajar memiliki harga bid dan harga ask
(contohnya input dari pasar dealer), harga dalam bidask spread yang paling
merepresentasikan nilai wajar dalam keadaan tersebut.
Input yang digunakan dalam pengukuran nilai wajar dikategorikan dalam tiga level hierarki
nilai wajar, yaitu:

1. Input level 1, adalah harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau
liabilitas yang identik yang dapat diakses pada tanggal pengukuran. Harga pasar aktif
(quoted market price) adalah nilai wajar terbaik menurut PSAK 68, yakni memenuhi
hirarki tertinggi (level 1).
2. Input level 2, adalah input selain harga kuotasian yang termasuk dalam level 1 yang dapat
diobservasi untuk aset dan liabilitas, baik secara langsung atau tidak langsung. Level 2
menggunakan harga input berupa harga transaksi aset serupa yang mirip, atau harga
kuotasian aset identik di pasar yang tidak aktif, atau harga input lainnya yang masih bisa
diobservasi.
3. Input level 3, adalah input yang tidak dapat diobservasi untuk aset dan liabilitas.
pengukuran nilai wajar level 3 menggunakan harga input yang tidak lagi bisa diobservasi.
Level 3 ini yang biasanya menggunakan teknik-teknik penilaian seperti misalnya dengan
discounted cash flow dengan menggunakan arus kas proyeksi dari aset yang diukur
selama umur ekonomis aset. Pengukuran dengan level 3 ini tentunya lebih subjektif
daripada level 1 dan level 2 karena banyak asumsi dalam pengukurannya. Dengan
demikian maka pengungkapan yang disyaratkan juga lebih banyak bila perusahaan
menggunakan pengukuran level 3.
F. Pengungkapan
Entitas mengungkapkan informasi yang membantu pengguna laporan keuangan untuk menilai
dua hal berikut:
1.

Untuk aset dan liabilitas yang diukur pada nilai wajar secara berulang atau tidak berulang

dalam laporan posisi keuangan berdasarkan teknik penilaian dan input yang digunakan
mengembangkan pengukuran nilai wajar
2.

Dampak dari pengukuran yang menggunakan input level 3 (input yang tidak dapat

diobservasi) terhadap laba rugi atau penghasilan komprehensif lain untuk periode tersebut.
G. Kelebihan dan Kekurangan Penggunakan Fair value
Kelebihan Menggunakan Fair value diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Relevance. Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak
kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir semua
orang setuju bahwa peristiwa ekonomi---yaitu, kejadian yang mengubah waktu kapan
arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang harus tercermin (terungkap) dalam
laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost hanya mengukur

transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain yang dapat
terjadi.
2. Reliability. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model
akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat
ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan
mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa
yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan dipercayainya informasi
keuangan.
3. Transparansi. Nilai wajar memiliki laporan keuangan lebih transparan, nilai wajar
berusaha meningkatkan penyediaan informasi yang lebih transparan bagi semua pihak.
Selain itu, nilai wajar meningkatkan keterbandingan (comparability), dengan penerapan
konsep nilai wajar disemua perusahaan di dunia, maka semua laporan keuangan memiliki
keterbandingan yang sangat tinggi dan akan menghasilkan keputusan-keputusan usaha
yang lebih mendasar.
Keburukan Menggunakan Fair value diantaranya sebagai berikut:
1. Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada
tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap
pasar.
2. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market (MTM), yaitu aset
dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan
akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan
keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan
rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi
diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang
terjadi di pasar.
3. Volatility. Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan
pasar akan menyebabkan volatility kinerja lembaga (karena semakin mudahnya nilai
item-item aktiva dan pasiva berfluktuasi). Walaupun sebenarnya lembaga keuangan yang
senantiasa mengelola bahaya yang mengancam asset dan liability hanya sedikit takut
dengan market value accounting. Laporan keuangan lembaga keuangan yang kurang
efektif dalam mengelola risiko akan tercermin pada volatility yang selalu ada dalam
setiap usahanya. Para investor dan kreditur akan memiliki informasi yang lebih berguna
dan relevan dalam membedakan risiko antar perusahaan, ketika mengambil keputusan
investasi dan keputusan pemberian kredit (jika menggunakan Marker Value Added).

4. Fair value akan membuat perbedaan penilaian pihak manajemen perusahaan, sehingga
kalau ada kontrol yang kurang baik akan memungkinkan peluang earning management.
5. Biaya. Adanya biaya tambahan yang ditanggung perusahaan dan kebutuhan sumber daya
manusia (SDM). Biaya penerapan akuntansi nilai wajar berbeda untuk perusahaan yang
berbeda. Hal-hal yang berpengaruh terhadap besaran biaya adalah, antara lain, jenis
transaksi dan besaran akun yang ada di perusahaan, kompetensi dari SDM, kecanggihan
teknologi informasi, program yang diinginkan, serta jumlah user yang harus memahami
dan menerapkan akuntansi nilai wajar. Bila menggunakan konsultan, biaya konsultan
juga harus diperhitungkan.
H. Fair Value Accounting dan Ketentuan Perpajakan
Peraturan perjakan menetapkan bahwa penghasilan sebuah badan, semisal PT, selama satu
tahun fiskal merupakan objek penghasilan (PPh). Dalam menentukan jumlah PPh, peraturan
perpajakan mendasarkan pada laba kena pajak yang boleh jadi berbeda dari laba sebelum
pajak sebagaimana didefinisi oleh akuntansi. Artinya, pemerintah sebagai autoritas PPh tidak
sepenuhnya menggunakan definisi penghasilan (pendapatan dan keuntungan), beban (beban
itu sendiri dan kerugian), laba rugi, dan pendapatan komprehensif lain, serta laba
komprehensif yang sama dengan definisi hal-hal tersebut menurut SAK yang ditetapkan oleh
IAI yang adalah lembaga privat (swasta). Oleh karena secara konseptual dan aritmatik, laba
sebelum pajak menurut akuntansi berbeda dari laba kena pajak menurut otoritas perpajakan.
1. Kerugian atas Piutang (Pinjaman yang Diberikan)
Dengan pengecualian tertentu, piutang atau pinjaman yang diberikan didefinisi oleh
PSAK 55 sebagai aset keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah
ditentukan dan tidak memiliki kuotasi di pasar aktif. Nilai awal piutang atau pinjaman
yang diberikan adalah sebesar nilai wajarnya. Setelah pengakuan awal, piutang ini dikur
pada nilai perolehan amortisasian dengan menggunakan metode bunga efektif. Jika
piutang mengalami penurunan nilai berdasarkan penilaian SAK, maka penurunan
nilainya diaku sebagai pos yang membentuk laba-rugi. Sementara dalam peraturan
perpajakan, terdapat banyak administrasi terkait form/legal. Kerugian piutang dapat
memengaruhi PPh sepanjang akuntansi dapat memenuhi syarat formal peraturan
perpajakan.
2. Perubahan Surplus Revaluasi
Pricewaterhouse Coopers (PwC) menjelaskan, pembahasan mengenai aspek perpajakan
yang terdapat pada akuntansi nilai wajar meliputi dua hal, yaitu PPh tunai dan akuntansi

