Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK KELUARGA BERENCANA


PADA NY. “MDS” USIA 48 TAHUN P3003 WANITA USIA SUBUR AKSEPTOR
KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN HIPERTENSI
DI PMB NI KETUT MARTINI, SST., M KES
TANGGAL 5 DESEMBER 2019

OLEH

PUTU DYAH PRAMESTI CAHYANI


NIM P07124319 006

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI PROFESI BIDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK KELUARGA BERENCANA
PADA NY. “MDS” USIA 48 TAHUN P3003 WANITA USIA SUBUR
AKSEPTOR KB SUNTIK 3 BULANDENGAN HIPERTENSI
DI PMB NI KETUT MARTINI, SST., M.KES
TANGGAL 9 DESEMBER 2019

OLEH

Putu Dyah Pramesti Cahyani


P07124319 006

Telah disahkan,
Gianyar, 14 Desember 2019

Mengetahui Mengetahui,
Pembimbing Institusi Pembimbing Lapangan I

Ni Made Dwi Mahayati, SST., M.Keb Dewa Ayu Ketut Mariani,


A.Md.Keb
NIP. 198404302008012003 NIP. 196912051992832012
Pembimbing Lapangan II

Ni Ketut Martini, SST., M.Kes


NIP. 197103291991032003

Mengetahui,
Penanggung Jawab MK

Ni Made Dwi Mahayati, SST., M.Keb


NIP. 198404302008012003

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus “PK
FISIOLOGIS HOLISTIK KELUARGA BERENCANA” dengan baik. Dalam
penyusunan laporan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan laporan ini, yakni
yang terhormat:
1. Dr. Ni Nyoman Budiani, SST., M.Biomed selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Denpasar.
2. Ni Made Dwi Mahayati, SST., M.Keb selaku dosen pembimbing dalam
praktik ini
3. Dewa Ayu Ketut Mariani, AMd. Keb selaku pembimbing praktik lapangan
4. Semua Pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, yang telah
membantu dalam penyusunan laporan akhir ini
Dalam laporan akhir ini penulis menyadari bahwa laporan ini masih
memiliki berbagai kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
membangun dari para demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini.
Demikianlah kiranya para pembaca dapat mempahami dan apabila terdapat
hal-hal yang kurang berkenan di hati para pembaca, pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis memohon maaf. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Denpasar, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
PRAKATA.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Tujuan Praktik....................................................................................................2
C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus............................................................2
D. Manfaat Penulisan Laporan...............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................4
A. Konsep Dasar Neonatus.....................................................................................4
B. Evidance Based Practice Asuhan Kebidanan Neonatus..................................12
C. Bingung Puting................................................................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................16
A. Data Subyektif.................................................................................................16
B. Data Objektif....................................................................................................18
C. Analisa.............................................................................................................20
D. Penatalaksanaan...............................................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................22
A. Data Subyektif..................................................................................................22
B. Data Obyektif………………………………..……..…………………………23
C. Analisa.............................................................................................................26
D. Penatalaksanaan...............................................................................................26
BAB V PENUTUP................................................................................................30
A. Simpulan..........................................................................................................30
B. Saran................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih menduduki urutan keempat dengan penduduk terbanyak
di dunia dengan jumlah penduduk 255.461.686 jiwa (Kemenkes RI,2016). Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) memprediksi jumlah
penduduk Indonesia berpotensi menjadi terbesar sedunia setelah China dan India
jika laju pertumbuhannya tidak bisa ditekan secara sigifikan.
Program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi laju
pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan gerakan keluarga berencana dan
pemakaian alat kontrasepsi secara sukarela kepada pasangan usia subur (PUS)
(Rismawati, dkk, 2015). Program KB tidak hanya bertujuan untuk mengendalikan
laju pertumbuhan penduduk, melainkan juga untuk memenuhi permintaan
masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (KR) yang berkualitas,
menurunkan angka kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) serta
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi untuk membentuk keluarga kecil
berkualitas (Yuhedi dan Kurniawati, 2013).
Persentase pemakaian kontrasepsi modern (modern contraceptive
prevalence rate/mCPR) di Provinsi Bali sebesar 66,25%. Metode kontrasepsi
modern yang paling banyak digunakan yaitu suntik KB (34,93%) sampai dengan
bulan Desember 2018. Pencapaian KB suntik terdapat di Kota Denpasar (13.509
peserta) (BKKBN Provinsi Bali, 2018).Ketersediaan layanan KB bagi perempuan
terdapat dalam beberapa metode, dan perempuan harus dapat menimbang
berbagai faktor dalam memilih metode KB yang sesuai bagi dirinya, termasuk
status kesehatan mereka, efek samping dari metode tersebut, konsekuensi
terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, kerjasama dari pasangan, dan norma
budaya yang mempengaruhi dalam pemilihan kontrasepsi. Berbagai pilihan alat
kontrasepsi ditawarkan kepada masyarakat dari mulai yang sederhana sampai
yang permanen/mantap, yaitu mulai pil, suntik, spiral dan Intra Uterine Device
(IUD). Metode suntikan KB telah menjadi bagian gerakan keluarga berencana
nasional serta peminatnya makin bertambah. Tingginya minat pemakai suntikan
KB oleh karena aman, efektif, dan dapat dipakai pada pasca persalinan (Manuaba,
2010).
Salah satu metode kontrasepsi suntik yaitu KB suntik DMPA. Kontrasepsi
suntik DMPA cukup aman dan sangat efektif dalam mencegah kehamilan apabila
penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Tingkat efektifitasnya cukup tinggi yaitu 0,3 kehamilan per 100 perempuan. Cara
kerjanya diantaranya mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis
dan atrofi serta menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2011).
Penggunaan suntikan DMPA sebagai alat kontrasepsi cukup popular di kalangan
masyarakat terutama masyarakat dari kalangan menengah ke bawah karena selain
cukup aman dan efektif jenis kontrasepsi ini relatif murah sehingga bisa
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Akseptor KB suntuk 3 bulan yang
sudah terlanjut nyaman cenderung enggan untuk mengganti cara. Padahal, efek
samping yang dapat ditimbulkan dari penggunaan KB suntik 3 bulan yang terlalu
lama yaitu peningkatan berat badan dan peningkatan tekanan darah.
Melalui PK fisiologis holistik keluarga berencana, mahasiswa profesi
bidan diharapkan dapat memberikan asuhan dan menerapkan teori yang sudah
didapatkan di perkuliahan. Hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk
membahas tentang asuhan kebidanan keluarga berencana pada ny. “MDS” usia 48
tahun P3003 wanita usia subur akseptor kb suntik 3 bulan di PMB Ni Ketut
Martini.

B. Tujuan Praktik
1. Tujuan Umum
Mahasiswa profesi bidan mampu memberikan asuhan kebidanan keluarga
berencana sesuai dengan standar asuhan kebidanan secara mandiri, professional
dan berkualitas dengan selalu memperhatikan aspek budaya lokal.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data secara lengkap, jelas, akurat dan fokus
b. Menetapkan diagnosa kebidanan serta masalah kebidanan dengan menerapkan
cara berfikir kritis
c. Menyusun perencanaan asuhan kebidanan keluarga berencana
d. Melaksanakan asuhan kebidanan keluarga berencana dengan pendekatan
holistic
e. Melakukan evaluasi secara komprehensif pada asuhan kebidanan keluarga
berencana
f. Melakukan pendokumentasian asuhan keluarga berencana

C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus


Praktik Klinik dilaksanakan di UPT. Kesmas Sukawati II dari tanggal 2 –
30 Desember 2019. Pengambilan kasus dilaksanakan pada tanggal 5 Desember
2019.

