Disusun Oleh:
Kelompok 4 :
Belanda datang ke Indonesia kurang lebih akhir abad ke-16 dengan tujuan untuk
berdagang. Kemudian mereka membentuk perserikatan Maskapai Belanda yang dikenal
dengan nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan pada tahun
1602. VOC membuka cabangnya di Batavia pada tahun 1619 dan akhir abad ke-18 VOC
mengalami kemunduran dan akhirnya dibubarkan pada 31 Desember 1799. Dalam kurun
waktu itu, VOC memperoleh hak monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia,
dan sejak saat itu Belanda telah melakukan pencatatan atas mutasi transaksi
keuangannya.
Setelah VOC bubar pada tahun 1799, kekuasaannya diambil alih oleh Kerajaan
Belanda. Zaman penjajahan Belanda dimulai tahun 1800-1942 yang catatan
pembukuannya menekankan pada mekanisme debet dan kredit yang antara lain dijumpai
pada pembukuan Amphioen Socyteit (bergerak dalam usaha peredaran morfin) di
Batavia.
Pada abad ke-19 banyak perusahaan Belanda yang didirikan atau membuka
cabang di Indonesia. Catatan pembukuannya merupakan modifikasi sitem Venesia-Italia,
dan tidak dijumpai adanya pemikiran konseptual untuk mengembangkan sistem
pencatatan tersebut karena kondisinya sangat menekankan pada prakti-praktik dagang
yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda. Pada tahun 1955, Indonesia
pun belum mempunyai undang-undang resmi untuk peraturan tentang standar keuangan.
Pada tahun 1974, Indonesia mulai mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat
oleh IAI yang disebut dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi akuntan yang juga merupakan badan yang
menyusun standar akuntansi di Indonesia. Organisasi profesi ini terus berusaha
menanggapi perkembangan akuntansi keuangan yang terjadi baik tingkat nasional,
regional maupun global, khususnya yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi
akuntansi sendiri. Perkembangan akuntansi keuangan sejak berdirinya IAI pada tahun
1957 hingga kini perkembangan standar akuntansi ini dilakukan secara terus menerus.
Pada 1984, komite PAI membuat sebuah revisi standar akuntansi dengan cara
lebih mendasar jika dibandingkan PAI 1973 dan mengkodifikasikan ke dalam sebuah
buku berjudul Prinsip Akuntansi Indonesia 1984. Prinsip tersebut memiliki tujuan
untuk membuat suatu kesesuaian terhadap ketentuan akuntansi yang dapat diterapkan di
dalam dunia bisnis. Pada 1994, IAI telah melakukan berbagai langkah harmonisasi
menggunakan standar akuntansi internasional di dalam proses pengembangan standar
akuntansi dan melakukan revisi total pada PAI 1984 dan sejak itu mengeluarkan serial
standar keuangan yang diberi nama Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitken
sejak 1 Oktober 1994. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ditetapkan sebagai standar
akuntansi yang baku di Indoneisa. Perkembangan standar akuntansi ketiga ini ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha dan profesi akuntansi dalam rangka mengikuti
dan mengantisipasi perkembangan internasional. Banyak standar yang dikeluarkan itu
sesuai atau sama dengan standar akuntansi internasional yang dikeluarkan oleh IASC.
Sekarang ini ada dua PSAK yang dikeluarkan oleh 2 Dewan Standar Akuntansi
Keuangan, yaitu:
1. PSAK Konvensional
2. PSAK Syariah
Digunakan oleh entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga
syariah maupun non lembaga syariah. Pengembangan dengan model PSAK umum namun
berbasis syariah dengan acuan fatwa MUI. PSAK ini tentu akan terus bertambah dan
revisi sesuai kebutuhan perkembangan bisnis dan profesi akuntan. Setelah terjadi sebuah
perubahan harmonisasi menjadi adaptasi, selanjutnya dilakukan adopsi guna terjadi
konvergensi terhadap Internasional Financil Standards (IFRS). Adopsi dilakukan secara
penuh dengan tujuan tercapainya konvergensi terhadap IFRS sehingga standar akuntansi
keuangan dapat terlaksanakan lebih baik di masa selanjutnya.
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010,
buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik
berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan
sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1
Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006
dalam kongres IAI X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan
diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar
IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir
tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33
standar (terjadi pada periode 2006-2008).
