Anda di halaman 1dari 7

Tujuan IMF

1. Untuk memajukan kerja sama moneter internasional dengan cara mendirikan


lembaga (IMF);
2. Untuk memperluas perdagangan dan investasi dunia;
3. Untuk memajukan stabilitas kurs valuta asing;
4. Untuk mengurangi dan membatasi praktik-praktik pembatasan terhadap
pembayaran internasional;
5. Untuk menyediakan dana yang dapat dipinjamkan dalam bentuk pinjaman
jangka pendek atau jangka menengah yang diperlukan untuk mempertahankan
kurs valuta asing yang stabil selama neraca pembayaran mengalami defisit, yang
bersifat sementara, sampai dapat diatasi dengan cara menyesuaikan tingginya
kurs devisa;
6. Untuk memperpendek dan memperkecil besarnya nilai defisit atau surplus
neraca pembayaran.

3 Sistem Penetapan Kurs Mata Uang


Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok :
1.      Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung
kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan
ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang
bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut
berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean
float.
2.      Float yang dikelola (Managed Float)
Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup
tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float, dilakukan
melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar batasan yang
telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi :
Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga
stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur.
Menunda kurs (leaning against the wind).
Melalui cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi
fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya
sementara.
3.      Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging).
Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara
resmi) kurs mata uangnya.
4.      Perjanjian Zona Target Tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya
secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah,
Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.
5.      Dikaitkan dengan mata uang lain
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya
terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang
negara tetangga.
6.      Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain
Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap kelompok mata uang lainnya.
Basket, kelompok, atau portofolio mata uang tersebut biasanya terdiri dari mata uang partner
dagang yang penting. 19 negara mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang
mereka buat sendiri.
7.      Dikaitkan dengan indikator tertentu
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator
tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner dagang
mereka yang penting.
8.      Sistem kurs tetap
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs secara
resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif untuk menjaga
kurs yang telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara
tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah
:
1.      pinjaman asing
2.      pengetatan
3.      pengendalian harga dan upah
4.      pembatasan aliran modal keluar

2.4 Cara Melakukan Transaksi Internasional


Adapun cara untuk melakukan pembayaran internasional yang timbul akibat perdagangan dan
peminjaman internasional antara lain sebagai berikut:
1.  pembayaran dengan surat wesel dagang (Commercial Bill of Exchange atau Commercial
draft atau Trade Bill)
Surat wesel dagang adalah pembayaran yang dilakukan dengan cara eksportir menarik surat
wesel atas importir sejumlah harga barang-barang beserta biaya-biaya pengirimannya.
Dalam surat wesel tersebut harus dilampiri dokumen-dokumen berupa:
1. faktur (invoice),
2. konosemen atau surat muatan (bill of lading),
3. daftar isi barang (packing list),
4. surat keterangan asal barang (certificate of origin),
5. surat keterangan pabean,
6. surat asuransi (insurence).
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan dalam lalu lintas
pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila eksportir membutuhkan uang sebelum
jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain, yang kelak akan menukarkannya
kepada importir setelah wesel itu jatuh tempo.
2.      Kompensasi pribadi
kompensasi pribadi adalah adalah cara pembayaran dengan mengalihkan penyelesaian
utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara tempat penduduk tersebut tinggal.
Cara pembayaran ini digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun sekarang
sudah tidak banyak lagi digunakan dalam perdagangan internasional.
3.       Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan
dengan menggunakan uang tunai atau cek, yang dilakukan bersama-sama dengan surat
pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang yang telah dipesan dikapalkan oleh
eksportir. Cara pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.
4.      Pembayaran dengan letter of kredit
Letter of credit atau commercial letter of credit adalah surat yang dikeluarkan oleh bank
atas permintaan pembelian sejumlah barang di mana bank sendiri yang mengakseptir
(menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Transaksi yang menggunakan fasilitas L/C terdiri atas :
1. L/C biasa, artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung membayar sesuai dengan
harga barang melalui bank yang ditunjuk
2. Merchant L/C, artinya L/C dimana seorang importir dapat memasukkan barang terlebih
dahulu dengan melakukan pembayaran sebagian, sedangkan sisanya dibayar kemudian.
3. Indutrial L/C, artinya impor banang-barang industri atau barang modal secara cepat dan
tidak dipakai untuk barang konsumsi.
4. Red Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada Advising Bank (bank
yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran sebagian dari jumlah L/C kepada eksportin
sebelum mengapalkan barang-barang ekspor.
5. Usance L/C, artinya L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan
tenggang waktu tertentu, misalnya 1 bulan dari pengapalan barang atau 1 bulan setelah
penunjukan dokumen.
5.   Pembayaran Kemudian atau Rekening Terbuka (Open Account)
Pembayaran kemudian atau rekening terbuka adalah cara membiayai transaksi
perdagangan internasional di mana eksportir mengirimkan barang kepada importir tanpa
adanya dokumen-dokumen untuk meminta pembayaran. Pembayaran dilakukan setelah
barang laku dijual atau satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal pengiriman, sesuai
dengan penjanjian yang disepakati bersama. Sistem ini sangat membantu pengimpor
melakukan transaksi perdagangan, akan tetapi berisiko besar bagi pengekspor.
6.      Pembayaran dengan Konsinyasi (Consign 4311`ment)
Pembayararan secara konsinyasi dilakukan setelah barang yang dikirim sudah terjual
seluruhnya atau sebagian. Metode ini biasanya dilakukan kepada orang yang telah dikenal
dengan baik. Jadi, barang yang akan dijual merupakan barang titipan untuk jangka waktu
tertentu dan pembayaran dengan termin waktu. Untuk memperkecil risiko penjual, sebaiknya
menggunakan jasa bank dalam pengiriman dokumen penagihan dan bonded warehouse untuk
penitipan barangnya. Apabila barang sudah terjual, pembeli membayar kepada bank sejumlah
uang atas nilai barang dan sebagai gantinya bank akan menyerahkan delivery instruction
kepada bonded warehouse untuk mengeluarkan barangnya.
2.5 Kelemahan Sistem Moneter Internasional
Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada akhirnya
menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga menjadi jangkar
bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan menstabilkan inflasi. Ketika sistem Gold
Standard hancur, fungsi yang bernilai ini tidak bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim
inflasi yang terus menerus. Sistem moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi
(saling mengait) antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih
mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus
"menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah revolusi di Eropa
Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10 negara baru yang masuk dalam
sistem moneter internasional, (pecahan Uni Soviet) seluruhnya dengan mata uang yang baru
atau kebutuhan baru terhadap kebijakan mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang
seharusnya Michel Camdessus (Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan kepada
negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun 1971  masing-masing
negara itu mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu
mata uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh ekonomi
dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki tingkat harga yang
stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin menunjukkan kontribusi amat
penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun 1946 dan 1971. Pada awal pendiriannya
IMF memberi negara-negara sebuah filosofi manajemen makro ekonomik yang logis
berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali (fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar
biasa ini sekarang diserahkan kepada para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan,
sebuah negara dapat memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti
Dollar AS. Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang
kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di Argentina
oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak
diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF
memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971 IMF
kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas) sebelum
1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah 1973, tahun
dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap beralih ke nilai tukar
mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional menjadi
peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang (bahkan broker
utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa diperankan dengan baik oleh konsultan swasta.
Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF tidak memiliki sistem yang saling
mengait untuk stabilitas moneter untuk menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa
pengeculian seringkali konsep yang ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi
dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir 1996,
mampu melampaui tingkat pendapatan sejak masa transisi bermula, dan hanya dengan satu
atau dua pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin
sejauh ini lebih memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan
II) yang amat menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap
negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana tidak
biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah mematok mata uang
mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau terhadap mata uang lain.
Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter internasional (bretton woods)
hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya sendiri, fen omena yang tidak
memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter
internasional. Para ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter
internasional didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara)
saling berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang
surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara
bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain.
Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n
negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat
menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada
satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para
ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan . Aturan dimana
tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar
emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang tunggal dan nilai
tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan yang luar biasa. Dalam
prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu buruk. Ada hubungan yang
penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan konfigurasi kekuatan dalam
ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh mata uang negara AS. Ketika suatu
negara memiliki supereconomy, mata uangnya seringkali memenuhi banyak fungsi dari
sebuah mata uang internasional, sebuah judul yang kita coba berangkat dari sini.
1.      Negara yang Mengalami Kepailitan
Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman
kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak akan
mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ” (utang pemerintah
negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara berkembang ternyata
tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun tidak terbayar. Krisis “
sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981, sedangkan di Meksiko, Brazilia dan
Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab bertambahnya utang negara berkembang yaitu
melonjaknya harga minyak. Pada tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4
kali lipat dan tahun 1979 – 1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini
mendorong meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi
dunia. Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga
menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga
tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga pinjaman
baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga variabel. Negara
berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk setiap kenaikan 1
persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya nilai mata uang AS$.
Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk AS$ sehingga setiap
kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban tersebut menjadi lebih berat karena
pembayaran komoditi ekspor diterima dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk
membayar utang dalam AS $.

Anda mungkin juga menyukai