AKUNTANSI INTERNASIONAL
Disusun Oleh :
FAKULTAS BISNIS
Konvergensi menyiratkan penerapan satu set standar secara internasional. Dewan Standar
Akuntansi Internasional (IASB) bertujuan untuk mengembangkan seperangkat standar
berkualitas tinggi untuk digunakan secara internasional untuk tujuan pelaporan keuangan
(pengaturan standar global). Konvergensi berarti mengurangi perbedaan internasional dalam
standar akuntansi dengan mengembangkan standar kualitas tinggi dalam kemitraan dengan
pembuat standar nasional. Proses ini berlaku untuk semua rezim nasional.
Strategi IASB adalah untuk mengidentifikasi yang terbaik dalam standar di seluruh dunia dan
membangun badan standar akuntansi yang merupakan "penyebut umum tertinggi" dari
pelaporan keuangan. IASB telah mengadopsi pendekatan berbasis prinsip untuk pengaturan
standar dan telah memperoleh dukungan dari regulator AS (meskipun pembuat standar AS
secara historis telah mengambil pendekatan berbasis aturan). Di sisi lain, struktur IASB mirip
dengan penyusun standar AS yang mengakui bahwa FASB memiliki struktur kelembagaan
terbaik untuk mengembangkan standar akuntansi.
Isu-isu utama yang kemungkinan besar menentukan keberhasilan inisiatif konvergensi IFRS
di Indonesia. Ini termasuk:
Lensa Teoritis
Pada bagian ini berfokus pada proses konvergensi standar akuntansi nasional
Indonesia dan IFRS dan menggunkaan lensa teoritis sebagai teoritis untuk memeriksa
perkembangan standar akuntansi di Indonesia dan untuk menyoroti proses
konvergensi IFRS Indonesia
Van de Ven mengklasifikasikan berbagai teori perkembangan dan berubah menjadi
empat kategori dasar: siklus hidup, teleologi , dialektika, dan teori evolusi.
Lensa teoritis ini dipilih karena teori proses teleologis menekankan pentingnya tujuan
dalam menjelaskan perubahan dan perkembangan, dan mengasumsikan bahwa tujuan
secara konstan dirumuskan ulang
Teori proses teleologis memungkinkan studi ini untuk mengungkap urutan peristiwa
yang mewakili perubahan dalam proses dan tujuan penetapan standar, dan untuk
menyoroti pola yang berbeda dalam formulasi standar dari waktu ke waktu
o Perkembangan awal standar akuntansi modern di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke tahun
1973, ketika IAI menunjuk komite khusus untuk penetapan standar akuntansi Indonesia
kemudian Proses penetapan standar menyebabkan diterbitkannya Prinsip Akuntansi Indonesia
(PAI) oleh IAI pada tahun 1973.
o Setelah publikasi ini, IAI membentuk KPAI dengan tugas unutk melanjutkan
pekerjaan merumuskan standar akuntansi Indonesia dengan merevisi yang baru
diterbitkan. Revisi pertama yaitu PAI 1973 dan kemudian revisi kedua pada tahun
1984.
o Namun, prinsip akuntansi yang baru direvisi dianggap tidak memadai karena standar
masih memungkinkan ruang gerak bagi penyusun laporan keuangan untuk
menafsirkan persyaratan yang ditentukan dalam standar ketika menyiapkan laporan
keuangan mereka
o Perumusan standar akuntansi dari tahun 1970-an hingga akhir 1980-an dapat dilihat
sebagai tahap dasar pengembangan standar untuk standar akuntansi Indonesia, karena
pada periode ini terjadi pergeseran besar dalam model standar akuntansi dan
mekanisme perumusan standar dengan tujuan menghasilkan seperangkat standar
akuntansi sebagai bagian dari program revitalisasi pasar modal menjadi pendorong
utama untuk kemajuan penetapan standar
2. Kemajuan standar akuntansi Indonesia (1990–2007)
o Periode kedua perkembangan standar akuntansi di Indonesia dimulai pada
awal 1990-an, didorong oleh kemajuan yang signifikan dalam perkembangan
pasar modal Indonesia pada saat itu.
o IAI menanggapi pertumbuhan ini dengan membuat perubahan besar pada
proses penetapan standar akuntansi,
o Pertama, KPAI direorganisasi menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan
Indonesia (KSAK) pada tahun 1994
o Kedua, IAI mengubah dasar penetapan standar akuntansi pada tahun yang
sama dari US GAAP menjadi International Accounting Standards ( IAS) dan
membuat keputusan resmi untuk mendukung program harmonisasi yang
diprakarsai oleh Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC).
o Dalam upaya memperkuat badan penyusun standar di Indonesia, KSAK
kemudian direstrukturisasi pada tahun 1998 menjadi Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) dan telah diberikan kewenangan untuk
menetapkan dan mendukung pernyataan standar akuntansi keuangan dan
interpretasi standar akuntansi keuangan.
