SKRIPSI
OLEH :
FURQON ROMADHON ALIWAFA
16010114
SKRIPSI
Oleh :
FURQON ROMADHON ALIWAFA
16010114
i
ii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya yang
bias menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini saya
persembahkan kepada :
1. Keluarga Tercinta
Terimakasih kepada bapak Heres Prawoto, S.Pd dan Ibu Maryam yang
senantiasa memberikan do’a, dukungan, dan kasih sayang tiada henti, serta
kakak tercinta Thoifur Yazidil Bustomi, S.Pd dan Ahmad Faruk Syahrondi,
S.Pd yang telah memberikan semangat ketika semangat dalam hal apapun
Terimakasih untuk saudara barisan tanah rantau terima kasih banyak untuk
Bertuan yang selalu memberikan ruang untuk berproses dan selalu memberikan
iii
Terimakasih kepada seluruh fungsionaris DPM yang setia menemani saya
dalam amanah dan tanggung jawab guna menjalankan roda organisasi di sela
6. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang masih sangat berperan dalam
diberikan, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti, umumnya kepada
para pembaca.
iv
MOTTO
v
vi
vii
HALAMAN PEMBIMBING
SKRIPSI
Oleh:
FURQON ROMADHON ALIWAFA
NIM. 16010114
Pembimbing:
viii
KATA PENGANTAR
Paru” sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu
Selama proses penyusunan skripsi ini penulis dibimbing dan dibantu oleh
1. Drs. H. Said Mardijanto, S.Kep., Ns., M.M selaku Ketua STIKES dr. Soebandi
Jember
2. Ns. Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program
3. Sutrisno, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji Skripsi Literatur Review ini.
Review
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala
amal baik yang telah diberikan dan semoga Skripsi ini berguna bagi semua pihak
yang memanfaatkan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
Error! Bookmark not defined.
MOTTO .......................................................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN
Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PEMBIMBING………………………………………………...viii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..ixx
x
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
xi
2.3.4 Pengukuran Pengetahuan .......................................................... 48
4.1 Hasil....................................................................................................... 54
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi Dengan Format PICOS .................... 53
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR SINGKATAN
TB : Tuberkulosis
TBC : Tuberculosis
PMN : Polimorfonukleus
xvi
ABSTRAK
Tuberkulosis Paru
xvii
ABSTRACT
xviii
BAB I
PERDAHULUAN
kini. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
(berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang,
terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah
dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit
kasus TB di Indonesia mencapai 842 ribu. Sebanyak 442 ribu pengidap TBC
melapor dan sekitar 400 ribu lainnya tidak melapor atau tidak terdiagnosa.
Penderita TBC tersebut terdiri atas 492 ribu laki-laki, 349 ribu perempuan, dan 49
1
ribu anak-anak. Jumlah kasus TBC Indonesia berada di urutan ketiga terbesar
dunia setelah India yang mencapai 2,4 juta kasus dan Tiongkok 889 ribu kasus
(WHO, 2017).
TB yaitu penularan penyakit TB Paru juga tidak terlepas dari faktor sosial
republik indonesia kasus tuberkulosis di jawa timur sendiri pada tahun 2017
sebesar 48.323 orang, yang terdiri dari laki – laki sebesar 56,30% dengan
penderita 27.205 orang dan perempuan sebesar 43,70% dengan 21.118 orang
(KEMENKES, 2017).
individu, faktor bakteri, dan faktor lingkungan. Faktor individu merupakan faktor
yang berasal dari diri individu berupa segala hal yang menyebabkan penurunan
sistem imunitas seperti HIV, Diabetes Mellitus, malnutrisi, dan penggunaan obat
imunosupresan. Faktor bakteri berupa jumlah bakteri yang terhirup oleh penderita
2
dan lama kontak dengan bakteri. Sedangkan faktor lingkungan dapat berupa
tingkat kesehatan. Menurut Green.L (1980) perilaku dapat dipengaruhi oleh tiga
masyarakat seperti jarak dan ekonomi masyarakat. Terakhir yaitu faktor penguat,
faktor ini meliputi dukungan tokoh masyarakat, petugas petugas kesehatan dan
tindakan sebagai orang yang sakit dan akhirnya menjadi sumber penular bagi
sekelilingnya. Sikap dan tindakan tersebut seperti batuk tidak menutup mulut,
buang dahak di sembarang tempat, dan tidur dalam satu kamar dengan penderita
seseorang dan domain dari prilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Oleh
sehat yang salah satunya adalah upaya pencegahan TB Paru. Menurut hasil
3
pengetahuan rendah mempunyai risiko tertular TB Paru sebesar 2,5 kali dari
tuberkulosis paru.
tuberkulosis paru.
4
1.4 Manfaat Penelitian
dapat melakukan hal representative untuk mencegah angka kejadian TB ini terus
bertambah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (DEPKES, 2011). Kuman
menyebarkan 3.000 kuman ke udara. Kuman tersebut ada dalam percikan dahak,
kini. Paling sedikit satu orang akan terinfeksi TB setiap detik. Setiap hari
20.000 orang jatuh sakit TB, artinya setiap 5 detik satu orang jatuh sakit TB di
dunia. Setiap hari 5.000 orang meninggal akibat TB, jadi di dunia ini setiap 20
detik satu orang meninggal akibat TB. TB membunuh hampir satu juta
tahunnya. Sekitar 40% beban TB di dunia terjadi di negara Asia Tenggara yang
tergabung dalam koordinasi WHO South East Asia Regional Office (SEARO).
Di kawasan ini setiap tahun terdapat sekitar 3 juta kasus baru dan 750.000
satu penyakit yang mematikan di Indonesia. Pada 2017, sebanyak 116 ribu jiwa
6
meninggal akibat penyakit TBC di Indonesia, termasuk 9.400 jiwa pengidap
HIV yang terjangkit TBC. Tidak kurang, 10 juta jiwa meninggal akibat TBC di
seluruh dunia (WHO, 2017). Data WHO menunjukkan bahwa Indonesia adalah
baru TB menular adalah 262.000 orang dan jumlah seluruh penderita adalah
2.1.2 Etiologi
kecil (diameter 1 hingga 5 mm) yang mencapai alveolus. Droplet tersebut keluar
saat kalau berbicara, batuk, tertawa, bersin atau menyanyi. Droplet nuklei
terinfeksi kemudian terhirup oleh orang yang rentan (inang). Sebelum terjadi
menyebabkan infeksi. Orang yang paling umum terserang infeksi adalah orang
yang sering melakukan kontak dekat berulang dengan orang yang terinfeksi
terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam) karena basil TB mempunyai
sel lipoid. Basil TB sangat rentan dengan sinar matahari sehingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa
7
menit jika terkena alcohol 70% dan lisol 50%. Basil TB memerlukan waktu 12-
24 jam dalam melakukan mitosis, hal ini memungkinkan pemberian obat secara
Jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant selama beberapa tahun. Sifat
dormant ini berarti kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tubercolosis
aktif kembali. Sifat lain kuman adalah bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang kaya oksigen, dalam hal ini
tekanan bagian apical paru-paru lebih tinggi daripada jaringan lainnya sehingga
dapat disebarkan dari penderita TB paru BTA positif kepada orang yang berada
(droplet infection) sampai alveoli, sehingga terjadi infeksi primer (ghon) yang
peradangan bagian paru oleh karena terjadi penularan ulang pada tubuh sehingga
8
2.1.3 Patalogi
Aspek tuberkulosis pada proses patologik yang terjadi adalah batuk. Batuk
merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena kelainan patologik
sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih di daerah apeks
granuloma, kumpulan padat sel makrofag. Respons awal pada jaringan yang
belum pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel radang, baik sel leukosit
kuman) mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan
kuman yang baru terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus
sel epiteloid. Sel-sel tersebut berkelompok padat mirip selepitel tanpa jaringan
diantaranya, namun tidak ada ikatan inter seluler dan bentuknya pun tidak sama
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan
sebagian sel datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di
tepi) dan sebagian berupa sel datia benda asing (intitersebar dalam
9
plasma,kapiler dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis
kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk konsentrik maka
disebut cincin Liesegang. Bila mikroba virulen atau resistensi jaringan rendah,
Pada saat isi granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi
perluasan penyakit.
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi
sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan kerasdengan disertai nekrosis
(KEMENKES, 2011).
2.1.4 Patogenesis
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
10
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(KEMENKES, 2011).
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera
kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB
limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah
masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses
infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
11
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10yaitu jumlah yang
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun
yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut.
12
eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi
dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
kolaps-konsolidasi.
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau
membatasi pertumbuhannya.
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini
13
menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan
melalui cara iniakan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier
padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul
kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar kesaluran
dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi
14
secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun
TB milier atau meningitis TB, halini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi
pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda
(WERDHANI, 2016).
batuk berdahak kronis, demam, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak
napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus atau berat
badan menurun.
2.1.6 Klasifikasi
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
15
2) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA
negatif.
didiagnosis
sangatdiperlukan untuk:
timbulnya resistensi.
16
1) Tuberkulosis paru
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
Paru:
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkangambaran tuberkulosis.
positif.
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
17
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
18
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
6) Kasus lain
paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
19
a. Pemeriksaan Jasmani
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superiorter utama daerah apex dan segmen
posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat
“cold abscess”.
b. Pemeriksaan Bakteriologik
1) Bahan pemeriksasan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura
20
2) Cara pengumpulan dan pengiriman bahan. Cara pengambilan dahak 3 kali,
atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila
ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
dapat dibuat sediaan apus kering digelas objek atau untuk kepentingan biakan
dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir
dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan
bagian tengahnya
21
3. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada
pengambilan dahak
laboratorium.
a) Mikroskopik
b) biakan
22
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
timbul.
c. Pemeriksaan Radiologik
TB aktif.
d. Pemeriksaan Penunjang
dengancara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR
positif sedangkan data laintidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB,
23
maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan
b. Mycodot
direkatkan pada suatualat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
serum tersebut terdapat anti bodi spesifikanti LAM dalam jumlah yang
Indonesia.
