Anda di halaman 1dari 45

Laporan Problem Based Learning II GEMELLI

Tutor

dr. Miko Ferine


Disusun Oleh: Kelompok 2 Whidy Surya P Ahmad Zaki Nurul Fajri Maharani Raesa P R Aulia Rahmawati Amma F Muiza Izni Ayuni Agustika Nur Setiyani Benedicta Arum B Renata Nadhia MP G1A008008 G1A008009 G1A008013 G1A008015 G1A008069 G1A008080 G1A008100 G1A008101 G1A008126 G1A008127

BLOK REPRODUKSI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2010

BAB I PENDAHULUAN Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin dengan tanda-tanda rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekanrobekan kecil pada serviks, kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Menurut WHO jumlah kematian ibu sekitar 500.000 persalinan hidup, sedangkan jumlah kematian perinatal sebesar 10.000 orang. Dari jumlah kematian ibu dan perinatal tersebut, sebagian besar terjadi di Negara berkembang karena kekurangan fasilitas, terlambatnya pertolongan persalinan dan pendidikan masyarakat yang tergolong rendah. Pada kenyataannya pertolongan persalinan oleh dukun bayi merupakan pertolongan yang masih diminati oleh masyarakat. Pilihan masyarakat untuk mencari pertolongan persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pertama adalah tingkat pengetahuan meliputi pengertian persalinan di rumah. Kedua sosial budaya, hal ini yang menonjol dipengaruhi oleh ibunya sendiri dan tempat dimana sang ibu melahirkan menikmatinya, si wanita mungkin beranggapan bahwa ia juga akan bahagia dengan hal yang sama. Ketiga tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam menentukan tempat persalinan. Keempat tingkat ekonomi, banyak pasangan suami istri yang beranggapan bahwa bersalin di rumah lebih hemat dibanding bersalin di RS atau rumah bersalin. Kelima keamanan, bahwa melahirkan di rumah jauh lebih aman dibanding di RS atau rumah bersalin karena mereka beranggapan bayinya tidak mungkin tertukar dan tidak terkena infeksi nosokomial. Yang terakhir adalah jarak dengan tempat pelayan kesehatan.

INFO I :

1. Datang seorang pasien ibu hamil G5P2A1 nama Ny Badriyah, usia 40 tahun, dengan diantar suaminya Tn Suharto (41 tahun) ke Puskesmas Kembaran, karena keluar darah segar dari jalan lahir sejak 6 jam yang lalu. Dari hasil keterangan lain, Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) tanggal 20 Februari 2010. Air ketuban dirasakan oleh pasien sudah keluar sejak 4 jam yang lalu. Perut kenceng-kenceng dirasakan sejak 4 jam yang lalu, tidak nyeri.

PERTANYAAN : 1. Anamnesa apa lagi yang dapat saudara tanyakan kepada pasien dengan kehamilan ? 2. Apa saja penyebab perdarahan yang keluar dari jalan lahir?

INFO II Jika saudara dapat mengambil anamnesa yang lengkap, maka kasus diatas dapat ditegakkan diagnosis sementara: Seorang G5P2P1 usia 40 tahun hamil 34 minggu dengan curiga Ketuban Pecah Dini ( KPD) 4 jam; potensial infeksi; curiga perdarahan ante partum; belum jelas dalam persalinan.
-

Keadaan umum pasien: kompos mentis, tidak anemis, tidak sesak nafas Tanda-tanda vital dan status internus : dalam batas normal Pemeriksaan Leopold : TFU: 37 cm; teraba 3 bagian besar, dimana pada

Leopold IV belum masuk pa. INFO III Pemeriksaan Leopold :

Janin gemelli, janin pertama presentasi bokong; janin II dengan presentasi kepala, Leopold IV : presentasi janin I belum masuk panggul. Pemeriksaan dalam : Inspekulo : tampak perdarahan keluar dari OUE dan sebagian air ketuban merembes dari OUE juga. Sonografi : Janin I : presentasi bokong, BPD (biparietal diameter) : 81 cm, AC

(abdominal circumference) :341 mm, FHR (fetal heart rate) : (+); fetal movement : (+) Janin II : presentasi kepala, BPD : 80 mm, AC : 324 mm, FHR (+);

fetal movement : (+)


-

Volume amniotic fluid : kwadran I dan II > 2cm Plasenta : berinsersi di segmen bawah rahim menutupi secara total OUI Kelainan structural janin: kesan masih dalam batas normal.

Laboratorium darah : Hb : 8,6%. Ht : 30 %; Leukosit : 14.000/mm3, thrombosit : 220.000/mm3 ; CT :3,4 menit; BT: 5,2 menit; PTT : 10,3 menit; aPTT : 11,3 menit; golongan darah : B; HBsAg : (+)

INFO-IV Pasien sudah dirujuk oleh saudara selaku dokter Puskesmas ke RS Margono Dari hasil observasi di ruang kamar bersalin Rumah Sakit Margono Purwokerto, didapatkan hasil sebagai berikut: Keadaan umum : kompos mentis, tidak anemis, tidak sesak nafas.

