Observasi Persalinan Retensio Plasenta
Observasi Persalinan Retensio Plasenta
PSKB A 2018
185070601111002
KASUS
Kala I fase laten
Seorang perempuan usia 40 tahun, G4P30030 UK 38-39 minggu
datang ke BPM tanggal 10 maret 2021 pukul 17.00 dengan keluhan perut
terasa kenceng-kenceng sejak pukul 06.00. Setelah dilakukan pemeriksaan
didapatkan belum ada pengeluaran lender dan darah pada kemaluan, PD :
pembukaan 2 cm, preskep.
Diagnosis : G4P3A0 38-39 minggu inpartu kala I fase laten Janin
tunggal, hidup, intrauteri
Masalah potensial :-
Kebutuhan : KIE nutrisi, dan mobilisasi
Kala II
Pada tanggal 11 maret 2021 pukul 00.05 anak lahir langsung menangis,
jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir 3300g, panjang badan 49cm,
Diagnosis : G4P3A0 38-39 minggu inpartu kala II Janin tunggal,
hidup, intrauteri
Masalah potensial :-
Kebutuhan : APN
Kala III
Plasenta belum lahir selama 30 menit setelah melahirkan bayi,
kontraksi uterus tidak adekuat, uterus teraba kenyal, kandung kemih kosong
dan terjadi perdarahan sedang.
Diagnosis : G4P3A0 inpartu kala 3 dengan Early HPP et causa
Retensio Plasenta
Masalah potensial : syok hipovolemik dan infeksi
Kebutuhan : Manual plasenta
Kala IV
Bidan melakukan pengecekan plasenta setelah plasenta lahir pada
kurang lebih pukul 00.40 dan melanjutkan observasi dan dokumentasi.
Diagnosis : P4A0 Kala IV
Masalah potensial :-
Kebutuhan : evaluasi perdarahan, pemantauan TTV, masase fundus
uterus, dekontaminasi, dokumentasi
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI
Identitas Ibu
Nama : YW
Umur : 40 tahun
Lama perkawinan/tahun kawin : 20 tahun / 1999
Perkawinan ke :1
Pekerjaan : Karyawan swasta
Riwayat Penyakit menaun/menular: Tidak
Riwayat KB
KB yang pernah digunakan : Implan
Mulai Penggunaan : 2016
Lama Penggunaan : 4 tahun
Riwayat keguguran :-
REFLECTIVE CASE
LITERASI
RETENSIO PLASENTA
1. Definisi
Retensio plasenta merupakan plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorhage yang tidak disadari dan disadari ketika durasi waktu yang berlalu antara
kelahiran bayi dan kelahiran plasenta yang diharapkan. Dalam berbagai ilmu atau
tenaga kesehatan khususnya bidan akan menunggu selama setengah jam untuk
mengetahui bahwa plasenta tertahan dalam uterus atau belum lepas atau pun
terlepas,namun tertahan akibat kontriksi yang terjadi pada ostium uteri (Tando,2013:
90).
Plasenta yang tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif
kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus
(Saifuddin,2014:526). Retensio plasenta merupakan tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Nugroho
T,2011 :158).
2. Klasifikasi
Klasifikasi retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis yakni:
a. Plasenta adhesiva merupakan implantasi yang kuat dari jonjot karion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta merupakan implantasi jonjot karion plasenta hingga menembus
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta merupakan implantasi jonjot karion plasenta hingga mencapai
atau menembus myometrium
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot karion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata merupakan tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri,karena kontruksi ostium uteri.
3. Predisposisi
Faktor resiko yang dapat terjadi pada tertahannya plasenta atau plasenta tidak
lahir selama durasi 30 menit yakni riwayat retensio plasenta, persalinan premature,
bekas luka operasi uterus, usia diatas 35 tahun dan Grandemultipara
(Akinola,dkk:2013:280).
Menurut Walyani, Purwoastuti (2013) bahwa predisposisi retensio plasenta
atau faktor resiko retensio plasenta adalah grandemultipara,bekas operasi pada
uterus,plasenta previa karena pada bagian ishmus uterus, pembuluh darah sedikit
sehingga menembus jauh kedalam dan kehamilan gemeli atau ganda yang
memerlukan implantasi plasenta yang sedikit luas serta infertilitas disebabkan karena
lapisan endometriumnya tipis.
4. Etiologi
a. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
1) Bila plasenta belum lepas sama sekali, maka tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta telah terlepas maka akan
terjadi perdarahan, hal ini akan menjadi indikasi untuk segera
mengeluarkannya
2) Plasenta kemungkinan tidak keluar disebabkan oleh vesika urinaria
atau kandung kemih dan rektum penuh, hal yang harus dilakukan
dengan mengosongkannya.
3) Dapat diketahui plasenta telah lepas atau belum saat tindakan
pemeriksaan dalam dan tarikan tali pusat serta terjadi lebih dari 30
menit maka dapat dilakukan plasenta manual (Maryunani, Yulianingsih,
2009).
b. Plasenta telah terlepas dari dinding uterus, namun belum keluar karena atonia
uteri atau adanya konstriksi pada bagian bawah Rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang menyebabkan plasenta tidak lahir (plasenta
inkarserata) (Walyani,Purwoastuti, 2015:91).
