Anda di halaman 1dari 25

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KISTA DERMOID SUBLINGUAL

Rama Mandela, Lisa Apri Yanti

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya

KSM Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang

Abstrak
Kista dermoid merupakan kista dengan sifat jinak yang berkembang lambat, yang
terbentuk akibat sel pluripoten yang terjebak atau akibat implantasi dari sel epitel dalam
jaringan profunda. Keadaan ini dapat ditemukan pada bagian tubuh manapun. Pada regio
kepala dan leher, keadaan ini relatif jarang terjadi sekitar 7% dari keseluruhan kasus dan
1,6% diantaranya terbentuk di dasar mulut. Keadaan ini merupakan salah satu lesi yang
jarang dijumpai yang baru ditemukan pada dekade ke dua dan ke tiga kehidupan, serta
lebih banyak terjadi pada perempuan. Keadaan ini dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti gangguan menelan, berbicara, pernafasan, serta tampilan “double chin”.
Keadaan ini tidak berbahaya namun diperlukan tindakan operasi dalam
penatalaksanaannya. Pada kasus ini, penulis mengangkat kasus dari seorang pasien
perempuan, berusia 40 tahun dengan kista dermoid sublingual. Riwayat penyakit pada
pasien ini dirasakan sudah sejak ±7 tahun terakhir. Kemudian pasien dirawat inap dengan
rencana tindakan operasi pengangkatan massa melalui eksisi sublingual.
Kata kunci : Kista Dermoid, Kista Sublingual, Tatalaksana Kista Dermoid Sublingual

Abstract
Dermoid cyst is a benign cyst that develop slowly, which is considered caused by
either entrapment of pluripotent cell or epithelial cell implantation in deep tissue. This
condition relatively considered rare to occur in head and neck region, about 7% of all
case and 1,6% within occurs in the floor of mouth. This condition arises as one of the
rare lesion which is only discovered from the second or third decade of civilization, and
It mostly occurs to women. The result of this condition includes hindrance in swallowing,
speaking, breathing and clinical appearance of double chin. This condition is harmless,
but it needs to be treated by a surgical procedure. In this case reported from a 40 year
old woman with sublingual dermoid cyst. This history of illness on this patient is reported
to be experienced since ±7 years. Then the patient was hospitalized and planned to
undergo surgical sublingual excision of the mass as the chosen treatment.
Key Words : Dermoid Cysty, Sublingual Cyst, Sublingual Dermoid Cyst Treatment

1
PENDAHULUAN
Pembesaran jaringan lunak pada dasar mulut dan area submandibula dapat
diakibatkan oleh berbagai proses patologis yang dapat secara luas diklasifikasikan
sebagai inflamasi, anomali perkembangan, serta kista dan neoplasma. Kista
dermoid, epidermoid dan teratoma merupakan lesi yang tertutup secara histologis
dan jarang dijumpai, yang menjadi suatu konsep dari kista dermoid. Meskipun
demikian, mereka dapat ditemukan di bagian tubuh manapun. Mereka lebih
mungkin terletak pada regio dimana elemen embrionik berfusi bersama menjadi
regio ovarium dan sakrum. Namun, sekitar 7% kista dermoid terbentuk di regio
kepala dan leher, dan dari jumlah tersebut 1,6% diantaranya terletak dalam kavum
oral.1-4
Kista dermoid merupakan kista dengan sifat jinak yang berkembang.
Kista ini berasal dari sel pluripoten yang terjebak (berdasarkan teori akibat
kongenital), atau akibat implantasi dari sel epitel dalam jaringan profunda
(berdasarkan teori akibat didapat). Kista dermoid dilapisi oleh epitelium yang
menunjukkan keratinisasi dan terisi oleh material yang serupa dengan sebeum
keratin dengan adanya komponen adneksa kulit seperti kelenjar dan rambut. Dasar
mulut merupakan lokasi tersering kedua ditemukannya kista dermoid pada regio
kepala dan leher setelah bagian lateral alis, dan paling banyak terletak sejajar
midline. Secara klinis, kebanyakan kista dermoid berupa massa yang membesar
dengan perlahan dan progresif. Tergantung dengan ukuran massa, kista dermoid
dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan menelan, berbicara, dan
pernafasan dan terkadang “double chin”.4-6
Secara umum, kista dermoid biasanya timbul pada dekade ke-2 atau ke-3
kehidupan, biasanya pada usia 15-33 tahun. Tidak ada predileksi khusus dari kista
dermoid yang terkait dengan jenis kelamin. Kista dermoid diklasifikasikan
berdasarkan lokasinya yaitu submental, sublingual, dan submandibula. Modalitas
tatalaksana utama berupa operasi baik melalui pendekatan intraoral atau
ekstraoral, bergantung pada jenis dan lokasi massa.4,6
Dalam serial kasus ini akan dibahas mengenai anatomi dasar mulut,
kekerapan, etiologi dan patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan, serta prognosis dari kista dermoid.

2
ANATOMI
Dasar mulut merupakan daerah dengan bentuk semilunaris yang dilapisi
mukosa mulai dari pilar tonsil anterior di bagian posterior hingga ke frenulum
lidah di bagian anterior, serta dari permukaan bagian dalam mandibula ke arah
permukaan ventral lidah. Dasar mulut terutama dibentuk oleh sepasang muskulus
milohioid. Kedua otot ini berorigo pada mandibula dan berinsersi ke dalam raphe
medianus yang meluas ke posterior ke permukaan anterior tulang hioid. Muskulus
milohioid terdiri dari dua subunit berbeda yang menjadi satu, lalu membentuk
keseluruhan muskulus tersebut. Muskulus milohioid pada tiap sisi dari permukaan
bagian dalam mandibula bertemu secara medial pada tendon median yang disebut
raphe milohioid. Serat tengah dan anterior mylohoid membentuk raphe mylohoid
yang membentang dari simfisis mental hingga corpus tulang hioid. Serat posterior
dari muskulus milohioid melewati bagian medial dan menuju kebawah masuk
kedalam corpus tulang hioid. Muskulus milohioid memisahkan bagian
submandibula dan sublingual. Diafragma oral merupakan dasar muskular dari
kavitas oral yang menghubungkan antara dua rami mandibula dan terbentuk dari
muskulus mylohoid. Venter anterior sepasang muskulus digastrikus juga ikut
membentuk dasar mulut inferior (Gambar 1). Dasar mulut bagian lateral terbentuk
dari muskulus geniohioid yang berorigo pada spina mentalis dan berinsersi ke
tulang hioid.7-11