Vital sign His

: masih dalam batas normal. ; (+) dengan frekuensi 2-3 x dalam 10 menit; durasi 20

menit; intensitas sedang. DJJ janin I DJJ janin II : 11-13-14 irreguler : 11-12-12 : volume 200 ml.

Perdarahan yang keluar dari jalan lahir INFO V Diagnosis akhir :

perdarahan ante partum banyak et causa Plasenta previa totalis, fetal distress, KPD 24 jam potensial infeksi, Gemelli (presentasi bokong-presentasi kepala) pada G5P2A1, usia 40 tahun hamil 34 minggu, dalam persalinan kala I fase laten, persalinaan telah berlangsung 4 jam dan cukup anak Tindakan yang diambil oleh dokter Sp.OG RS. Margono adalah: Secsio Caesarea Trans-Peritoneal Profunda (SCTP) dan Sterilisasi Pomeroy Bayi I : jenis laki-laki, BB: 2000 gram,PB: 48 cm, LK/LD: 32-30 cm, Apgar Score :4/7 Bayi II : jenis perempuan,BB : 1900 gram,PB : 45 cm,LK/LD: 30/29 cm, Apgar score : 5/6 Hasil laboratorium Pasca SCTP: Hb : 6 gr%, Ht: 35%, leukosit: 25.000 /mm3

BAB II PEMBAHASAN Langkah 1 Klarifikasi istilah Gravida abortus. Para Abortus Langkah 2 Mengidentifikasi masalah
1. Pasien Ny.Badriyah 40 tahun 2. Ditemani oleh suamninya Tn Suharto 41 tahun

: jumlah kehamilan, termasuk mola, kehamilan ektopik dan : jumlah anak yang dilahirkan dengan berat lebih dari 500 g. : pengeluaran hasil konsepsi yang kurang dari 500 g.

3. Keluhan utama: keluar darah segar dari jalan lahir


4. Onset : 6 jam yang lalu.

5. HPHT : 27 Februari 2010 6. Keluhan lainya: a. b. c. air ketuban dirasakan oleh pasien sudah keluar sejak 4 jam yang lalu. Perut kenceng-kenceng dirasakan 4 jam yang lalu Tidak nyeri.

Langkah 3 Analisis Masalah


1.

Anamnesis apa lagi yang perlu saudara tanyakan kepada pasien dengan saja penyebab perdarahan yang keluar dari jalan lahir?

kehamilan? 2.

Langkah 4

Pembahasan Pertanyaan 1 : Anamnesis


1. Nama, umur, pekerjaan, nama suami,agama dan alamat

2. Keluhan utama Apakah penderita datang untuk pemeriksaan kehamilan ataukan ada pengaduan-pengaduan lain yang penting 3. Tentang haid Menarche, haid teratur atau tidak dan siklusnya, lamanya haid, banyaknya darah, haidnya nyeri atau tidak, haid yang terakhir, sifat dari darah: cair atau berbeku-beku, warnanya, baunya 4. Tentang perkawinan Apakah kawin atau tidak,berapa kali kawin, berapa lama kawin 5. Kehamilan,persalinan dan nifas dimasa lalu 6. Kehamilan sekarang 7. Apakah merasakan gerakan janin, perasaan mual muntah, dan lain sebagainya 8. Anamnesis keluarga Adakah penyakit keturunan dari keluarga, anak kembar atau penyakit menular seksual yang dapat mempengaruhi persalinan. Pertanyaan II Penyebab perdarahan yang keluar dari jalan lahir: 1. Keguguran atau abortus 2. Perdarahan antepartum a. Plasenta previa b. Solusio plasenta 3. Tanda-tanda inparto True labor: a. His b. Sakit c. Intensitas d. Kontraksi : regular, makin cepat, dan makin kuat : mulai dari punggung ke perut depan : bertambah dengan berjalan : makin keras, makin sakit

e. Bloody show : sering ada f. Serviks g. Kepala h. Bila ada his i. Sedatf : mendatar dan membuka : ada penurunan ; kepala tercekam : tidak menghilangkan his/rasa sakit

4. Perdarahan postpartum Langkah 5 Sasaran Pembelajaran Sesuai dengan info I dan II 1. Bagaimana cara menilai plasenta? 2. Presentasi janin gemelli?
3. Ketuban Pecah Dini dan Komplikasinya?

4. Premature imminen? 5. Perdarahan antepartum?


6. Risiko perdarahan antepartum pada ibu dan janin

Sesuai dengan info III,IV dan V 1. Bagaimana cara mengukur cairan amnion?
2. Gawat janin? 3. Interpretasi hasil laboratorium pada kasus pbl 2?