PPh. Konsekuensi pajak dari penggunaan akuntansi nilai wajar akan lebih signifikan
pada yurisdiksi perpajakan yang menggunakan basis pajak atas kekayaan bersih. Hal ini
terjadi karena penyesuaian terhadap nilai-nilai aset atau kewajiban, sebagian besar akan
berdampak langsung terhadap posisi ekuitas di neraca, meskipun tidak menutup
kemungkinan adanya dampak terhadap laba atau rugi periodik suatu perusahaan.
Misalnya, penerapan ketentuan nilai wajar pada revaluasi atau impairment aset tetap akan
berdampak terhadap kenaikan atau penurunan beban penyusutan dan timbulnya
penghasilan atau kerugian dari penyesuaian nilai aset.
Wajib Pajak dapat menganalisis efek perpajakan yang timbul dari penggunaan nilai wajar
melalui analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) yang dikombinasikan dengan
analisis arus kas bersih dari biaya manfaat tersebut. Biaya yang timbul mencakup pajak
yang terutang dan biaya kepatuhan. Sedangkan manfaat yang diperoleh adalah
penghematan pajak dari adanya revaluasi. Sementara, arus kas bersih merupakan nilai
sekarang (present value) dari selisih antara biaya dan manfaat tunai tersebut.
Analisis tersebut dapat ditinjau berdasarkan dua kondisi, yaitu priode pada saat revaluasi
dan periode setelah revaluasi. Contoh berikut ini dapat menjadi gambaran umum
pertimbangan aspek perpajakan pada transaksi revaluasi aset. Misalnya, selisih lebih
revaluasi aktiva tetap di Indonesia dikenakan PPh dengan tarif tersendiri sebesar 10%
yang bersifat final, sementara tarif PPh badan sebesar 25%.
Dasar yang digunakan untuk menentukan nilai setelah revaluasi adalah nilai pasar atau
nilai wajar hasil penilaian perusahaan jasa penilai (appraisal) yang diakui pemerintah
menurut metode yang lazim berlaku di Indonesia. Adapun arus keluar kas (baca: biaya
tunai) dan arus masuk kas (baca: manfaat tunai) yang perlu dipertimbangkan sebagai
aspek perpajakan transaksi revaluasi aset tetap dapat dilihat pada tabel.

Arus Masuk Kas

Arus Keluar Kas

Faktor
Dipertimbangkan

yang

Periode Revaluasi

Biaya
tunai
jasa
profesional
(akuntan
publik dan appraisal);
PPh Final sebesar
10% dari selisih lebih nilai

Jumlah
kebutuhan
dan ketersediaan dana
untuk jasa profesional;1
Jumlah selisih lebih
revaluasi;2

1Sejauh mana ketersediaan dana perusahaan untuk membayar jasa profesional dengan tarif yang
wajar, tanpa mengorbankan ketersediaan dana untuk kebutuhan yang lebih prioritas.

revaluasi.
Periode Setelah Revaluasi

Pengurangan
jumlah PPh badan dari
kenaikan
beban
penyusutan
selama
beberapa
periode
setelah revaluasi;

Jumlah PPh Final,


jika dilunasi sekaligus.3

Jenis aset: Apakah


aktiva
tetap
termasuk
bangunan (permanen atau
bukan)
atau
bukan
bangunan (golongan I, II,
III, IV) atau tidak dapat
disusutkan (tanah)?4
Metode penyusutan:
Apakah
menggunakan
metode garis lurus atau
saldo menurun?5
Tingkat
diskonto:
Seberapa besar estimasi
tingkat diskonto selama
sisa usia aktva tetap?6

Di samping dampak langsung terhadap penghasilan yang menjadi basis pajak, penggunaan
nilai wajar juga berdampak terhadap akuntansi PPh perusahaan. Pada negara-negara yang
ketentuan pajaknya memperbolehkan laporan keuangan sebagai dasar perhitungan pajak,
pengukuran nilai wajar tersebut juga akan berpengaruh terhadap beda sementara (temporary
difference) dan pajak tangguhan (deferred tax). Di mana, pada akhirnya akan berdampak
terhadap tarif pajak efektif (effective tax rate) perusahaan-perusahaan di wilayah
yurisdiksinya.
2Nilai revaluasi yang signifikan dengan masa revaluasi yang lebih singkat cenderung lebih
menguntungkan dibandingkan nilai revaluasi yang kurang signifikan, terlebih untuk masa revaluasi
yang singkat.
3Pembayaran pajak secara angsuran cenderung lebih menguntungkan daripada pembayaran sekaligus.
4Semakin pendek usia penyusutan atas kenaikan nilai aktiva yang signifikan, relatif menghasilkan
penghematan pajak yang lebih besar dibandingkan usia penyusutan yang panjang, terlebih lagi apabila
selisih nilai revaluasi kecil.
5Metode penyusutan saldo menurun atau saldo menurun ganda menghasilkan nilai buku aktiva yang
lebih kecil dibandingkan metode garis lurus, sehingga selisih penilaian kembali akan lebih besar.
Alokasi kenaikan nilai aktiva yang lebih besar dan nilai penyusutan yang lebih besar pada periodeperiode awal relatif dapat menghasilkan penghematan pajak lebih besar. Dengan demikian, metode
penyusutan saldo menurun relatif lebih menguntungkan daripada metode garis lurus.
6Semakin kecil tarif diskonto, penghematan pajak relatif semakin besar.

I. Peranan Profesi Penilai (Appraisal) dalam Penerapan Nilai Wajar


Penerapan Nilai Wajar dalam IFRS membuka peluang jasa appraisal (penilai) secara
signifikan. Hambatan berupa kendala atas kesalahan penilaian sebuah aset dapat diminimalisir
dengan pemakaian jasa appraisal. Tapi, perusahaan juga harus mempertimbangkan biaya dan
manfaat, serta keputusan final hasil penilaian jasa apparaisal akan tergantung kebijakan
manajemen. Peran dan fungsi profesi penilai akan semakin penting ketika di Indonesia
diterapkan konsep nilai wajar. Namun, yang lebih penting lagi sebenarnya adalah kesiapan
semua pihak terkait, mulai dari regulator, pelaku dunia usaha, akuntan, penilai, hingga
masyarakat umum. Sebab, tanpa kesiapan semua pihak terkait, penerapan nilai wajar justru
akan menjadi masalah baru.
Nilai pasar dicatatkan sebagai fair value di dalam akuntansi. Penekanannya pada penilaian
asset tetap (property fixed). Untuk penilaian penilaian yang lainnya, untuk kepentingan
akuisisi, investasi, MAPPI juga memberlakukan nilai wajar. Penilai, sebagai satu profesi,
merupakan orang yang dianggap kompeten memberikan opini nilai yang kebetulan di disitu
dibutuhkan untuk kepentingan keuangan/akuntansi. Maka, penilai menyesuaikan apa yang
diinginkan oleh laporan keuangan itu. Sebenarnya, penilaian pada awalnya dilakukan untuk
agunan. Karena, pada awalnya penilaian memang lebih banyak digunakan untuk menilai
agunan. Itu bisa berbeda kalau tujuannya untuk laporan keuangan Untuk kepentingan laporan
keuangan, sebenarnya, di sana ada asset berupa tanah dan bangunan yang tujuannya bukan
untuk dijual, tapi untuk diteruskan penggunaannya secara operasional sebagai bagian
usahanya. Misalnya, kantor sebagai aset operasional, maka dicatatkan sebagai aset tetap di
dalam neraca. Aset tetap itulah yang diatur dalam PSAK 16. Di IFRS namanya property plant
and equipment.
Jadi, penilai mencoba memahami bagaimana akuntan membutuhkan itu, kemudian
diwujudkan dalam bentuk metode, dalam bentuk jenis nilai, dan seterusnya. Tapi, kalau
tujuannya untuk listing lain lagi. Kalau tujuannya untuk merger atau akuisisi, bisa beda lagi.
Intinya, penilai itu adalah orang yang memang dianggap profesional untuk melakukan
pekerjaan penilaian itu. Meningkatnya kebutuhan akan profesional dibidang penilaian, akan
menimbulkan kelangkaan yang berakibat kurang baik, seperti bajak membajak ahli jasa
penilai, sehingga perlu mulai sekarang direncanakan kemudahan dan fasilitas pendidikan serta
sertifikasi yang memungkinkan diperolehnya tenaga-tenaga yang ahli dibidang jasa penilai
yang sebelum nya dianggap merupakan profesi yang kurang diminati.
Selain itu ada beberapa penelitian diantaranya Keliat (2009) yang hasilnya menunjukkan
bahwa nilai wajar yang dianalisis berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan.
Sedangkan variabel yang paling berpengaruh adalah nilai wajar berdasarkan metode excess
earnings dengan tolok ukur laba ekonomi. Temuan ini sejalan dengan beberapa hasil
penelitian sebelumnya, diantaranya Miller dan Modigliani (1961) yang menyatakan bahwa
sumber yang paling mendasar atas saham adalah laba.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN :
Adopsi penuh standar akuntansi internasional adalah mengadopsi standar akuntansi
internasional secara penuh tanpa adanya perubahan-perubahan untuk diterapkan di suatu
negara. Adopsi dan implementasi standar akuntansi internasional (IAS) yang sekarang
menjadi International Financial Reporting Standard (IFRS) bukanlah suatu yang mudah,
beberapa permasalahan akan dihadapi oleh tiap negara. Adanya IFRS banyak mendapat
penolakan yang disebabkan karena latar belakang nasional, keunikan iklim bisnis tiap negara,
dan perbedaan kebutuhan dari pemakai laporan keuangan. Meskipun banyak penolakan tetapi
banyak pula tekanan untuk mengadopsi IFRS, dengan demikian perlu ada yang menjembatani
agar Standar Akuntansi Keuangan sejalan dengan IFRS yaitu dengan melakukan harmonisasi
bahkan konvergensi terhadap IFRS.Adanya harmonisasi bahkan konvergensi terhadap IFRS
maka diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas utama yaitu komparabilitas dan
relevansi. Kualitas tersebut sangat diperlukan untuk memudahkan perbandingan laporan
keuangan antara negara dan untuk pengambilan keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Khuzna, Nuerazriul. 2012. Perbandingan Antara IFRS dan PSAK. http://nuerazriulkhuzna.blogspot.com/2012/06/perbandingan-antara-ifrs-dan-psak.html (diakses pada
Minggu, 7 Februari 2016).
Daholi,