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi.
d. ICT
24
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
3) Pemeriksaan BACTEC
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
tuberkulosis adalah uji Rivaltapositif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
25
5) Pemeriksaan histopatologi jaringan
paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ
lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus
6) Pemeriksaan darah
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat
meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
7) Uji tuberkulin
26
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini
akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan
satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar
sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,
terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin
reaksi tubuh yang analog dengan reaksi peradangan dari lesi yang berada
pada target organ yang terkena infeksi atau status respon imun individu
yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang
bersangkutan (M.tuberculosis).
pada saat terjadi ekspirasi paksa seperti batuk, bersin, ketawa keras dan
sebagainya. Tidak semua orang yang sudah terkontaminasi atau terpapar dengan
virulensi basil dan daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini ketahanan tubuh
sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, faali, jenis kelamin, usia dan faktor
27
predisposisi (status gizi, imunisasi, HIV, diabetes melitus dan pendidikan),
kesehatan), faktor pendorong (gaya hidup dan prilaku masyarakat) serta lainnya
a. Umur
Umur merupakan faktor resiko terhadap kejadian TB. Sekitar 75% pasien TB
adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis yaitu pada umur
kemudian pada usia lebih dari 54 tahun (11,6%) dan kurang dari 20 tahun
(7%). Pada usia produktif mayoritas orang banyak menghabiskan waktu dan
tenaga untuk bekerja, dimana tenaga banyak terkuras serta waktu istirahat
kurang sehingga daya tahan tubuh menurun ditambah lagi dengan lingkungan
kerja yang padat dan berhubungan dengan banyak orang yang kemungkinan
sedang menderita TB. Kondisi kerja seperti ini memudahkan seseorang pada
b. Jenis kelamin
laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu 60,4% pada laki-laki
dan 22% pada perempuan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya seorang
28
laki-laki dituntut bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang kurang bersih atau terinfeksi HIV yang mengakibatkan kekebalan tubuh
menurun. Angka kejadian TB pada laki-laki cukup tinggi pada semua usia,
resiko untuk TB. Diabetes melitus juga sebagai suatu faktor resiko
diabetes melitus berat dibanding diabetes melitus ringan. Selain itu, pasien
dengan diabetes melitus dan TB membutuhkan masa yang lebih lama untuk
respons terhadap terapi anti-TB. Pasien dengan diabetes melitus dan TB aktif
merupakan faktor resiko yang paling penting dalam peningkatan kejadian TB.
Penderita TB menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV
29
merupakan penularan TB tertinggi. Infeksi HIV menyebabkan terjadinya
yang lebih luas pada paru-paru dan berlanjut pada kondisi yang lebih buruk.
d. Tingkat pendidikan
e. Sosial ekonomi
keadaan yang mengarah pada kondisi kerja yang buruk, perumahan yang
terlalu padat, lingkungan yang buruk serta malnutrisi (gizi buruk) karena
30
kebutuhan akan kesehatan, sedangkan keluarga dengan ekonomi rendah harus
mendukung kesehatan sering kali diabaikan. Hal ini yang memicu munculnya
f. Kepadatan (crowding)
penyakit terutama penyakit yang menular melalui udara seperti TB. Semakin
dengan BTA positif. Daerah perkotaan (urban) yang lebih padat penduduknya
daerah pedesaan (rural). Selain itu, perumahan yang padat juga berkaitan
terpisah.
di dalam rumahnya.
dari 1 orang adalah 4 kali dibanding dengan keluarga yang hanya 1 orang
penderita TB.
31
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan
yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas
Ruangan dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi
rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan
ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk
karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak
pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah,
akibatnya basil TB yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut
32
h. Kelembaban
dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu, kelembaban yang
halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan baik pada lingkungan dengan
kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri
Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagi penguninya. Suhu rumah
rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapat suatu suhu
mesofilik yang tumbuh baik pada suhu 25 – 40 ºC, akan tetapi akan tumbuh
33
membunuh bakteri terutama bakteri M. tuberculosis. Bakteri ini dapat mati
oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar
tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap
tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun dan mati bila terkena sinar
matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar
j. Kebiasaan merokok
kebiasaan merokok terdapat 64 orang (70,3%) yang menderita TB. Hal ini
2.1.9 Pengobatan
3bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
34
a) Rifampisin
b) INH
c) Pirazinamid
d) Streptomisin
e) Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari
a) Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
b) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
a) Kanamisin
b) Kuinolon
klavulanat
4. Dosis OAT
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
35
c) INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15
600 mg / kali
50 mg /kg:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
e) Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB,
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
f) Streptomisin:15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
36
tetaptersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujukke
ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
a) Isoniazid (INH)
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat
dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis
imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
b) Rifampisin
37
2) Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
1) Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT
keadaan khusus
2) Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan
keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena
khawatir.
c) Pirazinamid
d) Etambutol
38
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
e) Streptomisin
39
menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita
diartikan sebagai suatu respon organisme terhadap rasangan dari luar subjek
menjadi input dalam menentukan arah kebijakan dan strategi dalam upaya
sejak usia muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi
utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Penyakit tidak
40
Penyakit tidak menular adalah penyakit kronis dengan durasi yang panjang
gaya hidup yang tidak sehat seperti diet yang tidak sehat, kurangnya aktifitas
fisik, dan merokok. Hal ini berakibat pada meningkatnya prevalensi tekanan
darah tinggi, glukosa darah tinggi, lemak darah tinggi, kelebihan berat badan
dan pembuluh darah, penyakit paru obstruktif kronik, berbagai jenis kanker
Hal ini didasari pada fakta yang terjadi di banyak negara bahwa
meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup juga diiringi
dan penyakit kronis lainnya. Penanganan PTM memerlukan waktu yang lama
dan teknologi yang mahal, dengan demikian PTM memerlukan biaya yang
kronis, tidak menular, dimana diagnosis dan terapinya pada umumnya lama
dan mahal. PTM sendiri dapat terkena pada semua organ, sehingga jenis
41
PTM Utama, mempunyai faktor risiko perilaku yang sama yaitu merokok,
kurang berolah raga, diet tidak sehat dan mengkonsumsi alkohol. Bila
juga akan menurun. Sedangkan dalam pendekatan klinis, setiap penyakit ini
semua PTM dengan prevalensi tinggi memunyai faktor risiko yang sama
misalnya kanker hati dan kanker serviks dimana peran infeksi virus sangat
besar. Untuk kondisi ini diperlukan intervensi spesifik. hal tersebut menjadi
(visus), yang banyak di derita oleh kelompok usia diatas 50 tahun. Jika tidak
besar faktor risiko penyakit tidak menular. Pertama, adalah faktor risiko yang
tidak dapat dikendalikan, yaitu faktor usia, Kedua, penyakit metabolik lain
42
terutama gangguan metabolik lemak, protein dan karbohidrat yang akan
meningkatkan risiko PTM di usia dewasa. Anak yang dilahirkan normal dan
tumbuh baik pada masa kanak-kanak, akibat faktor gaya hidup yang tidak
sehat, seperti makan tidak seimbang dan aktivitas rendah akan meningkat
berikut :
dan kesehatan.
perbaikan budaya hidup bersih dan sehat. Yang dimaksud seluruh siklus
hidup adalah sejak hamil, lahir, anak sekolah, remaja, dewasa, usia lanjut
sesuai dengan masalah pada kelompok usia tersebut. Pada kelompok usia
pertumbuhan.
konsumsi sayur dan buah, pangan hewani, dengan mengurangi lemak serta
43
5) Melibatkan semua sektor, baik Pemerintah maupun masyarakat, untuk
2013).
b. Penyakit Menular
berpindah ke orang lain yang sehat. Beberapa penyakit menular yang umum
bersih dan sehat. Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun
tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi ketika kuman pada orang
yang sakit berpindah melalui kontak fisik, misalnya lewat sentuhan dan
ciuman, melalui udara saat bersin dan batuk, atau melalui kontak dengan
cairan tubuh seperti urine dan darah. Orang yang menularkannya bisa saja
tidak memperlihatkan gejala dan tidak tampak seperti orang sakit, apabila dia
tersebut, penyakit menular juga dapat menyebar melalui gigitan hewan, atau
kontak fisik dengan cairan tubuh hewan, serta melalui makanan dan minuman
44
(PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik
pada maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian walaupun pada
tahun 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah
dari faktor sosial budaya, terutama berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan
sehat (Paradigma Sehat) sulit dicapai karena tidak ditunjang oleh faktor sosial,
kita peroleh dari ornag lain maupun buku ( WHO , 1988 ). Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu , dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
45
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseoranng ( Notoadmojo,
2012).
tingkat
a. faktor Internal
1) Pendidikan
46
tertentu yang akan menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
itu diterima.
2) Pekerjaan
3) Umur
Usia yaitu umur seseorang yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai
kekuatan individu dalam berfikir dan bekerja akan lebih matang. Dari segi
masyarakat seseorang yang sudah dewasa dapat dipercaya dari pada yang
belum dewasa. Hal ini biasa sebagai pengalaman dan kematangan jiwa
seseorang.
b. Faktor Eksternal
47
1) Faktor lingkungan
seluruh dari kondisi yang ada disekitar manusia dan dapat mempengaruhi
2) Sosial budaya
angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman
48
variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep
memudahkan suatu konsep dari suatu istilah dapat dicermati pada batasan
istilahnya (Nursalam, 2018). Kerangka teori pada penelitian ini sebagimana pada
Gambar 2.2
Faktor Resiko TB
Tuberkulosis
Diteliti =
Tidak Diteliti =
49
BAB III
METODE PENELITIAN
Populasi Populasi
-tidak sesuai dengan Identifikasi jurnal fulltext (n=2) -tidak sesuai dengan
topik (n-1) topik (n-0)
Intervension Intervension
-tidak sesuai intervensi Jurnal akhir yang dapat di analisis -tidak sesuai intervensi
(n=0) (n=0)
sesuai dengan tujuan dan rumusan
Comparator Comparator
-faktor pembanding masalah (n=4) -faktor pembanding
(n=0) (n=1)
Outcome Outcome
-tujuan penelitian tidak Analisa telaah jurnal -tujuan penelitian tidak
sesuai sesuai
(n=1) (n=2)
Hasil dan pembahasan
Gambar 3.1 kerangka kerja literature review (Polit and Beck, 2013)
50
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian mangacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk
mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk
buku-buku majalah yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Teknik
relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti sebagai bahan rujukan dalam
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang di peroleh dari artikel – artikel dalam karya ilmiah ini ditemukan
kata kunci “tingkat pengetahuan” pada variable pertama. Sedangkan kata kunci
51
3.4 Strategi Pencarian
Review ini adalah dengan menggunakan Kata Kunci sebagai berikut : “hubungan
Inklusi dalam Penulisan Literature Review ini yaitu Artikel yang sesuai dengan
Eksklusi dalam pencarian artikel yaitu Artikel yang tidak berkaitan dengan Topik
Intervention - -
52
Publication Type dan deskriptif
yaitu menelaah persamaan dan perbedaan ataupun penelitian mana yang saling
dari paling relevan, relevan dan cukup relevan. Adapun cara lain yang dapat
dilakukan yaitu dengan melihat tahun penelitian diawali dari yang paling baru dan
berangsur-angsur pada tahun yang lebih lama yang selanjutnya di analisis. Tidak
secukupnya.
53
BAB IV
sebagai berikut :
4.1 Hasil
tuberkulosis paru
54
pengetahuan,
upaya
pencegahan
Instrumen :
Kuisioner
Analisis : Analisa
yang digunakan
Chi-Square
55
Penularan Tb orang pengetahuan buruk
Paru Pada tentang pencegahan
Mantan Sampling : penularan TB paru.