4. Dampak hepatitis terhadap ibu, janin dan operator? 5. Terminasi kehamilan pervagina atau perabdominal? 6. Komplikasi dari terminasi kehamilan? 7. medikamentosa Langkah 6 Belajar mandiri Langkah 7 Pembahasan Sasaran Belajar Sesuai dengan info I dan II

1. Bagaimana cara menilai plasenta? Pemeriksan Plasenta 1. Pada pemeriksaan plasenta hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah: Menentukan letak plasenta : untuk menentukan apakah letak plasenta normal (di fundus / corpus uteri, atau abnormal (plasenta previa/plasenta marginal/plasenta letak rendah) 2. Menentukan grade maturasi plasenta : untuk menentukan apakah kehamilan tersebut cukup bulan (aterm) atau tidak. 3. Menentukan kelainan plasenta : a. 1. 2. b. 1. 2. 3. 4. 5. Kelainan bentuk dan bobot Kelainan ukuran dan bobot Kelainan bentuk dan variasi bentuk Penyakit plasenta Infark plasenta Kalsifikasi plasenta Tumor plasenta Plasentitis dan korio-amnionitis Insufisiensi plasenta

(Prawirohardjo, 1992).
4. Menentukan adanya lilitan tali pusat (Prawirohardjo,1992)

Gambar 1 tingkat gradasi plasenta beserta ciri-cirinya.

Gambar 2. tingkat gradasi plasenta beserta ciri-cirinya. (Prawirohardjo, 1992)

2. Presentasi janin gemelli? Letak dan presentasi janin. Pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya letak lintang berubah jadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi; yang paling sering dijumpai adalah : a. b. c. d. e. f. g. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ( 44-47%) Letak membujur, presentasi kepala bokong (37-38%) Keduanya presentasi bokong (8-10%) Letak lintang dan presentasi kepala (5-5,3%) Letak lintang dan presentasi bokong (1,5-2%) Dua-duanya letak lintang (0,2-0,6%) Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi

kunci-mengunci (interlocking) (Mochtar, 2008). 3. Ketuban Pecah Dini dan Komplikasinya? a. Definisi Robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan mulai atau sebelum in partus.

b. Etiologi 1. Ketegangan rahim berlebih : kehamilan ganda, hydramnion 2. Kelainan letak janin dalam rahim 3. Cephalo-Pelvic Disporpotion 4. Trauma 5. Servix inkompeten c. Hasil anamnesis (gejala)

Tanda dan gejala klinis yang muncul dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta patofisiologinya. Hasil anamnesis terhadap pasien yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) dapat diperoleh informasi mengenai gejala yang dialami dan merupakan bentuk manifestasi KPD. Gejala tersebut di antaranya : 1) Keluarnya air (ketuban) berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan baik sedikit-sedikit atau banyak. 2) Demam apabila sudah disertai infeksi (Cunningham, 2005). d. Hasil pemeriksaan fisik (tanda) Sedangkan dari hasil pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemui pada pasien KPD diantaranya adalah : 1) Vital Sign : bisa ditemukan kenaikan suhu tubuh (apabila disertai infeksi). 2) Pemeriksaan genital a. Inspeksi : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan b.
c.

air ketuban sudah kering. Palpasi : perabaan lembab di daerah vagina Pemeriksaan vaginal toucher (VT) : janin mudah diraba serta dapat

pula ditemukan selaput dan air ketuban sudah tidak ada (Cunningham, 2005).

e. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine

atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. 1.1. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu. (Mokhtar,1994) 1.2 Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek

dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. (Hacker, 2001) 2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana. (Komite Medik RSUP DR.Sardjito, 1999)

f. Patofisiologi

Ruptur selaput ketuban tidak sesuai waktunya

KPD

Keluarnya air (ketuban) berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan

Mempermudah akses flora normal (berefek patogen)/patogen vagina

Kebocoran selaput ketuban sedikit

Kebocoran selaput ketuban luas

Infeksi intra uteri

Air ketuban yang keluar sedikit (menetes)

Air ketuban yang keluar banyak (mengalir)

Pirogen endogen (mediatormediator inflamasi) dan pirogen eksogen (mikroorganisme dan / toxin)

Perabaan lembab di daerah vagina

Janin mudah diraba

Peningkatan thermoset di hypothalamus

Px setelah jangka waktu yang lama dapat menemukan keadaan air ketuban sudah

Demam

kering

Grafik 1. Patofisiologi manifestasi klinis KPD (Manuaba, 2000). Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi pathogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan. Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. 1. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain: a. Rawat di Rumah Sakit b. Berikan antibiotika c. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-): beri deksametason e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine) (Anonim, 2001). 2. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:

a)

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio

sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. b) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri:
1) Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak

berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. 2) Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam. (Anonim, 2001) 4. Premature immines? Prematur imminens : prematur yang terancam Kondisi kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan prematur: 1. Janin dan plasenta a. Perdarahan trimester awal b. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa) c. Ketuban pecah dini (KPD) d. Pertumbuhan janin terhambat e. Cacat bawaan janin f. Kehamilan ganda / gemeli g. Polihidramnion 2. Ibu a. Penyakit berat pada ibu b. Diabetes mellitus c. Preeklamsia / hipertensi d. Infeksi saluran kemih / genital / intrauterine

e. Penyakit infeksi dengan demam f. Stress psikologik g. Kelainan bentuk uterus / serviks h. Riwayat persalinan preterm / abortus berulang i. Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm) j. Pemakaian obat narkotik k. Trauma l. Perokok berat m.Kelainan imunologi / kelainan resus

Pada penelitian menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi > 1500 gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan sama dengan berat janin < 1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan < 32 minggu dengan berat lahir < 1500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%(Mochtar, 2008).

5. Perdarahan antepartum? Definisi: Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 2008). Klasifikasi Perdarahan antepartum dapat berasal dari: (Mochtar, 2008). a. Bersumber dari plasenta Plasenta previa

Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI) . Faktor Predisposisi : 1. Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun). 2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik dan inflamatorotik. 3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, Kuret, dll). 4. Chorion leave persisten. 5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 6. Konsepsi dan nidasi terlambat. 7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis. KLASIFIKASI Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa pada pembukaan 8 cm. Beberapa klasifikasi plasenta previa: a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm 1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 : 2.1 Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. 2.2 Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan. 2.3 Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.

b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat : 1. Plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri. 2. Plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri. 3. Plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan Pada periksa dalam tak teraba. c. Menurut Browne: 1. Tingkat I, Lateral plasenta previa : Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan. 2. Tingkat II, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea). 1. Gejala klinis a. Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah segar. b. Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan letak janin. c. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. d. Janin biasanya masih baik. 2. Pemeriksaan in spekulo Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta harus dicurigai. 3. Penentuan letak plasenta tidak langsung

Dapat dilakukan dengan radiografi, radio sotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta. 4. Penentuan letak plasenta secara langsung Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta.

PENANGANAN Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada : Keadaan umum pasien, kadar hb. Jumlah perdarahan yang terjadi. Umur kehamilan/taksiran BB janin. Jenis plasenta previa. Paritas clan kemajuan persalinan. Penanganan Ekspektif Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu. - Perdarahan sedikit

- Belum ada tanda-tanda persalinan - Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih. Rencana Penanganan : 1. Istirahat baring mutlak. 2. Infus D 5% dan elektrolit 3. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia. 4. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah. 5. Pemeriksaan USG. 6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin. 7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif. Penanganan aktif Kriteria umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih. Ada tanda-tanda persalinan. Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%. Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang. Indikasi Seksio Sesarea : 1. Plasenta previa totalis. 2. Plasenta previa pada primigravida. 3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang 4. Anak berharga dan fetal distres 5. Plasenta previa lateralis jika : Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak. Sebagian besar OUI ditutupi plasenta. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior). 6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

Partus per vaginam. Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. 1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips. 2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC. 3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi. KOMPLlKASI 1. Perdarahan dan syok. 2. Infeksi. 3. Laserasi serviks. 4. Plasenta akreta. 5. Prematuritas atau lahir mati. 6. Prolaps tali pusar. 7. Prolaps plasenta. PROGNOSIS Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karana plasenta rendah sekali atau tak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.

i.

Solusio plasenta Definisi Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir B. Frekuensi

solusio plasenta terjadi kira-kira 1 di antara 50 persalinan. Di rumah sakit Dr. Gipto Mangunkusumo antara tahun 1968-1971 Solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1 % dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14 % Solusio plasenta sedang, dan dan 86% Solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang di diagnosis, mungkin karena penderita selalu terlambat datang ke rumah sakit; atau tanda-tanda dan gejalanya terlampau ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya. C. Etiologi Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain : 1. penyakit hipertensi menahun 2.pre-eklampsia 3.tali pusat yang pendek 4.trauma 5.tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior 6. uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir ) Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari : 1.umur lanjut 2.multiparitas 3.ketuban pecah sebelum waktunya 4.defisiensi asam folat 5.merokok, alcohol, kokain 6. mioma uteri D. Klasifikasi Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam : 1.solusio placenta ringan 2.solusio placenta sedang 3. solusio placenta berat Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan

terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadangkadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi. E. Patologi Solusio placenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, kemudian terjadi hematom dalam desidua yang mengangkat lapisan-lapisan di atasnya. Hematom ini makin lama makin besar sehingga placenta terdesak dan akhirnya terlepas. Jika perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan placenta, belum mengganggu peredaran darah antara uterus dan placenta, sehingga tanda dan gejalanya pun tidak jelas. Setelah placenta lahir baru didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh kehamilan itu tak mampu untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh placenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru, disebut uterus couvelaire. Uterus seperti ini sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak romboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, menyebabkan sebagian besar persediaan fibrinogen habis. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan

pembekuan darah pada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali,

atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari luasnya placenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat janin. Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio placenta sampai persalinan selesai, makin hebat komplikasinya. F. Gejala klinis 1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his. 2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. 3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang 4.. Palpasi sukar karena rahim keras. 5. Fundus uteri makin lama makin naik 6. Bunyi jantung biasanya tidak ada 7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah 8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia G. Diagnosis Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta. H. Gambaran klinik Solusio plasenta ringan

Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba. Solusio plasenta sedang Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat. Solusio plasenta berat. Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tibatiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya: misalnya, rupture sinus marginalis, insersiso velamentosa dan plasenta sirkumvalata.

b.

Tidak bersumber dari plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya Derajat perdarahan antepartum. Derajat perdarahan antepartum menurut NHS 2009 terbagi sebagai berikut: Klasifikasi Volume keluar Mild Moderate 10-15% dari 15-30% (1,000 1,500ml) keseluruhan (kurang dari Tekanan darah Nadi 1,000 ml) normal i.e. > <100/60 100/60 normal <120 tapi >80/40 >120 <60/0 >120 unrecordable weak difficult Keadaan umum Sadar, mungkin ditemukan hipotensi postural (Mellor, 2009) Tampak kehausan, lemah oliguria, confusion, koma record Moribund, koma to Major 30-40% (1,500 2,000 ml) Severe >40% (lebih 2,000 ml) dari

kelainan serviks dan vagina (erosi, polip, varises yang pecah) dan trauma.

Darah yang volume

air hunger, Anuria

6. Risiko perdarahan antepartum pada ibu dan janin

a. Resiko perdarahan antepartum yang dapat terjadi pada ibu yaitu: 1. Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan pada ibu 2. Resiko terjadinya shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan 3. Dan gagal ginjal akut pada ibu

(Norwitz, 2006). b. Resiko perdarahan antepartum yang dapat terjadi pada janin yaitu: 1. Resiko terjadinya distress janin sehubungan dengan kelainan letak plasenta 2. Kematian maternal (Norwitz, 2006). c. Penanganan tindak lanjut pada perdarahan antepartum: Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Tindak lanjutnya yaitu: a. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfuse darah atau operasi. b. Selagi penderita belum jatuh dalam keadaan shock, infuse cairan intravena harus segera dipasang dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. c. Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera diberikan walaupun perdarahannya tidak sebera banyak. d. Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan dan diagnosis yang ditegakan. e. Apabila diagnosis yang ditegakan penyebab perdarahan antepartumnya dikarenakan plasenta previa, maka penanganan untuk plasenta previa itu sendiri yaitu: (Norwitz, 2006). 1. Penanganan pasif

i.

Tiap-tiap perdarahan triwulan ke-3 yang lebih dari perdarahan inisial, maka harus segera dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apapun baik rectal maupun vaginal.

ii.

Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan <37 minggu, BB <2500, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika.

iii.

Sambil mengawasi periksalah golongan darah dan disiapkan donor transfuse darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.

iv.

Harus diingat bahwa apabila menjumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera ke Rumah Sakit dimana terdapat fasilitas operasi dan donor transfuse darah.

2. Secara umum apabila kehamilan dapat dipertahankan sampai pada usia yang semestinya, jenis tindakan persalinan yang umumnya dilakukan untuk kasus plasenta previa yaitu dengan cara seksio sesaria. (Norwitz, 2006).

Sesuai dengan info III,IV dan V 1. Bagaimana cara mengukur cairan amnion? Cara pengukuran volume cairan amnion

Dikenal tiga cara pengukuran volume cairan amnion, yaitu secara subyektif, semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran empat kuadran menurut Phelan. Sayangnya tidak ada satupun metoda pengukuran volume cairan amnion tersebut yang dapat dijadikan standar baku emas. Penilaian subyektif oleh seorang pakar dengan memakai USG real-time dapat memberikan hasil yang baik (G. Weber et al, 2005). Penilaian subyektif volume cairan amnion didasarkan atas pengalaman subyektif pemeriksa didalam menentukan volume tersebut berdasarkan apa yang dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal bila masih ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus dan pada bagian lain cukup terisi oleh cairan amnion. Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh janin akan melekat pada dinding uterus sedangkan bila hidramnion, maka tidak ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus (G. Weber et al, 2005). Penilaian semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran satu kantong (single pocket) amnion terbesar yang terletak antara dinding uterus dan tubuh janin, tegak lurus terhadap lantai. Tidak boleh ada bagian janin yang terletak didalam area pengukuran tersebut (G. Weber et al, 2005). Pada table1 dapat dilihat klasifikasi volume cairan amnion berdasarkan pengukuran semikuantitatif (G. Weber et al, 2005). HASIL PENGUKURAN > 2 cm, < 8 cm > 8 cm 8 12 cm 12 16 cm > 16 cm INTERPRETASI Volume cairan amnion normal Polihidramnion Polihidramnion ringan Polihidramnion sedang Polihidramnion berat

1 cm, 2 cm

Volume normal

cairan

amnion

meragukan

(borderline

Tabel 1. Pengukuran semikuantitatif (satu kantong) volume cairan amnion. (G. Weber et al, 2005). Pengukuran volume amnion empat kuadran atau indeks cairan amnion (ICA) diajukan oleh Phelan dkk (1987) lebih akurat dibandingkan cara lainnya. Pada pengukuran ini, abdomen ibu dibagi atas empat kuadran dan Setiap kuadran diukur indeks cairan amnionnya. Garis yang dibuat melalui umbilikus vertikal ke bawah dan transversal (lihat gambar 4). Kemudian transduser ditempatkan secara vertikal tegak lurus lantai dan cari diameter terbesar dari kantong amnion, tidak boleh ada bagian janin atau umbilikus didalam kantong tersebut. Setelah diperoleh pengukuran salah satu kuadaran, kemudian baca hasilnya pada Amniotic Fluid Indeks (tabel2). Pengukuran ICA dilakukan pada usia gestasi 16 42 minggu dalam nilai persentil (G. Weber et al, 2005).