Gambar 1. Anatomi dasar mulut dan spatium submandibula8

3
Dasar mulut mendapatkan suplai darah terutama dari arteri lingualis,
sedangkan inervasinya berasal dari serabut aferen nervus lingualis sebagai saraf
sensoriknya serta cabang mandibularis nervus trigeminus dan nervus fasialis
sebagai saraf motoriknya (Gambar 2). Sebagian besar kelenjar submandibularis
terletak di bawah muskulus milohioid, dan sebagian kecilnya terletak di aspek
posterior muskulus milohioid. Kelenjar submandibularis ini sejajar dengan nervus
lingualis dan nervus hipoglossus serta memiliki duktus yang bermuara di dekat
frenulum yang disebut sebagai duktus Wharton. Kelenjar sublingualis terletak di
sebelah atas dari kelenjar submandibularis, hampir sejajar dengan nervus lingualis
serta memiliki beberapa (5–15) muara kecil duktus yang disebut sebagai duktus
Rivinus (Gambar 4).7,8 Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar liur utama yang
berukuran paling kecil dan satu-satunya yang tidak berkapsul. Kelenjar
sublingualis menghasilkan total 10% air liur pada rongga mulut.12

Gambar 2. Anatomi hubungan dasar mulut dengan lidah12

Muskulus milohioid mendapatkan suplai darah terutama dari arteri


milohoid, suatu cabang dari arteri alveolar inferior dan merupakan cabang dari
bagian utama arteri maksilaris. Arteri maksilaris berjalan dari origonya kedalam
leher mandibula, terbentang diantara ramus mandibula dan ligamentum
sfenomandibular meuju ke arah muskulus pterigoid lateral dan akhirnya menuju
ke fossa pterigopalatina. Arteri ini memiliki tiga divisi yang meliputi segmen
pterigoid, pterigopalatina, dan mandibula. Bagian mandibula (bony portion)

4
memiliki lima cabang utama yaitu arteri meningea media, arteri meningea
aksesorius, arteri aurikular profunda, arteri timpani anterior, dan arteri alveolar
inferior. Arteri alveolar inferior lalu bercabang menjadi cabang milohioid persis
sebelum memasuki foramen mandibula. Cabang milihioid terbentang dalam galur
milohioid yang kemudian menjadi sumber vaskular primer untuk muskulus
milohioid.11,13

Gambar 3. Arteri internal wajah; maksilaris internal, temporal superfisial. 13

Arteri lingualis merupakan arteri utama yang memperdarahi linguae dan


struktur dasar mulut. Arteri lingualis merupakan cabang kolateral arteri karotis
eksterna tepat diatas ujung kornu majus ossis hyodei. Berjalan melewati trigonum
submandibularis dan berjalan ke anterior antara muskulus genioglossus yang lebih
dalam dan hioglossus yang lebih superifisial. Arteri ini terletak berliku dan terbagi
dalam tiga cabang; 1) Rami dorsalis linguae berjalan ke luar mensuplai sepertiga
belakang lingua, 2) Arteri sublingualis berjalan ke dalam untuk mensuplai
glandula sublingualis dan dasar mulut, serta 3) Bagian terminal dari arteri
lingualis yang melingkar ke atas untuk mensuplai 2/3 lingua.12
Selain arteri lingualis, terdapat vena profunda lingual yang berjalan dari
apeks lingual lateral muskulus hipoglossus menuju ke osipital lalu keluar di antara
muskulus hioglossus dan muskulus milohioideus menjadi vena lingualis. Vena
yang lain kembali mengikuti arteri. Duktus submandibularis setelah melingkari

5
tepi osipital muskulus milohioideus kemudian berjalan ke frontal medial kranial
muskulus milohioideus. Awalnya terdapat nervus lingualis medial yang kemudian
menyilang di kaudal dan berakhir di kurunkula sublingualis, terletak tepat pada
median kaudal apeks lingual.12

Gambar 4. Suplai pendarahan dan persafaran pada dasar mulut8

Nervus yang masuk kedalam kavum oris ialah arkus nervus hipoglosus,
nervus lingualis, nervus glosofaringeus dan nervus palatini. Arkus nervus
hipoglosus, terletak di antara muskulus hipoglossi dan muskulus milohiodeus.
Nervus tersebut memberi cabang-cabang motorik ke muskulus hipoglossus,
muskulus hipoglosus, muskulus geniohioideus, muskulus genioglossus, muskulus
stiloglosus dan otot-otot intrinsik lidah. Nervus lingualis merupakan cabang dari
nervus mandibularis masuk ke dalam mulut medial korpus mandibula dan kranial
muskulus milohioideus. Nervus lingualis berjalan ke lateral duktus
submandibularis kemudian menyilang di sisi kaudal dan medialnya, lalu keluar di
selaput lendir lidah disebelah frontal sulkus terminalis. Nervus tersebut memberi
cabang sensibel ke tunika mukosa, cabang-cabang sensoris ke kalikuli gustatorii
dan cabang-cabang eferen parasimpatis ke ganglion linguale. Cabang-cabang
sensoris tersebut merupakan kumpulan dendrit dari sel-sel yang ada di dalam
ganglion genikuli nervus fasialis yang berjalan di dalam korda timpani,
menghubungkan nervus lingualis dan nervus fasialis. Saat menyilangi duktus
submandibularis, nervus fasialis bercabang menjadi ramus sublingualis yang

