Anda di halaman 1dari 31

RASIONAL PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DAN

FAKTOR – factor YANG


MEMPENGARUHINYA

Urip Harahap
urip@usu.ac.id; uripharahap@yahoo.com

Departemen Farmakologf dan Prodi Magister dan Doktor Ilmu Farmasi USU
Instalasi Farmasi Rumah Sakit USU
APA ITU PENGGUNAAN OBAT-AB YANG
RASIONAL?JE
▪ Antibiotik – obat ajaib di tahun 1940-an
▪ Penisilin telah menyelamatkan jutaan nyawa pada perang dunia
Pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhan
ke 2 dan ibu-ibu selamat dari sepsis ketika melahirkan klinisnya, dosis sesuai kebutuhan individu, untuk
▪ Keberadaan AB ini secara dramatis telah menurunkan jangka waktu tertentu, dengan biaya terendah
morbiditas dan mortalitas bagi pasien dan masyarakat (WHO, 1985)
Resisistensi - ▪ ESBL (extended-spectrum beta-lactamases): enzim yang diproduksi
ESBL bakteri, menyebabkan bakteri tahan terhadap beragam jenis antibiotik,
misalnya penisilin/sefalosporin →sulit dibunuh.
Bagaimana sekarang dan ▪ Bakteri –penghasil ESBL:
• E. coli. secara normal terdapat di usus, tetapi bisa juga
ke depan? menginfeksi tubuh dan ditularkan melalui makanan, minuman, atau
orang sekitar.
• Klebsiella. Bakteri normal yang hidup di usus, mulut, dan hidung
manusia. Namun bisa menyebabkan infeksi nosocomial (infeksi yang
tersebar di fasilitas kesehatan, misalnya di rumah sakit).
▪ Jika tidak menghasilkan ESBL, E.coli dan Klebsiella bisa diatasi dengan
antibiotik yang lazim diberikan, seperti penisilin/sefalosporin. Tetapi,
jika menghasilkan ESBL, harus diberi AB lain untuk mengatasinya.
IRRATIONAL USE-IRRATIONAL PRESCRIBING

• Taking ABs without prescription


Irrational • Skipping (terlewatkan) doses AB
use • Taking ABs at irregular interval
• Saving ABs to use them later

Resistance

Irrational • Unnecessary prescription of ABs


• Wrong selection of ABs
prescribing • Inappropriate dose or duration of ABs
IRRATIONAL PRESCRIBING –PATHOLOGICAL PRECRIBING
▪ Penggunaan AB pada hal terapi tanpa indikasi AB
▪ Penggunaan AB yang salah untuk kondisi tertentu
▪ Penggunaan AB obat, tapi efikasi diragukan/tidak terbukti
▪ Penggunaan AB, tapi keamanan(safety) tidak pasti
▪ Gagal menyediakan AB yang aman dan efektif
▪ AB benar, tetapi salah rute administrasi, dosis, dan durasi
▪ Penggunaan AB mahal pada hal ada yang lebih murah
EXAMPLES OF INAPPROPRIATE PRESCRIBING
PRACTICES
▪Menggunakan AB -diare ▪ Di Eropa,  80 - 90% preskripsi AB ditulis di Penggunaan dan peresepan
ana-anak yang tidak praktik umum, begitu juga di USA, estimasi CDS  AB berlebihan-rawat jalan,
pasti karena bakteri 30% AB diresepkan-rawat jalan tapi tak preskriber mersepkan AB
▪Penggunaan injeksi membutuhkannya pada hal hasil tes infeksi
▪ Ketidaktepatan penggunaan AB pada rawat jalan, AB

Mayo Clinic
sembarangan, misalnya diresepkan untuk infeksi saluran pernapasan-virus (a
bakteri belum jelas, tekanan
dalam tritmen malaria viral bronchitis, otitis, and sinusitis) pasien agar diresepkan AB,
▪Over-preskripsi AB ▪ Contoh lain: AB dirsepkan bukan lini pertama atau pasien menggunakan AB
▪Penggunaan AB berlebihan AB berspektrum luas pada hal infeksi sensitif yang dibeli online, atau
untuk infeksi saluran atau infeksi bisa ditritmen dengan AB pasien menggunakan AB
berspektrum sempit sisa resep sebelumnya
naspas akut ringan
http://www.cidrap.umn.edu/asp/overuse-overprescribing-of-antibiotics

▪ Tepat indikasi
▪ Tepat obat ▪ Benar diagnosis tergantung pada keadaan pasien
▪ Tepat administrasi, dosis, dan ▪ Presepan efisien, aman, dan ekonomis
durasi berdasarkan kondisi pasien
▪ Tepat pasien ▪ Benar dispensing AB yang diresepkan
▪ Tepat informasi pasien ▪ Tepat kemasan dan pelabelan AB yang diresepkan
▪ Tepat evaluasi ▪ Pasien patuh selama menggunakan AB yang
diresepkan
WORK PLACE
▪ Pasien banyak DRUG SUPPLAY SYSTEM INDUSTRY
▪ Tekanan untuk meresepkan AB ▪ Suplai tidak realible ▪ Aktivitas promosi
▪ Kapasitas lab.tak memadai ▪ Kekurangan obat ▪ Klaim yang menyesatkan
▪ Staf tidak cukup ▪ Yang tersedia AB kadaluwarsa

PRESCRBER
▪ Lack of education and traning PATIENTS DRUG REGULATIOS
▪ Inaproporiate role models ▪ Informasi obat yang salah ▪ Yang tersedia obat non
▪ Informasi obat kurang objektif ▪ Keyakinan yang menyesatkan esensial
▪ Pengalaman terbatas ▪ Tuntutan/Harapan pasien ▪ Preskriber informal
▪ Keyakinan kemanjuran obat menyesatkan ▪ Pengaruh marketing ▪ Kurangnya kebijakan ttg obat
▪ Hasil lab lama, takut gagal klinis ▪ Pertimbangan ekonomi ▪ Kurangnya infrastruktur
▪ Norma teman sejawat tidak tepat ▪ Akses rendah thd pusat ▪ Penegakan hukum rendah
▪ Budaya medis lokal kesehatan yang tepat
▪ Insentif ekonomi
▪ Pasien membutuhkan penyembuhan cepat
1. Kompleksitas penyakit atau Kondisi Kesehatan 5. Peresepan tidak dibutuhkan untuk terapi
▪ Contoh: Pasien memiliki banyak simptom, ▪ Contoh 1: AB yang diresepkan tidak ada indikasi medis
tetapi malu atau tidak mengatakan hal ▪ Contoh 2: Duplikasi AB (piperacillin/tazobactam + IV
penting/utama, sehingga teritmen tidak metronidazole to treat a Complicated Skin and Skin
diarahkan pada penyebab utama Structure Infection =CSSI would generally be duplicate
2. Training Skil preskriber kurang tepat terkait therapy) . However, piperacillin/tazobactam together
dengan diagnosis yang tepat with oral metronidazole for C. difficile infection would be
▪ Contoh: Preskriber tidak melakukan uji fisik appropriate.
dan peresepan hanya didasarkan informasi ▪ Contoh 3: Menangani (tritmen) ADRs dengan obat/AB
yang disampaikan oleh pasien pada hal bisa dielakkan. Misalnya mual, diare, muntah,
3. Beban Kerja Preskriber berlebihan ruam kulit, sembelit (ringan) karena menggunakan AB.
▪ Fasilitas kesehatan: hanya 1 orang preskriber, 6. Tidak meresepkan AB untuk penyakit pasien/mengabaikan
sementara rerata pasien yang konsul 300 penyakit pasien yang mebutuhkan AB atau obat
pasien per hari ▪ Contoh: Untreated condition of the patient, not giving
4. Peralatan diagnostik dan test dasar tidak prophylactic therapy. Mis: incidence of infective
memadai endocarditis, healthcare providers must make
▪ Contoh 1: Tidak tersedia mikroskop atau appropriate decisions regarding antibiotic prophylaxis to
reagen untuk uji darah dan urin prevent further complications
▪ Contoh 2: Tidak tersedia mesin X-ray untuk (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532983/)
test pasien yang diduga mengidap TBC
7. Meresepkan obat (lama) pada hal efikasinya lebih rendah dari
AB baru 15. Meresepkan beberapa obat/AB pada hal lebih sedikit obat
8. Meresepkan obat (lama) pada hal keamanannya lebih rendah yang diresepkan, efeknya sama:
dari AB baru ▪ Contoh: Resep Suldoxine/pyrimethamine + PCT, pada
9. Tidak diidentifikasi bahwa AB/obat tak mempan terhadap hal pasien hanya demam, bukan malaria
kondisi pasien/tidak diidentifikasi bahwa obat tidak efektif 16. Meresepkan obat pada hal penyakit bisa sembuh sendiri
untuk pasien dan menggantinya dengan obat lain yang dianggap dan pasien sembuh tanpa minum obat
lebih baik ▪ Contoh: Ampisilin diresepkan pada hal pasien flu
10. Dosis, frekuensi dan/atau durasi terapi AB yang diresepkan ringan, tanpa sakit teggorokan, batuk atau demem
tidak tepat 17. Meresepkan AB tanpa menyesuaikan dosis pada pasien
11. AB/obat yang diresepkan tidak mempertimbangkan DDIs, D-
Food interactions, Kontraindikasi, sejarah alergi pasien yang bermasalah hati ,ginjal, dan pasien geriatri
sebelumnya, dan histori penggunaan obat sebelumnya 18. Meresepkan AB/obat baru tanpa memutakhirkan
12. Instruksi AB/obat yang diresepkan yang dibutuhkan tidak
dinformasikan informasi dari sumber terpercaya
13. Menggunakan AB yang mahal pada hal tersedia obat yang lebih 19. Penurunan dosis (dosis tapering) tidak dilakukan atau
murah dengan efek yang sama
▪ Contoh: Injeksi Ampisilin diresepkan padahal tersedia tablet pengubahan dosis dilakukan tetapi tidak tepat
ampisilin yang lebih murah,lebih mudah digunakan, dan efek ▪ Costicosteroid, Benzodiazepin, opioid
sampingnya lebih kecil
14. Salah pilih obat: Resep AB untuk diare –dehidrasi ringan pada
hal dengan larutan rehidrasi sudah cukup
Rational Prescribing
▪ Resep: permintaan dokter kapada apoteker atau
dispenser untuk menyeiapkan obat kepada pasien.
Merupakan tahap akhir dari proses panjang yang
dimaksudkan untuk menatalaksana atau mengobati
kondisi tertentu pasien.
▪ Menulis resep tahapan penting dan menantang karena
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang
baik.
▪ Tidak ada standar global penulisan resep, tiap negara
punya aturan sendiri. Namun, persyaratan paling
penting adalah kejelasan; resep harus jelas, dapat
dibaca dan tepat. Resep standar harus mencakup tiga
komponen: data prescriber, data pasien dan data
obat-obatan
▪ Empat gol penting R/ rasional:
• Efektivitas obat maksimal
• Bahaya meminimal,
• Terhindar pemborosan sumber daya asuhan
kesehatan,
• Menghormati pilihan pasien
Steps in the WHO Good Prescribing Guide (from Dr Vries et al., )
SOLUSI
▪ RS harus punya Lab. Mikro ➔ data sensitivitas org ➔ dokter lebih baik
memilih AB, utuk terapi empiris dan menghindari pengg sefalosporin generasi ke 3.
▪ Peresepan sefalosporin generasi 3 harus patuh pada pedoman dan boleh setelah
ada data sensitivitas dari LAB. mikrobiologi.
▪ Kebijakan pengg AB harus dikembangkan TFT sebagai penghubung dgn Lab. Mikro
▪ Kebijakan tersebut harus membatasi peresepan sefalosporin generasi III dan
peresepan senior secara terbatas sampai terkonfirmasi data sensitivitas