Penyebab funsional terjadinya retensio plasenta yakni his kurang kuat (sebab
terpenting), plasenta sukar terlepas karena tempat insersi di sudut tuba, bentuknya
plasenta membranacea, plasenta anularis dan ukuran plasenta sangat kecil disebut
plasenta adhesive. Sedangkan sebab patologi-anatomis yakni klasifikasi dari
perlekatan plasenta (Pudiastuti,2012 :85)
Pada gambaran dan dugaan penyebab retensio, untuk jenis retensio plasenta
dengan separasi parsial penatalaksanaan tindakan, dapat melakukan peregangan tali
pusat terkendali. Untuk pelaksanaaan sebelumnya melakukan pemasangan infus
oksitosin 20 unit dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400mg melalui rectal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
plasenta terperangkap dalam kavum uteri). Jika peregangan tali pusat terkendali gagal
maka lakukan manual plasenta. Pemberian cairan untuk menghindari hipovolemia
dan melakukan transfusi darah apabila diperlukan dan pemberian antibiotika
profilaksis (ampisilin 2g IV/oral dan metronidazol 1g supositoria/oral)
(Pudiastuti,2012:89 )
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. Penanganan pada plasenta inkarserata yakni
dengan mencoba 1-3 kali dengan prasat Crede. Bila prasat Crede gagal, maka lakukan
manual plasenta,transfusi darah bila perlu dan pemberian uterotonika dan antibiotik
(Kuswanti dan Melina,2014:132)
Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan
ekspresi :
Syarat: Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga
ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya
pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan
rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah
jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk.
perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak
berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri *
Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan
plasenta secara manual.
Plasenta belum lahir setelah 15 menit bayi lahir maka berikan oksitosin 10 iu IM
Bila tidak lahir dalam 30 menit maka lakukan manual plasenta HANYA jika plasenta
telah terlepas sebagian
Tatalaksana:
1) Persiapan sebelum tindakan:
a. Jelaskan kondisi klien dan lakukan informed consent
b. Identifikasi pelepasan placenta sebagian
c. Mencuci tangan
d. Memasang infus RL dan diisi oksitosin 10 IU
2) Tindakan manual plasenta ke kavum uteri :
a. Anastesi
BPM : Melakukan anestesia verbal sehingga perhatian ibu teralihkan dari
rasa nyeri atau sakit dan memberikan analgesik suppositoria/ perrectal
RS : Memberikan sedativa dan analgetik serta antibiotik melalui karet
infus dan memasukan misoprostol 400mg perrectal
b. Pakai sarung tangan panjang DTT.
c. Melakukan kateterisasi kandung kemih
d. Tegangkan tali pusat dengan kiri, memasukkan satu tangan secara
obstetrik (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan
menelusuri bagian bawah tali pusat
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
e. Setelah tangan mencapai pembukaan servik, meminta asisten untuk
memegang klem tali pusat (untuk PTT), kemudian tangan penolong yang
lain menahan fundus uteri
f. Sambil menahan fundus uteri, memasukkan tangan dalam ke kavum uteri
sehingga mencapai tempat implatasi plasenta
g. Membuka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari
merapat ke pangkal jari telunjuk).
c. Instruksikan asisten yang memegang klem untuk menarik tali pusat sambil
tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari percikan darah)
JURNAL PENDUKUNG
PENDAHULUAN
Faktor predisposisi lain yang menyebabkan retensio plasenta yaitu usia, jarak
persalinan, penolong persalinan, riwayat manual plasenta, anemia, riwayat
pembedahan uterus, destruksi endometrium dari infeksi sebelumnya atau bekas
endometritis dan implantasi corneal (Manuaba, 2010).
Bahaya pada ibu hamil yang berumur 35 tahun lebih adalah perdarahan setelah
bayi lahir yaitu salah satunya dikarenakan retensio plasenta (Rochjati, Poedji,
2011).
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian
perdarahan pasca persalinan lebih tinggi, salah satu penyebabnya adalah retensio
plasenta (Rochjati, 2011).
Terlalu sering bersalin (jarak antara kelahiran < 2 tahun) akan menyebabkan
uterus menjadi lemah sehingga kontraksi uterus kurang baik dan resiko terjadinya
retensio plasenta meningkat.
Pada jarak persalinan ≥ 10 tahun, dalam keadaan ini seolah-olah menghadapi
persalinan yang pertama lagi, menyebabkan otot polos uterus menjadi kaku dan
kontraksi uterus jadi kurang baik sehingga mudah terjadi retensio plasenta
(Rochjati, 2011).