Penderita Tb Pengumpulan Terbanyak pada
Paru Di data dilakukan rentang umur 41-50
Wilayah dengan cara tahun. Sedangkan
Kerja memasukkan untuk sikap,
Puskesmas semua subjek sebanyak 30
Sungai yang memenuhi responden (88,24%)
Durian kriteria pemilihan bersikap baik
Kabupaten ke dalam terhadap pencegahan
Kubu Raya penelitian penularan TB paru
dan sebanyak 4
Variabel :
responden (11,76%)
Tuberkulosis,
bersikap buruk
Pengetahuan,
terhadap perilaku
Sikap, Perilaku
pencegahan
Instrumen : penularan TB paru.
kuesioner Kemudian terdapat
hubungan bermakna
Analisis : teknik antara pengetahuan
analisis univariat tentang pencegahan
dan bivariat penularan TB paru
dengan Uji dengan perilaku
statistik yang pencegahan
digunakan adalah penularan TB paru
Chi Square. di wilayah kerja
Puskesmas Sungai
Durian Kabupaten
Kubu Raya
(p=0,048). Juga
terdapat hubungan
bermakna antara
sikap terhadap
pencegahan
penularan TB paru
dengan perilaku
pencegahan
penularan TB paru
di wilayah kerja
Puskesmas Sungai
Durian Kabupaten
Kubu Raya
(p=0,031).
56
Tentang yang responden baik
Penularan menggunakan sebesar 43,3%,
Dengan pendekatan cross cukup sebesar
Perilaku sectional (43,3%) dan kurang
Pencegahan 13,3% serta perilaku
Penularan Tb Sampel : 30 pencegahan
Paru penularan TB Paru
Sampling :
baik sebesar
menggunakan
(56,7%), cukup
consecutive
36,7% dan buruk
sampling
6,6%. Sedangkan
Variabel : hasil uji korelasi
Pengetahuan Rank Spearman
Pasien, Perilaku diperoleh hasil uji
Pasien, nilai p-value sebesar
Tuberkulosis 0,483 yang berarti
Paru. terdapat hubungan
antara pengetahuan
Instrumen : dengan perilaku
Kuisoner lembar pencegahan TB Paru
observasi dengan kekuatan
sedang dan r sebesar
Analisis : analisis 0,007. Dapat di
menggunakan uji simpulkan ada
korelasi Rank hubungan tingkat
Spearman pengetahuan tentang
penularan TB Paru
dengan perilaku
pencegahan
penularan TB Paru
di Ruang Mawar
Berdasarkan hasil review penelitian dari 4 artikel, hasil penelitian dari Offi
Sampel dalam penelitian ini adalah warga desa di salah satu Kabupaten Aceh
57
statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan hasil penelitian menunjukan
Paru sebesar 62,1% dan upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru yang
wilayah kerja Puskesmas Bawahan Selan tahun 2015. Metode penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan upaya
pencegahan tuberkulosis.
Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya” Metode penelitian ini besifat
58
Durian Kabupaten Kubu Raya. Hasil terdapat sebanyak 34 orang yang memenuhi
kriteria penelitian yaitu 15 orang laki-laki dan 19 orang perempuan. Pada variable
yang diukur mempunyai hubungan secara statistik yang diukur dengan uji Fisher.
uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan responden baik sebesar 43,3%, cukup sebesar (43,3%) dan kurang
13,3% serta perilaku pencegahan penularan TB Paru baik sebesar (56,7%), cukup
36,7% dan buruk 6,6%. Sedangkan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh
hasil uji nilai p-value sebesar 0,483 yang berarti terdapat hubungan antara
Mawar. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi keluarga dalam
59
TB Paru serta petugas untuk lebih giat memberikan pendidikan kesehatan pada
4.2 Pembahasan
30% responden dan yang mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak
20% responden. Menurut penelitian Wasis Setyo Bowo (2015) dengan judul
Kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya” dapat dilihat bahwa 9
orang (26,47%) yang berpengetahuan kurang, dan dan 25 orang (73,53%) yang
nilai yang didapatkan dari hasil jawaban kuesioner yang diisi responden.
Responden dengan pengetahuan baik jika nilai pengetahuan yang didapat antara
60
≥ 60, sedangkan responden yang 10 memperoleh hasil jawaban dengan nilai <
(43,3%).
Pengetahuan yang baik diharapkan akan mempunyai sikap yang baik pula,
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Secara
teori, pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
adalah teori pengetahuan yang dikemukakan oleh Kate dan Barbara (1992)
61
bangunan statik yang berisi fakta-fakta, dibangun secara bertahap, langkah demi
langkah dan mencakup tentang ide bahwa pengetahuan merupakan sebuah cara
pandang terhadap sesuatu, sebuah perspektif, yang belum tentu benar tetapi
cukup baik, sampai ditemukan sesuatu yang cukup baik. teori pengetahuan oleh
penularan TB Paru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ada hubungan
dan yang berada pada kategori tinggi sebanyak 41 orang (47.1%). Sedangkan
62
tuberkulosis yang baik sebanyak 21%. Dan menurut penelitian Wasis Setyo
Bowo tahun 2015 dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan
dapat dilihat bahwa 3 orang (8,82%) yang bersikap buruk dalam pencegahan
penularan TB paru dan 31 orang (91,18%) yang bersikap baik dalam pencegahan
TB paru dalam penelitian ini dibagi berdasarkan kelompok persentase nilai yang
didapatkan dari hasil jawaban kuesioner sikap yang diisi responden. Responden
dengan sikap baik jika nilai sikap yang didapat ≥ 60. Dan menurut penelitian
orang (56,7%).
kandungan, hingga bayi, balita, anak sekolah, remaja, dewasa, diikuti perbaikan
budaya hidup bersih dan sehat. Yang dimaksud seluruh siklus hidup adalah
63
melakukan sinergi dalam melakukan upaya pencegahan penularan TB
ini adalah perlu adanya pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Berdasarkan hasil review penelitian dari 4 artikel, hasil penelitian dari Offi
sebesar 62,1% dan upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru yang rendah
64
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan upaya
secara statistik yang diukur dengan uji Fisher. Kesimpulan Kemudian terdapat
Rank Spearman. Hasil diperoleh hasil uji nilai p-value sebesar 0,483 yang berarti
bahwa pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
65
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Secara teori, pengetahuan dan
(Notoatmodjo, 2003).
pengetahuan yang dikemukakan oleh Kate dan Barbara (1992) dikutip dari
yang berisi fakta-fakta, dibangun secara bertahap, langkah demi langkah dan
terhadap sesuatu, sebuah perspektif, yang belum tentu benar tetapi cukup baik,
66
kandungan, hingga bayi, balita, anak sekolah, remaja, dewasa, diikuti perbaikan
budaya hidup bersih dan sehat. Yang dimaksud seluruh siklus hidup adalah
(Kemenkes, 2013).
semakin baik pula upaya masyarakat dalam pencegahan penularan TB Paru. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara tingkat
67
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
dengan pencegahan penularan pada pasien TB. Berdasarkan hasil review dari 4
5.2 Saran
dan Edukasi (KIE) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan bekerjasama dengan
68
5.2.2 Bagi Peneliti
69
DAFTAR PUSTAKA
70
KEMENKES. (2011). Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan TB. Dalam K. RI,
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan TB di Indonesia (hal. 5). Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
KEMENKES. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Dalam P. P.
LINGKUNGAN, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (hal. 19-
21). Jakarta: KEMENKES RI.
KEMENKES. (2011). Pedoman Penatalaksanaan TB. Dalam p. d. TB. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2013). Prinsip Pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM) dan
Regulasinya Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
KEMENKES, R. (2017). DATA DAN INFORMASI PROFIL KESEHATAN 2017.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Lestari. (2015). kumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian kesehatan.
Jakarta: Nuhu Medika.
Notoadmojo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Notoatmodjo. (2010). ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Notoatmodjo, P. D. (2010). ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
. Jakarta: Salemba medika.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan
Praktis. Jakarta: Salemba Medika.
Offi miranda, a. r. (2019). Hubungan Tingkatan Pengetahuan Dengan Upaya.
JIM FKep Volume IV No. 2 , 44.
Samingan, D. D. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat
Terhadap Upaya Pencegahan. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan Vol. 10, No.
2, 620.
Siti, N. S. (2016). Buku Ajar Penyakit TBC. Salatiga: Akademisi Keperawatan
Insan Husada Surakarta.
Soikah, S. N. (2016). Asuhan Keperawatan Pada TBC. Salatiga: 2016.
Solikah, S. N. (2016). Buku Ajar Penyakit TBC. Salatiga: Akademisi Keperawatan
Insan Husada Surakarta.
Velicer, W. F. (1998). Dalam Smoking cessation and stress management:
Applications of the Transtheoretical Model of behavior change (hal. 216-
233). Homeostasis.
71
WERDHANI, R. A. (2016). PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLAFISIKASI
TUBERKULOSIS. Jurnal Kedokteran , 3-5.
WHO. (2017). 10 Negara dengan Kasus TBC Terbesar 2017. Dipetik oktober 9,
2019, dari Kasus TBC Indonesia 2017 Terbesar Ketiga Dunia
WHO. (2017). Dipetik OKTOBER 9, 2019, dari 10 Negara dengan Kasus TBC
Terbesar 2017
Wilson. (2010). Jamaluddin Rumi. Dalam S. Notoatmodjo, ilmu perilak kesehatan
(hal. 13). jakarta: RINEKA CIPTA
72
Lampiran 1
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2. Studi pendahuluan
3. Bimbingan proposal
4. Seminar proposal
10. Penggandaan
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycrobacterium
tuberculosis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya
pencegahan penularan TB paru. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kuantitatif dengan desain
cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah warga desa di salah satu Kabupaten Aceh Besar
yang berjumlah 87 responden ≥ 18 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan Non Probability
Sampling dengan metode Purposive Sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan
hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan upaya pencegahan
TB Paru (p-value= 0,000), tingkat pengetahuan yang kurang terhadap penyakit TB Paru sebesar 62,1%
dan upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru yang rendah sebesar 52,9%. Untuk instansi terkait
terutama Puskesmas diharapkan memberikan penyuluhan mengenai pengetahuan dan upaya pencegahan
TB Paru agar terhindar dari resiko terjadinya penyakit TB Paru.
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infection lung disease caused by Mycobacterium tuberculosis. The purpose of
this research is to find out about the correlation between the knowledge level and prevention efforts of TB
infection. This research was conducted by using quantitative method with a cross sectional study design.
The samples of this research are the residents in a village in Aceh Besar Regency with the total of 87
respondents who are more than 18 years old. The sampling technique is non-probability sampling with
purposive sampling method. The statistic test used in this research is chi-square. The result shows that
there is correlation between knowledge level and prevention efforts of TB infection with the P-value of
0.000 where low level of knowledge about TB at the percentage of 62.1% and low prevention effort of
TB infection at the percentage of 52.9%. The related agency like Community Health Center (Puskesmas)
is expected to supervise people about the knowledge and prevention effort of TB infection, so that the
risks of getting infected with TB can be avoided.