Gambar 1. Pengukuran ICA berdasarkan empat kuadran (Phelan)

Gambar2 . Menunjukkan cara meletakkan probe yang benar pada perut pasien (G. Weber et al, 2005). HASIL PENGUKURAN > 2 cm, < 8 cm > 8 cm 8 12 cm 12 16 cm > 16 cm INTERPRETASI Volume cairan amnion normal Polihidramnion Polihidramnion ringan Polihidramnion sedang Polihidramnion berat

1 cm, 2 cm

Volume normal

cairan

amnion

meragukan

(borderline

< 1 cm

Oligohidramnion

Tabel 2. Indeks cairan amnion berdasarkan pengukuran empat kuadran (Phelan) (G. Weber et al, 2005).
2.

Gawat janin?

Fetal distress Dalam pengertiannya, banyak buku yang mendasari keadaan fetal distress berdasarkan perubahan denyut jantung janin. Namun, sebenarnya pendapat ini dikatakan kurang tepat karena diagnosis fetal distress yang didasarkan pada pola frekuensi denyut jantung lebih merupakan cerminan fisiologis daripada patologis. Pengendalian denyut jantung secara fisiologis terdiri atas beragam mekanisme yang saling berkaitan dan bergantung pada aliran darah serta oksigenasi. Selain itu, aktivitas mekanisme-mekanisme pengendali tersebut dipengaruhi keadaan oksigenasi janin sebelumnya. Sehingga janin akan selalu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu. Persalinan normal merupakan suatu proses yang menyebabkan janin mengalami asidemia yang semakin meningkat. Dengan demikian, persalinan normal adalah suatu proses saat janin mengalami serangan hipoksia berulang yang menyebabkan asidemia tidak terelakkan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan normal merupakan suatu proses yang menyebabkan janin mengalami asfiksia. Dari uraian tersebut, maka para ahli berpendapat bahwa sebenarnya denyut jantung janin mengalami fluktuasi yang tidak bisa selalu dianggap sebagai keadaan fetal distress. Untuk mengatasi hal tersebut beberapa ahli membuat suatu pola denyut janin yang dapat merepresentasikan keadaan fetal distress. Pola tersebut dapat dilihat pada table berikut. Pola Normal Interpretasi 1. Basal: 110-160 dpm 2. Variabilitas: 6-25 dpm

3. Terdapat akselerasi Abnormalitas 4. Tidak ada deselerasi 1. Deselerasi lambat atau variable yang berulang tanpa variabilitas 2. Bradikardi berat tanpa variabilitas (Cunningham, et al, 2006)

Cunningham, FG, et al. 2006. Obstetri Williams Ed 21. Jakarta: EGC

Gawat janin adalah keadaan hipoksia janin intrauterin yang secara klinis bermanifestasi berupa perubahan frekuensi, irama dan kualitas denyut jantung janin. Gawat janin secara klinik diartikan sebagai keadaan yang berhubungan dengan hipoksia atau asfiksia.Pada persalinan gawat janin disebabkan oleh beberapa mekanisme diantaranya: a. Penurunan oksigen inspirasi ibu b. Penurunan aliran darah uteroplasenta c. Oklusi aliran darah umbilicus d. Perdarahan
e. Terjadi pada persalinan berlangsung lama f. Induksi persalinan dengan oksitosin g. Hiperstimulasi

h. Infeksi
i. j.

Insufisiensi plasenta pada postterm dan Preklampsia Gawat janin dapat bersifat akut ataupun kronis.

Sayangnya

tanda-tanda

yang

dapat

dideteteksi

dari

janin

tidak

mengindikasikan seberapa besar kerusakan yang terjadi pada janin pada saat itu. Kemampuan monitoring dari seseorang akan dapat mendeteksi seberapa besar derajat kerusakan pada saat itu, sehingga kerusakan permanen dari janin terutama pada susunan saraf pusat dapat dicegah. Gawat janin dapat dibagi menjadi 2 bagian menurut waktu terjadinya hipoksia janin: 1. Gawat janin kronis. Gawat janin kronis dalam jangka waktu panjang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Hal ini terjadi karena penurunan fungsi plasenta akibat kelainan vaskuler. 2. Gawat janin akut : Terjadi secara tiba-tiba akibat proses persalinan. Deselerasi denyut jantung janin yang terjadi dihubungkan dengan kompresi tali pusat yang berat, gerakan janin akan berkurang dan pH darah kulit kepala janin akan berkurang. Jika hal ini berlangsung lebih dari 30 menit atau jika derajat deselerasi tidak berubah maka terjadi gawat janin yang berakibat fatal.

PATOFISIOLOGI Dalam kondisi normal ; oksigen adekuat, glikolisis aerobik terjadi pada janin dan gikogen diubah menjadi asam pyruvat yang dioksidasi melalui siklus Kreb. Pada saat hipoksia dimana saturasi oksigen turun dibawah 55% ( normal 65% ), timbul glikolisis anaerobik, penumpukan asam laktat dan pyruvat sehingga timbul asidosis metabolik. Ion H+ pada awalnya menstimulasi dan kemudian mendepresi sino-aurikuler node dan timbullah takikardia dan bradikardia. Stimulasi parasimpatis menyebabkan hiperpristalsis dan relaksasi sphinkter anus sehingga keluarlah mekonium. Kekurangan oksigen yang terus menerus dapat menyebabkan kematian janin Perubahan DJJ berhubungan dengan kontraksi:

1. AKSELERASI Adalah peningkatan denyut jantung janin minimal 15 kali/menit selama 15 sampai 20 detik pada saat kontraksi uterus dan bentuknya uniform. Tidak terjadi selama janin tidur. 2. DESELERASI DINI Adalah turunnya frekuensi denyut jantung janin yang biasanya tidak melebihi 20 - 30 dpm, dan berakhir kurang dari 90 detik. Mulainya bersamaan dengan timbulnya kontraksi uterus, mencapai titik tertinggi, berakhir dan kembali pada frekuensi dasar bersamaan dengan hilangnya kontraksi, bentuknya uniform. 3. DESELERASI LAMBAT. Turunnya frekuensi denyut jantung janin tidak bersamaan dengan mulainya kontraksi uterus, tetapi terlambat lebih kurang 15 - 30 detik, demikian pula berakhirnya terlambat lebih kurang 15 - 30 detik setelah kontraksi uterus hilang. Deselerasi lambat biasanya berulang pada setiap kontraksi dan sering disertai perubahan frekuensi dasar maupun variabilitas denyut jantung janin, merupakan indikasi adanya asfiksia terlebih apabila disertai air ketuban yang tercampur mekonium, frekuensi denyut jantung janin yang abnormal dan proses kembalinya frekuensi denyut jantung janin ke frekuensi dasar berlangsung lambat. Pada awalnya deselerasi lambat terutama akibat refleks vagal pada janin yang dalam keadaan normal sebelumnya. Dengan adanya hipoksia kronik atau hipoksia yang berat, deselerasi lambat menggambarkan adanya depresi hipoksia langsung dari miokardium janin dan selalu dihubungkan dengan menurunnya variabilitas dasar. Penyebab : berkurangnya perfusi janin akibat tertanggunya aliran darah di dalam tali pusat, misalnya kompresi atau oklusi tali pusat dan prolaps tali pusat. 4.DESELERASI VARIABEL. Ciri-ciri deselerasi variabel ini adalah : Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan penurunan frekuensi dasar denyut jantung janin (amplitudo) bisa sampai 60 dpm. Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pra deselerasi) atau sesudah (akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi. Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih dibawah frekuensi dasar denyut jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) maka hipoksia janin berat berakibat kematian janin. Deselerasi

variabel dapat timbul bersamaan atau tanpa takisistole. Bila deselerasi variabel timbul disertai peningkatan frekuensi denyut jantung basal dan penurunan variabilitas maka janin dalam keadaan gawat. Deselerasi variabel ini sering terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat menumbung atau jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin masih baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti. PENANGANAN DESELERASI VARIABEL : perubahan posisi ibu, reposisi tali pusat bila ditemukan adanya tali pusat terkemuka atau menumbung, pemberian oksigen pada ibu, amnio-infusion untuk mengatasi oligohidramnion bila memungkinkan dan terminasi persalinan bila diperlukan. Deselerasi variabel tidak berbahaya bila timbul dan menghilangnya deselerasi variabel berlangsung cepat, variabilitas DJJ masih normal, terdapat akselerasi DJJ pada saat deselerasi. Derajat beratnya deselerasi variabel : Derajat ringan : penurunan DJJ tidak mencapai 80 dpm, lamanya < 30 detik. Derajat sedang: penurunan DJJ mencapai 70 - 80dpm, lamanya 30 60 detik. Derajat berat : penurunan DJJ sampai di bawah 70 dpm, lamanya > 60 detik. 3. Hasil laboratorium pada kasus pbl 2?

Interpretasi hasil laboratorium pada wanita hamil Leukosit Trimester I: 6,600-14,100 / l Trimester II: 6,900-17,100/ l Trimester III: 5,900-14,700/ l Postpartum: 9,700-25,700/ l Ht Trimester I: 35% -46% Trimester II: 30%-42% Trimester III: 34%-44%

Postpartum: 30%-44% Hb 1st trimester: 11,4-15,0 g / dL atau 7,1-9,3 mmol / L 2nd trimester: 10.0-14.3 g/dL or 6.2-8.9 mmol/L 3rd trimester: 10.2-14.4 g/dL or 6.3-8.9 mmol/L Postpartum: 10.4-18.0 g/dL or 6.4-9.3 mmol/L Trombosit 150,000-400,000 trombosit per mm 3 atau 150-400 x 10 9 / liter (SI unit). Namun, jika pada ibu hamil kadar trombosit turun hingga 100.000 150.000 maka masih dapat dikatakan normal karena pada ibu hamil sering ditemukan keadaan trombositopenia fisiologis (Rea, 2008).

