Anda di halaman 1dari 18

NAMA : NURSAMSI, S.

Pd
NO UKG : 201698295848
PRODI PPG : BIMBINGAN DAN KONSELING
ANGKATAN : 1 (SATU)
LK 1 : MODUL 5 PROFESIONAL

LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri


Judul Modul 5 STRATEGI LAYANAN RESPONSIF
Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Pendekatan Konseling
Berorientasi
Psikoanalisis Dan Humanistik
Karakteristik Peserta didik
2. Pendekatan Konseling
Berorientasi
Kognitif Dan Perilaku
3. Pendekatan Konseling
Posmodern Dan Integratif
4. Layanan Referal, Konsultasi
Dan Advokasi.
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Daftar peta konsep (istilah KB 1 :
dan definisi) di modul ini
1. Insting (Sumber energi psikis yang dibawa
sejak lahir untuk mempertahankan hidup,
yang menjadi sumber insting yaitu kondisi
jasmaniah atau kebutuhan)
2. Insting hidup/eros (Fungsinya untuk
melayani maksud individu untuk tetap
hidup, seperti insting makan, minum)
3. Insting mati/destruktif /thanatos (Di mana
setiap orang tanpa disadari berkeinginan
untuk mati atau mencederai diri sendiri
atau orang lain)
4. Kepribadian (Dipandang sebagai suatu
struktur yang terdiri dari tiga unsur dan
sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich),
dan Superego (Das Uber Ich).
5. Id (Komponen kepribadian yang
menyimpan dorongan-dorongan biologis
manusia yang merupakan pusat insting
yang bergerak berdasarkan prinsip
kesenangan (pleasure principle) dan
cenderung memenuhi kebutuhannya)
6. Ego (Berfungsi untuk menjembatani
tuntutan Id dengan realitas di dunia luar
dan idealnya merepresentasikan alasan
dan akal sehat.
7. Reality principle (Berpikir secara logis dan
realitas)
8. Super ego (Berfungsi sebagai wadah
impuls Id, untuk menghimbau ego agar
menggantikan tujuan yang realistik
dengan yang moralistik, serta
memperjuangkan kesempurnaan.
9. Mekanisme pertahanan ego (Strategi
psikologis yang dilakukan seseorang
untuk berhadapan dengan kenyataan dan
mempertahankan citra diri)
10. Represi (Pikiran dan perasaan yang
mengancam atau menyakitkan ditekan
dari kesadaran)
11. Denial (Penyangkalan atas
realitas/“Menutup mata” terhadap
keberadaan aspek realitas yang
mengancam)
12. Proyeksi (Mengalihkan kepada orang lain
keinginan dan impuls yang tidak dapat
diterima sendiri)
13. Fiksasi (menjadi “terpaku” pada tahap
perkembangan lebih awal karena
mengambil langkah selanjutnya bisa
menimbulkan kecemasan)
14. Regresi (Kembali ke fase pengembangan
sebelumnya ketika ada sedikit tuntutan
yang lebih sulit)
15. Rasionalisasi (Memproduksi alasan
"bagus" untuk menjelaskan ego yang
hancur)
16. Sublimasi (Mengalihkan energi seksual
atau energy agresif ke saluran lain
17. Displacement (Mengarahkan energi ke
objek atau orang lain ketika objek atau
orang asli tidak dapat diakses (karena
berbagai sebab atau posisi))
18. Reaction formation (Secara aktif
mengekspresikan dorongan yang
berlawanan dengan rasa hati yang
sesungguhnya ketika dihadapkan dengan
dorongan yang mengancam)
19. Introyeksi (Mengambil dan“menelan” nilai
dan standar orang lain
20. Identifikasi (Identifikasi dengan sebab-
sebab, organisasi, atau orang yang
berhasil dengan harapan berhasil pula)
21. Kompensasi (Menyembunyikan kelemahan
yang dirasakan atau mengembangkan sifat
positif tertentu untuk menebus
keterbatasannya)
22. The opening phase (Konselor membangun
hubungan terapeutik dan memperoleh
pemahaman tentang konflik
ketidaksadaran konseli)
23. The development of transference
(Pengembangan dan analisis transferensi)
24. Transferensi (Perasaan konseli kepada
konselor)
25. Significant figure person (Orang yang
telah menguasainya di masa lalunya)
26. Working through (Proses analisis atau
eksplorasi ketidaksadaran yang
bersumber di masa kecil)
27. The resolution of transference
(Memecahkan perilaku neurosis konseli
yang ditunjukkan kepada konselor
sepanjang hubungan konseling
28. Asosiasi Bebas (Konseli mengemukakan
segala sesuatu melalui perasaan atau
pemikiran dengan melaporkan secepatnya
tanpa sensor)
29. Penafsiran (Rosedur dasar yang digunakan
dalam analisis asosiasi bebas,
analisis mimpi, analisis resistensi dan
analisis transferensi)
30. Analisis mimpi (Prosedur penting untuk
mengungkap ketidaksadaran dan
memberi pemahaman kepada konseli
terhadap berbagai hal yang terkait dengan
masalah yang tidak terpecahkan)
31. Analisis Resistensi (Melakukan analisis
terhadap sikap resisten konseli)
32. Analisis Transferensi (Transferensi terjadi
ketika konseli memandang konselor
seperti orang lain.
33. Analisis Kepribadian (Case Historis)
(Melihat dinamika dari dorongan primitive
(libido) terhadap ego dan bagaimana
superego menahan dorongan tersebut)
34. Hipnotis (Mengeksplorasi dan memahami
faktor ketidaksadaran (unconsciousness)
yang menjadi penyebab masalah)
35. Directive konseling /konseling langsung/
counselor centered approach (Konseling
yang pendekatannya terpusat pada
konselor)
36. Non directive counseling (Merupakan upaya
bantuan pemecahan masalah yang
berpusat pada klien)
37. Permisif (membebaskan)
38. Unconditional positive regard (Cara
memunculkan empati, kongruen dan
acceptance)
39. Here and now (sekarang dan di sini)
40. Tendency toward self-actualization
(Mengatur dirinya sendiri)
41. Internal locus of self evaluation (Memilih
nilainya sendiri)
42. Fully functioning person and satisfying life
(Memiliki potensi untuk berubah secara
konstruktif dan dapat berkembang ke arah
hidup yang penuh dan memuaskan)
43. Aktualisasi diri (Kecenderungan manusia
untuk berkembang ke arah lebih baik
merupakan)
44. Personal responsibility (Perkembangan
pribadinya)
45. Organisme (Individu itu sendiri yang
mencakup aspek fisik maupun
psikologis)
46. Realita ( Medan persepsi yang yang
sifatnya subjektif, bukan fakta benar-
salah. Realita subjektif yang menentukan/
membentuk tingkah laku)
47. Holisme (Organisme adalah satu kesatuan
sistem, sehingga perubahan pada satu
bagian akan mempengaruhi bagian lain)
48. Medan fenomena (phenomenal field)
(Semua hal yang dialami individu (dunia
pribadi) dan menjadi sumber kerangka
acuan internal dalam memandang
kehidupan)
49. Self, (Struktur kepribadian yang
sebenarnya)
50. Conditions of worth (Penghargaan
bersyarat muncul saat penghargaan positif
dari significant other memiliki persyaratan,
saat individu tersebut merasa dihargai
dalam beberapa aspek dan tidak dihargai
dalam aspek lainnya)
51. Inkongruensi (Ketidakseimbangan
psikologis dapat dimulai saat seseorang
gagal mengenali pengalaman
organismiknya sebagai pengalaman diri,
yaitu ketika orang tersebut tidak secara
akurat membuat simbolisasi dan
pengalaman organismiknya ke dalam
kesadaran, karena pengalaman tersebut
terlihat tidak konsisten dengan konsep diri
yang sedang muncul)
52. Kerentanan (Manusia menjadi rentan saat
tidak menyadari perbedaan antara diri
organimiknya dengan pengalaman diri
yang signifikan)
53. Kecemasan (Sebagai kondisi yang tidak
menyenangkan atau tekanan dari sumber
yang tidak diketahui)
54. Ancaman (Merupakan kesadaran bahwa
diri seseorang tidak lagi utuh (kongruen))
55. Empathy atau deep understanding adalah
kemampuan konselor untuk memahami
permasalahan konseli, melihat melalui
sudut pandang konseli, peka terhadap
perasaan konseli,
56. Pendekatan person centered adalah proses
konseling yang fleksibel dan tergantung
dari proses komunikasi antara konselor
dankonseli.
57. Sikap defensif (Perlindungan terhadap
konsep diri dari kecemasan dan ancaman
dengan penyangkalan atau distorsi dari
pengalaman yang tidak konsisten dengan
konsep diri)
58. Disorganisasi (Manusia kadang
berperilaku secara konsisten dengan
pengalaman organismiknya dan kadang
sesuai dengan konsep diri yang hancur)
59. Fully functioning person (Manusia yang
berfungsi secara penuh)cirinya)
60. Opennes to experience (Memiliki
keterbukaan terhadap pengalaman)
61. self-trust (Memiliki kepercayaan pada diri
sendiri)
62. internal source evaluation (Mengevaluasi
berdasar internalnya sendiri)
63. Willingness to continue growing (Keinginan
berkelanjutan untuk berkembang)
64. Congruence between self and experience
(Mengakui
(mengasimilasi/menyimbulkan) atas
segala pengalamannya sebagai miliknya
sendiri)
65. Incongruence between self and experience
(Mengaburkan atau menolak
pengalamannya sendiri)
66. Empathy atau deep understanding
(Kemampuan konselor untuk memahami
permasalahan konseli, melihat melalui
sudut pandang konseli, peka terhadap
perasaan konseli, sehingga konselor
mengetahui bagaimana konseli
merasakan perasaannya)
67. Pendekatan person centered (Proses
konseling yang fleksibel dan tergantung
dari proses komunikasi antara konselor
dan konseli)
68. Internal frame of reference (Memahami
kerangka acuan sudut pandang dalam diri
konseli)
69. Acceptance (penerimaan) (Bentuk perilaku
konselor yang ditunjukkan
pada konseli sebagai penerapan sikap
dasarnya yang ditunjukkan konselor
dengan: 1) menerima apa adanya konseli
sebagai pribadi yang unik, 2) tidak
menolak (alih-alih menyalahkan apa yang
dikatakan konseli), dan 3) tidak
menyetujui apa yang dikatakan konseli)
70. Lead/ Open Question (teknik bertanya),
(Merupakan tindakan konselor dengan
mengajukan pertanyaan kepada konselor