42
JIM FKep Volume IV No. 2 2019
Berdasarkan latar belakang ini, peneliti ingin Tabel 1. Distribusi Data Demografi
mengetahui apakah ada hubungan tingkat Responden
pengetahuan dengan upaya pencegahan No Data demografi f %
penularan TB Paru di Aceh Besar yang akan 1. Umur
diteliti di Kecamatan Darussalam Desa a. 18-30 66 75,9
Tanjung Selamat. b. 31-40 12 13,8
c. 41-50 6 6,9
d. 51-60 2 2,3
METODE e. 61-70 1 1,1
Jenis penelitian ini menggunakan metode Total 87 100
penelitian korelational kuantitatif non- 2. Jenis Kelamin
eksperimen dan desain penelitian yang a. Laki-laki 46 52,9
digunakan adalah cross sectional study yang b. Perempuan 41 47,1
dilaksanakan pada tanggal 29 Juni s.d 4 Juli Total 87 100
2019 di Desa Tanjung Selamat. Sampel dalam 3. Pendidikan
terakhir 59 67,8
penelitian ini adalah 87 responden yang a. SMA 1 1,1
berusia ≥ 18 tahun dengan teknik purposive b. SMP 26 29,9
sampling. Alat pengumpul data yang c. S1 1 1,1
digunakan peneliti menggunakan kuesioner d. S2
dengan skala Guttman dan skala Likert yang Total 87 100
berasal dari kuesioner yang dikembangkan 4. Pekerjaan
sendiri oleh peneliti tentang TB paru dan a. IRT 20 23,0
b. Kader posyandu 1 1,1
upaya pencegahan penularannya berdasarkan
c. Mahasiswa 30 34,5
konsep Naga (2012), Peraturan Pemerintah d. Pengangguran 2 2,3
No. 67 tentang Penanggulangan Tuberkulosis e. Petani 4 4,6
(2016) dan Perkumpulan Pemberantasan f. PNS 4 4,6
Tuberkulosis Indonesia (PPTI) (2010). g. Wiraswasta 26 29,9
Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga Total 87 100
bagian, yaitu: data demografi, pertanyaan 5. Sumber Informasi
TB
tentang tingkat pengetahuan TB Paru dan
a. Buku 2 2,3
pertanyaan tentang upaya pencegahan b. Dokter 2 2,3
penularan TB paru. Data di olah dengan c. Internet 7 8,0
langkah-langkah: cleaning, coding, skoring, d. Poster 4 4,6
entering, dan tabulating. e. Pskesmas 12 13,8
f. Pustu 3 3,4
Etika penelitian didapatkan dari komite etik g. Sosial Media 1 1,1
h. Sosialisasi TB 1 1,1
penelitian Fakultas Keperawatan Universittas 2 2,3
Syiah Kuala Banda Aceh pada tanggal 29 Mei i. Spanduk
2019 dengan kode penelitian 111240519054. j. Tidak pernah 42 48,8
Analisa data dalam penelitian ini k. TV 11 12,2
menggunakan matode statistik deskriptif Total 87 100
dengan menggunakan analisa univariat dan
bivariat. Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa
mayoritas usia responden adalah rentang 18-
30 tahun sebanyak 66 orang (75,9%), jenis
HASIL kelamin didominasi oleh laki-laki yaitu 46
Berdasarkan hasil penelitian yang telah orang (52,9%), rata-rata tingkat pendidikan
dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: terakhir responden adalah SMA yaitu 59
orang (67,8%), mayoritas responden berstatus
sebagai mahasiswa yaitu 30 orang (34,5%)
44
JIM FKep Volume IV No. 2 2019
serta mayoritas responden yang tidak pernah (100%) responden yang memiliki
mendapatkan informasi tentang TB Paru yaitu pengetahuan cukup, terdapat 18 (78,3%)
42 orang (48,3). orang yang memiliki upaya pencegahan tinggi
dan 5 (21,7%) orang memiliki upaya
Tabel 2. Distribusi Data Tingkat Pengetahuan
pencegahan yang rendah. Serta dari 54
TB Paru Responden
(100%) responden yang memiliki
Kategori f %
pengetahuan kurang, terdapat 15 (27,6%)
Baik 10 11,5
Cukup 23 26,4 orang yang memiliki upaya pencegahan tinggi
Kurang 54 62,1 dan 39 (72,2%) orang yang memiliki upaya
Total 87 100 pencegahan rendah. Berdasarkan uji chi-squer
pada α = 0,05 didapatkan p-value 0,000 < 0,05
Berdasarkan Tabel 2 Dapat diketahui dari 87 sehingga hipotesa Ho ditolak yang kemudian
responden yang memiliki pengetahuan baik menunjukan ada hubungan antara tingkat
tentang penyakit TB Paru sebanyak 10 orang pengetahuan dengan upaya pencegahan TB
(11,5%), pengetahuan cukup mengenai
Paru pada masyarakat di wilayah Aceh Besar.
penyakit TB Paru sebanyak 23 orang (26,4%)
dan pengetahuan kurang mengenai penyakit
TB Paru sebanyak 54 orang (62,1%). PEMBAHASAN
Tingkat pengetahuan tentang TB Paru (Tabel
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Upaya 2) dalam penelitian ini didominasi oleh yang
Pencegahan Penularan TB Paru Responden berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 54
No Kategori f % orang (62,1%), berpengetahuan cukup
1. Tinggi 41 47,1 sebanyak 23 orang (26,4%) dan yang
2. Rendah 46 52,9 berpengetahuan baik hanya 10 orang (11,5%).
Total 87 100 Mayoritas upaya pencegahan penularan TB
Paru responden berada pada kategori rendah
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan yaitu sebanyak 46 orang (52,9%) dan yang
bahwa mayoritas responden berada pada berada pada kategori tinggi sebanyak 41 orang
kategori yang rendah dalam upaya (47,1%). Penulis berasumsi bahwa hal ini
pencegahan penularan penyakit TB Paru yaitu dapat terjadi karena 42 (48,3%) responden
46 orang (52,9%) dan yang berada pada tidak pernah mendapatkan informasi tentang
kategori tinggi sebanyak 41 orang (47.1%). penyakit TB Paru. Seperti yang dijelaskan
dalam penelitian Bele, et al (2014) bahwa
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hubungan komunikasi, informasi dan edukasi TB
Tingkat Pengetahuan dengan Upaya mempengaruhi tingkat pengetahuan
Pencegahan Penularan TB Paru Responden masyarakat tentang TB. Djannah, Suryani,
dan Purwati (2009) berpendapat bahwa
Upaya Pencegahan pengetahuan dan sikap seseorang dipengaruhi
Pengetahua Rendah Tinggi Total P
n oleh faktor pendidikan dan pengalaman.
f % f % f %
Baik 2 20,0 8 80,0 10
Seseorang yang berpendidikan akan
Cukup
Kurang
39
46
21,7
72,2
18
15
78,3
27,8
23
54
100 0,000 cenderung mendapatkan informasi. Semakin
banyak informasi yang masuk maka semakin
Total 46 52,9 41 47,1 87 100
banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan Table 4 bahwa dari 10 (100%) Hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya
responden yang memliki pengetahuan baik, pencegahan penularan TB Paru pada
terdapat 8 (80,0%) orang memiliki upaya masyarakat di wilayah Aceh Besar memiliki
pencegahan yang tinggi dan 2 (20,0%) orang hubungan yang signifikan. Hal ini dapat
memiliki upaya pencegahan yang rendah. 23 dilihat dari hasil uji statistik dengan chi-
45
JIM FKep Volume IV No. 2 2019
square pada α = 0,05 didapatkan nilai p-value tinggi dapat menciptakan perilaku yang baik
0,000 < 0,05 yang berarti hipotesa Ho ditolak. (Notoatmodjo, 2007).
Hal ini sejalan dengan penelitian Pramilu
(2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan Peneliti berpendapat bahwa ada hubungan
antara pengetahuan dengan prilaku antara tingkat pengetahuan dengan upaya
pencegahan TB Paru. pencegahan penularan TB Paru pada
masyarakat di wilayah Aceh Besar. Semakin
Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 4 baik tingkat pengetahuan maka semakin baik
menyatakan bahwa responden yang memiliki pula upaya masyarakat dalam pencegahan
pengetahuan baik dengan upaya pencegahan penularan TB Paru. Hal ini sesuai dengan
penularan TB Paru yang tinggi sebanyak 8 hasil penelitian bahwa dari 10 responden yang
orang (80,0%), dan responden dengan upaya berpengetahuan baik ternyata hanya 2 orang
pencegahan penularan TB Paru yang rendah (20,0%) yang memiliki upaya pencegahan
sebanyak 2 orang (20,0%). Sedangkan yang rendah. Sedangkan dari 54 responden
responden yang memiliki pengetahuan cukup yang berpengetahuan kurang, terdapat 39
dengan upaya pencegahan penularan TB Paru orang (72,2%) responden yang memiliki
yang tinggi sebanyak 18 orang (78,3%) dan upaya pencegahan rendah terhadap penularan
responden dengan upaya pencegahan TB Paru.
penularan TB Paru yang rendah sebanyak 5
orang (21,7%). Serta responden yang KESIMPULAN
memiliki pengetahuan kurang dengan upaya Berdasarkan hasil penelitian Pada masyarakat
pencegahan yang tinggi sebanyak 15 orang Desa Tanjung Selamat Kecamatan
(27,6%) dan responden dengan upaya Darussalam Aceh Besar sebagian besar
pencegahan rendah sebanyak 39 orang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang
(72,2%). Penelitian ini didukung oleh terhadap penyakit Tuberkulosis Paru sebesar
Susilawati, Ramdhani, & Purba (2016) yang 62,1%. Tingkat upaya pencegahan penularan
menyatakan bahwa responden dengan penyakit TB Paru yang rendah sebesar 52,9%
pengetahuan yang tinggi memiliki tindakan dan ada hubungan yang bermakna antara
pencegahan TB Paru lebih baik dibandingkan tingkat pengetahuan dengan upaya
dengan responden dengan pengetahuan yang pencegahan penularan Tuberkulosis paru di
rendah. Desa Tanjung Selamat Kecamatan
Darussalam Aceh Besar dengan nilai p-value
Dalam penelitian lain juga dinyatakan bahwa 0,000.
terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku pencegahan Disarankan kepada pihak Puskesmas
penularan TB Paru. Semakin baik tingkat diharapkan dapat memberikan penyuluhan
pengetahuan maka semakin tinggi tindakan mengenai pengetahuan dan upaya
pencegahan penularan penyakit TB Paru yang
pencegahan TB Paru agar terhindar dari
dilakukan (Wahyuni, 2008). Penelitian terkait
resiko terjadinya penyakit TB Paru. Bagi
juga disampaikan oleh Rahman,dkk (2017)
yang menyatakan ada hubungan yang
pendidikan keperawatan diharapkan dapat
signifikan antara tingkat pengetahuan TB Paru menjadi evidence based bagi
dengan upaya pencegahan TB Paru di wilayah perkembangan ilmu keperawatan dan
kerja Puskesmas Bawahan Selan Kabupaten dapat menambah bahan literatur,
Banjar. Hal ini dapat diartikan bahwa khususnya mengenai pentingnya upaya
pengetahuan merupakan domain yang sangat pencegahan penularan tuberkulosis paru.
penting untuk terbentuknya tindakan Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
seseorang karena dengan pengetahuan yang
46
JIM FKep Volume IV No. 2 2019
meneliti dengan jumlah sampel lebih Susilawati, Ramdhani, D. Y., & Purba, E. S.
banyak sehingga dapat menghasilkan data (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap
yang lebih akurat. Pasien Dengan Upaya Pencegahan
Penularan Tuberkulosis Paru Di Wilayah
REFERENSI Kerja Puskesmas Muaro Kumpeh
Dinas Kesehatan Aceh. (2017). Profil Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2015.
Kesehatan Aceh Tahun 2016. Banda Aceh Jurnal Akademika Baiturrahim, Vol 5, No
2, September 2016. Hal 81-90.
World Heathl Organization. (2017). Global
Tuberculosis Report 2017. Jenewa. Wahyuni, 2008. Determinan Perilaku
Masyarakat dalam Pencegahan, Penularan
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Peraturan Penyakit TBC di Wilayah Kerja
Mentri Kesehatan RI No. 67 Tahun 2016 Puskesmas Bendosari. GASTER Vol 4, No
tentang Penanggulangan Tuberkulosis. 1, Februari 2018. Hal 178-183.
Jakarta
Achmadi, U., F. (2008). Manajemen Penyakit
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan Berbasis Wilayah Edisi 2. Jakarta: UI
dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka Cipta Press
Rahman, F., dkk. (2017). Pengetahuan Dan Naga, S. S. (2012). Buku Panduan Lengkap
Sikap Masyarakat Tentang Upaya Ilmu Penyalit Dalam. Yogyakarta: Diva
Pencegahan Tuberkulosis. Jurnal MKMI, Press. 2012
Volume 13, Nomer 2, Tahun 2017. Hal
183-189. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia (PPTI). (2010). Buku Saku PPTI.
Depertemen Kesehatan RI. (2011). Pedoman Jakarta
Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Edisi
2. Jakarta.
Bele S, et al. (2014). Population Aging and
Migrant Workers: Bottlenecks in
Tuberkulosis Control in Rural China. PloS
One. 9 (2): 1-7.
47
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENULARAN DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara ketiga di dunia jumlah penderitanya. Penyakit ini apabila
tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
tingkat pengetahuan penularan TB Paru dengan perilaku pencegahan penularan TB Paru.
Desain yang digunakan adalah penelitian korelasional, yang menggunakan pendekatan cross
sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi
sedangkan analisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden baik sebesar 43,3%, cukup sebesar
(43,3%) dan kurang 13,3% serta perilaku pencegahan penularan TB Paru baik sebesar
(56,7%), cukup 36,7% dan buruk 6,6%. Sedangkan hasil uji korelasi Rank Spearman
diperoleh hasil uji nilai p-value sebesar 0,483 yang berarti terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku pencegahan TB Paru dengan kekuatan sedang dan r sebesar
0,007. Dapat di simpulkan ada hubungan tingkat pengetahuan tentang penularan TB Paru
dengan perilaku pencegahan penularan TB Paru di Ruang Mawar. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sumber informasi keluarga dalam melakukan pencegahan penularan TB Paru agar
bisa memutus rantai penularan TB Paru serta petugas untuk lebih giat memberikan
pendidikan kesehatan pada pasien TB Paru agar mengurangi penularan.
ABSTRACT
Indonesia is the country has account pulmonary tuberculosis number three in the
world. This study aims to determine the relationship between the level of knowledge and the
behaviuor prevent transmission of pulmonary tuberculosis. This type of research used in this
research is correlation research design, which uses approach cross-sectional. data collection
using questionnaire and observation behaviour, while analysis using Spearman rank
correlation test. The results showed that the level of knowledge both and sufficient of (43,3%)
and the prevention behaviour of pulmonary TB infection (56,7%) while the Spearman rank
correlation test results Test results obtained p-value of 0.483 means 0.007 <α (0.05) then this
would mean Ha Ho is rejected or accepted. It can be concluded there is a correlation with
the level of knowledge of pulmonary TB transmission prevention efforts in other patient in
Mawar ward. The results of this recent research source information family to prevention
transmission tuberkulosis and broken chain contagious tuberkulosis and nurse to give health
education to patient with tuberculosis for decrease transmitted infection tuberculosis.
1
2
RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE LEVEL AND
ATTITUDES TOWARDS TB TRANSMISSION PREVENTION
BEHAVIOR OF FORMER TB PATIENTS IN PRIMARY
HEALTH CENTER SUNGAI DURIAN KUBU RAYA
Abstract
3
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN
SIKAP TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN
TB PARU PADA MANTAN PENDERITA TB PARU DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI
DURIAN KABUPATEN KUBU RAYA
Intisari
4
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis)2.
World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa Indonesia
menempati urutan ke 4 dunia untuk kasus TB paru BTA positif setelah
India, Cina, dan Afrika Selatan3. Dengan jumlah penderita TB paru di
Indonesia berjumlah 183.366 kasus BTA positif 4.
Provinsi Kalimantan Barat termasuk provinsi yang belum dapat
mencapai target Case Detection Rate (CDR) nasional. Hingga triwulan III
tahun 2011, angka CDR Provinsi Kalimantan Barat hanya mencapai 51%,
jauh dari angka target nasional4 dan jumlah penderita TB paru BTA positif
di Kalimantan Barat pada tahun 2011 adalah 5.797 dan menempati urutan
ke sebelas dari 33 provinsi di Indonesia8,
Kabupaten Kubu Raya merupakan kabupaten dengan tingkat CDR
menduduki peringkat ke 2 terendah setelah Kabupaten Kayong Utara
(Dinkes Kalbar, 2012). Tingkat CDR di Kabupaten Kubu Raya tahun 2011
adalah 42% dari target 70%4. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kubu Raya tahun 2013, tingkat penemuan kasus baru tertinggi adalah di
Puskesmas Sungai Durian sebanyak 59 orang (29,21%) TB paru baru
dengan BTA positif dan data dari Puskesmas Sungai Durian, yang sudah
dinyatakan sembuh dan mendapat pengobatan lengkap adalah 52 orang 6.
Keterlibatan masyarakat dalam menemukan kasus TB sangatlah
penting. Maka dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui edukasi dan
pemberian informasi yang memadai tentang penyakit TB dalam upaya
pencegahan dan pengendalian TB paru. Mantan penderita TB adalah
penderita TB Paru yang sudah dinyatakan sembuh. Sebagai orang yang
pernah merasakan langsung bagaimana penyakit TB serta proses
pengobatannya, diharapkan mantan penderita TB dapat menyampaikan
pengalamannya tersebut kepada penderita TB lainnya 8,7.
Untuk meningkatkan pemberdayaan mantan penderita TB perlu
diberikan pelatihan mengenai penyakit TB sehingga tujuan dari pelibatan
5
mantan penderita TB untuk merubah perilaku masyarakat dapat dicapai.
Pelatihan yang diperlukan terkait dengan informasi menyeluruh mengenai
penyakit TB paru termasuk gejala, faktor penyebab, penularan,
pencegahan dan pengobatan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat, serta dengan meningkatnya pengetahuan maka
akan menimbulkan kesadaran yang pada akhirnya akan berperilaku
sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki16.
Penelitian mengenai pemberdayaan mantan penderita TB untuk
meningkatkan penemuan kasus TB sudah pernah dilakukan salah satunya
penelitian yang dilakukan oleh Fitriangga dkk proporsi kunjungan suspek
tb yang dirujuk mantan penderita TB di daerah intervensi 1,9 kali lebih
besar dibanding dengan daerah kontrol7.
Kegiatan peningkatan penemuan kasus baru TB yang melibatkan
mantan penderita TB di wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian belum
pernah dilakukann. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
mantan penderita TB terhadap cara pencegahan penularan TB paru di
wilayah kerja puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya.
6
Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis dengan
teknik analisis univariat dan bivariat. Teknik univariat digunakan untuk
mendeskripsikan variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk distribusi
dan persentase. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square.
Batas Wilayah
7
Hasil Analisis Variabel Univariat
Karakteristik Responden Penelitian
Tabel4.1. Karakteristik Responden Penelitian
1. Usia ≤ 20 4 11,76
Responden
21-30 7 20,59
31-40 4 11,76
41-50 9 26,47
51-60 8 23,53
> 60 2 5,88
8
orang (11,76%) tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, 2
orang (5,88%) dengan pendidikan terakhir SD, 5 orang (14,71%) dengan
pendidikan terakhir SLTP, 22 orang (64,71%) dengan pendidikan terakhir
SLTA, dan hanya 1 orang (2,94%) dengan pendidikan terakhir D3 atau
Perguruan Tinggi.
30
Jumlah responden (orang)
25
25
20
15
9
10
5
0
Buruk Baik
Pengetahuan Tentang Pencegahan Penularan TB Paru
Pada gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa 9 orang (26,47%) yang
berpengetahuan kurang, dan dan 25 orang (73,53%) yang
berpengetahuan baik. Kelompok pengetahuan responden tentang
pencegahan penularan TB paru dalam penelitian ini dibagi berdasarkan
kelompok persentase nilai yang didapatkan dari hasil jawaban kuesioner
yang diisi responden. Responden dengan pengetahuan baik jika nilai
pengetahuan yang didapat antara ≥ 60, sedangkan responden yang
9
memperoleh hasil jawaban dengan nilai < 60 dimasukan ke dalam
kategori pengetahuan buruk.
Pada gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa 3 orang (8,82%) yang
bersikap buruk dalam pencegahan penularan TB paru dan 31 orang
(91,18%) yang bersikap baik dalam pencegahan penularan TB Paru.
Kelompok sikap responden terhadap pencegahan penularan TB paru
dalam penelitian ini dibagi berdasarkan kelompok persentase nilai yang
didapatkan dari hasil jawaban kuesioner sikap yang diisi responden.
Responden dengan sikap baik jika nilai sikap yang didapat ≥ 60.
Responden dengan nilai buruk jika nilai sikap yang didapatkan < 60.
10
Perilaku Responden Dalam Pencegahan Penularan TB Paru
35
Jumlah responden (orang)
30
30
25
20
15
10
4
5
0
Buruk Baik
Perilaku Pencegahan Penulatan TB Paru
Pada gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa 4 orang (11,76%) responden
memiliki perilaku baik dalam pencegahan penularan TB paru dan 30 orang
(88,24%) dengan perilaku buruk dalam pencegahan penularan TB paru.
Kelompok perilaku responden dalam pencegahan penularan TB paru
dalam penelitian ini dibagi berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang diisi
responden. Perilaku baik jika nilai yang didapat ≥ 60 sedangkan
responden yang memperoleh nilai< 60 dimasukan ke dalam kategori
perilaku buruk.