6
berjalan ke glandula sublingualis, dan tunika mukosa di kranialnya. Ramus
sublingualis mengandung serabut eferen simpatis, parasimpatis dan sensibel.7,8
Nervus glosofaringeus mencapai medial dari radiks lingual insersi
muskulus stiloglosus, dan memberikan percabangan ramus tonsilares yang pergi
ke tunika mukosa tonsila palatina dan arkus palatoglossus, tepat sebelum
mencapai lidah. Nervus palatini memiliki 3 bagian yaitu nervus palatinus
posterior, nervus palatinus medius dan nervus palatinus anterior. Muskulus
milohiodeus dan venter anterior muskulus digastricus yang ikut membentuk dasar
mulut di inervasi nervus milohiodeus. Muskulus yang ikut membentuk bibir dan
pipi di inervasi oleh nervus fasialis.(7,8) Nervus alveolar inferior merupakan
cabang divisi posterior mandibula (V3) dari nervus trigeminus (Gambar 5).
Nervus milohioid merupakan cabang dari nervus alveolar inferior yang memiliki
kedua komponen sensorik dan motorik.11,14

Gambar 5. Nervus trigeminus, distribusi dari nervus maksilaris dan mandibularis; ganglion
submaksilaris14

Nervus milohioid terbentuk sebelum nervus alveolar inferior memasuki


foramen mandibula. Nervus milohioid kemudian berjalan ke dalam galur yang
terletak dalam bagian medial dari ramus dan menuju ke muskulus pterigoid
medial. Dalam bagian mandibula ini, nervus milohioid berjalan secara
anteroinferior dan menembus ligamentum sfenomandibular, dan melanjutkan
perjalanannya sampai ke segmen muskulus milohioid yang memiliki cabang
motorik untuk menginvervasi inferior dari muskulus milohioid dan belly anterior
dari muskulus digastrikus superior. Muskulus milohioid juga membawa inervasi
sensorik aferen untuk molar mandibula dan kulit bagian bawah dari dagu dan bibir
bawah. Dengan tambahan, ketika nervus milohioid mendekati batas posterior dari

7
muskulus milohioideus, ia akan berhubungan dengan aspek medial dari glandula
submandibula.11,15

KEKERAPAN
Berdasarkan tinjauan dari 1495 kasus kista dermoid, hanya ditemukan 7%
dari kista dermoid yang terjadi di regio kepala dan leher. Diantara jumlah tersebut,
lokasi paling umum adalah pada bagian lateral dari alis, lalu diikuti dengan dasar
mulut sebanyak 11% dari keseluruhan kasus di regio kepala dan leher. Biasanya
kista dermoid ditemukan pada dewasa muda, dalam dekade ke dua dan ke tiga
kehidupan. Namun, lesi juga telah terdeteksi pada individu dengan usia setua 77
tahun dan semuda 7 bulan. Tidak ada predileksi khusus yang terkait dengan jenis
kelamin. Lokasi tersering dari kista dermoid pada dasar mulut terletak di midline.
Sebanyak 52% diantaranya terletak di spatium sublingual, 26% diantaranya di
spatium submental, 6% diantaranya di spatium submadibular, dan sisanya terletak
di lebih dari satu dari tiga spatium yang memungkinkan kista dermoid untuk
tumbuh.1,2,16,17
Pada penelitian Santos (2020) didapatkan distribusi kista dermoid
berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut18:
Tabel 1. Aspek klinis berdasarkan jenis kelamin18
Jenis Kelamin Jumlah
Pria 4 (28,6%)
Wanita 10 (71,4%)

Tabel 2. Aspek klinis berdasarkan lokasi anatomis18


Lokasi Anatomis Jumlah
Dasar mulut 6 (42,9%)
Bibir 6 (42,9%)
Gingiva/alveolar ridge 2 (14,2%)
Palatum 0
Lidah 0
Mukosa bukal 0

Tabel 3. Aspek klinis berdasarkan karakteristik lesi18


Karakteristik
Ukuran 3,3 ± 3,3 cm
Durasi (bulan) 53,3 ± 100,7 bulan

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

8
Hingga saat ini, patogenesis dari timbulnya kista dermoid masih belum
jelas. Kista dermoid diklasifikasikan menjadi dua kategori besar yaitu kongenital
dan didapat. Berdasarkan teori penyebab kongenital, diduga bahwa kista berasal
dari jaringan pluripoten yang terperangkap dalam midline selama proses
bergabungnya arkus brankial pertama dan kedua pada minggu ke-3 dan ke-4
kehidupan intrauterina. Sedangkan, menurut teori penyebab didapat, diduga
bahwa pembentukan kista terjadi akibat implantasi dari sel epitel dalam jaringan
profunda setelah terjadinya suatu trauma. Baik akibat kongenital maupun didapat,
secara histologis dan tampilan klinis tidak memiliki perbedaan.3,16,19,20
Berdasarkan istilah histopatologis, kista dermoid diklasifikasikan oleh
Meyer pada tahun 1955 menjadi tiga tipe antara lain kista epidermoid, kista
dermoid, dan teratoma. Kista epidermoid memiliki ciri dengan dinding yang
dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis tanpa adanya komponen adneksa kulit
seperti kelenjar sebasea dan keringat, serta folikel rambut. Sementara itu, kista
dermoid memiliki ciri dengan dinding dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis yang
memiliki komponen adneeksa kulit. Teratoma tampak sebagai kavitas yang
dilingkupi oleh epitelium dengan komponen derivat mesoderm, ektoderm, dan
endoderm selain dari adneksa kulit, selain itu juga terdapat pembentukan vaskular,
otot, tulang, kartilagi, jaringan dental, dan bahkan seluruh gigi.1,16,19,20
Terdapat klasifikasi lainnya berdasarkan dari lokasi anatomis terbentuknya
kista dermoid maupun epidermoid pada dasar mulut, antara lain16,19:
a) Sublingual, terletak di midline bawah lidah, antara muskulus genohioid
dan milohioid, dan saat kista membesar dapat menyebabkan tergesernya
lidah ke orofaring.16,19
b) Geniohioid, pada midline dari regio submental antarar kulit dan muskulus
geniohioid, sehingga menyebabkan tampilan klinis double chin. 16,19
c) Kista lateral di regio submandibular, biasanya tumbuh ke arah os hioid
ataupun menekan dasar mulut sehingga mendorong lidah ke arah yang
berlawanan. 16,19
Ketiga jenis klasifikasi tersebut juga dikenal dengan klasifikasi median
genioglosus, geniohioid, dan lateral secara berurutan. 16,19

9
Berdasarkan lokasi anatomis terkait otot mulut, kista dermoid juga
diklasifikasikan sebagai berikut1,3,20,21:
a. Supramilohioid (intraoral atau sublingual), terletak di atas
muskulus milohioid dan genioglosus. Tampak sebagai
pembengkakan pada dasar mulut.1,3,20,21
b. Inframilohioid (servikal), terletak di antara milohioid dan
geniohioid. Tampak sebagai pembengkakan di bawah dagu,
dikenal juga dengan istilah “double chin”. 1,3,20,21
c. Peri- dan transmilohioid, merupakan gabungan dari intraoral dan
servikal. 1,3,20,21

DIAGNOSIS
Tidak ada karakteristik klinis yang dapat membedakan antara kista
epidermoid, dermoid, dan teratoma. Namun, kista epidermoid lebih jarang
dijumpai pada regio kepala dan leher dibandingkan dengan kista dermoid. Kista
dermoid umumnya tumbuh dengan lambat namun progresif. Diagnosis dari kista
dermoid biasanya mungkin untuk ditegakkan pada dekade ke dua atau ke tiga
kehidupan, meskipun jika kongenital.16,19,21 Pemeriksaan dengan CT-scan dapat
membedakan massa padat dengan massa lunak, juga memberikan informasi lebih
rinci tentang hubungannya dengan struktur lain. Kista dermoid tampak sebagai
massa densitas rendah, berbatas tegas, dan unilokular pada dasar mulut.
Pemeriksaan dengan MRI merupakan metode diagnostik terbaik karena dapat
memberikan gambaran kontras jaringan lunak dan kemampuan pencitraan
muliplanar yang dimilikinya, terlepas dari radiasi yang ditimbulkan. Namun,
kedua pemeriksaan tersebut penting untuk merencakan pendekatan operatif.1,16,22

Gambar 6. Tampilan klinis pembengkakan dasar mulut dengan lapisan mukosa normal17

10
Gambar 7. MRI T2-weighted aksial (gambar kiri), menunjukkan massa kistik berbatas tegas
diantara muskulus geniohioid (GH). MRI T2-weighted koronal (gambar tengah) menunjukkan
lokasi sublingual dari kista yang terletak diatas muskulus milohioid (tanda panah) di antara GH.
Lesi kistik tidak menyengat pada MRI pasca kontras (panel kanan), sel hidup intrakistik terlihat
samar-samar.22

Gambar 8. Sel hidup intrakistik yang bebas terkalsifikasi (tanda panah) pada CT-scan non-
enhanced22
Secara histopatologis, seluruh kasus memiliki kriteria yang mirip yaitu kista
dermoid yang serupa dengan kista epidermoid (terdiri atas dinding yang dilapisi
epitel dengan sebagian keratinisasi) namun memiliki adneksa kulit seperti rambut,
folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea. Pemeriksaan dengan aspirasi jarum
halus dipertimbangkan aman untuk dilakukan, hemat biaya, dan dapat diandalkan,
tapi tidak seefektif CT ataupun MRI. Ultrasound dapat menunjukkan adanya
enhancement akustik posterior pada lesi kistik, juga kecenderungannya untuk
memiliki tampilan “pseudosolid”.1,16

11
Gambar 9. Scan transversal (gambar atas) dan longitudinal (gambar bawah) menunjukkan lesi
hiperekoik di atas muskulus milohioid (tanda panah) dan di antara muskulus geniohioid; echo
yang sangat reflektif dengan acoustic shadowing juga terlihat (tanda bintang).22

Gambar 10. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan area hiperkeratotik (tanda panah) dengan
kekuatan pembesaran 10x.16

12
Gambar 11. Kista dilapisi dengan epitel skuamosa berlapis dan lumen yang terisi dengan keratin
lamelat, kekuatan pembesaran 40x.16

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding massa pada dasar mulut sangat beragam. Beberapa
diantaranya meliputi anomali vaskular, kista duktus tiroglosus, proses infeksi,
malformasi limfatik, dan tumor yang juga harus dipertimbangkan. 2,7 Pada kasus
kista dermoid dan ranula seringkali terjadi misdiagnosis dikarenakan
kelangkaannya dan tampilan klinis yang relatif serupa. Banyak peneliti yang juga
memasukkan higroma kistik, kista brankial, infeksi akut pada dasar mulut, infeksi
dari kelenjar saliva setempat, dan massa dari jaringa lemak pada spatium
submental. Diagnosis pasti harus ditegakkan berdasarkan dari riwayat medis,
tampilan klinis, dan aspek radiologis serta pemeriksaan lainnya seperti aspirasi
jarum halus.1,19,23
a) Ranula merupakan kista retensi yang timbul dari glandula sublingual atau
glandula saliva aksesorius dan jarang ditemukan pada midline. Dapat
berupa ranula sederhana atau plunging pada spatium submandibular,
yang meluas melalui suatu celah pada muskulus milohioid. Dapat pula
meluas karena terjadi ruptur posterior. Bukti adanya paruh kista ke arah
spatium sublingual (tail sign) dianggap sebagai ranula tipikal. Namun,
jika sebuah kista dermoid terselubung sepenuhnya dalam spatium
sublingual, tidak dapat dibedakan dari ranula melalui temuan pencitraan
saja.22
b) Kista duktus tiroglosus terletak pada midline atau 2 cm dari midline.
Kebanyakan kista ini dideteksi pada setinggi dan dibawah os hioid.