▪ Mersepkan sembarang AB sefalosporin generasi ketiga intravena tidak


rasional; mestinya sebagai AB cadangan untuk pasien kritis.
▪ Penggunaan sefalosporin generasi III yang tidak rasional ➔
resistensi➔AB cadangan semakin sedikit ➔ infeksi serius sulit
dittalaksana.
▪ Penggunaan sefalosporin generasi III berlebihan ➔resistensi bakteria:
MRSA
▪ Penggunaan obat-obatan intravena untuk rawat jalan tanpa bantuaan
perawat-komunitas trampil ➔risiko infeksi dari ruangan
▪ Ketergantungan AB intravena (bukan AB oral) ➔ didefinisikan WHO
resep tidak rasional
▪ Kembangkan, desminasikan, dan revisi Standard
Treatment Guideline (STG)
▪ Training yang berorientasi-Problem pada edukasi
farmakoterapi berdasarkan STG
▪ Mendorong Provider Layanan Kesehatan dan
pasien agar menggunakan informasi penggunaan
antibiotik yang tepat
▪ Profesional farmasi agar menjadi anggota aktif
Health CARE Team untuk memberi saran,
masukan, nasehat terkait dengan kesehatan
maupun penggunaan obat (AB) kepada
▪ Improve Prscribing
▪ Is there an indication for the drug?
▪ Is the medication effective for the condition?
▪ Is the dosage correct?
▪ Are the directions correct?
▪ Are the directions practical?
▪ Are there clinically significant drug–drug interactions?
▪ Are there clinically significant drug– disease/condition interactions?
▪ Is there unnecessary duplication with other drugs?
▪ Is the duration of therapy acceptable?
▪ Is the drug the least expensive alternative compared to others of equal effect?
GENERAL PRICIPLES IN USE OF ABs
TERAPI YANG TEPAT FAKTOR HOST
▪ Persepsi: apakah AB diperlukan? 2. Fungsi Renal dan Hati
▪ Pemilihan AB: Mana AB yang lebih tepat? ▪ AMG & glycopeptida – hati2 pada GG
▪ Pemilihan regimen: Dosis,rute, frekuensi, dan durasi ringan
pengobatan ? ▪ Makrolida, Metro, Rimp & INH – doses
▪ Monitoring Efikasi : Apakah tritmen efektif?. diturunkan pada gagal hati

FAKTOR HOST HOST FACTORS HOST FACTORS


3. Pregnancy & lactation 5. Immune status
4. Site of infection
▪ AMG & Tetra should be avoid ▪ AIDS, hematological maligancies;
▪ Absorpsi harus mencapai kadar lokal influence both likelihood of infection &
▪ Penicil, cephal & Erythr appear to be safe
▪ Drugs like TMT, Metro & Macro breast milk ▪ Abses harus didreinaise dan debrinasi its likely etiology

HOST FACTORS
HOST FACTORS 7. Allergy
6. Adanya material prostetik ▪ Determination of previous allergic drug
▪ Jarang memberi respos thd AB reactions
▪ Usually require removal of device ▪ Drug of choice for syphylisim ptn allergic
to penicillinin and tetracyclin
GENERAL PRICIPLES IN USE OF ABs I
II-LIKELY INFECTIING AGENT III-DRUG RELATED FACTORS
▪ Asesmen klinis, mungkin bisa menunjukkan III-DRUG RELATED FACTORS (Cont…)
1. Spectrum activity 3. Sensitivity of the organism
sumber infeksi ▪ Untuk terapi definitif – Narraow spectrum ▪ Assessed on basis of MIC values & PAE
▪ Perawatan empiris ditujukan pada sumbertsb ▪ Untuk terapi empiris – broad spectrum 4. Relative toxicity
▪ Pemeriksaan bakteriologis untuk memastikan 2, Type activity ▪ Less toxic AB is preferred
diagnosis mikrobiologis ▪ Severe acute infections – cidal than static drug eg: -lactam over AMG
• Layanan bakteriologis tidak tersedia, tetapi ▪ Bacatericidal AB –superior (impaired host defence, 5. Pharmakokinetic profile
perawatan tidak dapat ditunda life threatening infections, infection at less accessible ▪ For optimum action AB has to be
• Layanan bakteriologis tersedia & perawatan sites or when carrier state is possible present at site of action in sufficient
dapat ditunda selama beberapa hari
conc. For adequate length of time

https://www.slideshare.net/dr31sharma/rational-use-of-antibiotic-amp-antibiotic-policy-82793064

III-DRUG RELATED FACTORS(Cont…) III-DRUG RELATED FACTORS(Cont…)


▪ For many orgnisms, AMG, Fluoroq. & Metro- III-DRUG RELATED FACTORS (connt…)
7. Routes of Administrattion 8. Dosage regiment
Conc. Dependent killing: ▪ Parenteral therapy ▪ Dose influenced by severity of infection,
▪ For many organisms, -lactam, Gylicopeptide • Seriously ill ptn, where drug conc.are required age & weight
& Macrolide – Time Dependent Killing rapidly at site of infection ▪ Standard treatment guidelines should be
▪ Penetration to site of infection – drug wich • Drugs not orally absorbed e.g AMG followed
penetrates better & attans higher conc. At • Oral route is contraindicate 9. Encouraging compliance
▪ Oral therapy ▪ Less frequency improves compliance
site of infection 10. Length of treatment
6. Cost ▪ Topical therapy ▪ Depends upon site & severity of
Less expensive drugs are to be preferred • Superficial skin infections, mucosal candidiasis, infections, causative organism &
midleear and superficial ocular infection patient’s response to treatment
Therapeutic Duplication – What is it?
▪ Berdasarkan cakupan (coverage) antimikroba dikatakan berlebihan, jika
▪ Therapeutic duplication is the penggunaan 2 agen antimikroba diberikan untuk mengkover organisme yang
practice of prescribing multiple sama minimal 2 hari berturut-turut selama rawat inap (Infect Control Hosp
medications for the same Epidemiol. 2014 Oct; 35(10): 1229–1235.)
indication or purpose without a ▪ Kombinasi obat mungkin tumpang tindih terkait dengan spektrum antimikroba
clear distinction of when one dan mungkin memerlukan intervensi (Tabel 30-6).
• Misalnya piperasilin/tazobaktam dengan metronidazol intravena untuk mengobati complicated
agent should be administered over skin and soft tissue infection (CSSI) merupakan terapi duplikasi. Namun, jika piperasilin
another. /tazobaktam diberi bersama oral metronidazol untuk infeksi C. difficile tidak duplikasi
▪ For example, prescribing both ▪ Infeksi Clostridium difficile (CDI) mestinya diberi metronidazol oral atau
ibuprofen and acetaminophen for vankomisin oral saja. Jika untuk 1 infeksi CDI diberi metronidazol oral dan
intravena atau vankomisin oral dan intravena bersama dengan agen intravena
PRN mild pain, or prescribing both lain dengan aktivitas antianaerobik atau anti-MRSA, adalah duplikasi
Zofran and Compazine for PRN
nausea and vomiting.
Infect Control Hosp Epidemiol. 2014 Oct; 35(10): 1229–1235.
TABLE 1.
Frequency of Redundant Antimicrobial Therapies, Mean Dosing Days, and Coded Presence of Clostridium difficile Infection (CDI) and
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) by Drug Category and Specific Combinations, 2008–2011 (n = 32,507)
Kristi M. Kuper
Competence Assessment Tools for Health-System Pharmacies
KOMBNASI
▪ Untuk infeksi tertentu mungkin diperlukan efek sinergis dengan menggabungkan dua
AB atau lebih.
▪ Kombinasi AB juga dilakukan karena dibutuhkan spektrum AB yang lebih luas pada
infeksi polimikroba.
• Contoh: gentamisin + → -lactam →endokarditis gram positif.
• Rifampisin + → Oksasilin/Vankomisin →jumlah koloni S. aureus.
• Infeksi yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa : kombinasi dua AB,
antipseudomonal -laktam (mis., piperasilin/ tazobaktam) plus keduanya
aminoglikosida, ciprofloxacin, atau levofloxacin.
▪ Terapi kombinasi juga dimkasudkan untuk membasmi Acinetobacter baumannii dan
multidrug-resistant Acinetobacter baumannii dan Enterobacteriaceae (CRE) yang
tahan terhadap karbapenem pada fasilitas kesehatan di AS dan global.
• Contoh: kombinasi polimiksin dan agen sekunder (mis. tigecycline, minocycline,
aminoglycosida atau karbapenem). Agen yang lebih tua seperti nitrofurantoin
dan fosfomisin juga telah digunakan untuk infeksi CRE yang terdapat di
saluran kemih.
Klasfikasi kombinasi AB Sinergis
A. Congrous Combination. Dasar: kombinasi masing-masing individu AB memiliki aktivitas
penghambatan terhadap pertumbuhan sel organisme yang sama tetapi dengan situs
target yang berbeda. Kebanyakan terapi kombinasi antibiotik yang meluas digunakan,
didasarkan pada konsep ini.
Dalam kombinasi kongruen, dua antibiotik (A dan B) secara farmakodinamika atau
mekanisme kerja dengan target proses molekuler esensial yang berbeda→sinergi.
1. Penicillin + streptomycin untuk infeksi enterococcal
2. Rifampin + isoniazid + pyrazinamide pada tritmen TBC
3. Trimetoprim + Sulfametoksazol (b/b 1 : 5). Co-trimoxazole. Septra dan Bactrim
(Traden name)
4. Synercid, AB streptogramin dari quinupristin dan dalfopristin (3: 7 b/b)
5. Polisporin (bacitracin dan polymyxin B, terkadang + gramicidin)
6. Neosporin (neomisin, bacitracin & gramicidin) →sinergis terhadap bbp bakteri
dengan cakupan spektrum lebih luas (pathogen Gram-positif dan Gram-negative)
Dalam praktis, fixed-dose combinations terbatas, ini mencerminkan bahwa sebagian
besar AB tunggal efektif. Sedangkan kombinasi merupakan strategi dalam praktik
klinis yang didasarkan pada kebutuhan dan pengalaman.

Mike Tyers & Gerard D. Wright (2019). Drug combinations:


a strategy to extend the life of antibiotics in the 21st century, Nature Reviews Microbiology volume 17, pages141–155
Klasfikasi kombinasi AB Sinergis ▪ Di awal tahun 1980-an ditemukan inhibitor β-lactamase - asam
B. Syncretic Combination. Dasar: satu komponen tidak memiliki aktivitas tetapi meningkatkan klavulanat, diformulasi + amoksisilin (kombinasi AB+AB-non AB pertama
aktivitas keduanya (disebut AB adjuvant/pemutus rantai resistensi). Inhibitor β- yang sangat efektif (Augmentin) yang tersedia dalam bbp fiexed-dose
lactamase (asam klavulanat): contoh sinkretik terbaik dalam klinis. (As, Klavulanat (B) + ▪ Asam klavulanat: aktivitas antimikrobanya kecil tetapi bersinergi dengan
Amosisilin (AB) →Augmentin). Clavulanic acid has little antimicrobial activity on its own amoksisilin pada bakteri yang rentan dengan beta-laktamase
but synergizes with amoxicillin in bacteria expressing susceptible β-lactamases ▪ Penemuan β-lactamase mendorong pengembangan beragam kombinasi
Kombinasi sinkretik: (AB) targetnya proses esensial pada mikroba, (B) hanya adjuvant inhibitor β-lactam β-laktamase dan telah berhasil saat ini. (BOX-2)
saja (non-antibiotic), target molekulernya elemen resistensi (Kelas Ia) atau bakteria non- ▪ Kandidat obat AB yang saat ini dalam fase I, fase II atau III dari
esensial (Kelas Ib) atau host (Kelas II). perkembangan klinis, 15% adalah kombinasi inhibitor β-laktam-β-
▪ Keuntungan adjuvan memperpanjang masa hayat AB terbukti sangat efektif sejak 60 laktamase sinkretik (PEW Trust, diakses Januari 2018
tahun lalu. Mempertimbangkan sulitnya menemukan dan mengembangkan AB baru, maka ▪ Pada Desember 2019, sekitar 41 AB baru dengan potensi untuk
AB lama + adjuvant baru→strategi yang sangat baik karena hemat biaya menangani infeksi bakteri serius sedang dalam pengembangan klinis dan
▪ Meski kombinasi AB secara empiris cakupan spektrum patogennya luas atau dalam empat telah disetujui sejak menjalani updating sebelumnya pada Juni 2019.
formulasi fixed-dose untuk mencapai sinergi sering berhasil, menggabungkan AB +
bioaktif non-antibiotik sinkretik →keberhasilannya beragam. https://www.pewtrusts.org/en/resear
▪ Pada 1950-an, kombinasi AB + banyak senyawa lain sering dilkaukan tetapi ch-and-analysis/data-
efektivitasnya banyak tak terbukti. Mis achrocidin: fixed-dose kombinasi + 5 visualizations/2014/antibiotics-
currently-in-clinical-development
senyawa (tetrasiklin; AB), fenacetin dan salisilamida (analgesik, dengan aktivitas
antipiretik), chlorothen (antihistamin) dan kafein (stimulan)) yang banyak dipasarkan
untuk common cold (flu). Pada thn 1960-an FDA menuntut bukti kemanjurannya, dan
jika tidak terbukti agar tidak menggabungkannya
Ada 2 klas AB adjuvant
1. Kelas I bertindak pada metabolisme atau fisiologi bakteri Mike Tyers & Gerard D. Wright (2019). Drug combinations: a strategy to extend the life of
2. Kelas II adjuvan AB meningkatkan kemanjuran AB dengan mengubah biologi inang antibiotics in the 21st century, Nature Reviews Microbiology volume 17, pages141–155
Syncretic Combination

Curtis T. Keith, Alexis A. Borisy and Brent R. Stockwell


http://www.columbia.edu/cu/biology/StockwellLab/index/publications/keith_NRDD_2005.pdf
1. Kelas I bertindak pada metabolisme atau fisiologi bakterii
▪ Kelas 1 adjuvant dapat dibedakan berdasarkan aktivitasnya yang
langsung memblokir bahan resistensi (Kelas Ia) (Tabel 1), contoh:
oleh β-lactamase inhibitor (asam klavulanat, Box: 2, dan senyawa
yang mempotensiasi antibiotic melalui mekanisme tidak langsung
(Kelas Ib) (Tabel 2)

Resistensi terhadap AB β-lactam (penicillins, cephalosporins dan carbapenems) oleh bakteria patogenik
umumnya karena produksi enzim β-lactamase yang menghidrolisis cincin β-lactam (yang menetukan
aktiivitas antimirobianya)
▪ Blokade langsung terhadap resistensi yang dimediasikan enzim mampu ▪ Inhibitor AcrB yang terdapat pada membran sitoplasma
mempertahankan aktivitas AB dan berhasil secara klinis (setara dengan MexB, MexY dan AdeB) telah diidentifikasi dan
▪ Upaya mencari penghambat resistensi terhadap enzim yang menginaktivasi dikarakterisasi dengan baik.
aminoglikosida dan metiltransferase ribosom sebagai penyebab resistensi ▪ Analog peptide (PAβN) dan berbagai molekul kecil sintetis, termasuk aryl-
thd AB makrolida sedang diupayakan piperazines dan pyranopyridnes, telah dilaporkan. Namun, tidak bisa
▪ Target penting lainnya dalam pencarian adjuvan Kelas Ia adalah inhibitor menghambat efflux AB, karena struktur AcrB dan pompa analog
efflux AB. ternyata memiliki beberapa cenel substrat dan mekanisme efflux
terhadap AB
▪ Pompa efflux AB yang terdapat pada memberan sitoplasma patogen ▪ Meski upaya pengemangan adjuvant (klas 1a) untuk menghambat berbagai
Gram-negatif dan positif adalah membrane-spanning major facilitator pompa efflux yang eksis di membram bakteria, belum ada kandidat
superfamily (MFS) dan tripartiteresistancenodulation-division (RND), yang secara klinik
terdapat pada membran sitoplasma bagian dalam, periplasma dan
membran luar Gram- bakteri negatif, merupakan faktor dominan
resistensi utama AB di klinik
▪ Penghambat efflux pada berbagai spesies bakteri, telah berhasil
diidentifikasi. Misalnya, penghambat pompa MFS pada Staphylococcus
aureus NorA, adalah produk alami dari tumbuhan seperti alkaloid reserpine
dan flavonoid 5ʹ-methoxyhydnocarpin D74 serta sintetis celecoxib &
derivatnya
▪ Tripartiteresistancenodulation-division (RND) penyebab resistensi pada
Gram positif sedang dicari inhibitornya
▪ Namun sistem AcrAB-TolC kanonik pada E. coli adalah target karena
secara struktural dan fungsional yang terbaik. Namun, di klinik,
MexAB-OprM dan MexXY–OprM pada P.aeruginosa dan AdeABC pada
Acinetobacter baumannii yang berkontribusi besar terhadap kegagalan
antibiotik selama pengobatan
• Adjuvan antibiotik kelas Ib memanfaatkan aktivitas antimikroba yang terdapat pada
AB. Pendekatan untuk memperluas aktivitas AB dengan sinergi yang tidak jelas pada
gen non-esensial.
• Pendekatan penemuan adjuvant kelas 1 b berdasarkn interaksi kimiawi-genetik yang
dilakukan secara komputasi sebagai target baru yang rasional, karena potensi
sinerginya bisa diketahui
• Misalnya, sidik jari sensitivitas kimia dari strain mutan telah digunakan untuk
memprediksi senyawa sinergis baru penghambat biosintesis folat oleh trimetoprim
dan sulfametizol, dan pendekatan komputasi untuk memprediksi sinergi telah
diterapkan pada Mycobacterium tuberculosis dan S. aureus.
• Identifikasi adjuvant kelas 1b juga diharapakan akan mensensitifkan isolate bakteria
yang resisten terhadap AB (Tabel 2)
• Misalnya, skrining obat yang tidak dipatenkan terhadap E. coli, P. aeruginosa dan S.
aureus, AB minocycline dengan adjuvan tertentu. Salah satunya adalah loperamide
(agonis μ-opioid, banyak digunakan pada terapi antidiare, merek Imodium), ternyata
mempotensiasi tetrasiklin pada bakteri Gram-negatif secara in vitro dan ipada
model hewan in vivo Salmonella enterica subsp. pada infeksi enterica serovar
Typhimurium.
• Loperamide sebagai adjuvan tetrasiklin Kelas Ib bertindak menggangu kekuatan
motif proton membran sel, sehingga meningkatkan akumulasi AB intraseluler dan
Mike Tyers & Gerard D. Wright (2019). Drug combinations: a strategy to extend the life of
meningkatkan penghambatan ribosom bakteri. antibiotics in the 21st century, Nature Reviews Microbiology volume 17, pages141–155
• Adjuvan Kelas Ib didentifikasi
melaui skrining kimia dengan
target sebagai agnostik (data
dari IT). Dalam pendekatan ini,
patogen yang diinginkan secara
langsung diskrining lalu
dibandigkandengan dengan librari ▪ Mengidentifikasi kombinasi antibiotik sinergis. Kombinasi potensial sinergis diidentifikasi melalui skrining
AB pada konsentrasi subletal (1/4 MIC) (senyawa A) terhadap organisme yang suseptibel dan senyawa
senyawa non-antibiotik pada kandidat (senyawa B), lalu diuji secara sistematis untuk mengetahui penghambatan pertumbuhan.
konsentrasi AB sub-MIC yang Sinergi dapat dikonfirmasikan menggunakan checkerboard array dengan menetukan fractional
telah diketahui (biasanya ¼ inhibitory concentration index (FICI) atau penyesuaian data gradien isobologram gradien ke model
Loewe atau Bliss#.
MIC) untuk mengetahui ▪ Model aditif Loewe: mendefinisikan efek yang diharapkan seolah-olah obat digabungkan dengan obat
peningkatan penghambatan itu sendiri, sedangkan model kebebasan Bliss menggunakan teori probabilistik untuk memodelkan efek
obat secara individu dalam kombinasi sebagai peristiwa independen namun bersaing (Philos Trans R Soc
pertumbuhan sel. Lond B Biol Sci. 2016 May 26; 371(1695))
Class II antibiotic adjuvants
• Banyak sistem pertahanan tubuh dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan efektivitas AB pada organisme terinfeksi. Misalnya, ▪ Pendekatan menggabungkan AB dengan salah satu peptida
imunomodulator dan antimikroba peptide kationik terbukti sinergis imunomodulator dengan multifungsi pada sistem kekebalan
dan bahkan dapat meningkatkan aktivitas antibiotik pada biofilm tubuh, atau pada target terntu dalam sel kekebalan,
yang sulit dibasmi. merupakan opsi target yang belum dimanfaatkan yang
• Beberapa dari peptida ini memiliki aktivitas antimikroba intrinsik dan mungkin berkontribusi pada strategi kombinasi obat untuk
kuat, sedangkan yang lain tidak,. mengendalikan infeksi
• Peptida imunomodulator beragam efek terhadap respon imun host, ▪ Sebaliknya, penggunaan AB berdampak pada metabolisme tubuh
menekan inflamasi untuk mencegah respon berlebihan terhadap yang dapat mengganggu efektivitas AB atau fungsi kekebalan.
infeksi yang menyebabkan sepsis dan menginduksi aktivitas Misalnya, tikus yang dinfeksi E. coli ditritmen dengan
antimikroba berbasis sel inang spt peningkatan fagositosis ciprofloxacin ternyata mengubah metabolisme jaringan yang
• Strategi lain adalah membidik langsung kekebaaaalan bawaan dengan terinfeksi (misalnya, meningkatkan kadar AMP) yang tidak
molekul kecil. Produk alami, streptazolin, mampu merangsang tergantung mikrobioma, sehingga mempengaruhi kekebalan
makrofag untuk membunuh Streptococcus pneumoniae, telah (fagosit).
diidentifikasi pada ekstrak mikroba alami ▪ Mengubah lingkungan pertumbuhan seperti ketersediaan nutrisi
patogensecara radikal mengubah kepekaan terhadap antibiotic,
• Streptazolin menginduksi produksi faktor nuklir-κB melalui jalur
pensinyalan phosphatidylinositide, bersamaan dengan rilis sitokin anti- Diharapakn modulator terapeutik terhadap lingkungan mikro
infeksi inang dapat muncul sebagai adjuvan di masa mendatang
Coalism
• Kombinasi penghambat non-antibiotik, disebut pasangan koalistik, dengan target
protein sehingga mematikan sintesis pasangan interaksi genetik,
• Lebih lanjut, kombinasi tiga atau lebih senyawa pada prinsipnya dapat meniru
interaksi genetik yang lebih kompleks, menurut bukti terbaru bahkan bisa hingga
100 kali lipat lebih lazim ketimbang interaksi berpasangan, meskipun interaksi
yang lebih kompleks juga dimungkinkan.
• Yang penting adalah strategi kombinasi harus bisa mengatasi beberapa
keterbatasan pada target gen esensial, misal kegagalan strategi empiris target
esensial untuk mengidentifikasi kandidat obat AB baru; sensitivitas agen
intrinsik terhadap target tunggal yang dipilih, dan diseminasi, resistensi; dan
target yang lebih ekstensif serta potensi target baru (novel target) yang
bisa menghentikan sintesis gen oleh kombinasi tersebut.
• Pada kombinasi koalisi ini senyawa akan mengurangi frekuensi resistensi karena
target inhibitor adalah produk gen non-esensial, dan secara intrinsic aktivitas
AB rendah sebagai agen tunggal sehingga peluang mempertahankan aktivitas
meski tanpa seleksi untuk resistensi pada populasi mikroba adalah kecil.
Coalism (connt.._
▪ Jaringan biologi selalunya sangat spesifik untuk spesies, sehingga strategi
kombinasi menawarkan rute baru thd AB spektrum sempit.
▪ Terapi dipertimbangkan menguntungkan ketimbang AB berspektrum luas
kerena resistensi terjadi pada beberapa genera sehingga merusak
mikrobioma tanpa pandang bulu, seringkali dengan konsekuensi yang tidak
diinginkan, sehingga menyebabkan kelbihan pertumbuhan Clostridium difficile
dan bahkan memiliki efek buruh terhadap kesehatan jangka panjang
akibat paparan AB terhadap bayi premature
▪ Laporan terbaru menunjukkan kelayakan untuk mengidentifikasi kombinasi
spesifik melalui skrining sistematis. Ketika diagnosis di tempat perawatan,
infeksi membaik, terapi spektrum sempit lebih realistis,
▪ Dalam skenario ini, dokter yang mengetahui identitas patogen penginfeksi
dan bahkan profil AB yang resisten, maka AB bisa beralih ke kombinasi
obat yang sangat ditargetkan yang secara selektif. menghapuskan
organisme penyebab infeksi dengan kerusakan minimal terhdap inang dan
mikrobioma lain yang diperlukan tubuh
Coalism (connt…)
• Dasar molekuler sinergi ditentukan oleh sensitivitas jaringan genetik terhadap kombinasi
penghambat pasangan kimiawinya. Pada jaringan genetik, nodus (A, B, C, D dan E) mewakili gen dan
garis yang menghubungkan node mewakili interaksi yang mematikan sintetis, juga dikenal sebagai
interaksi genetik negatif.
• Arsitektur genetik ini merupakan interaksi genetik-kimiawi yang mematikan antara penghambat
kimiawi dan mutasi genetik, yang mungkin saja loss-of-function deletion strain di high-throughput
screen (ditunjukkan dengan Δa, Δb, and Δc dan Δd) atau kondisional alela dari gen esensial.
• Kotak biru tua menunjukkan interaksi kimia-gen pada seluruh ruang kimia-genetik yang potensial.
Selanjutnya interaksi kimiawi-kimia ini ditentukan oleh hubungan genetik dan kimia-genetik yang
mendasarinya.
• Misalnya, interaksi kimiawi dengan Δc bisa berupa hasil penghambatan gen yang terkait dengan C
melalui hubungan sintetik yang mematikan, ditunjukkan garis putus-putus.
• Dalam contoh ini, senyawa C1 adalah yang mematikan sintetik dengan Δa dan Δb, sesuai dengan D
sebagai target C1.
• Senyawa C2 dan C3 bermitra interaksi menargetkan untuk mematikan sintetis D sehingga dapat
diprediksi sinerginya dengan senyawa C1 (garis merah).
• Selain itu kombinasi tiga arah potensial C1, C2 dan C3 bisa disimpulkan dari hubungan genetik dan
kimiawi-genetik (garis merah putus-putus). Argumen serupa bisa untuk penekan interaksi genetik
(positif) dan antagonisme kimiawi. Diadaptasi dari ref. 135, Elsevier Send feedback History Saved
Community

Anda mungkin juga menyukai