o Pada tahun 1998, IAI juga membentuk Dewan Konsultatif Standar Akuntansi
Keuangan (DKSAK), yang bertindak sebagai pembina DSAK
o Perkembangan standar akuntansi periode kedua di Indonesia dapat dilihat
sebagai tahap perbaikan karena tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
kualitas standar akuntansi Indonesia yang berfokus pada penghapusan
kekurangan dari versi standar sebelumnya dan membuat standar lebih relevan
secara kontekstual dalam kaitannya dengan pertumbuhan pasar modal saat ini
3. Periode konvergensi (2007-2016)
o pada tanggal 23 Desember 2008 IAI secara publik membuat pernyataan bahwa
standar akuntansi Indonesia akan sepenuhnya menyatu dengan IFRS
o Langkah menuju konvergensi penuh IFRS di Indonesia telah menandai
pergeseran besar dalam perkembangan standar akuntansi di negara tersebut
yang mungkin didorong oleh insentif ekonomi dan tekanan politik. Insentif
ekonomi untuk keputusan tersebut, khususnya, berasal dari globalisasi
ekonomi Indonesia sedangkan tekanan politik untuk mendukung konvergensi
IFRS kemungkinan besar datang dari institusi supranasional yang Indonesia
menjadi anggotanya
4. Transisi ke IFRS di Indonesia
Dengan menggunakan teori proses teleologis, kami sekarang memeriksa bagaimana
program konvergensi IFRS Indonesia berkembang selama periode konvergensi IFRS
antara tahun 2007 dan 2016.
Terdapat lima pendekatan konvergensi yang dapat dipilih suatu negara dalam
mengadopsi IFRS, yaitu: 1) adopsi penuh IFRS; 2) adopsi IFRS secara selektif atau
adopsi dengan jeda waktu; 3) adopsi IFRS dengan modifikasi untuk
memperhitungkan karakteristik spesifik negara; 4) pemeliharaan standar akuntansi
nasional tetapi selaras dengan IFRS; dan 5) kelanjutan standar akuntansi nasional
Dari kelima pendekatan tersebut, konvergensi IFRS di Indonesia mengikuti kombinasi
pendekatan kedua dan ketiga. Artinya, Indonesia mengadopsi IFRS secara bertahap ke
dalam standar akuntansi lokal dan modifikasi kecil dilakukan untuk menyelaraskan
standar yang diadopsi dengan peraturan Indonesia dan lingkungan bisnis.
Pendekatan bertahap dari konvergensi IFRS telah menyebabkan beberapa fase dalam
program konvergensi IFRS, Fase pertama mencakup periode antara 2007 dan 2012.
Tujuan utama dari fase ini adalah menggabungkan IFRS dengan standar akuntansi
Indonesia secara bertahap
Selesainya tahap pertama dari proses konvergensi IFRS ditandai dengan publikasi
standar akuntansi Indonesia yang dikodifikasi per 1 Juni 2012 dan tidak semua IFRS
diadopsi pada tahap pertama, jelas bahwa konvergensi penuh tetap menjadi tujuan
akhir proses penetapan standar dalam fase selanjutnya.
Setelah menyelesaikan tahap pertama, DSAK memulai program konvergensi IFRS
tahap kedua yang mencakup periode antara tahun 2012 dan 2015. Tujuan utama dari
tahap ini adalah untuk mengurangi perbedaan antara standar akuntansi Indonesia per 1
Juni 2012 dan IFRS
Kemajuan dari fase kedua dari konvergensi IFRS ditandai dengan diterbitkannya
standar akuntansi Indonesia yang dikodifikasi per 1 Januari 2015. Pernyataan ini
terdiri dari 42 pernyataan standar akuntansi, dimana 38 standar diadopsi dari IFRS
dan empat standar dikembangkan sendiri oleh DSAK.
Kemajuan ini berarti bahwa kesenjangan antara standar akuntansi Indonesia dan IFRS
telah dipersempit dari tiga tahun di fase pertama menjadi satu tahun di fase kedua.
Karena Indonesia belum membuat keputusan mengenai tenggat waktu untuk
konvergensi penuh dengan IFRS, fokus dari agenda penetapan standar saat ini adalah
menjaga jarak satu tahun antara standar akuntansi Indonesia dan IFRS
Kesimpulan
Keberhasilan program konvergensi IFRS Indonesia akan sangat ditentukan oleh seberapa
baik pembuat standar negara tersebut mengatasi masalah yang muncul selama masa transisi.
Pengalaman Indonesia dengan IFRS tertentu yang baru diadopsi telah menunjukkan bahwa
kesiapan industri untuk mengimplementasikan standar akuntansi yang baru dapat
memengaruhi kecepatan program konvergensi. Kemampuan akuntan profesional untuk
memberikan pertimbangan dalam penerapan IFRS juga penting untuk mencapai penerapan
yang konsisten dari standar ini dalam konteks Indonesia. Masalah-masalah ini telah
memerlukan program pendidikan IFRS yang dapat membiasakan akuntan profesional dengan
standar akuntansi yang baru diadopsi. Seiring dengan upaya Indonesia untuk menghilangkan
ketidakkonsistenan yang tersisa antara standar akuntansi nasional dan IFRS, masalah seperti
sejauh mana modifikasi dilakukan terhadap standar yang diadopsi, laju perubahan yang cepat
dalam IFRS, dan masalah terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa nasional patut mendapat
perhatian khusus, pertimbangan dari pembuat standar.