13
Namun, kista ini juga dapat ditemukan pada dasar mulut. Adanya infeksi
dan fistula kutaneus merupakan komplikasi umum dari kista duktus
tiroglosus. Akan tetapi, bila tidak terjadi komplikasi maka tidak akan
tampak pola khas pada pemeriksaan ultrasonografi, CT, ataupun MRI.22
c) Kista brankial merupakan lesi unilateral dengan lokalisasi berbeda,
tergantung dengan tipe kista. Kista brankial pertama terletak dekat
dengan glandula parotis. Sedangkan kista brankial kedua (anomali yang
paling umum terjadi) terletak pada anterior dari muskulus
sternokleidomastoideus (tipe I), antara sternokleidomastoideus dan
spatium karotis (tipe II), antara arteri karotis internal dan eksternal serta
faring (tipe III), dan dalam mukosa spatium faringeal (tipe IV).
Sebaliknya, anomali kista brankial keempat dan kelima terletak lebih
kaudal, secara anatomis berhubungan dengan sinus piriformis.22
d) Higroma kistik biasanya melibatkan spatium servikal posterior pada
kavitas dasar mulut, menunjukkan pertumbuhan infiltratif terlepas dari
bidang anatomis. Limfangioma unilokular yang sangat besar dapat
tersebar dalam mediastinum dan aksila. Kandungan yang dimilikinya
sangat tinggi protein, maka dari itu, tampak gambaran yang echo
intrakistik yang jelas pada pemeriksaan sonografi dan MRI T1-weighted
high signal. Terkadang juga dapat diamati adanya intracystic fluid-fluid
level. 22

PENATALAKSANAAN
Terdapat berbagai metode operasi yang dapat digunakan untuk
menangani lesi ini antara lain marsupialisasi, eksisi glandula sublingual atau
kombinasi antara eksisi massa dan glandula sublingual.24
a. Marsupialisasi
Marsupialisasi sederhana merupakan metode paling tua dan paling
banyak dilaporkan sebagai pilihan tatalaksana. Namun, metode ini telah
menjadi metode yang paling dihindari sebagai prosedur tatalaksana karena
banyaknya kegagalan yang terjadi. Angka kegagalan yang telah dilaporkan

14
pada literatur berkisar antara 61%-89% dengan adanya bukti klinis terjadi
rekurensi antara 6 minggu-12 bulan.24

Gambar 12. Aspek klinis dari lesi pada dasar bukal (1), drainase mukus saat prosedur
operasi (2), diseksi lesi dengan gunting besar (3), aspek langsung keseluruhan lesi yang
telah termasupialisasi pascaoperasi (4), empat belas hari pascaoperasi dengan benang jahit
di posisi masing-masing (5)24

Prosedur marsupialisasi lesi dilakukan dalam anestesi lokal. Selama


prosedur operasi berlangsung, membran yang melapisi lesi ditembus dan
seluruh mukus yang berada didalamnya mengalami ekstravasasi. Dengan
menggunakan bantuan gunting besar, lesi dilakukan diseksi, lalu dilakukan
penjahitan dengan menggunakan benang 4.0. Benang jahitan
dipertahankan hingga terjadi resorpsi sempurna. Ketika dilakukan
marsupialisasi konvensional, ujung luka cenderung berkontak satu sama
lain karena ruang yang sempit dan pergerakan lidah di dasar mulut.
Akibatnya, lesi cenderung terbentuk kembali.24
Baurmash memodifikasi marsupialisasi dengan mengidentifikasi
kedalaman penuh kavitas lesi setelah prosedur ‘unroofing’ dan memenuhi
kavitas tersebut dengan kassa. Isian kain kassa tersebut didiamkan selama
7-10 hari, memungkinkannya untuk terurai secara alami. Tindakan ini
dilakukan oleh Baurmash pada 12 kasus, dengan hanya 1 kasus yang gagal
sehingga membutuhkan tindakan pengangkatan glandula sublingual.
Namun, beberapa ahli bedah masih lebih memilih untuk menggunakan
tatalaksana pertama dengan marsupialisasi. Hal ini mungkin dikarenakan

15
potensi dari komplikasi operasi saat membuang glandula sublingual seperti
trauma pada nervus lingualis, duktus Wharton’s dengan kemungkinan
stenosis yang dapat memicu terjadinya sialadenitis obstruktif, serta laserasi
duktus yang dapat menyebabkan merembesnya saliva.24

b. Eksisi glandula sublingual


Operasi dilakukan dalam anestesi umum. Lesi diidentifikasi secara
intraoral melalui insisi mukosa yang terletak diatas lesi. Diseksi dilakukan
secara hati-hati pada bidang submukosal, dan akan tampak massa,
pembengkakan pada aspek yang lebih dalam meluas sampai ke glandula
sublingual. Kemudian dilakukan pemisaha duktus submandibular dan
sublingual dari bidang diseksi. Glandula sublingual lalu di diseksi bersama
dengan duktusnya dan di eksisi seluruhnya.

Gambar 13. Tampilan klinis pembengkakan (1), insisi (2), massa yang terekspos (3),
diseksi glandula sublingual (4), eksisi glandula sublingual (5).

Eksisi dari glandula sublingual atau massa memiliki risiko potensi


terjadinya perdarahan berat dari vaskulatur lingual dan sublingual,
kerusakan nervus lingualis, dan terputusnya duktus. Secara anatomis,
duktus submandibularis terbentang di arah anterior dan superior dari
glandula ke orifisiumnya, dan berkontak langsung dengan permukaan
medial glandula sublingual. Maka dari itu, duktus submandibularis dapat
terluka saat proses operasi. Untuk menghindari kerusakan pada duktus
Wharton’s, disarankan untuk memasukkan kateter lakrimal ukuran besar
kedalam duktus untuk memfasilitasi identifikasi struktur selama operasi
eksposur dan pembuangan glandula sublingual. Kejadian baal pada lidah