11
Hasil Analisis Variabel Bivariat
Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Penularan TB
Paru dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru
Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang perilaku pencegahan
penularan TB Paru dengan perilaku pencegahan penularan TB paru
disajikan dalam tabel 4.2
Tabel 4.2 memiliki 2 sel (50%) yang nilai expected-nya kurang dari 5,
sehingga tidak dapat diuji menggunakan uji Chi Square. Untuk itu maka uji
yang dipakai adalah uji alternatif untuk tabel 2x2, yaitu uji Fisher. Nilai P
Value menunjukkan angka 0,048. Oleh karena P < 0,05, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa ada hubungan bermakna secara statistik
antara tingkat pengetahuan tentang pencegahan penularan TB paru
dengan perilaku pencegahan penularan TB paru.
12
Tabel 4.3 Hubungan Sikap Terhadap Pencegahan Penularan TB Paru
Dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru
Jumlah 4 30 34
Tabel 4.3 memiliki 3 sel (75%) yang nilai expected-nya kurang dari 5,
sehingga tidak dapat diuji menggunakan uji Chi Square. Untuk itu maka uji
yang dipakai adalah uji alternatif untuk tabel 2x2, yaitu uji Fisher. Nilai P
Value menunjukkan angka 0,031. Oleh karena P < 0,05, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa ada hubungan bermakna secara statistik
antara sikap terhadap pencegahan penularan TB paru dengan perilaku
pencegahan penularan TB paru.
13
pendidikan sebanyak 22 orang (64,71%) responden dengan pendidikan
terakhir SMA. 16 responden (47,06%) merupakan pekerja wiraswasta.
14
dengan semakin banyak informasi yang diperolehnya maka semakin baik
pula tingkat pengetahuannya.
Pada penelitian ini hubungan antara tingkat pengetahuan tentang
pencegahan penularan TB Paru dengan perilaku pencegahan penularan
TB paru tidak memenuhi syarat untuk dianalisis dengan menggunakan uji
Chi-Square karena terdapat lebih dari 20% sel dengan nilai expected< 5,
sehingga dilakukan analisis dengan uji Fisher. Setelah dilakukan uji
Fisherdidapatkan nilai signifikansi 0,048. Nilai signifikansi
<0,05menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna secara statistik
antara tingkat pengetahuan tentang pencegahan penularan TB Paru
dengan perilaku pencegahan penularan TB paru.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori pengetahuan oleh Notoatmodjo
(2008) yang mengatakan bahwa secara lebih terperinci perilaku manusia
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
pengetahuan dan sikap. Pengetahuan yang baik diharapkan akan
mempunyai sikap yang baik pula, akhirnya dapat mencegah atau
menanggulangi masalah penyakit tersebut.
Teori lain yang mendukung adalah teori pengetahuan yang
dikemukakan oleh Kate dan Barbara (1992) dikutip dari Notoatmodjo
(2008) mendefinisikan pengetahuan sebagai suatu bangunan statik yang
berisi fakta-fakta, dibangun secara bertahap, langkah demi langkah dan
mencakup tentang ide bahwa pengetahuan merupakan sebuah cara
pandang terhadap sesuatu, sebuah perspektif, yang belum tentu benar
tetapi cukup baik, sampai ditemukan sesuatu yang cukup baik.
Hasil yang sama didapatkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Purnawaty (2011)18 pada penderita tuberkulosis paru dewasa muda di
Balai Besar Kesehatan Paru masyarakat Surakarta menunjukkan ada
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku (ρ-value 0.030) dan ada
hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis paru pada dewasa muda di BBKPM Surakarta (ρ-value
0.003).
15
Hubungan Antara Sikap Terhadap Pencegahan Penularan TB Paru
dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru
Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa hampir semua responden
memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan penularan TB paru. Hal ini
dapat dilihat dari proporsi responden yang memiliki sikap baik terhadap
pencegahan penularan TB paru sebanyak 31 orang (91,18%). Responden
yang memiliki sikap buruk terhadap pencegahan penularan TB paru
sebanyak 3 orang (8,88%).Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nugroho (2010) yang mengungkapkan bahwa sebagian
besar responden (96%) memiliki sikap yang baik tentang pencegahan
penularan TB paru.
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan respon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan
faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Faktor yang memegang
peranan penting dalam menentukan sikap seseorang adalah
pengetahuan. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2010) 11, fungsi
sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas. Sikap adalah
kecenderungan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu.
Sebanyak 91,18% responden memiliki sikap yang baik terhadap
pencegahan penularan TB paru. Hal ini disebabkan karena faktor umur
responden, dimana hasil penelitian didapatkan paling banyak responden
dengan umur 41-50 tahun, dimana pada usia tersebut seseorang telah
mencapai kematangan dalam berpikir dan bertindak.
Pada penelitian ini hubungan antara sikap terhadap pencegahan
penularan TB Paru dengan perilaku pencegahan penularan TB paru tidak
memenuhi syarat untuk dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square
karena terdapat lebih dari 20% sel dengan nilai expected < 5, sehingga
dilakukan analisis dengan uji Fisher. Setelah dilakukan uji Fisher
didapatkan nilai signifikansi 0,031. Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan
16
bahwa terdapat hubungan bermakna secara statistik antara sikap
terhadap pencegahan penularan TB Paru dengan perilaku pencegahan
penularan TB paru.
Hasil penelitian ini sejalan pula dengan teori sikap yang dikemukakan
oleh Notoatmodjo (2008)12 yang menyatakan sikap merupakan reaksi
interval seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, agama serta
faktor emosi dalam diri individu yang memegang peranan penting untuk
terbentuknya sikap.
Teori lain yang mendukung penelitian diatas adalah teori sikap oleh
Comb (1978) dikutip dari Notoatmodjo (2008)12. menyatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka.
Hasil penelitian ini sesuai pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zalmi (2008)17 didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara sikap responden dengan kejadian Tuberkulosis paru dimana nilai
p<0,05 dan Odds Ratio sebesar 0,129 artinya pada responden dengan
perilaku sikap kurang baik beresiko terkena Tuberkulosis paru sebesar
0,129 kali bila dibandingkan dengan responden dengan perilaku sikap
baik.
Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Maitum, J (2010) 9
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan,
perilaku dan sikap keluarga dengan pencegahan penularan penyakit
tuberkulosis paru di ruangan penyakit dalam RSU Dr. Sam Ratulangi
Tondano.
17
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Saran
Meningkatkan kerja sama pengambil keputusan lintas sektoral antara
pemerintah daerah Kecamatan Sui Raya dangan Dinas Kesehatan
Kabupaten Kubu Raya dan masyarakat dalam upaya pemberantasan
penyakit TB di wilayah kerja Puskesmas Sui Durian. Menginisiasi
terbentuknya perkumpulan mantan penderita TB dalam upaya
peningkatan penemuan kasus TB berbasis pemberdayaan masyrakat.
Meningkatkan program edukasi mengenai pencegahan penyakit TB
kepada masyarakat terutama mantan penderita TB. Mengembangkan
desain penelitian yang lebih komprehensip misalnya penelitian dengan
18
pendekatan kualitatif untuk menilai efektifitas program penanggualangan
TB paru di Kabupaten Kubu Raya.
Daftar Pustaka
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya. Profil Kesehatan Kubu
Raya tahun 2013. Dinkes Kabupaten Kubu Raya, Kubu Raya. 2014
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Kader
Program Penanggulangan TB, Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkunga., Jakarta. Depkes, 2009
3. Dewi, Agustina. Hubungan Tingkat Kepositifan BTA dalam Sputum
Dengan Gejala Klinis TB Paru BTA (+) Di RSUD Raden Mattaher.
Universitas Jambi. Jambi. 2013
4. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Profil Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012. Dinkes Provinsi Kalimantan
Barat. Pontianak. 2012
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, Profil Kesehatan Kubu
Raya tahun 2012, Dinkes Kabupaten Kubu Raya, Kubu Raya, 2012
6. Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya. Profil Kesehatan Kubu
Raya tahun 2013. Dinkes Kabupaten Kubu Raya. Kubu Raya. 2013
7. Fitriangga, Agus, Nasib. Muhammad et al. Pemberdayaan Mantan
Pasien TB dalam peningkatan Penemuan Suspek TB di Kabupaten
Kubu Raya, Kaliamnatan Barat. Jurnal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Edisi 4 Desember 2014. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta. 2014
19
10.Nugroho, Ferry Andreas & Erwin Puji Astuti. Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan
Tuberkulosis Paru Pada Keluarga. Jurnal STIKES RS. Baptis.
Volume 3 Edisi 1. Juli 2010, 2010
20
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
1
Administrasi Kebijakan Kesehatan, Prodi Kesmas FK Universitas Lambung Mangkurat
2
Gizi dan Kesehatan Reproduksi, Prodi Kesmas FK Universitas Lambung Mangkurat
3
Bagian Promosi Kesehatan, Prodi Kesmas FK Universitas Lambung Mangkurat
4
Bagian Epidemiologi, Prodi Kesmas FK Universitas Lambung Mangkurat
5
Mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat FK Universitas Lambung Mangkurat
(fauzierahmankmpk2010@gmail.com)
ABSTRAK
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis. Pada tahun 2012 kasus penderita tuberkulosis baru di Kalimantan Selatan dilaporkan 96 per 100.000
penduduk. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan upaya
pencegahan penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bawahan Selan tahun 2015. Metode penelitian ini
adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study. Populasi penelitian sebanyak 24.410 orang, teknik
pengambilan sampel menggunakan metode cluster random sampling, kemudian jumlah sampel ditentukan
menggunakan rumus slovin dan didapat sampel sebanyak 100 orang. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menggunakan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan (p=0,000) dan sikap
(p=0,000), dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan upaya pencegahan tuberkulosis.
Kata kunci: Pengetahuan, sikap, pencegahan, tuberkulosis
ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis disease is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis.
The World Health Organization (WHO) states that 1/3 of the world’s population has been infected by tuberculosis
germs. In 2012, it was reported that new cases of tuberculosis in South Kalimantan amounted to 96 cases per
100,000 population. The purpose of this study is to determine the relationship between the level of knowledge
and attitudes towards tuberculosis prevention efforts in the Bawahan Selan Community Health Center work area
in 2015. The research method was quantitative with a cross-sectional approach. The population sizewas 24.410
people, which was sampled using the cluster random sampling method. The sample size was determined using the
slovin formula, which resulted in a sample size of 100 people. A questionnaire was used as the research instrument.
The results from a chi square test showed that there is a relationship between knowledge (p=0,000) and attitude
(p=0,000). It can be concluded that there is a relationship between knowledge, attitude, andtuberculosis prevention
efforts.