Dari revisi tahun 1994 IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi
standar PSAK kepada International Financial Reporting Standard (IFRS). Selanjutnya
harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut ditujukan dalam
bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting Standard. Program
konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan melakukan adopsi penuh
terhadap standar internasional (IFRS dan IAS). Salah satu bentuk revisi standar IAI yang
berbentuk adopsi standar international menuju konvergensi dengan IFRS tersebut
dilakukan dengan revisi terakhir yang dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada tahun
2007 tersebut merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju
konvergensi dengan IFRS sepenuhnya pada tahun 2012. Skema menuju konvergensi
penuh dengan IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
2. Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk
implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
3. Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS
wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.
4. Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut
menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk
konvergensi PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan
PSAK baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang
mengatur mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK
yang direvisi dan ditujukan dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS
adalah:
5. PSAK 16 tentang Properti Investasi
6. PSAK 16 tentang Aset Tetap
7. PSAK 30 tentang Sewa
8. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan
9. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
10. PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang
disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.
B. Pengertian IFRS
International Financial Reporting Standard (IFRS) atau yang dalam bahasa Indonesia
disebut dengan Standar Pelaporan Keuangan Internasional merupakan standar akuntansi
internasional yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Internasional / International
Accounting Standard Board (IASB). IASB yang dahulu bernama Accounting International
Standard Committee (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar
akuntansi di London. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong
penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan.
Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan
International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan
2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Banyak standar
membentuk bagian dari IFRS dikenal dengan nama lama dari Standar Akuntansi
Internasional (IAS). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih dari IASC
tanggung jawab untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. IASB mengadopsi
seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
IFRS merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan tekanan pada
penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai
substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini
muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu negara
ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang
berlaku sama di semua negara untuk mempermudah proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan
utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada
penerapan revaluation model, yaitu kemungkinan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar.
IFRS merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka
akuntansi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat dengan
disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan
hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan
demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi
keuangan entitas antarnegara di berbagai belahan dunia.
Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS
dalam laporan keuangannya. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia juga
akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan
keuangan. Adanya kebijakan ini pihak yang paling diuntungkan sudah jelas yaitu investor
dan kreditor trans-nasional serta badan-badan internasional. Tidak mengherankan, banyak
perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat
memasuki pasar modal global. Manfaat dari adanya suatu standar global:
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan yang berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan
secara konsisten diseluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi local.
4. Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam
mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi.
C. Adopsi IFRS
Saat ini adopsi standar akuntansi internasional menjadi isu hangat karena berhubungan
erat dengan globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. Globalisasi bisnis tampak
dari kegiatan perdagangan antar negara yang mengakibatkan munculnya perusahaan
multinasional. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi
yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi
pengambilan keputusan yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang
terus menerus berubah karena adanya globalisasi. Adanya transaksi antar negara dan prinsip-
prinsip akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan
harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia.
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS
dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:
1. Full Adoption
Suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menerjemahkan IFRS word
by word ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.
2. Adopted
Mengadopsi seluruh IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.
3. Piecemeal
Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar
tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
4. Referenced
Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu
dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.
5. .Not adopted at all
Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Usaha-usaha untuk menjadikan International Financial Reporting Standards
(IFRS) menjadi global accounting standards menghadapi berbagai kendala. Salah satu
kendalanya adalah adanya fakta bahwa belum semua negara menerima konsep standar
akuntansi dan pelaporan keuangan tunggal. Di samping itu, perbedaan bahasa adalah
alasan yang paling lazim ditemukan.
Untuk mewujudkan cita-citanya, IASB telah merangkul berbagai organisasi dunia
seperti Persatuan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, Organization for Economic Co-operation
and Development (OECD), World Trade Organization (WTO), Uni Eropa, International
Organization of Securities Commission (IOSCO) dan lain-lain telah mendukung
harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Sehingga, adopsi dan
konvergensi IFRS adalah suatu fenomena yang sedang dan akan menggejala di seluruh
dunia.
Harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan telah dianggap sebagai
suatu hal yang mendesak yang harus dilakukan oleh setiap negara termasuk Indonesia
sebagai negara berkembang. Manfaat utama yang diperoleh dari harmonisasi standar
akuntansi dan pelaporan keuangan adalah adanya pemahaman yang lebih baik atas
laporan keuangan oleh pengguna laporan keuangan yang berasal dari berbagai negara.
Hal imi tentunya memudahkan suatu perusahaan menjual sahamnya secara lintas negara
atau lintas pasar modal.
Harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan juga diyakini banyak
pihak memberikan efisiensi dalam penyusunan laporan keuangan yang menghabiskan
sangat banyak dana dan sumber daya setiap tahunnya sebagaimana dialami oleh
perusahaan-perusahaan multinasional yang sahamnya diperdagangkan di lintas pasar
modal. Penggunaan standar akuntansi dan pelaporan keuangan juga dapat menambah
kepercayaan investor asing terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan nasional.
Namun ada beberapa kendala yang menjadi penghambat penerapan IFRS sebagai
standar akuntansi dan pelaporan keuangan di dunia hingga saat ini. Kendala-kendala
tersebut berkaitan dengan faktor-faktor yaitu:
1. Sistem hukum dan politik
2. Sistem perpajakan dan fiskal
3. Nilai-nilai budaya korporasi
4. Sistem pasar modal dan peraturan terkait dengan kepemilikan korporasi
5. Kondisi ekonomi dan aktivitas bisnis
6. Teknologi
Dari keenam faktor di atas, faktor penghambat yang paling sering ditemukan
adalah sistem perpajakan dan hukum yang belum tentu sinkron antara suatu negara
dengan negara-negara pengadopsi IFRS lainnya. Sebagai contoh, adopsi IFRS sangat
sulit dilakukan bagi negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi syariah dan
ekonomi komunis. Indonesia sebagai negara yang menerapkan sistem perbankan ganda,
yaitu sistem ekonomi syariah dan sistem ekonomi kapitalis juga dapat dipastikan akan
mengalami kesulitan dalam mengadopsi secara penuh IFRS pada masa yang akan datang.
Sumber: www.iaiglobal.or.id
2. Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap persiapan
infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara bertahap beberapa PSAK
berbasis IFRS.
3. Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara
bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
IAI pada ulang tahunnya ke 51 pada tanggal 23 desember 2008 telah mengumumkan
rencana konvergensi standar akuntansi lokalnya yaitu Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang
merupakan produk dari IASB. Rencana pengkonvergensian ini direncanakan akan terealisasi
pada tahun 2012. Standar akuntansi di Indonesia saat ini belum menggunakan secara penuh
(full adoption) standar akuntansi internasional atau International Financial Reporting
Standard (IFRS).
Standar akuntansi di Indonesia yang berlaku saat ini mengacu pada US GAAP (United
Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun pada beberapa pasal sudah
mengadopsi IFRS yang sifatnya harmonisasi. Adopsi yang dilakukan Indonesia saat ini
sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Pengadopsian standar akuntansi
internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan
keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item
pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula,
manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan,
laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan
laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid.
Dampak I.
a. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih
b. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai
wajar.
c. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga
fluktuatif.
d. Principle based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan
sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan
kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
f. Dapat meningkatkan nilai informasi akuntansi, Karakteristik IFRS yang menekankan pada
fair value membuat informasi akuntansi menjadi lebih akurat dalam menggambarkan nilai
perusahaan yang sesungguhnya sehingga kemampuan informasi akuntansi dalam
menjelaskan nilai perusahaan meningkat.
REFERENSI
Halim, L, Shanti. 2020. Analisis Kualitas Informasi Akuntansi Sebelum Dan Sesudah
Pengadopsian Internasional Financial Reprting Standards Pada Perusahaan Manufaktur
TBK. http://journal.wima.ac.id/index.php/JAKO/article/view/2550. Diakses pada 25
Agustus 2020 Pukul 17.19.
Handayaningsih, Lucky. 2015. Dampak Penerapan IFRS bagi Perusahaan dan bagi
Dunia Pendidikan di
Indonesia
.https://www.kompasiana.com/lucky_handayaningsih/54f91132a33311af068b4589/dam
pak-penerapan-ifrs-bagi-perusahaan-dan-bagi-dunia-pendidikan-di-indonesia. Diakses
pada 25 Agustus 2020 pukul 20.24.