16
akibat kerusakan nervus lingualis lebih umum dijumpai setelah eksisi dari
glandula sublingualis beserta massa dibandingkan dengan eksisi glandula
saja. Untungnya, baal pascaoperasi ini bersifat transien dan biasanya akan
menghilang dalam waktu 6 bulan pascaoperasi.24

c. Eksisi lesi
Dilakukan insisi horizontal pada lipatan kulit dan minimal 3 cm
dibawah mandibula atau setinggi os.hioid, dan terbentang secara anterior
dari tepi anterior m. Sternokleidomastoideus, melalui kulit, jaringan
subkutan, dan platisma. Vena facialis anterior dan komunis teridentifikasi
pada bagian posterior, sedangkan massa diidentifikasi pada bagian anterior
triangulus submandibularis. Bagian anterior massa diidentifikasi dan
diretraksi ke arah anterior. Operator mungkin harus memobilisasi dan
reseksi glandula submandibularis agar lebih leluasa selama proses
berlangsung. Massa dimobilisasi dengan diseksi tajam dan tumpul dari otot
disekitarnya dan glandula submandibula di posteriornya. Kemudian
dilakukan penelusuran hingga ujung massa dimana umumnya melewati
dehisensi pada m. milohioid atau dibelakangnya, menuju kedalam dasar
mulut. Operator kemudian melakukan reseksi secara transoral, termasuk
reseksi glandula saliva sublingual. Apabila glandula submandibularis
dipertahankan, maka keadaan duktus submandibular harus diperiksa untuk
menentukan apakah diperlukan translokasi. Defek pada dasar mulut dijahit
dengan benang absorbable dan leher ditutup dengan dipasang suction
drain.24

Gambar 14. Massa plunging pada leher sebelah kanan (A), mobilisasi glandula
submandibularis untuk akses yang lebih leluasa (B)24

17
d. Hidrodiseksi
Hidrodiseksi dapat digunakan untuk memfasilitasi diseksi pada kasus-
kasus sulit di berbagai bidang operasi. Prosedur dilakukan dalam kamar
operasi. Pasien berusia 16 tahun keatas diberikan anestesi lokal dengan
sedasi, sedangkan pada pasien usia lebih muda diberikan anestesi umum.
Setelah infiltrasi adekuat pada area submukosa dari lesi dengan larutan
normal salin dan lidkain dengan epinefrin 1:100.000, dilakukan ekstirpasi
massa dengan hati-hati. Efek hemostatis dari epinefrin meminimalisir
perdarahan yang membantu tercapainya reseksi yang akurat dan dalam
waktu singkat, serta meminimalisir risiko dari rekurensi dan trauma
jaringan lunak serta saraf.24
Teknik injeksi dilakukan dengan bevelling jarum ke arah massa dan
dengan teliti menginjeksi larutan kedalam bidang. Larutan dalam jumlah
kecil (<10 ml) dapat di injeksi dengan menggunakan syringe dental dan
jarum 30G (25mm). Teknik injeksi multipel dapat digunakan disekitar
massa, namun penting untuk membatasi kedalaman jarum agar
menghindari terkena massa. Setelah diinjeksi, larutan akan berdiseksi
disepanjang massa dan menciptakan bidang yang aman dan tanpa darah
untuk beberapa menit.24

PROGNOSIS
Prognosis dari lesi ini cenderung baik. Namun, disarankan untuk
dilakukan follow-up selama minimal tiga tahun pasca operasi. Meskipun langka,
kemungkinan kista dermoid untuk berubah menjadi lesi maligna yaitu karsinoma
sel skuamosa harus dipertimbangkan. Peluang untuk terjadinya rekurensi sangat
rendah. Hal ini dikarenakan kista dermoid memiliki kapsul fibrosa yang tebal,
sehingga mempermudah pengangkatan kista.3,19

LAPORAN KASUS
Dilapokan satu kasus plunging ranula, dengan kasus pasien perempuan,
Ny. S, berusia 40 tahun, beralamat di luar kota, dengan keluhan utama benjolan di

18
bawah lidah. Pasien datang ke poli rawat jalan THT RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang pada tanggal X Januari 2021?
Pasien mengeluh adanya benjolan di bawah lidah yang telah dirasakan
sejak ± 7 tahun SMRS. Benjolan awalnya berukuran sebesar kelereng, tidak ada
nyeri, tidak berdarah. Keluhan nyeri tenggorokan, nyeri menelan, sulit menelan,
tersedak ketika makan, sesak nafas, perubahan suara, hidung tersumbat, mimisan,
pilek, penurunan penghidu, penurunan pendengaran, telinga berdenging, keluar
cairan dari telinga, dan nyeri telinga disangkal. Pasien makan dan minum seperti
biasa. Pada saat itu pasien belum berobat.
Sejak 2 bulan SMRS, benjolan makin membesar hingga seukuran telur
puyuh. Benjolan terasa mengganggu pada bawah lidah, terasa nyeri yang hilang
timbul pada lidah, namun tidak berdarah. Teraba benjolan di bawah dagu yang
tidak disertai dengan nyeri sekitar dagu, nyeri tenggorokan, nyeri menelan, sulit
menelan, tersedak ketika makan, sesak nafas, perubahan suara, hidung tersumbat,
mimisan, pilek, penurunan penghidu, penurunan pendengaran, telinga berdenging,
keluar cairan dari telinga, dan nyeri telinga disangkal. Pasien masih bisa makan
dan minum seperti biasa. Riwayat trauma, sakit gigi maupun operasi gigi
sebelumnya disangkal.

Gambar 16. Foto klinis pasien

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan tanda vital dalam
batas normal. Pemeriksaan umum toraks, abdomen, dan ekstremitas dalam batas
normal. Pada pemeriksaan status lokalis telinga dan hidung dalam batas normal.

19
Pada pemeriksaan submentum terdapat pembengkakan warna sama seperti sekitar,
konsistensi lunak, ukuran 4x3x3 cm, tidak nyeri tekan (gambar 17). Pada
tenggorok arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1 tenang, dinding
faring posterior sulit dinilai, tampak lidah terangkat karena pendorongan massa
bawah lidah, unilateral, dengan permukaan rata dan warna sama seperti sekitar,
konsistensi kenyal, ukuran 4x4x3 cm (gambar 18).