HASIL
USIA IBU > 35 TAHUN
Hasil penelitian menunjukkan pada umur risiko memiliki risiko 2 kali lebih besar
untuk terjadinya retensio plasenta, hal ini sesuai dengan teori bahwa wanita yang
melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya
perdarahan pasca persalinan salah satu penyebabnya adalah retensio plasenta
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. hal ini dikarenakan pada usia diatas
35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan
pasca persalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang
melahirkan pada usia setelah usia 30-35 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada
perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun (Rahmawati,
2011).
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
Teori lain juga mengemukakan bahwa bahaya yang dapat terjadi pada ibu
hamil yang berumur 35 tahun lebih adalah perdarahan setelah bayi lahir salah
satunya dikarenakan retensio plasenta karena pada usia tersebut terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi.
Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu (Rochjati,
2011).
PARITAS > 3
Hasil penelitian ini menunjukkan paritas risiko (>3) memililiki resiko 3 kali lebih
besar untuk terjadinya retensio plasenta, hal ini sesuai dengan teori bahwa paritas
tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca persalinan
lebih tinggi, hal ini di hubungkan dengan fungsi reproduksi ibu bersalin yang
mengalami penurunan karena seringnya hamil atau melahirkan (Rahmawati, 2011)
dan menurut teori lain bahwa seringnya hamil atau melahirkan menyebabkan
parut pada dinding uterus. Jika plasenta melekat pada bekas parut maka plasenta
akan berimplantasi dengan sangat kuat, sehingga kemungkinan akan terjadi
retensio plasenta (Purwaningsih, 2008).
KESIMPULAN
Kejadian kejadian retensio plasenta pada ibu bersalin adalah 65 orang (10,6%),
melahirkan pada umur risiko sebanyak 140 orang (22,8%); paritas risiko (>3 orang)
sebanyak 119 (19,4%); dan jarak persalinan risiko sebanyak 96 orang (15,6%). Ada
hubungan umur dengan kejadian retensio pl senta (( 0,016; OR 2,). Ada hubungan
paritas dengan kejadian retensio plasenta (( 0,000; OR 3). Tidak ada hubungan
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
jarak persalinan dengan kejadian retensio plasenta ( 0,228). Paritas merupakan
faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian retensio plasenta.
JURNAL PENDUKUNG
PENDAHULUAN
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efektifitas pemberian carbetocin
secara injeksi intra umbilical vena dengan oksitosin secara injeksi intraumbilikal
vena pada manajemen retensio plasenta.
Pada penelitian ini diteliti 200 wanita yang dibagi menjadi 2 grup
Grup pertama menerima intra-umbilical vein injection 1ml carbetocin
(mengandung 100ug carbetocin) yang diencerkan dalam 20ml normal
saline 0.9%
Grup kedua menerima intra-umbilical vein injection 20IU oxytocin yang
diencerkan dengan 20ml normal saline 0.9%
HASIL PENELTIAN
Total perdarahan dan durasi kala III (menit) lebih rendah secara signifikan pada
grup yang diberikan carbetocin
Konsentrasi Hb pasca tindakan manual pasenta juga lebih tinggi pada kelompok
yang diberikan carbetocin
Juga terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kedua kelompok mengenai
perubahan konsentrasi HB, dengan lebih sedikit perubahan pada kelompok
carbetocin
Kebutuhan uterotonik tambahan setelah pelahiran plasenta, terjadinya
perdarahan postpartum dan kebutuhan transfuse darah secara signifikan lebih
rendah dalam kelompok carbetocin.
KESIMPULAN
Karbetosin intra-umbilical lebih efektif daripada oytosin intra-umbilical sebagai
metode untuk manajemen retensio plasenta. Karbetosin intra-umbilical
tampaknya memiliki profil keselamatan hemodinamik yang lebih dapat diterima
jika dibandingkan dengan oksitosin intra-umbilical dalam pengelolaan retensio
plasenta.
SHEILA ALFAROZ
PSKB A 2018
185070601111002
REFERENSI
Darmayanti, D., 2014. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Retensio Plasenta Di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. An-
Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2), pp.77-81.
Tando Naomy Marie.2013.Asuhan Kebidanan persalinan dan Bayi Baru
Lahir.Jakarta:In Media.
Pudiastuti Ratna Dewi.2012.Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin
Patologi.Yogyakarta:Nuha Medical.
Walyani dan purwoastuti.2015.Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru
Lahir.Yogyakarta:Pustaka Baru
Akinola,dkk.”Manual removal of the placenta:Evaluation of some risk faktor and
management outcome in tertiary maternity unit. A case controlled
study”. Open Journal of Obstetrica and Gynekology 3,(2013):hal 279-
284.
Maryuni dan Yulianingsih.2009.Asuhan Kegawatdaruratan dalam
Kebidanan.Jakarta:Trans Info Media.
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Patologi.Yogyakarta:Pustaka Rihama.
Salem, Mostafa Abdo Ahmed; Saraya, Yasser S.; Badr, Mohammad Samir; Soliman,
Al-Zahraa Mohammad (2019). Intra-umbilical vein injection of
carbetocin versus oxytocin in the management of retained placenta.
Sexual & Reproductive Healthcare, 21(), 21–
25. doi:10.1016/j.srhc.2019.05.002