D. Manfaat Penulisan Laporan


1. Bagi Mahasiswa
Dapat menerapkan teori yang diperoleh dari pendidikan secara nyata di
lapangan dalam hal melaksanakan asuhan kebidanan pada keluarga berencana
dengan tetap memeperhatikan aspek budaya lokal.
2. Bagi Instansi
Sebagai metode untuk mengevaluasi seberapa jauh mahasiswa
menerapkan teori yang di peroleh selama perkuliahan dikelas dan menerapkannya
dilahan praktek.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Keluarga Berencana


1. Definisi
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengatur jumlah anak dan jarak
kelahiran yang diinginkan. Maka dari itu, pemerintah mencanangkan program
atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan (Sulistyawati, 2013)
2. Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan dilaksananakan program keluarga berencana yaitu untuk
membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga
dengan cara pengaturan jumlah dan jarak kelahiran anak. Tujuan program KB
lainya yaitu untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna, untuk mencapai
tujuan tersebut, maka diadakan kebijakan yang dikategorikan dalam 3 fase yaitu
menjarangkan, menunda dan menghentikan (Sulistyawati, 2013).

B. Konsep Dasar Kontrasepsi


1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘melawan’ atau ‘mencegah’
dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sel sperma. Untuk itu, maka yang membutuhkan
kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan intim/seks dan
kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan
(Saifuddin, 2011)
2. Macam-Macam Kontrasepsi
a. Kontrasepsi Sederhana
1) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis
sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat senggama
sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu mencegah
pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa mencapai saluran
genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk wanita, angka kegagalan
dari penggunaan kondom ini 5-21%.
2) Coitus Interuptus
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan senggama
dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.
Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat
untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, risiko
kegagalan dari metode ini cukup tinggi.
3) Siklus Kalender
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar
utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara,
yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks
4) Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma
mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat
reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan diafragma 4-
8% kehamilan (Sulistyawati, 2011)
b. Kontrasepsi Hormonal
1) Pil
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang
berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya
terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB menekan
ovulasi untuk mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung telur, mengentalkan
lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk masuk kedalam rahim, dan
menipiskan lapisan endometrium. Mini pil dapat dikonsumsi saat menyusui.
Efektifitas pil sangat tinggi, angka kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil
kombinasi, dan 3-10% untuk mini pil.
2) Kb Suntik
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik
KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek sampingnya dapat
terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat badan,
pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan libido, dan densitas tulang.

3) Implan
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya
dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil, implant mengandung levonogestrel.
Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan sampai 5 tahun, kesuburan
akan kembali segera setelah pengangkatan. Efektifitasnya sangat tinggi, angka
kegagalannya 1-3% (Saiffudin, 2010)
c. Kontrasepsi Non Hormonal (alat)
1) IUD
AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang dililit
tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula yang batangnya
hanya berisi hormon progesteron. Cara kerjanya, meninggikan getaran saluran
telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke rahim endometrium belum siap
menerima nidasi, menimbulkan reaksi mikro infeksi sehingga terjadi penumpukan
sel darah putih yang melarutkan blastokista, dan lilitan logam menyebabkan
reaksi anti fertilitas. Efektifitasnya tinggi, angka kegagalannya 1% (Saifuddin,
2010)
d. Kontrasepsi Mantap
1) Tubektomi
Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara
mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi (pembawa sel telur ke
rahim), efektivitasnya mencapai 99 %.
2) Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi
keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas
defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama, efektifitasnya
99% (Saifuddin, 2010)

3. Pola Pemilihan Alat Kontrasepsi berdasarkan Usia


Adapun pola penggunaan alat kontrasepsi yang rasional berdasarkan usia
adalah sebagai berikut (Hartanto, 2010) :
Fase Reproduksi Kelompok Umur Metode Kontrasepsi
Menunda Kehamilan <20 tahun Pil, IUD dan metode
sederhana
Menjarangkan 20-30 tahun IUD, suntik minipil, pil,
Kehamilan implant dan metode
sederhana
Menghentikan 30-35 tahun ke atas IUD, suntik, minipil, pil,
kehamilan kontrasepsi mantap dan
metode sederhana

Pada usia < 20 tahun merupakan usia yang memiliki risiko tinggi maka
dari itu sebaiknya pada usia tersebut dianjurkan untuk tidak memiliki anak
terlebih dahulu. Prioritas penggunaan alat kontrasepsi yang dianjurkan diantara pil
oral dikarenakan pengguna masih muda. Sedangkan pada usia diatas 30 terutama
diatas 35 tahun kontrasepsi yang dianjurkan menjadi pilihan utama yaitu
kontrasepsi mantap (Kontap) dikarenakan pada usia tersebut dianjurkan untuk
mengakhiri kehamilan karena alasan medis dan alasan lainnya (Hartanto, 2010)
Umur merupakan hal yang sangat berperan dalam penentuan untuk
menggunakan alat kontrasepsi karena pada fase-fase tertentu dari umur
menentukan tingkat reproduksi seseorang. Umur yang terbaik bagi seorang wanita
adalah antara 20-30 tahun karena pada masa inilah alat-alat reproduksi wanita
sudah siap dan cukup matang untuk mengandung dan melahirkan anak. Bila
ditinjau pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional maka masa mencegah
kehamilan (30 tahun) dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan
kontap, AKDR/ IUD, implant, suntik, pil KB, dan kondom. Dengan demikian
umur akan menentukan dalam pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan
(Rizali, 2013).

C. Kontrasepsi Suntik DMPA


1. Definisi
Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk
pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk
seksual (Saifuddin, 2011). Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti
mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur
yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah
untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur matang dengan sel sperma (BKKBN, 2011).
Kontrasepsi suntik DMPA merupakan metode kontrasepsi suntik yang
mengandung 150 mg DMPA dan diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik
intramuskuler di daerah bokong (Saifuddin, 2011). Kontrasepsi suntik Depo
Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) adalah kontrasepsi hormonal yang berisi
komponen progesterone yang diberi secara intramuscular (IM) pada muskulus
gluterus maximus (bokong) dalam jangka waktu 12 minggu, mengandung 150
mg (Saifuddin, 2011).
2. Keuntungan Kontrasepsi Suntik DMPA
a. Sangat efektif
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
d. Tidak mengandung estrogren sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah.
e. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
f. Sedikit efek samping
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopouse
i. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
k. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (Saifuddin, 2011)
3. Keterbatasan Kontrasepsi Suntik DMPA
a. Sering ditemukan gangguan haid seperti:
1) siklus haid yang memendek atau memanjang
2) perdarahan yang banyak atau sedikit
3) perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting)
4) tidak haid sama sekali
b. Klien sangat bergantung pada tempat pelayanan kesehatan (harus kembali
untuk suntikan.
c. Tidak dapat dihentikan sewaktu – waktu sebelum suntikan berikutnya.
d. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering
e. Tidak menjamin terhadap perlindungan penularan IMS, Hepatitis B/ HIV
f. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian
g. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina,
menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, jerawat. (Saifuddin,
2011).

