Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muh.

Rafly Nurfaizy
Nim : B012201032
Kelas : Magister Ilmu Hukum A
Matakuliah : Sosiologi Hukum
Resume Teori Hukum dan Pembangunan
Robert B. Seidman menyebut adresat hukum sebagai pemegang peran. Oleh karena itu
budaya hukum berpengaruh terhadap pemegang peran. Untuk menanamkan nilai-nilai baru,
diperlukan proses pelembagaan dalam rangka pembentukan kesadaran hukum masyarakat.
Dalam teori Robert B Seidman menyimpulkan bahwa hukum suatu bangsa tidak dapat dialihkan
begitu saja kepada bangsa lain. Dalam penelitiannya, Robert B. Seidman mengambil contoh
penerapan hukum administrasi Inggris di negara bekas jajahannya di Afrika. Ternyata hukum
administrasi Inggris tersebut tidak dapat diterapkan begitu saja di negara-negara Afrika. Ada
beberapa kendala yang menghalangi penerapannya hukum administrasi tersebut. Salah satu
masalah yang dihadapi oleh negara-negara Afrika dalam menerapkan hukum administrasi Inggris
adalah masalah ethos yang tidak mendukung.  Ethosethos yang dimiliki oleh kulit putih kolonial
Inggris ternyata tidak dipunyai oleh  pribumi negara Afrika. Akibatnya adalah kegagalan dalam
menerapkan sistem hukum administrasi Inggris di negara bekas jajahannya di Afrika.
Dari apa yang telah dikemukakan oleh Robert B Seidman tersebut melalui tesis-tesisnya,
maka dalam rangka pembangunan hukum nasional Indonesia, perlulah dihayati betul makna
pemikiran Robert B Seidman tersebut. Setelah mengadakan penelitian mengenai hukum
administrasi di Afrika bekas jajahan Inggris, Robert B. Seidman menarik kesimpulan bahwa
hukum suatu bangsa tidak dapat dialihkan begitu saja kepada bangsa lain dan penemuannya ini
dirumuskannya dalam sebuah dalil yang berjudul “The Law of Nontransferability of Law”
(Hukum mengenai tidak dapat dialihkannya hukum). Penelitian itu didasarkan pada anggapan
bahwa hukum administrasi di Afrika bekas jajahan Inggris mengikuti hukum yang berlaku di
Inggris, yaitu “The Common Law System”. Hukum yang diwarisi dari Inggris tidak cukup
memberikan peraturan-peraturan yang dibutuhkan guna mengendalikan para pejabat
pemerintahan di Afrika yang berada tersebar di pedalaman.
Oleh karena itu penggunaan peraturan hukum tersebut untuk waktu dan tempat yang berbeda
dan juga dengan lembaga penerapan sanksi yang berbeda serta kompleks kekuatan sosial, politik,
ekonomi, yang mempengaruhi pemegang peran yang berbeda pula, tidak dapat diharapkan akan
menimbulkan aktivitas pemegang peran yang sama dengan yang terjadi di tempat asal dari
peraturan-peraturan hukum tersebut.
Salah satu ciri hukum modern, menurut David M. Trubek adalah dalam hal penggunaannya
yang secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu, antara lain,
tersusun dari kemauan sosial-kemasyarakatan yang mengejawantah menjadi kebijakan negara.
Di sini, terjalin suatu mekanisme bawah-atas (bottom-up) dalam pembentukan hukum: hukum
kebiasaan yang hidup di masyarakat menjiwai hukum yang diberlakukan secara nasional.
Namun, seiring dengan menguatnya negara, mekanisme itu kemudian terkikis, sehingga negara
memperoleh legitimasi politis untuk membuat dan memberlakukan hukum tanpa mesti mencari
dukungan dari masyarakat.
Alih-alih mencari dukungan masyarakat, negara yang semakin kuat lambat laun akan merasa
percaya diri. Bahkan, negara, demi menegakkan legitimasinya, akan melakukan penindasan
terhadap masyarakat, dengan tujuan supaya masyarakat patuh dan tunduk kepadanya.
Usaha-usaha untuk memastikan hubungan hukum dan perkembangan masyarakat ternyata
masih memancing timbulnya kritik-kritik. David M Trubek mengutarakan dengan jelas kritiknya
terhadap pandangan tradisional mengenai peranan hukum modern dalam menciptakan
masyarakat modern industrial.
Kritik tersebut datang sehubungan dengan pemakaian hukum modern itu sendiri untuk
mencapai masyarakat modern industrial, kepercayaan terhadap kemampuan hukum modern
tersebut pada hakikatnya bersumber pada anggapan, yang dinamakan perkembangan itu adalah
sama dengan evolusi menuju kepada bentuk kemajuan seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa
barat dan hukum modern adalah sama dengan struktur hukum dan kebudayaan barat, sehingga
negara-negara sedang berkembang memang ditakdirkan untuk menjadi negara yang terbelakang
sampai mereka memakai system hukum barat. Kritik selanjutnya berhubungan dengan sifat
etnosentrik dari konsep pembaruan tersebut. Oleh karena konsep hukum modern dari pembaru
itu diselimuti oleh pandangan yang berakar pada masyarakatnya sendiri mengenai peranan
hukum dalam masyarakat, maka apa yang disarankannya untuk diterapkan pada Negara-negara
sedang berkembang justru bisa menimbulkan hasil-hasil yang sebaliknya cacat yang terdapat di
sini terutama berhubungan dengan penggunaan hukum secara instrumental, yaitu sebagai sarana
yang secara sadar dipakai untuk membentuk masyarakat.
Penggunaan hukum secara demikian itu makin memperkuat kedudukan Negara, oleh karena
konsepsi tersebut memberikan keleluasan dan kesempatan yang besar kepada Negara untuk
mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu guna membawa masyarakat kepada
perubahan yang dikehendaki dan menuangkan kebijakan-kebijakan tersebut kedalam hukum.
Sekarang negara–negara berkembang sedang mengalami modernisasi masyarakatnya. Pada
saat negara tersebut mengalami problem sosial sebagai akibat modernisasi–industrialisasi yang
dijalankan. Salah satu aspek dari konsepsi hukum modern yang mempunyai arti penting dalam
pembicaraan adalah ciri instrumental hukum moden yaitu penggunaan dengan sengaja untuk
mengejar tujuan–tujuan atau untuk mengantarkan keputusan–keputusan politik, sosial dan
ekonomi yang diambil oleh negara.
Hukum modern merupakan suatu proses yang ditempuh secara sadar untuk merumuskan
kebijakan–kebijakan dan kemudian menerapkannya dalam masyarakat, maka dapat dikatakan,
hukum modern mempunyai tujuan untuk mengatur masyarakat secara efektif dengan
menggunakan peraturan-peraturan hukum yang dibuat dengan sengaja. Proses tersebut kemudian
dihubungkan denga perkembangan sosial, politik dan ekonomi di Barat, sehingga peran hukum
modern dihubungkan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai di bagian dunia tersebut. Dari
sini Hukum modern dapat digunakan untuk menciptakan masyarakat modern industrial.
Penyempurnaan dalam subtansi hukum itu diantaranya meliputi jaminan bagi adanya
kebebasan untuk melakukan perjanjian dan perlindungan terhadap kemerdekaan yang berserikat,
segala hal yang memang merupakan karakteristik dari  msayarakat barat modern. Usaha
perombakan tersebut meluas meliputi segi kehidupan hukum, termasuk penerapan peraturan-
peraturan yang telah dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip modern.
Kepercayaan terhadap kemampuan hukum modern tersebut pada hakekatnya bersumber
pada anggapan, yang dinamakan perkembangan itu adalah sqama dengan evolusi menuju pada
bentuk kemajuan seperti yang  dialami bangsa barat dan hukum modern adalah sama dengan
struktur hukum dan kebudayaan barat, sehingga negara-negara sedang berkembang memang
ditakdirkan untuk menjadi negara yang terbelakang sampai mereka memakai sistem hukum
barat. Peningkatan penggunaan hukum pada suatu saat dan pada suatu suasana tertentu bisa
menimbulkan hasil-hasil yang justru tidak dihendaki.Hal ini disebabkan oleh konsepsi yang
didasarkan pada asumsi, masyarakat bersangkutan merupakan masyarakat yang demokratis dan
sistem politiknya menghendaki adanya pluralisme.
Pengakuan dan penghormatan terhadap kekuatan–kekuatan politik yang terdapat di negara
itu menjamin adanya pembatasan tersebut. Sebaliknya, apabila konsepsi itu akan diterapkan pada
suatu negara, sedang di situ kelompok-kelompok otoriter memegang kekuasaan, maka
perkembangannya bisa menimbulkan kemerosotan otonomi hukum.  Kesalahan konsepsi
penggunaan hukum modern untuk membentuk masyarakat yang dikehendaki terletak pada
kesempitannya, yang tidak memberikan kepada orang untuk melakukan pilihan-pilihan lain
kecuali menerima konsepsi mengenai peranan hukum modern sebagaimana yang
dikehendakinya. Trubek menyatakan bahwa agar pengkajian mengenai teori hubungan hukum
dan perkembangan masyarakat yang dilakukan dengan lebih subur hendaknya membuka
kesempatan luas untuk membicarakan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi dalam pemikiran
untuk menggunakan hukum sebagai sarana melakukan perubahan sosial.
Sebagaimana teori David M Trubek, bagian yang menguraikan tentang hubungan antara
hukum dan perkembangan masyarakat sebagaimana terdapat di barat atau Negara-negara
industri maju untuk kemudian dipakainya di negara-negara sedang berkembang, sehingga
Negara-negara tersebut terakhir diharuskan menempuh jalan yang telah dilalui oleh negara-
negara industri maju, pada dasarnya menolak pemahaman evolusioner tentang masyarakat yang
terlalu sederhana dan mutlak.
Kritik tersebut mengandung inti kebenaran terutama atas dasar perkembangan masyarakat
sebagai proses sosial adalah  suatu peristiwa yang kompleks. Namun demikian di pihak lain tidak
dapat diabaikan kenyataan, di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, masyarakat
modern industrial merupakan tujuan yang ingin dicapai. Dalam menghadapi keadaan tersebut
diperlukan suatu kerangka teori yang bisa dipakai untuk memahami perkembangan tersebut
tanpa memastikan jalan yang bagaimana yang harus dilalui.
Teori Robert B Seidman yang intinya menyatakan bahwa hukum suatu bangsa tidak dapat
dialihkan begitu saja kepada bangsa lain, turut memberi warna dalam upaya pembangunan
hukum nasional Indonesia. Walaupun negara Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, namun
dalam sistem hukum yang hendak dibangun tidak mengambil alih begitu saja sistem hukum
kolonial Belanda. Harus diakui bahwa pengaruh sistem hukum Belanda masih terasa dalam
sistem hukum nasional Indonesia, namun itu tidak berarti bahwa kita menjiplak hukum kolonial
Belanda. Kita dengan sistematis telah berupaya untuk membangun suatu sistem hukum nasional
yang bercita Indonesia. Tidak pernah terpikirkan untuk mengoper begitu saja system hukum
negara lain, sekalipun dirasa lebih maju, ke dalam Hukum Nasional Indonesia, karena hal itu
belum menjamin akan dapat dilaksanakan dengan baik. Pembangunan hukum nasional Indonesia
mengacu pada cita hukum Pancasila. Tujuan Hukum Pengayoman, Konsepsi Negara Hukum
Pancasila, Wawasan Kebangsaan dan Wawasan Nusantara. Untuk membangun tata hukum
nasional, kita tidak dapat begitu saja menggunakan dan menerapkan ilmu hukum yang
berkembang di negara lain, sekalipun telah memberikan hasil yang bermutu tinggi. Kenyataan
antropologis dan sosiologis di Indonesia hingga kini masih memperlihatkan keberagaman
kultural dan sejalan dengan itu panorama kultur hukum yang beragam pula.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, Menguak Teory Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence), Prenada Media Group, 2009, Jakarta
Mochtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina
Cipta, 1976, Bandung
Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing,
2009, Yogyakarta
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Suatu Tinjauan Teoretis serta
Pengalaman-Pengalaman di Indonesia, Genta Publishing, 2009, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai