Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI EMERGENCY

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RSUD Dr. ADHYATMA, MPH SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Kritis


Dosen pembimbing : Ns. Ainnur Rahmanti, M. Kep

DISUSUN OLEH :
WIRA UTAMI
20101440116101

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


AKPER KESDAM IV / DIPONEGORO
SEMARANG
2018
A. DEFINISI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu
lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan
tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau
sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama
dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi (Wikipedia, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan)
dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah darah
(Hani, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung
atau pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh
darah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas
160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin
memilki batasan masing – masing :
1. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan
darah waktu berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya >
145/90 mmHg
3. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg)
dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan
darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan
darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat
membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat
dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun
kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.(Dewi dan
Familia, 2010)

B. ETIOLOGI
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi
dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol
yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai
sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati,
infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem
kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi
ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ
lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia
hemolitik mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma
kepala, penyakit vaskular/ kolagen)
(Anggaraini, Ade Dian, et.al, 2009)

C. PATOFISIOLOGI
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun
sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan
tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap
lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama
dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-
nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan
ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem
papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal
dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna. (Ganong,
William F., 2009)
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan
ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal
adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus
pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan
darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan
kerusakan otak yang irreversible. (Ganong, William F., 2009)
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung.
Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena
ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis
hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau
berkala. (Ganong, William F., 2009)
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120
mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit
dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja
dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara:
1. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga
mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut,
dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat
pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah
juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari
sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.
(Ganong, William F., 2009)

D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan
jantung dan diseksi aorta, mata kabur dan edema papilla mata, sakit kepala
hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak, gagal
ginjal akut pada gangguan ginjal, di samping sakit kepala dan nyeri
tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
Gambaran klinik hipertensi darurat :
Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointe
darah neurologi stinal
> Perdarahan, Sakit Denyut Uremia, Mual,
220/140 eksudat, kepala, jelas, proteinuria muntah
mmHg edema kacau, membesar,
papilla gangguan dekompen
kesadaran, sasi,
kejang. oliguria

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran


tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita.
Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi
dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi
kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg.
Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi
baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi
ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat
timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
(Baike, 2010)
F. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan
penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan
hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ
vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan
atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang
mungkin terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi
ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata
berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan.
Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko
penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya
tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan
organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan
diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada
individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75
mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).
G. DATA PENUNJANG
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung.
3. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
4. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
5. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
6. Foto dada dan CT scan
(Vaidya, 2009)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Yakinkan kepatenan jalan napas.
b) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal).
c) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke icu. ( hani, 2010 )
2) Breathing
a) kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,
untuk mempertahankan saturasi >92%.
b) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath
mask.
c) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation
d) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji
PaO2 dan PaCO2
e) Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f) Lakukan pemeriksan system pernapasan
g) Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang
mengindikasikan kongesti paru. ( Hani, 2010 )
3) Circulation
a) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara
gallop
b) Kaji peningkatan JVP
c) Monitoring tekanan darah
d) Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
e) Sinus tachikardi
f) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
g) right bundle branch block (RBBB)
h) right axis deviation (RAD)
i) Lakukan IV akses dekstrose 5%
j) Pasang Kateter
k) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
l) Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
m) Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus
Diazoksid,Nitroprusid. ( Hani, 2010 )
4) Disability
a) kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
b) penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk
kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis
segera dan membutuhkan perawatan di ICU.( Hani, 2010 )
5) Exposure
a) selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan
KP.
b) jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan
dan pemeriksaan fisik lainnya.
c) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik.
( Hani, 2010 )
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea ( Hani, 2010 )
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, nadi : denyutan jelas, frekuensi / irama :
takikardia, berbagai disritmia, bunyi jantung : murmur, distensi
vena jugularis
Ekstermitas : Perubahan warna kulit, suhu
dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin
lambat.( Hani, 2010 )
3) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan,
pekerjaan ).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang
( khususnya sekitar mata ), peningkatan pola bicara.( Hani,
2010 )
4) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi,
obstruksi, riwayat penyakit ginjal ). ( Hani, 2010 )
5) Makanan / Cairan.
Gejala : Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat
penggunaan diuretic
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena,
peningkatan JVP, glikosuria.( Hani, 2010 )
6) Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas,
kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan
( penglihatan kabur, diplopia ), episode epistaksis.
Tanda :
a) Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses
pikir atau memori (ingatan).
b) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman.
c) Perubahan retinal optik. ( Hani, 2010 )
7) Pernapasan
Gejala :
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
b) Takipnea
c) Ortopnea
d) Dispnea nocturnal proksimal
e) Batuk dengan atau tanpa sputum
f) Riwayat merokok
Tanda :
a) Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
b) Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
c) Sianosis. ( Hani, 2010 )

2. Diagnosa Keperawatan
a. (00132) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia pembuluh darah
di otak
b. (00204) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan suplai oksigen menurun

3. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA NOC NIC
O
1. (00132) Nyeri akut (2102) Tingkat nyeri (1400) Manajemen
berhubungan Kriteria hasil : nyeri
dengan iskemia 1. Nyeri yang dilaporkan 1. Lakukan
pembuluh darah di tidak ada pengkajian nyeri
otak 2. Panjangnya episode komprehensif
nyeri ringan yang meliputi
3. Ekspresi nyeri wajah lokasi,
tidak ada karakteristik,
4. Intoleransi onset/durasi,
makanantidak ada frekuensi,
kualitas, intensitas
atau beratnya
nyeri dan faktor
pencetus
2. Kendalikan faktor
lingkungan yang
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu
ruangan,
pencahayaan,
suara bising)
3. Ajarkan prinsip-
prinsip
manajemen nyeri
4. Berikan individu
penurunan nyeri
yang optimal
dengan peresepan
analgesik
2. (00204) Kriteria Hasil 1. Periksa kulit terkait
Ketidakefektifan 1. Tekanan dengan adanya
perfusi jaringan systole dan diastole kemerahan,
perifer dalam rentang nomal kehangatan
berhubungan 2. CRT < dari 2 detik ekstrem, edema
dengan suplai 3. Suhu kulit hangat atau drainase
oksigen menurun 4. warna kulit normal 2. Lakukan reposisi
tidak ada edema perifer pada klien
3. Ajarkan anggota
keluarga mengenai
tanda-tanda
kerusakan kulit
DAFTAR PUSTAKA

Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa
Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008.

Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 10


November 2018: http://baike.baidu.com/view/2130696.htm

Bulechek Gloria M., dkk.2013. Nursing Intervention Classification EdisiEnam.


Yogyakarta: Mocomedia

Bulechek Gloria M., dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification EdisiEnam.


Yogyakarta: Mocomedia

Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 10 November


2018: http: //www.depkes.org.

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus
Books, Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on
Hypertension. Diakses 10 November 2018 :
http://www.dinkesjatengprov.go.id

Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke,


Hipertensi, & Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta

Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC


Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim
Care Clin Office Pract 2010;33:613-23.

Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital


Physician 2009:43-50

Anda mungkin juga menyukai