Gambar 17. Pembengkakan submentum

Gambar 18. Lidah terangkat akibat massa di bawah lidah

Dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium pada 12 Desember 2020


dengan hasil??. Pemeriksaan penunjang radiologis yang dilakukan pada pasien

20
berupa foto polos toraks PA dengan kesan normal dan tidak tampak kelainan
radiologis, serta CT-scan orofaring dengan kesan massa kistik ukuran (3,52 x 1,94
x 4,60 cm) sublingual kanan sugestif ranula. Pasien dirawat dengan diagnosis
massa daerah sublingual yang meluas ke daerah submentum diagnosis banding
ranula? (PPT parade) dan direncanakan untuk eksisi massa sublingual dengan
anestesi umum.
Tahapan operasi, foto-foto operasi, follow up pasien.
Pasca operasi dilakukan pemeriksaan histopatologi pada tanggal 21 Januari
2021 didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Mikroskopik: sediaan berasal dari regio sublingual dijumpai kista, dilapisi
eptitel skuamosa kompleks berkeratin, dijumpai pula struktur adneksa
kulit berupa kelenjar sebasea. Tidak dijumpai sel-sel ganas pada sediaan
ini.
b) Kesan: kista dermoid.

DISKUSI
Dilaporkan kasus seorang penderita perempuan berusia 40 tahun dengan
kista dermoid sublingual. Kista dermoid merupakan kasus yang relatif jarang
terjadi pada regio kepala dan leher, yaitu sekitar 7%. Diantaranya dari jumlah
tersebut, lokasi terbanyak kedua di regio kepala dan leher adalah pada bagian
dasar mulut, sebanyak 11% dari keseluruhan kasus di regio kepala leher. Pada
dasar mulut, paling banyak kista dermoid terbentuk di spatium sublingual (52%).
Lesi telah terdeteksi pada individu dengan usia semuda 7 bulan dan setua 77
tahun, dengan prevalensi tersering pada dewasa muda dekade ke dua dan ke tiga
kehidupan. Pada pasien ini keluhan pertama kali dirasakan ± 7 tahun yang lalu,
yang berarti pada saat dekade ketiga kehidupan pasien. Berdasarkan jenis
kelamin, antara laki-laki dan perempuan dilaporkan pada penelitian terdahulu
perbandingan kejadiannya tidak ada perbedaan. Namun, menurut Santos (2020)
didapatkan 71,4% kasus terjadi pada perempuan.1,2,16,17,18
Keluhan utama yang dialami pasien adalah benjolan bawah lidah yang
telah dirasakan sejak ± 7 tahun yang lalu, namun tidak nyeri, tidak mengganjal,
dan tidak ada gangguan makan dan minum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

21
massa bawah lidah, unilateral, warna sama seperti sekitar, konsistensi kenyal,
ukuran 4x4x3 cm serta tampak pembengkakan submentum dengan warna seperti
sekitar, tidak nyeri, ukuran 4x3x3 cm, lunak. Berdasarkan literatur, kista dermoid
merupakan massa yang tumbuh lambat namun progresif. Tampilan klinis dari
kista dermoid berupa massa menonjol pada dasar mulut yang dipertimbangkan
sebagai pembengkakan kronik. dengan lapisan mukosa normal. Adapun rerata
ukuran dari kista dermoid yaitu 3,3±3,3 cm dengan durasi sekitar 53,3±100,7
16,17,18
bulan. Lokasi tersering terbentuknya kista dermoid adalah pada midline
Menurut pemeriksaan histopatologis terdapat tiga tipe klasifikasi kista dermoid
antara lain: kista epidermoid, kista dermoid, dan teratoma. Kista dermoid
memiliki ciri dinding yang dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis dengan
komponen adneksa kulit seperti rambut, folikel rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea. Kista dermoid harus dipertimbangkan dengan diagnosis banding
lesi lainnya seperti ranula, kista duktus tiroglosus, dan higroma kistik. Ranula
merupakan kista retensi dari glandula sublingual atau glandula saliva aksesorius,
dengan bukti adanya tail sign. Kista duktus tiroglosus terletak pada midline atau 2
cm dari midline dan kebanyakan dideteksi pada setinggi maupun dibawah os
hioid.1,16,19,20,22 Diagnosis kista dermoid hanya dapat ditegakkan secara
komprehensif melalui kombinasi riwayat medis, tampilan klinis, pencitraan, dan
pemeriksaan lainnya seperti temuan histologis. 1,19,23
Etiologi dari kista dermoid hingga saat ini masih belum jelas. Namun,
terdapat dua kategori besar dari terbentuknya kista dermoid yaitu kongenital dan
didapat. Berdasarkan teori penyebab kongenital, diduga bahwa kista berasal dari
jaringan pluripoten yang terperangkap dalam midline selama proses bergabungnya
arkus brankial pertama dan kedua pada minggu ke-3 dan ke-4 kehidupan
intrauterina. Sedangkan, menurut teori penyebab didapat, diduga bahwa
pembentukan kista terjadi akibat implantasi dari sel epitel dalam jaringan
profunda setelah terjadinya suatu trauma. Baik akibat kongenital maupun didapat,
secara histologis dan tampilan klinis tidak memiliki perbedaan. Menurut lokasi
anatomisnya kista dermoid dapat diklasifikasikan menjadi supramilohioid dengan
tampilan pembengkakan pada dasar mulut, inframilohioid dengan tampilan

22
pembengkakan bawah dagu (double chin), serta peri- dan transmilohioid yang
merupakan gabungan dari supra dan inframilohioid.1,3,16,19,20,21
Menurut literatur-literatur terdahulu, tindakan operasi yang dilakukan
antara lain pembuangan massa dan enukleasi komplet melalui diseksi. Tindakan
operasi yang dapat dilakukan antara lain marsupialisasi, eksisi glandula
sublingual, eksisi massa, dan hidrodiseksi. Indikasi operasi yang utama adalah
telah terjadinya disfonia, disfagia, dan dispneu pada pasien dengan lokalisasi
massa lebih tinggi. Sedangkan pada kasus dengan lokalisasi massa lebih rendah
dengan adanya tampilan double chin. Tidak ada pedoman resmi mengenai waktu
optimal untuk dilakukannya operasi karena kista dermoid yang sifatnya
berkembang lambat dan progresif. Pemilihan tatalaksana harus berdasarkan pada
pendekatan individu dibandingkan dengan protokol tatalaksana tetap. Pada pasien
ini telah terjadi pengangkatan lidah dan terasa menganggu pada bawah lidah,
meskipun tanpa nyeri dan gangguan menelan ataupun makan minum tetap dipilih
eksisi sublingual dalam anestesi umum sebagai terapi berdasarkan pertimbangan
laporan dari berbagai penelitian terdahulu. Prognosis dari lesi kista dermoid
cenderung baik, dan disarankan untuk tetap dilakukan follow up selama 5 tahun
kedepan meskipun peluang terjadinya rekurensi sangat rendah dan terdapat
kemungkinan untuk berubah menjadi lesi karsinoma sel skuamosa.3,16,19,24

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunet-Garcia A, Lucena-Rivero ED, Brunet-Garcia L, Faubel-Serra M.


Cystic mass of the floor of the mouth. Journal of clinical and experimental
dentistry. 2018;10(3):e287.
2. Kyriakidou E, Howe T, Veale B, Atkins S. Sublingual dermoid cysts: case
report and review of the literature. J Laryngol Otol. 2015;129(10):1036.
3. Dimitrijevic MV, Dimitrijevic AM, Boricic I V, Durkovic PM. Sublingual
dermoid cysts : case report and review of the literature. Med Pregl.
2015;71(11–12):409–12.

23
4. Dwivedi G, Saxena P, Patnaik U, Kumari A, Sood, A. Dermoid Cyst
Floor of Mouth: A Diagnostic Conundrum. Indian Journal of
Otolaryngology and Head & Neck Surgery. 2020:1-3. Diakses dari:
https://doi.org/10.1007/s12070-020-01939-1 pada 3 April 2021.
5. Upadhyaya C, Paunju N, Chaurasia N, Srii R. A Large Dermoid Cyst in
the Floor of the Mouth. Kathmandu Univ Med J. 2018;64(4):348-50.
6. Aydın S, Demir M., Demir N, Şahin S, Kayıpmaz ŞS. A giant plunging
sublingual dermoid cyst excised by intraoral approach. Journal of
maxillofacial and oral surgery. 2016;15(2):277-280.
7. Walvekar R, Loehn B, Wilson M. Anatomy and physiology of the salivary
glands. In: Eibling D, Newlands S, editors. Bailey’s Head and Neck
Surgery – Otolaryngology Vol 1. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. e-book.; 2014. p. 691–701.
8. Eskander A, Kang S, Harris M, Otto B, Adunka O, Weber R, et al.
Disorders of the head and neck. In: Brunicardi F, Andersen D, Billiar T,
Dunn D, Hunter J, Kao L, et al., editors. Schwartz’s Principles of Surgery.
11th ed. New York: McGraw-Hill Education. e-book.; 2019. p. 613–60.
9. Basit H, Tariq MA, Siccardi MA. Anatomy, Head and Neck, Mastication
Muscles. In Treasure Island (FL); 2021.
10. Grewal JS, Jamal Z, Ryan J. Anatomy, Head and Neck, Submandibular
Gland. In Treasure Island (FL); 2021.
11. Toth J, Lappin S. Anatomy, Head and Neck, Milohioid Muscle. StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2021.
12. Gofur E, Y AK. Anatomy, Head and Neck, Internal Maxillary Arteries
[Internet]. StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. 2021. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542301/ pada 3 April 2021.
13. Choi P, Iwanaga J, Dupont G, Oskouian R, Tubbs R. Clinical anatomy of
the nerve to the mylohyoid. Anat Cell Biol. 2019;52(1):12–6.
14. Murthy S, Paderno A, Balasubramanian D. Management of the marginal
mandibular nerve during and after neck dissection. Curr Opin Otolaryngol
Head Neck Surg. 2019;27(2):104–9.

24
15. Wood G, Syyed N, Wales C. Sublingual gland excision: a dissection
carried out following adjacent anatomical structures. Br J Oral Maxillofac
Surg. 2016;54(8):927-9.
16. Al-Sattar M, Alyessary A, Ogaili R. The relation between sublingual
dermoid cyst and its surgical approach. Biochem Cell Arch.
2020;20(1):233–9.
17. Lee MHA, Lee CS, Sim CQX, Nagadia R. Sublingual dermoid cyst: Case
report and a review of the clinical, radiological and histological aspects of
this rare condition. Oral Surgery. 2018;11(2):147-152.
18. de Pontes Santos HB, Rolim LSA, da Silva Barros CC, Cavalcante IL, de
Almeida Freitas R, de Souza LB. Dermoid and epidermoid cysts of the
oral cavity: a 48-year retrospective study with focus on clinical and
morphological features and review of main topics. Medicina oral,
patologia oral y cirugia bucal. 2020;25(3):e364.
19. de Oliveira JP, Conde DC, Moraes A. Dermoid cyst located in the floor of
the mouth: case report. Rev. Bras. Odontol. 2018;75: e1012.
20. Elarbi MS, Alshawish H, Khalifa O. Large Sublingual Dermoid Cyst in
the Floor of Mouth and Submental Space. Otolaryngol (Sunnyvale). 2017;
7(287): 2.
21. Mumtaz S, Singh M. Transoral marsupialization of a large dermoid cyst.
Journal of Oral and Maxillofacial Surgery. 2019;77(4):753-756.
22. Giarraputo L, Savastano S, Amore ED, Baciliero U. Dermoid Cyst of the
Floor of the Mouth : Diagnostic Imaging Findings. Cureus. 2018;10(4):1–
7.
23. Martins S, Neto T, Soares J, Balhau R. Large dermoid cyst of the floor of
the mouth. An emphasis on differential diagnosis. Rev. esp. cir. oral
maxilofac. 2019;41(3):149-152.
24. Sulastri P. Management of ranula: 3 rd literature review.
Otorihnolaringology Head and Neck Surgery Departement Faculty of
Medicine Gajah Mada University Yogyakarta. 2014:18-29.

25

Anda mungkin juga menyukai