Anda di halaman 1dari 5

1.

Analisis :
Statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan salah satu statistik
ekonomi makro yang penting bagi Indonesia di antara sejumlah statistik ekonomi
makro lainnya, seperti pendapatan domestik bruto (PDB) dan jumlah uang beredar.
Statistik ini memberikan informasi tentang transaksi ekonomi yang terjadi antara
penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu. Sebagaimana
umumnya penyusunan statistik neraca pembayaran di negara lain, statistik NPI dibuat
dengan tujuan sebagai berikut:
(1) mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian;
(2) mengetahui aliran sumber daya dengan negara lain;
(3) mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan;
(4) mengetahui permasalahan utang luar negeri;
(5) mengetahui perubahan posisi cadangan devisa dan potensi tekanan terhadap
nilaitukar;
(6) sebagai sumber data dan informasi dalam menyusun anggaran devisa; serta
(7) sebagai sumber data penyusunan statistik neraca nasional (national account).
Transaksi yang dicatat di NPI memperlihatkan perubahan, pemberian (tanpa
imbalan), timbul atau hapusnya suatu nilai ekonomi. Pergerakan nilai ekonomi ini
dapat terjadi akibat perpindahan kepemilikan atas barang atau aset finansial,
penyediaan jasajasa, penyediaan tenaga kerja , atau penyediaan modal. Berikut ini
contoh-contoh transaksi yang dicatat dalam NPI:
(1) Penjualan dan pembelian barang dengan negara lain, seperti ekspor minyak sawit
dan impor bahan baku atau barang konsumsi;
(2) Pemberian/penggunaan jasa kepada/dari negara lain, seperti penyediaan jasa
pialang saham oleh perusahaan sekuritas domestik kepada investor asing dan
pemakaian jasa pengangkutan kapal laut asing oleh perusahaan domestik;
(3) Pendapatan atas investasi, seperti dividen dan bunga, yang diperoleh oleh pihak
asing yang berinvestasi di Indonesia dan penduduk Indonesia yang berinvestasi di
luar negeri;
(4) Investasi finansial antara lain dalam bentuk saham dan surat utang, seperti
pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh investor asing dan penjualan
obligasi pemerintah Amerika Serikat yang dimiliki oleh bank domestik; dan
(5) Pemberian/penerimaan uang, barang, dan jasa tanpa ada imbalan langsung, seperti
penerimaan pemerintah dalam bentuk hibah dari negara asing.
Terkait erat dengan statistik NPI yang menggambarkan aliran (flows) barang,
jasa, dan investasi internasional dalam satu periode tertentu, terdapat satu statistik
yang mencerminkan nilai investasi internasional pada suatu saat tertentu (stock), yaitu
statistik Posisi Investasi Internasional Indonesia (PIII). Dalam statistik ini terdapat
informasi mengenai nilai kewajiban finansial (investasi asing di Indonesia) dan tagihan
finansial (investasi Indonesia di luar negeri) negara Indonesia pada suatu akhir periode,
misalnya di akhir tahun. Jika nilai kewajiban lebih besar dari tagihan, berarti investasi
asing di Indonesia lebih besar dari investasi penduduk Indonesia di luar negeri.
Interpretasi sebaliknya berlaku jika kewajiban lebih kecil dari tagihan. Perubahan PIII
dalam suatu periode tertentu dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu:
(1) transaksi penambahan atau pengurangan tagihan dan kewajiban finansial (yang
dicatat dalam NPI);
(2) perubahan nilai tukar;
(3) perubahan harga instrumen finansial, dan
(4) penyesuaian lainnya, seperti penghapusan utang (write off).
Setiap awal bulan, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan rilis data ekspor dan impor
barang berupa Statistik Perdagangan Luar Negeri (Foreign Trade Statistics). Walaupun
sama-sama mencatat ekspor impor barang, data yang tercantum dalam statistik tersebut
tidak persis sama dengan data ekspor impor NPI. Perbedaan tersebut antara lain karena
hal-hal berikut:
(1) Statistik Perdagangan Luar Negeri yang dipublikasikan oleh BPS merupakan
statistik perdagangan internasional (international trade statistics) yang
pencatatannya mengacu kepada manual International Merchandise Trade Statistics
(IMTS) yang dikeluarkan oleh United Nation. Statistik ini mendasarkan pencatatan
pada perpindahan fisik barang melintasi batas pabean suatu negara. Sementara itu,
statistik ekspor impor barang yang ada dalam statistik neraca pembayaran dicatat
menurut manual Balance of Payments yang dikeluarkan oleh IMF. Dasar
pencatatan transaksi dalam statistik neraca pembayaran adalah adanya perpindahan
kepemilikan antara penduduk dengan bukan penduduk. Dengan demikian,
walaupun data dasar untuk statistik ekspor impor dalam statistik NPI berasal dari
statistik perdagangan internasional (yang bersumber dari data kepabeanan), diperlukan
adjustment untuk memenuhi prinsip adanya perpindahan kepemilikan
tersebut;
(2) Nilai impor dalam statistik perdagangan luar negeri dicatat berdasarkan cost,
insurance, and freight (c.i.f), sementara nilai impor dalam statistik neraca
pembayaran dicatat berdasarkan free on board (f.o.b.). Komponen insurance dan
freight dicatat sebagai transaksi jasa dalam komponen jasa yang sesuai (jasa
asuransi dan jasa transportasi);
(3) Dalam pencatatan impor untuk statistik perdagangan luar negeri, BPS
menggunakan system perdagangan khusus (the special trade system). Dengan
sistem ini, kawasan berikat seperti Batam dianggap bukan bagian dari teritori
Indonesia, sehingga impor ke kawasan dimaksud tidak dicatat sebagai bagian dari
total impor Indonesia2. Apabila sistem yang digunakan berupa sistem perdagangan
umum (the general trade system) sebagaimana yang direkomendasikan dalam
IMTS, maka cakupan data aliran masuk barang ke Indonesia akan lebih lengkap.
Dalam pencatatan statistik neraca pembayaran, data mencakup keseluruhan
wilayah Indonesia (berbasis sistem perdagangan umum).
2. Motif investor melakukan investasi di pasar internasional:

 Kondisi perekonomian: perusahaan-perusahaan di Negara tertentu biasanya


mengharapkan kinerja lebih menguntungkan dengan beroprasi di negara lain.

 Harapan terhadap kurs valas: kebanyakan investor membeli surat-surat berharga dalam
mata uang yang nilainya diharapkan mengalami apresiasi terhadap mata uang Negara si
investor. Dari perspektif investor asing, kinerja investasi semacam ini amat tergantung
dari pergerakan nilai mata uang.
 Diversifikasi internasional: investor besar kemungkinan memperoleh manfaat dari
diversifikasi kekayaan portofolionya secara internasional. Bukti empiris menunjukkan
bahwa pengurangan risiko dalam jumlah yang substansial dapat terjadi akibat
diversivikasi internasional. Manfaat berupa pengurangan risiko dapat dijelaskan dengan
perbedaan kondisi ekonomi antar Negara, sehingga seluruh portofolio seoran investor
tidak hanya semata-mata tergantung pada kondisi perekonomian suatu Negara. Selain
itu akses terhadap pasar luar negeri juga memungkinkan investor untuk menanam
modal pada lebih banyak kelompok industri yang mungkin tidak tersedia banyak di
dalam negeri.
3. Berikut adalah 6 faktor yang bisa mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang
antara dua negara:

1. Perbedaan Tingkat Inflasi Antara Dua Negara


Suatu negara dengan tingkat inflasi konsisten rendah akan lebih kuat nilai tukar mata
uangnya dibandingkan negara yang inflasinya lebih tinggi. Daya beli (purchasing
power) mata uang tersebut relatif lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad 20 lalu,
negara-negara dengan tingkat inflasi rendah adalah Jepang, Jerman dan Swiss,
sementara Amerika Serikat dan Canada menyusul kemudian. Nilai tukar mata uang
negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi dibandingkan
negara partner dagangnya.

2. Perbedaan Tingkat Suku Bunga Antara Dua Negara


Suku bunga, inflasi, dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat
suku bunga, bank sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata
uang. Suku bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara
tersebut meningkat. Investor domestik dan luar negeri akan tertarik dengan return yang
lebih besar. Namun jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar hingga bank sentral
menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika bank sentral menurunkan suku bunga
maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.
3. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan antara dua negara berisi semua pembayaran dari hasil jual beli
barang dan jasa. Neraca perdagangan suatu negara disebut defisit bila negara tersebut
membayar lebih banyak ke negara partner dagangnya dibandingkan dengan
pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam hal ini negara tersebut
membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner dagang, yang menyebabkan nilai
tukar mata uang negara tersebut terhadap negara partnernya melemah. Keadaan
sebaliknya disebut surplus, dimana nilai tukar mata uang negara tersebut menguat
terhadap negara partner dagang.

4. Hutang Publik (Public Debt)


Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk membiayai proyek-
proyek untuk kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit maka public
debt membengkak. Public debt yang tinggi akan menyebabkan naiknya inflasi. Defisit
anggaran bisa ditutup dengan menjual bond pemerintah atau mencetak uang. Keadaan
bisa memburuk bila hutang yang besar menyebabkan negara tersebut default (gagal
bayar) sehingga peringkat hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan cenderung
memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

5. Ratio Harga Ekspor Dan Harga Impor


Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor maka nilai tukar mata uang
negara tersebut cenderung menguat. Permintaan akan barang dan jasa dari negara
tersebut naik yang berarti permintaan mata uangnya juga meningkat. Keadaan
sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari harga ekspor.

6. Kestabilan Politik Dan Ekonomi


Para investor tentu akan mencari negara dengan kinerja ekonomi yang bagus dan
kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung
beresiko tinggi sebagai tempat berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada
kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
nilai tukar mata uang negara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai