BAB 5
AKUNTANSI DI INDONESIA
Pada era penjajahan belanda, jejak yang jelas praktik akuntansi ada pada tahun
1747 yaitu praktik pembukuan berpasangan oleh Amphioen Sociteyt. Tahun 1800-
1900an adanya peningkatan ekonomi mendorong munculnya permintaan tenaga
akuntan dan juru buku sehingga fungsi auditing mulai dikenalkan tahun 1907.
Pengiriman Van Schagen ke Indonesia menjadi titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan
Negara. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie.
Sedangkan kesempatan bagi akuntan lokal muncul tahun 1942-1945. Setelah
kemerdekaan, praktik akuntansi model Belanda masih digunakan dan pada tahun
1970 semua lembaga baru diharuskan mengadopsi sistem akuntansi model Amerika.
Hingga tahun 1950an, di Indonesia belum ada profesi akuntansi lulusan lokal,
hampir semua dari Belanda. Tahun 1957, akhirnya kelompok pertama mahasiswa
akuntansi lulus dari UI, dengan ini mereka dan senior lulusan dari belanda
membentuk IAI tanggal 23 Desember 1957. Pada tahun 1973, IAI membentuk KNPA
untuk mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi. YPIAI didirikan tahun 1974
untuk mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan
penelitian. Selanjutnya tahun 1985 dibentuk TKPA untuk mengembangkan
pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi, dan kode etik profesi. Pada
tahun 1990an Bank Dunia mensponsori PPA, melalui proyek ini berbagai standar
akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan USAP
dikenalkan. Adanya krisis 1997 membuat profesi akuntansi menjadi sorotan publik.
Pada bulan Juni 1998 ADB menyetujui FGRSDP untuk mendukung usaha pemerintah
mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan di sektor publik dan
keuangan. Tahun 2001 Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang
RUUAP yang membahas isu berkaitan dengan UUAP yang baru dan yang terpenting
adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik dan KAP dapat dituntut
dengan saksi pidana.
Sejak didirikan pada tahun 1957, Ikatan Akuntan Indonesia telah menyelenggarakan
kongres sebanyak 8 kali. Kongres memiliki wewenang sebagai berikut:
Kongres IAI diselenggarakan setiap empat tahun. IAI memiliki empat kompartemen
dan dua dewan. Berikut adalah kompartemen yang dimaksud:
Penyusunan standar akuntansi keuangan yang baik harus memiliki lima tahapan: (1)
Design-aspek khusus akuntansi tertentu diidentifikasi dan diteliti dan exposure draft
disiapkan, (2) Approval-draft tersebut direview dan jika layak akan disetujui sebagai
standar, (3) education-penjelasan kepada penyusun dan pemakai laporan keuangan
tentang pengaruh dan implementasi srandar yang baru, (4) implementation-ketentuan
dalam standar tersebut diaplikasikan dalam perusahaan (5) enforcement-pengawasan
dan pemberian sanksi bagi yang tidak menerapkan. Penyusunan Srandar Akutansi
Keuangan memiliki delapan tahapan sebagai berikut:
1. Issues Identification
2. Preliminary Consideration
3. Preparation of Accounting Discussion Paper
4. Preparation of Exposure Draft (ED)
5. Publication Of ED
6. Public Hearings
7. PSAK Preparation
8. Approval and Promulgation
RESUME ARTIKEL
Akuntansi syariah di Indoensia, dari semenjak tahun kemunculannya yaitu seiring dengan
berdirinya lembaga keuangan syariah yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia
(BMI) pada tahun 1991 sampai dengan peristiwa dilahirkannya pernyataan standar
akuntansi syariah (PSAKS) terakhir yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia
(IAI) pada tahun 2016
Teori akuntansi syariah merupakan teori akuntansi yang ditujukan untuk mem-
pertanggungjawabkan perbuatan manusia dalam bidang pengelolaan harta yang dia-
manahkan terhadapnya kepada pihak yang memberi tanggung jawab dalam cara yang
sesuai dan mematuhi syariah Allah SWT. Syariah Allah SWT terdiri atas aturan-aturan
yang meliputi aspek akidah, hukum amaliah, dan akhlak. Akuntansi syariah dengan
demikian harus pula mengandung ketiga unsur tersebut.
1. Aspek akidah menjadikan akuntansi syariah harus mengandung tauhid kepada Allah
SWT.
2. Aspek hukum amaliah menjadikan akuntansi syariah dilandasi oleh pemahaman untuk
menjadikan perilaku berakuntansi memiliki nilai hak dan kewajiban, sanksi dan pahala
yang ditafsirkan dari ‘urf syaari’ di dalam Al Quran dan As Sunnah. Akuntansi syariah
dengan demikian harus mendorong perilaku yang bertauhid dan dijalankan atas dasar
hukum amaliah yang diwakili oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berada
di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hukum amaliah ini dilaksanakan untuk
mewujudkan maqashid syariah. Perilaku seperti ini adalah sesuai syariah yaitu aspek
akhlak.
3. Perilaku berakuntansi dengan demikian memiliki aspek akhlak.
Teori akuntansi syariah memosisikan ‘urf manusia di dalam batinnya untuk mencapai
mahabbah yang didasari oleh hukum amaliah.
Akhlak yang akan dihasilkan dari mahabbah yang dilandasi oleh maqashid syariah
menjadikan akuntansi syariah memiliki prinsip filosofis humanis, emansipatoris,
transendental, dan teleogikal.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari akhlak ini adalah laporan keuangan yang bersifat
instrumental, socio-economic, critical, justice, all-inclusive, rational-intuitive, ethical,
holistic welfare, dan memiliki konsep dasar penyusunan dan penyajian laporlaporlapor-
natif trilogi laporan keuangan berprinsip syariah enterprise theory yang berbentuk laporan
keuangan maisyah, rizqi, dan maal.
Pembuatan laporan keuangan tersebut harus dilakukan dengan akhlak syariah yang
sebelumnya telah diuraikan yang kemudian prinsip-prinsipnya dikodifikasikan dalam
sebuah standar akuntansi syariah.
Standar akuntansi syariah kemudian menjadi prinsip dalam perilaku berakuntansi.
Perilaku berakuntansi dengan demikian berkembang sesuai dengan pengolahan akal
manusia dan ketika menetap dalam jiwa dan diterima oleh watak yang baik maka praktik
tersebut dipandang sebagai praktik akuntansi syariah secara akhlak untuk kemudian
disahkan menjadi hukum amaliah.
Akuntansi syariah dengan demikian adalah akuntansi yang syar’I yang menjaga syariah
Allah SWT dan menyebarkan pengaplikasian syariah dalam akuntansi.