4. Dampak hepatitis terhadap ibu, janin dan operator? Dampak VHB pada ibu hamil, janin, dan operator (tenaga kesehatan) Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus hepatitis, tetapi jika terjadi infeksi akut pada kehamilan bisa mengakibatkan terjadinya hepatitis fulminan yang akhirnya bisa mengakbatkan mortalitas tinggi pada ibu dan bayi.

Pada ibu dapat menimbulkan abortus dan terjadinya perdarahan pascapersalinan karena adanya gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi hati. Pada bayi masalah yang serius umumnya tidak terjadi pada masa neonates, tetapi pada masa dewasa. Jika terjadi penularan vertical VHB, 60 90% akan menjadi pengidap kronik VHB dan 30% kemungkinan akan menderita kemungkinan kanker hati atau sirosis hati sekitar 40 tahun kemudian. Beberapa faktor predisposisi terjadinya penularan vertical antara lain titer DNA VHB tinggi pada ibu (makin tinggi titer makin tinggi kemungkinan bayi tertular), terjadinya infeksi akut pada kehamilan trimester ketiga, persalinan lama dan mutasi VHB. Kegagalan vaksinasi yang menyebabkan bayi tertular 10 20% disebabkan oleh mutasi VHB. VHB sendiri mudah menimbulkan infeksi nosokomial pada tenaga medic dan paramedic melalui pertolongan persalinan atau operasi, karena tertusuk jarum subntik atau luka lecet, terutama pada pasien dengan HBsAg dan HBeAg positif. VHB lebih besar brpotensi untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah sakit dibandingan HIV. (surya, 2008)

5. Terminasi kehamilan pervagina atau perabdominal? Pada pasien ini akan dilakukan metode pengakhiran kehamilan dengan cara perabdominal, karena pada pasien ini ditemukan beberapa indikasi baik dari factor ibu maupun dari janin. Indikasi dari factor ibu antara lain sebagai berikut:
a. usia ibu 35 tahun

b. tulang panggul sempit c. ada riwayat persalinan dengan operasi sebelumnya d. ketuban pecah dini e. factor hambatan jalan lahir, misalnya : mioma indikasi dari factor janin, adalah sebagai berikut:

a. janin abnormal b. bayi terlalu besar


c. factor plasenta (plasenta previa atau solusio plasenta)

d. kelainan letak e. ancaman fetal distress f. kelainan tali pusat g. bayi kembar atau gamelli (Cunningham, 2005) 6. Komplikasi dari terminasi kehamilan? a) Pervaginam 1) 2) 3) 4) 5) Persalinan macet Kandung kemih robek Cedera pada rahim bagian bawah Perdarahan Robeknya perineum

b) Seksio caesaria: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Risiko infeksi Komplikasi anestesi Cedera kandung kemih Cedera pada rahim Cedera pada pembuluh darah Cedera pada usus Cedera pada bayi Perlekatan organ dalam panggul

9)

Komplikasi embolis air ketuban selama operasi yang bisa masuk ke

pembuluh darah ibu yang terbuka, meskipun jarang


10)

Embolisasi

carian

amnion

terhadap

bayi

plasenta

yang

meningkatkan insidensi kelainan congenital dan pertumbuhan jani terganggu.


7.

Medikamentosa

Tatalaksana info I-IV Ketuban pecah dini (KPD) Janin non viable (umur kehamilan <37 minggu a. Bed rest 3x24 jam, pertahankan jsnin seaterm mungkin b. Awasi tanda-tanda infeksi dan fetal distress, bila positif lakukan tindakan SC Medikamentosa: a. Antibiotic :injeksi Ampisilin 1 gr 3x1 vial i.v b. Kortikosteroid: inj Deksametason 5 mg 2x1 amp i.v/i.m perhari selama 2 hari, pada umur kehamilan 32-34 minggu berguna untuk pematangan paru janin Fetal disters a. O2 4-5 liter b. Ibu miring ke kiri untuk mereposisi ibu c. Jika masih berlanjut : SC

BAB III KESIMPULAN Pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama lahir. Janin kembar merupakan salah satu faktor risiko terjadinya regangan berlebih dari selaput ketuban yang bias menyebabkan ketuban pecah dini (KPD). Tanda dan gejala klinis yang muncul dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta patofisiologinya. Ada tiga komplikasi utama yang terjadi jika terjadi ketuban pecah dini yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi pathogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. Ada beberapa kelainan plasenta yang bias menyebabkan terjadinya pendarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta.. Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (OUI). Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary et al. 2005. William Obstetrics 22th edition. E-book. McGraw-Hill Professional. Hacker Neville.F., Moor J.George, 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Esensial Obstetri dan Ginekologi, edisi 2, Hipokrates, Jakarta, hal : 304 306. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obsetri dalam Persalinan, Mekanisme dan Pimpinan Persalinan. Jilid 1. Ed. 2. Jakarta : EGC. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6. Jakarta : EGC. Surya, I Gede Putu. 2008. Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal. Ed. 2 .

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Ed. 2 . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai