LIMFADENOPATI COLLI
Oleh:
Pembimbing :
dr. Novi Primadewi, Sp.THT-KL, M.Kes
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati
sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Sekitar 55%
pembesaran kelenjar getah bening terjadi pada daerah kepala dan leher. Organ
ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan tubuh, dimana tugasnya
adalah menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening. Sebagian besar
kelenjar getah bening ada di daerah tertentu, misalnya mulut, leher, lengan
bawah, ketiak dan kunci paha.
Secara klinis limfadenopati dapat dibedakan menjadi limfadenopati
lokalisata dan limfadenopati generalisata. Limfadenopati lokalisata
didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu region saja,
sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB terjadi pada
dua atau lebih region yang berjauhan dan simtetris.
Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher sering terjadi pada
anak-anak. Sekitar 38% sampai 45% pada anak normal memiliki kelenjar
getah bening daerah leher yang teraba. Dari studi di Belanda terdapat 2.556
kasus limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk kepada
subspesialis, 3.2% membutuhkan biopsi dan 1.1% mengalami keganasan.
Studi kedokteran keluarga di amerika serikat tidak ada dari 80 pasien dengan
limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang mengalami keganasan dan tiga
dari 238 pasien yang mengalami keganasan dari limfadenopati yang tidak
dapat dijelaskan.
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfedenopati
servikal adalah infeksi. Kelenjar getah bening servikal yang mengalami
inflamasi dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-
anak) khas untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus.
3
Kelenjar getah bening yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring,
nasofaring, laring, tiroid, dan esophagus).
Pada makalah ini akan dibahas mengenai anatomi dan fisiologi
kelenjar getah bening, definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis,
diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis Limfadenopati colli.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar getah bening?
2. Apakah definisi Limfadenopati colli?
3. Bagaimana epidemiologi Limfadenopati colli?
4. Apa etiologi Limfadenopati colli?
5. Bagaimana patogenesis Limfadenopati colli?
6. Bagaimana cara diagnosis Limfadenopati colli?
7. Apa diagnosis banding dari Limfadenopati colli?
8. Bagaimana penatalaksanaan Limfadenopati colli?
9. Bagaimana prognosis Limfadenopati colli?
C. Tujuan
Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar getah bening, definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding,
penatalaksanaan dan prognosis Limfadenopati colli.
D. Manfaat
1. Dalam bidang pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang
Limfadenopati colli.
2. Dalam bidang pelayanan dapat digunakan sebagai asupan dalam upaya
penatalaksanaan Limfadenopati colli.
3. Dalam bidang penelitian dapat digunakan sebagai bahan penelitian
selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher.
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB
melalui simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan
sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus.
Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di
simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di
dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang
menghubungkan simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar
dan merupakan alur untuk pembuluh darah dan saraf. Dari bagian pinggir
cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating yang juga dilapisi
sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam sinus penetrating
melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus
meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening eferen.
9
2. Fisiologi
Limfonodi merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh
yang tersebar diseluruh tubuh, sepanjang jalur pembuluh limfatik.
Limfonodi paling banyak dijumpai didaerah inguinal dan aksila. Fungsi
utamanya adalah menyaring cairan limfe dan memfagositosis bakteri atau
substansi asing dari cairan limfe. Makrofag berada di anyaman serat
10
retikuler setiap nodus. Jadi, sewaktu cairan limfe di saring, nodul berperan
melokalisasi dan mencegah penyebaran infeksi kedalam sirkulasi umum.
Limfonoduli juga membuat, menyimpan, dan mengalirkan limfosit B dan
limfosit T. limfosit B mengumpul dalam noduli limfoid limfonodi,
sedangkan limfosit Tberkumpul dibawah nodul, yaitu didaerah parakorteks
atau kortikal dalam. Limfonoduli juga merupakan tempat pengenalan
antigen dan pengaktifan antigenic limfosit B yang menghasilkan sel-sel
plasma. Sel plasma kemudian membuat dan mengeluarkan antibody
spesifik terhadap antigen tertentu ke dalam darah dam pembuluh limfe
(Guyton, 2009). Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi)
dari berbagai mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari
degradasi sel-sel atau metabolism.
B. Definisi
Umumnya, Limdenopati menandakan adanya limfonodus yang
abnormal dari segi ukuran, konsistensi atau jumlah. Kelenjar getah bening
yang memiliki garis tengah terpanjang > 10 mm dikategorikan sebagai suatu
limfadenopati, dengan pengecualian untuk kelenjar getah bening epitroklear
(bila garis tengah terpanjang > 5 mm) dan inguinal (bila garis tengah
terpanjang > 15 mm). Apabila kelenjar getah bening supraklavikula, ilaka
maupun poplitea dapat teraba juga sudah dikategorikan sebagai suatu yang
abnormal. Namun demikian, perlu diingat bahwa pada anak sehat kelenjar
getah bening aksila dan inguinal dapat teraba.
Secara klinis limfadenopati dapat dibedakan menjadi limfadenopati
lokalisata dan limfadenopati generalisata. Limfadenopati lokalisata
didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu region saja,
sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB terjadi pada
dua atau lebih region yang berjauhan dan simtetris. Klasifikasi ini bertujuan
untuk penentuan diferensial diagnosis. Sekitar 75% pasien didapatkan
limpadenopati lokalisata, sedangkan limfadenopati generalisata 25%. Pada
11
C. Epidemiologi
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus
ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi
mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting,
tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan
Streptococcus beta-hemoliticus. Penyebab lain seperti HIV, keganasan
penyakit autoimun lebih jarang menyebabkan limfadenopati. Pada Negara
berkembang seperti indonesia penyebab tersering dari limfadenopati adalah
infeksi tuberculosis, demam typhoid, trypanosomiasis, leishmaniasis,
schistosomiasis, filariasis dan infeksi jamur. Ditinjau dari mortalitas, di
United states keganasan, seperti leukemia, lymphoma dan neuroblastoma
adalah penyebab mortalitas utama. Untuk Ras dan jenis kelamin tidak
berhubungan dengan kejadian limfadenopati. Dan menurut usia,
Limfadenopati paling sering terjadi pada anak-anak, dan 1/3 pada neonatus
dan infant.
D. Etiologi
b. Infeksi Bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus
beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila
berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks
atau abses tubo-ovarian.
Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan
limfosit. Kemudian mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa
debris. Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan KGB
berwarna merah, panas dan nyeri tekan. Biasanya penderita demam dan
terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi.
Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak
karakteristik sel epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma.
Sel epiteloid berupa sel bentuk poligonal yang lonjong dengan
sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas, kadang seperti koma
atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk dengan
kromatin halus.
14
E. Patogenenis
Patofisiologi limfadenopati berdasarkan dari etologi yang mendasari.
Beberapa plasma dan sel (misalnya sel kanker dan mikroorganisme) dalam
ruang interstitial, bersama dengan bahan selular tertentu, antigen, dan partikel
asing masuk ke pembuluh limfatik, menjadi cairan limfe. Kelenjar getah
bening menyaring cairan limfe dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral,
menghilangkan sel-sel dan bahan lainnya. Proses penyaringan juga
menyajikan antigen kepada limfosit terkandung dalam KGB.
Respon imun dari limfosit melibatkan proliferasi sel limfosit dan
makrofag, yang dapat menyebabkan KGB untuk memperbesar (limfadenopati
reaktif). Patogen mikroorganisme dibawa dalam cairan limfe dapat juga
langsung menginfeksi KGB, menyebabkan limfadenitis), dan apabila terdapat
sel-sel kanker dapat menginfiltrasi langsung atau proliferasi sel di KGB.
F. Diagnosis
17
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala
penyerta, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.
Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak
biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas.
Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya
satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi
oleh Mikobakterium, Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau
Citomegalovirus.
Gejala penyerta
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab
infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan
penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau
keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri
sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit
serum (serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan
atau produk darah.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan
tonsil sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka
lecet pada wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan
penyebab infeksi Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga
dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah
sebelumnya dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr
Virus atau HIV.
Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah
pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya
seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas,
hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac.
18
bagian anterior. Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga
sering disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit
kolagen umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak
dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri
pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat
digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya
mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya
abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan
tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat
dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak,
KG menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah
dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintik-bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit
yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan
lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.
Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi
Epstein Barr Virus (EBV).
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan
kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah
yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak jelas
penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada
leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam,
kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue,
perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan
dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada
penyakit Kawasaki.
20
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk
mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk
mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular,
nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat dikombinasi
dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati
dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan
spesivisitas 95%.
b. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan
diameter 5 mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi
limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer
menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan
pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.
c. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum
atau dengan operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-
21
sel atau kelenjar getah bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB
memiliki nilai sensitifitas 98 % dan spesifisitas 95 %. Kegagalan untuk
mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan
biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarahkan kepada keganasan.