4. Mekanisme Kerja
a. Mencegah ovulasi. Kb suntik meningkatkan kadar hormone progestin di
dalam tubuh, sehingga menghambat luteinizing hormone (LH) secara efektif
sehingga tidak terjadi ovulasi. Kadar follicle stimulating hormone (FSH) dan
LH menurun dan tidak terjadi lonjakan LH, menghambat perkembangan
folikel dan mencegah ovulasi
b. Mengentalkan lendir servik dan menjadi sedikit sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma. Lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit.
Perubahan siklus yang normal pada lendir servik. Secret dari servik tetap
dalam keadaan di bawah pengaruh progesteronn hingga menyulitkan penetrasi
spermatozoa.
c. Membuat endometrium menjadi kurang layak atau baik untuk implantasi dari
ovum yang telah dibuahi, yaitu mempengaruhi perubahan-perubahan
menjelang stadium sekresi, yang diperlukan sebagai persiapan endometrium
untuk memungkinkan nidasi dari ovum yang telah dibuahi.
d. Menghambat transportasi gamet dan tuba, mungkin mempengaruhi kecepatan
transport ovum di dalam tuba fallopi atau memberikan perubahan terhadap
kecepatan transportasi ovum (telur) melalui tuba (Hanafi, 2012)

5. Yang Dapat Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin/DMPA


a. Usia reproduksi
b. Nulipara dan yang telah memiliki anak
c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang
d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
e. Setelah abortus atau keguguran
f. Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi
g. Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen
h. Menggunakan obat untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturat) atau obat
tuberculosis (rifampisin)
i. Tekanan darah < 180/110 mmhg, dengan masalah gangguan pembekuan darah,
anemia bulan sabit dan anemia defisiensi besi
6. Yang Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin/DMPA
a. Hamil atau dicurigai hamil
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea
d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
e. Diabetes mellitus disertai komplikasi
7. Lokasi Penyuntikan
Lokasi penyuntikan KB baik kombinasi maupun suntikan progestin
berdasarkan consensus internasional bahwa disuntikkan di bokong yaitu pada
muskulus ventro gluteal secara IM. Musculus ini dapat diukut dari Spina Iliaka
Anterior Superior (SIAS) sampai dengan os coccygeus kemudian diambil 1/3
bagian dari SIAS. Penyuuntikan dilakukan secara IM dengan sudur 90 o bertujuan
agar penyerapannya maksimal Hal yang perlu diperhatikan sebelum injeksi adalah
memastikan obat tercampur dan tidak mengendap dengan cara dikocok terlebih
dahulun (Hanafi, 2012)
8. Efek Samping KB suntik DMPA
a. Amenorea
Gangguan menstruasi berupa amenorea pada akseptor KB suntik DMPA
menurut (Hanafi, 2012) dapat disebabkan karena progesteron dalam komponen
DMPA menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan atrofis
dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Pada umumnya amenore tidak perlu
diobati secara rutin. Berdasarkan hasil penelitian, efek samping akseptor KB
suntik DMPA setelah 2 tahun pemakaian berupa gangguan menstruasi amenorea
yaitu dari 74 responden, sebanyak 39 responden (52,7%) mengalami gangguan
menstruasi berupa amenorea setelah 2 tahun pemakaian (Rahayu, 2017).
b. Spotting
Spotting menurut BKKBN (2012) adalah bercak-bercak perdarahan di luar
haid yang terjadi selama akseptor mengikuti KB suntik dan gangguan pola haid
spotting disebabkan karena menurunnya hormon estrogen dan kelainan atau
terjadinya gangguan hormon. Penggunaan kontrasepsi suntik progestin
menyebabkan ketidakseimbangan hormon, dengan penggunaan suntik hormonal
tersebut membuat dinding endometrium yang semakin menipis hingga
menimbulkan bercak perdarahan. Efek pada pola haid tergantung pada lama
pemakaian. Perdarahan inter menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan
jalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah besar. Perdarahan
bercak merupakan keluhan terbanyak, yang akan menurun dengan makin
lamanya pemakaian tetapi sebaliknya jumlah kasus yang mengalami amenorea
makin banyak dengan makin lamanya pemakaian.
c. Keputihan
Keputihan yang terjadi pada akseptor KB suntik DMPA dapat disebabkan
karena ibu kurang menjaga kebersihan alat kelamin dan pakaian yang digunakan,
hal ini sesuai dengan pendapat BKKBN (2012) yaitu penyebab dari keputihan
adalah karena efek progesterone merubah flora dan PH vagina, sehingga jamur
mudah tumbuh di dalam vagina dan menimbulkan keputihan. Untuk mengatasi
keputihan maka dapat ditanggulangi dengan menjaga kebersihan daerah
kemaluan, memotivasi agar tetap memakai alat kontrasepsi suntikan. Namun bila
keputihan dirasa gatal, cairan berwarna kuning atau kehijauan atau berbau
tidak sedap, dan keputihan terus berlangsung maka pemakaian suntikan
dihentikan sementara. Keputihan menurut BKKBN (2012) merupakan keluarnya
cairan berwarna putih dari dalam vagina atau adanya cairan putih di mulut
vagina. Penyebab dari keputihan adalah karena efek progesteron merubah
flora dan PH vagina, sehingga jamur mudah tumbuh di dalam vagina dan
menimbulkan keputihan.
d. Peningkatan berat badan
Permasalahan berat badan menurut Saifuddin (2010) merupakan efek
samping tersering. Ada ahli yang menyebutkan bahwa penggunaan KB suntik
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) bisa berefek pada penambahan berat
badan. Terjadinya kenaikan berat badan kemungkinan disebabkan karena hormon
progesteron mempermudah perubahan karbohidrat dan gula menjadi lemak, juga
menyebabkan nafsu makan bertambah dan menurunnya aktivitas fisik, akibatnya
dapat menyebabkan berat badan bertambah. Penyebab terjadinya perubahan berat
badan belum diketahui. Hipotesa para ahli, DMPA merangsang pusat
pengendalian nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan
lebih banyak dari biasanya (Hartono, 2010).
e. Peningkatan Tekanan Darah
Efek samping kontrasepsi suntik yang paling utama gangguan pola haid
sedangkan efek yang lain tidak kalah pentingnya adalah adanya peningkatan
tekanan darah dan peningkatan berat badan antara 1-5 kg. Pelayanan kontrasepsi
adalah bagian dari program keluarga berencana yang sangat dibutuhkan untuk
mewujudkan upaya peningkatan kualitas hidup penduduk. Alat kontrasepsi yang
paling banyak digunakan adalah jenis suntikan yaitu kontrasepsi suntikan
progestin (depoprovera). Efek samping yang penting akibat penggunaan
kontrasepsi suntik adalah kenaikan tekanan darah, tekanan darah dapat naik akibat
penggunaan obat-obatan termasuk menggunakan kontrasepsi suntik, sebuah
penelitian yang dilakukan pada 62 sampel akseptor KB suntik didapat hasil
responden penelitian dengan tekanan darah posisi normal sebanyak 44 responden
dan responden yang mengalami pre hipertensi dengan pemakain alat kontrasepsi
suntik sebesar 18 responden jadi dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan tekanan darah. Salah satu efek samping
yang mungkin disebabkan oleh kontrasepsi ini yaitu terjadi perubahan pada
peningkatan renin substrat (angiotensin) dan lipid serum pada penggunaan jangka
panjang, dimana didapatkan terjadi penurunan kadar High Density Lipoprotein-
kolesterol (HDLkolesterol) yang dapat meningkatkan risiko meningkatnya
tekanan darah (Asare et al, 2014).

D. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang masih dihadapi oleh negara
Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh
darah meningkat secara kronis.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan tenang
(Kemenkes RI, 2014). Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah
meningkat secara kronis. Hal tersebut terjadi karena jantung bekerja lebih keras
memompa darah untuk memnuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh
(Riskesdas, 2013).
2. Jenis Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 (Kemenkes RI,
2014) :
a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial
Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik) walaupun hipertensi ini dering dikatikan denga kombinasi faktor gaya
hidup seperti kurang bergerak dan pola makan. Hipertesni ini terjadi pada sekitar
90% penderita hipertensi (Kemenkes, 2014)
b. Hipertensi Sekunder atau hipertensi non esensial
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Sekitar 5-10% penderita hipertensi ini penyebabnya adalah penyakit ginjal dan
pada sekitar 1-2% penderita penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu seperti pil 15 KB Selain itu penyebab terjadinya
hipertensi yang diketahui yaitu gangguan hormonal, diabetes melitus dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan (Kemenkes, 2014).
4. Faktor risiko hipertensi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi di bagi menjadi
dua yaitu faktor yang dapat di ubah dan faktor yang tidak dapat diubah.

a. Faktor yang tidak dapat di ubah


1) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Seiring bertambahnya umur
risiko terkena hipertensi juga semakin besar. Pada usia lanjut hipertensi terutama
hanya ditemukan berupa kenaikan tekanan darah sistolik atau yang biasa dikenal
dengan hipertensi sistolik terisolasi (HST) (Kemenkes, 2014). Berdasarkan data
riskesdas (2013) hipertensi tertinggi terjadi pada usia 75 tahun keatas. Umur dapat
dikatakan sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari penelitian Heriziana (2017) yang menyatakan terdapat hubungan
antara umur dengan kejadian hipertensi. Pada penelitian tersebut menyebutkan
bahwa usia ≥56 tahun mempunyai risiko sebanyak 1,556 kali untuk terkena
hipertensi dibandingkan dengan responden yang berumur kurang dari 56 tahun.
Pada wanita, hipertensi lebih dialami oleh wanita yang sudah mengalami
menopause dibandingkan dengan wanita usia subur. Hal ini disebabkan karena
hormon estrogen dipercaya melindungi wanita yang belum mengalami menopause
dari hipertensi. estrogen berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi merupakan faktor pencegah
terjadinya proses aterosklerosis pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Hakim dkk, 2015). Menurut teori wanita agak
terlambat untuk terkena hipertensi kecuali telah mengalami menopause.
2) Riwayat Hipertensi Keluarga
Riwayat hipertensi keluarga menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi.
Faktor gen memiliki peranan besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut
diperkuat dengan temuan bahwa dari 10 dari orang penderita hipertensi ditemukan
90% diantaranya memiliki riwayat keluarga yang terkena hipertensi. Meski
demikian gen dapat menimbulkan hipertensi karena ada faktor pemicu lainnya.
Berdasarkan penelitian Heriziana (2016) didapatkan hasil adanya hubungan antara
riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi. Penelitian tersebut menyatakan
bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko
sebanyak 1.620 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan seseorang
yang tidak memiliki keluarga hipertensi.

b. Faktor Risiko yang Dapat di Ubah


1) Obesitas
Obesitas merupakan peningkatan berat badan lebih dari 20% dari berat
badan normal. Berat badan normal bila Indeks Massa Tubuh (IMT) antara 18,5-
22,9 Kg/m2, berat badan lebih /overweight yaitu IMT sebesar 23-24,9 Kg/m2 dan
obesitas adalah seseorang yang memiliki IMT ≥ 25 Kg/m2. Orang yang memiliki
tubuh gemuk mempunyai 5 kali risiko lebih tinggi terkena hipertensi
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal (Kemenkes, 2014).
Selain itu distribusi penumpukan lemak di bagian sentral tubuh akan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Lingkar perut ≥ 90 cm
untuk laki-laki dan ≥ 80 cm untuk perempuan juga dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah (Kemenkes, 2014). Obesitas sangat erat
kaitannya dengan pola makan tidak seimbang dimana seseorang lebih banyak
mengonsumsi lemak dan protein tanpa memperhatikan serat.
2) Pola Makan
Pola makan juga merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Para pakar
menemukan faktor makanan modern dapat menjadi penyumbang utama terjadinya
hipertensi. Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap
dalam jumlah tinggi dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung natrium
dalam jumlah yang berlebih. Natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air
(retensi) sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah akan meningkat.

E. Evidance Based Hubungan Penggunaan KB Suntik 3 Bulan dengan


Hipertensi
Efek samping kontrasepsi suntik yang paling utama gangguan pola haid
sedangkan efek yang lain tidak kalah pentingnya adalah adanya peningkatan
tekanan darah dan peningkatan berat badan antara 1-5 kg. Pelayanan kontrasepsi
adalah bagian dari program keluarga berencana yang sangat dibutuhkan untuk
mewujudkan upaya peningkatan kualitas hidup penduduk. Alat kontrasepsi yang
paling banyak digunakan adalah jenis suntikan yaitu kontrasepsi suntikan
progestin (depoprovera). Efek samping yang penting akibat penggunaan
kontrasepsi suntik adalah kenaikan tekanan darah, tekanan darah dapat naik akibat
penggunaan obat-obatan termasuk menggunakan kontrasepsi suntik, sebuah
penelitian yang dilakukan pada 62 sampel akseptor KB suntik didapat hasil
responden penelitian dengan tekanan darah posisi normal sebanyak 44 responden
dan responden yang mengalami pre hipertensi dengan pemakain alat kontrasepsi
suntik sebesar 18 responden jadi dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan tekanan darah. Salah satu efek samping
yang mungkin disebabkan oleh kontrasepsi ini yaitu terjadi perubahan pada
peningkatan renin substrat (angiotensin) dan lipid serum pada penggunaan jangka
panjang, dimana didapatkan terjadi penurunan kadar High Density Lipoprotein-
kolesterol (HDLkolesterol) yang dapat meningkatkan risiko meningkatnya
tekanan darah (Asare et al, 2014).
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian serupa yang dilakukan
pada 98 sampel yang menggunakan KB suntik, membuktikan bahwa penggunaan
KB suntik merupakan salah satu faktor risiko untuk memengaruhi tekanan darah.
Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penggunaan KB suntik memberikan
pengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Terbukti dari hasil analisis Chi-
Square dengan nilai kemaknaan p= <0,05. Selain itu, penelitian yang dilakukan
pada responden di Puskesmas II Denpasar Selatan yang menggunakan kontrasepsi
suntik berjumlah 84 orang terdapat peningkatan tekanan darah yang lebih dari
satu tahun sebanyak (46,7%) sedangkan yang meggunakan lebih dua tahun
kebanyakan tergolong pre-hipertensi yaitu (53,3%). Data tersebut
menggambarkan ada hubungan penggunaan kontrasepsi suntik dengan
peningkatan tekanan darah dengan (p<0,05) didapatkan nilai p= 0,018, artinya ada
hubungan yang signifikan antara pemakaian kontrasepsi suntikan progestin
(depoprovera) dengan tekanan darah (Nengah, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian, dari 26 orang yang menggunakan kontrasepsi
suntik selama 5 tahun mayoritas (12 orang atau 29,3%) tekanan darahnya tidak
mengalami kenaikan dan justru mengalami penurunan, kemudian 8 orang (19,5%)
tekanan darahnya tetap, dan hanya 6 orang (14,6%) yang tekanan darahnya naik.
Selanjutnya dari 15 orang yang menggunakan kontrasepsi suntik lebih dari 5
tahun mayoritas (10 orang atau 24,4%) tekanan darahnya mengalami kenaikan
dan hanya 5 orang (12,2%) yang tekanan darahnya tetap. Pola hubungan tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama penggunaan kontrasepsi suntik maka tekanan
darah semakin mengalami kenaikan. Sebaliknya penggunaan kontrasepsi suntik
yang belum terlalu lama maka tekanan darah tidak mengalami kenaikan (Pinasti,
2013)
Penyebab kenaikan tekanan darah ini menunut Sanger et al., (2010)
dikarena efek dari suntikan depo medroxy progesteron asetat terhadap profil lipid,
dimana terjadi penurunan kadar HDL-kolesterol setelah 12 bulan pemakaian.
Terjadinya penurunan kadar HDL-kolesterol akan meningkatkan resiko
meningkatnya tekanan darah. Saifuddin (2010) juga mengemuakakan bahwa salah
satu kerugian dari pemakaian kontrasepsi suntikan depoprovera yaitu terjadi
perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang. Efek KB suntik
depoprovera pada sistem kardiovaskuler yaitu adanya sedikit peninggian dari
kadar insulin dan penurunan HDL-kolesterol. Kolesterol tidak larut dalam air
ataupun darah. Kolesterol diangkut ke berbagai jaringan dalam tubuh dengan
bantuan senyawa yang tersusun atas lemak dan protein yaitu lipoprotein.
Kolesterol LDL (low density lipoprotein) cenderung tersimpan dalam arteri.
Kondisi ini berakibat buruk karena jika kadar kolesterol LDL > 130 mg/dl
sedangkan HDL mengalami penurunan yaitu < 40 mg/dl maka ini merupakan
risiko akan terjadi peningkatan tekanan darah. Pengaruh suntikan depo medroxy
progesteron asetat (DMPA) terhadap profil lipid menyebabkan terjadinya
penurunan kadar HDL-kolesterol setelah 1 tahun pemakaian. Terjadinya
penurunan kadar HDL-kolesterol dapat menyebabkan naiknya resiko
meningkatnya tekanan darah.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA NY “MDS”


USIA 48 TAHUN P3003 WANITA USIA SUBUR AKSEPTOR KB SUNTIK 3
BULAN DENGAN HIPERTENSI DI PMB NI KETUT MARTINI, SST., M.KES
TANGGAL 5 DESEMBER 2019

Tempat Pelayanan : PMB Ni Ketut Martini, SST., M.Kes


Tanggal : 5 Desember 2019

A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas Ibu Suami
Nama : Ny. MDS Tn. WW
Umur : 48 tahun 50 tahun
Agama : Hindu Hindu
Status pernikahan : Sah Sah
Pendidikan : SD SMP
Pekerjaan : IRT Pegawai Perak
Penghasilan : - Rp. 4000.000
Alamat : Br. Pengembungan, Desa Batubulan, Kecamatan
Sukawati
Golongan darah :A A
Nomor Hp : 081338613xxx
Jaminan Kesehatan : BPJS kelas III

2. Keluhan Utama / Alasan Berkunjung


Ibu mengatakan ingin melakukan kunjungan ulang KB suntik 3 bulan dengan
jadwl ulang kembali yaitu tanggal 5 Desember 2019. Saat ini ibu mengatakan
tidak ada keluhan

3. Riwayat Menstruasi
Ibu mengatakan terakhir menstruasi 4 bulan yang lalu, namun hanya barupa flek
darah dengan durasi 1 hari. Ibu mengatakan menstruasi tidak lancar sejak
menggunakan KB suntik 3 bulan.

4. Riwayat Pernikahan
Ibu telah menikah selama 25 tahun. Status pernikahan sah dan menikah
sebanyak 1 kali. Usia pertama kali menikah yaitu 23 tahun.

5. Riwayat Panyakit Ibu dan Keluarga


Ibu memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun terakhir, namun tidak rutin
minum obat. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit seperti DM, asma, TBC, IMS,
kanker, mioma dan kista. Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti
hipertensi, asma, TBC, IMS, kanker, mioma dan kista

6. Riwayat Obstetri
No Usia Jenis Kelamin Cara Lahir Berat Lahir
1 24 tahun Perempuan Spontan 2800 gram
2 22 tahun Laki-laki Spontan 3000 gram
3 18 tahun Laki-laki Spontan 3000 gram

7. Riwayat KB
Ibu hanya pernah menggunakan KB suntik 3 bulan. Ibu telah
menggunakan KB suntik 3 bulan kurang lebih selama 18 tahun.

8. Data Bio – Psiko – Sosial dan Spiritual


a. Biologis : ibu tidak mengalami masalah saat berhubungan seksual
b. Psikologis :tujuan menggunakan kontrasepsi adalah untuk
menghentikan kehamilan. Ibu mendapatkan dukungan penuh dari suami
dan keluarga. Pengambil keputusan adalah ibu bersama suami. Hubungan
di dalam rumah tangga harmonis
c. Sosial : Ibu memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
lingkungan sekitar. Dalam kebudayaan ibu, tidak ada pantangan untuk
menggunakan KB.
9. Pengetahuan
a. Ibu sudah mengetahui keuntungan dan kelemahan KB suntik 3 bulan
b. Ibu belum mengetahui tentang efek samping menggunakan KB suntik 3
bulan yang terlalu lama
c. Ibu belum mengetahui tentang metode kontrasepsi jangka panjang

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda vital : TD : 149/91 mmHg (TD tanggal 12 September
2019 : 150/90 mmHg) nadi 80 kali per menit, suhu 37 oC, respirasi 24 kali
per menit
d. Antopometri : BB 51 Kg, BB sebelumnya 50 Kg (12 September
2019).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Wajah : normal, tidak ada edema, tidak pucat
b. Mata : normal, konjungtiva merah muda, sclera putih, tidak ada
pengeluaran, tidak ada kelainan
c. Hidung : normal, tidak ada kelainan dan pengeluaran
d. Mulut : mukosa lembab, lidah bersih, gigi normal
e. Telinga : simetris, normal, tidak ada pengeluaran
f. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis
g. Payudara : simetris, tidak tampak tekstur kulit jeruk, tidak teraba
massa/benjolan dan tidak ada pengeluaran
h. Abdomen : bentuk perut simetris, tidak ada teraba massa
i. Ekstremitas : tidak ada edema, kuku merah muda, tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan
C. ANALISA
1. Diagnosa : Ny. MDS usia 48 tahun P3003 wanita usia subur
akseptor KB suntik 3 bulan dengan hipertensi
2. Masalah :
a. Ibu belum mengetahui efek samping dari penggunaan KB suntik 3 bulan
terlalu lama
b. Ibu belum mengetahui metode kontrasepsi jangka panjang

D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan, ibu dan suami paham
2. Menjelaskan efek samping dan lama penggunaan KB suntik 3 bulan yang
terlalu lama, ibu paham dan mampu menyebutkan kembali
3. Memberikan KIE untuk menggunakan metode kontrasepsi non hormonal dan
jangka panjang seperti IUD, ibu mengatakan takut dan ingin tetap
menggunakan IUD
4. Mengingatkan kembali keuntungan, kekurangan dan efek samping KB suntik
3 bulan, ibu paham
5. Melakukan informed concent, ibu setuju dengan tindakan
6. Menyiapkan ibu, alat dan lingkungan
7. Mengatur posisi ibu, ibu memilih posisi terlungkup
8. Melakukan diinfeksi pada area injeksi
9. Melakukan injeksi KB suntik 3 bulan pada 1/3 SIAS (spina iliaka anterior
posterior) secara IM, tidak ada reaksi alergi
10. Merapikan ibu, alat dan lingkungan kerja
11. Memberikan KIE untuk kontrol ulang tanggal 27 Februari 2020, ibu bersedia
mengikuti saran.
12. Melakukan pendokumentasian
BAB IV
PEMBAHASAN

A. DATA SUBYEKTIF
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari klien, baik dalam bentuk
pernyataan atau keluhan. Semua data yang ditanyakan mencakup identitas klien.
Keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada klien (anamnesis)
atau dari keluarga. Data subjektif berhubungan dengan masalah sudut pandang
klien untuk menguatkan diagnosa yang akan dibuat.
Berdasarkan hasil pengkajian data, Ny. MDS usia 48 tahun datang untuk
melakukan kontrol ulng KB suntik 3 bulan. Umur merupakan hal yang sangat
berperan dalam penentuan untuk menggunakan alat kontrasepsi karena pada fase-
fase tertentu dari umur menentukan tingkat reproduksi seseorang. Umur yang
terbaik bagi seorang wanita adalah antara 20-30 tahun karena pada masa inilah
alat-alat reproduksi wanita sudah siap dan cukup matang untuk mengandung dan
melahirkan anak. Bila ditinjau pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional
maka masa mencegah kehamilan (30 tahun) dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi dengan urutan kontap, AKDR/ IUD, implant, suntik, pil KB, dan
kondom. Dengan demikian umur akan menentukan dalam pemilihan jenis
kontrasepsi yang digunakan (Rizali, 2013). Sedangkan pada usia diatas 30
terutama diatas 35 tahun kontrasepsi yang dianjurkan menjadi pilihan utama yaitu
metode jangka panjang atau kontrasepsi mantap (Kontap) dikarenakan pada usia
tersebut dianjurkan untuk mengakhiri kehamilan karena alasan medis dan alasan
lainnya (Hartanto, 2010).
KB suntik 3 bulan merupakan salah satu metode kontrasepsi hormonal
yang banyak digunakan oleh masyarakat. Kontrasepsi suntik DMPA merupakan
metode kontrasepsi suntik yang mengandung 150 mg DMPA dan diberikan setiap
3 bulan dengan cara disuntik intramuskuler di daerah bokong (Saifuddin, 2011).
Kontrasepsi suntik Depo Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) adalah
kontrasepsi hormonal yang berisi komponen progesterone yang diberi secara
intramuscular (IM) pada muskulus gluterus maximus (bokong) dalam jangka
waktu 12 minggu, mengandung 150 mg (Saifuddin, 2011).
Mekanisme KB suntik 3 bulan yaitu dengan mencegah ovulasi. Mencegah
ovulasi. Kb suntik 3 bulan meningkatkan kadar hormone progestin di dalam
tubuh, sehingga menghambat luteinizing hormone (LH) secara efektif sehingga
tidak terjadi ovulasi. Kadar follicle stimulating hormone (FSH) dan LH menurun
dan tidak terjadi lonjakan LH, menghambat perkembangan folikel dan mencegah
ovulasi. Selain itu, kadar progesterone yang tinggi dapat mengentalkan lendir
servik dan menjadi sedikit sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma.
Lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit. Perubahan siklus yang normal
pada lendir servik. Secret dari servik tetap dalam keadaan di bawah pengaruh
progesteronn hingga menyulitkan penetrasi spermatozoa. Membuat endometrium
menjadi kurang layak atau baik untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi,
yaitu mempengaruhi perubahan-perubahan menjelang stadium sekresi, yang
diperlukan sebagai persiapan endometrium untuk memungkinkan nidasi dari
ovum yang telah dibuahi dan menghambat transportasi gamet dan tuba, mungkin
mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba fallopi atau memberikan
perubahan terhadap kecepatan transportasi ovum (telur) melalui tuba (Hanafi,
2012)
Ny. MDS mengatakan siklus menstruasi tidak teratur dan terakhir
menstruasi 4 bulan yang lalu dan hanya berupa flek darah. Amenorea dan spoting
merupakan efek samping dari KB suntik 3 bulan. Gangguan menstruasi berupa
amenorea pada akseptor KB suntik DMPA menurut (Hanafi, 2012) dapat
disebabkan karena progesteron dalam komponen DMPA menekan LH sehingga
endometrium menjadi lebih dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar
yang tidak aktif. Pada umumnya amenore tidak perlu diobati secara rutin.
Berdasarkan hasil penelitian, efek samping akseptor KB suntik DMPA setelah 2
tahun pemakaian berupa gangguan menstruasi amenorea yaitu dari 74 responden,
sebanyak 39 responden (52,7%) mengalami gangguan menstruasi berupa
amenorea setelah 2 tahun pemakaian (Rahayu, 2017).
Spotting menurut BKKBN (2012) adalah bercak-bercak perdarahan di luar
haid yang terjadi selama akseptor mengikuti KB suntik dan gangguan pola haid
spotting disebabkan karena menurunnya hormon estrogen dan kelainan atau
terjadinya gangguan hormon. Penggunaan kontrasepsi suntik progestin
menyebabkan ketidakseimbangan hormon, dengan penggunaan suntik hormonal
tersebut membuat dinding endometrium yang semakin menipis hingga
menimbulkan bercak perdarahan. Efek pada pola haid tergantung pada lama
pemakaian. Perdarahan inter menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan
jalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah besar. Perdarahan
bercak merupakan keluhan terbanyak, yang akan menurun dengan makin
lamanya pemakaian tetapi sebaliknya jumlah kasus yang mengalami amenorea
makin banyak dengan makin lamanya pemakaian.
Ny. MDS telah menggunakan emtode kontrasepsi KB suntik 3 bulan
selama 18 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, efek samping yang ditemukan pada
kontrasepsi suntik 3 bulan dalah perubahan berat badan, gangguan haid, depresi,
keputihan, jerawat dan sebagainya. Penelitian ini merupakan penelitian dengan
jenis deskriptif korelasional, dengan menggunakan pendekatan cross-sectional
untuk mengetahui gambaran efek samping akseptor KB suntik Depo Medroksi
Progesterone Acetat (DMPA) setelah 2 tahun pemakaian. Jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 74 responden. Sebagian besar responden mengalami
gangguan menstruasi berupa amenorea yaitu sebanyak 39 responden (52,7%), dan
mengalami peningkatan berat badan yaitu sebanyak 43 responden (58,1%)
(Rahayu, 2017)

B. DATA OBYEKTIF
Data objektif adalah data yang diobservasi dari hasil pemeriksaan oleh
bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, pemeriksaan penunjang dan
pemeriksaan laboratorium. Untuk mengumpulkan data objektif dari klien,
dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang sebagai pengumpulan data terhadap keluhan klien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, namun
pengukuran tanda-tanda vital menujukkan tekanan darah ny. MDS yaitu 149/91
mmHg. Ibu mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun terakhir.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang masih dihadapi oleh negara
Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh
darah meningkat secara kronis.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan tenang
(Kemenkes RI, 2014). Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah
meningkat secara kronis. Hal tersebut terjadi karena jantung bekerja lebih keras
memompa darah untuk memnuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh
(Riskesdas, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan antara penggunaan KB
suntik 3 bulan dengan peningkatan tekanan darah. Efek samping yang penting
akibat penggunaan kontrasepsi suntik adalah kenaikan tekanan darah, tekanan
darah dapat naik akibat penggunaan obat-obatan termasuk menggunakan
kontrasepsi suntik, sebuah penelitian yang dilakukan pada 62 sampel akseptor KB
suntik didapat hasil responden penelitian dengan tekanan darah posisi normal
sebanyak 44 responden dan responden yang mengalami pre hipertensi dengan
pemakain alat kontrasepsi suntik sebesar 18 responden jadi dapat diketahui bahwa
ada hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi suntik dengan tekanan darah.
Salah satu efek samping yang mungkin disebabkan oleh kontrasepsi ini yaitu
terjadi perubahan pada peningkatan renin substrat (angiotensin) dan lipid serum
pada penggunaan jangka panjang, dimana didapatkan terjadi penurunan kadar
High Density Lipoprotein-kolesterol (HDLkolesterol) yang dapat meningkatkan
risiko meningkatnya tekanan darah (Asare et al, 2014).
Saifuddin (2010) juga mengemuakakan bahwa salah satu kerugian dari
pemakaian kontrasepsi suntikan depoprovera yaitu terjadi perubahan pada lipid
serum pada penggunaan jangka panjang. Efek KB suntik depoprovera pada sistem
kardiovaskuler yaitu adanya sedikit peninggian dari kadar insulin dan penurunan
HDL-kolesterol. Kolesterol tidak larut dalam air ataupun darah. Kolesterol
diangkut ke berbagai jaringan dalam tubuh dengan bantuan senyawa yang
tersusun atas lemak dan protein yaitu lipoprotein. Kolesterol LDL (low density
lipoprotein) cenderung tersimpan dalam arteri. Kondisi ini berakibat buruk karena
jika kadar kolesterol LDL > 130 mg/dl sedangkan HDL mengalami penurunan
yaitu < 40 mg/dl maka ini merupakan risiko akan terjadi peningkatan tekanan
darah. Pengaruh suntikan depo medroxy progesteron asetat (DMPA) terhadap
profil lipid menyebabkan terjadinya penurunan kadar HDL-kolesterol setelah 1
tahun pemakaian. Terjadinya penurunan kadar HDL-kolesterol dapat
menyebabkan naiknya resiko meningkatnya tekanan darah.
Selain itu, penelitian yang dilakukan pada responden di Puskesmas II
Denpasar Selatan yang menggunakan kontrasepsi suntik berjumlah 84 orang
terdapat peningkatan tekanan darah yang lebih dari satu tahun sebanyak (46,7%)
sedangkan yang meggunakan lebih dua tahun kebanyakan tergolong pre-
hipertensi yaitu (53,3%). Data tersebut menggambarkan ada hubungan
penggunaan kontrasepsi suntik dengan peningkatan tekanan darah dengan
(p<0,05) didapatkan nilai p= 0,018, artinya ada hubungan yang signifikan antara
pemakaian kontrasepsi suntikan progestin (depoprovera) dengan tekanan darah
(Nengah, 2012).

C. ANALISA
Berdasarkan hasil pengkajian data subyektif dan obyektif, maka dapat
disimpulkan diagnosa Ny. MDS usia 48 tahun P3003 wanita usia subur akseptor
KB suntik 3 bulan dengan hipertensi. Adapun masalah yang dialami yaitu ibu
belum mengetahui efek samping dari penggunaan KB suntik 3 bulan terlalu lama
dan belum mengetahui tentang metode kontrasepsi jangka panjang

D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan adalah penggambaran rencana asuhan dan evaluasi yang
dilakukan kepada klien sesuai dengan analisa yang telah ditegakkan. Pada kasus
ini, adapun sasaran/target dalam rencana asuhan pada kasus ini berfokus untuk
mencegah terjadinya komplikasi selama nifas dan bayi baru lahir yang dapat
mengurangi kematian dan kesakitan pada ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo,
2014 ).
Penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan diagnosa dan masalah,
yaitu menginformasikan hasil pemeriksaan, menjelaskan efek samping dan lama
penggunaan KB suntik 3 bulan yang terlalu lama, memberikan KIE untuk
menggunakan metode kontrasepsi non hormonal dan jangka panjang seperti IUD,
ibu mengatakan takut dan ingin tetap menggunakan IUD, mengingatkan kembali
keuntungan, kekurangan dan efek samping KB suntik 3 bulan, melakukan
informed concent, menyiapkan ibu, alat dan lingkungan, mengatur posisi ibu, ibu
memilih posisi terlungkup, melakukan diinfeksi pada area injeksi, melakukan
injeksi KB suntik 3 bulan pada 1/3 SIAS (spina iliaka anterior posterior) secara
IM, tidak ada reaksi alergi, merapikan ibu, alat dan lingkungan kerja dan
memberikan KIE untuk kontrol ulang tanggal 27 Februari 2020, ibu setuju dengan
tindakan.
KIE tentang efek samping penggunaan KB suntik 3 bulan yang terlalu
lama diberikan karena ibu telah menggunakan KB sutuk 3 bulan selama 18 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian, efek samping akseptor KB suntik DMPA setelah 2
tahun pemakaian berupa gangguan menstruasi amenorea yaitu dari 74 responden,
sebanyak 39 responden (52,7%) mengalami gangguan menstruasi berupa
amenorea setelah 2 tahun pemakaian (Rahayu, 2017). Selain itu, ibu juga
disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD.
Metode oklusi wanita (MOW) tidak disarankan karena usia ibu 48 tahun sudah
mendekati usia menopause. pada usia diatas 30 terutama diatas 35 tahun
kontrasepsi yang dianjurkan menjadi pilihan utama yaitu metode jangka panjang
atau kontrasepsi mantap (Kontap) dikarenakan pada usia tersebut dianjurkan
untuk mengakhiri kehamilan karena alasan medis dan alasan lainnya (Hartanto,
2010).
Kontrasepsi suntik DMPA merupakan metode kontrasepsi suntik yang
mengandung 150 mg DMPA dan diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik
intramuskuler di daerah bokong (Saifuddin, 2011). Kontrasepsi suntik Depo
Medroxyprogesterone Asetat (DMPA) adalah kontrasepsi hormonal yang berisi
komponen progesterone yang diberi secara intramuscular (IM) pada muskulus
gluterus maximus (bokong) dalam jangka waktu 12 minggu, mengandung 150
mg (Saifuddin, 2011). Lokasi penyuntikan KB baik kombinasi maupun suntikan
progestin berdasarkan consensus internasional bahwa disuntikkan di bokong yaitu
pada muskulus ventro gluteal secara IM. Musculus ini dapat diukut dari Spina
Iliaka Anterior Superior (SIAS) sampai dengan os coccygeus kemudian diambil
1/3 bagian dari SIAS. Penyuuntikan dilakukan secara IM dengan sudur 90 o
bertujuan agar penyerapannya maksimal Hal yang perlu diperhatikan sebelum
injeksi adalah memastikan obat tercampur dan tidak mengendap dengan cara
dikocok terlebih dahulu (Hanafi, 2012).
KB suntik DMPA diberikan setiap 12 minggu sekali dengan waktu
tenggang maksimal kurang dari 2 minggu. Ny. MDS datang untuk kunjungan
ulang pada tanggal 5 Desember 2019, sehingga jadwal ulang kembali 12 minggu
kemudian yaitu tanggal 27 Februari 2020. KIE diberikan kepada ibu untuk kontrol
ulang pada tanggal tersebut. Pendokumentasian telah dilakukan pada kartu KB
yang diserahkan kepada ibu dan pada register KB.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny. MDS usia 48 tahun
akseptor KB suntik 3 bulan. Ibu datang untuk kunjungan ulang KB suntik 3 bulan
dan mengatakan tidak ada keluhan. Riwayat menstruasi tidak teratur sejak
menggunakan KB suntik 3 bulan. Haid terakhir 4 bulan yag lalu hanya berupa
flek darah. Ibu telah menggunakan KB suntik 3 bulan selama kurang lebih 18
tahun. Ibu belum mengetahui tentang efek samping dari penggunaan KB suntuk 3
bulan yang terlalu lama dan belum mengetahui tentang metode kontrasepsi jangka
panjang. Hasil pemeriksaan tekanan darah menunjukkan hasil 149/91 mmHg.
Hasil pemeriksaan fisik head to toe tidak ada kelainan. Analisa yang dapat
diteggakkan yaitu Ny.MDS usai 48 tahun P3003 wanita usia subur akseptor KB
suntik 3 bulan dengan hipertensi. Masalah yang dialami yaitu ibu belum
mengetahui tentang efek samping penggunaan KB suntik 3 bulan terlalu lama dan
tentang metode kontrasepsi jangka panjang. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu
menginformasikan hasil pemeriksaan, menjelaskan efek samping dan lama
penggunaan KB suntik 3 bulan yang terlalu lama, memberikan KIE untuk
menggunakan metode kontrasepsi non hormonal dan jangka panjang seperti IUD,
ibu mengatakan takut dan ingin tetap menggunakan IUD, mengingatkan kembali
keuntungan, kekurangan dan efek samping KB suntik 3 bulan, melakukan
informed concent, menyiapkan ibu, alat dan lingkungan, mengatur posisi ibu, ibu
memilih posisi terlungkup, melakukan diinfeksi pada area injeksi, melakukan
injeksi KB suntik 3 bulan pada 1/3 SIAS (spina iliaka anterior posterior) secara
IM, tidak ada reaksi alergi, merapikan ibu, alat dan lingkungan kerja dan
memberikan KIE untuk kontrol ulang tanggal 27 Februari 2020, ibu setuju dengan
tindakan. Pentalaksanaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori dan standar
yang telah ditetapkan.

B. Saran
1. Bagi Lahan Praktek
Agar mempertahankan dan meningkatkan mutu layanan terhadap pasien,
dengan tenaga yang profesional dalam memberikan pelayanan dan dapat
memberikan pelayanan berbasis komplementer sesuai evidence based.
2. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa mengaplikasikan teori sesuai dengan evidence based serta
asuhan kebidanan komplementer pada praktik dan pelayanan kebidanan termasuk
pada asuhan kebidanan keluarga berencana.
DAFTAR PUSTAKA

Christy, M. 2016. Feeding Neonates by Cup : A Systematic Review of The


Literature. Maternal and Child Health Journal volume 20(8) pp 1620-
1633
Devriany Ade, Zenderi Wardani, Yunihar. 2018. Perbedaan Status Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Perubahan Panjang Badan Bayi Neonatus Jurnal
Kesehatan volume 14 nomor 1 pp 44-51
Dewi, V.N. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta :
Salemba Medika
Handayani, Lina. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Teknik Menyusui dengan
Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Pengasih II
Kabupaten Kulonprogo. Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 3 pp 232-
239
Isnaeni Ely, Yanuar Eka, Puji A. 2015. Efektivitas Terapi Musik Klasik Mozart Dan
Kanguru Method Terhadap Peningkatan Berat Badan Pada Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Gambiran Kota Kediri. Jurnal Nusantara
Medika volume 1 no 2
Kemenkes RI. 2017. Health Statistic. Jakarta : Kemenkes RI
Muslihatin, W. N. 2010. Asuhan Kebidanan Neoantus, Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Fitramaya
Nurhasiyah, Siti. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak pra sekolah. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Nurul, Yulian. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ASI Ekslusif. Skripsi.
Fakultas Ilmu Kesehatan UMP
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Rusyantia, Anggun. 2017. Hubungan Teknik Menyusui dengan Keberhasilan
Menyusui Pada Bayi Usia 0-6 Bulan yang Berkunjung di Puskesmas
Kedaton Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic
Healthcare), Volume 11, No.2, pp 90-94
Sari, D.A. 2013. Pengaruh Pijat Bayi Baru Lahir terhadap Bounding Attachment.
Skripsi. PSIK UR
Setiyani, Astuti. 2016. Asuhan Kebidanan Neoantus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan BPPSDMK
Slusher M., Hendrik, J., Verman, P., Bolajoko, O. 2014. Safety and Efficacy of
Filtered Sunlight in Treatment of Jaundice in African Neonates.
PEDIATRIC. Volume 133 pp 1568-1574
Tando, Naomy Marie. (2016). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita. Jakarta : EGC
Wahyuni, Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta : EGC
Zimmerman and K Thompso. 2015. Clarifying Nipple Confusion. Journal of
Perinatology volume 35 pp 895-899
.

Anda mungkin juga menyukai