T.

Qivi

Hady.

PERBANDINGAN

ANTARA

IFRS

DENGAN

PSAK.

http://daholi4tengku.files.wordpress.com/2011/07/perbandingan-antara-ifrs-denganpsak-qv1.pdf (diakses pada Minggu, 7 Februari 2016).


French, N. and Gabrielli, L. (2007), Market Value and Depreciated Replacement Cost:
contradictory or complimentary?, Journal of Property Investment & Finance vol 25
no. 5.
Gao, Yujing & Gaichune, (2009), Discussion for Applicability of the Fair value Measurement
in the Financial Crisis, International Journal Of Business Management, vol 4 no 12
(December 2009)
Kartomo, Rengganis (2008), Transformasi Penerapan Model Nilai Wajar (Fair value) dan
Implikasinya, Makalah Seminar MEP UGM (2008).
Magnan, Michel (2009). Fair value Accounting and the Financial Crisis: Messenger or
Contributor?. From: http://www.cirano.qc.ca/pdf/publication/2009s-27.pdf, 7 Februari
2015.
McCullough, Matthew (2009). The Dangers of Fair value Accounting. From :
http://www.scribd.com/doc/19594894/Fair-Value-Accounting, 7 Februari 2015..
Bechara,

Michael

(2010).

Is

Fair

value

Accounting

..Well.Fair?.

From:

http://www.scribd.com/doc/26441843/Fair-Value-Accounting#about, 7 Februari 2015..


Siahaan, Hinsa (2009). Implikasi dan Permasalahan dalam Mengimplementasikan Konsep
Nilai

Wajar

Dalam

Kondisi

Ekonomi

Saat

Ini.

http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian Seminar nasional Mark


Accounting.pdf, 7 Februari 2015..

to

From:
Market

Anda mungkin juga menyukai