Keywords : Knowledge, attitude, prevention, tuberculosis
183
Fauzie Rahman : Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Tuberkulosis
PENDAHULUAN tinggi, untuk sikap yang kurang 3,1 kali lebih be-
World Health Organization (WHO) menya- sar berpeluang tertular dari orang yang memiliki
takan bahwa 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi sikap yang baik.5
kuman tuberkulosis. Setiap tahunnya di seluruh Media dalam penelitian terdahulu didapat-
dunia didapatkan sekitar 4 juta penderita baru tu- kan pengetahuan masyarakat mengenai gejala
berkulosis paru. Sekitar 3 juta meninggal setiap ta- penyakit tuberkulosis relatif cukup baik akan teta-
hunnya. Saat ini, di negara maju diperkirakan seti- pi sikap masyarakat masih kurang peduli terha-
ap tahun terdapat 10-20 kasus baru setiap 100.000 dap akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
penduduk dengan kematian 1-5 per 100.000 pen- tuberkulosis sehingga membuat perilaku dan ke-
duduk, sedangkan di negara berkembang angka- sadaran masyarakat untuk memeriksakan dahak
nya masih tinggi.1 sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit
Data Profil Kesehatan Indonesia, prevalensi tuberkulosis masih kurang dengan alasan mereka
tuberkulosis paru berdasarkan diagnosis sebesar malu dan takut di vonis menderita tuberkulosis.6
0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata- Wahyuni dalam penelitian terdahulu mengung-
rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 kapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
orang yang didiagnosis kasus tuberkulosis oleh antara pengetahuan, sikap, dan tingkat pendidikan
tenaga kesehatan.2 Menurut data profil kesehatan dengan pencegahan penularan penyakit tuberkulo-
Kalimantan Selatan tahun 2012, selama tahun sis di masyarakat.7 Berdasarkan masalah dari latar
2011 ditemukan 3.328 penderita tuberkulosis BTA belakang yang telah diuraikan, dan melihat pen-
Positif. Hal ini berarti hampir 60% penderita tu- tingnya upaya pencegahan penularan penyakit tu-
berkulosis BTA positif di Kalimantan Selatan ma- berkulosis oleh masyarakat di wilayah kerja Pus-
sih belum ditemukan. Kondisi masih rendahnya kesmas Bawahan Selan maka diperlukan peneli-
cakupan penemuan tuberkulosis tersebut membe- tian untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan
rikan dampak pada peningkatan penyebaran pe- sikap masyarakat dengan upaya pencegahan pe-
nyakit tuberkulosis. Salah satu penyebab rendah- nyakit tuberkulosis di Kabupaten Banjar”.
nya cakupan penemuan penderita tuberkulosis
tersebut adalah masih rendahnya kesadaran pen- BAHAN DAN METODE
derita dalam menjalani proses pengobatan dan Rancangan penelitian ini bersifat analitik,
penyembuhan. Tuberkulosis juga tidak terlepas dengan pendekatan cross sectional study. Popu-
dari faktor sosial budaya, terutama berkaitan de- lasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk
ngan pengetahuan, dan sikap masyarakat setem- yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bawahan
pat.3 Puskesmas Bawahan Selan merupakan pe- Selan tahun 2015 sebanyak 24.410 orang. Sampel
ringkat pertama di Kabupaten Banjar dengan data penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik
penemuan kasus baru tuberkulosis BTA positif cluster random sampling dengan besar sampel
pada tahun 2014, dengan persentase sebesar 96,1% minimal sebanyak 100 sampel dan akan diambil
dengan jumlah 49 kasus. Insiden relatif kasus baru pada Rumah Tangga (RT) dengan menghitung ber-
BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Bawahan dasarkan proporsi jumlah tiap RT dengan seluruh
Selan terjadi peningkatan yang sangat signifikan populasi desa terpilih dikali jumlah sampel. Ins-
pada 3 tahun terakhir.4 trumen dalam penelitian ini adalah kuisioner atau
Faktor pengetahuan, sikap dan perilaku angket yang telah diuji validitas dan realibili-
mempunyai pengaruh besar terhadap status kese- tasnya. Uji validitas dan realibilitas dilakukan di
hatan individu maupun masyarakat dan berperan wilayah kerja Puskesmas Karang Intan sebanyak
penting dalam menentukan keberhasilan suatu 30 responden. Alasan dipilih 30 responden karena
program penanggulangan penyakit dan pencega- berdasarkan kaidah penelitian jumlah 30 respon-
han penularannya termasuk penyakit tuberkulo- den adalah batas jumlah antara sedikit dan banyak
sis. Menurut hasil penelitian Simak bahwa ma- yang akan mendekati fenomena ciri atau sifat ala-
syarakat yang memiliki pengetahuan yang rendah mi yang sebenarnya.8
mempunyai risiko tertular tuberkulosis sebesar 2,5 Pada penelitian ini untuk mendeskripsikan
kali lebih banyak dari orang yang berpengetahuan pola kecenderungan hubungan variabel bebas dan
184
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
variabel terikat maka dibuat tabel silang. Analisis punyai tingkat pengetahuan cukup yaitu seba-
bivariat untuk mengetahui ada hubungan antara nyak 30% responden dan yang mempunyai tingkat
variabel bebas (pengetahuan dan sikap) dengan pengetahuan baik yaitu sebanyak 20% responden.
variabel terikat (upaya pencegahan penyakit). Berdasarkan variabel sikap, maka responden lebih
Tahap awal pengujian statistik dilakukan dengan banyak mempunyai sikap negatif, yaitu sebanyak
uji chi square dengan uji statistik dengan tingkat 65% responden, jika dibandingkan dengan respon-
kemaknaan α=0,1. Penyajian data menggunakan den yang mempunyai sikap positif sebanyak 35%.
tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang. Berdasarkan variabel upaya pencegahan, maka res-
ponden lebih banyak memiliki upaya pencegahan
HASIL tuberkulosis yang kurang yaitu sebanyak 45%
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa ber- responden jika dibandingkan dengan responden
dasarkan karakteristik responden penelitian ini yang mempunyai upaya pencegahan tuberkulosis
sebagian besar berjenis kelamin perempuan se- yang cukup yaitu sebanyak 34% dan responden
banyak 65 responden (65%) sedangkan sebanyak yang mempunyai upaya pencegahan tuberkulosis
35 responden (35%) adalah laki-laki. Ditinjau dari yang baik sebanyak 21%.
karakteristik usia, diketahui bahwa sebanyak 55 Berdasarkan data yang ditunjukkan pada
Tabel 2, diketahui bahwa 20 responden yang
Tabel 1. Karakterisk Responden memiliki pengetahuan baik, 15 responden (75%)
Variabel n=100 % diantaranya memiliki upaya pencegahan tuberku-
Jenis Kelamin losis yang baik, dari 30 responden yang memiliki
Laki-Laki 35 45 pengetahuan cukup, 27 responden (55,9%) dian-
Perempuan 65 55 taranya memiliki upaya pencegahan tuberkulosis
Usia yang cukup dan dari 50 responden yang memiliki
Produktif 55 55 pengetahuan kurang, 41 responden (82%) memi-
Tidak Produktif 45 45 liki upaya pencegahan tuberkulosis yang kurang.
Status Pekerjaan Selain itu, hasil data bivariat yang diperoleh dari
Bekerja 35 35 penelitian menunjukan bahwa dari 20 responden
Tidak Bekerja 65 65
yang memiliki pengetahuan baik masih terdapat
Pengetahuan
Baik 20 20 2 responden (10%) diantaranya memiliki upaya
Cukup 30 30 pencegahan tuberkulosis yang kurang, dari 30 res-
Kurang 50 50 ponden yang memiliki pengetahuan cukup masih
Sikap terdapat 6,7% responden diantaranya memiliki
Positif 35 35 upaya pencegahan tuberkulosis yang kurang dan
Negatif 65 65 dari 50 responden yang memiliki pengetahuan ku-
Upaya Pencegahan Tuberkulosis rang terdapat 5 responden (10%) memiliki upaya
Baik 21 21 pencegahan tuberkulosis yang baik.
Cukup 34 34 Tabel 2 menunjukan bahwa dari 35 respon-
Kurang 45 45
den yang memiliki sikap positif, 19 responden
Sumber : Data primer, 2015
(54,3%) diantarnya memiliki upaya pencegahan
responden (55%) dengan usia produktif, sedang- tuberkulosis yang baik dan dari 65 responden yang
kan 45 responden (45%) dengan usia tidak pro- memiliki sikap negatif, 44 responden (67,7%) di-
duktif, serta untuk karakteristik status pekerjaan antaranya memiliki upaya pencegahan tuberkulo-
diketahui bahwa sebanyak 65 responden (65%) sis yang kurang. Selain itu, hasil data yang didapat
dengan status tidak memiliki pekerjaan, sedang- dari responden juga menunjukan bahwa dari 35
kan sebanyak 35 responden (35%) dengan status responden yang memiliki sikap positif masih ter-
memiliki pekerjaan. Variabel tingkat pengetahuan, dapat 1 responden (2,9%) yang memiliki upaya
responden lebih banyak mempunyai tingkat pe- pencegahan tuberkulosis yang kurang dan dari
ngetahuan kurang yaitu sebanyak 50% responden 65 responden yang memiliki sikap negatif masih
jika dibandingkan dengan responden yang mem- terdapat 2 responden (3,1%) yang memiliki upaya
185
Fauzie Rahman : Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Tuberkulosis
Tabel 2. Hasil Uji Statistik antara Pengetahuan dan Sikap dengan Upaya Pencegahan
Tuberkulosis
Upaya Pencegahan Tuberculosis
Total
Variabel Baik Cukup Kurang p
n % n % n % n %
Pengetahuan
Baik 15 75 3 15 2 10 20 100 0,000
Cukup 1 3,3 27 90 2 6,7 30 100
Kurang 5 10 4 78 41 82 50 100
Sikap
Positif 19 54,2 15 42,9 1 2,9 52 100 0,000
Negatif 2 3,1 19 29,2 44 67,7 48 100
Sumber: Data Primer, 2015
pencegahan tuberkulosis yang baik. Hasil peneli- berkala harus dilaksanakan sebagai langkah
tian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang pencegahan. Pengetahuan dan pemahaman
signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan
upaya pencegahan tuberkulosis pada masyarakat pencegahan penularannya memegang peranan
(p <0,1). penting dalam keberhasilan upaya pencegahan
penularan penyakit tuberkulosis. Sebagian
PEMBAHASAN responden menyatakan bahwa tidak perlu adanya
Hasil penelitian yang dilakukan menunjuk- pencegahan lebih dini dari keluarga terkait penyakit
kan bahwa sebagian responden memiliki penge- dikarenakan pelayanan kesehatan jauh dari tempat
tahuan yang kurang, yaitu sebesar 50 responden tinggal, sehingga responden akan melakukan
(50%). Hal ini disebabkan kurangnya informasi kontrol apabila ingin atau saat keluarga mengalami
yang didapatkan oleh responden dari media massa keluhan. Masyarakat cenderung mengabaikan
seperti buku, televisi ataupun radio dan juga dari adanya kemungkinan timbulnya penyakit yang
puskesmas terdekat yang memberikan penyuluhan lebih serius dan menggangap tidak ada keluhan,
tentang penyakit tuberkulosis. Tenaga keseha- penyakit akan sembuh dengan sendirinya. Namun,
tan harus bekerjasama dengan masyarakat dalam apabila ada keluhan, maka masyarakat baru
rangka meningkatkan upaya edukatif pada ma- akan memikirkan untuk melakukan pengobatan.6
syarakat yang masih memiliki pemahaman bahwa Masyarakat mengabaikan adanya kemungkinan
tuberkulosis paru merupakan penyakit kutukan. timbulnya penyakit yang lebih serius. Sikap negatif
Faktor lain yang menyebabkan kurangnya penge- yang ditunjukkan responden tersebut menyebabkan
tahuan masyarakat mengenai penyakit tuberku- seorang tidak melakukan pencegahan tuberkulosis,
losis Paru karena tingkat pendidikan responden disebabkan oleh tidak mau menerima kenyataaan,
yang dominan SMA.9 Masyarakat banyak yang bahwa dirinya menderita sesuatu penyakit serta
tidak mengetahui bahwa sumber penularan penya- pemikiran, bahwa penyakit tersebut tidak
kit tuberkulosis Paru adalah pasien Tuberkulosis mungkin dapat disembuhkan menyebabkan sikap
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien apatis dari seseorang untuk tidak melakukan
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk per- pencegahan terhadap penyakit tuberkulosis. Dari
cikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat hal tersebut sikap sangat berhubungan dengan
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Pada upaya pencegahan terhadap penyakit tuberkulosis.9
umumnya penularan terjadi dalam ruangan dengan Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
percikan dahak berada dalam waktu yang lama.10 sebagian besar responden penelitian yang
Sikap positif yang ditemukan pada memiliki upaya pencegahan tuberkulosis yang
sebanyak 35 responden (35%) seperti perlu kurang, yaitu sebanyak 45 responden (45%).
adanya pemahaman yang baik tentang penyakit Sebagian responden (13,63%) mengabaikan salah
tuberkulosis, baik dari penyebab, penularan satu upaya pencegahan yang penting misalnya saja
ataupun gejala ataupun pemeriksaan secara tidak membuka jendela di pagi hari agar terjadi
186
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
pertukaran udara di dalam rumah sehingga udara di Pringsurat Kabupaten Temanggung (p=0,042).
rumah segar. Tindakan yang tidak dilakukan oleh Dari pertanyaan yang diajukan menunjukkan ba-
responden tersebut merupakan salah satu upaya nyak responden yang belum mengetahui tuberku-
pencegahan yang dilakukan untuk menurunkan losis menular lewat percikan dahak (89%), mero-
angka kejadian penyakit tuberkulosis. Upaya kok dapat memperbesar kemungkinan tuberkulo-
pencegahan tersebut terdiri dari menyediakan sis (69,2%), dan tidur terpisah dengan penderita
nutrisi yang baik, pola hidup yang bersih, sanitasi tuberkulosis merupakan pencegahan penularan
yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat tuberkulosis (72%).14
dan udara yang segar merupakan tindakan yang Pengetahuan atau kognitif merupakan do-
efektif dalam pencegahan tuberkulosis.11 main yang sangat penting dalam membentuk tin-
Hal ini disebabkan walaupun pengetahuan dakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan
masyarakat tentang upaya pencegahan tuberku- yang baik apabila tidak ditunjang dengan sikap
losis sudah baik, tetapi konsistensi dengan upaya yang positif yang diperlihatkan akan memengaruhi
pencegahan tuberkulosis masih ada yang kurang. seseorang untuk berperilaku, seperti yang diung-
Misalnya, masih ada masyarakat yang tidak me- kapkan Notoatmodjo yang menyatakan bahwa do-
nutup mulut saat bersin atau batuk, walaupun me- main dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan
reka sebenarnya mengetahui bahwa menutup mu- tindakan.
lut saat bersin atau batuk merupakan salah satu Hal ini disebabkan walaupun sikap ma-
upaya pencegahan tuberkulosis.12 Namun, ma- syarakat tentang upaya pencegahan tuberkulosis
syarakat yang memiliki pengetahuan kurang, teta- bersifat positif, tetapi sikap seseorang menunjuk-
pi memiliki upaya pencegahan tuberkulosis dise- kan sikap atau perilaku tertentu karena dengan
babkan adanya keinginan atau rasa takut tertular dengan bersikap itu dia memperoleh sesuatu yang
penyakit tuberkulosis. menyenangkan. Namun, sikap juga dapat terben-
Penelitian ini sejalan dengan penelitian tuk hanya karena meniru orang lain, misalnya
Wahyuni yang menyimpulkan bahwa terdapat saja seseorang hanya bersikap positif dalam hal
hubungan yang bermakna antara pengetahuan mencegah tuberkulosis karena meniru orang tu-
dengan perilaku pencegahan penularan penyakit anya.13 Masyarakat yang memiliki sikap kurang,
tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bendo- tetapi memiliki upaya pencegahan tuberkulosis
sari (p=0,000). Semakin baik tingkat pengetahuan baik disebabkan adanya keinginan atau rasa ta-
maka semakin tinggi juga tindakan pencegahan kut tertular penyakit tuberkulosis namun memi-
penularan penyakit tuberkulosis yang dilakukan.7 liki pengetahuan yang kurang sehingga mereka
Media melakukan penelitian yang berjudul “Pen- tidak mengetahui bahwa yang dilakukan dapat
getahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat tentang menyebabkan penularan tuberkulosis. Penderita
Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan Sungai tuberkulosis paru harus menjaga kontak terhadap
Tarab, Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera keluargannya yang sehat yaitu mengurangi kontak
Barat”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan keluarga lainnya untuk sementara selama
pengetahuan sebagian masyarakat mengenai geja- pengobatan terutama kelompok yang rentan terha-
la penyakit tuberkulosis relatif cukup baik, sikap dap penularan yaitu bayi dan lansia 15.
masyarakat masih kurang peduli terhadap akibat Faktor lain yang menyebabkan sikap nega-
yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tuberkulo- tif terhadap pencegahan tuberkulosis, adalah ja-
sis, perilaku dan kesadaran sebagian masyarakat rang sekali pelaksanaan kontrol rutin 6 bulan
untuk memeriksakan dahak dan menggunakan sekali, menggunakan masker debu, pemeriksaan
fasilitas pelayanan kesehatan masih kurang, kare- dahak, serta adanya pengaruh faktor emosional
na mereka malu dan takut divonis menderita tu- dari penderita. Sebagian responden berusia muda
berkulosis.5, 13 mempunyai emosi yang terkadang-kadang (malas)
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Su- untuk pergi berobat atau mengontrol keseha-
hardi, yang menunjukkan ada hubungan antara tan, memakai masker debu, pemeriksaan dahak,
pengetahuan responden tentang tuberkulosis de- dan malas untuk berobat dengan alasan jauh dari
ngan kejadian tuberkulosis di wilayah Puskesmas tempat tinggal mereka. Sehingga mereka akan
187
Fauzie Rahman : Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Tuberkulosis
melakukan kontrol apabila ingin atau saat keluarga sikap (p=0,000) tentang upaya pencegahan Tu-
mereka mengalami keluhan saja. Mereka menga- berkulosis pada masyarakat, khususnya pada ma-
baikan adanya kemungkinan timbulnya penyakit syarakat di wilayah kerja Puskesmas Bawahan Se-
yang lebih serius, dan mereka menggangap tidak lan, sehingga diperlukan adanya upaya intervensi
ada keluhan penyakit sembuh jika ada keluhan untuk peningkatan pengetahuan pada masyarakat.
mereka berobat.6 Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan
Hasil penelitian menunjukkan adanya hasil penelitian ini adalah perlu adanya pemberian
hubungan yang signifikan antara sikap dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang
upaya pencegahan tuberkulosis. Penelitian ini se- dilakukan oleh tenaga kesehatan bekerjasama de-
jalan dengan penelitian Djannah sikap responden ngan kader kesehatan di desa tentang upaya pence-
tentang perilaku pencegahan penularan penyakit gahan tuberkolusis di masyarakat, agar terjadi
tuberkulosis di Sleman Yogyakarta didapatkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam
sebagian besar memiliki sikap yang baik. Sikap pencegahan penyakit tuberkulosis sehingga dapat
positif dalam penelitian ini terdiri dari responden menekan dan mencegah penularan penyakit. Perlu
mendukung dengan upaya pencegahan penyakit adanya penelitian lebih lanjut yang dilakukan de-
tuberkulosis, cara penularan, dan faktor risiko ngan variabel penelitian seperti tingkat pendi-
yang menyebabkan penyakit tuberkulosis terjadi. dikan, jenis pekerjaan dan kondisi fisik rumah
Sikap negatif dalam penelitian ini terdiri dari be- serta peran dari petugas kesehatan dan dukungan
berapa responden kurang mendukung dengan be- keluarga terdekat.
berapa upaya pencegahan dan faktor risiko yang
dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis. Hal ini UCAPAN TERIMA KASIH
disebabkan responden kurang informasi tentang Peneliti mengucapkan terima kasih kepa-
penyakit tuberkulosis, memiliki pengalaman yang da Rektor Universitas Lambung Mangkurat dan
kurang tentang upaya pencegahannya dan dapat Dekan Fakultas Kedokteran yang telah memberi-
juga disebabkan oleh pengaruh orang lain atau ke- kan bantuan dana dalam pelaksanaan kegiatan pe-
budayaan dalam pengambilan sikap dari respon- nelitian melalui Skim Hibah Penelitian Kompeti-
den.16 tif FK UNLAM. Selain itu, ucapan terima kasih
Penelitian yang dilakukan oleh Suhardi se- kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dan
jalan dengan hasil penelitian ini, yaitu terdapat Kepala Puskesmas Bawahan Selan yang memberi-
hubungan antara sikap dengan perilaku pencega- kan izin dan memfasilitasi kegiatan penelitian ser-
han penyakit tuberkulosis paru di wilayah Pus- ta Responden Penelitian yang telah memberikan
kesmas Pringsurat Kabupaten Temanggung, den- informasi tentang variabel yang diteliti.
gan nilai p=0,032.14 Penelitian lain yang men-
dukung hasil penelitian ini adalah hasil penelitian DAFTAR PUSTAKA
dari Wahyuni yang menyebutkan bahwa terdapat 1. Wibisono, Yusuf. Buku Ajar Ilmu Penyakit
hubungan antara sikap dengan perilaku pence- Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit
gahan penularan tuberkulosis paru dengan nilai Paru Fakultas Kedokteran UNAIR; 2010.
p=0,000. Dari pernyataan yang diajukan menun- 2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan
jukkan banyak responden yang setuju dengan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
pernyataan saya akan memeriksakan diri ke pus- Kesehatan RI; 2014.
kesmas saat mengalami gejala batuk berdahak dan 3. Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan. Profil
bercampur darah (55,9%), saya akan berhenti me- Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Ban-
rokok apabila merasakan efeknya (52,9%), dan ti- jarmasin: Dinas Kesehatan; 2012.
dur terpisah dengan anggota keluarga yang terkena 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. Data
tuberkulosis (76,5%). Rekapitulasi Hasil Kegiatan Program P2 TB
Tahun 2014.
KESIMPULAN DAN SARAN 5. Simak, Valen Fridolin, dkk. Hubungan antara
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Hi-
hubungan antara pengetahuan (p=0,000) dan dup Sehat Pasien TB Paru di Poliklinik Paru
188
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
189
Lampiran 4
a. DATA PRIBADI
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Email : furqonromadhon77@gmail.com
b. RIWAYAT PENDIDIKAN
TK : TK PG WRINGIN ANOM