agar memperoleh informasi yang spesifik)
71. Restatement dan Paraphrasing
(Pengulangan penyataan dan Parafrase)
(Tujuannya untuk menunjukkan kepada
konseli bahwa konselor senantiasa
memperhatikan informasi yang
disampaikan konseli)
72. Reflection of thoughts and feelings
(pemantulan pikiran dan perasaan)
(keterampilan yang digunakan konselor
untuk memantulkan perasaan (terdapat
pesan emosi) yang berisi tafsiran pikiran
perasaan yang dinyatakan dalam bentuk
pernyataan/ sikap baik positif maupun
negatif yang terkandung
di balik pernyataan konseli)
73. Clarification (klarifikasi) (Keterampilan
yang digunakan untuk mengungkapkan
kembali isi pernyataan konseli dengan
menggunakan katakata baru dan segar
atau suatu keterampilan yang
merumuskan inti-inti kalimat dan gagasan
konseli dalam bentuk lain dengan makna
sama)
74. Confrontation (Konfrontasi) (teknik untuk
menunjukkan adanya kesenjangan,
diskrepansi atau inkronguensi dalam diri
konseli lalu konselor mengumpanbalikkan
kepada konseli)
75. Reassurance (penguatan/dukungan)
(Keterampilan/teknik konselor untuk
memberikan dukungan/penguatan
terhadap pernyataan positif konseli agar
menjadi lebih yakin dan percaya diri)
76. Prediction Reassurance (Penguatan
prediksi), dilakukan konselor terhadap
pernyataan/rencana positif yang akan
dilaksanakan konseli)
77. Posdiction Reassurance (Penguatan
postdiksi), (Penguatan/dukungan konselor
terhadap tingkah laku positif yang telah
dilakukan konseli dan tampak hasil yang
diperoleh dari apa yang dilakukan oleh
konseli tersebut)
78. Factual Reassurance (Penguatan factual)
(Merupakan penguatan konselor untuk
mengurangi beban penderitaan secara
psikis konseli dengan cara
mengumpulkan bukti/fakta bahwa
kejadian yang tidak diharapkan yang
menimpa konseli bila dialami oleh orang
lain akan memberi dampak yang sama
atau relatif sama dengan apa yang dialami
oleh konseli)
79. Summary (merangkum) (Teknik konselor/
konseli untuk membuat simpulan
mengenai apa yang telah dibicarakan
dalam sesi konseling)
80. Konseling gestalt (Suatu pendekatan yang
eksistensial, fenomenologis, dan berpijak
pada premis bahwa individu harus
mengerti konteks hubungan dengan
lingkungannya)
81. Top dog (Kekuatan yang mengharuskan,
menuntut, mengancam)
82. Under dog (Keadaan defensif, membela
diri, tidakberdaya, lemah, pasif, ingin
dimaklumi)
83. Teori Gestalt (Sebuah pendekatan esensial
berdasarkan premis bahwa orang harus
mencari sendiri jalan hidupnya dan mau
menerima tanggung jawab kalau mereka
ingin mencapai kedewasaan)
84. The present, the here, and now (Masa kini,
di sini dan saat ini)
85. Holisme vs dichotomy (Organisme manusia
dilihat sebagai satu kesatuan dan
menolak terhadap dichotomy atau divisi-
divisi)
86. Homeostatis atau regulasi diri (Merupakan
proses organisme mengembalikan ketika
equilibriumnya terganggu tuntutan atau
kebutuhan)
87. The contact boundary (Manusia dan
lingkungan mempunyai hubungan saling
menguntungkan yang tidak dapat
dipisahkan)
88. The self and self actualization (self akan
membentuk figur dan latar, koordinasi
motorik dan kebutuhan organic,
mengintegrasikan perasaan, serta
menemukan makna hidup. Self
merupakan bagian dari identifikasi dan
alienasi)
89. Kursi Kosong (Empty Chair) (Teknik kursi
kosong bertujuan membantu mengatasi
konflik interpersonal dari intrapersonal)
90. Top dog (Perasaan marah bila sesuatu
tidak sesuai nilai atau norma moral
(righteous), autoritarian, dan mengetahui
yang terbaik)
91. Making the rounds (Membuat serial)
(latihan Gestalt yang melibatkan individu
untuk berbicara atau melakukan sesuatu
kepada orang lain dalam kelompok)
92. Playing Projection (Dinamika proyeksi)
(individu yang melihat secara jelas kepada
oarang lain apa yang tidak ingin dilihat dan
menerima dalam dirinya)
93. Reversal Technique (Gejala dan tingkah
laku tertentu sering kali
merepresentasikan implus-implus yang di
tekan dan laten yang ada dalam diri
individu)
94. The Rehearasal Experiment (Individu
cenderung mengulang fantasi-fantasi yang
individu rasa bahwa itu adalah harapan-
harapan dari lingkunganya)
95. The Exaggeration Experiment (Teknik ini
membantu konseli untuk menjadi lebih
sadar pada tanda- tanda bahasa tubuh)
96. Staying With the Feeling (Sebagian besar
konseli cenderung melarikan diri dari
perasaan yang tidak menyenangkan dan
menghindari dari situasi yang mengarah
kepada perasaan yang tidak
menyenangkan)
97. “I” Language (Konselor mendorong kepada
konseli untuk menggunakan kata “saya”
(I) ketika konseli mengeneralisasikan kata
“kamu” (You) dalam berbicara)