G. Diagnosis banding
1. Limfadenitis
Jenis limfadenitis ada dua yaitu limfadenitis akut dan limfadenitis
kronis. Sedangkan jenis limfadenitis kronis sendiri masih dibagi menjadi
menjadi dua macam yaitu limfadenitis kronis spesifik dan non spesifik.
a. Limfadenitis Akut
Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar
getah bening yang mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin
generalisata apabila terjadi infeksi bakteri atau virus sistemik. Secara
histologis, tampak pusat germinativum besar yang memperlihatkan
banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh
organisme piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid
ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat
germinativum mengalami nekrosis sehingga terbentuk abses. Apabila
infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak normal
atau terjadi pembentukan jaringan parut apabila dekstruktif.
b. Limfadenitis Kronis
Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya:
hiperplasia folikel, hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis
sinus. Hiperplasia folikel berkaitan dengan infeksi atau proses proses
peradangan yang mengaktifkan sel B. Sel B dalam berbagai tahap
diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum besar yang bulat
atau oblong (folikel sekunder). Hiperplasia limfoid parakorteks
ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar getah
bening. Sel T parafolikel mengalami proliferasi dan transformasi
menjadi imunoblas yang mungkin menyebabkan lenyapnya folikel
germinativum.
22
2. Kongenital
a. Higroma Kistik
Higroma kistik berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi
anatomi lebih tepat disebut kistik limfangioma. Higroma kistik dapat
terjadi pada anak lelaki maupun anak perempuan dengan rasio yang
sama. Kebanyakan (75%) higroma kistik terdapat di leher. Sekitar 75%
kasus terjadi saat lahir maupun masa neonatus. Keluhan adalah adanya
benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri atau
keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak.
Permukaannya halus dan lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada
jaringan dasar. Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli.
Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transiluminasi positif tampak
terang sebagai jaringan tembus cahaya.
Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat
cepat membesar karena radang dan menimbulkan gejala gangguan
pernafasan akibat pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring,
maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul
gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan
pleksus brakialis dengan berbagai gejala neurologik.
b. Kista Branchial
Kelainan brankial dapat berupa fistel, kista, dan tulang rawan
ektopik. Arkus brankial ke-3 membentuk os hioid, sedangkan arkus
brankial ke-4 membentuk skelet laring, yaitu rawan tiroid, krikoid, dan
aritenoid.Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan
meatus akustikus eksternus berasal dari celah brankial pertama. Fistel
antara fosa tonsilaris ke pinggir depan m.sternokleidomastoideus berasal
dari celah brankial kedua. Fistel yang masuk ke sinus piriformis berasal
dari celah ketiga. Sinus dari celah brankial keempat tidak pernah
ditemukan.
Sinus atau fiste mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin
menutup sebagian. Fistel brankial sisa celah brankial ke-2 akan terdapat
24
3. Infeksi
a. Abses Leher Dalam
Abses leher dalam merupakan suatu kondisi abses yang terjadi di
dalam ruangan potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari
suatu penjalaran infeksi dari berbagai sumber diantaranya; gigi mulut,
25
4. Neoplasma
a. Karsinoma Nasofaring
Diperkirakan kira-kira 80%-90% keganasan nasopharynx adalah
berkembang dari sel epithelium. Terdapat 3 jenis carcinoma nasopharynx
berdasarkan gambaran histopatologisnya. Menurut WHO, dibagi:
WHO type 1,atau squamous karsinoma sel
WHO type 2,atau non-keratin carcinoma
WHO type 3,atau undifferentiated karsinoma
Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan tertinggi didaerah
leher dari bidang ilmu penyakit THT . Asal tumor adalah dari epitel sel
squamous pada daerah nasofaring dan tempat predileksinya pada fossa
Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit
mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan
gejalanya yang tidak khas.Angka kematiannya cukup tinggi. Di Indonesia
penyakit ini termasuk dalam sepuluh besar keganasan dari seluruh tubuh.
Banyak menyerang pada usia 40-60 tahun, perbandingannya antara laki-
laki dan perempuan 2,5:1. Faktor Pencetus karsinoma nasofaring ada
berbagai macam, antara lain genetik, virus (Epstein Barr), paparan
karsinogen, sosial ekonomi lingkungan, ras dan keturunan serta radang
kronis nasofaring.
Virus Epstein-Barr adalah berkaitan rapat dengan karsinoma
nasopharynx. Titer antibodi (imunoglobulin A) terhadap virus ini akan
meningkat bagi setiap penderita karsinoma nasofaring. Maka ia di
gunakan sebagai tumor maker.untuk menilai keberkesanan
26
b. Karsinoma Laring
Karsinoma laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara
(laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Karsinoma laring jarang
ditemukan pada wanita, rasio antara laki-laki dan wanita oleh beberapa
peneliti disebutkan sebesar 10-15 : 1. Data terakhir rasio ini
memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus penderita
wanita. Usia penderita umumnya telah menginjak usia tua antara 45-75
tahun.
Gejala awal yang memaksa penderita datang berobat umumnya
karena perubahan suara serak. Dokter yang memeriksa pertama kali
biasanya menghubungkannya dengan penyakit infeksi tuberkulosa laring.
Suara serak menunjukkan adanya gangguan mekanisme getar pita suara
karena adanya penambahan masa laring, kerusakan atau kelumpuhan.
Hal ini dapat terjadi pada semua tingkat usia. Suara serak, akibat
penambahan massa dapat terjadi pada. radang atau trauma yang
menyebabkan edema laring. Penambahan massa oleh tumor disebabkan
oleh perubahan struktur histologis secara bertahap.
Oleh karena itu akan mudah dibedakan kelainan suara serak secara
akut dan disebabkan karena trauma, radang akut atau benda asing,
sedangkan kelainan yang berlangsung kronis mungkin disebabkan radang
kronis atau tumor. Pada tumor laring suara serak dimulai dengan gejala
hilang timbul yang berjalan progresif dan akhirnya menetap. Biasanya
gejala dini berupa suara serak pada pagi hari tanpa disertai gejala batuk.
Bilamana disertai batuk umumnya berupa batuk kering non produktif.
c. Limfoma Maligna
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif.
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya
28
H. Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenopati leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan
tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk
mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan
biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang
mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar
walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang
belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang
biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes
(group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk
dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya. Pembedahan
mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
I. Prognosis
Pada individu dengan penyakit ganas, prognosis tergantung pada
penyakit tertentu. Pada individu dengan infeksi bakteri, pemulihan lengkap
dapat diharapkan dengan pengobatan antibiotik prompt. Waktu pemulihan
akan bervariasi, tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Ini
mungkin memerlukan jangka waktu untuk pembengkakan untuk
29
BAB III
PENUTUP
A Simpulan
1 Limfadenopati colli adalah pembesaran kelenjar getah bening pada daerah
leher (cervical) dengan diameter >1 cm.
2 Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher sering terjadi pada
anak-anak. Limfadenopati ini dapat disebabkan oleh keganasan, infeksi,
penyakit autoimun, kelainan-kelainan yang jarang didapatkan dan
iatrogenik (obat).
3 Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang penting untuk mengevaluasi
usia penderita, lokasi, karakteristik, lamanya limfadenopati, gejala lain
yang menyertai untuk mengarahkan pada penyebab limfadenopati, serta
dalam penegakan diagnosis pasti dari limfadenopati colli.
4 Pengobatan limfadenopati colli didasarkan kepada penyebabnya.
5 Prognosis limfadenopati colli pada individu dengan penyakit ganas,
tergantung pada penyakit tertentu. Pada individu dengan infeksi bakteri,
pemulihan lengkap dapat diharapkan dengan pengobatan antibiotik.
A Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ohsu.edu/ohsuedu/academic/som/pediatrics/clerkships/upload/
cervical-lymph-and-adenitis.pdf
Probst R, Grevers G. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step Learning
Guide.Edisi ke 2. New York: Thieme; 2006.
Sastroasmoro. S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto, 2008(3).
Superficial cervical lymph nodes. (2007 Feb 12]. Available from:
http://en.wikipedia.org
Stevens A, Lowe J. Lymphoid and hemopoietic tissues, Pathology, London,
Mosby Harcourt Publisher Limited, 2000(2):305-27
Stewart MG, Selesnick SH. Differential Diagnosis in Otolaryngology: Head and
Neck Surgery.Edisi.: Thieme; 2011
Thandar, M. A., & Jonas, N. E. 2004. An approach to the neck mass.Continuing
Medical Education, 22(5).
Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press.
Warren JS, Bennett DP, Pomerantz RJ. Immunopathology In: Rubin E, Strayer
DS. Farber. Rubins Pathology: Clinicopathologyc Fondation of Medicine.
Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 1999(5):100-10
Wakely PE. Aspiration and Touch Preparation of Lymp Nodes. In: Atkinson BF.
Atlas of Diagnostic Cytopathology. USA; Elsevier Saunders, 2004(2):411-
25
Ying MTC, Ahuja AT. Ultrasonography of cervical lymph nodes. Available from:
www.droid.cuhk.edu.hk/lymph_nodes.htm