KB 2 :

1. Konseling Rational Emotive Behavior


(KREB) (Lebih difokuskan pada kerja
berpikir (thinking) dan bertindak (acting)
ketimbang pada ekspresi perasaan-
perasaan)
2. Activating event (A) (Segenap peristiwa luar
yang dialami individu)
3. Belief (B) (Keyakinan, pandangan, nilai,
atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa)
4. Emotional consequence (C) (Merupakan
konsekuensi emosional sebagaiakibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event
(A))
5. Consequencies rational (Konsekuensi-
konsekuensi rasional yang dianggap
berasal dari keyakinan rasional (Br))
6. Dispute irrational belief (Keyakinan-
keyakinan irasional dalam diri individu
saling bertentangan)
7. Effect cognitive of disputing (Efek kognitif
yang terjadi dari pertentangan dalam
keyakinan irasional)
8. Effect emotion of disputing (Efek dalam
emosi yang terjadi dari hasil
pertentangan dalam keyakinan irasional)
9. Effect behavioral of disputing (Efek dalam
perilaku yang terjadi dari hasil
pertentangan dalam keyakinan irasional)
10. Konseling cognitive behavior (Berasumsi
bahwa reorganisasi (penyesuaian kembali)
diri seseorang akan menghasilkan
corresponding reorganization yang sesuai
dengan perilaku seseorang tersebut)
11. Arbitrary interfences (Penarikan
kesimpulan tanpa ada bukti pendukung
relevan.)
12. Abstraksi Selektif (Terdiri dari
pembentukan kesimpulan berdasarkan
rincianperistiwa yang terisolasi)
13. Overgeneralisas (Proses memegang
keyakinan berdasarkan insiden tunggal
dan menerapkannya secara tidak tepat
pada kondisi yang tidak sama)
14. Pembesaran dan pengecilan (Merasakan
segala kasus atau situasi dalam sorotan
yang lebih besar ataupun lebih kecil dari
yang sesungguhnya)
15. Personalisasi (Kecenderungan individu
menghubungkan peristiwa eksternal
bagi diri mereka sendiri, bahkan jika
tidak ada dasar untuk mengkaitkannya)
16. Pelabelan dan tanpa pelabelan ( Meliputi
penggambaran identitas seseorang
dengan dasar kekurangan dan kesalahan
di masa lalu sehingga memungkinkan
mendefinisikan identitas seseorang yang
sesungguhnya)
17. Pemikiran yang terpolarisasi (Melibatkan
pemikiran dan penginterpretasian dalam
istilah ya atau tidak sama sekali)
18. Teknik Reinforcement (Teknik yang
digunakan untuk mendorong konseli ke
arah perilaku yang lebih rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal
(reward) ataupun punishment)
19. Teknik Social modeling (Teknik yang
digunakan untuk membentuk perilaku-
perilaku baru pada konseli. Teknik ini
dilakuakan agar konseli dapat hidup
dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara mengimitasi,
mengobservani dan menyesuaikan dirinya
dengan social model yang dibuat itu)
20. Live models (Digunakan untuk
menggambarkan perilaku-perilaku
tertentu, khususnya situasi-situasi
interpersonal yang kompleks dalam bentuk
percakapan sosial, interaksi dengan orang
tua, orang dewasa, guru,atau dengan
teman-teman sekelompoknya)
21. Filmed models (Suatu model perilaku yang
difilmkan, sehingga konseli dapat
mengimentasiken dan
mengidentifikasikan dirinya dengan model
perilaku yang dimunculkan dalam film)
22. Audio tape recorde models (Digunakan
dengan maksud agar konseli dapat
mempelajari tingkah laku baru dengan
melihat dan mendengarkan orang lain
menyatakan perilaku dalam situasi
tertentu)
23. Behavioral Disputation atau risk taking,
(Memberi kesempatan kepada konseli
untuk mengalami kejadian yang
menyebabkanya berpikir irasional dan
melawan keyakinannya tersebut)
24. Bermain peran (Role Playing) (Dengan
bantuan konselor konseli melakukan role
playing tingkah laku baru yang sesuai
dengan keyakinan yang rasional)
25. Peran rasional terbalik (Rational Role
Revesal) (Meminta konseli untuk
memainkan peran yang memiliki
keyakinan rasional sementara konselor
memainkan peran konseli yang irasional.
Konseli melawan keyakinan irasional
konselor dengan keyakinan rasional yang
diverbalisasikan)
26. Pengalaman langsung (Exposure) (Konseli
secara sengaja memasuki situasi yang
menakutkan. Proses ini dilakuakan
melalui perencanaan dan penerapan
keterampilan mengatasi masalah (coping
skills).
27. Teknik Imitasi (Teknik yang digunakan
dimana konseli diminta untuk menirukan
secara terus menerus suatu model
perilaku tertentu dengan maksud
melawan perilakunya sendiri yang negatif)
28. Operant conditioning (Jenis belajar di mana
perilaku semata-mata dipengaruhi oleh
akibat yang menyertainya)
29. Unconditioning Stimulus (UCS)
(Lingkungan yang secara alamiah
menimbulkan respon tertentu yang
disebut sebagai Unconditionting Respone
(UCR))
30. Conditioning Stimulus (CS) (Tidak otomatis
menimbulkan respon bagi individu,
kecuali ada pengkondisian tertentu)
31. Vicarious conditioning atau vicarious
learning (Tingkah laku dapat terbentuk
melalui observasi model secara langsung
yang disebut dengan imitasi dan melalui
pengamatan tidak langsung)
32. Technique Implementation (Pada
tahapan ini konselor melakukan curah
pendapat (brainstroming) bersama konseli
untuk menentukan dan melaksanakan
strategi atau teknik pengubahan perilaku
yang akan digunakan untuk mencapai
tingkah laku yang diinginkan)
33. Evaluation and Termination(Konselor
melakukan kegiatan penilaian apakah
kegiatan konseling yang telah
dilaksanakan mengarah dan mencapai
hasil sesuai dengan tujuan konseling)
34. Positive Reinf orcement (Pemberian
penguatan yang menyenangkan setelah
tingkah laku yang diinginkan ditampilkan
agar tingkah laku yang diinginkan
cenderung akan diulang, meningkat dan
menetap di masa akan datang)
35. Reinforcement negatif (Kejadian atau
sesuatu yang membuat tingkah laku yang
dikehendaki berpeluang kecil untuk
diulang)
36. Token Economy (Merupakan strategi
pemberian reinforcement secara tidak
langsung melalui penghargaan yang dapat
ditukar di kemudian hari dengan sesuatu
yang diinginkan konseli (token) )
37. Shaping (erupakan pembentukan tingkah
laku baru yang sebelumnya belum
ditampilkan dengan memberikan
reinforcement secara sistematik dan
langsung setiap kali tingkah laku
ditampilkan)
38. Behavior Contract (Kontrak perilaku
merupakan strategi pengubahan perilaku
dengan cara mengatur kondisi konseli
berdasarkan kontrak antara konseli dan
konselor)
39. Modeling (Merupakan proses belajar
melalui observasi dengan menambahkan
atau mengurangi tingkah laku yang
teramati, menggeneralisir berbagai
pengamatan yang juga melibatkan proses
kognitif)
40. Live models (Pemokohan langsung kepada
orang yang dikagumi sebagai model untuk
diamati)
41. Symbolic models (Menggunakan
penokohan dengan simbol dai film atau
audio visual lain)
42. Multiple model (Penokohan ganda yang
terjadi dalam kelompokdimana seseorang
anggota dari suatu kelompok mengubah
sikap dan dipelajari suatu sikap baru
setelah mengamati bagaimana
anggotaanggota lain dalam kelompok
bersikap)
43. Attentional (Proses dimana
observer/individu menaruh perhatian
terhadap perilaku atau penampilan model)
44. Retention (Proses yang merujuk pada
upaya individu untuk memasukkan
infomasi tentang model, baik verbal
maupun gambar dan imajinasi)
45. Production (Proses mengontrol tentang
bagaimana anak dapat mereproduksi
respons atau tingkah laku model.
Kemampuan mereproduksi dapat
berbentuk ketrampilan fisik atau
kemampuan mengidentifikasi perilaku
model)
46. Motivational (Proses pemilihan tingkah
laku model. Dalam proses ini terdapat
faktor penting yang mempengaruhinya,
yaitu reinforcement dan punishment.
47. Vicarious Learning (Proses belajar dengan
cara mengobservasiconsequence tingkah
laku orang lain. Seseorang akan
mengamatihal-hal yang menjadi
akibat/konsekuensi yang didapat orang
lain untuk diggunakannya sebagai
patokan dalam berperilaku)
48. Penjenuhan (satiation) (Cara untuk
mengubah perilaku individu dengan
membuat konseli jenuh terhadap suatu
tingkah laku, sehingga tidak bersedia
melakukannya lagi)
49. Hukuman (punishment) (Intervensi operant
conditioning untuk mengurangi tingkah
laku yang tidak diinginkan)
50. Time out (Strategi pengubahan perilaku
dengan cara menyisihkan peluang
individu untuk mendapatkan
reinforcement positif)
51. Exclusionary atau ekslusi
(M emindahkan individu dari sit uasi
yang memberi peluang mendapat
penguatan untuk waktu singkat ke
dalam ruang time out)
52. Nonexclusionary (Me mindahkan
individ u untuk beberapa waktu pada
situasi tertentu dengan dukungan
penguatan)
53. Flooding/pembanjiran (Teknik modifikasi
perilaku dengan cara membanjiri konseli
dengan kondisi atau penyebab kecemasan
atau tingkah laku yang tidak dikehendaki
hingga konseli sadar bahwa sesuatu yang
dicemaskan tidak terjadi)
54. Invivo (Membawa konseli hadir pada
situ asi atau st imulus yang
menimbulkan rasa takut dengan
segera selama konseling berlangsung)
55. Imajeri (Meminta konseli
memba yangka n st imulus yang
membuatnya cemas dan takut.
Pengalama n konseli memba yangkan
tanpa disertai akibat dahsyat dapat
menurunkan t ingkat rasa
takutnyadan konseli siap menghadapi
situasi riil)
56. Penjenuhan (satiation) (Cara untuk
mengubah perilaku individu dengan
membuat konseli jenuh terhadap suatu
tingkah laku, sehingga tidak bersedia
melakukannya lagi)
57. Hukuman (punishment) (Intervensi operant
conditioning untuk mengurangi tingkah
laku yang tidak diinginkan)
58. Terapi aversi (Digunakan untuk
meredakan/menghilangkan gangguan
perilaku spesifik yang melibatkan
pengasosiasian tingkah laku simtomatik
dengan stimulus yang menyakitkan
sehingga tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat kemunculannya)
59. Covert sensitization (Meminta konseli
membayangkan perilaku maladaptif yang
biasa dilakukan dan akibat negatif untuk
menimbulkan rasa menyesal/ merasa
bersalah)
60. Desensitisasi sistematis (Merupakan
teknik konseling behavior yang
memfokuskan bantuan untuk
menenangkan konseli dari ketegangan
yang dialami dengan cara mengajarkan
konseli untuk rileks)
61. Metafora (Ungkapan konseli tidak selalu
dapat diekspresikan dengan bahasa
langsung)
62. Konfrontasi (Ketika konseli tidak
menjalankan rencana yang telah
dibuatnya, konselor harus tidak
diperkenankan untuk ‘memaafkan’
perilaku konseli tersebut)
63. Reframe (Teknik reframe dilakukan
untuk mendorong konseli untuk
mengubah cara berpikirnya tentang suatu
topik)
64. Paradoxical prescription (Teknik ini
dilakukan dengan mendorong konseli
untuk membayangkan hal yang paling
buruk yang mungkin bisa terjadi serta
mencari solusi untuk menghadapinya)

KB 3 :

1. Exception Question (Konselor SFBC


menanyakan pertanyaan-pertanyaan
exception untuk mengarahkan konseli
pada waktu masalah tersebut tidak ada)
2. Miracle Question (Meminta konseli untuk
mempertimbangkan bahwa suatu
keajaiban membuka suatu tempat untuk
kemungkinan-kemungkinan di masa
depan)
3. Scaling questions (Memungkinkan konseli
untuk lebih memperhatikan apa yang
mereka telah lakukan dan bagaimana
mereka dapat mengambil langkah yang
akan mengarahkan pada perubahan-
perubahan yang mereka inginkan)
4. Formula First Session Task/FFST)
(Rumusan Tugas Sesi Pertama adalah
suatu format tugas yang diberikan oleh
konselor kepada konseli untuk
diselesaikan antara sesi pertama dan sesi
kedua)
5. Feedback (Para konselor SFBC pada
umumnya mengambil waktu 5 sampai 10
menit pada akhir setiap sesi untuk
menyusun suatu ringkasan pesan untuk
konseli)
6. Presession change question (Pertanyaan
perubahan prapertemuan dimaksudkan
untuk menemukan
pengecualian/mengeksplorasi solusi
yang telah diupayakan konseli sebelum
pertemuan konseling)
7. Impact therapy (Pendekatan multi-indera
yang mengakui bahwa perubahan atau
dampak tidak hanya berasal dari
pertukaran verbal, tetapi juga visual dan
kinestetik)
8. Komprehensif (Dapat menjelaskan
fenomena secara menyeluruh)
9. Eksplisit (Setiap penjelasan didukung oleh
bukti-bukti yang dapat diuji)
10. Parsimonius (Menjelaskan data secara
sederhana dan jelas)
11. Konseling singkat berfokus solusi (SFBC)
(Merupakan salah satu pendekatan
konseling Posmodern dengan
mengedepankan keberdayaan konseli
untuk mencari jalan keluar atau solusi
sehingga konseli akan memilih sendiri
tujuan yang hendak ia capai)
12. Konstruktivisme sosial (Merupakan sebuah
perspektif terapeutik dengan suatu
pandangan postmodern yang menekankan
pada realitas konseli tanpa
memperdebatkan apakah hal tersebut
akurat atau rasional)
13. Frame of reference (Kerangka berpikir)
14. Exception Question (Pertanyaan
Pengecualian)
15. Fase Rapport (R) (Menunjukkan fase
membangun hubungan yang genuine dan
saling percaya antara konselor dan
konseli)
16. Fase Contract (C) (Merujuk pada
persetujuan baik secara implisit ataupun
eksplisit antara konselor dan konseli
dalam menetapkan tujuan sesi konseling)
17. Fase Focus (F) (Merujuk pada tahapan
yang bertujuan membantu konseli untuk
fokus pada suatu topik atau isu tertentu
selama sesi konseling)
18. Fase Funnel (F) (Merujuk pada tahap
mendiskusikan sebuah isu dengan cara
tertentu sampai tercapai tingkat
pemahaman (insight) baru yang lebih
dalam)
19. Fase Closing (C) (Merupakan fase di mana
konseli merangkum apa yang telah
dipelajari dan membicarakan bagaimana
konseli akan menggunakan informasi yang
diperolehnya setelah sesi konseling
berakhir)

KB 4 :

1. Pre-Entry (Dalam tahap awal konsultasi,


konsultan memahami dan menyuarakan
kepada diri sendiri dan orang lain apa
yang diminta untuk dilakukan)
2. Masuk (Entry) (Penjelasan Masalah dan
Pembuatan Kontrak)
3. Gathering nformation) (Proses
pengambilan data yang penting.
Berdasarkan penilaian permasalahan dan
kontrak, konsultan dapat memperoleh
data yang reliabel dan valid)
4. Implementation (Pencarian solusi dan
pemilihan intervensi)
5. Evaluation (Konsultan ingin mengetahui
apa yang sudah dikerjakan, apa yang
belum dikerjakan,dan apa keunggulan
dan kelemahannya)
6. Disengagement (Yang menandakan akhir
hubungan konsultasi akibat dari
keberhasilan yang tertunda atau tujuan
tercapai)
7. Preliminary Stage (Tahap Awal)
8. Exploration and Goal Setting Stage (Tahap
Eksplorasi dan Penetapan tujuan)
9. Intervention and Implementation Stage
(Tahap Intervensi dan Implementasi)
10. Outcome Stage (Tahap Hasil)
11. Termination Stage (Tahap
Pengakhiran)
12. Disposisi advokasi (Konselor sekolah
profesional dengan disposisi advokasi
mengetahui peran mereka, serta
memberikan pelayanan yang merata)
13. Disposisi dukungan keluarga/
pemberdayaan (Konselor sekolah
mengakui bahwa orang tua-wali adalah
orang yang memiliki keterhubungan yang
erat dengan siswa sehingga konselor
sekolah dapat membina hubungan dan
bekerjasama dengan orang tua dalam
mengadvokasi anak-anak mereka)
14. Disposisi advokasi sosial (Konselor sekolah
profesional tidak hanya mengadvokasi
siswa dan keluarga tertentu, mereka juga
mengadvokasi untuk menghilangkan
ketidakadilan dan hambatan yang
memengaruhi lingkungan masyarakat
yang lebih luas)
15. Disposisi etis (Konselor sekolah profesional
dengan disposisi etis memberi nilai tinggi
pada kode etik profesi. Konselor dengan
kecenderungan etis memiliki etika
kepedulian pribadi)
16. Pengetahuan sumber daya (Konselor
sekolah profesional memiliki pengetahuan
tentang berbagai sumber daya yang dapat
digunakan dalam proses advokasi baik
sumber daya yang berasal dari dalam
maupun luar sekolah)
17. Pengetahuan parameter (Profesional
konselor sekolah memiliki pengetahuan
mengenai kebijakan yang berlaku, baik
kebijakan dan prosedur sekolah, paham
mengenai hak dan hukum yang berlaku
baik untuk individu dan keluarga, serta
memiliki pemahaman yang kuat dalam
ruang lingkup praktik yang konselor
sedang lakukan)
18. Pengetahuan tentang mekanisme resolusi
khusus Advokasi seringkali melibatkan
perselisihan dan konflik, maka dari itu
konselor sekolah profesional harus
memiliki pengetahuan tentang mediasi
dan strategi penyelesaian konflik untuk
bekerja menuju penyelesaian masalah)
19. Pengetahuan tentang model-model
advokasi (Konselor sekolah harus
memahami model-model advokasi)
20. Pengetahuan tentang perubahan sistem
(Konselor sekolah yang profesional
menggunakan perspektif sistem untuk
memahami sistem dan subsistem yang
melekat di sekolah dan masyarakat)
21. Keterampilan komunikasi (Konselor
sekolah yang profesional hendaknya
memiliki keterampilan komunikasi yang
baik dalam melayani konseli)
22. Keterampilan Kolaborasi (Konselor sekolah
profesional dapat membentuk dan
memelihara hubungan positif dengan para
profesional dan profesional, karena dalam
hal ini konselor tidak dapat bekerja
sendiri, konselor membutuhkan banyak
bantuan dari pihak yang terkait)
23. Keterampilan assessment masalah
(Konselor harus mampu menilai dan
mendefinisikan masalah dan kebutuhan
siswa, konselor harus mampu memilih
faktor dan topik yang digunakan untuk
memberikan keberhasilan dalam proses
advokasi)
24. Keterampilan pemecahan masalah
(Konselor dapat menggunakan
keterampilan komunikasi dan
keterampilan kolaborasi untuk
membangun hubungan dan
memberdayakan orang lain, guna
pemecahan masalah yang lebih efektif.
25. Keterampilan Organisasi (Agar proses
advokasi berjalan efektif sangat
dibutuhkan konselor yang dapat
melakukan perencanaan yang cermat dan
rinci, serta mampu melakukan
pengumpulan data dan informasi dengan
baik dan mampu melaksanakan kegiatan
secara teroganisir)
26. Keterampilan self-care (Dalam
melaksanakan proses advokasi konselor
sering terlibat dalam pengambilan resiko
dan terkadang upaya yang dilakukan
dalam proses advokasi tidak selalu
berhasil, dan banyak energi yang telah
dikeluarkan dalam proses advokasi baik
itu berhasil maupun tidak berhasil)

2 Daftar materi yang sulit KB 1


dipahami di modul ini
Pendekatan konseling gestalt

KB 2 :
1. Pendekatan konseling Rational Emotive
Behavior dan Cognitive Behavior
2. Pendekatan konseling Behavior

KB 3 :
Pendekatan konseling Singkat Berfokus
Solusi

KB 4 :
Layanan Advokasi

3 Daftar materi yang sering Pendekatan konseling Rational Emotive


mengalami miskonsepsi Behavior dan Cognitive Behavior Dan
Pendekatan konseling Behavior

Anda mungkin juga menyukai